Hasil pengukuran tanggapan magnitudo
tweeter
pada Gambar 3.12
menunjukan
tweeter
memiliki tanggapan magnitudo rata sekitar 91 dB.
Gambar 3.13. Tanggapan fase tweeter.
Hasil pengukuran tanggapan fase
woofer
pada Gambar 3.13
menunjukan fase
tweeter
pada frekuensi
crossover
dari frekuensi 1 kHz sekitar 108° menuju nilai negatif sampai frekuensi 4 kHz sekitar 40°.
Dari hasil pengukuran didapatkan adanya selisih kepekaan antara
tweeter
dan
woofer
yang dapat mengakibatkan cacat amplitudo. Pada tanggapan fase
tweeter
dan
woofer
terdapat selisih fase pada frekuensi
crossover
yang dapat mengakibatkan cacat fase. Untuk meminimalkan cacat yang ada penulis melakukan perancangan untai L-pad, Zobel,
crossover
dengan tepat.
3.3. Perancangan L-pad
Dari hasil pengukuran tanggapan magnitudo
woofer
dan
tweeter
pada terdapat perbedaan tingkat kekerasan suara antara keduanya. Seperti pada
Gambar 3.10 dan 3.12 yang ditumpang tindihkan pada Gambar 3.14 dengan
memperkirakan tangapaan magnitudo rata
woofer
sekitar 86.5 dB ditunjukkan
garis biru dan
tweeter
91 dB ditunjukkan garis merah maka
tweeter
memiliki tingkat kekerasan suara 4.5dB lebih keras dibanding
woofer
.
Gambar 3.14. Simulasi perbedaan tanggapan magnitudo woofer dan tweeter
L-pad merupakan rangkaian pembagi tegangan yang bertujuan untuk mengurangi tingkat kekerasan suatu penyuara[5], skema untai L-pad
ditunjukkan pada Gambar 3.15. Penulis memberikan untai L-pad untuk
menurunkan tingkat kekerasan suara
tweeter
agar setara terhadap
woofer
dengan target nilai impedansi 4 Ω dari nilai impedansi tweeter 6 Ω.
Gambar 3.15. Skema untai L-pad
Perancangan L-pad dimulai dengan mengetahui penurunan tingkat kekerasan suara pada t
weeter
yang diperlukan yaitu 4.5dB dan hubungannya dengan bati tegangan yaitu :
di mana ;
Sehingga diperoleh nilai bati tegangan sebesar 0.596.Hubungan bati tegangan pada untai L-pad dapat diperoleh dengan :
Dan target impedansi 4 Ω yang merupakan nilai impedansi total untai L-pad
dan penyuara maka :
Dengan diketahuinya nilai total impedansi, nilai bati tegangan, dan impedansi
tweeter
diperoleh nilai sebesar 3.956
Ω dan nilai sebesar 1.616 Ω. Karena ketersediaan nilai resistor dipasaran terbatas maka dipilih
resistor dengan nilai mendekati perancangan yaitu sebesar 1.5
Ω dan sebesar 3.9
Ω. Setelah diperoleh nilai resistor, dilakukan simulasi untai L-pad pada
tweeter.
Gambar 3.16. Simulasi tanggapan magnitudo tweeter dengan untai L-pad.
Pada Gambar 3.16 ditunjukkan hasil simulasi untai L-pad pada
tweeter
agar
tweeter
dan
woofer
memiliki tingkat kekerasan suara yang setara. Garis
biru menunjukan tanggapan magnitudo
woofer
dan merah menunjukan
magnitudo tanggapan frekuensi
tweeter
. Didapatkan hasil yang setara.
Gambar 3.17. Simulasi impedansi tweeter dengan untai L-pad
Dengan untai L-pad dapat dilakukan penyelarasan nilai impedansi, pada kasus ini ditargetkan menjadi 4
Ω untuk
tweeter
agar sama dengan impedansi
woofer
. Pada Gambar 3.17 ditunjukkan hasil simulasi untai L-pad pada impedansi, garis biru menunjukan impedansi awal
tweeter
di mana nilai
impedansi sekitar 6 Ω dengan adanya kenaikan impedansi menjadi 15 Ω pada
frekuensi resonan dan sifat induktansi kumparan suara mengakibatkan naiknya impedansi pada frekuensi tinggi hingga 9
Ω pada 20 kHz. Garis hijau menunjukan impedansi dengan untai L-pad. Dari hasil simulasi
didapatkan impedansi tweeter yang bersifat mendekati resistif yaitu sekitar 4ohm tanpa adanya kenaikan yang berarti sehingga tidak diperlukan untai
Zobel pada tweeter[5].
3.4. Perancangan Zobel