dengan masing-masing penyuara. Blok diagram perancangan ditunjukkan pada
Gambar 3.1.
Gambar 3.1. Blok diagram perancangan sistem penyuara
Pada setiap tahap perancangan dilakukan juga simulasi menggunakan “Passive Crossover Designer by Jeff Bagby” untuk pembanding agar diperoleh
hasil yang tepat. Pada bagian penutup penulis menjelaskan untai hasil keseluruhan perancangan dan simulasi yang dilakukan.
3.1. Gambaran Sistem Penyuara dan Kotak yang Digunakan
Sistem penyuara yang akan dirancang penulis buat memiliki konfigurasi 2 jalur. Konfigurasi 2 jalur menggunakan 2 jenis penyuara yaitu
tweeter
dan
woofer
.
Tweeter
digunakan untuk menjangkau tanggapan frekuensi mulai sekitar 1.5 kHz sampai sekitar 20 kHz sedangkan
woofer
dari 40 Hz sampai sekitar 3 kHz. Penulis menggunakan penyuara
tweeter
Morel Supremo dan
woofer
Dynaudio 17wlq. Perancangan penulis bertujuan untuk meminimalkan cacat amplitudo dan fase yang dapat terjadi jika kedua
penyuara di atas terpasang pada kotak dengan panel depan yang rata. Pada perancangan yang dilakukan penulis menggunakan kotak
penyuara dengan panel depan rata seperti terlihat pada Gambar 3.2.
Input Tweeter
Tapis lolos atas
Tapis lolos bawah
Zobel L-pad
Woofer
Gambar 3.2. Skema kotak penyuara yang digunakan
Gambar 3.3. Kotak penyuara yang digunakan
Seperti ditunjukkan pada Gambar 3.2 dan Gambar 3.3 panel depan
kotak penyuara rata antara
tweeter
dan
woofer
dengan selisih jarak antar tepi
penyuara 25 mm. Pemasangan penyuara pada panel depan rata mengakibatkan ada selisih jarak kumparan suara
tweeter
dan
woofer
terhadap pedengar seperti
ditunjukkan pada Gambar 3.4. Adanya selisih jarak menyebabkan selisih fase
antara kedua penyuara ketika berbunyi bersamaan pada frekuensi
crossover
. Pada perancangan ini penulis meminimalkan selisih fase yang terjadi dengan
perancangan
crossover
pada bab 3.5.
Gambar 3.4. Skema selisih jarak kumparan suara antar penyuara terhadap pendengar
3.2. Pengukuran Parameter Penyuara pada Kotak
Untuk merancang sistem penyuara diperlukan pengukuran parameter penyuara yang telah terpasang pada kotaknya terlebih dahulu. Pengukuran
yang dilakukan dibagi menjadi 2 yaitu pengukuran elektrik dan akustik menggunakan CLIO. Pengukuran dilakukan untuk memperoleh parameter
penyuara yang menjadi dasar perancangan yang dilakukan penulis. Pengukuran elektrik dilakukan dengan kondisi penyuara tidak terpasang
pada kotaknya. Pengukuran yang dilakukan meliputi impedansi dan TS parameter dari penyuara. Hasil pengukuran impedansi
woofer
ditunjukkan pada
Gambar 3.5. Didapatkan nilai impedansi
woofer
mendekati 4 Ω dengan
adanya resonan pada 70 Hz dan kenaikan impedansi pada frekuensi tinggi hingga 18
Ω pada frekuensi 20 kHz.
Gambar 3.5. Impedansi woofer Dynaudio 17wlq
Pada Gambar 3.6 ditunjukkan impedansi
tweeter
dengan nilai impedansi sekitar 6
Ω. Pada impedansi
tweeter
terdapat resonan di frekuensi 1.2 kHz dan kenaikan impedansi hingga 11
Ω pada frekuensi 20 kHz.
Gambar 3.6. Impedansi tweeter Morel Supremo
Adanya sifat induktansi kumparan suara woofer pada frekuensi tinggi menyebabkan naiknya impedansi hingga 18
Ω pada frekuensi 20 kHz. Untuk itu perlu dilakukan pengukuran TS parameter woofer yang kedepannya akan
digunakan untuk perancangan untai Zobel. Didapatkan nilai dan
nilai yang ditunjukkan pada Gambar 3.7.
Gambar 3.7. TS parameter woofer Dynaudio 17wlq
Pengukuran akustik dilakukan untuk memperoleh tanggapan frekuensi dari penyuara yang terdiri dari tanggapan magnitudo dan fase. Pada
pengukuran tanggapan frekuensi penyuara yang ideal, dilakukan pada ruang tanpa gema. Pengukuran pada ruang tanpa gema bertujuan agar data yang
diperoleh merupakan data dari penyuara itu saja tanpa adanya gangguan suara dari luar dan pantulan suara akibat dinding ruang.
Karena tidak tersedianya ruang tanpa gema, pengukuran dilakukan dengan membatasi waktu microphone dalam menerima data dan saat kondisi
ruang tenang. Dengan jarak
microphone
1 m dari penyuara dan jarak penyuara terhadap dinding maupun lantai 1 m bertujuan agar pantulan suara tidak
diterima oleh
microphone
pada pengukuran yang dilakukan. Dengan metode pengukuran ini dapat diperoleh tanggapan frekuensi dari frekuensi sekitar 300
Hz sampai dengan 20 kHz.
Pada Gambar 3.8 ditunjukkan skema konfigurasi pengukuran yang
dilakukan. Adanya jarak 1 m antara penyuara dengan dinding maupun lantai, terdapat selisih waktu antara suara asli dari penyuara yang diterima
microphone
dan suara pantulan suara pertama kali pada dinding maupun lantai yang diterima
microphone
. Kondisi pengukuran yang dilakukan penulis
ditunjukkan pada Gambar 3.9.
Gambar 3.8. Skema kondisi pengukuran akustik
Gambar 3.9. Kondisi pengukuran akustik
Hasil pengukuran tanggapan frekuensi penyuara yang didapatkan dengan kondisi
minimum phase
. Pada bab 2.1 sudah dijelaskan dengan
mengurangkan
excess phase
terhadap fase total dapat diperoleh
minimum phase
penyuara. Hasil tersebut dapat diperoleh dengan membuang pantulan suara yang masuk melalui pengukuran impulse response dengan CLIO[6].
Hasil pengukuran akustik yang dilakukan didapatkan tanggapan magnitudo dan fase
woofer
ditunjukkan Gambar 3.10 dan 3.12. Sedangkan
tweeter
ditunjukkan pada Gambar 3.11 dan 3.13.
Gambar 3.10. Tanggapan magnitudo woofer.
Hasil pengukuran tanggapan magnitudo
woofer
pada Gambar 3.10
menunjukan
woofer
memiliki tanggapan magnitudo rata sekitar 86.5 dB.
Gambar 3.11. Tanggapan fase woofer.
Hasil pengukuran tanggapan fase
woofer
pada Gambar 3.11
menunjukan fase
woofer
pada frekuensi
crossover
dari frekuensi 1 kHz sekitar -20° menuju nilai negatif sampai frekuensi 4 kHz sekitar -100°.
Gambar 3.12. Tanggapan magnitudo tweeter.
Hasil pengukuran tanggapan magnitudo
tweeter
pada Gambar 3.12
menunjukan
tweeter
memiliki tanggapan magnitudo rata sekitar 91 dB.
Gambar 3.13. Tanggapan fase tweeter.
Hasil pengukuran tanggapan fase
woofer
pada Gambar 3.13
menunjukan fase
tweeter
pada frekuensi
crossover
dari frekuensi 1 kHz sekitar 108° menuju nilai negatif sampai frekuensi 4 kHz sekitar 40°.
Dari hasil pengukuran didapatkan adanya selisih kepekaan antara
tweeter
dan
woofer
yang dapat mengakibatkan cacat amplitudo. Pada tanggapan fase
tweeter
dan
woofer
terdapat selisih fase pada frekuensi
crossover
yang dapat mengakibatkan cacat fase. Untuk meminimalkan cacat yang ada penulis melakukan perancangan untai L-pad, Zobel,
crossover
dengan tepat.
3.3. Perancangan L-pad