52
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Pemeriksaan Material Dasar
Pengujian dilakukan di Laboratorium Bahan Departemen Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara. Pasir yang digunakan dalam penelitian ini adalah
pasir lolos saringan ASTM no. 10 dan tertahan pada no. 200 Spesifik Grafity 2.68 serta kadar lumpur 0.60 dan nilai d
50
diperoleh dari pengujian analisa gradasi butiran. Pasir sebagai material dasar diayak terlebih dahulu untuk mendapatkan
ukuran butiran yang besarnya relatif merata. Hasil analisa gradasi butiran dapat dilihat di Tabel 3.
Tabel 3. Analisa gradasi butiran
Ayakan No.
Ayakan mm
Berat gr
Barat gr
berat
4 4.75
d
1
= 124 e
1
= 876 87.60
e
7
=W-Σd 10
2.000 d
2
= 134 e
2
= 742 74.20
e
6
=d
7
+e
7
20 0.850
d
3
= 134 e
3
= 608 60.80
e
5
=d
6
+e
6
40 0.425
d
4
= 232 e
4
= 376 37.60
e
4
=d
5
+e
5
60 0.250
d
5
= 164 e
5
= 212 21.20
e
3
=d
4
+e
4
100 0.150
d
6
= 114 e
6
= 98 9.80
e
2
=d
3
+e
3
200 0.074
d
7
= 92 e
7
= 6 0.60
e
1
=d
2
+e
2
Σd = 994
Sumber: Hasil penelitian
Universitas Sumatera Utara
P e
rc e
n t
F in
e r,
Hasil analisa gradasi butiran dimasukkan dalam bentuk grain diameter Gambar 4.1 yang kemudian dapat diketahui nilai d
50
. Dari Gambar 4.1 tersebut
terlihat bahwa
d
50
adalah 0.68
mm.
100 80
60 40
20
1
0.1 0.01
Grain Diameter , mm
Gambar 4.1 Gradasi sedimen
4.2 Karakteristik Aliran
Pada penelitian karakteristik aliran tahap pengamatan awal dilakukan tanpa menggunakan pilar. Pengamatan ini dilakukan bertujuan untuk mengetahui
kecepatan aliran kritis pada material sedimen pasir dengan d
50
= 0,68 mm yang telah diuji di Laboratorium Bahan Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara. Dari
hasil pengamatan tersebut diperoleh data-data yang menunjukan bahwa kecepatan aliran kritik atau kecepatan aliran pada saat butiran mulai bergerak tercatat bahwa
Uc
1
= 0.23 ms, Uc
2
= 0.24 ms, Uc
3
= 0.22 ms, dengan kedalaman aliran yang terjadi pada saluran h
cr1
= 70 mm, h
cr2
= 87 mm, h
cr3
= 100 mm, sehingga debit kritik yang terjadi Qc
1
= 1.117 lts, Qc
2
= 1.917 lts, Qc
3
= 2.888 lts. Berdasarkan
Universitas Sumatera Utara
data-data hasil penelitian yang telah dilakukan maka dapat diketahui besarnya kecepatan aliran rata-rata U, angka Froude Fr, dan angka Reynold Re.
Pada penelitian ini menggunakan variasi debit aliran Q yaitu 1.0 lts, 1.5 lts, dan 2.0 lts dengan kedalaman aliran h masing-masing adalah 140 mm, 163 mm, 200
mm, sehingga besarnya kecepatan aliran rata-rata yang terjadi adalah U
1
= 0.094 ms, U
2
= 0.121 ms dan U
3
= 0.132 ms dengan kondisi aliran seragam steady uniform. Dari data dapat dihitung intensitas aliran 1 adalah UUc = 0.447, aliran
2 adalah UUc = 0.417, dan aliran 3 UU
C
= 0.347 dan bilangan Froude Fr serta angka Reynolds Re seperti pada tabel 3.
Tahap berikutnya, dilakukan pengamatan proses gerusan pada pilar silinder. Proses gerusan yang terjadi adalah clear water scour yaitu gerusan pada lapisan dasar
tanpa disertai terbawanya material oleh aliran. Selanjutnya dari definisi clear water scour terjadi saat 0,5≤UUc1 dan live bed scour terjadi saat UUc ≥1 maka,
gerusan yang terjadi termasuk dalam kondisi clear water scour. Syarat terjadinya kondisi clear water scour yaitu kecepatan aliran yang terjadi lebih kecil dari
kecepatan aliran kritiknya kecepatan aliran pada saat butiran mulai bergerak atau UUc. Klasifikasi aliran melalui saluran terbuka akan turbulen apabila angka
Reynolds Re 1000, dan laminer apabila Re 500. Aliran disebut sub kritis apabila Fr 1, kritis apabila Fr =1, dan super kritis apabila Fr 1. Dan berdasarkan
bilangan Froude dan angka Reynolds aliran yang terjadi untuk Fr 1 dan Re 1000 adalah termasuk aliran turbulen sub kritis.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4. Karakteristik aliran
b mm
h mm
Q ls
U ms
d
50
mm Qc
ls Uc
ms Fr
Re Jenis
Aliran
76 140
1.0 0.094
0.68 1.117
0.23 0.0802
13160 Turbulen
subkritis 76
163 1.5
0.121 0.68
1.917 0.24
0.0960 19723
Turbulen subkritis
76 200
2.0 0.132
0.68 2.888
0.22 0.0940
26400 Turbulen
subkritis Sumber: Hasil penelitian
4.3. Kedalaman Gerusan