figuratif mempunyai fungsi. Bahasa figuratif dipandang lebih efektif untuk menyatakan apa yang dimaksud oleh penyair karena:
Pertama
, bahasa figuratif mampu menghasilkan kesenangan imajinatif.
Kedua , bahasa figuratif adalah cara untuk menghasilkan imaji tambahan
dalam puisi, sehingga yang abstrak jadi konkret dan menjadikan puisi lebih nikmat dibaca.
Ketiga
, bahasa figuratif adalah cara untuk menambah intensitas perasaan penyair untuk puisinya dan menyampaikan sikap penyair.
Keempat
, bahasa figurati adalah cara untuk mengkonsentrasikan makna yang hendak disampaikan dan cara menyampaikan sesuatu yang banyak dan luas
dengan bahasa singkat Perrine dalam Waluyo, 1991: 83. Berikut ini fungsi majas dalam kumpulan geguritan “Bojonegoro Ing Gurit”
karya Djajus Pete.
4.2.1 Menghasilkan Kesenangan Imajinatif
Penggunaan majas dengan fungsi menghasilkan kesenangan imajinatif terdapat pada majas atau bahasa figuratif berikut ini. Berikut kutipan penggunaan
majas atau bahasa figuratif tersebut. 4.2.1.1 Majas Personifikasi
ING MAGELANG
Ing dhadhaku: gunung Merapi gunung Semeru ing ngendi, Wati?
Merbabu kang tanpa nyawa
tanpa kemrengsenge rasa
Merapi lan Merbabu kumpul cedhak sadawane wektu
Wengi-wengi kemulan pedhut Wengi-wengi kemulan slimut.
Geguritan di atas terdapat majas personifikasi yaitu pada penggalan bait yang berbunyi Merbabu kang tanpa nyawa, Merapi lan Merbabu kumpul
cedhak sadawane wektu, wengi-wengi kemulan pedhut wengi-wengi kemulan slimut. Penggalan tersebut merupakan majas personifikasi karena yang
menjadi objek dari geguritan itu adalah gunung. Penyair memperlakukan gunung seperti manusia yaitu pada kata tanpa nyawa, kumpul, dan kemulan
dalam bahasa indonesia berarti tidak bernyawa, berkumpul, dan berselimut. Penyair senang mengimajinasikan gunung yang tidak beraktivitas seperti tidak
bernyawa, gunung Merapi dan gunung Merbabu berkumpul dalam kurun waktu yang lama, dan pada malam hari selalu berselimut kabut. Kabut
dianggap sebagai selimut untuk gunung. Geguritan di atas berfungsi sebagai kesenangan imajinatif yaitu berimajinasi menimbulkan efek personal atau
menghidupkan deskripsi tentang gunung yang tidak beraktivitas, tentang gunung Merapi dan gunung Merbabu yang berkumpul dalam kurun waktu
yang lama, dan gunung yang berselimutkan kabut.
INSPIRASI Siji-siji daksalami keket
krasa anget-anget ing dhadha
tresnaku marang sliramu, tresnaku ngungkuli marang anak lan bojo
apadene marang tilas-tilas kekasih kang ora bisa daklalekake
samangsa sliramu mbisu lan mbesengut
aku kijenan, kasepen ing wengi-wengi kang nglangut
Geguritan di atas terdapat majas personifikasi yang merupakan kesenangan imajinasi penyair. Majas terdapat pada penggalan bait berikut ini:
Siji-siji daksalami keket, tresnaku marang sliramu, tresnaku ngungkuli marang anak lan bojo, samangsa sliramu mbisu lan mbesengut. Penggalan
tersebut dikategorikan sebagai majas personifikasi karena yang menjadi objek dari geguritan ini adalah sebuah inspirasi. Inspirasi diperlakukan oleh penyair
seperti manusia yang disalami, yang ditresnani yang dalam bahasa indonesia berarti disayangi atau disenangi, mbisu yang dalam bahasa indonesia berarti
membisu dan mbesengut yang dalam bahasa indonesia berarti cemberut untuk mengibaratkan inspirasi yang tidak kunjung tiba. Geguritan di atas berfungsi
sebagai kesenangan imajinasi yaitu menimbulkan efek personal atau menghidupkan deskripsi tentang inspirasi yang begitu penting buat seorang
penyair. SEPUR TUWA
Bengi ngene kudune sliramu ngaso ana depo sak-awan krenggosan apa ora loyo
teka isih kudu makarya
sesake penumpang sapanandhang
Geguritan di atas terdapat majas personifikasi yang berfungsi sebagai kesenangan imajinasi. Majas personifikasi terdapat pada penggalan bengi
ngene kudune sliramu ngaso ana depo dan sak-awan krenggosan apa ora
loyo, dan teka isih makarya. Kata ngaso yang dalam bahasa indonesia berarti istirahat dan kata loyo yang dalam bahasa indonesia berarti lelah, dan makarya
merupakan majas personifikasi. Kata ngaso, loyo, dan makarya merupakan istilah yang digunakan oleh manusia sedangkan objek dalam geguritan di atas
adalah sepur tuwa atau kereta api tua. Penyair senang berimajinasi dengan mengibaratkan kereta api seperti manusia yang harus istirahat setelah bekerja
seharian. Geguritan di atas berfungsi sebagai kesenangan berimajinasi yaitu menimbulkan efek personal atau menghidupkan deskripsi tentang sepur tuwa
atau kereta api tua yang selalu bekerja tanpa mengenal waktu dan lelah.
PANANDHANG
Turuten bengawan Solo mengisor kiwo tengen sawah tegal longsor
mangsa udan riwis-riwis gawe tangis
banyu mbludag nggulung jagung, pari lan pohung ngrusak punjering pangarep-arep
trenyuh ati sing mung bisa ngasag lan nderep
Bojonegoro, Babat, Lamongan, sangisore …
pendhak rendhengan dicaplok kurban banjir
kapan ana tangan pengkuh gumrayang kang nyandhet tekane panandhang?
Geguritan di atas terdapat majas personifikasi yaitu pada penggalan berikut ini banyu mbludag nggulung jagung, pari lan pohung, ngrusak
punjering pangarep-arep, dan Bojonegoro, Babat, Lamongan, sangisore …pendhak rendhengan dicaplok kurban banjir. Pada penggalan geguritan di
atas yang merupakan majas personifikasi adalah pada kata nggulung, ngrusak dan dicaplok. Kata-kata tersebut merupakan majas personifikasi karena kedua
kata tersebut biasa digunakan untuk manusia sedangkan pada geguritan di atas yang dibicarakan adalah banjir atau air banjir. Di sini penyair senang
berimajinasi yaitu dengan mengibaratkan air banjir seperti tingkah laku manusia. Dalam geguritan di atas menggambarkan air banjir yang merugikan
dan menyengsarakan warga Bojonegoro, Babat, Lamongan, dan sekitarnya. Majas personifikasi pada geguritan di atas berfungsi sebagai kesenangan
berimajinasi yaitu menimbulkan efek personal atau menghidupkan deskripsi tentang air atau banjir yang merusak hasil petani dan merusak harapan petani
untuk panen. 4.2.1.2 Majas Simile
TANAH JAWA Lemah sacengkang kaya bis kakehan penumpang
sing ngadeg lan sing lungguh
kringete kaya diepuh
ungkepe, banget nyesakake napas mentala sikut-sikutan lan tegel ngrampas.
Di dalam geguritan di atas terdapat majas simile yaitu pada penggalan geguritan sebagai berikut lemah sacengkang kaya bis kakehan penumpang.
Penggalan geguritan di atas merupakan majas simile karena membandingkan hal yang satu dengan hal yang lain. Dalam simile jelas sekali karena
menggunakan kata-kata pembanding antara lain seperti, bak, laksana, seumpama, bagaikan, bagai, sebagai, serupa, sepantun, dan lain sebagainya.
Penggalan geguritan di atas menggunakan kata kaya yang dalam bahasa indonesia berarti seperti. Dalam geguritan ini penyair senang berimajinasi
dengan membandingkan tanah Jawa dengan alat transportasi darat yaitu bus. Penyair berimajinasi bahwa sejengkal tanah di pulau Jawa seperti bus yang
kelebihan penumpang untuk mengibaratkan betapa padatnya penduduk di pulau Jawa. Penyair juga senang berimajinasi banyak penduduk di pulau Jawa
yang tidak punya tempat tinggal dan diibaratkan seperti penumpang yang tidak kebagian tempat duduk. Majas simile pada geguritan di atas sebagai
kesenangan berimajinasi yaitu untuk membandingkan, menyamakan, atau mengibaratkan suatu hal dengan hal yang lain atau membandingkan tanah di
pulau Jawa seperti alat transportasi darat yaitu bus.
4.2.2 Menghasilkan Imaji Tambahan