Analisis Tingkat Daya Saing Karet Indonesia
ANALISIS TINGKAT DAYA SAING KARET INDONESIA
SKRIPSI
Oleh:
RIEZKI RAKHMADINA 090304098
AGRIBISNIS
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2013
(2)
ANALISIS TINGKAT DAYA SAING KARET INDONESIA
SKRIPSI
Oleh:
RIEZKI RAKHMADINA 090304098
AGRIBISNIS
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Penulisan Skripsi di Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara
Disetujui oleh:
Ketua Komisi Pembimbing Anggota Komisi Pembimbing
(Dr. Ir. Tavi Supriana, M.S)
NIP :196411021989032001 NIP : 304021997031001
(Dr. Ir. Satia Negara Lubis, M.Ec)
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2013
(3)
ABSTRAK
RIEZKI RAKHMADINA (090304098/AGRIBISNIS) dengan judul skripsi ANALISIS TINGKAT DAYA SAING KARET INDONESIA. Penelitian ini dibimbing oleh Dr. Ir. Tavi Supriana, M.S dan Dr. Ir. Satia Negara Lubis, M.Ec.
Latar belakang penelitian ini adalah terkait dengan tingkat daya saing karet Indonesia, dimana Indonesia memiliki luas lahan perkebunan karet terluas di dunia yang didominasi oleh perkebunan karet rakyat, akan tetapi jumlah produktivitas yang rendah jika dibandingkan dengan negara pesaing yaitu negara Thailand dengan jumlah produktivitas yang tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk (1) menganalisis jumlah produksi karet di Indonesia di bandingkan dengan negara Thailand; (2) menganalisis tingkat kualitas karet di Indonesia; serta (3) untuk membandingkan tingkat daya saing karet negara Indonesia terhadap negara Thailand. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data time series berupa data tahunan dari tahun 2007 sampai 2011. Analisis deskriptif digunakan untuk mengetahui tingkat daya saing karet antara negara Indonesia dan negara Thailand. Berdasarkan penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa karet negara Indonesia dan negara Thailand memiliki daya saing yang tinggi di pasar Internasional. Dengan luas lahan yang terbatas negara Thailand mampu memiliki jumlah produktivitas karet terbanyak setiap tahunnya dibandingkan dengan negara Indonesia yang memiliki luas lahan terluas akan tetapi masih berada dibawah negara Thailand dalam hal jumlah produktivitas serta tingkat kualitas karet.
(4)
RIWAYAT HIDUP
RIEZKI RAKHMA DINA lahir di Kota Medan pada tanggal 21 Maret 1991 anak dari Bapak H. Sutiono dan Ibu Hj. Sukenti. Penulis merupakan anak kedua dari dua bersaudara.
Pendidikan formal yang pernah ditempuh penulis adalah sebagai berikut: pada tahun 1997 masuk Sekolah Dasar Percobaan Negeri Medan, tamat tahun 2003. Tahun 2003 masuk Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Medan, tamat tahun 2006. Tahun 2006 masuk Sekolah Menengah Atas Swasta Harapan 1 Medan, tamat tahun 2009.
Tahun 2009 diterima di Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri. Selama masa perkuliahan penulis aktif mengikuti berbagai organisasi kemahasiswaan, antara lain Ikatan Mahasiswa Sosial Ekonomi Pertanian (IMASEP) sebagai anggota dari seksi pendidikan dan Forum Silahturahmi Mahasiswa Muslim Sosial Ekonomi Pertanian (FSMM-SEP).
Pada bulan September 2013 penulis melaksanakan penelitian skripsi di GAPKINDO (Gabungan Perusahaan Karet Indonesia). Kemudian pada bulan Juli-Agustus 2013 penulis melaksanakan Praktik Kerja Lapangan (PKL) di Desa Paya Bagas, Kecamatan Tebing Tinggi, Kabupaten Serdang Bedagai, Provinsi Sumatera Utara.
(5)
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, atas berkat, rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Adapun judul skripsi ini : “ANALISIS TINGKAT DAYA SAING KARET INDONESIA”. Kegunaan dari penyusunan skripsi ini adalah sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.
Pada kesempatan ini pertama-tama mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua penulis yaitu Ayahanda H. Sutiono dan Ibunda Hj. Sukenti yang telah memberikan seluruh cinta dan kasih sayang, motivasi dan dukungan secara materi maupun doa kepada penulis selama menjalani kuliah.
Penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan arahan berbagai pihak. Pada kesempatan ini dengan segala ketulusan dan kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ibu Dr. Ir. Tavi Supriana, M.S selaku Ketua Komisi Pembimbing yang telah meluangkan waktu untuk mengajar, membimbing serta memberi masukan dan semangat yang sangat berharga dalam penyusunan skripsi ini.
2. Bapak Dr. Ir. Satia Negara Lubis, M.Ec, selaku Anggota Komisi Pembimbing dan Sekretaris Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara yang telah meluangkan waktu untuk membimbing, memotivasi serta memberikan masukan yang sangat berarti kepada penulis.
(6)
3. Ibu Dr. Ir. Salmiah, MS, selaku Ketua Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara yang telah memfasilitasi penulis dalam perkuliahan dan organisasi ekstrakulikuler di kampus.
4. Seluruh Dosen, Staf dan Pegawai di Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.
5. Bapak Dr. Ir. Edy Irwansyah, M.Si selaku Sekretaris Eksekutif GAPKINDO Sumatera Utara yang telah mengizinkan dan membantu penulis dalam melaksanakan penelitian dan memperoleh data penelitian skripsi.
6. Keluarga besar penulis khususnya Kakanda Dinda Julita Herdina, ST.
7. Sahabat-sahabat mahasiswa stambuk 2009 Program Studi Agribisnis khususnya Dede, Rian (bebe), Ruby, Fika, Tasnim, Reny, Ester, Sara, Tami, Gina, Nia, Amel, Bayu, Luthfi, Dicky, Fauzi Indra, Zainul, Debbie, Iqbal, Angga, Fauzi, adik 2012 tersayang Nazly, abang 2008 bg soleh, serta kelompok PKL Desa Paya Bagas, Desa Binjai dan Desa Laut Tador atas kebersamaan dan canda tawa kalian yang membuat penulis menjadi lebih semangat. Semoga apa yang kita cita-citakan dapat terwujud dan semoga Allah SWT selalu melindungi kita semua.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih belum sempurna, untuk itu diharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun untuk menyempurnakan skripsi ini. Akhirnya penulis mengucapkan terima kasih dan semoga skripsi ini bermanfaat.
Medan, Oktober 2013
(7)
DAFTAR ISI
ABSTRAK ...i
RIWAYAT HIDUP ...ii
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR ISI ...v
DAFTAR TABEL ... vii
DAFTAR GAMBAR ... viii
DAFTAR LAMPIRAN ...ix
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Identifikasi Masalah ... 5
1.3 Tujuan Penelitian ... 5
1.4 Kegunaan Penelitian ... 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Tinjauan Pustaka ... 7
2.1.1 Jenis Mutu Karet Alam ...8
2.2 Landasan Teori ... 10
2.2.1 Teori Porter... 10
2.2.2 Konsep Daya Saing ... 13
2.2.3 Konsep Ekspor ... 15
2.3 Kerangka Pemikiran ... 16
2.4 Hipotesis Penelitian... 19
BAB III METODOLOGI PENELTIAN 3.1 Metode Penentuan Daerah Penelitian ... 20
3.2 Metode Pengumpulan Data ... 20
3.3 Metode Analisis Data ... 21
3.4 Definisi dan Batasan Operasional ... 22
BAB IV DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN 4.1 Sejarah Karet ... 24
(8)
4.3 Kondisi Iklim dan Topografi ... 26
4.4 Syarat Tumbuh Tanaman Karet ... 27
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Karet Alam ... 29
5.2 Karet Sintetik ... 33
5.3 Ekspor Karet Alam ... 38
5.4 Ekspor Karet Alam Berdasarkan Jenisnya ... 43
5.5 Parameter Kualitas Karet... 47
5.6 Perhitungan Daya Saing Ekspor ... 48
5.7 Indikator Perbandingan Tingkat Daya Saing Karet negara Indonesia dan negara Thailand ... 50
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... 52
6.2 Saran ... 53 DAFTAR PUSTAKA
(9)
DAFTAR TABEL
No Keterangan Hal
1 Produksi Karet Alam Negara Anggota ANPRC tahun 2007-2011 20 2 Perbandingan Jumlah Produksi Karet Alam 29 3 Perbandingan Jumlah Konsumsi Karet Alam 30 4 Perbandingan Jumlah Ekspor Karet Alam 31 5 Perbandingan Jumlah Impor Karet Alam 32 6 Perbandingan Jumlah Produksi Karet Sintetis 33 7 Perbandingan Jumlah Konsumsi Karet Sintetis 35 8 Perbandingan Jumlah Ekspor Karet Sintetis 36 9 Perbandingan Jumlah Impor Karet Sintetis 37 10 Perbandingan Jumalah Ekspor Karet Alam Ke Cina 38 11 Perbandingan Jumlah Ekspor Karet Alam Ke Jepang 39 12 Perbandingan Jumlah Ekspor Karet Alam Ke USA 41 13 Perbandingan Jumlah Ekspor Karet Alam Ke Korea 42 14 Perbandingan Jumlah Ekspor Karet Alam Jenis TSR 43 15 Perbandingan Jumlah Ekspor Karet Alam Jenis Sheet Rubber 44 16 Perbandingan Jumlah Ekspor Karet Alam Jenis Latex 45
17 Parameter Kualitas Karet 47
(10)
DAFTAR GAMBAR
No Keterangan Hal
1 Porter’s Diamond Model 12
(11)
DAFTAR GRAFIK
No Keterangan Hal
1 Perbandingan Jumlah Produksi Karet Alam 30 2 Perbandingan Jumlah Konsumsi Karet Alam 31 3 Perbandingan Jumlah Ekspor Karet Alam 32 4 Perbandingan Jumlah Impor Karet Alam 33 5 Perbandingan Jumlah Produksi Karet Sintetis 34 6 Perbandingan Jumlah Konsumsi Karet Sintetis 35 7 Perbandingan Jumlah Ekspor Karet Sintetis 37 8 Perbandingan Jumlah Impor Karet Sintetis 38 9 Perbandingan Jumalah Ekspor Karet Alam Ke Cina 39 10 Perbandingan Jumlah Ekspor Karet Alam Ke Jepang 40 11 Perbandingan Jumlah Ekspor Karet Alam Ke USA 42 12 Perbandingan Jumlah Ekspor Karet Alam Ke Korea 43 13 Perbandingan Jumlah Ekspor Karet Alam Jenis TSR 44 14 Perbandingan Jumlah Ekspor Karet Alam Jenis Sheet Rubber 45 15 Perbandingan Jumlah Ekspor Karet Alam Jenis Latex 46
(12)
ABSTRAK
RIEZKI RAKHMADINA (090304098/AGRIBISNIS) dengan judul skripsi ANALISIS TINGKAT DAYA SAING KARET INDONESIA. Penelitian ini dibimbing oleh Dr. Ir. Tavi Supriana, M.S dan Dr. Ir. Satia Negara Lubis, M.Ec.
Latar belakang penelitian ini adalah terkait dengan tingkat daya saing karet Indonesia, dimana Indonesia memiliki luas lahan perkebunan karet terluas di dunia yang didominasi oleh perkebunan karet rakyat, akan tetapi jumlah produktivitas yang rendah jika dibandingkan dengan negara pesaing yaitu negara Thailand dengan jumlah produktivitas yang tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk (1) menganalisis jumlah produksi karet di Indonesia di bandingkan dengan negara Thailand; (2) menganalisis tingkat kualitas karet di Indonesia; serta (3) untuk membandingkan tingkat daya saing karet negara Indonesia terhadap negara Thailand. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data time series berupa data tahunan dari tahun 2007 sampai 2011. Analisis deskriptif digunakan untuk mengetahui tingkat daya saing karet antara negara Indonesia dan negara Thailand. Berdasarkan penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa karet negara Indonesia dan negara Thailand memiliki daya saing yang tinggi di pasar Internasional. Dengan luas lahan yang terbatas negara Thailand mampu memiliki jumlah produktivitas karet terbanyak setiap tahunnya dibandingkan dengan negara Indonesia yang memiliki luas lahan terluas akan tetapi masih berada dibawah negara Thailand dalam hal jumlah produktivitas serta tingkat kualitas karet.
(13)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Sektor pertanian di Indonesia masih menjadi primadona untuk membangun perekonomian negara. Kinerja ekspor komoditas pertanian menunjukkan pertumbuhan yang cukup baik khususnya pada hasil perkebunan. Subsektor perkebunan merupakan salah satu subsektor unggulan yang dapat menghasilkan devisa negara yang cukup besar. Beberapa komoditi hasil perkebunan yang menjadi unggulan di Indonesia antara lain: karet, kelapa sawit, kakao, kopi, teh, dan sebagainya. Menurut Direktorat Jenderal Perkebunan (2004) salah satu komoditas yang selama ini menjadi andalan ekspor Indonesia adalah karet dan hasil olahan karet di samping CPO yang tetap menjadi primadona ekspor. Produksi karet alam Indonesia yang cukup besar dan layak untuk diperhitungkan dalam pasar internasional. Indonesia merupakan negara penghasil karet alam terbesar di dunia setelah Thailand.
Berdasarkan data dari Direktorat Jendral Perkebunan (2011), produksi karet alam Indonesia meningkat setiap tahunnya dan selalu menempati peringkat kedua setelah Thailand. Pada tahun 2010 produksi karet alam Indonesia mencapai 2.735 ribu ton, hanya berselisih 517 ribu ton dengan Thailand. Dengan selisih yang tidak terlalu besar antara Indonesia dengan produsen karet terbesar yaitu Thailand, maka Indonesia memiliki peluang yang cukup besar untuk menjadi produsen utama karet alam. Produksi karet alam Indonesia dapat ditingkatkan dengan mengoptimalkan sumber daya seperti areal perkebunan secara optimal.
(14)
Luas areal perkebunan karet Indonesia merupakan perkebunan karet terluas di dunia. Lahan perkebunan karet Indonesia berdasarkan status pengusahaannya digolongkan menjadi tiga yaitu Perkebunan Rakyat (PR), Perkebunan Besar Negara (PBN) dan Perkebunan Besar Swasta (PBS).
Berdasarkan data dari Direktorat Jendral Perkebunan (2010), Perkebunan karet yang dimiliki oleh Indonesia merupakan perkebunan karet terluas di dunia. Pada tahun 2010 luas lahan karet Indonesia yang tercatat sekitar 3445,1 ribu Ha yang terdistribusi dalam perkebunan rakyat, perkebunan besar negara dan perkebunan besar swasta yang tersebar di wilayah Indonesia. Produksi karet dan luas lahan karet Indonesia berfluktuasi setiap tahunnya. Luas perkebunan karet Indonesia hampir meningkat setiap tahunnya mulai pada tahun 2004 sampai dengan tahun 2010. Namun demikian, produksi karet Indonesia tidak mengalami peningkatan yang signifikan seiring dengan peningkatan luas lahan perkebunan karet.
Kepemilikan lahan karet di Indonesia didominasi oleh perkebunan karet rakyat karena hampir 85% luas lahan perkebunan karet Indonesia adalah perkebunan rakyat. Menurut BPS (2008), perkebunan rakyat merupakan usaha budidaya tanaman perkebunan yang diusahakan oleh rumah tangga dan tidak berbentuk badan usaha maupun badan hukum. Total produksi karet yang dapat dihasilkan sekitar 2622,8 ribu ton. Sebagian besar hasil karet Indonesia dijual dalam bentuk karet alam. Karet alam tersebut memiliki nilai jual yang relatif rendah dibandingkan dengan karet yang sudah mengalami proses pengolahan.
Potensi karet alam Indonesia yang melimpah merupakan suatu sumber daya yang potensial untuk dikembangkan. Karet alam dapat diolah menjadi
(15)
barang-barang untuk menunjang aktivitas masyarakat. Barang-barang yang membutuhkan keelastisan dalam pemakaiannya menggunakan bahan dasar karet seperti : ban, sarung tangan karet, alas kaki, belt konveyor, belt transmission,
barang karet keperluan teknik serta bahan dasar industri lainnya. Hasil olahan karet tersebut dapat digunakan baik secara langsung atau melalui proses industri lebih lanjut agar nilai tambah dari produk tersebut meningkat (Budiman, 2004).
Menurut data International Rubber Study Groups (IRSG) (2008), konsumsi karet alam dunia meningkat sebesar 24,93% selama periode 2001-2007, konsumsi karet alam dunia lebih besar dibandingkan peningkatan produksi karet alam dunia sehingga terjadi peningkatan permintaan karet alam dunia. Peningkatan konsumsi karet alam dunia terjadi karena perkembangan industri-industri barang jadi karet dunia. Permintaan karet alam dunia yang tinggi memberi pengaruh terhadap perkembangan pasar karet alam dunia. Perkembangan pasar karet alam dunia ditunjukkan dengan tingkat harga yang relatif tinggi.
Proses pengolahan suatu komoditas dalam industri dimaksudkan agar nilai tambah dari komoditas tersebut dan harga jualnya lebih tinggi. Industri karet remah merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan nilai tambah dari karet alam. Karet alam diolah secara khusus dengan standart mutu yang mengikuti
Standart Indonesian Rubber (SIR) menjadi karet remah (crumb rubber). Karet remah digunakan sebagai bahan baku industri hilir yang memproduksi barang-barang kebutuhan masyarakat seperti ban. Industri karet remah tersebar di seluruh wilayah di Indonesia. Keberadaan industri karet remah tersebut menjadi salah satu penyedia lapangan pekerjaan bagi masyarakat (Tim Penulis PS, 1999).
(16)
Produksi karet remah Indonesia hampir 95% adalah jenis SIR 20. Produksi karet remah Indonesia dipasarkan baik di dalam (domestic) maupun luar negeri. Berdasarkan data BPS (2010), produksi karet remah Indonesia 93,97% dari total produksi dijual ke luar negeri dan hanya sekitar 6,03% dari total produksi dijual dan dikonsumsi dalam negeri. Ketatnya persaingan antara produsen karet remah di dunia menuntut Indonesia untuk dapat bersaing dengan produsen karet remah lain. Untuk itu, karet remah yang dijual keluar negeri harus dapat bersaing dalam hal mutu dan kuantitas penjualan dengan negara produsen karet remah lain.
Menurut Kartasasmita (1980), persaingan bukan hanya terbatas pada negara penghasil karet alam saja, tetapi juga melibatkan negara-negara penghasil karet sintesis. Beratnya persaingan ditandai dengan produksi karet, baik karet alam maupun karet sintesis yang cenderung lebih besar dari permintaan serta
market share karet alam yang relatif lebih kecil dalam supply karet dunia. Untuk itu, perlunya dirumuskan strategi khusus untuk meningkatkan daya saing karet remah Indonesia di pasar internasional serta faktor-faktor yang memengaruhinya.
Perkembangan produksi karet Indonesia setiap tahun terus mengalami kenaikan. Adanya peningkatan produksi karet setiap tahunnya menunjukkan bahwa karet Indonesia cukup diperhitungkan dan berpeluang untuk menguasai pasar global. Dengan melihat perkembangan produksi karet Indonesia dan meningkatnya permintaan dunia terhadap karet menjadikan peluang bagi Indonesia untuk menempatkan diri sebagai negara produsen utama karet di dunia. Namun masalah peningkatan daya saing di pasar dunia serta peningkatan mutu produktivitas karet alam harus secara terus menerus dilakukan untuk
(17)
meningkatkan ekspor karet, sehingga ke depannya di era persaingan global Indonesia mampu merebut pasar di negara Asia dan Amerika (Anwar, 2005).
1.2. Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian dari latar belakang di atas perumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Berapa jumlah produksi karet Indonesia pada tahun 2007-2011? 2. Bagaimana kualitas karet di Indonesia pada tahun 2007-2011?
3. Bagaimana tingkat daya saing karet Indonesia apabila dibandingkan dengan negara Thailand?
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan identifikasi masalah di atas maka tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Untuk menganalisis jumlah produksi karet di Indonesia pada tahun 2007-2011.
2. Untuk menganalisis tingkat kualitas karet di Indonesia pada tahun 2007-2011.
3. Untuk membandingkan besarnya daya saing karet Indonesia terhadap negara Thailand.
(18)
1.4. Kegunaan Penelitian
Adapun kegunaan penelitian ini adalah
1. Sebagai masukan bagi petani karet dalam upaya meningkatkan produksi karet di Indonesia.
2. Sebagai bahan pertimbangan bagi pemerintah dalam merumuskan perencanaan dan kebijakan pembangunan daerah khususnya yang berkaitan dengan peningkatan produksi karet di Indonesia.
(19)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN
KERANGKA PEMIKIRAN
2.1Tinjauan Pustaka
Indonesia merupakan negara dengan kebun karet terbesar di dunia mengungguli produsen utama lainnya yaitu Thailand dan Malaysia. Meskipun demikian produksi karet Thailand pertahun lebih besar dibandingkan dengan hasil produksi karet Indonesia. Keadaan ini disebabkan karena rendahnya produktivitas, terutama di perkebunan karet rakyat yang menyumbang 71 % dari total produksi karet nasionnal serta karet yang dihasikan dari perkebunan karet rakyat saat ini masih dijual dalam bentuk gelondongan dengan mutu rendah karena industri pengolahan karet alam belum berkembang. Saat ini pasar produksi karet dunia di dominasi oleh 6 negara yaitu Thailand, Indonesia, Malaysia, India, China dan Vietnam (Soekarno, 2009).
Menurut Mamlukat (2005), strategi pengembangan agribisnis karet nasional yang dipilih adalah bagaimana meningkatkan manfaat secara optimal melalui perolehan nilai tambah dan peningkatan daya saing secara adil dan berkelanjutan. Dengan memanfaatkan aset-aset perkebunan yang sudah ada sehingga strategi tersebut hendaknya didasari dari penelitian-penelitian yang inovatif, kreatif, proporsional sehingga efektif dalam implementasinya. Agar diiperoleh manfaat yang optimal dari pembangunan agribisnis perkaretan nasional, maka kebijakan pengembangan agribisnis diarahkan kepada kebijakan peningkatan produktivitas dan mutu karet.
(20)
Dengan peningkatan terhadap ekspor karet di Indonesia yang dapat memberikan dampak positif dengan peningkatan devisa negara melalui perdagangan internasional yang terjadi antarnegara. Perdagangan internasional sudah ada sejak jaman dahulu, namun dalam ruang lingkup dan jumlah yang terbatas, dimana pemenuhan kebutuhan di dalam negeri yang tidak diproduksi ataupun mengalami kekurangan.
2.1.1 Jenis Mutu Karet Alam
Jenis mutu karet alam terdiri dari TNSR (Technically Specified Natural Rubber) atau SIR (Standart Indonesian Rubber), RSS (Ribbed Smoked Sheets),
Lateks, Crepe dan lainnya. Jenis mutu yang menempati tempat teratas adalah SIR 77,99%, RSS 17,03%, Lateks pekat 3,39%, pale crepe dan lain-lain 1,55%. 1. SIR (Standart Indonesian Rubber)
Cara pengolahan SIR menghasilkan spesifikasi teknis yang sesuai bagi konsumen. Peralatan sehari-hari yang dibuat dari bahan baku SIR adalah ban, peralatan bedah, peralatan farmasi, alat percetakan, pembuatan tekstil, bola golf, alat renang, bantalan mesin, penghapus dan suku cadang elektronik, industri kertas dan pembuatan pita sensitif.
2. RSS (Ribbed Smoked Sheets)
Kedudukan RSS dalam ekspor karet alam Indonesia cenderung terus menurun dari tahun ke tahun, akan tetapi untuk menjaga keseimbangan pangsa pasar di luar negeri khususnya di Eropa Barat dan Jepang, maka produksi RSS perlu dipertahankan. Masalah penetuan mutu secara visual yang kurang dapat diterima para konsumen terhadap RSS.
(21)
3. Lateks
Lateks dadih adalah salah satu jenis dari lateks pekat, merupakan hasil pengentalan (koagulasi) dari lateks segar di lapangan dengan bantuan bahan kimia (bahan pendadih). Permintaan atas lateks pekat juga berkembang cepat untuk pembuatan berbagai peralatan seperti sarung tangan, balon, alat kontrasepsi, dan peralatan lainnya. Lateks pusingan tidak banyak berbeda dengan lateks dadih, hanya berbeda cara pengolahan untuk memisahkan lateks dan air (serum). Lateks pekat atau lateks pusingan berasal dari lateks segar dengan kadar karet kering sekitar 30 persen. Lateks segar itu kemudian dipekatkan dengan cara pusingan menjadi lateks pekat.
Pasaran karet alam terbesar ketiga terdapat dalam produk-produk lateks dimana jatah pasarannya 30%. Lateks konsentrat merupakan satu-satunya produk karet alam yang diperdagangkan dalam bentuk cair (liquid rubber).
Semua jenis karet alam lain yang diperdagangkan berbentuk karet kering (dry rubber) atau disebut juga karet padat (solid rubber). Lateks pekat terutama dipergunakan untuk membuat barang-barang karet yang tipis
(Spillane, 1989).
Menurut Mamlukat (2005), analisis dampak perubahan faktor internal dan eksternal terhadap permintaan, penawaran dan harga karet alam serta distribusi kesejahteraan dilakukan dengan metode simulasi. Peubah yang berpengaruh terhadap penawaran ekspor karet alam Indonesia ke masing-masing negara tujuan (Amerika Serikat, Jepang, Singapura, dan Korea Selatan) adalah harga ekspor karet alam Indonesia, produksi, nilai tukar, pajak ekspor dan jumlah ekspor karet alam Indonesia. Penawaran karet negara pesaing (Thailand dan Malaysia)
(22)
dipengaruhi oleh harga ekspor, produksi dan nilai tukar negara pengekspor. Perilaku impor negara pengimpor dipengaruhi oleh harga impor karet alam, harga impor karet sintesis, nilai tukar, dan pendapatan per kapita masing-masing negara. Faktor-faktor yang mempengaruhi harga karet alam internasional yaitu rasio total permintaan impor, total penawaran ekspor dan harga karet alam internasional sebelumnya.
2.2 Landasan Teori 2.2.1 Teori Porter
Menurut Porter (1990), suatu negara memperoleh keunggulan daya saing jika perusahaan (yang ada di negara tersebut) kompetitif. Daya saing suatu negara ditentukan oleh kemampuan industri melakukan inovasi dan meningkatkan kemampuannya. Perusahaan memperoleh daya saing karena tekanan dan tantangan. Perusahaan menerima manfaat dari adanya persaingan di pasar domestik, supplier domestic yang agresif, serta pasar lokal yang memiliki permintaan tinggi.
Dalam Teori Porter ini juga menyatakan Diamond Model (DM) yang terdiri dari empat determinan (faktor-faktor yang dapat menentukan) National Competitive Advantage (NCA). Empat atribut ini adalah:
• Factor Conditions
Mengacu pada input yang digunakan sebagai faktor produksi, seperti tenaga kerja, sumber daya alam, modal, dan infrastruktur.
(23)
• Demand Conditions
Mengacu pada tersedianya pasar domestik yang siap berperan menjadi elemen penting dalam menghasilkan daya saing.Pasar seperti ini ditandai dengan kemampuan untuk menjual produk-produk superior, dan didorong oleh adanya permintaan barang dan jasa berkualitas serta adanya kedekatan hubungan antara perusahaan dan pelanggan.
• Related and Supporting Industries
Mengacu pada tersedianya serangkaian dan adanya keterkaitan kuat antara industri pendukung dan perusahaan, hubungan dan dukungan ini bersifat positif yang berujung pada peningkatan daya saing perusahaan.
• Firm Strategy, Structure and Rivalry
Mengacu pada strategi dan struktur yang ada pada sebagian besar perusahaan dan intensitas persaingan pada industri tertentu. Dan terdiri dari dua aspek yaitu: pasar modal dan pilihan karir individu. Pasar modal domestik mempengaruhi strategi perusahaan, sementara individu seringkali membuat keputusan karir berdasarkan peluang dan prestise. Intesitas persaingan (rivalry) yang tinggi mendorong terciptanya inovasi.
Menurut Michael Porter (1990), dalam era persaingan global saat ini, suatu bangsa atau negara yang memiliki competitive advantage of nation dapat bersaing di pasar internasional apabila memiliki :”The Four Diamond Framework” atau
(24)
Gambar 1. Porter’s Diamond Model
Sumber : www.quickMBA.com
Dari Porter’s Diamond Model di atas merupakan sumber-sumber utama keungulan kompetitif suatu Negara. Karena menurut Porter, daya saing erat kaitannya dengan konsep keunggulan kompetitif. Kondisi faktor disini adalah sumber daya (resources) yang dimiliki suatu negara atas lima kategori sebagai berikut:
1. Sumber daya manusia (human Resources)
2. Sumber daya alam (Physical Resources)
3. Sumber daya teknologi (Knowledge Resources) Porter’s Diamond Model for The Competitive Advantage of Nations
Government
Firm Stategy, Structure and
Rivalry
Related and Supporting Industries Factor
Conditions
Demand Conditions
(25)
4. Sumber daya modal (Capital Resources)
5. Sumber daya infrastruktur (Infrastructure Resources)
2.2.2 Konsep Daya Saing
Porter (1990) menyebutkan bahwa “istilah daya saing sama dengan
competitiveness atau competitive. Sedangkan istilah keunggulan bersaing sama dengan competitive advantage”. Dan hal ini pun saling berhubungan dan terikat antara faktor yang satu dengan yang lain.
World Economic Forum (WEF) mendefinisikan daya saing nasional sebagai “kemampuan perekonomian nasional untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan”. Fokusnya kemudian adalah pada kebijakan-kebijakan yang tepat. Institusi-institusi yang sesuai dengan karakteristik ekonomi lain yang mendukung terwujudnya pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan (Tambunan, 2003).
Sedangkan Institute of Management and Development (IMD) mendefinisikan daya saing sebagai kemampuan suatu negara dalam menciptakan nilai tambahan dalam rangka menambahkan kekayaan nasional dengan cara mengelola asset dan proses, daya tarik dan agresivitas, globalilsasi dan proksimitas, serta dengan mengintegrasikan hubungan-hubungan tersebut kedalam suatu model ekonomi dan social (Hady, 2004).
Tingkat daya saing suatu negara di kancah perdagangan internasional, pada dasarnya ditentukan oleh dua faktor, yaitu: faktor keunggulan komparatif (comparative advantage) dan faktor keunggulan kompetitif (competitive advantage) (Apidar,2009).
(26)
Faktor keunggulan komparatif dapat dianggap sebagai faktor yang bersifat alamiah dan faktor keunggulan kompetitif dianggap sebagai faktor yang bersifat
acquired atau dapat dikembangkan/diciptakan. Tingkat daya saing suatu negara sesungguhnya juga dipengaruhi oleh apa yang disebut Sustainable Competitive Advantage (SCA) atau keunggulan daya saing berkelanjutan. Ini terutama dalam kerangka menghadapi tingkat persaingan global yang sedemikian lama menjadi sedemikian ketat/keras atau Hyper Competitive (Budiman, 2004).
Analisis Hyper Competitive (persaingan yang super ketat) berasal dari D’Aveni merupakan analisis menunjukkan bahwa pada akhirnya setiap negara akan dipaksa memikirkan atau menemukan suatu stratesgi yang tepat, agar negara/perusahaan tersebut dapat tetap bertahan pada kondisi persaingan global yang sangat sulit. Strategi yang tepat adalah strategi SCA atau strategi yang berintikan upaya perencanaan dan kegiatan operasional yang terpadu, yang mengkaitkan 5 lingkungan eksternal dan internal demi pencapaian tujuan jangka pendek maupun jangka panjang, dengan disertai keberhasilan dalam mempertahankan/meningkatkan sustainable real income secara efektif dan efisien (Budiman, 2004).
Menurut Amir (1993), Adapun jenis-jenis perhitungan daya saing ekspor, antara lain sebagai berikut:
NXS =
��
/
��
Keterangan:NXS = Net Export Share
Xi = Total ekspor produk Indonesia Xw = Total Ekspor produk dunia
(27)
2.2.3 Konsep Ekspor
Pengertian ekspor menurut Keputusan Menteri Perindustiran dan Perdagangan Nomor 182/MPP/Kep/4/1998 tentang Ketentuan Umum di Bidang Ekspor, menyatakan bahwa ekspor adalah kegiatan mengeluarkan barang dan jasa dari daerah kepabean suatu negara. Adapun daerah kepabean sendiri didefinisikan sebagai wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan dan ruang udara diatasnya, serta tempat-tempat tertentu di zona ekonomi ekslusif dan landas kontinen yang didalamnya berlaku Undang-Undang No.10 tahun 1995 tentang Kepabean.
Menurut Sadono Sukirno (2004), ekspor merupakan bagian dari perdagangan internasioanl biasa dimungkinkan oleh beberapa kondisi antara lain: • Adanya kelebihan dalam negeri, sehingga kelebihan tersebut dapat dijual
keluar negeri melalui kebijaksanaan ekspor
• Adanya permintaan luar negeri untuk suatu produk walaupun produk tersebut karena adanya kekurangan produk dalam negeri
• Adanya keuntungan yang lebih besar dari penjualan ke luar negeri daripada penjualan di dalam negeri, karena harga dipasar dunia lebih meguntungkan • Adanya barter produk tertentu dengan produk lain yang diperuntukkan dan
tidak dapat diproduksi dalam negeri
• Adanya kebijaksanaan ekspor yang bersifat politik
Ekspor suatu komoditas ke pasaran internasional dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor domestik, harga luar negeri dan faktor permintaan dan penawaran domestik antarnegara. Selain itu secara implisit ekspor juga
(28)
dipengaruhi oleh faktor nilai tukar (exchange rate) mata uang suatau negara dengan negara lain.
Faktor yang mempengaruhi volume dan nilai ekspor suatu negara tergantung pada pendapatan dan output luar negeri, nilai tukar uang (kurs) serta harga relatif antara barang dalam dan luar negeri. Apabila output luar negeri meningkat, atau nilai tukar terhadapa mata uang negara lain menurun, maka volume dan nilai ekspor suatu negara akan cenderung meningkat, demikian juga sebaliknya (Sukirno, 2004).
2.3 Kerangka Pemikiran
Dalam menganalisis faktor-faktor tingkat daya saing karet di Indonesia maupun di Thailand sebagai negara pembanding dengan tingkat tertinggi produktivitas penghasil karet di dunia, perlu disusun suatu skema kerangka pemikiran dengan tujuan agar dalam menyusun penelitian ini mempunyai alur yang jelas selain juga diharapkan tujuan penelitian ini dapat tercapai dengan maksimal dan efisien.
Karet merupakan salah satu produk andalan ekspor Indonesia menghadapi era perdagangan bebas saat ini. Oleh sebab itu penting artinya untuk melihat keunggulan dan daya saing yang dimiliki setiap negara, mengingat globalisasi menuntut adanya persaingan. Indonesia merupakan suatu negara yang memiliki areal karet alam terbesar di dunia. Meskipun demikian Indonesia hanya menjadi eksportir terbesar kedua setelah Thailand. Hal ini tentunya disebabkan oleh banyak faktor baik eksternal maupun internal.
(29)
Tingkat daya saing suatu komoditas dapat dibandingkan oleh beberapa faktor yakni yang pertama kondisi sumber daya manusia dan sumber daya alam di negara tersebut. Indonesia memang kaya secara sumber daya alamnya, namun masih banyak sumber daya manusia Indonesia yang belum terlatih dalam mengusahakan komoditi karet sampai tingkat menguntungkan. Ini bukan berbicara berapa banyak sumber daya manusia yang dimiliki oleh Indonesia tetapi seberapa berkualitaskah sumber daya manusia tersebut. Lain halnya dengan Thailand yang dengan sumber daya alam yang terbatas, lewat sumber daya manusia yang terdidik dan ahli dibidangnya mampu menjadi eksportir karet terbesar nomor satu di dunia.
Faktor kedua adalah kondisi permintaan dan tuntutan mutu karet Indonesia. Dengan permintaan yang begitu besar Indonesia belum mampu sepenuhnya mencukupi permintaan karet baik dari segi kuantitas maupun kualitas. Mutu karet Indonesia yang sering dibawah standart juga menyebabkan kendalanya harga jual karet Indonesia dibanding dengan negara lain terutama Thailand.
Terjaminnya Indonesia pendukung pengelolaan karet dari hulu ke hilir juga merupakan salah satu indikator pembanding tingkat daya saing produk ini
substainable atau ketersediaan yang terjamin baik dari bibit awal sampai ke industri pemasaran / pengelolaan karet merupakan penentu tinggi tidaknya daya saing suatu komoditi.
Faktor keempat berkaitan dengan efisiensi teknis dan manajemen strategi dalam menghadapi persaingan. Efisiensi bisa dilihat dari dua sisi baik dari teknis yakni bagaimana dengan input yang sama menghasilkan output yang lebih banyak
(30)
maupun dari sisi biaya yakni bagaimana menggunakan input seoptimal mungkin untuk mengurangi biaya input. Indonesia masih sangat jauh dari keberhasilan dalam menerapkan manajemen strategi dalam menghadapi persaingan dengan negara-negara perngekspor karet lainnya terutama Thailand.
Faktor kelima yaitu perhitungan daya saing ekspor negara indonesia dengan negara pembanding yaitu negara Thailand, sehingga dapat terlihat perbandingan jumlah ekspor antara kedua negara tersebut. Berikut skema dari kerangka pemikiran penelitian ini:
(31)
Gambar 2. Skema Kerangka Pemikiran
2.4 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan, dugaan sementara atau hipotesis dalam penelitian ini adalah ada perbedaan yang nyata tingkat daya saing karet antara negara Indoonesia dengan negara Thailand.
Keterangan :
: Perbandingan / Komparasi
: Faktor-faktor yang mempengaruhi
TINGKAT DAYA SAING KARET
INDONESIA THAILAND
Kondisi Permintaan dan Tuntutan Mutu : •Mutu;
•Konsumsi.
Industri Terkait yang Kompetitif :
• Industri hulu ke industri hilir.
Kondisi Struktur, Persaingan, dan Strategi : • Produk baru; • Pengembanga n teknologi; • Perbaikan mutu dan pelayanan. Kondisi Faktor •SDM; •SDA; •SD Teknologi; •SD Modal; •SD
Infrastruktur.
Perhitungan Daya Saing Ekspor:
(32)
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Metode Penentuan Daerah Penelitian
Daerah penelitian dipilih secara purposive atau secara sengajayaitu negara Indonesia dan negara Thailand. Adapun dasar pertimbangan adalah karena Indonesia merupakan salah satu negara penghasil produksi komoditi karet terbesar di dunia seperti yang terlampirkan pada tabel dibawah ini.
Tabel 1. Produksi Karet Alam Negara Anggota ANPRC tahun 2007-2011 Negara Kuantitas (‘000 ton)
2007 2008 2009 2010 2011 Thailand 3.056 3.090 3.164 3.252 3.569 Indonesia 2.755 2.751 2.440 2.735 3.029 Malaysia 1.200 1.072 857 939 996
India 811 881 820 851 893
Vietnam 606 660 711 752 812
China 588 548 643 687 727
Sri anka 118 129 137 153 158
Filipina 101 103 98 99 106
Kamboja 19 19 35 42 51
TOTAL 9.254 9.253 8.905 9.510 10.342
Sumber : Association of Natural Rubber Producing Countries, GAPKINDO 2012
3.2 Metode Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan di dalam penelitian ini adalah data sekunder yaitu data runtut waktu (time series) dari tahun 2007 hingga 2011. Data sekunder ini diperoleh dari instansi dan dinas terkait seperti Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Sumatera Utara, Gabungan Perusahaan Karet Indonesia (GAPKINDO), Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Sumatera Utara serta
(33)
literatur-literatur lain seperti jurnal dan hasil penelitian yang relevan dengan penelitian ini.
3.3 Metode Analisis Data
Data yang diperoleh ditabulasi kemudian dilakukan analisis, selanjutnya data dianalisis sesuai dengan hipotesis yang akan diuji.
Identifikasi masalah 1 dan 2 dianalisis dengan menggunakan metode deskriptif yaitu dengan mentabulasi data yang diperoleh dari instansi dan dinas yang terkait untuk mengetahui jumlah produksi karet dan tingkat kualitas karet di Indonesia pada tahun 2007-2011.
Identifikasi masalah 3 dianalisis dengan Uji beda rata-rata (compare means). Dalam penelitian ini yang akan dibandingkan adalah tingkat daya saing karet antara negara Indonesia dengan negara Thailand dengan menggunakan uji
Mann-Whitney (U test). Uji Mann-Whitney (U test) merupakanalternatif bagi uji-t dan bersifat independen. Adapun statistik uji yang digunakan adalah sebagai berikut:
�
�=
�
��
�+
��(���+�)�
�=
�
��
�+
��(���+�) Keterangan :�1 : tingkat daya saing dalam produksi
�1 : jumlah produksi karet
�2 : kualitas karet
(34)
Adapun kriteria uji sebagai berikut:
��: tidak ada perbedaan yang nyata tingkat daya saing karet antara negara
Indonesia dengan negara Thailand
�1 ∶ ada perbedaan yang nyata tingkat daya saing karet antara negara Indoonesia
dengan negara Thailand
�� diterima jika U ≥ ��
�1 diterima U < ��
3.4 Definisi dan Batasan Operasional
Untuk menghindari kesalahan mengenai istilah-istilah yang terdapat dalam penelitiian ini, maka dibuat definisi dan batasan operasional sebagai berikut: 3.4.1 Definisi
1. Ekspor adalah sebagai pengiriman barang dan penjualan barang-barang yang diproduksi didalam negeri ke luar negeri.
2. Eksportir adalah seseorang atau badan atau perusahaan atau instansi yang melakukan kegiatan penjualan, pengiriman dan/atau pengeluaran barang atau produk dari batas wilayah suatu negara ke negara lain.
3. Produktivitas adalah kemampuan untuk menghasilkan sesuatu, daya produksi. 4. Daya Saing adalah kemampuan produsen untuk memproduksi suatu
komoditas dengan mutu yang baik dan ongkos produksi yang rendah, sehingga pada harga-harga di pasar internasional tetap dapat diperoleh laba yang mencukupi, serta dapat mempertahankan kelanjutan produksinya dan mampu memperpanjang pertumbuhannya.
(35)
5. Konsumsi adalah suatu kegiatan yang bertujuan mengurangi atau menghabiskan daya guna suatu benda, baik berupa barang maupun jasa, untuk memenuhi kebutuhan dan kepuasan secara langsung; setiap kegiatan memakai, menggunakan / menikmati barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan
6. Mutu adalah tingkat baik buruknya atau taraf atau derajat sesuatu. 3.4.2 Batasan Operasional
1. Penelitian mulai dilaksanakan pada tahun 2013.
2. Data yang diambil adalah data sekunder dalam time series, yaitu dari tahun 2007-2011 dan sebagai negara pembanding adalah negara Thailand.
(36)
BAB IV
DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN
4.1 Sejarah Karet
Indonesia merupakan negara dengan perkebunan karet terluas di dunia. Tanaman karet diperkenalkan di Indonesia pada tahun 1864 yang pada waktu itu masih menjadi jajahan Belanda. Mula-mula karet ditanam di Kebun Raya Bogor sebagai tanaman koleksi. Dari tanaman koleksi karet selanjutnya dikembangkan ke beberapa daerah sebagai tanaman perkebunan komersial (Spillane, 1989).
Pohon karet para pertama kali hanya tumbuh di setelah percobaan berkali-kali oleh dikembangkan di tumbuh dan dikembangkan di negara Indonesia.
Tanaman karet berasal dari bahasa latin yang bernama Hevea braziliensis
yang berasal dari Negar tanaman karet alam dunia. Sebagai penghasil lateks tanaman karet dapat dikatakan satu-satunya tanaman yang dikebunkan secara besar-besaran . adapun struktur botani tanaman karet ialah tersusun sebagai berikut (Setyawidjaja, 2003):
Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae Ordo : Euphorbiales Famili : Euphorbiaceae
(37)
Genus : Hevea
Spesies : Hevea braziliensis
Daerah yang pertama kali digunakan sebagai tempat uji coba penanaman karet di Indonesia adalah daerah Pamanukan dan Ciasem, Jawa Barat. Jenis yang pertama kali diujicobakan di kedua daerah tersebut adalah spesies Ficus elastica
atau karet rembung. Jenis karet Hevea brasiliensis baru titanam di Sumatera bagian timur pada waktu 1902 dan di Jawa pada tahun 1906 (Suwarto, 2010). 4.2 Kondisi Geografis
garis lintangnya merupakan petunjuk bahwa sebagian besar Indonesia terletak di belahan bumi selatan, pada bagian utara ialah 6º LU ialah Pulau We dan pada bagian selatan ialah 11º LS ialah Pulau Roti. Wilayah Indonesia yang dilalui oleh garis khatulistiwa.
Pada garis bujurnya yang terletak pada 95º BT - 141º BT dengan jarak bujurnya ialah 46º (sekitar 5000 km, atau hampir 1/ garis bujur sedemikian itu menyebabkan adanya perbedaan
Luas wilayah daratan Indonesia 18.954 km2, sedangkan luas lautan sesuai dengan batas teritorial 3.257.357 km². Jumlah pulau Indonesia 17.508 pulau. Pulau yang sudah diberi nama sekitar 44%, sedangkan yang sudah didiami penduduk baru sekitar 7%. Indonesia memiliki sumber daya lahan yang sangat luas untuk pengembangan komoditas pertanian dengan luas lahan pertanian Indonesia sekitar 70,20 juta ha dan sebagian besar berupa lahan perkebunan sekitar 18,50 juta ha. Indonesia merupakan negara dengan areal tanaman karet
(38)
terluas di dunia yaitu sekitar 3,4 juta ha. Luas lahan perkebunan karet tersebut terdiri dari perkebunan rakyat, perkebunan besar negara, dan perkebunan besar swasta.
Indonesia mempunyai batas-batas negara. Batas-batas negara Indonesia adalah:
1. Sebelah utara, dibatasi oleh negara Malaysia, Singapura, Filipina dan Laut Cina Selatan.
2. Sebelah barat, dibatasi oleh Samudra Hindia
3. Sebelah selatan dibatasi oleh negara Australian, Timor Leste dan Samudra Hindia
4. Sebelah timur, dibatasi oleh negara Papua Nugini yang terletak bersebaeahan dengan Pulau Irian dan Samudra Pasifik.
Daerah perkebunan karet di Indonesia tersebar di daerah Sumatera Utara, Riau, Sumatera Selatan, Bengkulu, Jawa Barat, Jawa Timur, dan Kalimantan Selatan.
4.3 Kondisi Iklim dan Topografi
Indonesia merupakan wilayah kepulauan yang memiliki laut yang luas sehingga terbentuknya iklim laut Indonesia. Wilayah Indonesia yang terdiri dari dataran rendah, dataran tinggi dan pegunungan memiliki suhu udara yang berbeda-beda sehingga membentuk iklim vertical dari dataran rendah sampai ke pegunungan, yaitu : iklim panas, sedang, sejuk dan dingin. Indonesia yang berada di lintang rendah secara astronomis menyebabkan Indonesia beriklim panas (Tropis). Iklim Tropis Indonesia memiliki ciri-ciri yaitu rata-rata suhu udara harian bulanan da tahunan tinggi (lebih dari 18˚C), amplitudo suhu udara kecil dan terjadinya hujan zenithal.
(39)
Berdasarkan topografi Indonesia di bagi atas dua yaitu secara horizontal dipengaruhi tiga iklim utama yaitu iklim laut, iklim musim dan iklim tropis, namun secara vertikal Indonesia memiliki empat jenis iklim yaitu panas, sedang, sejuk dan dingin hal ini berdasarkan ketinggian tempat dan keadaan suhu udaranya.
Dengan kesesuaian keadaan Indonesia dan syarat budidaya tanaman karet, Indonesia masih menghadapi beberapa kendala, yaitu rendahnya produktivitas, terutama pada perkebunan karet rakyat yang merupakan mayoritas (91%) areal karet nasional dan ragam produk olahan yang masih terbatas, yang didominasi oleh karet remah (crumb rubber). Rendahnya produktivitas pada perkebunan karet rakyat disebabkan oleh banyaknya areal tua, rusak dan tidak produktif yang membutuhkan penanaman kembali. Serta penggunaan bibit bukan dari klon unggul, kurangnya penggunaan teknologi dan teknik-teknik budidaya, serta kondisi kebun yang kebanyakan menyerupai hutan kurang perawatan.
4.4 Syarat Tumbuh Tanaman Karet
Sebagai tanaman yang berasal dari wilayah Amerika Tropis, karet bisa tumbuh di Indonesia yang juga beriklim tropis. Meskipun demikian agar berproduksi secara maksimal karet membutuhkan kondisi-kondisi tertentu yang merupakan syarat hidupnya. Karet termasuk tanaman dataran rendah, yaitu bisa tumbuh baik di dataran dengan ketinggian 0-400 meter dari permukaan laut. Di ketinggian tersebut, suhu harian 25-30°C. Jika dalam jangka waktu yang cukup panjang suhu rata-rata kurang dari 20°C, tempat tersebut tidak cocok untuk budidaya karet. Suhu yang lebih dari 30°C juga mengakibatkan karet tidak bisa tumbuh dengan baik.
Wilayah dengan curah hujan yang tinggi (2.000-2.500 mm/tahun) sangat sesuai dengan tanaman karet. Sebagai tanaman tropis, karet juga membutuhkan sinar
(40)
matahari sepanjang hari, minimum 5-7 jam/hari. Agar produktivitasnya tinggi,karet sangat bagus jika dibudidayakan di tanah yang subur. Karet reltif toleran terhadap tanah-tanah marginal yang kurang subur. Dengan penambahan pupuk, tanaman karet yang dibudidayakan di tanah-tanah kurang subur masih bisa berproduksi optimal. Derajat keasaman atau pH tanah yang sesuai untuk tanaman karet adalah mendekati normal (4-9) dan untuk pertumbuhan optimalnya 5-6.
Kontur atau topografi tanah juga berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman karet. Kontur tanah yang datar lebih baik dibandingkan dengan yang berbukit-bukit. Lahan datar selain memudahkan pemeliharaan dan penyadapan, juga mamperlancar pengangkutan lateks. Untuk memudahkan pengairan, lahan penanaman karet sebaiknya dejat dengan sumber air, biak sungai maupun aliran air lainnya (Setyawidjaja, 2003).
(41)
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini dilakukan berdasarkan perbandingan komoditi karet antara negara Indonesia dengan negara Thailand dari tahun 2007-201. Adapun yang di analisis pada penelitian ini yaitu jumlah produksi, konsumsi, ekspor dan impor komoditi karet, berupa karet alam dan juga karet sintetik pada negara Thailand dan negara Indonesia dari tahun 2007-2011.
5.1 Karet Alam
Adapun data yang dapat dibandingkan berupa jenis karet alam antara negara Indonesia dan negara Thailand dari tahun 2007-2011 yang disajikan dalam bentuk tabel dan grafik.
Tabel 2. Perbandingan Jumlah Produksi Karet Alam
Tahun Produksi (‘000 ton)
Thailand Indonesia
2007 2008 2009 2010 2011
3056 3089,8 3164,4 3252,1 3393,8
2755,2 2751 2440 2736 2982
Sumber: GAPKINDO 2012
Dari tabel 2 menunjukkan peningkatan jumlah produksi karet alam dari tahun 2007-2011 pada negara Thailand, sedangkan negara Indonesia jumlah produksi karet alamnya mengalami fluktuatif, yaitu pada tahun 2008 mengalami penurunan sebesar 4,2 ribu ton atau 20,13% dari tahun sebelumnya dan pada
(42)
tahun 2009 mengalami penurunan jumlah produksi sebesar 311 ribu ton atau 17,8% dari tahun sebelumnya. Akan tetapi pada tahun berikutnya mengalami peningkatan sebesar 296 ribu ton atau 20% pada tahun 2010 dan sebesar 246 ribu ton atau 21,8% pada tahun 2011. Gambaran ini disajikan pada grafik 1 dibawah ini
Grafik 1. Perbandingan Jumlah Produksi Karet Alam
Tabel 3. Perbandingan Jumlah Konsumsi Karet Alam
Tahun Konsumsi (‘000 ton)
Thailand Indonesia
2007 2008 2009 2010 2011 374 398 399 359 487 391 414 422 439 474
Sumber: GAPKINDO 2012
Berdasarkan Tabel 3, maka dapat disimpulkan negara Thailand mengalami peningkatan pada tahun 2008 sebesar 24 ribu ton atau 19,73% dari tahun 2007, dan mengalami penurunan kembali pada tahun 2010 sebesar 40 ribu ton atau
0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000
2007 2008 2009 2010 2011
thailand indonesia
(43)
17,7% dari tahun 2009 dan kembali meningkat pada tahun 2011 sebesar 128 ribu ton atau 24,14%, sedangkan negara Indonesia terus mengalami peningkatan konsumsi karet alam pada tahun 2007-2011. Gambaran ini disajikan pada grafik 2 dibawah ini
Grafik 2. Perbandingan Jumlah Konsumsi Karet Alam
Tabel 4. Perbandingan Jumlah Ekspor Karet Alam
Tahun Ekspor (‘000 ton)
Thailand Indonesia
2007 2008 2009 2010 2011
2704 2675 2726 2866 2952
2407 2298,8 2064,1 2374 2571,4
Sumber: GAPKINDO 2012
Berdasarkan Tabel 4, maka dapat disimpulkan negara Thailand mengalami penurunan jumlah ekspor pada tahun 2008 sebesar 29 ribu ton atau 19,21% dari tahun 2007, dan kembali meningkat pada tahun seterusnya, begitu pula pada negara Indonesia yang mengalami penurunan pada tahun 2008 sebesar 108,2 ribu
0 100 200 300 400 500 600
2007 2008 2009 2010 2011
thailand indonesia
(44)
ton atau 19,62% dan penurunan jumlah ekspor kembali sebesar 234,7 ribu ton atau 17,6% pada tahun 2009, akan tetapi mengalami peningkatan sebesar jumlah ekspor karet alam sebesar 309,9 ribu ton atau 20,2% pada tahun 2010 dan 197,4 ribu ton atau 21,9% pada tahun 2011. Gambaran ini disajikan pada grafik 3 dibawah ini
Grafik 3. Perbandingan Jumlah Ekspor Karet Alam
Tabel 5. Perbandingan Jumlah Impor Karet Alam
Tahun Impor (‘000 ton)
Thailand Indonesia
2007 2008 2009 2010 2011 1,9 4,5 3,2 6,5 4,4 9,8 12,6 12,7 17,1 16,4
Sumber: GAPKINDO 2012
Berdasarkan Tabel 5, maka dapat disimpulkan bahwa jumlah impor karet alam pada negara Thailand mengalami fluktuatif, yaitu pada tahun 2008 mengalami peningkatan sebesar 2,6 ribu ton atau 21,95% dari tahun 2007, pada
0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500
2007 2008 2009 2010 2011
thailand indonesia
(45)
tahun 2009 mengalami penurunan jumlah impor karet alam sebesar 1,3 ribu ton atau 15,6%. Pada tahun 2010 kembali mengalami peningkatan jumlah impor karet alam sebesar 3,3 ribu ton atau 31,7%, akan tetapi pada tahun 2011 mengalami penurunan jumlah impor karet alam sebesar 2,1 ribu ton atau 21,4%. Sedangkan pada negara Indonesia jumlah impor karet alamnya mengalami peningkatan. Gambaran ini disajikan pada grafik 4 dibawah ini
Grafik 4. Perbandingan Jumlah Impor Karet Alam
5.2 Karet Sintetik
Tabel 6. Perbandingan Jumlah Produksi Karet Sintetis
Tahun Produksi (‘000 ton)
Thailand Indonesia
2007 2008 2009 2010 2011 194 185 190 200,1 194,2 48 48,2 40,4 45 60,9
Sumber: GAPKINDO 2012
0 2 4 6 8 10 12 14 16 18
2007 2008 2009 2010 2011
thailand indonesia
(46)
Berdasarkan Tabel 6, maka dapat disimpulkan bahwa jumlah produksi karet sintetik pada negara Thailand mengalami fluktuatif, yaitu pada tahun 2008 mengalami penurunan sebesar 9 ribu ton atau 19,2% dari tahun 2007, dan mengalami peningkatan pada tahun 2009 dan 2010 sebesar 5 ribu ton atau 19,7% dan 10,1 ribu ton atau 20,77%, sedangkan pada tahun 2011 mengalami penurunan kembali sebesar 5,9 ribu ton atau 20,15%. Begitupula pada negara Indonesia yang jumlah produksi karet sintetiknya jauh dibawah negara Thailand, mengalami fluktuatif dalam jumlah produksi karet sintetiknya, yaitu pada tahun 2008 mengalami peningkatan jumlah produksi karet sintetiknya sebesar 0,2 ribu ton atau 19,8%, sedangkan pada tahun 2009 mengalami penurunan sebesar 7,8 ribu ton atau 16,6% produksi karet sintetik. Dan mengalami peningkatan kembali pada tahun 2010 dan 2011 sebesar 4,6 ribu ton atau 18,5% dan 15,9 ribu ton atau 25,1%. Gambaran ini disajikan pada grafik 5 dibawah ini
Grafik 5. Perbandingan Jumlah Produksi Karet Sintetis 0
50 100 150 200 250
2007 2008 2009 2010 2011
thailand indonesia
(47)
Tabel 7. Perbandingan Jumlah Konsumsi Karet Sintetis
Tahun Konsumsi (‘000 ton)
Thailand Indonesia
2007 2008 2009 2010 2011
217,8 195 233 338,1 377,4
133,2 221,8 214,3 253,3 295,8
Sumber: GAPKINDO 2012
Berdasarkan Tabel 7, maka dapat disimpulkan negara Thailand mengalami penurunan pada tahun 2008 sebesar 22,8 ribu ton atau 14,3% dari tahun 2007, dan mengalami terus mengalami peningkatan 2009, 2010 dan 2011 sebesar 38 ribu ton atau 17,1%, 105,1 ribu ton atau 24,8% dan 39,3 ribu ton atau 27,7%. Sedangkan negara Indonesia terus mengalami peningkatan konsumsi karet sintetik pada tahun 2007-2011. Gambaran ini disajikan pada grafik 6 dibawah ini
Grafik 6. Perbandingan Jumlah Konsumsi Karet Sintetis 0
50 100 150 200 250 300 350 400
2007 2008 2009 2010 2011
thailand indonesia
(48)
Tabel 8. Perbandingan Jumlah Ekspor Karet Sintetis
Tahun Ekspor (‘000 ton)
Thailand Indonesia
2007 2008 2009 2010 2011
175,8 131,1 147,9 131,1 135,8
38,1 16,5 16,1 13,7 24,4
Sumber: GAPKINDO 2012
Berdasarkan Tabel 8, maka dapat disimpulkan bahwa jumlah ekspor karet sintetik baik di negara Thailand maupun negara Indonesia mengalami fluktuasi. Pada tahun 2008 jumlah ekspor karet sintetik negara Thailand mengalami penurunan sebesar 44,7 ribu ton atau 18,1% dari tahun 2007, pada tahun 2009 mengalami kenaikan jumlah ekspor karet sintetik sebesar 16,8 ribu ton atau 20,4% dan dengan jumlah yang sama sebesar 16,8 ribu ton atau 18,1% mengalami penurunan pada tahun 2010, akan tetapi pada tahun 2011 mengalami kenaikan sebesar 4,7 ribu ton atau 18,8%. Sedangkan pada negara Indonesia mengalami penurunan di tiga tahun dari tahun 2008 penurunan sebesar 21,6 ribu ton atau 35% dari tahun 2007, sebesar 0,4 ribu ton atau 15,6% dari tahun 2008, dan sebesar 2,4 ribu ton atau 14,7% dari tahun 2009, akan tetapi pada tahun 2011 mengalami peningkatan jumlah ekspor karet sintetik sebesar 10,7 ribu ton atau 22,4%. Gambaran ini disajikan pada grafik 7 dibawah ini
(49)
Grafik 7. Perbandingan Jumlah Ekspor Karet Sintetis
Tabel 9. Perbandingan Jumlah Impor Karet Sintetis
Tahun Impor (‘000 ton)
Thailand Indonesia
2007 2008 2009 2010 2011 201,4 223,6 210,9 289,1 319 123,3 190,2 190,1 222 259,4
Sumber: GAPKINDO 2012
Berdasarkan Tabel 9, maka dapat disimpulkan bahwa untuk jumlah impor karet sintetik pada negara Thailand mengalami peningkatan dari tahun 2007 dan 2008 sebesar 22,2 ribu ton atau 17,9%, akan tetapi pada tahun 2009 jumlah impor karet sintetik mengalami penurunan sebesar 12,7 ribu ton atau 16,9% dari tahun 2008. Dan kembali mengalami peningkatan sebesar 78,2 ribu ton atau 23,2% pada tahun 2010 dan 29,9 ribu ton atau 25,6% pada tahun 2011. Gambaran ini disajikan pada grafik 8 dibawah ini
0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200
2007 2008 2009 2010 2011
thailand indonesia
(50)
Grafik 8. Perbandingan Jumlah Impor Karet Sintetis
5.3 Ekspor Karet Alam
Tabel 10. Perbandingan Jumalah Ekspor Karet Alam Ke Cina Tahun Tujuan ke Cina dari (‘000 ton)
Thailand Indonesia
2007 2008 2009 2010 2011 827,4 824,8 1160,3 1128,6 1166,5 350,2 320,5 527,1 434,8 374,5
Sumber: GAPKINDO 2012
Berdasarkan Tabel 10, maka dapat disimpulkan bahwa ekspor karet alam dari negara Thailand dan negara Indonesia ke negara Cina mengalami fluktuasi, yaitu pada tahun 2008 mengalami penurunan sebesar 2,6 ribu ton atau 16,14% dari tahun 2007. Pada tahun 2009 mengalami peningkatan yang sangat signifikan sebesar 335,5 ribu ton atau 22,7% dari tahun sebelumnya, dan kembali mengalami penurunan sebesar 31,7 ribu ton atau 22,09% pada tahun 2010, akan tetapi peningkatan terjadi pada tahun 2011 sebesar 37,9 ribu ton atau 22,83%. Dengan
0 50 100 150 200 250 300 350
2007 2008 2009 2010 2011
thailand indonesia
(51)
jumlah ekspor karet alam yang sangat jauh dari negara Thailand, Indonesia juga mengalami fluktuasi, yaitu pada tahun 2008 mengalami penurunan jumlah ekspor karet alam sebesar 29,7 ribu ton atau 15,9% dari tahun 2007. Pada tahun 2009 mengalami kenaikan sebesar 206,6 ribu ton atau 26,2%, jumlah ekspor karet alam pada negara Indonesia terus mengalami penurunan sebesar 92,3 ribu ton atau 21,6% pada tahun 2010 dan sebesar 60,3 ribu ton atau 18,6% pada tahun 2011. Gambaran ini disajikan pada grafik 9 dibawah ini
Grafik 9. Perbandingan Jumlah Ekspor Karet Alam Ke Cina
Tabel 11. Perbandingan Jumlah Ekspor Karet Alam Ke Jepang Tahun Tujuan ke Jepang dari (‘000 ton)
Thailand Indonesia
2007 2008 2009 2010 2011 405,6 394,7 257 346,3 326,8 397,8 400,7 272,9 313,2 323,9
Sumber: GAPKINDO 2012
Berdasarkan Tabel 11, maka dapat disimpulkan bahwa ekspor karet alam ke negara Jepang dari negara Thailand dan negara Indonesia mengalami fluktuasi
0 200 400 600 800 1000 1200 1400
2007 2008 2009 2010 2011
thailand indonesia
(52)
setiap tahunnya, yaitu pada 2008 dan 2009 dari negara Thailand mengalami penurunan sebesar 10,9 ribu ton atau 22,8% dan 137,7 ribu ton atau 14,8%. Pada tahun 2010 mengalami kenaikan sebesar 89,3 ribu ton atau 20,01% dan kembali mengalami penurunan kembali pada tahun 2011 sebesar 19,5 ribu ton atau 18,8%. Sedangkan pada negara Indonesia pada tahun 2008 mengalami kenaikan 2,9 ribu ton atau 23,4% dari tahun 2007, pada tahun 2009 mengalami penurunan jumlah ekspor karet alam sebesar 127,8 ribu ton atau 15,9%, dan mengalami kenaikan sebesar 40,3 ribu ton atau 18,33% pada tahun 2010 dan sebesar 10,7 ribu ton atau 18,95% kenaikan pada tahun 2011. Gambaran ini disajikan pada grafik 10 dibawah ini
Grafik 10. Perbandingan Jumlah Ekspor Karet Alam Ke Jepang 0
50 100 150 200 250 300 350 400 450
2007 2008 2009 2010 2011
Thailand Indonesia
(53)
Tabel 12. Perbandingan Jumlah Ekspor Karet Alam Ke USA Tahun Tujuan ke USA dari (‘000 ton)
Thailand Indonesia
2007 2008 2009 2010 2011
213,1 220 156,1 177,9 206,8
644,3 622,2 394,3 546,6 514,6
Sumber: GAPKINDO 2012
Berdasarkan Tabel 12, maka dapat disimpulkan bahwa ekspor karet alam ke negara USA dari negara Thailand dan negara Indonesia mengalami fluktuatif, yaitu pada tahun 2008 mengalami kenaikan 6,9 ribu ton atau 22,5% dari tahun 2007, pada tahun 2009 mengalami penurunan sebesar 63,9 ribu ton atau 16,02%, akan tetapi pada tahun 2010 dan 2011 mengalami kenaikan sebesar 21,8 ribu ton atau 18,2% dan 28,9 ribu ton atau 21,2%. Sedangkan negara Indonesia dengan jumlah ekspor karet alamnya lebih tinggi dari negara Thailand juga mengalami fluktuasi, terjadi penurunan sebesar 22,1 ribu ton atau 22,8% pada tahun 2008 dan penurunan sebesar 227,9 ribu ton atau 14,4% pada tahun 2009. Pada tahun 2010 mengalami kenaikan yang diikuti penurunan kembali pada tahun naik sebesar 152,3 ribu ton atau 20,08%, dan penurunan sebesar 32 ribu ton atau 18,9% pada tahun 2011. Gambaran ini disajikan pada grafik 11 dibawah ini
(54)
Grafik 11. Perbandingan Jumlah Ekspor Karet Alam Ke USA
Tabel 13. Perbandingan Jumlah Ekspor Karet Alam Ke Korea Tahun Tujuan ke Korea dari (‘000 ton)
Thailand Indonesia
2007 2008 2009 2010 2011 151,8 154,3 133,1 171,5 185 93,1 106,5 99,5 91,8 99,4
Sumber: GAPKINDO 2012
Berdasarkan Tabel 13, maka dapat disimpulkan bahwa jumlah ekspor karet alam dari negara Thailand dan negara Indonesia k negara Korea mengalami fluktuatif, yaitu pada negara Thailand di tahun 2008 mengalami kenaikan sebesar 2,5 ribu ton atau 19,39% dari tahun 2007, sedangkan pada tahun 2009 mengalami penurunan jumlah ekspor karet alam sebesar 21,2 ribu ton atau 16,7%, akan tetapi mengalami kenaikan sebesar 38,4 ribu ton atau 21,5% pada tahun 2010 dan kenaikan sebesar 13,5 ribu ton atau 23,2% pada tahun 2011. Gambaran ini disajikan pada grafik 12 dibawah ini
0 100 200 300 400 500 600 700
2007 2008 2009 2010 2011
Thailand Indonesia
(55)
Grafik 12. Perbandingan Jumlah Ekspor Karet Alam Ke Korea
5.4 Ekspor Karet Alam Berdasarkan Jenisnya
Tabel 14. Perbandingan Jumlah Ekspor Karet Alam Jenis TSR Tahun Technically specified rubber (‘000 ton)
Thailand Indonesia
2007 2008 2009 2010 2011 1103,8 1132,1 950,6 1082 1193,9 2122,3 2148,5 1905 2278,8 2494,3
Sumber: GAPKINDO 2012
Berdasarkan Tabel 14, maka dapat disimpulkan jumlah ekspor karet alam berdasarkan jenis technically specified rubber yang paling tinggi dari negara Indonesia dibandingkan dari negara Thailand, akan tetapi setiap tahunnya baik dari negara Indonesia maupun negara Thailand tetap mengalami fluktuasi, yaitu pada negara Thailand tahun 2008 mengalami kenaikan sebesar 28,3 ribu ton atau 20,7% dari tahun 2007, sedangkan pada tahun 2009 mengalami penurunan sebesar 181,5 ribu ton atau 17,4%. Akan tetapi pada tahun berikutnya mengalami
0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200
2007 2008 2009 2010 2011
Thailand Indonesia
(56)
kenaikan sebesar 131,4 ribu ton atau 19,8% pada tahun 2010, dan kenaikan sebesar 111,9 ribu ton atau 21,8% pada tahun 2011. Gambaran ini disajikan pada grafik 13 dibawah ini
Grafik 13. Perbandingan Jumlah Ekspor Karet Alam Jenis TSR
Tabel 15. Perbandingan Jumlah Ekspor Karet Alam Jenis Sheet Rubber
Tahun Sheet rubber (‘000 ton)
Thailand Indonesia
2007 2008 2009 2010 2011
861,3 796,5 694,5 719,4 708,3
275,4 137,8 77,1 60,8 69,3
Sumber: GAPKINDO 2012
Berdasarkan Tabel 15, maka dapat disimpulkan jumlah ekspor karet alam berdasarkan jenis sheet rubber yang paling tinggi dari negara Thailand, akan tetapi setiap tahunnya baik dari negara Thailand maupun negara Indonesia tetap mengalami fluktuasi, yaitu pada negara Thailand mengalami penurunan sebesar 19,8 ribu ton atau 21,7% pada tahun 2008 dan penurunan sebesar 10,2 ribu ton
0 500 1000 1500 2000 2500 3000
2007 2008 2009 2010 2011
thailand indonesia
(57)
atau 18,3% pada tahun 2009, akan tetapi mengalami kenaikan sebesar 24,9 ribu ton atau 19,03% pada tahun 2010, dan mengalami penurunan kembali pada tahun 2011 sebesar 11,1 ribu ton atau 18,7%. Begitupula pada negara Indonesia mengalami penurunan hingga 4 tahun berturut-turut sebesar 137,6 ribu ton atau 22,2% pada tahun 2008, 60,7 ribu ton atau 12,4% pada tahun 2009 dan 16,3 ribu ton atau 9,8% pada tahun 2010, akan tetapi mengalami kenaikan 8,5 ribu ton atau 11,7% pada tahun 2011. Gambaran ini disajikan pada grafik 14 dibawah ini
Grafik 14. Perbandingan Jumlah Ekspor Karet Alam Jenis Sheet Rubber
Tabel 16. Perbandingan Jumlah Ekspor Karet Alam Jenis Latex
Tahun Latex (‘000 ton)
Thailand Indonesia
2007 2008 2009 2010 2011 510,5 509,4 595,6 556,1 506,3 7,6 8,8 9,1 12,9 8,4
Sumber: GAPKINDO 2012
0 100 200 300 400 500 600 700 800 900 1000
2007 2008 2009 2010 2011
thailand indonesia
(58)
Berdasarkan Tabel 16, maka dapat disimpulkan bahwa jumlah ekspor karet alam berdasarkan jenis latex yang paling tinggi dari negara Thailand, akan tetapi setiap tahunnya baik dari negara Thailand maupun negara Indonesia tetap mengalami fluktuasi, yaitu pada negara Thailand tahun 2008 mengalami penurunan sebesar 1,1 ribu ton atau 19,02% dari tahun 2007, pada tahun 2009 mengalami kenaikan sebesar 86,2 ribu ton atau 22,2%, akan tetapi mengalami penurunan sebesar 39,5 ribu ton atau 20,7% pada tahun 2010 dan penurunan kembali sebesar 49,8 ribu ton atau 18,9% pada tahun 2011. Negara Indonesia jumlah ekspor karet alam berdasarkan jenis latex pada tahun 2008 mengalami penurunan sebesr 1,2 ribu ton atau 18,8% dari tahun 2007, dan mengalami kenaikan sebesar 0,3 ribu ton atau 19,4% pada tahun 2009, kenaikan sebesar 3,8 ribu ton atau 27,5% pada tahun 2010, akan tetapi mengalami penurunan kembali sebesar 4,5 ribu ton atau 17,9% pada tahun 2011. Gambaran ini disajikan pada grafik 15 dibawah ini
Grafik 15. Perbandingan Jumlah Ekspor Karet Alam Jenis Latex 0
100 200 300 400 500 600 700
2007 2008 2009 2010 2011
thailand indonesia
(59)
5.5. Parameter Kualitas Karet
Kualitas karet negara Indonesia dari tahun 2007-2011 tidak ada perubahan. Kualitas negara Indonesia masih pada kualitas terbaik nomor dua di dunia dengan perincian tabel dibawah ini
Tabel 17. Parameter Kualitas Karet
Parameter unit Indonesia Thailand
SIR 20 STR 20 Kotoran
Debu Nitrogen
Materi mudah menguap
% per ton % per ton % per ton % per ton
0,2 1 0,6 0,8
0,16 0,8 0,6 0,8
Sumber: GAPKINDO 2012
Berdasarkan Tabel 17, diketahui bahwa kualitas kotoran jenis karet negara Indonesia yaitu SIR 20 sebesar 0,2 % per ton sedangkan jenis karet negara Thailand STR 20 sebesar 0,16% per ton. Tingkat debu pada jenis karet negara Indonesia yaitu SIR 20 yaitu 1 % per ton, sedangkan jenis karet negara Thailand STR 20 sebesar 0,8% per ton. Tingkat nitrogen dan materi yang mudah menguap memiliki besaran persen per ton yang sama. Jadi dapat disimpulkan bahwa dilihat dari parameter kotoran dan debu Indonesia berada dibawah kualitas negara Thailand.
(60)
5.6 Perhitungan Daya Saing Ekspor
Menurut Amir (1993), Adapun jenis-jenis perhitungan daya saing ekspor, antara lain sebagai berikut:
NXS =
��
/
��
Keterangan:NXS = Net Export Share
Xi = Total ekspor produk Indonesia Xw = Total Ekspor produk dunia
Perhitungan daya saing ekspor karet alam pada negara Indonesia dari tahun 2007-2001 yaitu sebagai berikut:
���
2007=
71952407,8= 0,334
���
2008=
22987003,,83= 0,32
���
2009=
20646769,,14= 0,30
���
2010=
74722374,8= 0,31
���
2011=
25717786,,46= 0,33
Berdasarkan perhitungan daya saing karet negara Indonesia pada tahun 2007 merupakan angka terbesar net export share yaitu 0,334, pada tahun 2008 dan 2009 mengalami penurunan menjadi 0,32 dan 0,30, akan tetapi pada tahun 2010 dan 2011 mengalami kenaikan kembali menjadi 0,31 dan 0,33.
(61)
Perhitungan daya saing ekspor kret alam pada negara Thailand dari tahun 2007-2011 yaitu sebagai berikut:
���
2007=
71952704,8= 0,375
���
2008=
70032675,3= 0,381
���
2009=
67692726,4= 0,40
���
2010=
74722866,8= 0,383
���
2011=
77862952,6= 0,379
Berdasarkan perhitungan daya saing karet negara Thailand pada tahun 2007 merupakan angka terendah pada net export share yaitu 0,375, mengalami kenaikan sebesar 0,381 dan 0,40 untuk tahun 2008 dan 2009, akan tetapi mengalami penurunan kembali menjadi 0,383 dan 0,379 pada tahun 2010 dan 2011
(62)
5.7 Indikator Perbandingan Tingkat Daya Saing karet negara Indonesia dan negara Thailand
Adapun fktor-faktor lain yang menjadi indikator perbandingan daya saing karet alam antara negara Indonesia dan negara Thailand yaitu:
Tabel 18. Perbandingan Faktor Kondisi Tingkat Daya Saing Karet
Indonesia Thailand
Sumber Daya Alam • Memiliki areal tanaman karet terluas di dunia sekitar 3,4 juta ha
• Kesesuaian iklim • Plasma nutfah
• Memiliki areal
tanaman karet yang terbatas
• Penanaman karet dengan menggunakan bibit unggul sehingga memiliki
produktivitas yang tinggi
Sumber Daya Manusia • Tenaga kerja tersedia • Tenaga kerja terbatas
Teknologi • Teknologi yang
digunakan untuk pengolahan karet yang kurang mendukung dalam
pengembangannya
• Teknologi yang
digunakan dengan sangat mendukung untuk peningkatan produktivitas karet Infrastruktur • Masih kurang memadai
ataupun keterbatasan fasilitas pengembangan industri karet dan dana pengembangan karet terbatas
• Pengembangan infrastrukturnya sangat memadai dan didukung penuh oleh pemerintah, karena komoditi karet dapat dikatakan komoditi politik yang sangat membantu
peningkatan devisa negara, sehingga pemerintah Thailand memberikan
(63)
dalam produksi karet alamnya
Kualitas • kotoran jenis karet
negara Indonesia SIR 20 sebesar 0,2 % per ton • Tingkat debu pada jenis
karet negara Indonesia SIR 20 yaitu 1 % per ton
• kotoran jenis karet negara Thailand STR 20 sebesar 0,16% per ton
• tingkat debu jenis karet negara Thailand STR 20 sebesar 0,8% per ton
Net Export Share • Pada tahun 2007 sebesar 0,334
• Pada tahun 2008 sebesar 0,32
• Pada tahun 2009 sebesar 0,30
• Pada tahun 2010 sebesar 0,31
• Pada tahun 2011 sebesar 0,33
• Pada tahun 2007 sebesar 0,375
• Pada tahun 2008 sebesar 0,381
• Pada tahun 2009 sebesar 0,40
• Pada tahun 2010 sebesar 0,383
• Pada tahun 2011 sebesar 0,379
(64)
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
• Karet merupakan salah satu produk andalan ekspor Indonesia yang dapat membantu dalam penngkatan devisa negara yang didukung dengan areal tanaman karet yang terluas, akan tetapi dari hasil penelitian dapat dilihat dari jumlah produksi selama tahun 2007-2011, jumlah produksi karet alam dan karet sintetik negara Indonesia masih dibawah jumlah produksi negara Thailand.
• Tingkat kualitas karet negara Indonesia jika dibandingkan dengan kualitas karet negara Thailand juga menunjukkan bahwa Indonesia masih berada dibawah Thailand dengan parameter berupa kotoran, debu, nitrogen dan materi mudah menguap yang terkandung pada karet.
• Tingkat daya saing karet negara Indonesia dan negara Thailand memiliki perbandingan yang sangat signifikan dimana negara Indonesia lebih unggul dengan luas lahan tanaman karet, serta kurangya perhatian pemerintah terhadap perkebunan karet yang mengakibatkan kurangnya penggunaan bibit unggul karet, hal ini berdampak pada jumlah produktivitas yang dihasilkan, akan tetapi negara Thailand dengan kemajuan infrastruktur dan pengembangan teknologi serta dukungan pemerintah negara Thailand membantu dalam meningkatkan produktivitas karet yang dihasilkan sehingga menjadikan negara Thailand memiliki jumlah produksi karet alam tertinggi di dunia sampai saat ini.
(65)
6.2 Saran
Kepada Pemerintah
Pemerintah melalui badan-badannya seperti Direktorat Jendral Perkebunan, Dinas perindustrian dan Perdagangan, serta badan-badan lainnya yang terkait dengan persaingan karet Indonesia diharapkan untuk lebih mendukung dan mewadahi dalam peningkatan persaingan karet di Indonesia melalui peraturan-peraturan serta kebijakan-kebijakannya guna meningkatkan hasil produktivitas yang dapat membantu dalam peningkatan devisa dan penerimaan negara.
Kepada Peneliti Selanjutnya
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai analisis tingkat daya saing karet Indonesia guna memperoleh data yang lebih akurat mengenai persaingan karet di Indonesia.
(66)
DAFTAR PUSTAKA
Amir. 1993. Ekspor Impor Teori dan Penerapannya. PT. Ikrar Mandiri abdi. Jakarta
Anwar, C. 2005. Prospek Karet Alam Indonesia di Pasar Internasional: Suatu Analisis Integrasi Pasar dan Keragaan Ekspor. Disertasi Doktor. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Apridar. 2009. Ekonomi Internasional Sejarah, Teori, konsep, dan Permasalahan Dalam Aplikasinya. Graha Ilmu. Yogyakarta
Badan Pusat Statistik. 2008. Statistik Indonesia 2008. Medan. . 2010. Statistik Indonesia 2010. Medan.
Budiman, A. F. S. 2004. The Global NR Industry: Corrent Development and Future Prospects. Jakarta.
Direktorat Jendral Perkebunan Republik Indonesia, Statistik Perkebunan karet
2011. http://ditjenbun.go.id.
Ditjen BN Perkebunan. 2004. Statistik Perkebunan Indonesia 2002-2003. Karet. Departemen Perkebunan. Direktorat Jendral Perkebunan Bina Produksi Perkebunan. Jakarta.
. 2010. Luas Areal dan Produksi Perkebunan Seluruh Indonesia Menurut Pengusahaan. Departemen Perkebunan.
Hady, H. 2004. Ekonomi Internasional: Teori Kebijakan Perdagangan Internasional. Jilid Satu. Edisi Revisi. Ghalia Indonesia, Jakarta.
International Rubber Study Group (IRSG). 2008. Rubber Statistical Bulletin Vol. 66, No. 7-9. International Rubber Study Group.
Kartasasmita, Soedaji. 1980. Perspektif Perkebunan Di Masa Depan, Yogyakarta: Lembaga Pendidikan Perkebunan.
Mamlukat, I. 2005. Analisis Faktor-faktor yang mempengaruhi Harga Ekspor Karet Alam Indonesia. Skripsi. Fakultas Sosial dan Ekonomi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Porter, M. E. 1990. The Competitive Advantage of Nations. Free Press. New York. Setiawan, didit heru dan agus andoko. 2008. Petunjuk lengkap budidaya karet.
(67)
Setyawidjaja, D. 2003. Karet Budidaya dan Pengolahan. Kanisisus. Yogyakarta Soekarno. 2009.Analisis keunggulan Komparatif Karet Alam Indonesia Tahun 2003-2007. Skrispsi. Departemen Ilmu Ekonomi. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Soekartawi. 2000. Pengantar Agroindustri. Rajawali Pers. Jakarta.
Spillane, James J. 1989. Komoditi Karet Peranannya Dalam Perekonomian Indonesia. Kanisius. Yogyakarta.
Sukirno, Sadono. 2004. Pengantar Ekonomi Makro. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Suwarto. 2010. Budidaya 12 tanaman perkebunan unggulan. Penebar Swadaya. Jakarta
Tambunan, T. T. H. 2003. Perekonomian Indonesia: Beberapa Masalah Penting. Ghalia Indonesia. Jakarta.
Tatik, Anis Maryani. 2007. Aneka Tanaman Perkebunan. Pusat Pengembangan Pendidikan Universitas Riau, Pekanbaru.
Tim Penulis PS. 1999. Karet: Strategi Pemasaran, Budidaya dan Pengolahan. PT. Penebar Swadaya. Jakarta.
(1)
5.7 Indikator Perbandingan Tingkat Daya Saing karet negara Indonesia dan negara Thailand
Adapun fktor-faktor lain yang menjadi indikator perbandingan daya saing karet alam antara negara Indonesia dan negara Thailand yaitu:
Tabel 18. Perbandingan Faktor Kondisi Tingkat Daya Saing Karet
Indonesia Thailand
Sumber Daya Alam • Memiliki areal tanaman karet terluas di dunia sekitar 3,4 juta ha
• Kesesuaian iklim
• Plasma nutfah
• Memiliki areal
tanaman karet yang terbatas
• Penanaman karet dengan menggunakan bibit unggul sehingga memiliki
produktivitas yang tinggi
Sumber Daya Manusia • Tenaga kerja tersedia • Tenaga kerja terbatas
Teknologi • Teknologi yang
digunakan untuk pengolahan karet yang kurang mendukung dalam
pengembangannya
• Teknologi yang
digunakan dengan sangat mendukung untuk peningkatan produktivitas karet Infrastruktur • Masih kurang memadai
ataupun keterbatasan fasilitas pengembangan industri karet dan dana pengembangan karet terbatas
• Pengembangan infrastrukturnya sangat memadai dan didukung penuh oleh pemerintah, karena komoditi karet dapat dikatakan komoditi politik yang sangat membantu
peningkatan devisa negara, sehingga pemerintah Thailand memberikan
perhatian dan bantuan
(2)
dalam produksi karet alamnya
Kualitas • kotoran jenis karet negara Indonesia SIR 20 sebesar 0,2 % per ton
• Tingkat debu pada jenis karet negara Indonesia SIR 20 yaitu 1 % per ton
• kotoran jenis karet negara Thailand STR 20 sebesar 0,16% per ton
• tingkat debu jenis karet negara Thailand STR 20 sebesar 0,8% per ton
Net Export Share • Pada tahun 2007 sebesar 0,334
• Pada tahun 2008 sebesar 0,32
• Pada tahun 2009 sebesar 0,30
• Pada tahun 2010 sebesar 0,31
• Pada tahun 2011 sebesar 0,33
• Pada tahun 2007 sebesar 0,375
• Pada tahun 2008 sebesar 0,381
• Pada tahun 2009 sebesar 0,40
• Pada tahun 2010 sebesar 0,383
• Pada tahun 2011 sebesar 0,379
(3)
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
• Karet merupakan salah satu produk andalan ekspor Indonesia yang dapat membantu dalam penngkatan devisa negara yang didukung dengan areal tanaman karet yang terluas, akan tetapi dari hasil penelitian dapat dilihat dari jumlah produksi selama tahun 2007-2011, jumlah produksi karet alam dan karet sintetik negara Indonesia masih dibawah jumlah produksi negara Thailand.
• Tingkat kualitas karet negara Indonesia jika dibandingkan dengan kualitas karet negara Thailand juga menunjukkan bahwa Indonesia masih berada dibawah Thailand dengan parameter berupa kotoran, debu, nitrogen dan materi mudah menguap yang terkandung pada karet.
• Tingkat daya saing karet negara Indonesia dan negara Thailand memiliki perbandingan yang sangat signifikan dimana negara Indonesia lebih unggul dengan luas lahan tanaman karet, serta kurangya perhatian pemerintah terhadap perkebunan karet yang mengakibatkan kurangnya penggunaan bibit unggul karet, hal ini berdampak pada jumlah produktivitas yang dihasilkan, akan tetapi negara Thailand dengan kemajuan infrastruktur dan pengembangan teknologi serta dukungan pemerintah negara Thailand membantu dalam meningkatkan produktivitas karet yang dihasilkan sehingga menjadikan negara Thailand memiliki jumlah produksi karet alam tertinggi di dunia sampai saat ini.
(4)
6.2 Saran
Kepada Pemerintah
Pemerintah melalui badan-badannya seperti Direktorat Jendral Perkebunan, Dinas perindustrian dan Perdagangan, serta badan-badan lainnya yang terkait dengan persaingan karet Indonesia diharapkan untuk lebih mendukung dan mewadahi dalam peningkatan persaingan karet di Indonesia melalui peraturan-peraturan serta kebijakan-kebijakannya guna meningkatkan hasil produktivitas yang dapat membantu dalam peningkatan devisa dan penerimaan negara.
Kepada Peneliti Selanjutnya
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai analisis tingkat daya saing karet Indonesia guna memperoleh data yang lebih akurat mengenai persaingan karet di Indonesia.
(5)
DAFTAR PUSTAKA
Amir. 1993. Ekspor Impor Teori dan Penerapannya. PT. Ikrar Mandiri abdi. Jakarta
Anwar, C. 2005. Prospek Karet Alam Indonesia di Pasar Internasional: Suatu
Analisis Integrasi Pasar dan Keragaan Ekspor. Disertasi Doktor. Sekolah
Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Apridar. 2009. Ekonomi Internasional Sejarah, Teori, konsep, dan Permasalahan
Dalam Aplikasinya. Graha Ilmu. Yogyakarta
Badan Pusat Statistik. 2008. Statistik Indonesia 2008. Medan. . 2010. Statistik Indonesia 2010. Medan.
Budiman, A. F. S. 2004. The Global NR Industry: Corrent Development and
Future Prospects. Jakarta.
Direktorat Jendral Perkebunan Republik Indonesia, Statistik Perkebunan karet 2011. http://ditjenbun.go.id.
Ditjen BN Perkebunan. 2004. Statistik Perkebunan Indonesia 2002-2003. Karet. Departemen Perkebunan. Direktorat Jendral Perkebunan Bina Produksi Perkebunan. Jakarta.
. 2010. Luas Areal dan Produksi Perkebunan Seluruh
Indonesia Menurut Pengusahaan. Departemen Perkebunan.
Hady, H. 2004. Ekonomi Internasional: Teori Kebijakan Perdagangan
Internasional. Jilid Satu. Edisi Revisi. Ghalia Indonesia, Jakarta.
International Rubber Study Group (IRSG). 2008. Rubber Statistical Bulletin Vol.
66, No. 7-9. International Rubber Study Group.
Kartasasmita, Soedaji. 1980. Perspektif Perkebunan Di Masa Depan, Yogyakarta: Lembaga Pendidikan Perkebunan.
Mamlukat, I. 2005. Analisis Faktor-faktor yang mempengaruhi Harga Ekspor
Karet Alam Indonesia. Skripsi. Fakultas Sosial dan Ekonomi Pertanian.
Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Porter, M. E. 1990. The Competitive Advantage of Nations. Free Press. New York. Setiawan, didit heru dan agus andoko. 2008. Petunjuk lengkap budidaya karet.
PT. Agromedia pustaka
(6)
Setyawidjaja, D. 2003. Karet Budidaya dan Pengolahan. Kanisisus. Yogyakarta Soekarno. 2009.Analisis keunggulan Komparatif Karet Alam Indonesia Tahun
2003-2007. Skrispsi. Departemen Ilmu Ekonomi. Fakultas Ekonomi dan
Manajemen. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Soekartawi. 2000. Pengantar Agroindustri. Rajawali Pers. Jakarta.
Spillane, James J. 1989. Komoditi Karet Peranannya Dalam Perekonomian
Indonesia. Kanisius. Yogyakarta.
Sukirno, Sadono. 2004. Pengantar Ekonomi Makro. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Suwarto. 2010. Budidaya 12 tanaman perkebunan unggulan. Penebar Swadaya. Jakarta
Tambunan, T. T. H. 2003. Perekonomian Indonesia: Beberapa Masalah Penting. Ghalia Indonesia. Jakarta.
Tatik, Anis Maryani. 2007. Aneka Tanaman Perkebunan. Pusat Pengembangan Pendidikan Universitas Riau, Pekanbaru.
Tim Penulis PS. 1999. Karet: Strategi Pemasaran, Budidaya dan Pengolahan. PT. Penebar Swadaya. Jakarta.