Analisis kelembagaan dan strategi peningkatan daya saing komoditas cabai Kabupaten Garut

ANALISIS KELEMBAGAAN DAN STRATEGI
PENINGKATAN DAYA SAING KOMODITAS
CABAI KABUPATEN GARUT

SILMI TSURAYYA

DEPARTEMEN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Kelembagaan
dan Strategi Peningkatan Daya Saing Komoditas Cabai Kabupaten Garut adalah
benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan
dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Maret 2015
Silmi Tsurayya
NIM H24110022

ABSTRAK
SILMI TSURAYYA. Analisis Kelembagaan dan Strategi Peningkatan Daya
Saing Komoditas Cabai Kabupaten Garut. Dibimbing oleh LINDAWATI
KARTIKA.
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi rantai pasok, menganalisis
kelembagaan, merumuskan strategi peningkatan daya saing, merancang model
peningkatan daya saing, dan menentukan strategi utama dalam peningkatan daya
saing komoditas cabai di Kabupaten Garut. Data yang digunakan terdiri dari data
primer (observasi, wawancara, dan kuesioner) dan data sekunder (studi literatur).
Metode pengolahan dan analisis data yang digunakan adalah Analisis Deskriptif,
Analisis SWOT, The House Model dan Pairwise Comparison. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa: (1) Terdapat 6 struktur rantai pasok dalam pendistribusian
komoditas cabai; (2) Sektor utama kelembagaan yang berperan dalam peningkatan
daya saing komoditas cabai adalah public sector, voluntary sector, dan private

sector; (3) Analisis SWOT menghasilkan 15 alternatif strategi; (4) The House
Model sebagai model peningkatan daya saing memiliki 3 pilar utama yang
berkaitan dengan produk; sumber daya manusia; kelembagaan dan pemasaran;
(5) Strategi utama dalam peningkatan daya saing komoditas cabai adalah:
(a) Peningkatan jumlah produksi; (b) Perluasan pangsa pasar; dan (c) Penguatan
dan pengembangan kemitraan.
Kata kunci: Cabai, Daya Saing, Kelembagaan, The House Model

ABSTRACT
SILMI TSURAYYA. Analysis of Institution and Strategy for Competitiveness
Enhancement of Chili Pepper Commodity in Garut Regency. Supervised by
LINDAWATI KARTIKA.
The objectives of this study are to identify supply chains, analyze the
institutional, formulate strategies for competitiveness enhancement, design
competitiveness enhancement model, and determine the main strategies in
competitiveness enhancement of chili pepper in Garut Regency. This study uses
primary data (observations, interviews, and questionnaires) and secondary data
(literature study). Data processed and analyzed by Descriptive Analysis, SWOT
Analysis, The House Model, and Pairwise Comparison. The results of this study
are: (1) There are 6 supply chain structures in chili pepper distribution; (2) The

main institutional sectors that contribute in competitiveness enhancement of chili
pepper are public sector, voluntary sector, and private sector; (3) SWOT Analysis
obtains 15 alternative strategies; (4) The House Model as competitiveness
enhancement model has 3 pillars that consists of product; human resource;
institutional and marketing; (5) The main strategies in competitiveness
enhancement of chili pepper are: (a) Increasing the number of productions;
(b) Market expansion; and (c) Strengthening and developing partnership.
Keywords: Chili, Competitiveness, Institutional, The House Model

ANALISIS KELEMBAGAAN DAN STRATEGI
PENINGKATAN DAYA SAING KOMODITAS
CABAI KABUPATEN GARUT

SILMI TSURAYYA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Manajemen


DEPARTEMEN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penelitian ini
merupakan hibah kompetitif penelitian strategis nasional. Tema yang dipilih
dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan September 2014 ini ialah
ketahanan dan keamanan pangan, dengan judul Analisis Kelembagaan dan
Strategi Peningkatan Daya Saing Komoditas Cabai Kabupaten Garut. Bagian dari
penelitian ini dipublikasikan dalam paper dengan judul Analisis Perbandingan
Efektivitas Rantai Pasok Komoditas Sayuran Dataran Tinggi Unggulan di
Kabupaten Garut, Jawa Barat. Paper tersebut di presentasikan dalam Simposium
dan Seminar Nasional Perhimpunan Agronomi Indonesia di Universitas Sebelas
Maret Surakarta pada tanggal 13–14 November 2014.
Terima kasih penulis sampaikan kepada Direktorat Jenderal Pendidikan

Tinggi, Kementerian Pendidikan Nasional atas Hibah Kompetitif Penelitian
Strategis Nasional Nomor: 046/SP2H/PL/Dit.Litabmas/III/2012. Penulis
mengucapkan terima kasih kepada Ibu Lindawati Kartika, SE, MSi. selaku dosen
pembimbing atas bimbingan dan arahannya dalam pelaksanaan penelitian ini, Ibu
Dra. Siti Rahmawati, MPd. dan Bapak Nurhadi Wijaya, STP, MM. selaku dosen
penguji dalam sidang tugas akhir. Penulis juga berterima kasih kepada Kepala
UPTD Data dan Informasi Pertanian Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura
Kabupaten Garut Ibu Ety Suharyati, Kepala Agroklinik Hortikultura Bapak
Zaenal Arifin, Kepala Bidang Hortikultura Dinas Tanaman Pangan dan
Hortikultura Kabupaten Garut Bapak Beni Yoga Gunasantika, Kepala Seksi
Sayuran dan Biofarmaka Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten
Garut Bapak Deni Herdiana, Kepala Seksi Teknologi Budidaya Tanaman
Sayuran, Buah, Daun, dan Umbi Direktorat Jenderal Hortikultura Bapak Lukman
Dani, Kepala University of Farm Institut Pertanian Bogor Bapak Anas D. Susila,
Ketua Gabungan Kelompok Tani Agro Papandayan Bapak Asep Zaenal, serta
Ketua Gabungan Kelompok Tani Silih Riksa IV Bapak Bubun Bunyamin yang
telah bersedia menjadi narasumber dalam pelaksanaan penelitian ini. Ungkapan
terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, seluruh keluarga, serta temanteman atas segala doa dan dukungannya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.


Bogor, Maret 2015
Silmi Tsurayya

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA
Supply Chain Management
Kelembagaan
Daya Saing
Strategi
Penelitian Terdahulu
METODE

Kerangka Pemikiran Penelitian
Tahapan Penelitian
Lokasi dan Waktu Penelitian
Jenis dan Sumber Data
Metode Pengambilan Sampel
Metode Pengolahan dan Analisis Data
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Cabai di Kabupaten Garut
Analisis Rantai Pasok
Analisis Kelembagaan
Perumusan Strategi Peningkatan Daya Saing Komoditas Cabai di Kabupaten
Garut melalui Analisis SWOT
Model Peningkatan Daya Saing Cabai di Kabupaten Garut dan Perumusan
Indikator Kinerja Utama
Implikasi Manajerial
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

RIWAYAT HIDUP

vi
vi
vi
1
1
3
4
4
4
5
5
5
5
5
6
6
6
7

9
9
9
10
11
11
12
16
17
19
21
22
22
23
23
26
39

DAFTAR TABEL
1

2
3
4
5
6
7

Konsumsi dan Surplus/Defisit Cabai, 2008-2012
Volume Ekspor dan Impor Cabai, 2008–2012
Harga Cabai Merah di Pasar Dunia dan Indonesia, 2008–2012
Skala pada Pairwise Comparison
Standar Mutu Cabai Merah Besar di Kabupaten Garut
Analisis Kondisi Rantai Pasok Cabai
Indikator Kinerja Utama Peningkatan Daya Saing Cabai di Kabupaten
Garut
8 Hasil Prioritas dan Bobot Variabel Indikator Kinerja Utama

1
2
3

11
12
15
20
21

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7

Produksi Sayuran di Indonesia, 2010-2013
Kerangka Pemikiran Penelitian
Tahapan Penelitian
Kerangka dari The House Model
Struktur Distribusi Rantai Pasok Cabai di Kabupaten Garut
Matrik SWOT Peningkatan Daya Saing Cabai di Kabupaten Garut
The House Model Peningkatan Daya Saing Cabai di Kabupaten Garut

1
7
8
10
13
18
19

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4

Produksi Cabai di Indonesia 2013
Produksi Cabai di Jawa Barat 2013
Instrumen Penelitian Wawancara
Kuesioner pembobotan IKU peningkatan daya saing komoditas cabai di
Kabupaten Garut
5 Analisis Kelembagaan berdasarkan Public Sector, Voluntary Sector, dan
Private Sector di Kabupaten Garut

26
27
28
31
36

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Hortikultura merupakan salah satu sektor yang berkembang pesat dalam
pertanian Indonesia, terdiri dari buah-buahan, sayuran, bunga, dan tanaman hias.
Salah satu sub sektor yang berperan dalam mendukung perekonomian nasional
adalah sayuran karena merupakan komoditas potensial yang mempunyai nilai
ekonomi tinggi dan memiliki potensi untuk terus dikembangkan. Bawang merah,
kentang, kubis, cabai, dan petsai/sawi termasuk ke dalam sayuran unggulan
nasional. Adapun jumlah produksinya dari tahun 2010–2013 dapat dilihat pada
Gambar 1.

Gambar 1 Produksi Sayuran di Indonesia, 2010-2013
(Sumber: Badan Pusat Statistik, 2013)

Berdasarkan data jumlah produksi pada Gambar 1, dapat dilihat bahwa cabai
terus mengalami peningkatan jumlah produksi dari tahun 2010–2013 dan
menempati urutan pertama selama tiga tahun terakhir dengan jumlah produksi
pada tahun 2013 mencapai 1726382 ton. Cabai merupakan komoditas sayuran
unggulan nasional dan daerah. Cabai menduduki posisi penting dalam menu
pangan. Walaupun diperlukannya dalam jumlah kecil, namun setiap hari
dikonsumsi oleh hampir seluruh penduduk Indonesia. Total konsumsi cabai
dihubungkan dengan total produksi cabai menunjukkan posisi surplus (Tabel 1).
Tabel 1 Konsumsi dan Surplus/Defisit Cabai, 2008-2012
Konsumsi
Produksi
(ton)
(ton)
2008
688450
1053060
2009
658780
1378730
2010
672350
1328860
2011
652300
1483080
2012
769550
1656620
Rata-rata
688290
1380070
Laju (%/thn)
2.13
9.79
Sumber: Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, 2013
Tahun

Surplus/Defisit
Ton
%
364610
34.62
719950
52.22
656510
49.40
830780
56.02
887060
53.55
691780
49.16
19.21
9.42

2
Surplus cabai per tahun sudah cukup besar bahkan hampir mencapai ratarata 50% dari total produksi. Surplus cabai selama periode 2008–2012 meningkat
dengan laju 19,21%/tahun seiring dengan laju peningkatan produksi cabai yang
lebih tinggi dari laju peningkatan konsumsinya, yaitu masing-masing sebesar
9,79%/tahun dan 2,13%/tahun. Indonesia melakukan perdagangan cabai dengan
beberapa negara lain, namun volume impor lebih besar daripada volume ekspor
sehingga secara umum neraca perdagangan berada dalam kondisi defisit (Tabel 2).
Tabel 2 Volume Ekspor dan Impor Cabai, 2008–2012
Ekspor
Impor
(ton)
(ton)
2008
729.3
280.0
2009
612.4
846.5
2010
1229.1
1798.1
2011
826.4
6207.4
2012
9986.2
26838.7
Laju (%/thn)
55.33
111.18
Sumber: Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, 2013
Tahun

Surplus/Defisit
Ton
%
449.3
61.60
-234.1
-38.23
-568.9
-46.29
-5381.0
-651.16
-16852.5
-168.76
-

Neraca perdagangan pada tahun 2008 berada pada posisi surplus namun
tahun-tahun selanjutnya pada posisi defisit. Selama periode 2008–2012, besaran
defisit perdagangan cabai berfluktuasi namun cenderung membesar, bahkan pada
tahun 2012 defisit perdagangan cabai mencapai 169%. Selama periode yang sama,
volume ekspor cabai tumbuh dengan laju 55%/tahun sementara volume impor
tumbuh dengan laju 111%/tahun. Menurut Saptana et al. (2012) kesenjangan
antara ekspor dan impor dari tahun ke tahun yang semakin besar mengindikasikan
bahwa pasar domestik semakin dipenuhi oleh produk cabai impor terutama untuk
industri pengolahan berbahan baku cabai. Hal ini menunjukkan bahwa cabai
domestik memiliki daya saing yang rendah sehingga tidak mampu bersaing baik
di pasar ekspor maupun pasar domestic.
Menurut Parwadi (2014) permasalahan utama tingginya volume impor cabai
disebabkan oleh tidak adanya pengaturan pola tanam. Surplus produksi cabai
terjadi pada saat yang bersamaan antar daerah sehingga menyebabkan harga jatuh.
Jatuhnya harga cabai membuat petani berhenti menanam yang kemudian
menyebabkan pasokan cabai menurun dan harganya meningkat tajam. Untuk
mengantisipasi kondisi tersebut pemerintah melakukan impor cabai dimana harga
cabai impor dijual dengan harga yang lebih murah. Perkembangan harga dan
marjin perdagangan cabai merah pada tingkat harga produsen ke harga konsumen
menunjukkan marjin di tingkat konsumen dan harga dunia besarannya lebih dari
50%. Hal yang sama ditunjukkan melalui marjin harga produsen terhadap harga
dunia dengan rata-rata marjin lebih dari 50%. Kondisi ini menunjukkan bahwa
daya saing cabai domestik terhadap cabai impor relatif lebih rendah sehingga
pasar cabai di Indonesia sangat potensial untuk dikuasai cabai impor yang
harganya jauh lebih murah. Adapun harga cabai merah di pasar dunia dan
Indonesia pada tahun 2008–2012 dapat dilihat pada Tabel 3.

3
Tabel 3 Harga Cabai Merah di Pasar Dunia dan Indonesia, 2008–2012
Harga Dunia
Tahun
2008
2009
2010
2011
2012
Rataan
Laju
(%/th)

US$/kg

Rp/kg

0.77
0.65
0.79
0.94
1.04
0.84

7 515
6 778
7 150
8 256
9 649
7 869

9.70

6.97

Harga Domestik
Konsumen
Produsen
(Rp/kg)
(Rp/kg)
21 303
15 114
21 187
15 546
31 261
16 343
47 669
17 184
23 224
28 929
16 047
9.84

4.35

Marjin 1

Marjin 2

Marjin 3

Rp/kg

%

Rp/kg

%

Rp/kg

%

13 788
14 409
24 111
39 413
13 575
21 059

64.72
68.01
77.13
82.68
58.45
70.20

6 189
5 641
14 918
30 485
14 308

29.05
26.62
47.72
63.95
41.84

7 599
8 768
9 193
8 928
8 622

50.28
56.40
56.25
51.96
53.72

9.75

-0.08

57.56

29.51

5.31

0.96

Sumber: Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, 2013
Keterangan:
Marjin 1 = selisih antara harga konsumen dan harga dunia
Marjin 2 = selisih antara harga konsumen dan harga produsen
Marjin 3 = selisih antara harga produsen dan harga dunia

Saptana et al. (2006) menyatakan bahwa permasalahan pokok dalam
pengembangan agribisnis cabai adalah belum terwujudnya ragam, kualitas,
kesinambungan pasokan, dan kuantitas yang sesuai dengan permintaan pasar,
khususnya untuk tujuan pasar modern (supermarket/ hypermarket), industri
pengolahan, konsumen institusi (hotel, restoran, rumah sakit), dan pasar ekspor.
Permasalahan tersebut salah satunya disebabkan oleh kurangnya koordinasi antar
pelaku agribisnis. Hal ini menyebabkan struktur kelembagaan agribisnis
komoditas cabai menjadi rapuh dan keterkaitan manajemen rantai pasok menjadi
lemah sehingga daya saing komoditas cabai pun menjadi lemah. Lemahnya daya
saing komoditas cabai merupakan tantangan dalam pelaksanaan pembangunan
pertanian di masa yang akan datang sehingga perlu adanya suatu strategi untuk
meningkatkan daya saing komoditas cabai agar dapat bersaing di pasar domestik
dan pasar ekspor. Oleh karena itu, penelitian untuk merumuskan strategi
peningkatan daya saing komoditas cabai menjadi penting dilaksanakan untuk
mewujudkan komoditas cabai yang berdaya saing secara berkelanjutan.
Perumusan Masalah
Cabai merupakan komoditas sayuran unggulan nasional dan daerah.
Produksi cabai di Indonesia terpusat di wilayah Jawa, terutama Jawa Barat dengan
sentra produksi utama berada di Kabupaten Garut (Lampiran 1 dan Lampiran 2).
Kabupaten Garut sebagai sentra produksi utama komoditas cabai dengan jumlah
produksi tertinggi di Jawa Barat membutuhkan strategi dalam menciptakan
komoditas cabai yang berdaya saing. Oleh karena itu, perlu diadakan penelitian
mengenai strategi peningkatan daya saing komoditas cabai di Kabupaten Garut
untuk mewujudkan komoditas cabai yang berdaya saing secara berkelanjutan.
Adapun permasalahan yang diteliti adalah: (1) Bagaimana struktur rantai pasok
komoditas cabai di Kabupaten Garut? (2) Bagaimana kelembagaan petani cabai di
Kabupeten Garut? (3) Bagaimana rumusan strategi peningkatan daya saing
komoditas cabai di Kabupaten Garut? (4) Bagaimana rancangan model
peningkatan daya saing komoditas cabai? (5) Bagaimana perumusan indikator
kinerja utama peningkatan daya saing dan strategi apa yang menjadi prioritas
utama dalam meningkatkan daya saing komoditas cabai di Kabupaten Garut?

4
Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah di atas, tujuan dari
penelitian ini adalah sebagai berikut: (1) Mengidentifikasi struktur rantai pasok
komoditas cabai di Kabupaten Garut; (2) Menganalisis kelembagaan petani cabai
di Kabupaten Garut; (3) Merumuskan strategi untuk meningkatkan daya saing
komoditas cabai di Kabupaten Garut; (4) Menganalisis rancangan model yang
dapat membantu meningkatkan daya saing komoditas cabai di Kabupaten Garut;
(5) Menganalisis indikator kinerja utama peningkatan daya saing dan
menganalisis prioritas strategi yang telah dirumuskan untuk meningkatkan daya
saing komoditas cabai di Kabupaten Garut.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat dan informasi yang dapat
digunakan oleh berbagai pihak yang membutuhkan, antara lain:
1. Bagi Petani di Kabupaten Garut
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan dan panduan bagi petani di
Kabupaten Garut untuk menerapkan strategi dalam meningkatkan daya saing
komoditas cabai.
2. Bagi Unit Pelaksana Teknis Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura
Kabupaten Garut
Penelitian ini diharapkan menjadi masukan dan bahan pertimbangan dalam
membuat strategi, kebijakan, program-program dalam rangka meningkatkan
daya saing komoditas cabai.
3. Bagi Masyarakat Ilmiah
Penelitian ini diharapkan mampu menjadi media sosialisasi mengenai strategi
peningkatan daya saing komoditas cabai di Kabupaten Garut, Jawa Barat.
Penelitian ini dapat menjadi referensi dalam penerapan program-program
peningkatan daya saing komoditas cabai di Kabupaten Garut, Jawa Barat.
Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini membahas tentang peningkatan daya saing sayuran dataran
tinggi yaitu komoditas cabai (cabai merah besar dan cabai rawit) di Kabupaten
Garut, Jawa Barat. Ruang lingkup penelitian berfokus pada pengkajian dalam
rantai pasok, analisis kelembagaan, perumusan strategi, serta perumusan indikator
kinerja utama peningkatan daya saing komoditas cabai. Kajian rantai pasok
mengacu pada teori yang dikembangkan Van der Vorst (2006) di mana aspek
kajian disusun secara terstruktur yang meliputi sasaran rantai pasokan, struktur
rantai pasokan, sumber daya, manajemen rantai, dan proses bisnis rantai. Analisis
kelembagaan dibatasi pada public sector, voluntary sector, dan private sector
seperti yang dikemukakan oleh Uphoff (1986) dan Syahyuti (2004). Perumusan
strategi dilakukan menggunakan Analisis SWOT dan The House Model, serta
perumusan dan pembobotan indikator kinerja utama dilakukan menggunakan
metode pairwise comparison untuk menentukan strategi yang menjadi prioritas
utama.

5

TINJAUAN PUSTAKA
Supply Chain Management
Manajemen Rantai Pasok produk pertanian mewakili manajemen
keseluruhan proses produksi secara keseluruhan dari kegiatan pengolahan,
distribusi, pemasaran, hingga produk yang diinginkan sampai ke tangan
konsumen. Jadi, Sistem Manajemen Rantai Pasok dapat didefinisikan sebagai satu
kesatuan sistem pemasaran terpadu, yang mencakup keterpaduan produk dan
pelaku, guna memberikan kepuasan pada pelanggan (Marimin dan Maghfiroh
2010).
Kelembagaan
Secara sektoral, Uphoff (1986) membagi kelembagaan ke dalam beberapa
bentuk yaitu public sector, voluntary sector, dan private sector. Public sector
terdiri dari administrasi lokal dan pemerintahan lokal, adminitrasi lokal berperan
sebagai institusi birokrasi dan pemerintahan lokal berperan sebagai institusi
politik. Voluntary sector terdiri dari organisasi keanggotaan dan koperasi, di mana
keduanya memiliki fungsi sebagai organisasi yang berfokus pada pengarahan serta
kontrol anggotanya. Private sector terdiri dari organisasi jasa dan bisnis swasta,
kedua organisasi ini merupakan lembaga yang bertujuan untuk memperoleh
keuntungan. Hal ini sejalan dengan apa yang dikemukakan Syahyuti (2004)
bahwa baik secara teoritis maupun faktual pembangunan pertanian adalah hasil
interaksi dari tiga kekuatan utama yang saling tarik menarik yaitu public sector
(pemerintah), voluntary sector (komunitas), dan private sector (pasar).
Daya Saing
Munandar (2011) mengatakan bahwa secara konsep daya saing dibagi
menjadi dua, yaitu competitive advantage dan comparative advantage.
Competitiveness akan memacu pemasaran untuk senantiasa mengantisipasi segala
kemungkinan terburuk dari akibat persaingan antar perusahaan dengan
meningkatkan daya saing faktor penentunya.
Strategi
David (2009) menyatakan bahwa strategi adalah sarana bersama dengan
tujuan jangka panjang yang hendak dicapai. Strategi mempunyai konsekuensi
multifungsional atau multidivisional serta perlu mempertimbangkan, baik faktor
eksternal maupun internal yang dihadapi perusahaan.

6
Penelitian Terdahulu
Penelitian dengan menggunakan metode The House Model telah dilakukan
oleh Sugis (2014) untuk merumuskan model peningkatan kinerja Usaha Kecil
Menengah (UKM) melalui pengembangan modal insani dan modal sosial yang
kemudian diturunkan menjadi Indikator Kinerja Utama peningkatan kinerja UKM.
Penelitian tersebut dijadikan sebagai acuan dalam menggunakan metode The
House Model untuk merumuskan model peningkatan daya saing komoditas cabai
Kabupaten Garut yang kemudian diturunkan menjadi Indikator Kinerja Utama
dalam upaya peningkatan daya saing komoditas cabai Kabupaten Garut. Namun,
terdapat perbedaan dalam tahapan awal penelitian ini di mana Sugis (2014)
menggunakan Analisis Deskriptif, Importance Performance Analysis (IPA),
Structural Equation Modeling (SEM) dengan pendekatan Partial Least Square,
dan Force Field Analysis (FFA) untuk merancang The House Model, sedangkan
peneliti menggunakan Analisis Rantai Pasokan, Analisis Kelembagaan, dan
Analisis SWOT untuk merancang The House Model.

METODE
Kerangka Pemikiran Penelitian
Penelitian ini diawali dengan menentukan komoditas sayuran dataran tinggi
unggulan nasional. Pemilihan komoditas sayuran dataran tinggi unggulan
didasarkan pada data jumlah produksi sayuran tertinggi selama periode 2010-2013.
Sayuran dataran tinggi terpilih pada penelitian ini yaitu komoditas cabai. Sentra
produksi komoditas cabai terdapat di Provinsi Jawa Barat, dengan pemasok utama
berasal dari Kabupaten Garut. Pemerintah daerah yang bertanggung jawab dalam
pengembangan komoditas cabai di Kabupaten Garut adalah Dinas Pertanian
Tanaman Pangan dan Hortikultura (Dinas TPH) di mana dinas terkait melakukan
pembinaan terhadap Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) yang salah satunya
adalah Gapoktan Agro Papandayan.
Komoditas cabai di Kabupaten Garut kemudian diidentifikasi struktur rantai
pasokannya menggunakan analisis deskriptif sesuai dengan teori yang
dikembangkan oleh Van der Vorst (2006). Kemudian dilakukan analisis
kelembagaan yang terkait dengan kelompok petani cabai berdasarkan tiga sektor
utama kelembagaan. Selanjutnya dilakukan perumusan strategi peningkatan daya
saing melalui analisis SWOT, perancangan model peningkatan daya saing
komoditas cabai dengan The House Model, dan perumusan indikator kinerja
utama. Tahap terakhir adalah melakukan pembobotan menggunakan metode
Pairwise Comparison untuk mengetahui prioritas dari setiap indikator kinerja
utama dan menentukan strategi yang menjadi prioritas utana. Penelitian ini akan
menghasilkan implikasi manajerial dan rekomendasi bagi Dinas Tanaman Pangan
dan Hortikultura Kabupaten Garut untuk peningkatan daya saing komoditas cabai
berkelanjutan. Kerangka pemikiran penelitian diuraikan secara lengkap pada
Gambar 2.

7
Komoditas Sayuran Dataran Tinggi Unggulan Nasional

Bawang
Merah

Kentang

Cabai

Jawa Tengah

Kubis

Jawa Barat

Petsai/
Sawi

Jawa Timur

Kabupaten Garut

Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura

Gapoktan
Cikajang Tani

Gapoktan
Agro Papandayan

Identifikasi Rantai Pasok
Komoditas Cabai
(Van der Vorst 2006)

Gapoktan
Silih Riksa IV

Analisis Kelembagaan
(Uphoff 1986 dan Syahyuti 2004)
- Public Sector
- Voluntary Sector
- Private Sector

Perumusan strategi peningkatan daya saing komoditas cabai dengan Analisis SWOT

Perancangan model peningkatan daya saing komoditas cabai dengan The House Model

Analisis perumusan Indikator Kinerja Utama melalui instrumen Pairwise Comparison
dan pemilihan strategi prioritas utama

Implikasi Manajerial dan Rekomendasi Peningkatan Daya Saing Komoditas Cabai
Berkelanjutan

Gambar 2 Kerangka Pemikiran Penelitian
Keterangan:
Gapoktan = Gabungan Kelompok Tani

Tahapan Penelitian
Penelitian ini dilakukan melalui 3 tahapan yaitu (1) Pra Penelitian;
(2) Pengumpulan Data; dan (3) Analisis Data. Tahap Pra Penelitian diawali
dengan penentuan topik penelitian melalui grand design rancang bangun sayuran

8
dataran tinggi yaitu strategi peningkatan daya saing sayuran dataran tinggi di
Kabupaten Garut, menentukan perumusan masalah, dan rancangan pengumpulan
data. Kemudian, penelitian dilanjutkan dengan tahap Pengumpulan Data yang
terdiri dari studi pendahuluan, studi pustaka, opini pakar, penyusunan desain riset,
serta pengumpulan data lapangan (data primer dan sekunder). Tahap terakhir
dalam penelitian ini yaitu Analisis Data dimana dilakukan pengolahan data
terhadap data-data yang telah dikumpulkan. Tahapan penelitian secara lengkap
disajikan pada Gambar 3.
Identifikasi minat penelitian

Pemilihan topik penelitian

Penentuan topik penelitian
melalui grand design rancang bangun sayuran dataran tinggi : Strategi Peningkatan Daya Saing
Komoditas Cabai Kabupaten Garut

P
R
A
P
E
N
E
L
I
T
I
A
N

1.
2.
3.
4.
5.

Perumusan Masalah
Bagaimana struktur rantai pasok komoditas cabai di Kabupaten Garut?
Bagaimana kelembagaan petani cabai di Kabupeten Garut?
Bagaimana rumusan strategi peningkatan daya saing komoditas cabai di Kabupaten Garut?
Bagaimana rancangan model peningkatan daya saing komoditas cabai di Kabupaten Garut?
Strategi apa yang menjadi prioritas utama dalam peningkatan daya saing komoditas cabai di
Kabupaten Garut?

Rancangan Pengumpulan Data
Identifikasi kebutuhan data, metode pengumpulan data, dan pemilihan teknik analisis data

P
E
N
G
U
M
P
U
L
A
N

1.
2.
3.

D
A
T
A

Studi Pendahuluan
Studi Pustaka
Opini pakar

Penyusunan desain riset

1.
2.

D
A
T
A
A
N
A
L
I
S
I
S

Studi pustaka dan diskusi

1.
2.
3.
1.
2.

Pengumpulan data lapangan
Data Primer: Observasi, wawancara, kuesioner
Data Sekunder: Studi literatur dan dokumen pemerintah

Pengolahan Data
Analisis rantai pasokan --- analisis deskriptif
Analisis kelembagaan --- analisis deskriptif
Perumusan strategi peningkatan daya saing --- Analisis SWOT
Perancangan model peningkatan daya saing --- The House Model
Perumusan Indikator Kinerja Utama dan pemilihan strategi--- Pairwise Comparison

Kesimpulan dan Saran

Gambar 3 Tahapan Penelitian

9
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Desa Cisurupan, Kecamatan Cisurupan, Kabupaten
Garut, Provinsi Jawa Barat. Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja
(purposive) berdasarkan pertimbangan bahwa daerah tersebut merupakan salah
satu sentra produksi cabai di Kabupaten Garut. Penelitian dilakukan pada bulan
September 2014–Februari 2015.
Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder. Data primer diperoleh melalui sumber primer yaitu sumber data yang
langsung memberikan data kepada pengumpul data (Sugiyono 2010) melalui
observasi, wawancara menggunakan instrumen penelitian (Lampiran 3) dengan
Gapoktan Agro Papandayan, Dinas TPH Kabupaten Garut, dan lembaga-lembaga
yang terkait, serta kuesioner. Data sekunder diperoleh melalui sumber sekunder
yaitu sumber yang tidak langsung memberikan data kepada pengumpul data
(Sugiyono 2010), tetapi melalui Studi Literatur, yang dilakukan dengan cara
mempelajari dan menganalisis informasi dari Laporan Akuntabilitas Kinerja
Instansi Pemerintah (LAKIP) Dinas TPH 2013, Rencana Strategis Dinas TPH
2014-2019, SOP Budidaya Cabai Dinas TPH, dokumen-dokumen lain dari
instansi terkait, internet, buku, skripsi, dan jurnal yang relevan dengan penelitian
ini.
Metode Pengambilan Sampel
Metode pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah
nonprobability sampling dengan teknik purposive sampling, yaitu teknik
penetapan sampel dengan pertimbangan tertentu untuk menentukan narasumber
dan pakar (Sugiyono 2010). Sampel yang digunakan sebagai narasumber dalam
penelitian ini adalah: (1) Kepala Unit Pelaksana Teknis Dinas TPH; (2) Kepala
Seksi Sayuran dan Biofarmaka Dinas TPH; (3) Ketua Agroklinik Hortikultura
(Penyuluh); (4) Ketua Gapoktan Agro Papandayan serta anggotanya (petani).
Narasumber digunakan untuk menganalisis rantai pasokan, kelembagaan, serta
merumuskan indikator kinerja utama peningkatan daya saing komoditas cabai di
Kabupaten Garut. Setelah itu, peneliti menggunakan penilaian pakar yang
memiliki pengetahuan khusus dalam bidang sayuran khususnya dalam hal
peningkatan daya saing sayuran sebagai sampel dalam pengisian kuesioner
pairwise comparison untuk pemberian bobot dan prioritas indikator kinerja utama.
Sampel yang dipilih sebagai pakar dalam pengisian kuesioner pairwise
comparison adalah: (1) Kepala Seksi Teknologi Budidaya Tanaman Sayuran,
Buah, Daun, dan Umbi Direktorat Jenderal Hortikultura sebagai regulator,
berwenang dalam penentu kebijakan pusat; (2) Kepala Bidang Hortikultura Dinas
Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Garut sebagai operator, berwenang
dalam penentu kebijakan daerah dan pelaksana teknis; (3) Kepala University of
Farm IPB sebagai akademisi (dosen, peneliti, dan pengamat dari perguruan
tinggi).

10
Metode Pengolahan dan Analisis Data
Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Analisis
Deskriptif Kualitatif, Analisis SWOT, The House Model, Indikator Kinerja Utama,
dan Pairwise Comparison.
Analisis Deskriptif Kualitatif
Analisis deskriptif kualitatif merupakan proses mencari dan menyusun
secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan
dokumentasi, dengan cara mengorganisasikan data ke dalam kategori (Sugiyono
2010). Analisis deskriptif kualitatif pada penelitian ini digunakan untuk
menganalisis rantai pasokan dan kelembagaan. Rantai pasok dianalisis
menggunakan teori yang dikembangkan oleh Van der Vorst (2006) di mana aspek
kajian disusun secara terstruktur yang meliputi sasaran rantai pasokan, struktur
rantai pasokan, sumber daya, manajemen rantai, dan proses bisnis rantai.
Kelembagaan dianalisis berdasarkan tiga sektor utama kelembagaan yaitu public
sector, voluntary sector, dan private sector (Uphoff 1986 dan Syahyuti 2004).
Analisis SWOT
Analisis SWOT merupakan identifikasi berbagai faktor secara sistematis
untuk merumuskan strategi perusahaan. Alat yang dipakai untuk menyusun
faktor-faktor strategis perusahaan adalah matrik SWOT. Matrik ini dapat
menggambarkan secara jelas bagaimana peluang dan ancaman eksternal yang
dihadapi dapat disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan yang dimilikinya.
Matrik ini dapat menghasilkan 4 set kemungkinan alternatif strategis yaitu
Strategi SO, Strategi ST, Strategi WO, dan Strategi WT (Rangkuti 2005). Analisis
SWOT digunakan untuk menghasilkan alternatif-alternatif strategi yang layak
untuk peningkatan daya saing komoditas cabai.
The House Model
The House Model merupakan konsep yang dibangun dalam menggambarkan
usaha organisasi untuk mengubah mimpi menjadi sebuah tindakan. The House
Model tersebut dijelaskan melalui Gambar 4.

Dream with a dedline
(Mimpi dengan batas waktu)
Key Way
(Cara utama)

Key Way
(Cara utama)

Key Way
(Cara utama)

Action and milestone
(tindakan dan batu
pijakan yang
digunakan)

Action and milestone
(tindakan dan batu
pijakan yang
digunakan)

Action and milestone
(tindakan dan batu
pijakan yang
digunakan)

Suporting behavior
(tindakan pendukung)

Gambar 4 Kerangka dari The House Model

11
Horovitz dan Corboz (2007) merancang model ini menjadi tiga komponen,
yaitu atap sebagai visi dimana visi pada penelitian ini adalah peningkatan daya
saing komoditas cabai di Kabupaten Garut, pilar sebagai kunci utama untuk
mencapai visi tersebut, dan pondasi berupa perilaku pendukung.
Indikator Kinerja Utama
Menurut Rampersad (2003), Indikator Kinerja Utama merupakan suatu titik
ukur, yang berkaitan dengan faktor penentu keberhasilan dari sasaran strategis.
Indikator Kinerja Utama bagi peningkatan daya saing komoditas cabai yang
dibuat harus memenuhi kriteria SMART (Specific, Measurable, Achievable,
Result-oriented, Time specific).
Pairwise Comparison
Perhitungan bobot indikator kinerja utama dilakukan dengan menggunakan
metode pairwise comparison (Saaty 1991). Pembobotan dilakukan oleh pakar
yang bertindak sebagai responden melalui pengisian kuesioner (Lampiran 4).
Hasil pengisian kuesioner diolah dengan bantuan software expert choice sehingga
akhirnya dihasilkan bobot setiap sasaran strategis dan Indikator Kinerja Utama.
Penentuan bobot pada setiap elemen dibandingkan menggunakan skala seperti
yang tertera pada Tabel 4.
Tabel 4 Skala pada Pairwise Comparison
Identitas
Kepentingan
9
7
5
3
1
2, 4, 6, 8

Definisi Nilai
Mutlak lebih penting
Sangat jelas lebih penting
Jelas lebih penting
Sedikit lebih penting
Sama penting
Apabila terdapat sedikit saja perbedaan atau keragu-raguan antar
dua nilai faktor yang berdekatan

Sumber: Saaty, 1991

HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Cabai di Kabupaten Garut
Kabupaten Garut terletak di Provinsi Jawa Barat bagian selatan dan
memiliki luas wilayah administratif sebesar 306519 ha. Secara administratif,
Kabupaten Garut mempunyai 42 kecamatan, 21 kelurahan dan 403 desa. Sesuai
dengan karakteristik wilayah Kabupaten Garut, pertanian masih merupakan sektor
andalan. Secara nasional, Kabupaten Garut belum menjadi salah satu sentra
produksi pangan, tetapi untuk lingkup Jawa Barat berpotensi kuat menjadi sentra
produksi padi, jagung, dan kedelai. Namun dari sektor hortikultura, Kabupaten
Garut menjadi salah satu sentra produksi sayuran.dan sebagian besar sayuran yang
dibudidayakan oleh petani di Kabupaten Garut adalah sayuran dataran tinggi yang
mempunyai nilai ekonomis cukup tinggi yang salah satunya adalah cabai.

12
Cabai masuk ke dalam suku terong-terongan dan cocok ditanam pada tanah
yang kaya humus, gembur, dan tidak tergenang air. Suhu yang sesuai untuk
pertumbuhan tanaman cabai adalah 25°–27°C pada siang hari dan 18°–20°C pada
malam hari. Pembungaan tanaman cabai tidak banyak dipengaruhi oleh panjang
hari. Curah hujan yang tinggi atau iklim yang basah kurang sesuai untuk
pertumbuhan tanaman cabai. Curah hujan yang baik untuk pertumbuhan cabai
adalah sekitar 600–1200 mm per tahun. Berdasarkan bentuk dan ukuran buah,
cabai dikelompokkan dalam empat tipe yaitu cabai besar, cabai rawit, cabai
keriting, dan paprika. Cabai besar dicirikan dengan permukaan buah rata atau licin,
berdaging dan berdiameter tebal, relatif tidak tahan simpan, dan kurang pedas,
sedangkan cabai rawit memiliki ciri berukuran kecil, permukaan buah licin, dan
rasanya pedas.
Umumnya, para petani di Pulau Jawa mengenal tiga musim dalam menanam
cabai, yaitu musim labuhan (saat hujan mulai turun), musim marengan (saat hujan
akan berakhir), dan musim kemarau. Namun petani cabai di Kabupaten Garut
umumnya memiliki umur pemanenan yaitu berkisar antara 2–4 bulan (tergantung
lokasi dan varietas) dan pada umumnya melakukan penanaman bibit pada musim
marengan. Pemanenan dilakukan tiap minggu atau dua minggu sekali.
Berdasarkan kondisi di lapangan, sebagian besar petani melakukan pemanenan
berdasarkan pada keadaan pasar. Apabila pasar cabai kurang menguntungkan,
buah dipanen dalam keadaan yang benar-benar tua. Sebaliknya bila keadaan pasar
menguntungkan, petani menanam cabai dengan selang waktu pendek dengan
warna yang belum merah merata. Luas panen cabai di Kabupaten Garut pada
tahun 2013 mencapai 8362 Ha, dengan produksi cabai (cabai merah besar dan
cabai rawit) 144485 ton, dan produktivitas 17.28 ton/Ha.
Analisis Rantai Pasok
Struktur distribusi sayuran dataran tinggi di Indonesia memiliki karakteristik
rantai pasok yang berbeda-beda, termasuk cabai. Perbedaan utama sistem
distribusi sayuran terdapat pada jenis sayuran dan kualitas yang dihasilkan.
Adapun standar mutu (grade) cabai yang didistribusikan di Kabupaten Garut
dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5 Standar Mutu Cabai Merah Besar di Kabupaten Garut
Keseragaman
Ukuran Garis
Tengah
Mutu I
98 Normal
12 – 14
1,5 – 1,7
Mutu II
96 Normal
9 – 11
1,3 – 1,5
Mutu III
95 Normal