Analisis Daya Saing Ekonomi Kabupaten Langkat

(1)

SKRIPSI

ANALISIS DAYA SAING EKONOMI KABUPATEN LANGKAT

OLEH

AMELIA FAIRUZ SAPUTRA 110501060

PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN DEPARTEMEN EKONOMI PEMBANGUNAN

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2015  


(2)

ABSTRAK

Persaingan antar daerah akan berdampak pada perekonomian Indonesia. Tentunya ini menjadi tuntutan bagi setiap daerah di Indonesia untuk meningkatkan daya saing ekonomi daerahnya. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi dan menjadi penentu daya saing ekonomi Kabupaten Langkat pada tahun 2014 dengan menggunakan metode Analisis Hierarki Proses (AHP). Dengan menggunakan metode purposive sampling, penelitian ini menggunakan data primer dengan kuisioner dan wawancara terhadap 50 responden yang terdiri dari mahasiswa, pengajar, tokoh masyarakat, birokrasi, perbankan, non perbankan, dan pengusaha.

Adapun hasil dari penelitian ini faktor yang paling penting dalam meningkatkan daya saing ekonomi Kabupaten Langkat adalah faktor tenaga kerja dan produktivitas dengan bobot (0,283), faktor infrastruktur (0,261), faktor perekonomian daerah (0,224), faktor sosial politik (0,124) dan faktor kelembagaan (0,107).


(3)

ABSTRACT

The economic competitiveness had been impacted to Indonesian economy. That condition make every region in Indonesia increase the economic competitiveness. Therefore this research for analyze the factors that affect and the economic competitivenessmakers at Langkat in 2014 by using the method of Analytical Hierarchy Process (AHP). By using purposive sampling method, this study used primary data with quetionaires and interviews with 50 respondent, consisting of student, teachers, community leaders, bureaucracy, banking, non-banking, and entrepreneurs.

Results from this research that the infrastructure factor becomes the most important factor in improving economic competitiveness Tanjungbalai city with a weight of 0,293, followed by a factor of labor and productivity (0,258), then the regional economy factors (0,257), institutional factors (0,113), and the final is socio political factor (0,08).


(4)

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang atas karunia dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini. Berkat petunjuk-Nya skripsi ini dapat diselesaikan dengan lancer. Penulisan skripsi dengan judul “Analisis Daya Saing Ekonomi Kabupaten Langkat” ini dilakukan dalam rangka memenuhi syarat untuk mencapai gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi, Universitas Sumatera Utara.

Dalam kesempatan ini, penulis juga tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu penulis dalam penyusunan skripsi ini dan juga penyelesaian studi penulis, terutama kepada :

1. Kedua orang tua tercinta Edi Saputra, SE dan Irmawati atas cinta, kasih, sayang, doa dan seluruh dukungan baik moril maupun materil yang telah diberikan kepada penulis.

2. Bapak Prof. Dr Azhar Maksum, SE., M.Ec., Ak. selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Wahyu Ario Pratomo, SE., M.Ec. selaku Ketua Departemen Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara, dan Bapak Drs. Syahrir Hakim Nasution, M.Si. selaku Sekretaris Departemen Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.


(5)

4. Bapak Irsyad Lubis, S.E., M.Soc.Sc., Ph.D, selaku Ketua Program Studi S1 Ekonomi Pembangunan, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara, sekaligus dosen penguji yang telah meluangkan waktu dan tenaga serta memberi masukan kepada penulis dalam menyusun skripsi ini.

5. Bapak Paidi Hidayat, S.E., M.Si. selaku Sekretaris Program Studi S1 Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara sekaligus dosen pembimbing yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan penulis dalam penyusunan skripsi ini.

6. Ibu Inggrita Gusti Sari Nasution,S.E., M.Si. selaku dosen penguji yang telah banyak memberikan dukungan dan masukan berupa saran dan kritik dalam penyusunan skripsi ini.

7. Seluruh staf pengajar dan staf pegawai Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara, terutama Departemen Ekonomi Pembangunan 8. Kepada teman-teman seperjuangan Ekonomi pembangunan 2011 yang telah

banyak membantu dalam penyelesaian skripsi ini dan menginspirasi penulis. 9. Serta kepada seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu yang


(6)

Akhir kata, penulis menyadari keterbatasan dan kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Penulis memohon maaf apabila terdapat kekeliruan dalam penulisan skripsi ini. Penulis memohon maaf apabila terdapat kekeliruan dalam penulisan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak, khususnya sebagai masukan bagi pengambil kebijakan terkait dengan meningkatkan daya saing ekonomi daerahnya.

Medan, Januari 2015


(7)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR... iii

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 5

1.3 Tujuan dan ManfaatPenelitian ... 5

1.3.1 Tujuan Penelitian ... 5

1.3.2 Manfaat Penelitian ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1 Daya Saing Daerah ... 6

2.2 Indikator Utama Daya Saing Daerah ... 8

2.3 Penelitian Terdahulu ... 16


(8)

BAB III METODE PENELITIAN ... 20

3.1 Ruang Lingkup Penelitian ... 20

3.2 Metode Pengambilan Sampel ... 20

3.3 Penentuan Populasi dan Sampel... 21

3.4 Tempat dan Lokasi Penelitian ... 21

3.5 Batasan Operasional ... 22

3.6 Defenisi Operasional ... 23

3.7 Jenis dan Metode Pengumpulan Data ... 24

3.7.1 Jenis Data ... 23

3.7.2 Metode Pengumpulan Data ... 23

3.8 Metode Analisis Data ... 24

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 37

4.1 Gambaran Umum Kabupaten Langkat... 37

4.2 Demografis Wilayah Kabupaten Langkat ... 38

4.3 Perekonomian Kabupaten Langkat ... 40

4.4 Profil Responden ... 42

4.5 Pembobotan dan Pemeringkatan Faktor Daya Saing Ekonomi ... 43

4.5.1 Faktor Tenaga Kerja dan Produktivitas ... 46

4.5.2 Faktor Infrastruktur Fisik ... 48

4.5.3 Faktor Perekonomian Daerah ... 50

4.5.4 Faktor Sosial Politik ... 52


(9)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 58

5.1 Kesimpulan ... 59

5.2 Saran ... 60

DAFTAR PUSTAKA ... 61


(10)

DAFTAR TABEL

No. Tabel Judul Halaman

3.1 ... J

umlah Sampel Berdasarkan Kelompok

Masyarakat ... 21 3.2 ... M

atriks Perbandingan Berpasangan ... 31 3.3 ... S

kala Penilaian Perbandingan ... 33 3.4 ... P

embangkit Random (RI) ... 36 4.1 Agregat PDRB dan PDRB PerKapita

Kabupaten Langkat ... 40 4.2 Karakteristik Responden ... 42


(11)

DAFTAR GAMBAR

No. Gambar Judul Halaman

2.1 ... I ndikator Utama Penentu Daya Saing Ekonomi

Kabupaten Langkat ... 19

4.2.1 Diagram Ketenagakerjaan Kabupaten Langkat ... 38

4.5.1 Nilai Bobot Dari Faktor Penentu Daya Saing Ekonomi Kabupaten Langkat ... 44

4.5.2 Persentase Faktor Penentu Daya Saing ... 45

4.5.1.1 Persentase Bobot Variabel Tenaga Kerja ... 46

4.5.2.1 Persentase Bobot Variabel Infrastruktur ... 49

4.5.3.1 Persentase Bobot Variabel Faktor Perekonomian Daerah ... 51

4.5.4.1 Persentase Bobot Variabel Faktor Sosial Politik ... 53


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Lampiran Judul Halaman

1 Identitas Responden ... 61 2 Kuisioner penelitian ... 64

     

   


(13)

ABSTRAK

Persaingan antar daerah akan berdampak pada perekonomian Indonesia. Tentunya ini menjadi tuntutan bagi setiap daerah di Indonesia untuk meningkatkan daya saing ekonomi daerahnya. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi dan menjadi penentu daya saing ekonomi Kabupaten Langkat pada tahun 2014 dengan menggunakan metode Analisis Hierarki Proses (AHP). Dengan menggunakan metode purposive sampling, penelitian ini menggunakan data primer dengan kuisioner dan wawancara terhadap 50 responden yang terdiri dari mahasiswa, pengajar, tokoh masyarakat, birokrasi, perbankan, non perbankan, dan pengusaha.

Adapun hasil dari penelitian ini faktor yang paling penting dalam meningkatkan daya saing ekonomi Kabupaten Langkat adalah faktor tenaga kerja dan produktivitas dengan bobot (0,283), faktor infrastruktur (0,261), faktor perekonomian daerah (0,224), faktor sosial politik (0,124) dan faktor kelembagaan (0,107).


(14)

ABSTRACT

The economic competitiveness had been impacted to Indonesian economy. That condition make every region in Indonesia increase the economic competitiveness. Therefore this research for analyze the factors that affect and the economic competitivenessmakers at Langkat in 2014 by using the method of Analytical Hierarchy Process (AHP). By using purposive sampling method, this study used primary data with quetionaires and interviews with 50 respondent, consisting of student, teachers, community leaders, bureaucracy, banking, non-banking, and entrepreneurs.

Results from this research that the infrastructure factor becomes the most important factor in improving economic competitiveness Tanjungbalai city with a weight of 0,293, followed by a factor of labor and productivity (0,258), then the regional economy factors (0,257), institutional factors (0,113), and the final is socio political factor (0,08).


(15)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Tingginya tingkat persaingan antarnegara ini tidak hanya akan berdampak pada perekonomian Indonesia secara keseluruhan melainkan juga akan berdampak langsung pada perekonomian daerah khususnya setelah pemberlakuan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Tantangan ini selanjutnya harus diartikan sebagai tuntutan bagi setiap daerah di Indonesia untuk meningkatkan daya saing daerahnya masing-masing sebagai penentu keberhasilan pembangunan di daerah tersebut.

Tantangan utama dari pemberdayaan otonomi daerah adalah pemahaman akan potensi daya saing daerah. Dengan pemahaman yang akurat dan lengkap akan potensi daya saing yang dimiliki oleh daerahnya, suatu pemerintah daerah akan dapat dengan mudah menyusun suatu kebijakan yang benar-benar baik dan pada gilirannya akan menciptakan iklim yang kondusif bagi dunia usaha di daerah yang bersangkutan.

Konsep daya saing dapat ditinjau dari sisi perusahaan, industri, kelompokindustri, negara, atau daerah. Daya saing merupakan salah satu kata kunci yang lekat dengan pembangunan ekonomi daerah (Sri Susilo, 2013). Menurut Porter (1990), daya saing daerah adalah kemampuan menciptakan atau


(16)

mengembangkan iklim paling produktif bagi bisnis dan inovasi. Daya saing juga banyak diartikan sebagai suatu potensi tunggal, sehingga dengan demikian tidak ada upaya pemahaman bagaimana kompleksitas faktor-faktor yang membentuk daya saing. Tanpa adanya kesatuan pemahaman yang benar-benar dapat dipertanggungjawabkan, daya saing sering kali menyebabkan kekeliruan dalam pengambilan kesimpulan dan kebijakan. Oleh karena itu upaya penyatuan pemahaman akan konsep daya saing adalah sangat perlu untuk dilakukan.

Word Economic Forum (WEF), suatu lembaga yang secara rutin

menerbitkan “Global Competitiveness”, mendefenisikan daya saing nasional secara lebih luas namun dalam kalimat yang singkat dan sederhana. WEF mendefenisikan daya saing nasional sebagai “kemampuan perekonomian nasional untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan”. Fokusnya kemudian adalah pada kebijakan-kebijakan yang tepat, institusi-institusi yang sesuai, serta karakteristik-karakteristik ekonomi yang lain yang mendukung terwujudnya pertumbuhan ekonomi lain yang mendukung terwujudnya pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan tersebut.

Peringkat daya saing global Indonesia versi World Economic Forum

(WEF) tahun 2014 -2015 dinaikkan dari 38 menjadi 34 dari 144 negara. Adanya perbaikan di beberapa sektor pendorong ekonomi, menjadi salah satu faktor kenaikan peringkat tersebut. Setelah pada tahun 2013, peringkat Indonesia melompat secara signifikan sampai 12 level ke peringkat 38 dalam pemeringkatan daya saing global 2013-2014. Dengan kenaikan tersebut, Indonesia berada di klasemen menengah. Kenaikan tersebut dikarenakan perbaikan di beberapa


(17)

kriteria seperti infrastruktur, konektifitas, kualitas tata kelola sektor swasta dan publik efisiensi pemerintah, dan pemberantasan korupsi.

Kemudian hasil penelitian dari Lee Kuan Yew School of Publicy (2013), Mulya Amri, Sumatera Utara berada pada peringkat ke -10 dari 33 Provinsi di seluruh Indonesia belum termasuk provinsi baru yaitu Kalimantan Utara.

Kabupaten Langkat merupakan salah satu kabupaten yang berada di Dataran Tinggi Bukit Barisan, terletak di Bagian Barat Laut Provinsi Sumatera Utara. Daya saing perekonomian daerah ditandai dengan semakin kuat dan kompetitifnya ekonomi Kabupaten Langkat. Melihat persaingan daerah yang semakin tajam, menuntut pemerintah untuk menyiapkan daerahnya sedemikian rupa agar mampu menarik investasi, orang dan industri ke Kabupaten Langkat. Kabupaten Langkat terdiri dari 23 Kecamatan, 240 desa dan 37 kelurahan dengan Ibukota Kabupaten adalah Stabat.

Secara umum ada empat kegiatan ekonomi yang cukup dominan dalam pembentukan total PDRB Kabupaten Langkat yaitu sektor pertanian, sektor industri pengolahan, sektor perdagangan, hotel dan restoran, serta sektor pertambangan dan penggalian. Sedangkan kegiatan ekonomi lain secara berurutan sesuai dengan peranannya terhadap pembentukan total nilai PDRB adalah jasa – jasa, pengangkutan dan komunikasi, bangunan, keuangan, persewaan dan jasa perusahaan listrik, gas dan air bersih.

Dari hasil penelitian PPSK Bank Indonesia dan LP3E FE-UNPAD (2008) dalam neraca daya saing daerah, kabupaten Langkat berada di peringkat


(18)

ke-181 secara keseluruhan dalam daya saing daerah dari 434 neraca daya saing daerah. Berdasarkan input perekonomian daerah, kabupaten Langkat berada di peringkat 120. Peringkat ini masih di bawah kabupaten dan kota lainnya di Sumatera Utara seperti kota Pematang Siantar yang berada di peringkat 117, kota Sibolga di peringkat 131, dan kota Binjai di peringkat 141. Berdasarkan input SDM dan ketenagakerjaan, kabupaten Langkat berada di peringkat 97. Berdasarkan input infrastruktur, SDA, dan lingkungan, berada di peringkat 430 dan berdasarkan output tingkat kesempatan kerja, kabupaten Langkat berada di peringkat 370.

Dari uraian diatas maka penulis tertarik melakukan analisis untuk mengkaji faktor penentu daya saing ekonomi dengan memilih judul, “Analisis Daya Saing Ekonomi Kabupaten Langkat”.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian dalam latar belakang, maka pokok masalah yang akan diteliti adalah:

1. Faktor-faktor apa saja yang menjadi penentu daya saing ekonomi Kabupaten Langkat.

2. Mengidentifikasi faktor-faktor penentu daya saing Kabupaten Langkat.

1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah diatas maka tujuan penelitian ini dilakukan adalah :


(19)

2. Mengestimasi faktor-faktor yang mempengaruhi daya saing daerah.

1.3.2. Manfaat Penelitian

1. Hasil penelitian ini bisa menjadi masukan oleh Kementrian Dalam Negeri sebagai informasi perkembangan daya saing ekonomi Kabupaten Langkat yang ada selama ini.

2. Sebagai manfaat akademis, hasil penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan pengetahuan dan memberikan informasi serta menjadi alternatif literatur bagi peneliti lain dalam melakukan penelitian yang sama. 3. Dapat memberikan manfaat bagi pemerintah Kabupaten Langkat sebagai


(20)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Daya Saing Daerah

Setiap daerah ditantang untuk berbenah diri menghadapai era persaingan yang tidak hanya bersifat lokal tetapi juga bersifat global. Persaingan ini menuntut setiap bangsa, negara dan daerah untuk berbenah diri dengan memberi lingkungan paling kondusif bagi pelaku bisnis dalam berusaha. Hal ini memerlukan strategi yang dirumuskan oleh segenap komponen pembangunan daerah (pemerintah, swasta, dan masyarakat sipil) untuk dapat untuk unggul tingkat regional maupun internasional guna menunjukkan usaha yang paling kompetitif, yang dikenal dengan istilah daya saing daerah.

Daya saing daerah menurut definisi yang dibuat Departemen Perdagangan dan Industri Inggeris (UK-DTI) adalah kemampuan suatu daerah dalam menghasilkan pendapatan dan kesempatan kerja yang tinggi dengan tetap terbuka terhadap persaingan domestic maupun internasional. Sementara itu Centre for Urban and Regional Studies (CURDS) mendefinisikan daya saing daerah sebagai kemampuan sektor bisnis atau perusahaan pada suatu daerah dalam menghasilkan pendapatan yang tinggi serta tingkat kekayaan yang lebih merata untuk penduduknya.


(21)

Menurut Boltho (1996) dalam Tirtosuharto (2009), konsep daya saing dalam tingkatan makro adalah kemampuan nasional atau daerah untuk memproduksi dan mendistribusi barang dan jasa dalam ekonomi internasional, mencapai level pertumbuhan produktivitas tertinggi, dalam meningkatkan pendapatan perkapita, menaikkan standar kehidupan. Sedangkan perspektif mikro, Conti and Giaccaria (2001) mengatakan bahwa konsep daya saing mengarah pada kedinamisan tuntutan pasar global dan aspek kritis dari restrukturisasi perusahaan-perusahaan dan industri. Dalam mendefinisikan daya saing perlu diperhatikan beberapa hal sebagai berikut:

 Daya saing mencakup aspek yang lebih luas dari sekedar produktivitas atau efisiensi pada level mikro. Hal ini memungkinkan kita lebih memilih mendefinisikan daya saing sebagai “kemampuan suatu perekonomian” daripada “kemampuan sektor swasta atau perusahaan”.

 Pelaku ekonomi (economic agent) bukan hanya perusahaan, akan tetapi juga rumah tangga, pemerintah, dan lain-lain. Semuanya terpadu dalamsuatu sistem ekonomi yang sinergis. Tanpa memungkiri peran besar sektor swasta perusahaan dalam perkonomian, fokus perhatian tidak hanya pada itu saja. Hal ini diupayakan dalam rangka menjaga luasnya cakupan konsep daya saing.

 Tujuan dan hasil akhir dari meningkatnya daya saing suatu perekonomian tak lain adalah meningkatnya tingkat kesejahteraan penduduk di dalam 15 perekonomian tersebut. Kesejahteraan (level of living) adalah konsep yang maha luas pasti tidak hanya tergambarkan dalam sebuah besaran variabel seperti pertumbuhan ekonomi. Perumbuhan ekonomi hanya satu aspek dari


(22)

pembangunan ekonomi dalam rangka peningkatan standar kehidupan masyarakat.

 Kata kunci dari konsep daya saing adalah “kompetisi”. Disinilah peran keterbukaan terhadap kompetisi dengan para kompetitor menjadi relevan. Kata “daya saing” menjadi kehilangan maknanya pada suatu perekonomian yang tertutup.

Berdasarkan penjelasan diatas dapat diambil kesimpulan bahwa daya saing daerah adalah “Kemampuan perkonomian daerah dalam mencapai pertumbuhan tingkat kesejahteraan yang tinggi dan berkelanjutan dengan tetap terbuka pada persaingan domestik dan internasional”(Piter Abdullah,2002).

Secara makro, potensi ekonomi daerah biasanya juga menjadi salah satu indikator daya saing daerah tersebut. Hal itu karena potensi ekonomi suatu daerah akan ikut membentuk kompleksitas daya saing daerah. Daya saing daerah sendiri mempunyai pengertian yang lebih luas daripada sekedar potensi ekonomi, karena dalam konsep daya saing daerah juga termasuk aspek kelembagaan, iklim sosial, iklim politik, kebijakan pemerintah, manajemen dan sebagainya (Balitbang Kabupaten Riau,2011).

2.2. Indikator Utama Daya Saing Ekonomi

Berdasarkan studi yang dilakukan oleh Pitter Abdullah, 2002 dengan judul Daya Saing Daerah Konsep dan Pengukurannya di Indonesia. Indikator penentu daya saing daerah adalah Perekonomian Daerah, Keterbukaan, Sistem Keuangan, Infrastruktur dan Sumber Daya Alam, Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, Sumber daya manusia, Kelembagaan, Governance dan Kebijakan Pemerintah, dan


(23)

Manajemen dan EkonomiMakro. Masing-masing indikator tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :

2.2.1. Perekonomian Daerah

Dalam menciptakan daya saing daerah pemerintah daerah tentu tidak terlepas dari hubungannya dengan dunia usaha.Oleh karena itu, pemerintah daerah juga mendukung bagi kelangsungan dunia perekonomian baik sektor umkm daerah seperti kelangsungan dunia usaha dengan melakukan beberapa upaya, yaitu dengan menyediakan lahan untuk produksi, mudah, dan murah, menyediakan suplai bahan kebutuhan konsumsi sehari-hari dengan cukup dan relatif murah serta mudah diperoleh. Selain itu, pemerintah daerah juga menciptakan daerah yang aman, tenang, dan dinamis dengan tingkat inflasi yang rendah.

Perekonomian daerah merupakan ukuran kinerja secara umum dari perekonomian makro (daerah) yang meliputi penciptaan nilai tambah, akumulasi kapital, tingkat konsumsi, kinerja sektoral perekonomian, serta tingkat biaya hidup. Indikator kinerja ekonomi makro mempengaruhi daya saing daerah melalui prinsip-prinsip sebagai berikut:

a) Nilai tambah merefleksikan produktivitas perekonomian setidaknya dalam jangka pendek.

b) Akumulasi modal mutlak diperlukan untuk meningkatkan daya saing dalam jangka panjang.

c) Kemakmuran suatu daerah mencerminkan kinerja ekonomi di masa lalu.


(24)

d) Kompetisi yang didorong mekanisme pasar akan meningkatkan kinerja ekonomi suatu daerah. Semakin ketat kompetisi pada suatu perekonomian daerah, maka akan semakin kompetitif perusahaan-perusahaan yang akan bersaing secara internasional maupun domestik.

2.2.2. Infrastruktur Fisik

Infrastruktur dalam hal ini merupakan indikator seberapa besar sumber daya seperti modal fisik, geografi, dan sumber daya alam dapat mendukung aktivitas perekonomian daerah yang bernilai tambah. Indikator ini mendukung daya saing daerah melalui prinsip-prinsip sebagai berikut:

a) Modal fisik berupa infrastruktur baik ketersediaan maupun kualitasnya mendukung aktivitas ekonomi daerah.

b) Modal alamiah baik berupa kondisi geografi maupun kekayaan alam yang terkandung di dalamnya juga mendorong aktivitas perekonomian daerah. c) Teknologi informasi yang maju merupakan infrastruktur yang mendukung

berjalannya aktivitas bisnis di daerah yang berdaya saing.

2.2.3. Kelembagaan

Kelembagaan merupakan indikator yang mengukur seberapa jauh iklim sosial, politik, hukum, dan aspek keamanan maupun mempengaruhi secara positif aktivitas perekonomian daerah. Daerah-daerah yang dilanda konflik yang sangat berat adalah juga daerah-daerah dengan sub indikator hukum dan keamanan dan sub indikator sosial, politik dan budaya yang sangat rendah. Pengaruh faktor kelembagaan terhadap daya saing daerah didasarkan pada beberapa prinsip sebagai berikut:


(25)

a) Stabilitas sosial dan politik melalui sistem demokrasi yang berfungsi dengan baik merupakan iklim yang kondusif dalam mendorong aktivitas ekonomi daerah yang berdaya saing.

b) Peningkatan daya saing ekonomi suatu daerah tidak akan dapat tercapai tanpa adanya sistem hukum yang baik serta penegakan hukum yang independen.

c) Aktivitas perekonomian ssuatu daerah tidak akan dapat berjalan secara optimal tanpa didukung oleh situasi keamanan yang kondusif.

Faktor-faktor yang membentuk disadvantase daerah, pada umumnya terkonsentrasi pada lemahnya sistem peradilan dengan berbagai aspeknya, permasalahan korupsi dan suap, dan kompetensi aparat Pemda. Dengan demikian faktor-faktor yang perlu mendapatkan prioritas pembenahan terkait dengan kelembagaan, khususnya: masalah keadilan dan ketidakberpihakan, kejujuran, proses peradilan, penegakan keputusan peradilan serta permasalahan pada aparat pemerintah daerah yang dianggap sebagai factor disadvantage Propinsi Sumatra Utara.

2.2.4. Sosial Politik

Kondisi sosial politik dapat mempengaruhi kondisi permintaan secara tidak langsung melalui kebijakan moneter dan keuangan. Kondisi ini juga dapat mempengaruhi sumber daya melalui kebijakan yang dibuat pemerintah yang menyangkut tenaga kerja, pendidikan, pembentukan modal, sumber daya alam, dan standar produk. Melalui pemerintah, dapat memperbaiki atau menurunkan keunggulan bersaing suatu industri, tetapi pemerintah tidak dapat menciptakan


(26)

keunggulan bersaing tersebut. Walaupun demikian, di Negara maju peran pemerintah sangat diperlukan, bahkan di Negara maju peran pemerintah tetap dibutuhkan walaupun sistem ekonomi dan sosial sangat berorientasi pasar. Di Negara berkembang, peran pemerintah dalam pembangunan termasuk di sektor industri sangat mempengaruhi lingkungan, dimana dapat berakibat pada meningkat atau menurunnya keunggulan daya saing suatu industri, Walaupun secara bertahap campur tangan pemerintah secara langsung diharapkan dapat dikurangi. Dengan arti kata dalam proses pertumbuhan ekonomi, tugas utama pemerintah adalah menciptakan lingkungan usaha yang kondusif (Syahresmita, 2000:99).

2.2.5. Tenaga Kerja dan Produktivitas

Indikator sumber daya manusia dapat didekomposisikan ke dalam beberapa sub-indikator, yaitu: karakteristik penduduk, ketenagakerjaan, pendidikan, kualitas hidup, perilaku dan nilai sosial. Sub indikator karakteristik penduduk dan ketenagakerjaan mencerminkan aspek kuantitas dari sumber daya manusia, sedangkan sub-indikator pendidikan, kualitas hidup, perilaku dan nilai sosial merupakan sisi kualitas dari semua sumber daya manusia.

Keunggulan daya saing daerah penting karena dua alasan. Pertama, untuk menyadarkan bahwa keunggulan kompetitif suatu organisasi tidak sepenuhnya tergantung pada kemampuan internal masing-masing organisasi. Ada tempat-tempat dimana orang atau organisasi lebih mudah menciptakan usaha yang kompetitif dibidang tempat lain. Hal ini tidak hanya berlaku untuk negara, tetapi juga berlaku untuk wilayah dalam suatu negara. Kedua, ada dua tipe keunggulan


(27)

kompetitif yang harus dikenali, yaitu keunggulan kompetitif statis dan keunggulan kompetitif dinamis. Keunggulan kompetitif statis merujuk pada faktor lokasi geografis, sedangkan keunggulan kompetitif dinamis merujuk pada permasalahan tenaga kerja (seperti upah, kualitas, kedisiplinan, dan produktivitas), iklim usaha, dan faktor lain yang berpengaruh terhadap industri didaerah itu. Lokasi geografis merupakan faktor daya saing yang sangat penting, tetapi hal tersebut juga dimiliki banyak daerah lain.

Di samping itu ke depan kemajuan teknologi dan globalisasi lambat laun akan mengurangi signifikan faktor lokasi. Dalam kondisi demikian, faktor-faktor lain seperti kualitas tenaga kerja dan iklim usaha akan menjadi keunggulan kompetitif yang penting terutama ketika didaerah lain hal itu merupakan masalah (Bappenas, 2004).

2.2.6. Keterbukaan

Indikator keterbukaan merupakan ukuran seberapa jauh perekonomian suatu daerah berhubungan dengan daerah lain yang tercermin dari perdagangan daerah tersebut dengan daerah lain dalam cakupan nasional dan internasional. Indikator ini menentukan daya saing melalui prinsip-prinsip sebagai berikut: 1) Keberhasilan suatu daerah dalam perdagangan internasional merefleksikan

daya saing perekonomian daerah tersebut.

2) Keterbukaan suatu daerah baik dalam perdagangan domestik maupun internasional meningkatkan kinerja perekonomiannnya.

3) Investasi internasional mengalokasikan sumber daya secara lebih efisien ke seluruh penjuru dunia


(28)

4) Daya saing yang didorong oleh ekspor terkait dengan orientasi pertumbuhan perekonomian daerah.

5) Memepertahankan standar hidup yang tinggi mengharuskan integrasi dengan ekonomi internasional.

2.2.7. Manajemen dan Ekonomi Mikro

Dalam indikator manajemen dan ekonomi mikro pengukuran yang dilakukan dengan pernyataan seberapa jauh perusahaan di daerah dikelola dengan cara yang inovatif, menguntungkan dan bertanggung jawab. Prinsip-prinsip yang relevan terhadap daya saing daerah di antaranya adalah:

1) Rasio harga/kualitas yang kompetitif dari suatu produk mencerminkan kemampuan manajerial perusahaan-perusahaan yang berada di suatu daerah.

2) Orientasi jangka panjang manajemen perusahaan akan meningkatkan daya saing daerah dimana perusahaan tersebut berada.

3) Efisiensi dalam aktivitas perekonomian ditambah dengan kemampuan menyesuaikan diri terhadap perubahan adalah keharusan bagi perusahaan yang kompetitif.

4) Kewirausahaan sangat krusial bagi aktivitas ekonomi pada masa-masa awal.

5) Dalam usaha yang sudah mapan, manajemen perusahaan memerlukan keahlian dalam mengintegrasikan serta membedakan kegiatan-kegiatan usaha.


(29)

2.2.8. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

Ilmu pengetahuan dan teknologi mengukur kemampuan daerah dalam ilmu pengetahuan dan teknologi serta penerapannya dalam aktivitas ekonomi yang meningkatkan nilai tambah. Indikator ini mempengaruhi daya saing daerah melalui beberapa prinsip di bawah ini:

1) Keunggulan kompetitif dapat dibangun melalui aplikasi teknologi yang sudah ada secara efisien dan inovatif.

2) Investasi pada penelitian dasar dan aktivitas yang inovatif yang menciptakan pengetahuan baru sangat krusial bagi daerah ketika melalui tahapan pembangunan ekonomi yang lebih maju.

3) Investasi jangka panjang akan meningkatkan daya saing sektor bisnis.

2.2.9. Sumber Daya Manusia

Indikator sumber daya manusia dalam hal ini ditujukan untuk mengukur ketersediaan dan kualitas sumber daya manusia. Faktor SDM ini mempengaruhi daya saing daerah berdasarkan prinsip-prinsip berikut:

1) Angkatan kerja dalam jumlah besar dan berkualitas akan meningkatkan daya saing suatu daerah.

2) Pelatihan dan pendidikan adalah cara yang paling baik dalam meningktakan tenaga kerja yang berkualitas.

3) Sikap dan nilai yang dianut oleh tenaga kerja juga menentukan daya saing suatu daerah.

4) Kualitas hidup masyarakat suatu daerah menentukan daya saing daerah tersebut begitu juga sebaliknya.


(30)

2.3. Penelitian Terdahulu

Untuk memperkaya penelitian ini, maka penting untuk mengetahui dan membandingkan dengan penelitian-penelitian serupa sebelumnya.Tinjauan pustaka yang diambil diharapakan dapat memberikan suatu perspektif umum bagi rencana penelitian ini, baik dari segi teori maupun dari hasil penelitiannya.Adapun tinjauan pustakan yang disajikan adalah penelitian yang berkaitan dengan Daya Saing Ekonomi Daerah.

Tinjauan pustaka pertama adalah jurnal penelitian yang berjudul “Analisis Daya Saing Ekonomi Kota Medan” karya Paidi Hidayat pada tahun 2012.Tujuan peneliti adalah untuk mengidentifikasi faktor-faktor penentu daya saing ekonomi.Metode pengambilan sampel dilakukan secara purposive sampling. Hasil analisis dengan menggunakan metode AHP (Analitical Hierarcy Process) menunjukkan bahwa tanggapan responden terhadap faktor penentu daya saing ekonomi di Kota Medan tahun 2012 dipengaruhi oleh 3 faktor dengan nilai bobot terbesar yakni faktor infrastruktur, faktor ekonomi daerah dan faktor sistem keuangan.

Dede Indrawati (2012) dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis Elemen-Elemen Prakondisi Pembentukan Daerah Otonom Baru Dan Daya Saing Investasi Daerah Otonom Baru” memberikan hasil penelitian yaitu daya saing investasi di daerah Kabupaten Bandung Barat sudah tinggi dilihat dari peningkatan jumlah investasi.Adapun identifikasi yang menciptakan meningkatnya daya saing investasi di daerah Kabupaten Bandung Barat yakni manajemen dan kepemimpinan, perencanaan dan kondisi daerah yang kondusif.


(31)

Millah (2013) dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis Daya Saing Daerah di Jawa Tengah” memberikan hasil penelitian yaitu hasil tingkat daya saing daerah kota di Jawa Tengah antara lain Kota Semarang menduduki peringkat pertama pada tingkat daya saing daerah kota di Jawa Tengah dari tahun 2009 sampai tahun 2011. Sedangkan Kota Tegal menduduki peringkat terendah pada tahun 2009 dan tahun 2011, dan Kota Magelang menduduki peringkat terendah pada tahun 2010. Potensi Kota Semarang unggul pada hampir seluruh indikator daya saing. Semakin unggul potensi yang dimiliki suatu daerah maka semakin tinggi pula tingkat daya saing daerah kota tersebut.

Ira Irawati, dkk (2008) dalam penelitiannya yang berjudul “Pengukuran Tingkat Daya Saing Daerah Berdasarkan Variabel Perekonomian Daerah, Variabel Infrastruktur dan Sumber Daya Alam serta Variabel Sumber Daya Manusia di Wilayah provinsi Sulawesi Tenggara” dengan menggunakan metode AHP , maka dapat diambil kesimpulan peringkat daya saing terbaik berdasarkan variabel perekonomian daerah, infrastruktur, sumber daya alam dan sumber daya manusia pada kabupaten/kota di Provinsi Sulawesi Tenggara turut mendukung kabupaten/kota tersebut menjadi peringkat terbaik secara umum.

Tinjauan pustaka terakhir adalah penelitian yang berjudul “Daya Tarik Investasi dan Pungli di DIY” karya Mudrajad Kuncoro dan Anggi Rahajeng. Tujuan penelitian ini adalah mengeksplorasi sejauh mana rejim saat ini telah mengubah daya tarik investasi dan pungutan liar dalam melakukan bisnis di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).Pendekatan penelitian ini adalah kualitatif. Penentuan sampel dilakukan secara purposive sampling dengan metode quick


(32)

qount terhadap pengusaha/pelaku usaha. Dan alat analisis yang digunakan alah

AHP (Analytical Hierarchy Proccess). Berdasarkan hasil temuan penelitian

diperoleh kesimpulan bahwa menurut pelaku usaha di DIY, faktor Kelembagaan memiliki bobot terbesar dalam menentukan daya tarik investasi di DIT. Kemudian diikuti faktor infrastruktur dan faktor sosial politik. Persamaan terhadap penelitian ini adalah metode pengambilan sampel yang digunakan yaitu metode purposive sampling yaitu dengan menentukan sampel atau responden yang dianggap dapat mewakili segmen kelompok masyarakat yang dinilai mempunyai pengetahuan, pemahaman, pengaruh dan merasakan dampak terkait. Serta persamaannya terdapat pada metode analisis yang digunakan yaitu AHP. Sedangkan perbedaan pada penelitian ini terletak pada tujuan penelitian ini.


(33)

2.4.Kerangka Konseptual

Gambar 2.1

Indikator Utama Penentu Daya Saing Ekonomi

Kerangka konseptual diatas merupakan indikator penentuan daya saing ekonomi Kabupaten Langkat (Gambar 2.1). Penentuan variabel-variabel daya saing ekonomi Kabupaten Langkat harus sesuai dengan tujuan dari penelitian ini. Adapun variabel-variabel yang menjadi indikator utama dalam penelitian ini berdasarkan perbandingan dari beberapa penelitian terdahulu tentang daya saing yaitu, Ira Irawati (2008), Millah (2013), Dede Indrawati (2012), Paidi Hidayat (2012) dan Mudrajat Kuncoro (2005).

Faktor Penentu Daya Saing Ekonomi Daerah

KELEMBAGAAN Regulation & Government services SOSIAL POLITIK Socio-Political Factors EKONOMI DAERAH Regional Economic Dynamism

TENAGA KERJA & PRODUKTIVITAS Labor& productivity INFRASTRUKTUR FISIK Physical Infrastructure Kepastian Hukum Legal Certainty Biaya Tenaga Kerja Labor Cost Potensi Ekonomi Economic Potential Sosial Politik Socio Political Ketersediaan Infrastruktur Fisik Availability of Physical Infrastructure Ketersediaan Tenaga Kerja Availability of Manpower Produktivitas Tenaga Kerja Productivity of Labor Struktur Ekonomi Economic Structure Budaya Cultural Keamanan security Perda / IndikatorPerda

Region Policy / Regulation

Aparatur

Quality Of Civil Service Keuangan Daerah Regional Finance Kualitas Infrastruktur Fisik Quality of Physical Infrastructure


(34)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Kabupaten Langkat

Sejak maraknya aura pemekaran kabupaten/kota di Sumut, Kabupaten Langkat merupakan kabupaten tersisa yang belum tersentuh dan menjadi salah satu kabupaten dengan luasan areal yang terbesar di Sumut. Langkat merupakan kabupaten yang potensi ekonominya cukup tinggi dan posisinya strategis. Pada masa jayanya, Langkat merupakan daerah produksi dan penghasil migas terbesar di Sumut. Instalasi permigasan dapat disaksikan di wilayah ini yang juga mencakup sebagian wilayah NAD.

Kabupaten Langkat merupakan salah satu kabupaten yang berada di Dataran Tinggi Bukit Barisan, terletak di Bagian Barat Laut Provinsi Sumatera Utara, secara geografis berada pada koordinat 3º14´ - 4º13´ LU dan 97º52´ - 98º45´ BT.

Secara administrasi Kabupaten Langkat mempunyai batas sebagai berikut :

a. Sebelah Utara : Kabupaten Aceh Tamiang (Provinsi NAD) dan Selat Malaka

b. Sebelah Selatan : Kabupaten Karo


(35)

d. Sebelah Barat : Kabupaten Aceh Tenggara/Tanah Alas (Provinsi NAD)

Luas wilayah Kabupaten Langkat adalah 626.329 Ha. Kabupaten Langkat terdiri dari 23 kecamatan, 240 desa dan 37 kelurahan dengan Ibukota Kabupatennya adalah Stabat. Dengan Kecamatan yang memiliki luas terbesar yaitu Kecamatan Bahorok 95 – 510 ha, dan Kecamatan Binjai menjadi kecamatan terkecil dengan luas 4,955 ha.

4.2 Demografis Wilayah Kabupaten Langkat

Jumlah penduduk Kabupaten Langkat pada pertengahan tahun 2013 sebesar 978.734 jiwa dengan penduduk laki-laki sebesar 492.783 jiwa dan penduduk perempuan sebesar 485.951 jiwa.

Komposisi penduduk berdasarkan diagram ketenagakerjaan dibagi dalam :

 Kelompok penduduk usia kerja sebanyak 668.904 jiwa.

 Kelompok penduduk bukan usia kerja sebanyak 309.830 jiwa.

Gambar 4.2.1


(36)

Pada struktur tenaga kerja, penduduk dibagi 2 (dua), yaitu :

1. Penduduk Usia Kerja

Penduduk usia kerja di Kabupaten Langkat sebanyak 668.904 jiwa dengan penduduk laki-laki sebesar 333.965 jiwa dan penduduk perempuan sebanyak 334.939 jiwa.

Kelompok ini juga dibedakan dalam 2 (dua) kategori, yaitu :

a. Angkatan Kerja

Jumlah penduduk yang termasuk angkatan kerja sebanyak 505.164 jiwa dengan rincian penduduk laki-laki dan perempuan masing-masing sebesar 292.367 jiwa dan 212.797 jiwa.

b. Bukan Angkatan Kerja

Penduduk yang termasuk bukan angkatan kerja sebanyak 163.740 jiwa dengan rincian penduduk laki-laki dan perempuan masing-masing sebesar 41.596 jiwa dan 122.142 jiwa.

2. Penduduk Bukan Usia Kerja

Penduduk bukan usia kerja di Kabupaten Langkat sebanyak 309.830 jiwa dengan jumlah penduduk laki-laki sebesar 158.818 jiwa dan penduduk perempuan sebesar 151.012 jiwa.


(37)

4.3 Perekonomian Kabupaten Langkat

Pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Langkat selama 5 tahun terakhir mengalami kenaikan berfluktuasi, sebagaimana dapat dilihat pada tabel dibawah ini. Hal ini terjadi karena kondisi perekonomian, baik di tingkat nasional, regional maupun domestik belum menunjukkan adanya stabilitas perekonomian agregat.

Tabel 4.3.1

Agregat PDRB dan PDRB Perkapita Kabupaten Langkat

No. Lapangan Usaha 2009 2010 2011 2012 2013

1. Pertanian 3.742.778.48 3.941.301,79 4.157.064,51 4.378.099,67 4.608.280,78

2. Pertambangan &

Penggalian

394.263,81 412.028,76 432.164,06 437.469,58 452.977,18 3. Industri

Pengolahan

744.704,13 784.137,99 827.543,41 868.055,31 918.648,77 4. Listrik, Gas & Air

Bersih

23.856,82 25.449,42 27.209,15 28.849,40 29.984,54

5. Bangunan 163.402,99 174.458,41 188.002,94 218.155,36 252.325,74

6. Perdagangan, Hotel, Restoran

1.099.716,26 1.176.729,74 1.246.376,48 1.311.127,62 1.371.969,16

7. Pengangkutan dan

Komunikasi

152.781,49 162.387,28 171.877,01 182.252,68 194.856,76 8. Keuangan,

Persewaan dan Jasa Perusahaan

120.220,11 131.133,18 144.226,35 164.766,08 180.625,08

9. Jasa-Jasa 377.509,57 402.935,64 432.533,42 469.870,26 517.676,21

PDRB Dengan Migas

6.819.233,67 7.210.562,21 7.626.997,33 8.058.645,95 8.527.344,25 PDRB Tanpa

Migas

6.352.739,98 6.722.626,48 7.114.973,11 7.545.541,68 7.996.191,71 Sumber : Badan Pusat Statistik

Dalam tabel diatas dapat dilihat bahwa PDRB Kabupaten Langkat dari tahun 2009-2013 mengalami kenaikan yang cukup baik. Dapat dilihat bahwa Pertanian menjadi penyumbang PDRB terbesar di setiap tahunnya yang pada tahun 2013 menyumbang Rp 4.608.280,78. Kemudian disusul oleh perdagangan, hotel dan restoran yaitu sebesar Rp 1.371.969,16.


(38)

Dapat dilihat bahwa laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Langkat pada tahun 2012 mengalami peningkatan pertumbuhan dibanding dengan tahun sebelumnya. Pada tahun 2013 laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Langkat sebesar 5,82 persen (dengan minyak bumi). Demikian juga tanpa minyak bumi laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Langkat sebesar 5,97 persen pada tahun 2013 mengalami perlambatan sedikit dibandingkan dengan tahun sebesar 5,97 persen.

Pada tahun 2012 banyaknya perusahaan industri besar dan sedang yang bergerak di sektor pengolahan di Kabupaten Langkat adalah 60 perusahaan yang terkonsentrasi di 3 (tiga) daerah kecamatan yaitu Selesai, Besitang, dan Stabat. Kecamatan Selesai merupakan daerah dengan jumlah industri besar dan sedang terbanyak yaitu mencapai 12 perusahaan atau 19,67 dari total perusahaan seluruhnya, diikuti Kecamatan Besitang sebanyak 6 perusahaan atau sebesar 9,84 persen dan Kecamatan Stabat dengan 5 perusahaan atau sebesar 8,20 persen dari total perusahaan di Kabupaten Langkat.

Daerah yang paling sedikit jumlah perusahaannya adalah Kecamatan Serapit, Kecamatan Kuala, Kecamatan Sei Bingai, dan Kecamatan Padang Tualang dengan jumlah industri masing-masing sebanyak 1 (satu) perusahaan. Kecamatan yang sama sekali tidak mempunyai kegiatan industri pengolahan skala besar dan sedang adalah Kecamatan Kutambaru, Secanggang, Tanjung Pura, Brandan Barat, dan Pematang Jaya.


(39)

4.4 Profil Responden

Berdasarkan hasil tabulasi terhadap 50 responden yang menjadi sampel dalam penelitian ini didapat informasi bahwa responden berjenis kelamin pria lebih banyak daripada responden wanita, yaitu responden pria 58% dan responden wanita 42%. Sedangkan responden yang paling banyak diwawancarai berusia 21-30 tahun berkisar 40%. Kemudian diikuti oleh usia lebih dari 50 tahun berkisar sebesar 26%. Kemudian usia 41-50 berkisar 22%. Lalu usia 31-40 tahun berkisar 8%. Serta yang terendah di usia dibawah 20 tahun yaitu 4%. Sementara itu untuk tingkat pendidikan, pada umumnya responden tamatan D3/S1/S2 sebesar 54% dan selebihnya tamatan SMA/Sederajat sebesar 42%. Dan hanya 4% responden yang tamatan SMP/Sederajat. Untuk lebih jelasnya, karakteristik responden dapat dilihat pada tabel berikut ini.


(40)

Tabel 4.2

Karakteristik Responden

No Jenis Kelamin Jumlah Persentase

1 Pria 29 58%

2 Wanita 21 42%

Usia (Tahun) Jumlah Persentase

1 <20 2 4%

2 21 – 30 20 40%

3 31 – 40 4 8%

4 41 – 50 11 22%

5 >50 13 26%

Tingkat Pendidikan Jumlah Persentase

1 SMP/Sederajat 2 4%

2 SMA/Sederajat 21 42%

3 D3/S1/S2 27 54%


(41)

4.5 Pembobotan dan Pemeringkatan Faktor Daya Saing Ekonomi

Peringkat daya saing yang dimiliki suatu daerah merupakan wujud hasil kerja dari usaha pemerintah setempat dan masyarakat yang bermukim di daerah tersebut atas kebijakan yang dirancang dan diberlakukan pada daerah tersebut. Peringkat daya saing tersebut dihitung dari indikator-indikator yang membentuk pembobotan daya saing ekonomi daerah tersebut. Apabila faktor pembentuk daya saing tersebut memiliki kinerja yang baik, tentu akan mendukung daerah tersebut memiliki daya saing yang dapat dibandingkan dengan daerah lain. Jadi, semakin tinggi nilai faktor pembentuk daya saing suatu daerah maka semakin tinggi pula bobot daya saing yang dimiliki daerah tersebut.

Untuk menghitung daya saing Kabupaten Langkat, maka terlebih dahulu ditentukan faktor-faktor penentu daya saing ekonomi dengan menentukan nilai bobot dari masing-masing faktor tersebut. Pembobotan ini diperoleh menggunakan AHP (Analytical Hierarcy Process) dan dengan menggunakan bantuan software Expert Choice.

Pembobotan ini digunakan sebagai dasar untuk menentukan faktor-faktor yang menentukan daya saing ekonomi Kabupaten Langkat tahun 2014. Bobot yang lebih besar dari suatu faktor menunjukkan bahwa faktor tersebut lebih penting daripada faktor yang lainnya dalam menentukan daya saing ekonomi Kabupaten Langkat. Berikut hasil pembobotan daya saing ekonomi Kabupaten Langkat.


(42)

Gambar 4.5.1

Nilai Bobot Dari Faktor Penentu Daya Saing Ekonomi Kabupaten Langkat

Dari hasil diatas dapat kita lihat bahwa faktor penentu daya saing ekonomi Kabupaten Langkat tahun 2014 adalah faktor tenaga kerja dan produktivitas yang memiliki bobot tertinggi yaitu 0,283 atau 28% dari jumlah keseluruhan faktor pendukung. Kemudian faktor infrastruktur fisik berada di urutan kedua sebagai penentu daya saing ekonomi yang memiliki bobot 0,261 atau 26%. Lalu faktor perekonomian daerah itu sendiri berada di urutan ketiga dengan nilai bobot 0,224


(43)

bobot 0,124 atau 12%. Serta diikuti dengan faktor kelembagaan yang memiliki nilai bobot terendah dan juga berada di peringkat kelima dari faktor penentu daya saing ekonomi Kabupaten Langkat yaitu dengan bobot 0,107 dengan bobot 11%.

Pentingnya faktor tenaga kerja dan produktifitas dalam penentuan daya saing ekonomi Kabupaten Langkat menjadi ukuran bagi perkembangan ekonomi di daerah tersebut. Sedangkan faktor perekonomian daerah menjadi prioritas ketiga dalam menentukan daya saing ekonomi Kabupaten Langkat.

Bobot faktor penentu daya saing ekonomi Kabupaten Langkat dapat dilihat dengan presentasenya sebagai berikut.

Gambar 4.5.2

Presentase Faktor Penentu Daya Saing Ekonomi Kab. Langkat

Presentase pembobotan tersebut, menunjukkan bahwa tanggapan responden terhadap penentu daya saing ekonomi Kabupaten Langkat dipengaruhi oleh faktor yang memiliki bobot terbesar yaitu, tenaga kerja dan produktivitas, infrastruktur fisik dan kemudian diikuti oleh perekonomian daerah.


(44)

4.5.1 Faktor Tenaga Kerja dan Produktivitas

Faktor tenaga kerja dan produktivitas dapat juga disebut sebagai faktor SDM yang dimiliki suatu daerah. Faktor ini sangat berpengaruh bagi perkembangan pembangunan suatu daerah. Apabila suatu daerah memiliki tenaga kerja dengan produktivitas yang tinggi, maka dengan sendirinya suatu daerah akan berkembang pesat. Karena kebijakan, peraturan, yang dirancang dan diberlakukan di suatu daerah berasal dan nantinya akan dijalankan oleh SDM itu sendiri.

Gambar 4.5.1.1

Persentase Pembobotan Faktor Tenaga Kerja dan Produktivitas Kab. Langkat

Faktor tenaga kerja dan produktivitas, memiliki 3 faktor pendukung yang dapat dijadikan tolak ukur perkiraan bobot daya saing yang dimiliki suatu daerah. Yaitu faktor produktivitas tenaga kerja yang memiliki bobot 0,553 atau persentase terbesar yaitu 55%, disusul oleh faktor ketersediaan tenaga kerja dengan bobot


(45)

0,258 atau total persenan 26% dan faktor biaya tenaga kerja dengan bobot 0,188 atau memiliki total persenan 19%.

Dilihat dari sudut pandang biaya tenaga kerja, masyarakat sudah setuju dengan besarnya upah tenaga kerja yang sudah sesuai dengan upah minimum kabupaten yang berlaku. Hal ini dapat dilihat sebanyak 60% masyarakat setuju dengan pernyataan ini. Namun, masyarakat kurang setuju dengan besarnya upah yang mereka terima sesuai dengan kebutuhan hidup mereka. Sebanyak 44% masyarakat menyatakan bahwa kebutuhan hidup mereka belum tercukupi oleh besarnya upah yang mereka terima. Hal ini dikarenakan dengan latar belakang pendidikan yang rendah, masyarakat sekitar hanya mengisi bagian sesuai dengan latar belakang pendidikan mereka.

Dari sudut pandang ketersediaan tenaga kerja, sebanyak 50% dari jumlah responden menyatakan kurang setuju bahwa jumlah angkatan kerja sudah sesuai dengan kebutuhan pasar tenaga kerja. Fenomena bahwa jumlah pasar tenaga kerja lebih sedikit daripada jumlah angkatan kerja juga terjadi di Kabupaten Langkat. Masih banyaknya tenaga kerja yang berasal dari luar daerah dikarenakan latar belakang pendidikan mereka yang memadai membuat masyarakat asli Kabupaten Langkat kurang diberdayakan. Tentunya hal ini sesuai dengan persepsi masyarakat bahwa tingkat pendidikan angkatan kerja sesuai dengan pasar tenaga kerja. Sebanyak 58% responden setuju dengan pernyataan ini.

Kemudian dari sisi produktivitas tenaga kerja, jumlah responden yang menyatakan setuju dan kurang setuju dengan persepsi tingkat produktivitas tenaga


(46)

kerja yang ada relatif tinggi, adalah sama masing-masing 44%. Beda halnya dengan persepsi bahwa tingkat produktivitas tenaga kerja sesuai dengan besarnya upah yang ada. Responden menyadari akan kemampuan yang mereka miliki. Sehingga 58% responden setuju dengan persepsi ini.

Dari data bps 2011, tercatat bahwa jumlah penduduk usia produktif berjumlah 574.644 jiwa dan usia tidak produktif 407.938 jiwa. Jumlah usia produktif berkisar 58-60% dengan setiap tahunnya. Dari data ini, menunjukkan bahwa jumlah usia produktif menanggung jumlah yang relative sama dengan jumlah penduduk yang tidak produktif.

4.5.2 Faktor Infrastruktur Fisik

Infrastruktur fisik merupakan salah satu faktor pendukung yang utama bagi penentuan daya saing suatu daerah. Dimana jika suatu daerah memiliki infrastrukturnya memadai, tentu akan sangat mendukung aktivitas keseharian bagi penduduk serta meningkatkan tingkat perekonomian daerah tersebut.

Faktor infrastruktur fisik yang terdiri dari dua variabel yaitu ketersediaan infrastruktur fisik dan kualitas infrastruktur. Variabel ketersediaan infrastruktur fisik memiliki bobot sebesar 0,364 atau 36% dari keseluruhan bobot faktor infrastruktur fisik. Variabel kualitas infrastruktur fisik memiliki bobot sebesar 0,636 atau 64% dari keseluruhan bobot faktor infrastruktur fisik. Persentase bobot dari masing-masing variabel faktor infrastruktur fisik dapat dilihat pada gambar di bawah ini.


(47)

Gambar 4.5.2.1

Presentase Pembobotan Faktor Infrastruktur Fisik Kab. Langkat

Dari hasil wawancara yang diperoleh, 54% dari keseluruhan jumlah responden menyatakan setuju dengan ketersediaan jalan yang sudah memadai. 32% kurang setuju, 2% tidak setuju dan 12% sangat setuju dengan kondisi jalan yang sudah memadai. 32% masyarakat kurang setuju dengan kondisi jalan yang sudah memadai dikarenakan belum meratanya pembangunan jalan yang memadai sampai ke daerah pedalaman Kabupaten Langkat. Namun untuk daerah perkotaan seperti Stabat kondisi jalan sudah memadai.

Kemudian, untuk persepsi bahwa ketersediaan pelabuhan laut sudah memadai sebanyak 58% atau 29 responden sangat tidak setuju dengan hal ini. Dan tidak ada responden yang sangat setuju ataupun setuju dengan persepsi ini. Hal ini dikarenakan Kabupaten langkat belum memiliki pelabuhan yang memadai bagi para nelayan. Sama halnya dengan persepsi pelabuhan udara yang sudah memadai. 52% atau sekitar 26 responden sangat tidak setuju dengan pernyataan tersebut. Sedangkan dengan ketersediaan saluran telepon sudah memadai, 76%


(48)

atau 38 responden menyatakan setuju dengan pernyataan tersebut. Dan hanya 2% atau 1 orang yang menyatakan kurang setuju dengan ketersediaan saluran telepon.

Pada variabel kualitas infrastruktur fisik, persepsi bahwa kualitas jalan sudah baik 68% atau 34 responden setuju dengan hal ini. 28% atau 14 responden yang menyatakan kurang setuju. Untuk pernyataan akses dan kualitas pelabuhan laut sudah baik 50% responden menyatakan tidak setuju dan 50% menyatakan sangat tidak setuju dengan pernyataan tersebut. Dan persepsi akses dan kualitas pelabuhan udara sudah baik, 54% reponden menyatakan tidak setuju. Sedangkan untuk persepsi kualitas sambungan dan saluran telepon sudah baik, 92% reponden setuju dengan hal ini.

4.5.3 Faktor Perekonomian Daerah

Perekonomian suatu daerah menjadi faktor pendukung bagi daya saing ekonomi daerah Kabupaten Langkat. Faktor perekonomian daerah berada di urutan ketiga atau 23% meningkatkan daya saing ekonomi Kabupaten langkat. Terdapat faktor-faktor pendukungnya yaitu variabel potensi ekonomi dan variabel struktur ekonomi. Dapat kita lihat pada diagram berikut.


(49)

Gambar 4.5.3.1

Presentase Pembobotan Faktor Perekonomian Daerah Kab. Langkat

Pada diagram diatas potensi ekonomi lebih memiliki pengaruh bagi perekonomian daerah Kabupaten Langkat dapat kita lihat sebanyak 62% mempengruhi perekonomian daerah. Kemudian sisanya 38% bagi struktur ekonomi mempengaruhi perekonomian daerah Kabupaten Langkat.

Dari hasil wawancara dengan responden, 44% atau 22 responden menyatakan kurang setuju dengan tingkat daya beli masyarakat yang cenderung meningkat. Karena menurut hasil wawancara dengan responden kategori pengusaha, masyarakat setempat daya beli masih pada kebutuhan primer saja. Untuk kebutuhan sekunder masih cenderung rendah. Oleh karena itu 42% responden menyatakan setuju dengan pernyataan tersebut.

Sedangkan untuk perkembang perekonomian yang semakin membaik, 50% responden menyatakan kurang setuju. Karena menurut masyarakat, harga-harga khususnya harga-harga kebutuhan pokok semakin meningkat. Namun 44%


(50)

responden menyatakan setuju dengan persepsi ini. Hal ini sejalan dengan pernyataan kondisi harga-harga barang dan jasa relatif stabil dan terjangkau, 44% responden menyatakan tidak setuju dengan pernyataan ini. Namun untuk pernyataan tingkat kesejahteraan masyarakat yang cenderung semakin membaik mendapat 56% responden yang setuju. Hal ini dikarenakan UMK yang sudah sesuai menurut responden.

Untuk persepsi masyarakat di variabel struktur ekonomi, 42% masyarakat setuju atas nilai tambah atau kontribusi sektor primer semakin meningkat. Untuk kontribusi sekunder semakin meningkat mendapat 44% responden yang setuju. Serta untuk kontribusi sektor tersier mendapat 64% responden yang setuju.

4.5.4 Faktor Sosial Politik

Kondisi sosial politik suatu daerah turut menjadi pendukung bagi daya saing ekonomi. Dimana bagi daerah Kabupaten langkat sendiri faktor sosial politik dengan presentase 12% atas empat faktor pendukung lainnya. Rancangan kebijakan serta penetapan kebijakan akan sangat berpengaruh bagi kondisi suatu daerah. Aparatur turut menjadi penentu bagi pelaksana kebijakan ataupun penggerak dari hasil rancangan yang telah dibuat. Faktor sosial politik memiliki variabel lainnya yaitu variabel stabilitas politik, variabel keamanan dan variabel budaya masyarakat. Presentasenya dapat kita lihat pada diagram berikut.


(51)

Gambar 4.5.4.1

Presentase Pembobotan Faktor Sosial Politik Kabupaten Langkat

Pada diagram diatas dapat kita lihat variabel stabilitas politik dengan presentase 40% sebagai variabel yang paling berpengaruh bagi faktor sosial politik. Kemudian diikuti variabel keamanan dengan presentase 36% serta variabel budaya masyarakat memiliki presentase 24% atas pengaruhnya terhadap faktor sosial politik yang menjadi salah satu faktor pendukung untuk meningkatkan daya saing ekonomi daerah Kabupaten Langkat.

Dari hasil wawancara, 48% responden setuju bahwa potensi konflik di masyarakat semakin menurun dan dapat dideteksi. Menurut masyarakat sekitar daerah yang bermasalah di Kabupaten Langkat, hal ini terjadi karena pola pikir masyarakat yang berubah menjadi lebih maju. Intensitas unjuk rasa yang ada di wilayah tersebut semakin menurun juga dibenarkan masyarakat. Hal ini terlihat dari 48% responden atau 24 responden setuju bahwa daerahnya semakin kondusif.


(52)

Sama halnya dengan hubungan antara eksekutif dan legislatif semakin baik juga memiliki presentase 64%.

Dari sisi keamanan daerah Kabupaten Langkat sendiri, gangguan keamanan terhadap aktivitas dunia usaha semakin menurun juga disetujui oleh responden terlihat bahwa persepsi ini mendapat 64% responden yang menyatakan mereka setuju. Berikut juga dengan gangguan keamanan terhadap masyarakat dilingkungan sekitar tempat kegiatan usaha semakin menurun yang disetujui responden dengan presentase 56%. Untuk kecepatan aparat dalam menanggulangi gangguan keamanan semakin baik dengan presentase 46% responden yang setuju dan 34% responden yang tidak setuju dengan pernyataan ini.

Dari sisi budaya masyarakat, partisipasi masyarakat dan dunia usaha dalam perumusan kebijakan pemerintah daerah semakin meningkat dengan presentase 46% responden menyatakan setuju dengan pernyataan ini. Sama halnya dengan persepsi bahwa keterbukaan masyarakat terhadap dunia usaha semakin baik dapat dilihat dari jumlah presentasenya yaitu 52% atas responden yang setuju. Sebanyak 60% masyarakat setuju atas persepsi perilaku masyarakat terhadap diskriminasi semakin menurun. Berikut juga dengan adat istiadat masyarakat sekitar yang semakin mendukung kegiatan usaha. Serta etos kerja masyarakat yang semakin meningkat mendapat 46% responden yang setuju.

Kondisi sosial politik Kabupaten Langkat sudah tergolong kondusif. Hal ini membuat masyarakat Kabupaten Langkat merasa nyaman bermukim di Kabupaten Langkat. Tentu jika semakin membaiknya kondisi sosial politik


(53)

Kabupaten Langkat, kedepannya akan meningkatkan daya saing ekonomi daerah Kabupaten Langkat dengan daerah Kabupaten sekitar.

4.5.5 Faktor Kelembagaan

Faktor kelembagaan berada di urutan kelima dalam mempengaruhi daya saing ekonomi Kabupaten Langkat terlihat dari bobot yang dimilikinya 0,107 dengan presentase 11%. Faktor kelembagaan juga memiliki variabel-veriabel pendukung didalamnya yaitu variabel kepastian hukum, variabel pembiayaan pembangunan, variabel aparatur dan variabel peraturan daerah. Berikut presentase yang dimiliki masing-masing variabel.

Gambar 4.5.5.1

Presentase Pembobotan Faktor Kelembagaan Kab. Langkat

Dari diagram dapat dilihat variabel pendukung yang paling mempengaruhi faktor kelembagaan adalah variabel peraturan daerah dengan bobot 0,325 dengan presentase 33%. Variabel pembiayaan pembangunan berada di urutan kedua dalam mempengaruhi faktor kelembagaan dengan bobot 0,269 atau dengan presentase 26%. Kemudian variabel kepastian hukum yang memiliki bobot 0,248


(54)

atau dengan presentase 25%. Dan yang terakhir variabel aparatur dengan bobot 0,159 atau dengan presentase 16%.

Dari sisi variabel kepastian hukum, 62% responden setuju bahwa konsistensi peraturan yang mengatur kegiatan usaha sudah berjalan baik. 70% responden setuju dengan penegakan hukum dalam kaitannya dengan dunia usaha sudah baik. 70% responden setuju bahwa pungli diluar birokrasi terhadap kegiatan usaha semakin berkurang.

Dari sisi variabel keuangan daerah 56% setuju bahwa jumlah APBD yang ada sekarang ini telah sesuai kebutuhan. 58% responden setuju dengan realisasi APBD sesuai dengan rencana program dan anggaran. 56% responden setuju dengan tingkat penyimpangan dalam penggunaan APBD relatif rendah.

Kemudian dari sisi variabel aparatur dan pelayanan, 60% responden setuju birokrasi pelayanan terhadap dunia usaha semakin baik. 54% responden setuju penyalahgunaan wewenang oleh aparatur semakin berkurang. 46% responden setuju struktur pengutan oelh pemerintah daerah terhadap dunia usaha sudah sesuai.

Dan dari sisi variabel peraturan daerah, 62% responden setuju bahwa peraturan produk hukum daerah berupa pajak dan retribusi sudah mendukung kegiatan dunia usaha. 42% responden setuju dengan implementasi Perda sudah sesuai dengan yang ditetapkan.


(55)

Dari analisis persepsi masyarakat terhadap faktor kelembagaan daerah Kabupaten Langkat, peraturan produk hukum yang dirancang dan ditetapkan pemerintah daerah tergolong sudah sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Kondisi ini menunjukkan bahwa aparatur daerah sudah bekerja dengan baik dalam menciptakan situasi yang kondusif bagi daerah Kabupaten Langkat. Namun diharapkan lebih ditingkatkan lagi agar member pengaruh yang lebih besar untuk meningkatkan daya saing ekonomi Kabupaten Langkat.

                       


(56)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan analisis dan pembahasan yang dilakukan, dapat disimpulkan beberapa hal, antara lain:

1. Dari hasil pembobotan dan pemeringkatan, faktor utama penentu daya saing ekonomi Kabupaten Langkat adalah faktor tenaga kerja dan produktivitas dengan bobot sebesar 0,283. Peringkat kedua adalah faktor infrastruktur fisik dengan bobot 0,261. Kemudian peringkat ketiga adalah faktor perekonomian daerah dengan bobot 0,224. Lalu peringkat keempat, faktor sosial politik dengan bobot 0,124. Dan yang terakhir faktor kelembagaan di peringkat kelima dalam mempengaruhi daya saing Kabupaten Langkat dengan bobot 0,107.

2. Pada faktor tenaga kerja dan produktivitas, variabel pendukung yang paling mempengaruhi adalah variabel produktivitas tenaga kerja dengan bobot 0,553 atau 51% dari keseluruhan variabel yang mempengaruhi faktor tenaga kerja dan produktivitas.

3. Faktor infrastruktur fisik, variabel pendukung yang paling mempengaruhi adalah variabel kualitas infrastruktur fisik yang memiliki bobot 0,636 atau 64% dari keseluruhan variabel yang mempengaruhi faktor infrastruktur fisik.


(57)

4. Faktor perekonomian daerah, variabel pendukung yang memiliki bobot tertinggi adalah variabel potensi ekonomi dengan bobot 0,623 atau 62% dari keseluruhan variabel yang mempengaruhi faktor perekonomian daerah.

5. Faktor sosial politik di Kabupaten Langkat, variabel pendukung yang paling mempengaruhi adalah variabel stabilitas politik yang memiliki bobot 0,405 atau 40% dari keseluruhan variabel yang mempengaruhi faktor sosial politik.

6. Faktor kelembagaan di Kabupaten Langkat, variabel pendukung dengan bobot terbesar adalah variabel peraturan daerah dengan bobot 0,325 atau 33% dari keseluruhan variabel yang mempengaruhi faktor kelembagaan.

5.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan diatas dapat diberikan saran antara lain:

1. Dalam produktivitas tenaga kerja diperlukan perbaikan seperti memberikan pelatihan kepada masyarakat sekitar agar meningkatkan sumber daya manusia daerah Kabupaten Langkat. Sehingga ketersediaan tenaga kerja dapat mengimbangi kebutuhan SDM yang berkualitas.

2. Perlunya pemerataan pembangunan hingga ke daerah-daerah di Kabupaten Langkat agar terciptanya infrastruktur yang memadai sehingga mendorong investor untuk berinvestasi di Kabupaten Langkat guna meningkatkan perekonomian dan meningkatkan peringkat daya saing ekonomi Kabupaten Langkat.


(58)

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, P., Alisjahbana, Armida, S., Effendi, N., Boediono, 2002. Daya Saing

Daerah, Konsep dan Pengukurannya di Indonesia, Edisi 1, BPFE,

Yogyakarta.

Badan Pusat Statistik, Tanjung Balai dalam Angka, Berbagai Edisi, Medan.

Hidayat, Paidi. 2012. Analisis Daya Saing Ekonomi Kota Medan.Jurnal. Universitas Sumatera Utara: Dosen Departemen Ekonomi Pembangunan. Indrawati, Dede. 2012. Analisis Elemen-Elemen Prakondisi Pembentukan Daerah

Otonom Baru Dan Daya Saing Investasi Daerah Otonom Baru (Studi Di

Kabupaten Bandung Barat).Skripsi. Universitas Indonesia: Fakultas Ilmu

Sosial dan Ilmu Politik.

Irawati, Ira, dkk, 2008. Pengukuran Tingkat Daya Saing Daerah Berdasarkan Variabel Perekonomian Daerah, Variabel Infrastruktur, Sumber Daya Alam dan Variabel Sumber Daya Manusia di Wilayah Provinsi Sulawesi Tenggara

Kuncoro, Mudrajat. 2012. Perencanaan Daerah : Bagaimana Membangun Ekonomi Lokal, Kota, dan Kawasan ?. Jakarta: Salemba Empat.

Millah, Anita Nur, 2013. “Analisis Daya Saing Daerah di Jawa”. Skripsi,

Semarang.

Peter Abdullah & Armida S. Alisjahbana &Nurry Efendi & Budiono. 2002.

Daya Saing Daerah Konsep dan Pengukurannya di Indonesia. Yogyakarta:

BPFE.

PPSK BI dan LP3E FE UNPAD. 2008. Profil dan Pemetaan Daya Saing Ekonomi Daerah Kabupaten/Kota di Indonesia.Jakarta : Rajawali Pers.

Porter, Michael E, 1990. The Competitive Advantage of Nation, The Free Press. Saaty, Thomas L, 1990. Decision Making For Leader :The Analytic Hierarchy

Process For Decision in A Complex World, University of Pittsburgh,

Pittsburgh.

Sugiyono, Fx, 2004. “Peningkatan Daya Saing Ekonomi Indonesia”, Jurnal Dinamika Ekonomi dan Bisnis, Vol. 1 No. 1, hal 14-27.

Taniredja, Tukiran., Hidayati Mustafidah, 2011, Penelitian Kuantitatif, Alfabeta, Bandung


(59)

UK-DTI dan Regional Competitiveness Indicators & Centre For Urban and Regional Studies. 1998. Competitiveness Project 1998 and Regional Branchmarking Report.

World Economic Forum. 2011. The Global Competitiveness Report. Oxford University Press, New York.

Website :

- http://www.penataanruang-sumut.net/sites/default/files/Microsoft%20Word%20-%20KABUPATEN%20LANGKAT_0.pdf

- http://disnakertransduk.jatimprov.go.id/ketenagakerjaan/882-daya-saing-19-provinsi-bawah-rerata-nasional.

- http://langkatkab.go.id.

- http://elib.unikom.ac.id/files/disk1/402/jbptunikompp-gdl-waodesitir-20080-3-babii2-u.pdf 

- www.bpslangkatkab.go.id  

   


(1)

atau dengan presentase 25%. Dan yang terakhir variabel aparatur dengan bobot 0,159 atau dengan presentase 16%.

Dari sisi variabel kepastian hukum, 62% responden setuju bahwa konsistensi peraturan yang mengatur kegiatan usaha sudah berjalan baik. 70% responden setuju dengan penegakan hukum dalam kaitannya dengan dunia usaha sudah baik. 70% responden setuju bahwa pungli diluar birokrasi terhadap kegiatan usaha semakin berkurang.

Dari sisi variabel keuangan daerah 56% setuju bahwa jumlah APBD yang ada sekarang ini telah sesuai kebutuhan. 58% responden setuju dengan realisasi APBD sesuai dengan rencana program dan anggaran. 56% responden setuju dengan tingkat penyimpangan dalam penggunaan APBD relatif rendah.

Kemudian dari sisi variabel aparatur dan pelayanan, 60% responden setuju birokrasi pelayanan terhadap dunia usaha semakin baik. 54% responden setuju penyalahgunaan wewenang oleh aparatur semakin berkurang. 46% responden setuju struktur pengutan oelh pemerintah daerah terhadap dunia usaha sudah sesuai.

Dan dari sisi variabel peraturan daerah, 62% responden setuju bahwa peraturan produk hukum daerah berupa pajak dan retribusi sudah mendukung kegiatan dunia usaha. 42% responden setuju dengan implementasi Perda sudah sesuai dengan yang ditetapkan.


(2)

Dari analisis persepsi masyarakat terhadap faktor kelembagaan daerah Kabupaten Langkat, peraturan produk hukum yang dirancang dan ditetapkan pemerintah daerah tergolong sudah sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Kondisi ini menunjukkan bahwa aparatur daerah sudah bekerja dengan baik dalam menciptakan situasi yang kondusif bagi daerah Kabupaten Langkat. Namun diharapkan lebih ditingkatkan lagi agar member pengaruh yang lebih besar untuk meningkatkan daya saing ekonomi Kabupaten Langkat.

                       


(3)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan analisis dan pembahasan yang dilakukan, dapat disimpulkan beberapa hal, antara lain:

1. Dari hasil pembobotan dan pemeringkatan, faktor utama penentu daya saing ekonomi Kabupaten Langkat adalah faktor tenaga kerja dan produktivitas dengan bobot sebesar 0,283. Peringkat kedua adalah faktor infrastruktur fisik dengan bobot 0,261. Kemudian peringkat ketiga adalah faktor perekonomian daerah dengan bobot 0,224. Lalu peringkat keempat, faktor sosial politik dengan bobot 0,124. Dan yang terakhir faktor kelembagaan di peringkat kelima dalam mempengaruhi daya saing Kabupaten Langkat dengan bobot 0,107.

2. Pada faktor tenaga kerja dan produktivitas, variabel pendukung yang paling mempengaruhi adalah variabel produktivitas tenaga kerja dengan bobot 0,553 atau 51% dari keseluruhan variabel yang mempengaruhi faktor tenaga kerja dan produktivitas.

3. Faktor infrastruktur fisik, variabel pendukung yang paling mempengaruhi adalah variabel kualitas infrastruktur fisik yang memiliki bobot 0,636 atau 64% dari keseluruhan variabel yang mempengaruhi faktor infrastruktur


(4)

4. Faktor perekonomian daerah, variabel pendukung yang memiliki bobot tertinggi adalah variabel potensi ekonomi dengan bobot 0,623 atau 62% dari keseluruhan variabel yang mempengaruhi faktor perekonomian daerah.

5. Faktor sosial politik di Kabupaten Langkat, variabel pendukung yang paling mempengaruhi adalah variabel stabilitas politik yang memiliki bobot 0,405 atau 40% dari keseluruhan variabel yang mempengaruhi faktor sosial politik.

6. Faktor kelembagaan di Kabupaten Langkat, variabel pendukung dengan bobot terbesar adalah variabel peraturan daerah dengan bobot 0,325 atau 33% dari keseluruhan variabel yang mempengaruhi faktor kelembagaan.

5.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan diatas dapat diberikan saran antara lain:

1. Dalam produktivitas tenaga kerja diperlukan perbaikan seperti memberikan pelatihan kepada masyarakat sekitar agar meningkatkan sumber daya manusia daerah Kabupaten Langkat. Sehingga ketersediaan tenaga kerja dapat mengimbangi kebutuhan SDM yang berkualitas.

2. Perlunya pemerataan pembangunan hingga ke daerah-daerah di Kabupaten Langkat agar terciptanya infrastruktur yang memadai sehingga mendorong investor untuk berinvestasi di Kabupaten Langkat guna meningkatkan perekonomian dan meningkatkan peringkat daya saing ekonomi Kabupaten Langkat.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, P., Alisjahbana, Armida, S., Effendi, N., Boediono, 2002. Daya Saing Daerah, Konsep dan Pengukurannya di Indonesia, Edisi 1, BPFE, Yogyakarta.

Badan Pusat Statistik, Tanjung Balai dalam Angka, Berbagai Edisi, Medan.

Hidayat, Paidi. 2012. Analisis Daya Saing Ekonomi Kota Medan.Jurnal. Universitas Sumatera Utara: Dosen Departemen Ekonomi Pembangunan. Indrawati, Dede. 2012. Analisis Elemen-Elemen Prakondisi Pembentukan Daerah

Otonom Baru Dan Daya Saing Investasi Daerah Otonom Baru (Studi Di Kabupaten Bandung Barat).Skripsi. Universitas Indonesia: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.

Irawati, Ira, dkk, 2008. Pengukuran Tingkat Daya Saing Daerah Berdasarkan Variabel Perekonomian Daerah, Variabel Infrastruktur, Sumber Daya Alam dan Variabel Sumber Daya Manusia di Wilayah Provinsi Sulawesi Tenggara

Kuncoro, Mudrajat. 2012. Perencanaan Daerah : Bagaimana Membangun Ekonomi Lokal, Kota, dan Kawasan ?. Jakarta: Salemba Empat.

Millah, Anita Nur, 2013. “Analisis Daya Saing Daerah di Jawa”. Skripsi, Semarang.

Peter Abdullah & Armida S. Alisjahbana &Nurry Efendi & Budiono. 2002. Daya Saing Daerah Konsep dan Pengukurannya di Indonesia. Yogyakarta: BPFE.

PPSK BI dan LP3E FE UNPAD. 2008. Profil dan Pemetaan Daya Saing Ekonomi Daerah Kabupaten/Kota di Indonesia.Jakarta : Rajawali Pers.

Porter, Michael E, 1990. The Competitive Advantage of Nation, The Free Press. Saaty, Thomas L, 1990. Decision Making For Leader :The Analytic Hierarchy

Process For Decision in A Complex World, University of Pittsburgh, Pittsburgh.

Sugiyono, Fx, 2004. “Peningkatan Daya Saing Ekonomi Indonesia”, Jurnal Dinamika Ekonomi dan Bisnis, Vol. 1 No. 1, hal 14-27.

Taniredja, Tukiran., Hidayati Mustafidah, 2011, Penelitian Kuantitatif, Alfabeta, Bandung


(6)

UK-DTI dan Regional Competitiveness Indicators & Centre For Urban and Regional Studies. 1998. Competitiveness Project 1998 and Regional Branchmarking Report.

World Economic Forum. 2011. The Global Competitiveness Report. Oxford University Press, New York.

Website :

- http://www.penataanruang-sumut.net/sites/default/files/Microsoft%20Word%20-%20KABUPATEN%20LANGKAT_0.pdf

- http://disnakertransduk.jatimprov.go.id/ketenagakerjaan/882-daya-saing-19-provinsi-bawah-rerata-nasional.

- http://langkatkab.go.id.

- http://elib.unikom.ac.id/files/disk1/402/jbptunikompp-gdl-waodesitir-20080-3-babii2-u.pdf 

- www.bpslangkatkab.go.id