Ritual Tabuh Rah dan Judi Tajen (Studi Pada Masyarakat Etnis Bali di Desa Restu Rahayu Kecamatan Raman Utara, Lampung Timur)

(1)

RitualTabuh Rahdan JudiTajen

(Studi Pada Masyarakat Etnis Bali di Desa Restu Rahayu Kecamatan Raman Utara, Lampung Timur)

Oleh Widi Emylia

Tabuh rahmerupakan ritual suci umat Hindu yang dilaksanakan dengan cara perang satha, dimana dua ayam diadu sampai salah satu mengeluarkan darah dan darahnya jatuh ke tanah (pertiwi).Tajenmerupakan aktifitassabung ayam

(mengadu ayam) namun tidak mengandung unsur keagamaan. Tujuan dari penelitian ini adalah (1) menjelaskan makna ritualtabuh rahdan juditajen,(2) menganalisis proses pelaksanaan kegiatantabuh rahdan juditajendi Desa Restu Rahayu, Kecamatan Raman Utara Lampung Timur.

Penelitian ini dilaksanakan dengan pendekatan kualitatif. Metode mengumpulkan data dilakukan dengan teknik wawancara, observasi, dan dokumentasi. Analisis data dilakukan dengan cara reduksi data, penyajian data, dan penarikan

kesimpulan. Informan ditentukan secarapurposivedan yang diwawancarai adalah sebanyak delapan orang (tiga orang sebagaipemangkuadat dan lima orang

sebagai pemain juditajen) yang tinggal di Desa Restu Rahayu.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa meskipuntabuh rahdantajenmemiliki cara pelaksanaan yang sama, namun sebenarnyatabuh rahdantajenmerupakan dua aktifitas yang berbeda.Tabuh rahbagi masyarakat Desa Restu Rahayu dipandang sebagai ritual pemberiansegehankepadabhuta kalaagar tidak mengganggu kehidupan manusia, sedangkantajenlebih kepada perjudian dan merupakan perbuatan yang berdosa. Juditajendapat terjadi akibat dari ritual tabuh rahyang diselewengkan. Agartabuh rahtidak lagi diselewengkan menjadi juditajen,maka di Desa Restu Rahayutabuh rahtidak lagi menggunakan ayam, tetapi digantikan dengan telur atau kelapa.

Kata Kunci:Tabuh Rah, Tajen, Sabung Ayam,Etnis Bali,Segehan, Bhuta Kala.


(2)

Ritual Tabuh Rah And Gamble Tajen

(Study In Balinese Ethnic Society At Village Restu Rahayu Raman Utara District, Lampung Timur)

By Widi Emylia

Tabuh rah (set two cocks in a fight) be hindu people holy ritual the execution is carried out by war satha, where two chickens fight until one of them take outside blood and the blood down to the ground (bation). Tajen be cock fight activities ( chicken fight) but doesn't contain religious element. Aim from this watchfulness (1) explains ritual meaning tabuh rah and gamble tajen, (2) analyze activity execution process tabuh rah and gamble tajen exist in village Restu Rahayu, district Raman Utara Lampung Timur.

This watchfulness is carried out with approach qualitative. Method gathers data is done with interview technique, observation, and documentation. Data analysis is done by data rediction, data presentation, and conclusion withdrawal. Informant is determined according to purposive and interviewed as much as eight person (three person as pemang customs and five person as gambler tajen) that village Restu Rahayu.

This watchfulness result shows that although tabuh rah and tajen has execution manner same, but actually tabuh rah and tajen be two activities differ. Tabuh rah for blessing village society rahayu looked at as ritual gift segehan to bhuta kala so that doesn't disturb human life, while tajen more to gambling and be that deed. Gamble tajen result ritual tabuh rah that misappropriated. So that tabuh rah not again

misappropriated to be gamble tajen, so at blessing village rahayu tabuh rah not again use chicken, but replaced with egg or coconut.


(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

Penulis dilahirkan pada tanggal 07 Mei 1992 di Gajah Timur II Kecamatan Kotagajah Kabupaten Lampung Tengah. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Sabar Edi Prayitno dan Ibu Siwiyati. Pendidikan yang pernah ditempuh oleh penulis adalah:

1. Taman Kanak-kanak Aisyah Kotagajah, Lampung Tengah yang diselesaikan pada tahun 1999

2. Sekolah Dasar Negeri 2 Kotagajah Lampung Tengah yang diselesaikan pada tahun 2004

3. SMP Wiratama Kotagajah Lampung Tengah yang diselesaikan pada tahun 2007

4. SMA Negeri 1 Kotagajah Lampung Tengah yang diselesaikan pada tahun 2010.

Pada tahun 2010 penulis diterima sebagai mahasiswa Universitas Lampung di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Jurusan Sosiologi. Dalam perjalanan menempuh pendidikan ini penulis mengikuti Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Kelurahan Sukadanaham Kota Bandar Lampung pada tahun 2013.


(8)

Allah tidak membebani seseorang itu melainkan sesuai dengan kesanggupannya. (Q.S. Al-Baqarah: 286)

Sesuatu yang belum dikerjakan seringkali nampak mustahil, kita baru yakin kalau kita telah melakukannya dengan baik (Evelyn Underhill) Jangan sampai ayam jantan lebih pandai darimu. Ia berkokok di waktu subuh, sedang kamu tetap lelap dalam tidur. (Lukman Hakim). Musuh yang paling berbahaya di atas dunia ini adalah penakut dan bimbang. Teman yang paling setia, hanyalah keberanian dan keyakinan yang teguh (Andrew Jackson)


(9)

Bismillahirrohmanirrohiim

Kupersembahkan karyaku ini untuk papa dan mamaku

tersayang yang tiada hentinya memberikan cinta, do a,

dan dukungan untuk keberhasilanku

Adikku tersayang Galih Prayitno, yang memberikan

semangat berkarya dan sukses demi kebahagiaan kedua

orang tua dan keluarga

Sahabat-sahabat terbaikku yang menjadi inspirasi dan

motivator luar biasa dalam setiap langkahku


(10)

Assalamu alaikum Wr. Wb.

Alhamdulillahirobbil’alamin, puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah

memberikan rahmat, hidayah dan inayah-Nya di setiap perjalanan hidup dalam menempuh pendidikan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul“RitualTabuh Rahdan JudiTajensebagai salah satu syarat untuk

memperoleh gelar sarjana Sosiologi pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik di Universitas Lampung.

Dalam penulisan skripsi ini banyak pihak yang telah memberikan bimbingan, motivasi serta dukungan kepada penulis. Atas segala bantuan yang diterima, dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Drs. Hi. Agus Hadiawan, M.Si., selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung.


(11)

proses penyelesaian skripsi ini.

4. Drs. Bintang Wirawan, M.Hum., terimakasih banyak atas segala saran dan bimbingan selama menjadi mahasiswa dan selama proses penyelesaian skripsi ini.

5. Ibu Dra. Anita Damayantie, M.H., selaku Pembimbing Akademik terimakasih banyak atas segala saran dan bimbingan selama menjadi mahasiswa.

6. Terimakasih banyak kepada seluruh dosen-dosen sosiologi yang telah banyak memberikan ilmu dan inspirasi besar dalam hidup penulis, Ibu Endry, Ibu Paraswati, Ibu Dewi, Ibu Erna, Ibu Vivit, Ibu Yuni, Pak Ben, Pak Ikram, Pak Suwarno, Bung Pay, Pak Usman, Pak Fahmi. Terimakasih untuk setiap pengetahuan dan motivasi baru yang penulis peroleh setiap harinya selama kuliah.

7. Kepada kedua orangtuaku Sabar Edi Prayitno (terimakasih papa yang senantiasa memberikan dukungan dan semangat kepada Emy sampai Emy menyelesaikan skripsi), Siwiyati (terimakasih mamaku tercinta atas doa, dukungan, dan semangat yang mama berikan kepada Emy sampai emy bisa seperti ini).

8. Kepada semua kakek dan nenek (dari papa dan mama) yang senantiasa selalu sehat dan terus memberikan doa kepada saya.

9. Kepada seluruh keluarga besar (dari keluarga mama) yang tiada henti-hentinya memberikan semangat, doa, dan dukungan, Galih (terimakasih


(12)

bantuan dalam menyelesaikan skripsiku), Bulek Kodek dan Pak Ayan (terimakasih sebagai bulek, bulek telah banyak memberikan saran dan inspirasi buat saya),Bude dan Pa’de Tina (terimakasih bantuannya selama ini, sehingga saya menyelesaikan skripsi), kepada Paman Suweco dan

Mekman(terimakasih untuk nasehat-nasehat yang gak pernah berhenti), seluruh saudara-saudaraku Mbak Tina, Adik Yuli, Adik komang, Adik Ayu, Adik Iman, Adik Doni, Adik Aldo, Adik Cacan, Adik Dea, Adik Kadek, Adik Andre, Adik Nia, dan Adik Arya (terimakasih atas canda dan semangat yang kalian berikan) .

10. Kepada keluarga (dari papa) yang tidak henti-hentinya memberikan

dorongan dan bantuan kepada saya. Kepada Pa’de Sukadi dan Bude (terimakasih atas semuanya), untuk saudara-saudaraku Mbak Novi, Mbak Fitri, Mas Agus, dan Mas Joni (terimaksih doa dan bantuan kalian semua). Terimakasih untuk keponakan-keponakan saya Lutfi dan Bagas.

11. Terimakasih untuk setiap kebersamaan kita dan kebahagiaan yang tercipta disetiap kebersamaaan itu keluarga besar saya.

12. Sahabat-sahabat kecilku Nitha, Dyah, Citra (Ndok), Nita, Depi, terimakasih kita semua masih bisa bertemu dan berkumpul-kumpul bersama.

13. Sahabat-sahabat saya“PELANGI”, Ayu, Desti, Arini, Mona, Fanny, dan Peni semoga kita tidak akan pernah lupa satu sama lain meskipun


(13)

jangkueng, Aziz, Emile, Sulisetiawan. S.Sos. (sahabat yang selalu memberikan petuah-petuahnya), Auliya, Cyntia, Desi, Ega, Nona, Rana, Sely, Dwi, Vivit, dan seluruh teman-teman yang tidak bisa saya sebutkan. Terimakasih untuk waktu dan kebersamaan kita lewati, canda, tawa, haru, duka kita jalani bersama di Sosiologi, saya bahagia, saya bangga, dan saya bersyukur memiliki kalian semua dalam sejarah hidup saya. Terimakasih telah menjadi bagian dalam perjalanan kesuksessan ini.

15. Kawan-kawan KKN Sukadanaham, Abang Ponco, Abang Anjas, Ridwan Richard, Hero, Rangga, Reinah, Rizka, Ranti, Mbak Lia, Mbak Nuke, Mbak Dewi, Yunita, Rossy. Terimakasih untuk kebersamaan,

kekompakkan, waktu, canda, tawa, yang kita telah lalui bersama. Terimakasih yang sampai saat ini kita masih tetap bersama.

16. Seluruh penghuni Asrama Dewi Sri, Mbak Puspa, Mbak Hade, Mbak Wind, Mbak Eka, Mbak Rini, Intan, Devi, Vivi, dan Yaya. Terimakasih atas semangat dan nasehat yang telah kalian berikan disaat aku sedang pusing dan penat menghadapi skripsi. Terimakasih atas canda, kegilaan, kebersamaan, dan tawa gila kalian selama ini. Semoga kita akan selalu tertawa.

17. Seluruh Mbak-mbak Dewi Sri, terimakasih semua yang telah kita lalui bersama (Mbak Ira, Mbak Nunik, Mbak Debi).

18. Seluruh pihak yang berperan besar dalam perjalanan penulis mencapai semua ini, penulis ucapkan terimakasih (syukron) dan


(14)

penulis semoga skripsi ini bermanfaat dan dapat memberikan informasi untuk seluruh pihak. Semoga kita semua selalu dalam lindungan-Nya dan senantiasa menjadi orang-orang yang istiqomah berada di jalan-Nya. Amin.

Wassalamu alaikum Wr. Wb.

Bandar Lampung, Januari 2015 Penulis,


(15)

A. Latar Belakang

Etnis Bali memiliki kebudayaan dan kebiasaan yang unik, yang mana kebudayaan dan kebiasaan tersebut dapat dijadikan sebagai identitas atau jatidiri mereka. Kebudayaan yang dimiliki etnis Bali bermacam-macam, seperti kebudayaan yang sifatnya tradisional maupun bersifat modern. Etnis bali mampu masuk ke dalam wilayah etnis lain namun tidak pernah menghilangkan kebudayaan dan kebiasaan yang mereka miliki, karena kebudayaan dan kebiasaan tersebut telah mendarah daging dalam kehidupan mereka.

Di Pulau Sumatra tepatnya di wilayah Lampung banyak masyarakat etnis Bali yang tinggal menetap di sana, meskipun masyarakat etnis Bali telah berbaur dengan masyarakat etnis Lampung namun kebudayaan dan kebiasaan mereka tidak pernah hilang. Di Lampung, sebagian besar dari masyarakat etnis Bali tinggal di lingkungan komunitas mereka sendiri dan tidak tinggal berdampingan dengan suku asli Lampung. Di Desa Restu Rahayu Kecamatan Raman Utara, Lampung Timur merupakan salah satu contohnya, masyarakat yang tinggal di desa tersebut sebagian besar merupakan etnis Bali. Masyarakat etnis Bali sebagian besar beragama Hindu.

Agama Hindu merupakan agama yang memiliki nilai-nilai yang universal, seperti religius, estetika, solidaritas, dan keseimbangan. Nilai-nilai tersebut yang selalu


(16)

dijalankan dan dijadikan sebagai pedoman oleh masyarakat etnis Bali dalam kehidupan sehari-hari. Selain nilai-nilai, agama Hindu memiliki tiga kerangka dasar yang harus dipahami dan ditaati oleh umat Hindu, yaitutatwa, susila,dan upacara/ritual. Dari tiga unsur kerangka dasar di atas yang menjadi ciri khas umat Hindu etnis Bali adalah upacara atau ritual.

Masyarakat Bali yang beragama Hindu memiliki berbagai macam bentuk upacara atau ritual keagamaan, seperti upacaramasakapanataupewiwahanatau yang lebih kita kenal dengan upacara perkawinan adat Bali,panggur(potong gigi),

ngaben(pembakaran mayat), dan bahkan upacara persembahan suci seperti ritual

tabuh rah.

Umat Hindu di Bali dalam kehidupannya menjadi harmonis dengan menjalankan ajaranTri Hita Karana,yaitu tiga penyebab kebahagiaan, atau dengan kata lain menjadikan kehidupan masyarakat menjadi seimbang yang pada akhirnya

memberikan kebahagiaan.Tri Hita Karanaberasal dari kataTriyang artinya tiga,

Hitayang artinya hubungan, danKaranaartinya harmonis, dengan kata lainTri Hita Karanaberarti tiga bentuk hubungan yang menjadikan manusia hidup harmonis yang menyebabkan timbulnya kebahagiaan (Astiti, 2011: 28).

Tiga bentukTri Hita Karanaadalah (1) hubungan yang harmonis antara manusia dengan Tuhan, dimana manusia harus patuh dan taat pada Tuhan karena manusia merupakan ciptaan Tuhan Yang Maha Kuasa, (2) hubungan yang harmonis antara manusia dengan manusia, karena manusia tidak dapat hidup sendiri (manusia merupakan makhluk sosial yang membutuhkan orang lain), dan (3) hubungan yang harmonis antara manusia dan alam semesta, dimana manusia selalu


(17)

bergantung pada alam, mulai dari sandang, pangan, dan papan. Masyarakat etnis Bali juga menganggap alam merupakan bagian dari mereka yang tidak dapat dipisahkan (Sudira, 2011: 2). Masyarakat Hindu meyakini bahwa tidak hanya makhluk hidup (manusia, hewan, tumbuhan) saja yang tinggal di alam semesta, melainkan juga terdapat makhluk yang tidak bisa terlihat oleh panca indra (makhluk gaib). Makhluk gaib ada yang baik dan jahat, karena itu agar tidak diganggu oleh makhluk hidup yang jahat maka mereka harus memberikan persembahan.

Pada setiap upacarayajna,umat Hindu selalu melakukan upacara persembahan suci kepadabhutadankalakarenabhutadankalamerupakan salah satu dari unsur alam. Upacara persembahan suci dilakukan dengan cara mengorbankan hewan ternak, seperti kerbau, bebek, ayam, dan lainnya. Persembahan juga dapat dilakukan dengan cara perangsatha, yaitu pertarungan dalam rangkaian korban suci yang melambangkan penciptaan, pemeliharaan, danpralina(pemusnahan). Perangsathadalam etnis Bali lebih dikenal dengan sebutantabuh rah.Mayarakat Bali memaknai perangsathasebagai simbol dari perjuangan hidup manusia. Pelaksanaantabuh rahdilakukan tiga babak atau tiga putaran karena mengandung arti magis bilangan tiga, yakni sebagai lambang dari permulaan, tengah, dan akhir. Hewan yang digunakan dalam pelaksanaantabuh rahbiasanya menggunakan enam ekor ayam jantan. Selain ayam jantan, ritualtabuh rahjuga dapat menggunakan telur sebagai penggantinya. Apabila orang melihattabuh rah,

sepintas mirip seperti sabung ayam, namun sebenarnya kedua hal tersebut berbeda. Menurut kepercayaan masyarakat Bali,tabuh rahmerupakan sebuah


(18)

ritual religius yang harus dijaga, karena kepercayaan merupakanadrikodatidi atas manusia (Putra, 2013: 18).

Mereka percaya bahwa kekuatan yang berkaitan dengan religi atau keagamaan merupakan perintah dari Yang Maha Kuasa yang harus dilaksanakan. Ritual religius dalamtabuh rahbermakna sebagai persembahan suci yang ditujukan untukbhutadankala,yaitu makhluk halus jahat yang sifatnya merusak, sehingga

tabuh rahdiadakan sebagai persembahan atau pengorbanan suci kepadabhutadan

kala(Hidayat, 2011: 12).

Tabuh rahmerupakan ajang tontonan yang mengasikkan, namun dalam

pelaksanaannya tidak dilakukan setiap saat. Pelaksanaan dari ritual ini dilakukan saat upacarabhuta yajna,yaitu sebuah ritual yang dilakukan sebelum harinyepi

dan acara-acara lainnya sepertipiodalanataupujawali(Hidayat, 2011: 4). Tempat pelaksanaan ritualtabuh rahadalah di tempat yang dianggap suci bagi umat Hindu, sepertipura, merajan,atausanggah.

Tabuh rahmerupakan ritual keagamaan yang harus tetap dijaga karena ritual

tabuh rahsendiri merupakan salah satu bagian yang penting dari upacara suci dalam agama Hindu. Di kalangan masyarakat Jawa yang beragama Hindu,tabuh rahdikenal dengan sebutanmenetak gulu, namun masyarakat Bali lebih mengenal dengan sebutantabuh rah. Jadi, dapat dipastikan bahwatabuh rahmerupakan ritual yang bersumber dari ajaran agama dan harus dilaksanakan oleh masyarakat yang beragama Hindu (Hidayat, 2011: 4).

Masyarakat Indonesia bersifat tidak statis atau selalu dinamis, artinya selalu berubah dari suatu keadaan ke keadaan yang lain. Begitu pula yang terjadi pada


(19)

masyarakat Hindu Bali dan ritualtabuh rahyang hakekatnya merupakan ritual suci dan sakral, kini telah bergeser menjadi sebuah ajang perjudian yang dikenal dengan sebutantajen.Sebagian orang memahami bahwatajenmerupakan aktivitas yang maknanya sama sepertitabuh rah,namun pada hakekatnya sebenarnya berbeda (Morgan, dalam Putra, 2013: 22).

Tajenmerupakan sebuah ajang perjudian sabung ayam yang telah ada sejak zaman kerajaan-kerajaan di Bali. Awalnya dari seni permainansabung ayamyang memiliki nilai hiburan, namun lambat laun berubah menjadi ajang taruhan uang (agar menambah kegairahan bermain dengan harapan agar mendapatkan

kemenangan). Akibatnya, nilai sakral keagamaan yang terkandung dalam ritual

tabuh rahdan nilai hiburan darisabung ayammenjadi kabur, sedangkan unsur judi semakin menguat.

Tajenmerupakan aktivitas sabung ayam yang di dalamnya mengandung unsur perjudian tanpa adanya unsur ritual religius, selain itutajenjuga tidak memiliki makna tertentu dalam ajaran Hindu, bahkantajenharus diberantas dan tidak boleh dilestarikan. Namun di Bali sendiri (meskipun dilarang)tajenseringkali dijadikan sebagai sebuah ajang yang dapat menarik para wisatawan dari luar daerah, bahkan manca negara. Penikmattajenyang datang dari daerah-daerah lain bahkan manca negara, tidak hanya menonton, tetapi juga ikut berpartisipasi dalam perjudian. Pelaksanaan juditajendilakukan di luarpura(dapat dilakukan di mana saja) dan tidak harus dalam waktu tertentu seperti upacaratabuh rahdipuraataumerajan.

Pelaksanaantabuh rahmenggunakan tiga sistem putaran atau tiga babak,


(20)

dengan ketersediaan jumlah ayam jantan yang ingin diadu, bahkantajendapat dilakukan tiga hari tiga malam sesuai dengan keinginan para pemain.

Pemain atau pecandu judi daritajensendiri sebagian besar adalah kaum laki-laki, dan mereka rela menghabiskan waktu dalam rangkaian kegiatan tersebut.

Merawat ayam bagaikan merawat anak sendiri, seperti rajin memberi makan, minum, bahkan sampai mengajak berbicara ayam peliharaannya, sampai-sampai mereka melupakan kewajibannya (Geertz, 1973: 417).

Bagi sebagian masyarakat, kebiasaantajenini sulit dihilangkan karena telah mendarah daging. Pemerintah juga telah melarang kegiatan juditajentersebut karena perjudian pada hakekatnya bertentangan dengan agama, kesusilaan, dan Pancasila, serta membahayakan bagi penghidupan dan kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara (UU No 7 Tahun 1974).

Menurut KUHP Pasal 303 ayat 1, bagi orang yang terbukti melaksanakan judi akan dijatuhi hukuman (seberat-beratnya sepuluh tahun penjara dan denda sebesar-besarnya dua puluh lima juta rupiah). Selain itu kitabManawa DharmasastraIX.221 juga menjelaskan, perjudian dan pertaruhan supaya dihilangkan karena dapat merusak moral masyarakat dan diri kita sendiri. Kerusakan moral dapat meningkatkan angka kriminalitas sehingga menjadikan hidup masyarakat menjadi tidak tentram dan sejahtera. Selain meningkatkan angka kriminalitas, keharmonisan hubungan antara penduduk etnis Bali dengan penduduk etnis-etnis yang lain juga dapat terganggu.

Kegiatan juditajenjuga dilakukan masyarakat yang tinggal di Desa Restu Rahayu yang berada di wilayah Kecamatan Raman Utara, Lampung Timur. Kebanyakan


(21)

kaum pria di desa tersebut sering melakukan juditajen,yang terkadang dilakukan setiap minggu sekali. Mereka biasa melakukan juditajentersebut di tempat-tempat yang tertutup, seperti di tengah-tengah kebun karet.

Seharusnya ritualtabuh rahyang suci tetap dipertahankan sebagaimana mestinya, bukan disalahgunakan menjadi ajang perjudian yang dinamakantajen.Namun pada kenyataannya ritual suci tersebut telah disalahgunakan, dan itulah yang terjadi di Desa Restu Rahayu Kecamatan Raman Utara, Lampung Timur. Oleh karena itu, penelitian ini akan dilaksanakan dengan kajiansabung ayam, baik dalam kaitannya dengan ritual keagamaantabuh rahmaupun kaitannya dengan kegiatan perjudian (tajen), serta makna dari ritualtabuh rahsendiri.

B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah yang menjadi pokok penelitian ini adalah: 1. Apa makna dari ritualtabuh rahdan juditajen?

2. Bagaimana proses pelaksanaan upacaratabuh rahdan juditajenyang dilaksanakan di Desa Restu Rahayu, Kecamatan Raman Utara Lampung Timur?

C. Tujuan Penelitian

Dari rumusan masalah di atas maka tujuan penelitian ini adalah: 1. Menjelaskan makna dari ritualtabuh rahdan juditajen

2. Menganalisis proses pelaksanaan kegiatantabuh rahdan juditajenyang ada di Desa Restu Rahayu, Kecamatan Raman Utara Lampung Timur


(22)

D. Kegunaan Penelitian

Kegunaan dari penelitian ini adalah:

1. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan sosial atau sosiologi, khususnya sosiologi kebudayaan. Selain itu, hasil penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi rujukan dalam mengkaji permasalahan sosial dalam masyarakat yang erat kaitannya dengan perjudian sabung ayam.

2. Secara praktis, hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan serta pengetahuan bagi masyarakat umum, mengenai maknatabuh rahdantajen

sehingga masyarakat tidak lagi salah persepsi tentang maknatabuh rahdan


(23)

A. Ritual KeagamaanTabuh Rahdan JudiTajen

1. Tinjauan tentang Ritual-ritual Keagamaan yang MenggunakanTabuh Rah

Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang majemuk (beraneka ragam), bentuk dari kemajemukan ini diwujudkan dalam beraneka ragam ritual keagamaan dan upacara-upacara suci pada setiap suku dan wilayah tempat tinggal. Ritual keagamaan maupun upacara suci memiliki bentuk, cara, dan tujuan yang berbeda-beda antara masyarakat yang satu dengan yang lainnya sesuai denga kepercayaan yang dianut.

Ritual merupakan seperangkat tindakan yang selalu melibatkan aspek agama dan kekuatan magis yang dimantapkan oleh tradisi (Nugroho, 2010: 1), sedangkan

upakaramerupakan gerakan atau pelaksanaan dari rangkaian perbuatan atau upacara pada pelaksanaanyajna(upacara pengorbanan) yang dianggap suci. Bagi masyarakat Hindu, kegiatan ritual khususnya ritual keagamaan sangat penting bagi kehidupan mereka.

Ritual keagamaan merupakan perwujudan dari aktifitas-aktifitas manusia atau tindakan manusia untuk menunjukkan kebaktian sekaligus menjalin komunikasi dengan Tuhan, dewa-dewa, roh nenek moyang, dan makhluk-makhluk gaib


(24)

lainnya yang mereka percayai. Ritual keagamaan secara simbolik menggambarkan tujuan manusia dalam mencari keselamatan dan ketenangan secara spiritual. Pelaksanaan ritual keagamaan dilakukan secara khidmat, hati-hati, dan bijaksana karena tindakan dan rangkaian kegiatan tersebut merupakan sesuatu yang suci, baik upacara maupunupakaranya.Semua tindakan manusia selalu berkaitan dengan ritual, di manapun mereka berada dan bagaimana tipe dari manusia tersebut. Beberapa ritual diurai sebagai sebuah kebudayaan karena merupakan ciptaan, tindakan, atau kebiasaan dalam masyarakat.

Di Bali, ritual keagamaan dianggap sebagai kegiatan rutinitas yang dilakukan masing-masing anggota masyarakat. Setiap hari mereka melakukan kegiatan

upakararitual yang berkaitan dengan agama, seperti memberikan persembahan dalam bentukbanten/sesajendi dalam rumah, halaman, dansanggahmereka. Tujuan dari persembahan tersebut adalah agar rumah dan pekarangannya diberikan perlindungan oleh Tuhan Yang Maha Kuasa, serta memberikan ketenangan bagi setiap anggota keluarga.

Sanggahataumerajanmerupakan tempat suci untuk beribadah bagi suatu

keluarga tertentu.Sanggahberasal dari kata sanggar yang artinya tempat suci, dan

merajanberasal dari kataprajayang artinya keluarga. Secara singkat etnis Bali Hindu menyebut tempat persembahyangan keluarganya dengan sebutansanggah

ataumerajan. Disanggahataumerajan,sering diadakan upacara ritual

keagamaan sepertipiodalanataupujawaliyang dilaksanakan setiap tahun, sesuai dengan perhitungan kalendersakaBali.


(25)

Kegiatan ritual keagamaan juga dilakukan saat upacara atau acara-acara besar umat Hindu, sepertinyepi, galungan, kuningan, saraswati, siwa ratri,dan hari besar lainnya. Hari-hari perayaan tersebut memiliki makna dan fungsi yang berbeda-beda, sepertigalungan. Galunganmerupakan hari raya umat Hindu sebagai ucapan terimakasih kepada Tuhan Yang Maha Esa atas terciptanya dunia dan isinya. Dari berbagai hari besar umat Hindu tersebut, beberapa diantaranya menggunakan ritualtabuh rah,sepertinyepi, piodalanataupujawaliyang diadakan diPura.

Nyepimerupakan hari raya umat Hindu yang dirayakan setiap tahun baruSaka

berdasarkan penanggalan/kalendersakayang dimulai sejak tahun 78 Masehi. Umat Hindu merayakan hari rayanyepimulai tiga hari sebelum hari H, sampai beberapa hari sesudah harinyepi.Sehari sebelumnyepi,yaitu saatTilem Sasih Kesanga(bulan mati yang ke 9), umat Hindu melaksanakan upacarabhuta yajna

yang diikuti oleh semua masyarakat, mulai dari keluarga, warga banjar, desa, kecamatan, dan seterusnya.

Masing-masing lapisan masyarakat memberikan persembahan sesuai dengan kemampuan ekonomi yang dimiliki. Persembahan melaluipecaruanyang dikorbankan merupakannyomya,yaitu persembahan yang dapat menetralisir kekuatan negatifbhuta kalaagar segala kekotoran (leteh) yang menyebabkan bahaya dapat hilang (Noviasih: 2).

Umat Hindu merayakannyepidengan cara tidak melakukan aktifitas apapun seperti biasanya. Pada hari itu, suasana tampak seperti mati atau tak berpenghuni (karena mereka melakukancatur brata penyepian, yang terdiri dariamati geni


(26)

atau tidak menghidupkan api,amati karyaatau tidak bekerja,amati lelunganatau tidak berpergian, danamati lelanguanatau tidak bersenang-senang).

Selain pada harinyepi,acara lain yang menggunakantabuh rahadalahpiodalan

ataupujawali. Piodalanataupujawaliadalah sebuah upacara umat Hindu diPura

atau tempat bangunan suci.Piodalanbertujuan untuk menjaga dan memelihara secara spiritual tempat-tempat suci, yaitu suatu tempat pemujaanSang Hyang Widhi(Swarsi, 2003: 7).

Peranyaanpiodalanataupujawalibiasanya dilakukan dipuradansanggahatau

merajan. Piodalanmerupakan upacaraDewa Yajna,terutama saatpiodalandi

sanggahataumerajan.Perayaan semacam ini diartikan sebagai bentuk

perenungan atas kekurangan diri seseorang, karena kemampuan manusia yang terbatas sehingga dapat mendekatkan diri kepada para leluhur, dewa ataubetare

yang berada padasanggahataumerajandi setiap rumah.

Upacarapiodalanyang dilaksanakan disanggahataumerajantidak sebesar seperti yang dilaksanakan dipura(karena biaya yang dikeluarkan tidak sedikit), sehinggapiodalandisanggahtidak menggunakantabuh rah, namun digantikan dengan persembahan telur.Piodalanyang menggunakan ritualtabuh rahbiasanya dilakukan dipura.

Istilahpuraberasal dari bahasa sansekerta yang artinya kota atau benteng.Pura

merupakan tempat ibadah umat Hindu, yaitu tempat untuk memujaSang Hyang Widhi(Tuhan Yang Maha Esa). Yang dimaksud dengan tempat ibadah adalah sebuah tempat yang dipandang suci atau yang disucikan oleh umat Hindu dalam suatu acara tertentu (Ambara, 2006: 21).


(27)

Acara-acara sepertinyepidanpiodalandilengkapi dengan pemberiansesajen

(umat Hindu menyebutnya dengan istilahbanten).Bantenberasal dari katabang

yang artinya Brahma danentenyang artinya ingat atau yang dibuat sadar.Banten

merupakan alat bantu dalam pemujaan.Sesajenataubantenyang biasanya ada saat ritual keagamaan, diantaranya daun, bunga, buah, air, dan api. Fungsi dari

bantensendiri adalah sebagai ucapan terimakasih dan alat perantara untuk

berkomunikasi kepadaHyang Widhi.Disamping itubantenjuga dimanifestasikan sebagai alat pensucian, dan sebagai pengganti mantra.

Bantenselalu berhubungan dengan upacara keagamaan, terutama agama Hindu. Menurut Smith dalam teorinya berpendapat bahwa, terdapat tiga gagasan dalam religi atau agama, yaitupertama,sistem upacara merupakan suatu perwujudan dari religi atau agama,kedua,bagi para pemeluk agama upacara religi atau keagamaan yang dilaksanakan warga masyarakat secara bersama-sama

mempunyai fungsi sosial untuk menjaga solidaritas mereka, danketiga, fungsi persembahan (bersaji) dalam upacara keagamaan (Smith dalam Widnyana, 2013: 9).

Dalam upacara keagamaan dimana manusia menyajikan sebagian dari tubuh binatang, terutama darah kemudian dipersembahkan kepada dewa, roh nenek moyang, dan makhluk gaib lainnya, menurut Smith merupakan bentuk solidaritas kepada dewa-dewa. Bagi manusia, dewa-dewa dianggap sebagai sesuatu yang istimewa sehingga selama melaksanakan upacara keagamaan selalu dilakukan dengan khidmat, keramat, dan penuh hati-hati.


(28)

Di dalam fungsisesajiyang bentuknya menyajikan darah binatang kepada para dewa, maksudnya adalah untuk menjalin hubungan atau bentuk solidaritas manusia kepada para dewa. Berdasarkan konsep ini dapat disimpulkan bahwa suatu upacara agama yang bersifat religius harus memiliki keyakinan untuk menjaga hubungan yang harmonis, antara manusia dengan Tuhan, manusia dengan sesama, dan manusia dengan alam. Menjaga keharmonisan antara manusia dengan alam dapat diwujudkan dalam bentuksesaji. Dengan adanya

sesajiyang dipersembahkan, maka akan ada sebuah tingkat kepuasan tersendiri dari pelaku yang melaksanakan ritual keagamaan dan meyakini bahwa upacara yang mereka lakukan benar-benar diterima oleh para dewa.

2. Tinjauan tentangTabuh Rah

Tabuh rahsecara etimologis berasal dari kata majemuktabuhdanrah. Tabuh

sama artinya dengantabur,sedangkanrahartinya darah, jaditabuh rahberarti menaburkan darah.Tabuh rahmerupakan ritual keagamaan (yadnya) yang ditandai dengan taburan darah binatang sebagai pemberian persembahan kepada

bhutadankala(makhluk gaib yang sifatnya merusak) agar mereka tidak mengganggu umat manusia.

Tabuh rahbiasanya dilakukan dengan beberapa cara dan selalu berhubungan dengan upacarabhuta yajnaatau yang biasa disebut denganmecaru(membuat upacara korban).Bhuta yajnasering dilakukan dengan caramecarukarena makna dari upacarabhuta yajnaadalah mengharmoniskan unsur-unsurPanca Maha BhutadiBhuana AgungdanBhuana Alit(Ginarsa, dalam Mertha, 2010: 14).


(29)

Unsur-unsurPanca Maha Bhutamerupakan lima unsur yang menyusun alam semesta, sepertipertiwi,apah,teja,bayu, danakasa/ether.Pertiwiadalah sesuatu di sekitar kita yang mewujud, berbentuk, dan dapat dirasakan, seperti besi,

logam, kayu, dan lain sebagainya. Biasanyapertiwilebih dikenal dengan tanah.

Apahadalah segala sesuatu yang lentur, mengalir, fleksibel, luwes, mendinginkan, dan tidak memiliki bentuk yang kokoh. Secara nyata wujudapahadalah elemen air.Tejamerupakan elemen api, yang dapat menghasilkan panas dan cahaya.

Bayumerupakan sesuatu yang menaungi atau melingkupi jagat raya. Bentuk dari elemenbayuadalah angin yang melingkupi bumi.Akasa/ethermerupakan unsur ruang kosong, dengan kata lain alam tempat tinggal seluruh makhluk hidup.

Tabuh rahdilaksanakan dengan perantara hewan yang berhubungan erat dengan kehidupan manusia, seperti bebek, kerbau, ayam, dan masih banyak lagi. Media yang sering digunakan dalam ritualtabuh rahadalah ayam (ayam jantan), karena ayam memiliki bermacam-macam warna, baik yang memiliki satu macam warna maupun warna campuran. Begitu juga denganbhutadankalamemiliki warna yang dapat disimbolkan dengan berbagai warna ayam (Hidayat, 2011: 30). Ayam yang dipilih tidak sembarangan dan harus sesuai dengan caru panca sata,

yaitu upacara korban yang memiliki lima warna ayam yang masing-masing berwarna putih, merah,siungan(ayam putih yang paruh dan kakinya berwarna kuning seperti burung siung), hitam, danbrumbun(ayam yang warna bulunya campuran, yaitu putih, merah, kuning, hijau, dan hitam). Seperti tabel di bawah ini:


(30)

Tabel. 1: KetentuanCaru Panca Satha

No Ayam Arah Urip Warna Bhuta Dewa Askara

1 Putih Timur 5 Putih Jangitan Iswara Sa (sang) 2 Biying Selatan 9 Merah Langkir Brahma Ba (bang) 3

Putih siungan

Barat 7 Kuning Lembukanya

Maha Dewa

Ta (tang) 4 Hitam Utara 4 Hitam Taruna Wisnu A (ang) 5 Brumbun Tengah 8

Panca Warna

Tiga Sakti Siwa I (ing) Sumber: (Arista, 2011:7)

Ayam yang telah dipilih sesuai dengan warnanya (melambangkanbhutadan

kala), yaitubhuta putihyang bersemayan di Timur diberi suguhan korban ayam yang bulunya berwarna putih,bhuta bang(merah) yang bersemayam di Barat diberi suguhan korban ayam yang bulunya berwarna hitam, danbhuta manca warnayang bersemayam di tengah-tengah diberi suguhan korban ayam berwarna brumbun (Mertha, 2010:17).

Awalnya ritualtabuh rahmenggunakan darah manusia, namun lambat laun berubah menggunakan darah binatang (karena tidak sesuai dengan

prikemanusiaan). Darah manusia dipersembahkan kepada dunia gaib atau kekuatan besar dari alam yang dianggap sebagai roh. Selain digunakan sebagai persembahan, darah dianggap sebagai penebusan dosa dan dapat mempererat


(31)

hubungan antara manusia dengan alam semesta (salah satu hubungan dalamTri Hita Karana).

Tabuh rahumumnya diadakan di tempatpencaruanberlangsung dan dalam pelaksanaannya dengan cara perangsata(adu tanding). Namun yang perlu diperhatikan dalam ritualtabuh rahhanya dilakukan tigaseet(tiga kali

pertandingan) dan tidak boleh lebih dari itu. Adapun maksud dilakukannya tiga pertandinagn tersebut, agar nantinya darah yang jatuh kepertiwi (tanah) sebanyak tiga kali. Darah yang menetes tersebut dihaturkan pada tigabhucari,yaitu darah yang pertama dipersembahkan padaDhurga Bhucari,percikan darah yang kedua dipersembahkan padaKale Bhucari,dan percikan darah yang terakhir

dipersembahkan padaBhuta Bhucari(Widyana, 2013: 51).

Ritualtabuh rahdapat dilakukan dengan berbagai hal, salah satunya dengan cara perangsata(adu tanding) yaitu mengadu ayam yang satu dengan ayam yang lainnya sampai salah satu meneteskan darah kepertiwi(tanah). Cara

melaksanakan perangsata(adu tanding) adalah dua ayam jago dipilih terlebih dahulu, kemudian dipasangkan alat berbentuk pisau kecil (taji) yang diikat dengan benang dan diletakan di kaki ayam tersebut setelah itu kedua ayam tersebut diadu di arena. Sebelum benar-benar dilepaskan di arena, kedua ayam tersebut

berhadapan satu sama lain, dihadap-hadapkan, diadu, tetapi belum dilepaskan di arena (pura-pura), setelah kedua ayam terlihat marah barulah keduanya diadu di arena.Tajiyang dipasang pada ayam tersebut berfungsi sebagai alat yang membuat ayam jago tersebut mengeluarkan darah pada saat diadu.


(32)

Selain perangsatha,persembahan dapat dilakukan dengan cara ayam disembelih lehernya hingga mengeluarkan darah. Darah yang menetes ke tanah dianggap sebagaiyajnayang dipersembahkan untukbhutadankala. Adapula dengan cara, kerbau hitam yang telah diupacarai diikat di pohon kemudian ditusuk

menggunakan keris khusus. Menurut kepercayaan umat Hindu, ayam yang dijadikanyajnanantinya akan naik derajatnya padareinkarnasiyang selanjutnya dan menjadi binatang dengan derajat yang lebih tinggi atau menjadi manusia.

3. Tinjauan tentangTajen

Dalam kehidupan masyarakat di Indonesia, perjudian sudah dikenal dan digemari sebagian masyarakat di beberapa daerah sehingga perjudian telah menjadi

kebiasaan bahkan tradisi bagi penggemarnya. Judi diartikan sebagai suatu kegiatan pertaruhan untuk memperoleh keuntungan dari suatu pertandingan atau permainan yang hasilnya tidak dapat diduga sebelumnya.

Menurut Kitab Undang-undang Pidana Pasal 303 ayat (3):

Yang disebut permainan judi adalah tiap-tiap permainan, di mana pada umumnya

kemungkinan mendapat untung tergantung pada peruntungan belaka, juga karena pemainnya lebih terlatih atau lebih mahir. Di situ termasuk segala pertarungan tentang keputusan perlombaan atau permainan lain-lainnya, yang tidak diadakan antara mereka yang turut berlomba atau bermain, demikian juga segala pertaruhan lainnya”.

Salah satu kebiasaan yang harus dihilangkan namun masih dilakukan sampai sekarang oleh masyarakat Bali adalahtajen. Tajendipandang sebagian orang sebagai media untuk mengubah nasib dan mengadu keberuntungan. Bagi sebagian orangtajendijadikan sebagai matapencahariaan seperti, berdagang, jasa


(33)

kehidupan masyarakat, hampir setiap daerah seperti, Bali, Jawa, Sumatra ada permainan juditajen.Di Balitajentelah berkembang atau sudah ada sejak jaman dulu hingga sekarang sehingga tradisi atau kebiasaan tersebut tidak dapat

dilepaskan oleh sebagian mayarakat etnis Bali.

Tajenberasal dari katatajiyang dalam bahasa Indonesia berarti tajam (dengan makna sesuatu yang runcing). Benda yang runcing tersebut berupa pisau kecil.

Tajiatau pisau kecil inilah yang nantinya akan dipasang pada kaki ayam yang akan diadu.Tajenmerupakan pertarungan sabung ayam yang di dalamnya mengandung unsur perjudian dan tidak ada unsur ritual keagamaannya. Namun sebagian masyarakat etnis Bali ada yang menganggap bahwatajenmerupakan bagian dari ritual keagamaan yang boleh dijalankan.

Tajenyang sudah lama tumbuh dan berkembang di Pulau Bali (sejak belasan generasi sebelumnya) hingga saat ini telah merasuk ke sebagian warga di Bali, terutama kaum laki-laki. Bagi kaum laki-laki,tajendianggap sebagai simbol kemaskulinan mereka. Kebiasaanbertajenberawal dari sebuah upacara ritual keagamaan yang disebut dengantabuh rah. Tabuh rahmerupakan kegiatan yang menyenangkan dan memiliki nilai hiburan sehingga lama-kelamaan kegiatan ritual keagamaan ini menjadi digemari.

Agar permainan lebih menarik dan menambah kegairahan para pemain, akhirnya mereka menambahkan unsur taruhan uang sebagai hadiah bagi siapa saja yang menang. Akibatnya, aktivitas yang dianggap suci sebagai ritual keagamaan ini kini sering di salahgunakan menjadi ajang perjudian. Pelaku atau pemaintajen


(34)

pemegang ayam sebelum ayam diadu.Bebotohataupakembarharus dapat memiliki keahlian dalam melihat atau membaca situasi apabilabebotohatau

pakembartersebut ingin memenangkan permaianantajen.

Pelaksanaan dari permainantajenini sebenarnya tidak jauh berbeda dengan

perang satadalam melaksanakan ritualtabuh rah.Sebelum memulai

pertandinganbebotohataupakembarterlebih dahulu mengikat/memasangkantaji

di kaki ayam yang akan diadu.Bebotohataupakembarsesudah memasangkan

taji, kemudian harus memperkenalkan ayamnya dengan cara mengelilingi arena. Keduabebotohataupakembarkemudian membawa ayam mereka ke tengah-tengah arena, sehingga kedua ayam akan saling berhadap-hadapan, kemudia kedua ayam tersebut diadu namun tidak dilepaskan (berpura-pura).

Ada tiga golongan pemain dalam permaianansabung ayammenurut mentalnya, yaitu:

1. Pemain profesional, adalah para pemain yang memandangsabung ayam

sebagai lapangan pekerjaan sehari-hari dan selalu aktif melakukan permainansabung ayam.

2. Pemain amatir, adalah pemain yang menganggap permainansabung ayam

sebagai hiburan dan kesenangan belaka dan bagi merekasabung ayam

merupakan hal yang menyenangkan.

3. Pemain pelarian atau insidental, adalah pemain yang melakukansabung ayamsebagai pengadu nasib. Pemain ini menganggapsabung ayamsebagai permainan yang tidak baik, namun karna desakan ekonomi keikutsertaan dalam permainansabung ayam hanya sebagai pelarian (Hasil penelitian


(35)

Fakultas Hukum dan Pengetahuan Masyarakat Udayana dalam Mertha, 2001: 35).

Selainbebotohataupakembar,orang yang juga berperan penting dalam permainantajenadalahsaya.Istilahsayadi sini artinya bukanlah aku, namun artinya adalah juri di dalam juditajenmaupun ritualtabuh rah. Sayamempunyai peran penting, yaitu sebagai pembuat keputusan.Sayadituntut untuk adil dan bijaksana, tidak memihak pada salah satubebotohataupakembar.

Peraturan dalam permainan juditajenhanya diketahui oleh parabebotohatau orang-orang yang menggemaritajentersebut. Istilah-istilah yang ada dalam permainantajenhanya dapat dipelajari oleh orang-orang yang ingin menekuni bidang tersebut, hal itu berarti tidak diberikan atau diwariskan secara turun-temurun. Di dalam permainan juditajenada beberapa istilah atau sistem taruhan yang digunakan seperti,cok, gasal, dapang, ngelimin, telewin,danteludo.

Dulutajenbiasa dilakukan di tempat khusus, yakni sebuah arena yang dilengkapi dengan panggung penonton yang terbuat dari bambu dengan ukuran 50×50 meter. Dibuat berundak-undak menurun ke tengah, namun persis di tengah dibuat

meninggi lagi. Areatajenberbentuk bujur sangkar dengan sisi sepuluh kaki orang dewasa. Namun sejak ada larangan pemerintah terhadap segala bentuk perjudian di tahun 1981,tajentidak lagi dilakukan di tempat khusus tersebut. Juditajenkini dilakukan secara sembunyi-sembunyi, seperti di rerimbunan kebun kopi, kebun kelapa, ladang jagung, lahan sawah, kebun karet, bahkan sudut pekuburan, yang terpenting sulit dari pantauan pihak kepolisian.


(36)

Tajensifatnya dinamis dan selalu mengikuti perkembangan jaman. Jenis ayam yang digunakan mulai dari ayam kampung biasa, kemudian meninkat ke ayam

keker, bekisar,dan bahkan ayam bangkok. Apabila dulu ayam hanya diberi makanan dari ketela (singkong), namun sekarang yang diberikan adalah nasi, jagung dan konsentrat yang memiliki kandungan gizi tinggi yang lebih bagus. Selian itu, beberapa ayam jago diberikan obat kuat tambahan (supplement) sebelum diadu di arena tajen sehingga mampu mematikan lawannya dalam sekejap. Begitu juga dengan alat pertaruhannya, apabila mungkin dahulu bertaruh menggunakanpis bolongnamun sekarang menggunakan uang (Subadra, 2008:2).

Tajenatau segala bentuk perjudian merupakan sesuatu yang berdampak merugikan diri sendiri maupun orang lain. Jika terbukti tertangkap basah

melakukan perjudian dalam bentuk apapun maka akan dihukum kurungan penjara dan mendapatkan denda dengan jumlah uang yang tidak sedikit (Undang-undang No. 7 Tahun 1974). Di samping itu, juditajenjuga dapat berdampak kematian, seperti yang terjadi pada Sudin alias Paco dalam contoh kasus berikut ini: Dalam koran Tribun diberitakan bahwa:

Sudin alias Paco (50), seorang warga Jalan Kapten Mulyono, Sampit, Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah, ditemukan tewas seusai polisi

menggerebek judi sabung ayam di Jalan Pelita Barat.

Setelah polisi pergi, kami menemukan paman (Sudin) meninggal di semak-semak. Mungkin beliau meninggal akibat serangan jantung saat polisi melakukan

penggerebekan, kata Matraji, keponakan almarhum, Rabu (30/10/2013). Informasi yang dihimpun, penggerebekan terjadi sekitar pukul 14.00 WIB. Petugas dari Polres Kotim datang menggerebek perjudian yang kabarnya sudah sering digelar di kawasan tersebut sehingga membuat para pelaku kocar-kacir kabur.


(37)

Menurut keterangan warga, saat itu polisi sempat melepaskan beberapa kali tembakan peringatan. Bunyi tembakan membuat sebagian warga yang ada di lokasi itu kabur ke berbagai arah, termasuk Sudin yang diduga berusaha kabur. Diduga karena terkena serangan jantung, Sudin mengembuskan napas terakhir tidak jauh dari lokasi. Dia ditemukan di semak-semak sekitar 200 meter dari lokasi penggerebekan.

Saat itu, sabung ayam belum dimulai, yang datang itu baru mau memasang taji ayam. Tiba-tiba polisi datang dan sebagian sempat kabur, kata Matraji.

Dalam penggerebekan itu, polisi menahan lima pelaku beserta barang bukti berupa sembilan ekor ayam, taji ayam, dan sejumlah sepeda motor. Saat ini, kasusnya masih dalam penyelidikan dan belum ada yang ditetapkan sebagai tersangka.

Kapolres Kotim AKBP Himawan Bayu Aji yang dikonfirmasi wartawan

membenarkan adanya warga yang meninggal seusai penggerebekan judi sabung ayam tersebut. Korban diduga ikut berada di lokasi dan terkena serangan jantung ketika hendak kabur.

Keterangan dokter, tidak ada ditemukan luka atau tanda-tanda kekerasan. Yang bersangkutan diduga meninggal akibat hipertensi dan serangan jantung. Kasus ini masih dalam penyelidikan, ujar Himawan”.

4. Catatan Tentang Sabung-Ayam di Bali (Clifford Geertz)

Pada tahun 1958 di Bulan April, Geertz dan istrinya mendatangi salah satu desa yang ada di Bali sebagai seorang antropolog untuk melakukan studi. Desa tersebut merupakan sebuah tempat yang kecil dengan jumlah penduduk kira-kira hanya 500 orang, menurut Geeertz desa tersebut seakan memiliki dunianya sendiri. Pertama kali Geertz dan istrinya tiba di desa tersebut mereka tidak diterima dengan baik oleh penduduk sekitar. Geertz dan istrinya tinggal bersama dengan salah satu keluarga yang termasuk salah satu dari empat golongan besar dalam kehidupan desa tersebut.


(38)

Setelah sepuluh hari saat Geertz dan istrinya di desa tersebut, diadakan sebuah

sabung ayambesar-besaran di alun-alun.Sabung ayamsaat itu diadakan untuk penggalangan dana bagi sebuah pembangunan sekolah baru. Pada saat itusabung ayamdilarang oleh pemerintah setempat, karena menurut merekasabung ayam

merupakan sesuatu hal yang primitif, keterbelakangan, dan progresif (membuat negara tidak maju). Pemerintah atau aparat yang melarangsabung ayamsebagian besar bukan Etnis Bali (Jawa) berusaha keras untuk menghapuskansabung ayam

dengan cara mengadakan penggerebekan, menyita ayam jago dantaji-taji,

mendenda para pemain.

Larangan-larangan yang dilakukan pemerintah tidak menjadikan para pemain

sabung ayamjera. Kebanyakan dari mereka (pemainsabung ayam) justru mengadakan permainansabung ayamsecara sembunyi-sembunyi.Sabung ayam

dilakukan di sudut desa yang sedikit dirahasiakan. Orang Bali (pemainsabung ayam) tidak pernah ambil pusing atas larangan pemerintah tentangsabung ayam.

Menurut Geertz ayam jago merupakan simbol bagi laki-laki terutama disaat ayam jago yang mereka miliki menang dari ayam jago orang lain. Katasabunguntuk ayam jantan dipakai untuk menggantikan kata pahlawan, serdadu, pemenang,man of parts,calon politisi, jejaka, pesolek, pembunuh perempuan, atau orang kuat. Sehingga tidak salah jikasabung ayamdapat dijadikan sebagai simbol bagi setiap laki-laki. Bagi laki-laki terutama pemainsabung ayam,ayam jago merupakan salah satu benda hidup yang sangat berharga. Hal itu dibuktikan dari prilaku mereka, seperti mereka dapat menghabiskan waktu berjam-jam untuk mengurus


(39)

ayam jago mereka, memberi makanan dengan gizi yang terbaik, merawat, bahkan mereka hanya menatap ayam-ayam mereka dengan penuh kekaguman.

Geertz memaparkan awalnyasabung ayammerupakan sebuah kurban darah yang dipersembahkan dengan mantra-mantra dan puji-pujian yang layak ditujukan kepada roh-roh jahat supaya dapat memuaskan kelaparan mereka yangkemaruk

dan kanibal. Tidak akan ada perayaan dipurayang akan diselenggarakan sampai

sabung ayamini diadakan. Pelaksanaansabung ayamyang dilegalkan oleh

pemerintah hanya pada saat hari keheningan (nyepi). Pada saatnyepi sabung ayam

diadakan secara besar-besaran dan hampir disetiap desa yang ada di Pulau Bali melaksanakannya.

Sabung ayam(tajen) diadakan di dalam sebuah ring kira-kira lima puluh kaki persegi. Biasanyasabung ayamdiadakan saat mulai menjelang tengah hari dan berlangsung selama tiga atau empat jam sampai matahari terbenam. Di dalam permaianasabung ayamtersebut kira-kira sembilan atau sepuluh pertandingan mengisi satu acara tersebut.

Ayam jago yang dipilih untuk melakukansabung ayam,pertama-tama dipasang

tajiterlebih dahulu.Tajimerupakan pisau cukur yang tajam atau pedang-pedang baja yang lurus, yang panjangnya empat atau lima inci.Tajidipasang dengan cara melilitkan seutas tali panjang di kaki ayam jago. Bagi Etnis Balitajidiasah hanya saat gerhana bulan dan bulan tidak penuh,tajiyang telah diasah harus disimpan dengan baik dan tidak boleh terlihat oleh perempuan.


(40)

Setelahtajidipasang kemudian kedua ayam berhadapan satu sama lain di dalam pusat ring pertandingan. Sebutir kelapa yang telah dilubangi di tengahnya diletakan di dalam seember air, kira-kira dua puluh satu detik (ceng) lamanya kelapa itu tenggelam.Cengmerupakan tanda memulainya sebuah pertarungan

sabung ayamdan di akhiri dengan bunyi gong. Selama dua puluh satu detik tersebut atau saat pertandingan berlangsung, para pemain tidak boleh menyentuh ayam jago mereka.Sabung ayamdipimpin oleh seorang wasit yang disebut

dengan saja komongataujuru kembar. Saja komongataujuru kembarmerupakan orang yang mengurus buah kelapa dan wewenangnya bersifat mutlak.

Permainansabung ayam memiliki sistem taruhan agar permainan mereka lebih menarik. Di dalamsabung ayamada dua macam pertaruhan atau yang sering orang Bali menyebutnya dengantoh.Pertama, taruhan pusat tunggal di tengah-tengah di antara uang-uang pokok (toh ketengah) adalah taruhan resmi yang dibatasi lagi dengan jaringan aturan-aturan dan dibuat diantara kedua pemilik jago dengan wasit sebagai pengawas dan saksi publik.

Menurut Geertztoh ketengahmerupakan taruhan yang paling besar dan dapat dipastikan menjadi penyumbang yang paling penting. Menurut data yang telah dikumpulkan Geertz, besarnya uang yang dipertaruhkan adalah lima belas ringgit sampai lima ratus ringgit dengan rata-rata delapan puluh lima ringgit. Kedua, kumpulan taruhan pinggiran di sekeliling ring diantara anggota-anggota penonton (toh kesasi).


(41)

B. Kerangka Pikir

Upacara ritual keagamaan merupakan serangkaian aktivitas yang tidak dapat dihilangkan, khususnya bagi etnis Bali beragama Hindu. Ritual keagamaan digunakan saat perayaan umat Hindu, salah satunya hari rayanyepidanpiodalan

ataupujuwali.Rangkaian kegiatan (upakara) dilakukan di dalam perayaannyepi

maupunpiodalan, salah satunya adalah memberikan persembahan korban (mecaru) kepadabhutadankala. Bhuta kalamerupakan makhluk gaib yang sifatnya merusak. Etnis Bali yang beragama Hindu meyakini bahwa apabila tidak ingin diganggubhuta kalamaka mereka harus memberikan persembahan berupa darah dari hewan (ayam) yang lebih dikenal dengan sebutantabuh rah.

Kehidupan manusia selalu bersifat dinamis artinya selalu berubah, begitu pula dengantabuh rah. Tabuh rahlambat laun kini telah bergeser menjadi sebuah ajang perjudian yang lebih dikenal dengantajen. Tajenberawal dari nilaitabuh rahsebagai ritual keagamaan yang digeser, diambil unsur hiburannya saja. Agar permainan lebih menarik maka unsur taruhan uang digunakan. Permainantajen

juga timbul akibat kebiasaan masyarakat yang selalu bermaintajen.Biasanya setelah masyarakat melakukan ritualtabuh rahyang ada di dalampura, mereka melanjutkan kembali di luarpurayaitutajen.


(42)

Skema Krangka Pikir

UPACARA Ritual Keagamaan

Hari RayaNyepi Piodalan/Pujawali

Mecaru untuk Bhutadan Kala

RitualTabuh Rah

1. Dilaksanakan 3

set

2. Disertai upakarayajna

3. Tidak adanya motif judi 4. Ayam yang

digunakan sesuaicaru panca warna

Nilai RitualTabuh rah Bergeser

Kebiasaan

Permaianatajen

1. Dilaksanakan lebih dari 3set

2. Tidak disertai upakarayajna

3. Adanya motif judi

4. Ayam yang digunakan sesuai keinginan pemilik


(43)

A. Tipe Penelitian

Penelitian yang mengkaji atau menganalisis fenomena di masyarakat mengenai ritual keagamaan dan perjudian yang dilakukan oleh masyarakat etnis Bali ini menggunakan pendekatan kualitatif. Peneliti menggunakan pendekatan ini, mengingat masalah yang dikaji adalah mengenai ritual keagamaan yang

melenceng menjadi sebuah ajang perjudian. Dalam hal ini, unsur dari ritual yang memiliki nilai keagamaan yang tinggi telah disalahgunakan oleh orang-orang yang tidak bertanggungjawab. Oleh sebab itu, peneliti menggunakan pendekatan kualitatif agar dapat menjelaskan, menggambarkan, serta mengkomparasikan bentuk dari ritualtabuh rahdengan perjudian yang dikenal dengan istilahtajen. B. Fokus Penelitian

Adapun yang menjadi fokus kajian dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Prosesi pelaksanaan ritual keagamaantabuh rah, dimulai dari (1) tempat

pelaksnaan ritualtabuh rah, (2) jumlahsetatau babak dalam ritualtabuh rah, (3)sesajiataubantenyang digunakan, (4) ayam yang digunakan memenuhi (persyaratanpanca warnaatau tidak),dan (5) pemimpin ritual


(44)

2. Pemahaman masyarakat di Desa Restu Rahayu Kecamatan Raman Utara, Lampung Timur tentang makna ritualtabuh rah.

3. Tanggapan masyarakat mengenai perjudiansabung ayam(tajen) yang berada di Desa Restu Rahayu Kecamatan Raman Utara, Lampung Timur. 4. Prosesi pelaksanaan kegiatan juditajen,dimulai dari (1) pelaku atau pemain

dalam juditajen,(2) cara melakukan permainan juditajen, (3) jumlahset

atau babak dalam permainan juditajen,dan (4) tempat pelaksanaan permainan juditajen.

C. Lokasi Penelitian

Dalam menentukan lokasi penelitian, cara terbaik yang ditempuh adalah dengan jalan mempertimbangkan teori substansi dan menjajaki lapangan untuk mencari kesesuaian dengan kenyataannya, begitu juga keterbatasan geografis dan pertimbangan praktis lainnya, seperti biaya, waktu, tenaga.

Berdasarkan pertimbangan tersebut maka penelitian ini dilakukan di Desa Restu Rahayu Kecamatan Raman Utara, Lampung Timur. Dasar pertimbangan peneliti mengambil lokasi tersebut adalah karena mayoritas penduduk di Desa Restu Rahayu Kecamatan Raman Utara, Lampung Timur adalah etnis Bali dan

beragama Hindu, serta masyarakat yang tinggal di desa tersebut masih dan sering melakukan ritualtabuh rahdan juditajen.

D. Jenis dan Sumber Data

Dalam penelitian ini, data atau informasi yang akan dikumpulkan berasal dari 2 (dua) sumber, yaitu sebagai berikut:


(45)

1. Data primer, merupakan data yang diperoleh langsung dari sumber data atau informan yang asli (tidak melalui media perantara). Data primer dapat berupa opini seseorang yang dijadikan sebagai informan, pengamatan secara langsung, dan hasil pengujian.

2. Data sekunder, merupakan data yang diperoleh secara tidak langsung dari sumber data (diperoleh dan dicatat oleh pihak lain). Data sekunder

umumnya berupa bukti catatan atau laporan historis yang telah tersusun dalam arsip (data dokumenter) yang dipublikasikan dan yang tidak dipublikasikan.

E. Informan

Informan adalah orang yang dimanfaatkan untuk memberikan informasi tentang situasi dan kondisi latar penelitian, jadi ia harus mempunyai banyak pengalaman tentang latar penelitian dan harus sukarela menjadi tim penelitian meski hanya bersifat informal. Di dalam penelitian ini informan yang dipilih merupakan tokoh agama dan masyarakat setempat yang mengerti tentang ritualtabuh rahdan judi

tajendi Desa Restu Rahayu Kecamatan Raman Untara, Lampung Timur.

F. Penentuan Informan

Teknik penentuan informan pada penelitian ini ditentukan secara sengaja (purposive) berdasarkan tujuan penelitian, yaitu:

1. Pemuka agama yang mana selalu dijadikan sebagai ketua dalam setiap pelaksanaan upacara keagamaan di dalampurayang berada di Desa Restu Rahayu, Kecamatan Raman Utara, Lampung Timur. Pemuka agama dalam masyarakat Hindu dikenal dengan sebutanpemangkuadat ataupinandita.


(46)

Pemuka agama (pemangkuadat) dipilih sebagai informan karena, pemuka agama dianggap sebagai orang yang tahu tentang ritualtabuh rahdari makna yang dikandung dalam tabuh rahmaupun cara pelaksanaannya. Penentuan informan ditentukan secarapurposiveyaitu pemuka agama (pemangkuadat),namun pemuka agama yang dipilih sebagai informan ditentukan secarasnowball. Dimulai dengan bertanya kepada salah satu anggota masyarakat mengenaitabuh rah(seberapa jauh pengetahuan mereka tentangtabuh rah), kemudian anggota masyarakat tersebut memberikan informasi bahwa adapemangkuadat yang lebih mengerti mengenaitabuh rah, dan seterusnya begitu hingga mendapatkan informasi yang dibutuhkan.

2. Anggota masyarakat yang sering terlibat dalam kegiatan ritualtabuh rah

maupun perjudiantajendi Desa Restu Rahayu Kecamatan Raman Untara, Lampung Timur. Anggota masyarakat yang dipilih sebagai informan sebenarnya lebih kepada orang yang selalu mengikuti kegiatantajenbaik berpartisipasi langsung maupun sekedar menonton. Masyarakat yang gemar mengikuti aktifitastajenpasti juga akan mengikuti ritualtabuh rah

(keharusan dalam setiap masyarakat), namun masyarakat yang hanya mengikuti ritualtabuh rahbelum tentu gemar berpartisipasi dalam aktifitas

tajen. Sehingga dapat disimpulkan bahwatabuh rahmerupakan ritual yang harus diikuti oleh setiap anggota masyarakat.

Anggota masyarakat dijadikan informan karena di dalam penelitian ini, ingin diketahui seberapa banyak pengetahuan masyarakat mengenaitabuh rahmaupuntajen.Sebagai catatan bahwa, tidak semua anggota masyarakat


(47)

mengerti mengenaitabuh rah, banyak orang yang menganggap bahwa

tabuh rahdantajenadalah hal yang sama. Penentuan informan ditentukan secarapurposive, yaitu anggota masyarakat, namun anggota masyarakt yang dipilih dengan carasnowball.

Di dalam pengambilan informan ini peneliti mengambil 8 (delapan) orang informan yang terlibat dalam ritualtabuh rahdan juditajen.Delapan informan disini terdiri dari 3 pemuka agama (pemangku)dan 5 masyarakat yang terlibat dalam ritualtabuh rahdan juditajen.

G. Teknik Pengumpulan Data

Dalam pengumpulan data, peranan alat pengumpulan data sangat penting karena alat ini digunakan sebagai pedoman atau pegangan selama pengumpulan data berlangsung. Untuk memperoleh data yang lengkap, akurat, dan dapat

dipertanggungjawabkan kebenaran ilmiahnya, peneliti mempergunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut:

a. Wawancara mendalam

Wawancara (interview) merupakan pengumpulan data dengan cara mengajukan pertanyaan secara langsung kepada responden dan jawaban-jawaban responden dicatat atau direkam dengan alat perekam (tape recorder) yang dikerjakan secara sistematik dan berlandaskan pada tujuan penelitian. Wawancara dipilih sebagai tekhnik pengumpulan data yang utama. Wawancara mendalam yaitu melakukan wawancara langsung dengan informan mengenai pokok bahasan penelitian dengan menggunakan pertanyaan bebas. Di dalam proses wawancara mendalam


(48)

ini, peneliti melakukan wawancara terhadap informan yang telah ditentukan sebelumnya, seperti pemuka agama dan tokoh-tokoh atau anggota masyarakat yang berhubungan dengan penelitian ini. Peneliti melakukan wawancara dengan cara mngunjungi tempat tinggal informan dan berbincang-bincang terkait dengan informasi yang dibutuhkan.

b. Observasi (pengamatan)

Secara singkat observasi dapat diartikan sebagai pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap unsur-unsur yang tampak dalam suatu gejala pada objek penelitian. Unsur-unsur yang tampak itulah yang disebut data atau

informasi yang harus diamati dan dicatat secara langsung keadaannya di lapangan sehingga diperoleh data atau fakta yang berhubungan dengan masalah yang dikaji. Observasi dilakukan untuk mengamati tingkahlaku para informan.

Peneliti melakukan pengamatan (observasi) mengenai prosesi ritualtabuh rahdan juditajen.Di dalam penelitian ini, peneliti melakukan observasi dengan cara mengamati namun tidak terjun langsung dalam ritual keagamaan maupun

perjudian tersebut. Peneliti hanya mengamati setiap aktivitas atau tindakan setiap orang yang mengikuti ritual keagamaan dan kegiatan perjudian (observasi non-partisipant).

c. Pengumpulan data sekunder

Pengumpulan data sekunder ini dilakukan dengan cara mengecek kembali data yang sudah ada sebelumnya di lapangan, seperti arsip-arsip, monografi, atau informasi-informasi lainnya yang terdokumentasi dan dinilai berkaitan dengan penelitian ini.


(49)

H. Teknik Analisis Data

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisa data secara kualitatif, yang menggambarkan, menjelaskan, dan menafsirkan hasil penelitian dengan susunan kata dan kalimat sebagai jawaban terhadap permasalahan yang diteliti sehingga data yang diperoleh dapat dipahami dan tergambar oleh pembaca. Analisis data kualitatif menurut Miles dan Huberman (1992 : 16) akan melalui proses-proses sebagai berikut:

1. Reduksi data

Yaitu proses pemilihan, pemutusan perhatian pada penyederhanaan, dan transformasi data kasar yang muncul dari catatan-catatan lapangan. Data yang direduksi adalah yang sesuai dengan fokus penelitian, sehingga memberikan gambaran yang tajam dan mempermudah peneliti untuk mencari jika sewaktu-waktu diperlukan. Dalam proses mereduksi data, peneliti melakukan

pengelompokan informasi yang diperoleh berdasarkan fokus penelitian. Informasi dari setiap informan dipilih dan dipisah-pisahkan berdasarkan pokok

permasalahan masing-masing. 2. Penyajian Data

Penyajian data kualitatif biasanya berbentuk teks naratif yang dibantu dengan grafik, tabel, atau bagan yang bertujuan mempertajam pemahaman peneliti terhadap informasi yang diperoleh. Dalam proses penyajian data ini, peneliti menyajikan secara menyeluruh hasil dari penelitian, kemudian memilih data atau informasi yang sesuai dengan fokus penelitian. Informasi atau data yang telah


(50)

terkumpul kemudian dijabarkan atau dideskripsikan secara mendalam untuk menerangkan hasil penelitian agar mudah dipahami.

3. Menarik Kesimpulan

Informasi atau data yang telah dikumpulkan dari lapangan kemudian ditarik kesimpulan agar dapat dipahami maknanya. Penarikan kesimpulan merupakan analisis yang terpenting, karena data atau informasi yang terkumpul harus diuji kebenaran dan kecocokannya sehingga validitasnya terpercaya. Dalam analisa hasil penelitian ini, peneliti melakukan penyimpulan dengan cara menjelaskan setiap bagian-bagian penting yang ditemukan di lapangan.


(51)

A. Sejarah Restu Rahayu

Secara administratif Desa Restu Rahayu berada dalam wilayah Kecamatan Raman Utara, Kabupaten Lampung Timur. Wilayah Kecamatan Raman Utara memiliki luas 40.745.956,70 hektar dengan batas wilayah yaitu:

1. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Sukadana

2. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Batanghari Nuban 3. Sebelah Timur berbatasan dengan Purbolinggo

4. Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Seputih Raman Kecamatan Raman Utara terdiri dari sebelas (11) desa yaitu:

Tabel 2. Desa-Desa yang Merupakan Bagian Dari Kecamatan Raman Utara, Tahun 2014

Nama Desa

1. Desa Kota Raman 2. Desa Rejo Katon 3. Desa Rukti Sedyo 4. Desa Rama Endra 5. Desa Raman Aji 6. Desa Ratna Daya 7. Desa Rejo Binangun 8. Desa Rama Fajar 9. Desa Rantau Fajar 10. Desa Restu Rahayu 11. Desa Rama Puja

Sumber: Data primer 2014

Desa Restu Rahayu berjarak 12 km dari ibukota Kecamatan Raman Utara, 40 km dari ibukota Kabupaten Lampung Timur yaitu Sukadana, dan 110 km dari Kota Bandar Lampung.


(52)

Desa Restu Rahayu diambil dari kata, yaitu ”Restu” yang artinya do’a dan “Rahayu” artinya keselamatan. Jadi Restu Rahayu berarti do’a yang mengandung

keselamatan bagi warga masyarakat yang tinggal di Desa Restu Rahayu. Desa Restu Rahayu merupakan daerah transmigrasi yang dibuka pada tahun 1958 dengan mayoritas penduduknya beragama Hindu. Pada saat itu, keadaan Desa Restu Rahayu masih berbentuk hutan dan rumah penduduk antara satu dengan yang lainnya berjauhan.

Setiap desa yang mayoritas penduduknya beragama Hindu normalnya memiliki tiga (3)pura(Tri Khayangan),yaituPura Desa, Pura Dalem,danPura Puseh.

Uniknya Desa Restu Rahayu memiliki enam pura,yaitu dua Pura Desa,dua

Pura Dalem,dan dua Pura Puseh.Purayang ada di Desa Restu Rahayu dibagi menjadi dua, yaitu“Adat Besar” (memiliki tiga purautama) dan“Adat Soko”

(memiliki tiga purautama). Adat Besardimiliki oleh Dusun 1, Dusun 3, dan Dusun 4, sedangkanAdat Sokodimiliki oleh Dusun 2.

Terbaginya tempat ibadah atas masyarakat Dusun 2 yang ada di Desa Restu Rahayu, bukan karena masyarakat yang tinggal di Dusun 2 (Banjar Soko) ingin memisahkan diri, namun permasalahannya adalah tidak adanya alat transportasi yang memadai. Pada saat itu, masyarakat Desa Restu Rahayu masih jarang yang memiliki kendaraan (baik itu mobil atau motor) bahkan masih dapat dihitung jumlah keluarga yang memiliki kendaraan sepeda, sehingga mereka harus berjalan kaki apabila ingin kepura. Penyelesaian dari masalah tersebut adalah masyarakat Dusun 2 akhirnya mendirikan tigapurautama sendiri. Pemisahan


(53)

Desa, pemuka adat, pemuka agama, serta masyarakat Dusun 2 maupun Dusun 1, Dusun 3, dan Dusun 4.

Sampai saat ini masyarakat Dusun 2 tetap menggunakanpuramereka sendiri, meskipun masing-masing keluarga telah memiliki kendaraan pribadi. Pemisahan yang mereka lakukan bukan karena mereka tidak mau bersembahyang menjadi satu dengan dusun-dusun yang lain, tetapi masyarakat Dusun 2 tahu bahwa

apabila mereka menjadi satu maka secara otomatis bahwapurayang telah mereka bangun tidak akan terpakai sehingga kemungkinan besar akan dihancurkan. Menghancurkan tempat peribadahan merupakan hal yang tidak baik dan merupakan hal yang berdosa sehingga mereka (masyarakat Dusun 2) tetap menggunakanpurayang telah mereka bangun dan tetap hidup rukun bersama masyarakat yang lain. Pemisahan tempat ibadah tidak menjadikam mereka (masyarakat Desa Restu Rahayu) menjadi saling membenci, namun tetap menghormati satu sama lain. Saat ini Desa Restu Rahayu memiliki tempat suci (pura) berjumlah duapuluh (20)pura, baik berupapura Tri Khayangan, Pura Kawitan,maupunpura panti.

Desa Restu Rahayu memiliki luas wilayah 1022 hektar yang sebagian besar wilayahnya dijadikan sebagai lahan pertanian, khususnya pesawahan dan

peladangan (karena Desa Restu Rahayu merupakan daerah dataran rendah dengan tanah yang subur). Lahan yang ada di Desa Restu Rahayu selain dijadikan sebagai pesawahan dan peladangan, juga digunakan sebagai perkebunan karet.

Desa Restu Rahayu memiliki beberapa tempat pendidikan formal dan informal yang meliputi satu sekolah TK Saraswati, satu Sekolah Dasar (SD), dan dua


(54)

Pasraman, yaituPasraman Wiweka DharmadanPasraman Satya Dharma. TK Saraswati, SD N 1 Restu Rahayu, dan Pasraman Wiweka Dharma terletak di

Banjar Gulingan(Dusun 1), sedangkanPasraman Satya Dharmaterletak di

Banjar Pura Kawitan Desa(Dusun 4).

B. Letak Geografis

Desa Restu Rahayu secara geografis terletak pada ketinggian ± 50-100 meter di atas permukaan laut dan memiliki curah hujan rata-rata 6000 mm/tahun. Desa Restu Rahayu merupakan daerah dataran rendah yang subur dengan suhu rata-rata 18-35oC (suhu harian 29oC).

Gambar 1: Peta Desa Restu Rahayu


(55)

Desa Restu Rahayu diapit beberapa desa dengan batas-batas wilayah sebagai berikut:

1. Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Purbolinggo, Kabupaten Lampung Timur.

2. Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Rejo Katon. 3. Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Rantau Fajar.

4. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Seputih Banyak, Kabupaten Lampung Tengah.

C. Susunan Pemerintahan Desa

Desa Restu Rahayu dipimpin oleh Kepala Desa yang dipilih oleh masyarakat secara demokratis menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam pelaksanaan tugasnya, Kepala Desa dibantu oleh LMD (Lembaga Masyarakat Desa) dan perangkat desa, seperti Sekertaris Desa, Kepala Urusan, dan perangkat-perangkat lainnya yang diberi tugas untuk membuat perencanaan kegiatan

pembangunan desa serta pelaksanaan kegiatan pembangunan desa.

Desa Restu Rahayu juga mempunyaiDesa Adat yang dipimpin oleh seorang

Kelihan Adat yang bertugas sebagai koordinator kegiatan keagamaan dan adat yang ada di Desa Restu Rahayu. Desa Restu Rahayu memiliki delapan“banjar adat”yakni sebagai berikut:


(56)

Tabel 3. Nama-nama Banjar Adat di Desa Restu Rahayu, Tahun 2014

Sumber: Data primer 2014

Kedelapanbanjar adat tersebut mengelompok di empat dusun yang meliputi sebagai berikut:

Tabel 4. Pembagian Banjar Adat berdasarkan Dusun di Desa Restu Rahayu, Tahun 2014

Dusun Banjar

Dusun Satu 1. Banjar Gulingan 2. Banjar Jadi Dusun dua Banjar Soko

Dusun Tiga 1. Banjar Timpang 2. Banjar Bongan Dusun Empat

1. Banjar Sudimaro 2. Banjar Kelating 3. Banjar Meliling Sumber: Data primer 2014

D. Kependudukan

Desa Restu Rahayu memiliki jumlah penduduk 1465 jiwa yang terdiri dari laki-laki sebanyak 728 jiwa dan perempuan 737 jiwa, dengan jumlah Kepala Keluarga (KK) sebanyak 300. Untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas mengenai jumlah penduduk pada masing-masing dusun dapat dilihat pada Tabel 3 di bawah ini:

Nama Banjar

1. Banjar Gulingan 5. Banjar Kelating 2. Banjar Soko 6. Banjar Meliling 3. Banjar Jadi 7. Banjar Sudimaro 4. Banjar Timbag 8. Banjar Bongan


(57)

Tabel 5: Jumlah Penduduk di Desa Restu Rahayu menurut Jenis Kelamin Tahun 2010

No Dusun

Jumlah Penduduk

Jumlah KK Laki-Laki Perempuan

1 Dusun 1 179 180 66

2 Dusun 2 177 179 50

3 Dusun 3 178 180 70

4 Dusun 4 194 198 111

Jumlah 728 737 300

Sumber: Warni, 2010: 25

Sumber: Diolah oleh peneliti, 11 Juli 2014 dari Skripsi Warni, 2010: 25

Dari data di atas terlihat bahwa jumlah penduduknya tidak sebanding dengan luas wilayah yang dimiliki oleh Desa Restu Rahayu. Jumlah penduduk yang sedikit namun memiliki wilayah yang luas, sehingga dapat dipastikan bahwa masing-masing keluarga yang ada di Desa Restu Rahayu berkemungkinan memiliki tanah yang luas. Masing-masing tanah yang mereka miliki dijadikan sebagai sawah, perkebunan, dan lahan kosong yang dapat dimanfaatkan untuk membuat rumah penduduk.

25%

24% 24%

27%

Grafik Jumlah Penduduk menurut Jenis

Kelamin di Desa Restu Rahayu Tahun 2010


(58)

Lahan kosong yang belum dimanfaatkan biasanya sengaja dipersiapkan untuk anak mereka yang akan berumahtangga, sehingga sebagian besar penduduk yang ada di Desa Restu Rahayu adalah bersaudara. Banyaknya penduduk Desa Restu Rahayu yang memiliki hubungan dan saling terikat satu sama lain menjadikan mereka memiliki latar belakang yang sama, salah satunya adalah sebagian besar penduduk Desa Restu Rahayu beragama Hindu. Pernyataan di atas, dapat dibuktikan melalui Tabel 5 di bawah ini:

Tabel 6: Jumlah Penduduk Desa Restu Rahayu berdasarkan Agama yang Dianut

Agama Jumlah Persentase

Islam 23 1,57

Hindu 1442 98,43

Jumlah 1465 100

Sumber: Data primer, 2014

Sumber: Data primer, 2014

Dari data di atas dapat diketahui bahwa masyarakat yang tinggal di Desa Restu Rahayu hanya menganut dua agama, yaitu Islam dan Hindu. Sebagian besar atau mayoritas penduduk Desa Restu Rahayu beragama Hindu dengan persentase

2%

98%

Jumlah Penduduk Desa Resatu

Rahayu berdasarkan Agama yang

Dianut


(59)

98,43%, sedangkan yang memeluk agama Islam hanya 23 jiwa saja dengan persentase 1,57%. Karena sebagian besar masyarakatnya memeluk agama Hindu, maka Kepala Desa yang menjabat di Desa Restu Rahayu secara terus menerus adalah warga yang beragama Hindu.

Meskipun terdapat beberapa umat non Hindu yang tinggal di Desa Restu Rahayu, namun kehidupan masyarakatnya sangat kondusif sehingga sangat jarang terjadi konflik. Masyarakat Desa Restu Rahayu selalu memegang teguh tri kerukunan beragama. Tri kerukunan beragama tersebut meliputi, kerukunan sesama umat beragama Hindu, kerukunan antar umat beragama lain, kerukunan antar umat beragama dengan pemerintahan setempat. Apabila tri kerukunan umat beragama tersebut selalu di pegang teguh, maka kehidupan masyarakat Desa Restu Rahayu akan harmonis baik sesama umat Hindu maupun non Hindu.

Tabel 7: Jumlah Penduduk Desa Restu Rahayu berdasarkan Etnik

Etnik Jumlah Persentase

Jawa 20 1,37

Bali 1445 98,63

Jumlah 1465 100 Sumber: Data primer, 2014


(60)

Sumber: Data primer, 2014

Dari data di atas dapat diketahui bahwa penduduk di Desa Restu Rahayu hanya terdiri dari dua etnis, yaitu etnis Bali dan Jawa. Di Desa Restu Rahayu, sebagian besar penduduknya adalah etnis Bali dengan jumlah penduduk 98,63% sedangkan sisanya adalah etnis Jawa yaitu 1,37%. Normalnya, apabila seseorang yang etnisnya Bali pasti beragama Hindu. Namun menurut hasil survey, ditemukan satu keluarga yang etnisnya Bali namun beragama Islam.

Meskipun masyarakat Desa Restu Rahayu mayoritas adalah umat Hindu tetapi mereka (umat Hindu dan umat Islam) selalu berpegang teguh pada adat istiadat atau tradisi yang diwariskan oleh leluhur, bahkan hingga saat ini. Masyarakat Desa Restu Rahayu selain berpegang teguh pada pemerintahan setempat, mereka juga berpegang teguh padaDesa Adat.

Pelaksanaan kegiatan agama Hindu yang berupapanca yajna masih sangat kuat. Kegiatan tersebut selalu mereka (masyarakat Desa Restu Rahayu yang beragama Hindu) lakukan. Dalam penuturan mereka, tidak melaksanakan upacarapanca yajnaakan membawa dampak buruk bagi desa mereka. Pelaksanaanpanca yajna

1%

99%

Jumlah Penduduk Desa Restu Rahayu

berdasarkan Etnis Tahun 2014


(61)

dilaksanakan dengan matang dan disesuaikan dengan potensi desa yang mereka miliki.

Tabel 8: Jumlah Penduduk Desa Restu Rahayu berdasarkan Pekerjaan

Pekerjaan Dusun 1 Dusun 2 Dusun 3 Dusun 4 Jumlah Persentase

PNS 13 2 2 4 21 1,90

Tukang 2 1 3 2 8 0,73

Pegawai swasta 1 - 1 2 4 0,36

Petani 267 303 213 287 1070 97,00

Jumlah 283 306 219 295 1103 100

Sumber: Data primer, 2014

Sumber: Data Primer, 2014

Desa Restu Rahayu sebagian besar penduduknya bermatapencaharian sebagai petani, yaitu sebesar 97% sedangkan lainnya adalah PNS, tukang, dan pegawai swasta. Petani yang ada di Desa Restu Rahayu ada yang memiliki dan menggarap sawah atau perkebunan sendiri, atau petani dengan menggarap sawah milik orang lain.

PNS 2% Tukang

1% Pegawai

Swasta 0%

Petani 97%

Jumlah Penduduk Desa Restu Rahayu

berdasarkan Pekerjaan


(62)

Menurut tabel dan penjelasan di atas serta hasil wawancara, diperoleh informasi bahwa penghasilan masing-masing keluarga tidaklah begitu besar. Hal tersebut dikarnakan, pekerjaan mereka yang hanya seorang petani dan kebanyakan dari masing-masing keluarga hanya mengandalkan penghasilan dari kepala kaluarga (suami).

Penduduk Desa Restu Rahayu dalam melaksanakan semua peraturan-peraturan dalam kaitannya untuk mencapai keselarasan dalam hidup diterapkan dalam lembaga adat dalam bentuk awig-awig(Peraturan) desa. Penduduk atau

masyarakat Desa Restu Rahayu pada dasarnya lebih taat atau patuh pada peraturan desa,awig-awigdesa, maupun kepada pengurus adat dibandingkan dengan

kepengurusan pemerintahan desa. Hal tersebut terlihat saat adat mengadakan upacara keagamaan atau dalam rangka menyambut hari raya, maka masyarakat desa bersama-sama melakukan kegiatan yang dikenal dengan istilahngayah.

Masyarakat Desa Restu Rahayu selain melakukanngayahmereka juga mengadakan acarapesantian. Pesantianmerupakan acara yang dibentuk oleh lembaga adat dan selalu dilaksanakan oleh masyarakatnya. Kegiatan acara

pesantiandapat menambah sistem kekerabatan bagi masyarakat Desa Restu Rahayu. Bagi masyarakat yang tidak mau mengikuti segala bentuk kegiatan atau acara akan dikenakan sanksi, baik dari adat maupun masyarakat setempat.


(63)

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya, maka kesimpulan yang didapat adalah sebagai berikut:

1. Etnis Bali memiliki banyak ragam budaya maupun tradisi yang diwarisi secara turun-temurun, salah satunya adalahtabuh rahdantajen.

2. Tabuh rahmerupakan salah satu ritual dalam rangkaian upacarayadnya

dengan cara memberikan persembahan berupa darah kepadabhuta kalaagar tidak mengganggu kehidupan atau kelangsungan hidup manusia.

3. Tajenmerupakan sebuah aktifitas yang dilakukan oleh sekumpulan orang dengan tujuan untuk mencari hiburan dan kesenangan yang di dalamnya mengandung unsur perjudian.

4. Tabuh rahmaupuntajenmemiliki persamaan dalam cara pelaksanaannya yaitu dengan cara adu ayam.

5. Masih banyak orang yang belum mengetahui maknatabuh rahdan bagaimana cara pelaksanaannya. Selain itu, masih ada juga orang-orang yang beranggapan bahwatajenadalah ritualtabuh rah.

6. Masyarakat Desa Restu Rahayu tidak mempermasalahkan jikatabuh rah


(64)

B. Saran

Setelah penulis memaparkan kesimpulan-kesimpulan dari ritualtabuh rahdan juditajen,maka selanjutnya akan dikemukakan saran sebagai berikut:

1. Sebaiknya ritualtabuh rahtetap dilaksanakan, karenatabuh rahmerupakan salah satu ritual keagamaan yang suci.

2. Sebaiknyatabuh rahtetap menggunakan ayam, meskipun pelaksanaannya tidak dengan cara perangsatha(adu tanding). Karenatabuh rahmerupakan penaburan darah ke tanah.

3. Aktivitas juditajenapabila ingin diselenggarakan harus dapat memberikan manfaat atau nilai yang positif bagi orang lain (orang-orang yang tidak ikut dalam juditajen), seperti memberikan sebagian uang taruhan yang telah terkumpul kepada keluarga yang mengadakanhajatan.

4. Diharapkan agar aparat kepolisian lebih tegas dalam menangani kegiatan juditajen.

5. Bagi yang ingin meneliti kembali mengenai masalah ini, khususnya dalam juditajensebaiknya dijelaskan lebih detail mengenai bangkai kaki ayam (yang dipasangtaji)yang kalah bertanding. Apakan semua bangkai dibawa pulang oleh pemenang atau sebelah kaki ayam diberikan kepada yang kalah sebagai simbol kekalahannya.


(65)

6. Penelitian ini tentunya masih jauh dari sempurna karena masih banyak kekurangan dalam menganalisis data, pengumpulan informasi dari informan, serta referensi yang digunakan. Diharapkan dapat menjadi tambahan referensi bagi kajian ilmu sosiologi budaya agar penelitian selanjutnya dapat disempurnakan.


(66)

Halaman

DAFTAR TABEL ... i

DAFTAR GAMBAR ... ii

I. PENDAHULUAN ... A. Latar Belakang... 1

B. Rumusan Masalah... 7

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Kegunaan Penelitian ... 8

II. TINJAUAN PUSTAKA ... A. Ritual KeagmaanTabuh Rahdan JudiTajen ...9

1. Tinjauan tentang Ritual-ritual Keagamaan yang MenggunakanTabuh Rah.... 9

2. Tinjauan tentangTabuh Rah...14

3. Tinjauan tentangTajen... 18

4. Catatan Tentang Sabung-Ayam di Bali (Clifford Geertz) ... 23

B. Kerangka Pikir ... 27

Skema Kerangka Pikir ... 28

III. METODE PENELITIAN... A. Tipe Penelitian ... 29

B. Fokus Penelitian... 29

C. Lokasi Penelitian ... 30

D. Jenis dan Sumber Data... 30

E. Informan ... 31

F. Penentuan Informan... 31

G. Teknik Pengumpulan Data ... 33


(67)

B. Letak Geografis ... 40

C. Susunan Pemerintahan Desa... 41

D. Kependudukan ... 42

V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... A. Hasil Penelitian... 49

1. Pengetahuan Masyarakat tentangTabuh Rah...49

2. Banten atau Sesajen yang Digunakan SaatTabuh Rah ...60

3. Permainan JudiSabung Ayam(Tajen)... 67

B. Pembahasan ... 76

VI. SIMPULAN DAN SARAN... A. Simpulan ... 84

B. Saran ... 85

DAFTAR PUSTAKA ... Daftar Pustaka ... 87


(1)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... i

DAFTAR GAMBAR ... ii

I. PENDAHULUAN ... A. Latar Belakang... 1

B. Rumusan Masalah... 7

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Kegunaan Penelitian ... 8

II. TINJAUAN PUSTAKA ... A. Ritual KeagmaanTabuh Rahdan JudiTajen ...9

1. Tinjauan tentang Ritual-ritual Keagamaan yang MenggunakanTabuh Rah.... 9

2. Tinjauan tentangTabuh Rah...14

3. Tinjauan tentangTajen... 18

4. Catatan Tentang Sabung-Ayam di Bali (Clifford Geertz) ... 23

B. Kerangka Pikir ... 27

Skema Kerangka Pikir ... 28

III. METODE PENELITIAN... A. Tipe Penelitian ... 29

B. Fokus Penelitian... 29

C. Lokasi Penelitian ... 30

D. Jenis dan Sumber Data... 30

E. Informan ... 31

F. Penentuan Informan... 31

G. Teknik Pengumpulan Data ... 33


(2)

IV. GAMBAR UMUM LOKASI PENELITIAN ...

A. Sejarah Restu Rahayu ... 37

B. Letak Geografis ... 40

C. Susunan Pemerintahan Desa... 41

D. Kependudukan ... 42

V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... A. Hasil Penelitian... 49

1. Pengetahuan Masyarakat tentangTabuh Rah...49

2. Banten atau Sesajen yang Digunakan SaatTabuh Rah ...60

3. Permainan JudiSabung Ayam(Tajen)... 67

B. Pembahasan ... 76

VI. SIMPULAN DAN SARAN... A. Simpulan ... 84

B. Saran ... 85

DAFTAR PUSTAKA ... Daftar Pustaka ... 87


(3)

DAFTAR TABEL

Tabel 1: KetentuanCaru Panca Satha ...16 Tabel 2: Desa-Desa yang Merupakan Bagian Dari Kecamatan Raman Utara,

Tahun 2014 ... 37 Tabel 3: Nama-nama Banjar Adat di Desa Restu Rahayu, Tahun 2014... 42 Tabel 4: Pembagian Banjar Adat berdasarkan Dusun di Desa Restu Rahayu,

Tahun 2014 ... 42 Tabel 5: Jumlah Penduduk di Desa Restu Rahayu menurut Jenis Kelamin

Tahun 2010 ... 43 Tabel 6: Jumlah Penduduk Desa Restu Rahayu berdasarkan Agama yang Dianut. 44 Tabel 7 : Jumlah Penduduk Desa Restu Rahayu berdasarkan Etnik ... 45 Tabel 8: Jumlah Penduduk Desa Restu Rahayu berdasarkan Pekerjaan ... 47 Tabel 9: Perbedaan RitualTabuh rahdan JudiTajen... 83


(4)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1: Peta Desa Restu Rahayu ... 40

Gambar 2: PerayaanPiodalandiPura Pajenengan Pasek Gaduh... 55

Gambar 3: Tabuh rahyang Menggunakan Telur ... 56

Gambar 4: Tabuh RahMenggunakan Kelapa... 57

Gambar 5: Bantenatausesajenyang digunakan saat ritualtabuh rah. ...63

Gambar 6: BantenSaat PerayaanMelaspasdi Desa Restu Rahayu... 66

Gambar 7: Permainan JudiTajen...69

Gambar 8: Tajendi Desa Restu Rahayu ... 71

Gambar 9: PermainanTajendengan Arena Menggunakan Anyaman Bambu ... 72

Gambar 10: PermainanTajendengan Arena yang Hanya Dikelilingi Penonton dan Para Pemainnya Saja... 72


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Ambara, I Gusti Agung Ngurah Putra. 2006.Eksistensi Tanah-tanah Milik Pura Desa Pakraman di Kota Denpasar.

Http://eprints.undip.ac.id/1766/1/I_Gusti_Agung_Nugraha_Putra_Ambara .pdf (Diunduh tanggal 6 Maret 2014).

Arista, I Made. 2011.Caru Panca Sata Simbol Keharmonisan Manusia dengan Kosmos.Http://download.portalgaruda.org/article.php?article=117617&val =5418.pdf (Diunduh tanggal 13 September 2014).

Astiti, Tjok Istri Putra; Wayan Winda; I Ketut Sudantra; I Gede Marhaendra Wijaatmaja; Anak Agung Istri Ari Ayu Dewi. 2011.Implementasi Ajaran Tri Hita Karana Dalam Awig-Awig.

Http://lppm.unud.ac.id/wp-content/uploads/Tri-Hita-Karana-dalam-Awig-Awig-oleh-Astiti.pdf (Diunduh tanggal 30 Desember 2013).

Geertz, Cliford. 1973.The Interpretation of Cultures Selected Essays.

Http://monoskop.org/images/5/54/Geertz_Clifford_The_Interpretation_of_ Cultures_Selected_Essays.pdf (Diunduh tanggal 22 September 2013). Hidayat, Rahmatul. 2011.Sabung Ayam, Tabuh Rah, dan Judi Tajen Di Bali.

Http://respository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21800/1/RAH MATUL%20HIDAYAT-FISH.pdf (Diunduh tanggal 22 September 2013).

Mertha, I Ketut. 2010.Politik Kriminal dalam Penanggulangan Tajen (Sabung Ayam) Di Bali.Denpasar: Udayana University Press.

Miles, Matthew dan Michael Huberman. 1992.Analisis Data Kualitatif.Jakarta: Universitas Indonesia.

Moeljatno. 2007.Kitab Undang-undang Hukum Pidana.Jakarta: PT Bumi Aksara.

Nugroho, Muhammad Aji. 2010.Rites And Ceremonies/Ritual dan Upacara Keagamaan. Http://muhajinugroho.staff.stainsalatiga.ac.id/wp-content/uploads/sites/93/2013/09/RITES-AND-CEREMONIES.pdf (Diunduh tanggal 22 Januari 2014).


(6)

88

Putra, Made Wisnawa. 2013.Eksistensi Kebudayaan Hindu pada Masa Klasik Hindu Budha Ditinjau dari Bukti Temuan Arkeologi.Bandar Lampung: Sekolah Tinggi Agama Hindu.

Subadra, I Nengah. 2008.Tajen: Sebuah Perspektif Budaya.

http://subadra.wordpress.com/2008/12/19/bali-tourism-watch-tajen-sebuah-tinjauan-dari-perspektif-budaya/ (Diunduh tanggal 16 Mei 2014). Sudira, Putu. 2011.Paradigma Pendididkan Berbasis Tri Hita Karana.

Http://eprints.uny.ac.id/335/1/019Paradigma_Pendidikan_berbasis_Tri_Hi ta_Karana.pdf (Diunduh tanggal 30 Desember 2013).

Susanto SJ, Budi. 1992.Tafsir Kebudayaan-Clifford Geertz.Yogyakarta: Kanisius (Anggota IKAPI).

Swarsi, S. 2003.Upacara Piodalan Alit di Sanggah/Merajan.

Http://perempuandanbintangjatuh.files.wordpress.com/2012/11/piodalan-alit1.pdf (Diunduh tanggal 6 Maret 2014).

Tribun News. 2013.Paco Tewas dalam Penggerebekan Judi Sabung Ayam. Http://Paco.Tewas.dalam.Penggerebekan.Judi.Sabung.Ayam-Tribunnews.com.htm (Diunduh tanggal 6 Maret 2014).

Widnyana, Komang Pande. 2013.Pergeseran Nilai Upacara Tabuh Rah Menjadi Judi Tajen menurut Persepsi Umat Hindu Etnis Bali.Bandar Lampung: Sekolah Tinggi Agama Hindu.