PENYELESAIAN KREDIT BERMASALAH DENGAN JAMINAN HAK TANGGUNGAN DI PT BANK RAKYAT INDONESIA (PERSERO) Tbk CABANG KARANGANYAR

(1)

commit to user

PENYELESAIAN KREDIT BERMASALAH DENGAN JAMINAN HAK TANGGUNGAN DI PT BANK RAKYAT INDONESIA

(PERSERO) Tbk CABANG KARANGANYAR

Penulisan Hukum (Skripsi)

Disusun dan Diajukan untuk

Melengkapi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Derajat Sarjana S1 dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta

Oleh

Ariyani Sulistyowati NIM. E0007257

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2011


(2)

(3)

(4)

(5)

commit to user

ABSTRAK

Ariyani Sulistyowati, E0007257. 2011. PENYELESAIAN KREDIT BERMASALAH DENGAN JAMINAN HAK TANGGUNGAN DI PT BANK RAKYAT INDONESIA (PERSERO) Tbk CABANG KARANGANYAR. Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui langkah-langkah yang dilakukan oleh PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang Karanganyar dalam menyelesaikan kredit bermasalah dan apakah cara yang digunakan tersebut sudah sesuai dengan yang diatur dalam Undang Perbankan dan Undang-Undang Hak Tanggungan. Penelitian ini merupakan jenis penelitian hukum empiris yang bersifat deskriptif, yaitu mencari data langsung ke lapangan, tidak cukup hanya dengan mengumpulkan data-data sekunder.

Sumber data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu studi lapangan dan studi kepustakaan. Studi kepustakaan dilakukan dengan cara observasi dan wawancara mendalam. Teknik analisis data dalam penelitian kualitatif ini menggunakan teknik analisis interaktif. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dihasilkan simpulan, bahwa langkah-langkah yang dilakukan oleh PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang Karanganyar dalam menyelesaikan kredit bermasalah, yaitu

dengan menggunakan jalur non-litigasi maupun jalur litigasi.

Jalur non-litigasi dilakukan dengan cara pengambilalihan agunan debitur

(asset-settlement), alternatif penyelesaian sengketa (negosiasi, mediasi, konsiliasi, dan arbitrase), penjualan agunan via parate eksekusi, penjualan agunan di bawah tangan, dan penjualan agunan secara sukarela, sedangkan penyelesaian dengan jalur litigasi dapat dilakukan dengan cara eksekusi sertifikat hak tanggungan dan pelelangan agunan via lelang eksekusi (lelang via penetapan pengadilan). Kredit bermasalah dapat dihindari melalui pelaksanaan pembinaan dan pengawasan kredit yang dilakukan oleh semua pihak PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang Karanganyar.

Pelaksanaan restrukturisasi yang dilakukan PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang Karanganyar harus mengikuti seluruh ketentuan, sehingga tidak perlu ada pengulangan restrukturisasi untuk satu hutang dari debitur yang sama. Penyelesaian kredit bermasalah yang dilakukan oleh PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang Karanganyar sudah sesuai dengan peraturan yang berlaku, yaitu Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan dan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah.


(6)

commit to user

ABSTRACT

Ariyani Sulistyowati, E0007257. 2011. RESOLUTION OF PROBLEM LOANS WITH MORTGAGE INSURANCE IN THE PT BANK RAKYAT

INDONESIA (PERSERO) Tbk CABANG KARANGANYAR. Law Faculty

of Sebelas Maret University.

This research aims to find out how to what is used by PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Branch Karanganyar in resolving problem loans, and whether the means employed in accordance with that stipulated in the Law of Banking and Mortgage Law. This research is a kind of empirical legal research is descriptive, ie looking directly into the data field, is not enough just to collect secondary data.

Source data used are primary and secondary data. Data collection techniques used is field study and literature study. Literature study done by observation and in-depth interviews. Data analysis in qualitative research techniques using the interactive analysis techniques. Based on the results of research and discussion about the resulting conclusions, that the steps undertaken by PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Branch Karanganyar in resolving problem loans, such as by using non-litigation line and litigation line.

Line non-litigation can be done by the takeover of mortgage borrowers (asset-settlement), alternative dispute resolution (negotiation, mediation, conciliation, and arbitration), sales through parate execution of collateral, sales collateral under the hand, and voluntary sales collateral, while the settlement with litigation path can be done by way of execution, certificates of mortgage and guarantee the execution of auction via auction (auction through a court order). Nonperforming loans can be avoided through the implementation of guidance and supervision of loans made by all parties PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Branch Karanganyar.

Implementation of the restructuring undertaken PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Branch Karanganyar must follow all the rules, so there should be no repetition of debt restructuring for one of the same debtor. Settlement of problem loans in PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Branch Karanganyar been

carried out in accordance with applicable regulations of Act Number 101998 of

Concerning Amendment to Act Number 71992 Banking and Act Number 41996

of Right to Land and Objects Relating to Land.


(7)

commit to user

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah S.W.T yang telah melimpahkan rahmatnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan hukum (skripsi) dalam rangka memenuhi persyaratan guna memperoleh derajat Sarjana. Penulisan hukum ini membahas mengenai Penyelesaian Kredit Bermasalah dengan Jaminan Hak Tanggungan di PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang Karanganyar.

Penulis pada kesempatan ini dengan kerendahan hati bermaksud menyampaikan ucapan terima kasih kepada segenap pihak yang telah memberi bantuan, dukungan, dan pertolongan baik berupa materiil maupun immateriil selama penyusunan penulisan hukum ini terutama kepada :

1. Kedua orang tua tercinta, Ibunda dan Ayahanda, yang telah memberikan

segalanya dalam kehidupan penulis, baik materiil maupun spirituil. Tidak ada kata yang dapat mewakili rasa terima kasih Ananda yang dapat menggantikan budi baik Ibunda dan Ayahanda yang menjadi sumber inspirasi, kebanggaan dan pengabdian diri penulis. Semoga Ananda dapat membahagiakan kalian dengan memenuhi harapan kalian.

2. Ibu Prof. Dr. Hartiwiningsih, S.H., M.Hum. selaku Dekan Fakultas Hukum

Universitas Sebelas Maret Surakarta.

3. Bapak Harjono, S.H., M.H. selaku Pembimbing Akademik penulis.

4. Ibu Ambar Budisulistyowati, S.H.,M.Hum. selaku Ketua Bagian Hukum

Perdata dan selaku Dosen Pembimbing I Penulisan Hukum (Skripsi) .

5. Bapak Tuhana, S.H., M.Si. selaku Dosen Pembimbing II Penulisan Hukum

(Skripsi).

6. Bapak Moh. Bayu Widi R selaku Account Officer PT Bank Rakyat Indonesia

(Persero) Tbk Cabang Karanganyar.

7. Kelompok Studi dan Penelitian (KSP) “PRINCIPIUM” Fakultas Hukum


(8)

commit to user

mahasiswa penulis di bangku perkuliahan. Terima kasih untuk ilmu, pengalaman, kebersamaan dan kekeluargaan, serta semangatnya.

8. Teman-teman seperjuangan angkatan 2007 yang begitu menjaga solidaritas

dan saling memberi semangat satu sama lain.

9. Seluruh civitas akademika Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret

Surakarta.

10. Pihak-pihak yang memberi bantuan baik langsung maupun tidak langsung

yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu penulis berharap saran dan kritik dari para pembaca. Akhirnya penulis berharap penulisan ini mampu memberikan suatu manfaat bagi kita semua.

Surakarta, Juni 2011


(9)

commit to user

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING...ii

HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI...iii

HALAMAN PERNYATAAN... iv

ABSTRAK... v

ABSTRACT...vi

KATA PENGANTAR...vii

DAFTAR ISI...ix

DAFTAR TABEL...xi

DAFTAR BAGAN...xii

DAFTAR LAMPIRAN...xiii

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah...1

B. Rumusan Masalah...6

C. Tujuan Penelitian...7

D. Manfaat Penelitian...7

E. Metode Penelitian...8

F. Sistematika Penulisan Hukum (Skripsi)...15

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA A.Kerangka Teori...17

1. Tinjauan Umum tentang Perjanjian Kredit...17

2. Tinjauan Umum tentang Wanprestasi...25

3. Tinjauan Umum tentang Kredit Bermasalah...28

4. Tinjauan Umum tentang Jaminan………...33

5. Tinjauan Umum tentang Hak Tanggungan…...37

B.Kerangka Pemikiran...40

BAB III. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian……….. …...42


(10)

commit to user

a. Sejarah PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk………...42

b. Visi dan Misi PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk……....44

c. Struktur Organisasi PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk…44

d. Tugas Pokok dan Fungsi...………46

B. Pembahasan………...49

1. Langkah-langkah yang dilakukan oleh PT Bank Rakyat Indonesia

(Persero) Tbk Cabang Karanganyar dalam Menyelesaikan Kredit Bermasalah...49

a. Penyelesaian Kredit Bermasalah dengan Jalur Non

-Litigasi...66

b. Penyelesaian Kredit Bermasalah dengan Jalur Litigasi…………75

2. Penyelesaian Kredit Bermasalah yang dilakukan oleh PT Bank

Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang Karanganyar dikaji dengan Undang-Undang Perbankan dan Undang-Undang Hak Tanggungan...86

a.Penyelesaian Kredit Bermasalah yang dilakukan oleh PT Bank

Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang Karanganyar Berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan……...86 b.Penyelesaian Kredit Bermasalah yang dilakukan oleh PT Bank

Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang Karanganyar Berdasarkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah...88 BAB IV. PENUTUP

A. Simpulan...110 B. Saran...115 DAFTAR PUSTAKA


(11)

commit to user

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Penyelamatan Kredit Bermasalah (Kredit Kurang Lancar, Kredit

Diragukan, dan Kredit Macet...63

Tabel 2. Penyelesaian Kredit Macet melalui Jalur Non-Litigasi di PT Bank

Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang Karanganyar...74 Tabel 3. Penyelesaian Kredit Macet melalui Jalur Litigasi di PT Bank Rakyat


(12)

commit to user

DAFTAR BAGAN

Bagan 1. Model Analisis Interaktif...14 Bagan 2. Kerangka Pemikiran…...40 Bagan 3. Restrukturisasi Kredit di PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk

Cabang Karanganyar...65 Bagan 4. Penyelesaian Kredit Macet di PT Bank Rakyat Indonesia (Persero)

Tbk Cabang Karanganyar...84


(13)

commit to user

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Struktur Organisasi PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. Cabang Karanganyar

Lampiran 2. Surat Ijin Penelitian


(14)

commit to user

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Bank merupakan suatu lembaga penghimpun dan penyalur dana kepada

masyarakat. Lembaga ini dapat berupa milik pemerintah dan dapat pula non

-pemerintah. Kebijaksanaan yang diambil oleh pemerintah ini disebabkan karena banyaknya rakyat Indonesia yang ingin meningkatkan taraf hidupnya, tetapi mempunyai keterbatasan berkaitan dengan modal. Masyarakat tersebut mengambil langkah dengan cara berwirausaha, sedangkan modal adalah satu-satunya alat bergerak yang sangat menentukan bagi terlaksananya suatu pembangunan.

Sejalan dengan penjelasan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, bank sebagai penyalur dana masyarakat yang telah dihimpunnya ke dalam bidang-bidang yang produktif. Bidang-bidang produktif inilah yang antara lain merupakan unit-unit yang digerakkan oleh masyarakat, baik pengusaha kecil, menengah, maupun besar. Bank dalam fungsinya sebagai penyalur dana, pihak bank dapat memberikan bantuan kepada masyarakat dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak, sehingga nantinya akan memperkuat struktur perekonomian nasional.

Bank dapat menjadi pihak kreditur bagi masyarakat yang menerima bantuan kreditnya. Bentuk dan besarnya kredit yang diberikan sangatlah beraneka ragam, sesuai dengan kesepakatan antara pihak bank dan pihak debitur. Bank dalam hal penyalurannya, dana kredit yang disalurkan bank pemerintah maupun

bank non-pemerintah, didasarkan pada perjanjian kredit yang dibuat dan

disepakati oleh kedua belah pihak, sehingga masalah perjanjian kredit dengan segala ketentuan-ketentuan yang di dalamnya merupakan dasar hukum dan sekaligus merupakan sumber dari pada perikatan antara kedua belah pihak.


(15)

commit to user

Berdasarkan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, fungsi utama perbankan Indonesia adalah sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat. Bank di samping memiliki fungsi utama juga memiliki fungsi yang lainnya, yaitu memberikan jasa-jasa kepada masyarakat guna mendukung kelancaran kegiatan menghimpun dan menyalurkan dana. Kegiatan penunjang tersebut memberikan keuntungan bagi bank dan nasabah. Semakin lengkap jasa-jasa bank yang dapat dilayani oleh suatu bank, maka akan semakin baik. Jasa-jasa-jasa

bank yang ditawarkan diantaranya yaitu kiriman uang (transfer), kliring

(clearing), inkaso (collection), kartu kredit, bank garansi, dan menerima setoran-setoran, seperti pembayaran pajak, pembayaran telepon, pembayaran air, serta pembayaran listrik.

Pengertian bank menurut Black’s Law Dictionary, yaitu :

”Bank is (1) a financial establishment for the deposit, loan, exchange, or issue of money and for the transmission of funds, (2) the office in which such an establishment conducts transactions” (Bryan A. Garner: 2004: 350).

Menurut Insukindro dalam bukunya Hermansyah yang berjudul Hukum Perbankan Nasional Indonesia, kegiatan utama di bidang keuangan adalah menarik dana dari dan menyalurkannya kepada masyarakat. Hal tersebut diharapkan dapat melaksanakan fungsinya sebagai lembaga perantara keuangan (financial intermediation), serta lembaga transmisi yang mampu menjembatani bagi masyarakat yang kelebihan dana dan kekurangan dana, serta memperlancar transaksi ekonomi (Insukindro dalam Hermansyah, 2009: 1-2). Pengertian kredit

berasal dari bahasa Yunani, credere yang artinya percaya.

Pengertian kredit menurut Pasal 1 butir 11 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan atas kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan


(16)

commit to user

pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah waktu tertentu dengan pemberian bunga. Penyaluran kredit oleh bank mereflesikan 2 (dua) hal, yaitu untuk mewujudkan esensi utamanya sebagai penyedia dana untuk pembangunan perekonomian, dan sebagai piranti utama

dalam menjaga keberlangsungan hidupnya (going concern) (Agus Santoso, 2010:

35).

Kredit perbankan mempunyai peranan yang sangat penting, bukan hanya untuk kepentingan individu saja, tetapi juga untuk kepentingan dunia usaha. Kredit disini juga dapat menentukan kondisi perekonomian di suatu negara, seperti di Indonesia. Kredit perbankan mempunyai peranan yang sangat penting dalam mengendalikan kondisi dan kegiatan perekonomian, oleh karena itu berbagai kebijaksanaan telah ditetapkan oleh Bank Indonesia untuk menciptakan suatu sistem perkreditan yang sehat. Kebijaksanaan tersebut antara lain meliputi, kebijaksanaan mengenai tingkat bunga, sektor-sektor ekonomi yang perlu didorong untuk diberikan kredit dan kebijaksanaan yang lebih menekankan pada prinsip kehati-hatian di dalam memberikan kredit.

Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 4 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan yang menyebutkan bahwa, perbankan Indonesia bertujuan menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan pertumbuhan ekonomi, dan stabilitas nasional ke arah peningkatan kesejahteraan rakyat banyak, dalam hal ini perbankan Indonesia mempunyai tujuan yang sangat strategis dan tidak hanya berorientasi ekonomis, tetapi juga berorientasi kepada

hal-hal yang non-ekonomis, seperti masalah stabilitas nasional yang menyangkut

stabilitas politik dan stabilitas sosial (Hermansyah, 2009: 20). Pemberian kredit kepada masyarakat dilakukan melalui suatu perjanjian kredit antara pemberi kredit (kreditur) dengan penerima kredit (debitur), sehingga diantara keduanya terjadi hubungan hukum. Perjanjian kredit pada umumnya hanya dibuat oleh pihak kreditur atau dalam hal ini adalah bank, sedangkan debitur hanya mempelajari dan memahami isi dari perjanjian tersebut dengan baik.


(17)

commit to user

Lembaga perbankan mempunyai peranan yang strategis dalam mencapai tujuan pembangunan nasional, maka terhadap lembaga perbankan perlu senantiasa terdapat pembinaan dan pengawasan yang efektif agar mampu berfungsi secara sehat, wajar, dan efisien, serta mampu menghadapi persaingan yang semakin bersifat global, di samping itu, mampu melindungi secara baik dana yang dititipkan masyarakat kepadanya juga mampu menyalurkan dana masyarakat tersebut ke bidang-bidang produktif bagi pencapaian sasaran pembangunan. Kegiatan menyalurkan kredit mengandung risiko yang sangat tinggi dan dapat mempengaruhi kesehatan dan kelangsungan usaha dan kegiatan bank.

Bank kebanyakan bangkrut atau menghadapi kesulitan keuangan yang akut disebabkan karena terjerat kasus-kasus kredit macet dalam jumlah besar. Pemberian kredit pada umumnya dilakukan dengan mengadakan suatu perjanjian terlebih dahulu. Perjanjian tersebut terdiri dari perjanjian pokok, yaitu perjanjian utang piutang dan diikuti dengan perjanjian tambahan berupa perjanjian pemberian jaminan oleh pihak debitur.

Agunan atau jaminan merupakan suatu hal yang sangat erat hubungannya dengan bank dalam pelaksanaan teknis pemberian kredit. Kredit yang diberikan oleh bank perlu adanya suatu pengamanan, tanpa adanya pengamanan, bank sulit menghindari risiko yang akan datang, sebagai akibat tidak berprestasinya seorang nasabah. Bank melakukan tindakan-tindakan pengamanan dan meminta kepada calon nasabah agar memberikan jaminan suatu barang tertentu, sebagai jaminan di dalam pemberian kredit untuk mendapatkan kepastian dan keamanan dari kreditnya. Hal tersebut diatur dalam Pasal 1131 dan Pasal 1132 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Muchdarsyah Sinungan, 1990: 12).

Masalah yang sering timbul dalam pelaksanaan perjanjian kredit adalah keadaan dimana debitur lalai untuk melakukan kewajibannya atau yang disebut wanprestasi. Fakta yang sering kali terjadi dilapangan adalah debitur terlambat dalam melakukan pembayaran, baik cicilan maupun bunga. Setiap pemberian kredit yang disalurkan oleh bank, dalam prakteknya bank selalu meminta kepada


(18)

commit to user

nasabah debitur untuk menyerahkan jaminan, guna keamanan dalam pengembalian kredit tersebut.

Jaminan pemberian kredit berdasarkan keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan debitur untuk melunasi kewajibannya sesuai dengan yang telah diperjanjikan, untuk mengurangi risiko tersebut. Hal tersebut merupakan faktor penting yang harus diperhatikan oleh bank. Keyakinan tersebut dapat diperoleh dengan cara sebelum memberikan kredit, bank harus melakukan penilaian terhadap watak, kemampuan, agunan, modal dan prospek usaha dari debitur. Jaminan yang diberikan oleh debitur kepada kreditur berupa jaminan hak tanggungan yang berupa sertifikat tanah atau sertifikat bangunan tersebut harus memberikan kepastian hukum kepada kedua belah pihak.

Kreditur dalam hal ini akan mendapatkan kepastian, yaitu kreditur akan mendapat kepastian untuk menerima pengembalian pokok kredit dan bunga dari debitur, sedangkan bagi debitur itu sendiri, yaitu seorang debitur akan mendapat kepastian mengembalikan kredit bunga yang ditentukan dan juga kepastian dalam berusaha. Adanya suatu kredit bermasalah yang timbul dikemudian hari, maka dalam menyelesaikan suatu kredit bermasalah tersebut harus memperhatikan asas keadilan, kemanfaatan, kepatutan, kesetaraan, dan kepastian hukum (Iswi Hariyani, 2009: 44).

Benda tetap yang dijadikan obyek jaminan utang di Bank Rakyat Indonesia adalah berupa tanah. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah, maka semua benda yang berkaitan dengan jaminan utang atas tanah diatur dalam undang-undang ini. Tanah di sini merupakan jaminan hak tanggungan dan mempunyai kelebihan bila dibandingkan dengan obyek jaminan yang lainnya. Prinsip dalam hak tanggungan ini adalah mengikuti obyeknya, kemanapun obyek tersebut dibawa atau kepada siapapun obyek tersebut beralih (Munir Fuady, 2002: 86).


(19)

commit to user

Jaminan yang diberikan debitur kepada bank tersebut haruslah diteliti terlebih dahulu secara lengkap oleh pihak bank, baik dari segi hukum maupun dari segi ekonomi. Kebanyakan masyarakat pada saat ini dalam mengembalikan pinjamannya kepada bank mengalami kesulitan, sehingga pihak bank juga harus melakukan tindakan terkait hal tersebut, guna mendapatkan kembali pinjaman dari debitur tersebut, dan bank tetap dapat menjalankan usahanya di bidang perbankan. Penulis berpendapat, bahwa hal-hal tersebut di atas menarik untuk diteliti dan dikaji lebih lanjut, terkait adanya suatu penyelesaian kredit bermasalah dengan jaminan hak tanggungan, yang menimbulkan berbagai implikasi bagi debitur atau kreditur, oleh karena itu kredit bermasalah harus ditangani dengan baik menggunakan langkah-langkah berdasarkan kekeluargaan untuk mencapai kesepakatan atau melalui penyelesaian secara hukum, untuk itulah penulis mengangkatnya dalam suatu penulisan hukum (skripsi) dengan judul

“PENYELESAIAN KREDIT BERMASALAH DENGAN JAMINAN HAK TANGGUNGAN DI PT BANK RAKYAT INDONESIA (PERSERO) Tbk CABANG KARANGANYAR”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, penulis merumuskan

permasalahansebagai berikut :

1. Langkah-langkah apa yang dilakukan oleh PT Bank Rakyat Indonesia

(Persero) Tbk Cabang Karanganyar dalam menyelesaikan kredit bermasalah?

2. Apakah penyelesaian kredit bermasalah di PT Bank Rakyat Indonesia

(Persero) Tbk Cabang Karanganyar sesuai dengan Undang-Undang Perbankan dan Undang-Undang Hak Tanggungan?


(20)

commit to user

C. Tujuan Penelitian

Penelitian pada dasarnya memiliki suatu tujuan tertentu yang hendak dicapai. Tujuan penelitian juga harus jelas, sehingga dapat memberikan arah dalam pelaksanaan penelitian tersebut, adapun tujuan dari penelitian ini dapat diuraikan sebagai berikut :

1. Tujuan Obyektif

a. Mengetahui langkah-langkah yang harus dilakukan oleh PT Bank Rakyat

Indonesia (Persero) Tbk Cabang Karanganyar dalam menyelesaikan kredit bermasalah.

b. Mengetahui langkah-langkah penyelesaian kredit bermasalah yang ada di

PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang Karanganyar apakah sudah sesuai yang diatur dalam Undang Perbankan dan Undang-Undang Hak Tanggungan.

2. Tujuan Subyektif

a. Memenuhi persyaratan akademis guna memperoleh gelar kesarjanaan

dalam program studi ilmu hukum di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.

b. Memperluas wawasan, pengetahuan dan kemampuan penulis dalam

mengkaji masalah di bidang hukum perdata, khususnya di bidang perbankan.

D. Manfaat Penelitian

Penulis berharap, bahwa kegiatan penelitian dalam penulisan hukum (skripsi) ini bermanfaat bagi penulis maupun orang lain, adapun manfaat yang dapat diperoleh dari penulisan hukum (skripsi) ini sebagai berikut :


(21)

commit to user

1. Manfaat Teoritis

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat pada

pengembangan ilmu pengetahuan di bidang ilmu hukum pada umumnya dan hukum perbankan pada khususnya.

b. Menjadi sumbangan pemikiran bagi pihak yang berwenang dalam

menyelesaikan kredit bermasalah dan sebagai referensi keilmiahan.

2. Manfaat Praktis

a. Memberikan jawaban atas permasalahan yang diteliti.

b. Mengembangkan penalaran dan membentuk pola pikir dinamis, sekaligus

mengetahui kemampuan penulis dalam menerapkan ilmu yang diperoleh.

E. Metode Penelitian

Istilah “metodologi” berasal dari kata “metode” yang berarti “jalan ke”, namun demikian, menurut kebiasaan metode dirumuskan dengan kemungkinan-kemungkinan sebagai berikut :

1. Suatu tipe pemikiran yang dipergunakan dalam penelitian dan penilaian.

2. Suatu teknik yang umum bagi ilmu pengetahuan.

3. Cara tertentu untuk melaksanakan suatu prosedur (Soerjono Soekanto, 2010:

5).

Penelitian merupakan suatu kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan analisa dan konstruksi, yang dilakukan secara metodologis, sistematis dan konsisten. Metodologis berarti sesuai dengan metode atau cara tertentu, sistematis adalah berdasarkan suatu sistem, sedangkan konsisten berarti tidak adanya hal-hal yang bertentangan dengan kerangka tertentu. Penelitian hukum pada dasarnya merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu, yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan jalan menganalisisnya, kecuali itu maka juga diadakan


(22)

commit to user

pemeriksaan yang mendalam terhadap fakta hukum tersebut untuk kemudian mengusahakan suatu pemecahan atas permasalahan-permasalahan yang timbul dalam gejala bersangkutan (Soerjono Soekanto, 2010: 42-43).

Metode penelitian dapat diartikan sebagai cara untuk memecahkan masalah dengan jalan menemukan, mengumpulkan, menyusun data guna mengembangkan dan menguji kebenaran suatu pengetahuan yang hasilnya dituangkan dalam penulisan hukum (skripsi). Adapun metode penelitian dalam penulisan hukum ini meliputi:

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan penulis pada penelitian ini adalah jenis penelitian hukum empiris atau “sosiologis“. Jenis penelitian hukum empiris ini, yang diteliti pada awalnya adalah data sekunder, kemudian dilanjutkan pada data primer di lapangan atau terhadap masyarakat (Soerjono Soekanto, 2010: 52 ). Data yang diperoleh dari jenis penelitian ini mempunyai

kriteria yang valid, yaitu menunjukkan drajad ketepatan antara data yang

sesungguhnya terjadi pada obyek dengan data yang dapat dikumpulkan oleh penulis (Sugiyono, 2010: 2). Penelitian hukum empiris, peneliti perlu mencari data langsung ke lapangan, sehingga tidak cukup hanya dengan mengumpulkan data-data sekunder.

2. Sifat Penelitian

Sifat penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Menurut Soerjono Soekanto, penelitian deskriptif adalah penelitian yang dimaksudkan untuk memberikan data seteliti mungkin tentang manusia, keadaan atau gejala-gejala lainnya. Maksud dari penelitian deskriptif adalah terutama untuk mempertegas hipotesa-hipotesa agar dapat membantu dalam memperkuat teori-teori baru (Soerjono Soekanto, 2010: 10).


(23)

commit to user

3. Lokasi Penelitian

Lokasi dalam penelitian penulisan hukum (skripsi) ini adalah PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang Karanganyar. Lokasi tersebut dipilih karena adanya kasus terkait penyelesaian kredit bermasalah, sehingga berkaitan dengan permasalahan yang dibahas dalam penelitian hukum (skripsi) ini.

4. Jenis Data

Secara umum, di dalam penelitian biasanya dibedakan antara data yang diperoleh secara langsung dari masyarakat (data empiris) dan dari bahan-bahan pustaka. Data yang diperoleh secara langsung dari masyarakat dinamakan data primer, sedangkan yang dipeoleh dari bahan-bahan pustaka lazimnya dinamakan data sekunder (Soerjono Soekanto, 2010:51).

Jenis data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah:

a. Data Primer

Data primer merupakan keterangan atau fakta yang diperoleh secara langsung melalui penelitian lapangan atau di lokasi penelitian. Data primer merupakan data yang dikumpulkan dari sejumlah fakta atau keterangan yang diperoleh secara langsung melalui penelitian lapangan.

Data primer ini berupa hasil wawancara dengan Account Officer PT Bank

Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang Karanganyar.

b. Data Sekunder

Data sekunder merupakan data yang tidak diperoleh secara langsung dari lapangan, melainkan diperoleh dari studi kepustakaan, yang terdiri dari peraturan perundang-undangan, buku-buku, kamus hukum, dan bahan-bahan kepustakaan serta sumber tertulis lainnya.


(24)

commit to user

5. Sumber Data

a. Sumber Data Primer

Sumber data primer merupakan sumber data yang berasal dari pihak-pihak yang ada hubungannya langsung dengan masalah dalam penelitian. Sumber data primer dalam penelitian ini adalah wawancara

dengan Account Officer PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang

Karanganyar yang mengetahui dan memiliki pengalaman mengenai obyek penelitian.

b. Sumber Data Sekunder

Sumber data sekunder merupakan sumber data yang mendukung

sumber data primer, yaitu peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan permasalahan yang diteliti penulis, antara lain Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang-Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Penyelesaian Sengketa, Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang-Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Kekuasaan Kehakiman, Peraturan Bank Indonesia Nomor 7 Tahun 2005 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum, Peraturan Bank Indonesia Nomor 8 Tahun 2006 tentang Mediasi Perbankan, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 40 Tahun 2006 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang, Keputusan Menteri Keuangan Nomor 305 Tahun 2002 tentang Pejabat Lelang, Keputusan Menteri Keuangan Nomor 306 Tahun 2002 tentang Balai Lelang, Kitab Undang-Undang Hukum

Perdata, Herziene Inlandsch Reglement (HIR), dan Rechtglement


(25)

commit to user

6. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian kualitatif yang utama

adalah observasi participant, wawancara mendalam studi dokumentasi, dan

gabungan ketiganya atau triangulasi. Perlu dikemukakan kalau teknik pengumpulan datanya dengan observasi, maka perlu dikemukakan apa yang diobservasi, dan kalau wawancara, kepada siapa akan melakukan wawancara (Sugiyono, 2010: 293). Sesuai dengan sumber data yang digunakan dalam penelitian ini, maka teknik pengumpulan data yang digunakan adalah :

a. Studi Lapangan

Studi lapangan, yaitu pengumpulan data dengan cara terjun secara langsung ke obyek penelitian untuk melakukan pengamatan secara langsung, dengan tujuan untuk memperoleh data-data. Studi lapangan ini penulis mengumpulkan data dengan 2 (dua) cara, yaitu :

1) Observasi

Observasi merupakan teknik pengumpulan data dengan cara melihat atau mengamati obyek yang diteliti, serta melakukan pencatatan terhadap gejala-gejala yang timbul secara sistematis, sehingga dapat memberikan suatu gambaran yang lengkap mengenai obyek penelitian dengan mempelajari kasus yang berkembang di lokasi penelitian, yaitu di PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang Karanganyar.

2) Wawancara mendalam (indepth inverviewing)

Wawancara merupakan suatu teknik pengumpulan data dengan cara bertanya langsung kepada responden mengenai masalah yang diteliti. Wawancara dilakukan pada subyek yang dipilih sebagai responden secara mendalam dan terarah dengan menggunakan daftar pertanyaan terbuka agar diperoleh hasil yang sesuai dengan masalah-masalah yang diteliti. Wawancara dalam penelitian ini diperoleh


(26)

commit to user

melalui Account Officer PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk

Cabang Karanganyar.

b. Studi Kepustakaan

Studi kepustakaan, yaitu teknik pengumpulan data dengan cara mempelajari, membaca dan mencatat buku-buku, literatur, catatan-catatan, serta peraturan perundang-undangan yang erat kaitannya dengan pokok-pokok masalah yang diteliti.

7. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang akan digunakan penulis dalam penelitian ini adalah analisa kualitatif, yaitu suatu cara penelitian yang menggunakan dan menghasilkan data secara deskriptif analisis, artinya apa yang dinyatakan oleh responden secara tertulis atau lisan dan juga perilaku yang nyata yang diteliti dan dipelajari sebagai sesuatu yang utuh (Soerjono Soekanto, 2010: 250). Jadi, dalam hal ini proses pengumpulan data dan analisa data dilakukan secara bersamaan.

Teknik analisa data meliputi 3 (tiga) tahapan, yaitu mereduksi data, menyajikan data, dan menarik kesimpulan dengan verifikasinya. Tahap-tahap tersebut dilakukan pembentukan siklus, sehingga data yang terkumpul direduksi, kemudian ditarik sebuah kesimpulan/ konklusi. Ketiga komponen tersebut adalah :

a. Reduksi Data

Reduksi data merupakan proses seleksi, pemfokusan dan penyederhanaan dari data-data, sehingga kesimpulan akhir penelitian dapat dilakukan.

b. Penyajian Data

Penyajian data merupakan suatu rangkaian informasi, deskripsi dalam bentuk narasi yang memungkinkan kesimpulan penelitian yang dapat


(27)

commit to user

dilakukan. Sajian data harus mengacu pada rumusan masalah, sehingga dapat menjawab permasalahan-permasalahan yang diteliti.

c. Kesimpulan dan Verifikasi

Kesimpulan dan verifikasi yang dimulai dari pengumpulan data, seorang penganalisis kualitatif melukan pencatatan, pola-pola, penjelasan, konfigurasi atau pernyataan, alur sebab akibat dan proporsi. Kesimpulan-kesimpulan juga diverifikasi selama penelitian berlangsung (Heribertus Sutopo, 1988: 34-36). Lebih jelasnya, analisis data kualitatif model interaktif dapat digambarkan dengan skema sebagai berikut :

Bagan 1. Model Analisis Interaktif

Maksud model analisis interaktif ini, pada waktu pengumpulan data penulis selalu membuat reduksi dan sajian data. Reduksi dan sajian data harus disusun pada waktu penulis sudah memperoleh unit data dari sejumlah unit yang diperlukan dalam penelitian, ketika waktu pengumpulan data sudah berakhir, penulis mulai melakukan usaha untuk menarik kesimpulan dan verifikasinya berdasarkan pada semua hal yang terdapat dalam reduksi maupun sajian datanya, jika kesimpulan dirasa kurang mantap karena kurangnya rumusan dalam reduksi maupun sajiannya, maka penulis dapat

Reduksi Data

Penarikan Kesimpulan/ Verifikasi

Sajian Data Pengumpulan


(28)

commit to user

kembali melakukan kegiatan pengumpulan data yang sudah terfokus untuk mencari pendukung kesimpulan yang ada dan juga bagi pendalaman data (Heribertus Sutopo, 1988: 38).

F. Sistematika Penulisan Hukum (Skripsi)

Penulisan hukum ini terdiri dari empat bab, yaitu pendahuluan, tinjauan pustaka, pembahasan dan penutup, serta daftar pustaka dan lampiran, adapun susunannya sebagai berikut :

BAB I. PENDAHULUAN

Pada bab ini penulis mengemukakan latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian, dan sistematika penulisan hukum (skripsi).

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini penulis memaparkan landasan teori dari para pakar maupun doktrin hukum berdasarkan literatur yang berkaitan dengan permasalahan penelitian. Landasan teoritik tersebut meliputi tinjauan umum mengenai kredit bermasalah, jaminan, dan Hak Tanggungan.

BAB III. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini penulis menguraikan mengenai pembahasan dan hasil yang diperoleh dari proses meneliti. Berdasarkan rumusan masalah yang diteliti, terdapat dua pokok permasalahan yang dibahas dalam bab ini, yaitu langkah-langkah apa yang dilakukan oleh PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang Karanganyar dalam Menyelesaikan Kredit Bermasalah dan apakah penyelesaian kredit bermasalah di PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang Karanganyar sudah sesuai dengan Undang-Undang Perbankan dan Undang-Undang Hak Tanggungan.


(29)

commit to user

BAB IV. PENUTUP

Pada bab ini penulis menguraikan mengenai kesimpulan yang dapat diperoleh dari kesimpulan hasil pembahasan dan proses meneliti, serta saran-saran yang dapat penulis kemukakan pada para pihak yang terkait dengan bahasan penulisan hukum.

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(30)

commit to user

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori

1. Tinjauan Umum tentang Perjanjian Kredit

a. Pengertian Perjanjian Kredit dari Para Ahli

1) Menurut Subekti

Perjanjian kredit menurut Subekti adalah dalam bentuk apapun juga pemberian kredit itu diadakan, dalam semuanya itu pada hakikatnya yang terjadi adalah suatu perjanjian pinjam-meminjam sebagaiamana diatur oleh Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Pasal 1754 sampai dengan Pasal 1769.

2) Menurut Marhainis Abdul Hay

Perjanjian kredit menurut Marhainis Abdul Hay adalah identik dengan perjanjian pinjam-meminjam dan dikuasai oleh ketentuan Bab XIII dari Buku III Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

3) Menurut Mariam Darus Badrulzaman

Berdasarkan rumusan yang terdapat di dalam Undang-Undang Perbankan mengenai perjanjian kredit, dapat disimpulkan bahwa dasar perjanjian kredit adalah perjanjian pinjam-meminjam di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Pasal 1754. Perjanjian pinjam-meminjam ini juga mengandung makna yang luas yaitu obyeknya

adalah benda yang menghabis jika verbruiklening termasuk di

dalamnya uang. Berdasarkan perjanjian pinjam-meminjam ini, pihak penerima pinjaman menjadi pemilik yang dipinjam dan kemudian harus dikembalikan dengan jenis yang sama kepada pihak yang meminjamnkannya, karena perjanjian kredit ini merupakan perjanjian yang bersifat riil, yaitu bahwa terjadinya perjanjian kredit ditentukan oleh “penyerahan” uang oleh bank kepada nasabah.


(31)

commit to user

4) Menurut Sutan Remy Sjahdeini

Perjanjian kredit menurut Sutan Remy Sjahdeini adalah perjanjian antara bank sebagai kreditur dengan nasabah sebagai nasabah debitur mengenai penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu yang mewajibkan nasabah-nasabah debitur untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga, imbalan, atau pembagian hasil keuntungan.

5) Menurut Ch. Gatot Wardoyo

Perjanjian kredit mempunyai beberapa fungsi, yaitu :

a) Perjanjian kredit berfungsi sebagai perjanjian pokok, artinya

perjanjian kredit merupakan sesuatu yang menentukan batal atau tidaknya perjanjian lain yang mengikutinya, misalnya perjanjian pengikatan jaminan.

b) Perjanjian kredit berfungsi sebagai alat bukti mengenai

batasan-batasan hak dan kewajiban diantara kreditur dan debitur.

c) Perjanjian kredit berfungsi sebagai alat untuk melakukan

monitoring kredit.

Istilah kredit tidak terdapat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yang ada hanya perjanjian pinjam-meminjam uang yang ada dalam Pasal 1754 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Sutarno, 2009: 96). Istilah perjanjian kredit pertama kali dikemukakan dalam Instruksi

Presidium Kabinet Nomor 15/EK/10/1996 juncto Surat Edaran Bank

Negara Indonesia Unit I Nomor 2/UPK/Pemb/1966 tentang Pedoman Kebijaksanaan di Bidang Perkreditan. Unsur kepercayaan memang harus ada di dalam perjanjian kredit, yaitu keyakinan kreditur bahwa prestasi yang diberikannya baik dalam bentuk uang atau barang akan benar-benar diterimanya kembali dalam jangka waktu tertentu yang sudah disepakati oleh debitur maupun kreditur.


(32)

commit to user

Berawal dari bentuk perjanjian, selanjutnya dalam praktek tumbuh sebagai perjanjian baku, yaitu bank telah menyediakan formulir perjanjian kredit yang isinya telah disiapkan lebih dahulu. Berdasarkan sifatnya,

perjanjian kredit adalah perjanjian pendahuluan atau voorovereenkomst

dari penyerahan uang. Perjanjian pendahuluan sebagai hasil permufakatan antara pemberi dan penerima pinjaman mengenai hubungan-hubungan hukum antara keduanya.

b. Subyek Hukum Perjanjian Kredit

Subyek hukum dalam perjanjian kredit bank adalah para pihak yang akan mengikatkan diri dalam hubungan hukum di dalam perjanjian kredit. Pihak-pihak yang mengikatkan diri dalam perjanjian kredit adalah pihak yang memberikan kredit dan pihak yang menerima kredit. Perjanjian kredit bank ditegaskan bahwa, pihak yang memberikan kredit adalah bank, sedangkan pihak yang menerima kredit dapat perorangan ataupu badan hukum. Pihak memberikan kredit disebut kreditur, sedangkan pihak yang menerima kredit disebut debitur.

c. Obyek Hukum Perjanjian Kredit

Pasal 1 butir 11 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. Obyek hukum perjanjian kredit selalu dalam bentuk uang atau tagihan.


(33)

commit to user

d. Isi Perjanjian Kredit

Perjanjian kredit pada umumnya berisi klausula-klausula sebagai berikut :

1) Klausula-klausula tentang syarat-syarat penarikan kredit pertama kali

(predisbursement clause). Klausa ini menyangkut :

a) Pembayaran provisi, premi asuransi kredit, asuransi barang

jaminan, dan pengikatan jaminan;

b) Penyerahan barang jaminan, dokumen, dan pelaksanaan pengikatan

barang jaminan; dan

c) Pelaksanaan penutupan asuransi barang jaminan, asuransi kredit,

dengan tujuan untuk meminimalisasi risiko yang terjadi di luar kesalahan debitur ataupun kreditur.

2) Klausula-klausula tentang maksimum kredit (amount clause). Klausula

ini memiliki urgensi, yaitu :

a) Merupakan obyek dari perjanjian kredit, sehingga perubahan

kesepakatan mengenai materi ini memiliki konsekuensi diperlukannya pembuatan perjanjian kredit baru;

b) Merupakan batas kewajiban kreditur berupa penyediaan dana

selama tenggang waktu perjanjian kredit, berarti batas hak debitur untuk melakukan penarikan pinjaman;

c) Merupakan penetapan besarnya nilai agunan yang harus

diserahkan, dasar perhitungan penetapan besarnya provisi atau commitment fee; dan

d) Merupakan batas dikenakannya denda kelebihan tarik (overdraft).


(34)

commit to user

Klausula ini penting dalam beberapa hal, yaitu :

a) Memberikan batas waktu bagi bank kapan harus menyediakan dana

sebesar maksimum kredit, kapan tenggang waktu itu terlampaui, sehingga memberikan hak tagih bagi bank untuk pengembalian kredit oleh debitur;

b) Memberikan batas waktu dimana bank dapat melakukan

teguran-teguran bila debitur tidak memenuhi kewajibannya secara tepat waktu; dan

c) Memberi waktu yang tepat bagi bank untuk melakukan analisis

kembali dengan pertimbangan apakah fasilitas kredit tersebut dapat diperpanjang atau segera ditarik kembali.

4) Klausula-klausula tentang tujuan kredit dan bentuk kredit. Klausula ini

penting dalam beberapa hal, yaitu :

a) Klausula tujuan kredit diperlukan agar debitur mempergunakan

kreditnya sesuai dengan yang disepakati dan diperjanjikan sebelumnya; dan

b) Klausula bentuk kredit diperlukan sesuai dengan tujuan kreditnya.

Penentuan bentuk kredit yang tepat akan menciptakan tingkat efisiensi dari pemberian kredit.

5) Klausula-klausula tentang bunga, kesepakatan biaya, dan denda

kelebihan tarik. Klausula ini diatur secara tegas dalam perjanjian kredit dengan maksud memberikan kepastian mengenai hak bank untuk membebankan bunga, biaya-biaya, dan denda yang disepakati bersama. Bunga merupakan penghasilan bank, baik secara langsung ataupun tidak langsung, yang akan diperhitungkan dengan biaya dana untuk penyediaan fasilitas kredit tersebut.

6) Klausula tentang kuasa bank untuk melakukan pembebanan atas

rekening pinjaman debitur. Klausula ini diatur secara tegas dalam perjanjian kredit, dengan maksud bank dapat setiap saat membebankan


(35)

commit to user

bunga, biaya, atau denda pada rekening pinjaman atau rekening lainnya yang ditata usahakan pada bank tersebut.

7) Klausula tentang representations and warranties, yaitu klausula yang

berisi pernyataan-pernyataan debitur atas fakta-fakta yang menyangkut

status hukum, keadaan keuangan, dan asset debitur pada saat kredit

direalisasi.

8) Klausula tentang conditions precedent, yaitu klausula tentang

syarat-syarat tangguh yang harus dipenuhi terlebih dahulu oleh debitur sebelum bank menyediakan kredit untuk digunakannya. Klausula ini bertujuan agar debitur menggunakan kredit sesuai dengan tujuan yang disepakati dan untuk menghindari penyalahgunaan kredit.

9) Klausula tentang agunan kredit (collateral clause), bertujuan agar

pihak debitur tidak melakukan penarikan atau penggantian barang jaminan secara sepihak, tetapi harus ada kesepakatan dengan pihak bank.

10)Klausula tentang berlakunya syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan

hubungan rekening koran bagi perjanjian kredit yang bersangkutan. Klausula ini khusus bagi debitur yang fasilitas kreditnya ditata usahakan melalui rekening Koran atau giro.

11)Klausula tentang affirmative covenant, yaitu klausula yang berisi

janji-janji debitur untuk melakukan hal-hal tertentu selama perjanji-janjian kredit berlaku. Klausula ini terdiri dari berbagai hal yang harus ditepati oleh debitur selama fasilitas kredit yang diterimanya berjalan.

12)Klausula tentang negative covenant, yaitu klausula yang berisi

janji-janji debitur untuk tidak melakukan hal-hal tertentu selama perjanji-janjian kredit berlaku. Klausula ini terdiri atas berbagai macam hal yang mempunyai akibat yuridis dan ekonomis bagi kepentingan pengamanan bank selaku kreditur.


(36)

commit to user

13)Klausula tentang financial covenant, yaitu klausula yang berisi janji

debitur untuk menyampaikan laporan keuangan sesuai dengan yang diminta oleh bank.

14)Klausula tentang event of default, yaitu klausula yang memberikan hak

sepihak kepada bank untuk mengakhiri kredit atas peristiwa-peristiwa yang ditentukan oleh bank serta sekaligus menagih pagu kredit tersisa.

15)Klausula tentang arbitrase, yaitu klausula yang berisi penyelesaian

perselisihan diantara para pihak.

16)Klausula-klausula bunga rampai atau miscellaneous provisions, yaitu

klausula-klausula yang berisi syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan yang belum tertampung secara khusus di dalam klausula-klausula yang ada (Johannes Ibrahim, 2004: 48-52).

Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyebutkan bahwa, perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih. Pengertian perjanjian ini mengandung unsur sebagai berikut :

1) Perbuatan, dimana penggunaan kata “perbuatan” pada perumusan

tentang perjanjian ini lebih tepat jika diganti dengan kata perbuatan hukum atau tindakan hukum, karena perbuatan tersebut membawa akibat hukum bagi para pihak yang memperjanjikan.

2) Satu orang atau lebih terhadap satu orang lain atau lebih, untuk adanya

suatu perjanjian, paling sedikit harus ada dua pihak yang saling berhadap-hadapan dan saling memberikan pernyataan yang sesuai satu sama lain. Pihak tersebut adalah orang atau badan hukum.

3) Mengikatkan dirinya, yaitu di dalam perjanjian terdapat unsur janji

yang diberikan oleh pihak yang satu kepada pihak yang lain, dalam perjanjian ini orang terikat kepada akibat hukum yang muncul karena kehendaknya sendiri.


(37)

commit to user

Perjanjian kredit memiliki fungsi penting dalam pemberian, pengelolaan, serta penatalaksanaan kredit itu sendiri, yaitu sebagai perjanjian pokok, maksudnya bahwa suatu perjanjian kredit merupakan sesuatu yang menentukan batal atau tidaknya perjanjian lain yang mengikutinya, contohnya perjanjian pengikatan jaminan, kemudian sebagai alat bukti mengenai batasan-batasan hak dan kewajiban antara kreditur dan debitur, dan sebagai alat untuk melakukan pemantauan kredit. Adapun bentuk-bentuk dari perjanjian kredit sebagai berikut :

1) Perjanjian kredit yang dibuat di bawah tangan (akta bawah tangan)

Perjanjian ini diartikan bahwa, pemberian kredit yang diberikan oleh bank kepada nasabahnya hanya dibuat diantara mereka saja, yakni antara debitur dengan kreditur tanpa seorang notaris. Akta di bawah tangan yang dimaksud sudah dibuat dan disiapkan oleh pihak bank dan hanya tinggal disepakati oleh pihak debitur saja. Akta di bawah tangan ini memiliki kekuatan hukum pembuktian seperti layaknya akta notarill, bilamana tanda tangan yang terdapat dalam akta tersebut diakui oleh yang menandatangani.

Akta di bawah tangan dalam hal pembuktian dihadapan hakim, jika salah satu pihak mengajukan bukti akta di bawah tangan dan akta tersebut dibantah oleh pihak lawan, maka pihak yang telah mengajukan bukti akta di bawah tangan tersebut harus mencari bukti tambahan, seperti saksi-saksi, dan untuk menghindari penyangkalan tersebut, ada baiknya bilamana akta di bawah tangan tersebut dilakukan legislasi oleh seorang notaris, sehingga dengan adanya legislasi tersebut akta di bawah tangan memiliki kekuatan hukum pembuktian selayaknya akta otentik atau notarill.


(38)

commit to user

2) Perjanjian kredit yang dibuat oleh dan dihadapan seorang notaris (akta

notarill atau akta otentik)

Pihak yang menyiapkan dan membuat perjanjian ini adalah notaris, akan tetapi dalam prakteknya semua ketentuan dalam perjanjian kredit disiapkan oleh kreditur itu sendiri, yang kemudian diberikan kepada notaris untuk dirumuskan ke dalam akta notarill. Akta notariil atau akta otentik di dalam hal pembuktian memiliki kekuatan pembuktian yang sempurna.

Akta otentik dianggap benar dan sah, tanpa perlu membuktikan atau menyelidiki keabsahan terkait tanda tangan pihak-pihak yang bersangkutan, apabila terdapat bantahan dari pihak lawan dalam hal pembuktian di depan hakim, maka pihak pembantahlah yang harus melakukan pembuktian terhadap kebenaran atas bantahannya tersebut.

2. Tinjauan Umum tentang Wanprestasi

a. Pengertian Wanprestasi

Wanprestasi adalah tidak memenuhi sesuatu yang diwajibkan seperti yang telah ditetapkan dalam perikatan. Tidak dipenuhinya kewajiban oleh debitur disebabkan oleh 2 (dua) kemungkinan alasan, yaitu:

1) Karena kesalahan debitur, baik dengan sengaja tidak dipenuhi

kewajiban maupun karena kelalaian; atau

2) Karena keadaan memaksa (overmacht), force majeure, jadi di luar


(39)

commit to user

Menurut Black’s Law Dictionary dalam bukunya Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja yang berjudul Perikatan pada Umumnya,

menyatakan bahwa wanprestasi (default) adalah :

By its derivation, a failure. An ommission of that which ought to be done…Specifically, the omission or failure to perform a legal or contractual duty…; to observe a promise or discharge an obligation;… or to perform an agreement. The term also ambraces the idea of dishonesty, and of wrongful act… (Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, 2004: 87).

Menurut Kamus Hukum, wanprestasi merupakan suatu ingkar

tidak memenuhi kewajiban dalam suatu perjanjian. Pihak yang lalai tersebut harus memnberikan penggantian rugi, biaya, dan bunga. Debitur tidak memenuhi kewajiban prestasinya bias karena berbagai sebab, tetapi secara garis besar adalah karena kesengajaan atau kelalaian debitur (J. Satrio, 1999: 100).

b. Bentuk-Bentuk Wanprestasi

Bentuk wanprestasi ini dapat terwujud dalam beberapa bentuk,

yaitu :

1) Debitur sama sekali tidak melaksanakan kewajibannya;

2) Debitur tidak melaksanakan kewajibannya sebagaimana mestinya/

melaksanakan kewajibannya, tetapi tidak sebagaimana mestinya;

3) Debitur tidak melaksanakan kewajibannya pada waktunya; dan

4) Debitur melaksanakan sesuatu yang tidak diperbolehkan. Wanprestasi

tersebut dapat terjadi karena kesengajaan debitur untuk tidak mau melaksanakannya, maupun karena kelalaian debitur untuk tidak melaksanakannya (Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, 2004: 70).


(40)

commit to user

c. Ganti Kerugian dan Wanprestasi

1) Pengertian ganti-kerugian

Penggantian biaya, rugi dan bunga karena tidak dipenuhinya suatu perjanjian, barulah mulai diwajibkan apabila debitur setelah dinyatakan lalai memenuhi perjanjiannya tetap melalaikannya, atau sesuatu yang harus diberikan atau dibuatnya, hanya dapat diberikan atau dibuat dalam tenggang waktu yang telah dilampaukannya (Pasal 1243 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata). Ganti-kerugian pada dasarnya adalah ganti kerugian yang timbul karena debitur melakukan wanprestasi.

2) Unsur-unsur ganti-kerugian

Berdasarkan Pasal 1246 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, ganti-kerugian itu terdiri atas 3 (tiga) unsur, yaitu :

a) Biaya, yaitu segala pengeluaran atau ongkos-ongkos yang

nyata-nyata telah dikeluarkan.

b) Rugi, yaitu kerugian karena kerusakan barang-barang kepunyaan

kreditur yang diakibatkan oleh kelalaian debitur.

c) Bunga, yaitu keuntungan yang seharusnya diperoleh atau

diharapkan oleh kreditur apabila debitur tidak lalai.

3) Batasan-batasan mengenai ganti-kerugian

Undang-undang menentukan bahwa kerugian yang harus dibayarkan

oleh debitur kepada kreditur sebagai akibat dari wanprestasi, yaitu :

a) Kerugian yang dapat diduga ketika perjanjian dibuat. Berdasarkan

Pasal 1247 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, debitur hanya diwajibkan membayar ganti-kerugian yang nyata telah atau sedianya harus dapat diduganya sewaktu perjanjian dibuat, kecuali


(41)

commit to user

jika hal tidak dipenuhinya perjanjian itu disebabkan oleh tipu daya yang dilakukan olehnya.

b) Kerugian sebagai akibat langsung dari wanprestasi. Berdasarkan

Pasal 1248 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, jika tidak dipenuhinya perjanjian itu disebabkan oleh tipu daya debitur, pembayaran mengenai ganti-kerugian sekedar mengenai kerugian yang diderita oleh kreditur dan keuntungan yang hilang baginya, hanyalah terdiri atas apa yang merupakan akibat langsung dari tidak dipenuhinya perjanjian.

Kewajiban debitur dalam kredit, seperti ditentukan dalam Pasal 1763 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan diatur dalam Pasal 1 butir 11 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. Akibat wanprestasi diatur antara dalam Pasal 1237 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yaitu peralihan risiko dan Pasal 1243 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yaitu tuntutan ganti rugi, tetapi ada pengecualian yang diatur dalam Pasal 1244 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yaitu disebabkan suatu hal yang tak terduga, tak dapat dipertanggungjawabkan padanya, jika itikad buruk tidaklah ada pada pihaknya.

3. Tinjauan Umum tentang Kredit Bermasalah

a. Pengertian Kredit Bermasalah

Kredit bermasalah adalah suatu keadaan dimana debitur tidak mau dan tidak mampu memenuhi janji-janji yang telah dibuatnya sebagaimana tertera dalam perjanjian kredit (Iswi Hariyani, 2010: 28). Adanya kredit bermasalah tersebut, akan menyebabkan menurunnya pendapatan bank, selanjutnya memungkinkan terjadinya penurunan laba. Kredit bermasalah

atau non-performing loans merupakan salah satu indikator kunci untuk


(42)

commit to user

Fungsi bank salah satunya adalah sebagai lembaga intermediary

atau penghubung antara pihak yang memiliki kelebihan dana dengan pihak yang membutuhkan dana. Pendapatan terbesar suatu bank berasal dari pendapatan bunga atas kredit yang diberikan kemasyarakat dan sumber dana terbesar suatu bank juga berasal dari masyarakat atau dana pihak ketiga, sehingga aktivitas penghimpunan dana masyarakat yang memiliki kelebihan dana dan kemudian menyalurkan dana tersebut kembali kemasyarakat dalam bentuk kredit merupakan aktivitas atau fungsi utama suatu bank (http://jh-thamrin.blogspot.com/2009/04/non-performing-loan.html, diakses pada tanggal 27 September 2010 pukul 11.15 WIB).

b. Prinsip-Prinsip Pemberian Kredit

Kriteria penilaian umum dan harus dilakukan oleh bank untuk mendapatkan nasabah yang benar-benar layak untuk diberikan kredit,

dilakukan dengan analisis prinsip 5C, yaitu character, capacity, capital,

condition, dan colleteral (Kasmir, 2002: 104).

c. Penyebab Terjadinya Kredit Bermasalah

Kredit bermasalah atau non-performing loans merupakan risiko

yang terkandung dalam setiap pemberian kredit oleh bank. Risiko tersebut berupa keadaan dimana kredit tidak kembali tepat pada waktunya. Kredit

bermasalah atau non-performing loans itu dalam perbankan dapat

disebabkan oleh berbagai faktor, misalnya ada kesengajaan dari pihak-pihak yang terlibat dalam proses kredit, kesalahan prosedur pemberian kredit, atau disebabkan oleh faktor lain seperti faktor makro ekonomi.

Kredit dikategorikan sebagai kredit bermasalah atau

non-performing loans tersebut adalah apabila kualitas kredit tergolong pada tingkat kolektibilitas kurang lancar, diragukan atau macet, untuk


(43)

commit to user

diatasi dengan langkah-langkah restrukturisasi, sedangkan untuk kredit-kredit bermasalah yang bersifat struktural pada umumnya tidak dapat diselesaikan dengan cara restrukturisasi sebagaimana kredit bermasalah

yang bersifat non-structural, sebagaimana ditentukan oleh peraturan Bank

Indonesia Nomor 7/2/PBI/2005, agar usahanya dapat berjalan kembali dan pendapatannya mampu untuk memenuhi kewajiban-kewajibannya.

Gejala kredit macet antara lain disebabkan oleh menurunnya pendapatan bersih, menurunnya penjualan secara tajam, menurunnya perputaran persediaan, meningkatnya penjualan secara tajam, menurunnya perputaran piutang, menurunnya modal lancar, nasabah mulai ingkar janji, nasabah membuat laporan fiktif, nasabah tidak terbuka, dan nasabah menolak wawancara.

Dilihat dari segi pelaku kredit, maka faktor-faktor kredit macet dari nasabah yaitu :

1) Kelemahan nasabah, yaitu diantaranya manajemen kurang (kurang

menguasai manajemen kredit), tidak memiliki perencanaan yang baik, produk ketinggalan jaman, kalah bersaing, lokasi usaha yang tidak tepat, dan adminitrasi yang kacau.

2) Kenakalan nasabah, yaitu diantaranya tidak jujur dan sukar ingkar

janji, melakukan penyimpangan penggunaan, pola hidup yang boros atau mewah, suka berbuat skandal, dan suka berjudi dan berspekulasi.

Menurut Sinungan dalam bukunya Budi Untung yang berjudul Kredit Perbankan di Indonesia, menyatakan bahwa penyebab kredit macet adalah kesulitan keuangan yang dialami oleh debitur. Penyebab kesulitan keuangan dapat dikategorikan menjadi 2 (dua), yaitu :

1) Faktor-faktor intern (managerial factor), diantaranya disebabkan oleh

adanya kelemahan dalam kebijaksanaan pembelian dan penjualan, tidak efektifnya kontrol atas biaya dan pengeluaran, kebijaksanaan


(44)

commit to user

tentang kebijaksanaan piutang yang tidak efektif, penempatan yang berlebihan pada aktiva tetap, dan permodalan yang tidak cukup.

2) Faktor-faktor ekstern, diantaranya disebabkan oleh bencana alam,

peperangan, perubahan kondisi perekonomian, dan perubahan teknologi.

d. Upaya Mencegah Terjadinya Kredit Bermasalah

Upaya pencegahan memerlukan adanya berbagai kebijakan yang baik, yaitu :

1) Kebijaksanaan pokok penyaluran kredit yang sehat,

ketentuan-ketentuan yang harus pada bank yaitu stuktur organisasi bidang

perkreditan dan job description-nya, kewenangan dari masing-masing

pejabat, dan batas pemberian kredit kepada debitur (Budi Untung, 2000: 145).

2) Sumber daya manusia yang solid dalam bidang perkreditan

Tugas pokok, wewenang dan tanggung jawab dewan direksi dalam kaitannya dengan perkreditan diantaranya, yaitu menyiapkan rencana tahunan dan kebijaksanaan pemberian kredit, melaksanakan rencana tahunan dan kebijaksanaan pemberian kredit yang telah mendapat persetujuan dari dewan komisaris, mempertanggung-jawabkan pelaksanaan rencana tahunan dan kebijaksanaan pemberian kredit kepada dewan komisaris bank dan kepada bank sentral, memonitor pelaksanaan kebijaksanaan perkreditan, melakukan koreksi yang diperlukan terhadap penyimpangan dari rencana kredit tahunan dan kebijaksanaan perkreditan, memonitor perkembangan mutu kredit secara keseluruhan, kredit yang diberikan kepada debitur yang mempunyai hubungan dengan bank, dan kredit yang diberikan kepada debitur tertentu, dan menentukan langkah penangan kredit bermasalah dan memonitor pelaksanaannya.


(45)

commit to user

Hal-hal tersebut merupakan faktor upaya mencegah terjadinya kredit bermasalah, maka dalam rangka pengelolaan kredit yang baik bank harus dengan tertib melakukan hal-hal yang diantaranya adalah memonitor dengan baik pemenuhan nasabah atas semua persyaratan pemberian kredit yang disepakati bersama antar debitur dengan bank, memonitor dengan baik pemenuhan nasabah/debitur atas pembayaran bunga dan angsuran dengan tertib dan tepat waktu sesuai dengan yang diperjanjikan, dan memonitor perkembangan usaha dan keuangan nasabah termasuk kemampuan likuiditas dan pemenuhan kewajiban debitur kepada pihak lain. Memonitor atas pemberian kredit tersebut harus dilakuan dengan baik,

karena dapat memberikan peringatan dini (early warning) apabila

nasabah mulai menunjukkan gejala-gejala mengalami kesulitan dalam memenuhi kewajibannya kepada bank maupun pihak ketiga dan dapat melakukan tindakan untuk mencegah timbulnya kredit bermasalah (problem loans) pada waktu yang cepat dan tepat (Budi Untung, 2000: 146-147).

Kredit bermasalah tersebut dapat diatasi dengan menyiapkan sumber daya manusia yang berkompeten di bidangnya, maka kehadiran pekerja asing dalam perekonomian nasional suatu negara juga dibutuhkan, secara teoritis dimaksudkan untuk menciptakan kompetisi yang pada gilirannya akan menciptakan efisiensi dan meningkatkan daya saing perekonomian. Hal tersebut untuk merespon sektor perbankan nasional dan memenuhi kekurangan tenaga ahli di sektor perbankan, serta dalam upaya untuk meningkatkan kemampuan

tenaga kerja Indonesia melalui program alih pengetahuan (transfer of


(46)

commit to user

3) Kebijaksanaan Persetujuan Kredit

Persetujuan pemberian kredit dapat dikatakan sehat, bilamana diberikan berdasarkan hasil dari penilaian total atas permintaan kredit dan atas diri debitur. Persetujuan pemberian kredit oleh pejabat bank yang terkait harus dinyatakan secara tertulis. Para pejabat pengambil keputusan untuk menyetujui pemberian kredit harus dapat mempertanggung-jawabkan kepada bank bahwa keputusan pemberian kredit tersebut didasarkan pada hasil analisis kredit yang proporsional, kredit tersebut dapat diharapkan tidak akan berkembang menjadi kredit bermasalah, dan kredit tesebut telah memenuhi ketentuan kebijaksanaan pokok penyaluran kredit yang telah digariskan oleh bank; dan keputusan pemberian kredit tadi bebas dari pengaruh pihak ketiga yang ikut berkepentingan dalam pemberian kredit tersebut (Budi Untung, 2000: 148).

4. Tinjauan Umum tentang Jaminan

a. Pengertian Jaminan

Istilah jaminan merupakan terjemahan dari Bahasa Belanda, yaitu zekerheid atau cautie, yang secara umum merupakan cara-cara kreditur menjamin dipenuhinya tagihannya, disamping pertanggung jawaban umum debitur terhadap barang-barangnya. Kata-kata jaminan terdapat dalam Pasal 1131 dan Pasal 1132 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, serta dalam Penjelasan Umum Pasal 8 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan dan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. Pengertian jaminan terdapat dalam Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 23/69/KEP/DIR tanggal 28 Februari 1991, yaitu suatu keyakinan kreditur bank atas kesanggupan debitur untuk melunasi kredit sesuai dengan yang diperjanjikan.


(47)

commit to user

Istilah hukum jaminan, berasal dari terjemahan zakerheidesstelli

atau security of law. Hukum jaminan meliputi pengertian, baik jaminan

kebendaan dan jaminan perorangan. Pengertian hukum jaminan ini

mengacu pada jenis jaminan, bukan pengertian hukum jaminan (Salim

H.S, 2004: 5). Hukum jaminan adalah mengatur konstruksi yuridis yang

memungkinkan pemberian fasilitas kredit, dengan menjaminkan benda-benda yang dibelinya sebagai jaminan.

Peraturan demikian harus cukup meyakinkan dan memberikan kepastian hukum bagi lembaga-lembaga kredit, baik dari dalam negeri maupun luar negeri, adanya lembaga jaminan dan lembaga demikian kiranya harus dibarengi dengan adanya lembaga kredit dengan jumlah besar, dengan jangka waktu yang lama dan bunga yang relatif rendah. Hukum jaminan diartikan sebagai peraturan hukum yang mengatur jaminan-jaminan piutang seorang kreditur terhadap debitur (J. Satrio, 2002: 3). Hukum jaminan adalah keseluruhan dari kaidah-kaidah hukum yang mengatur hubungan hukum antara pemberi dan penerima jaminan dalam kaitannya dengan pembebanan jaminan untuk mendapatkan fasilitas kredit (Salim H.S, 2004: 6).

b. Asas-Asas Hukum Jaminan

Berdasarkan hasil analisis terhadap berbagai peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang hukum jaminan, maupun kajian terhadap berbagai literatur tentang jaminan, maka ditemukan 5 (lima) asas penting

dalam hukum jaminan, yaitu asas publicitet, asas specialitet, asas tidak

dapat dibagi-bagi, asas inbezitstelling, dan asas horizontal (Salim H.S,

2004: 9). Adapun dijelaskan sebagai berikut :

1) Asas Publicitet

Asas publicitet, yaitu asas bahwa semua hak, baik Hak Tanggungan,


(48)

commit to user

dimaksudkan supaya pihak ketiga dapat mengetahui bahwa benda jaminan tersebut sedang dilakukan pembebanan jaminan.

2) Asas Specialitet

Asas specialitet, yaitu bahwa Hak Tanggungan, Hak Fidusia dan

Hipotek hanya dapat dibebankan atas percil atau atas barang-barang yang sudah terdaftar atas nama orang tertentu.

3) Asas Tidak Dapat Dibagi-bagi

Asas tidak dapat dibagi-bagi, yaitu asas dapat dibaginya hutang tidak dapat mengakibatkan dapat dibaginya Hak Tanggungan, Hak Fidusia dan Hipotek dan Hak Gadai walaupun telah dilakukan pembayaran sebagian.

4) Asas Inbezitstelling

Asas inbezitstelling, yaitu barang jaminan (gadai) harus berada pada

penerima gadai.

5) Asas Horizontal

Asas horizontal, yaitu bangunan dan tanah bukan merupakan satu kesatuan. Hal ini dapat dilihat dalam penggunaan Hak Pakai, baik Tanah Negara maupun tanah Hak Milik. Bangunannya milik dari yang bersangkutan atau pemberi tanggungan tetapi tanahnya milik orang lain, berdasarkan Hak Pakai. Selain daripada itu, asas-asas Hukum Jaminan juga meliputi asas filosofis, asas konstitusional, asas politis dan asas operasional (konkret) yang bersifat umum. Asas operasional dibagi menjadi asas sistem tertutup, asas absolut, asas mengikuti benda, asas publikasi, asas specialitet, asas totalitas, asas asessi pelekatan, asas konsistensi, asas pemisahan horizontal dan asas perlindungan hukum (Mariam Darus Badrulzaman, 1996:23).


(49)

commit to user

c. Obyek Hukum Jaminan

Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka obyek dari hukum jaminan dapat dibagi menjadi 2 (dua), yaitu obyek materiil dan obyek formil (Salim H.S, 2004: 8).

1) Obyek Materiil

Obyek materiil, yaitu bahan (materill) yang dijadikan sasaran dalam penyelidikannya, dalam hal ini adalah manusia.

2) Obyek Formil

Obyek formil, yaitu sudut pandang tertentu terhadap obyek materiilnya. Jadi, obyek formil hukum jaminan adalah bagaimana subyek hukum dapat membebankan jaminannya pada lembaga

perbankan atau lembaga keuangan non-bank. Pembebanan jaminan

merupakan proses, yaitu menyangkut prosedur dan syarat-syarat di

dalam pembebanan jaminan(Salim H.S, 2004:8).

d. Jenis-Jenis Jaminan Kredit

1) Jaminan Lahir karena Undang-Undang

Jaminan lahir karena undang-undang adalah jaminan yang adanya karena ditentukan oleh undang-undang, tidak perlu ada perjanjian antara kreditur dan debitur. Perwujudan dari jaminan yang lahir dari undang-undang ini adalah Pasal 1131 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang menentukan bahwa, semua harta kekayaan debitur baik benda bergerak atau benda tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang masih akan ada menjadi jaminan atas seluruh utangnya, artinya bila debitur berutang kepada kreditur, maka seluruh harta kekayaan debitur tersebut secara otomatis menjadi jaminan atas utangnya, meskipun kreditur tidak meminta kepada debitur untuk menyediakan jaminan harta debitur.


(50)

commit to user

2) Jaminan Lahir karena Perjanjian

Jaminan lahir karena perjanjian adalah jaminan ada karena diperjanjikan terlebih dahulu antara kreditur dan debitur. Jaminan yang lahir karena perjanjian dapat berbentuk Hak Tanggungan, Hipotik, Fiducia, ataupun Gadai.

3) Jaminan Kebendaan

Jaminan kebendaan adalah jaminan yang berupa hak mutlak atas suatu benda yang memiliki hubungan langsung dengan benda-benda itu,

dapat dipertahankan terhadap siapapun benda itu berada (droit de

suite) dan dapat dialihkan. Jaminan kebendaan juga mempunyai sifat prioriteid, artinya siapa yang memegang jaminan atas jaminan kebendaan lebih dahulu, maka akan didahulukan pelunasan utangnya disbanding pemegang jaminan hak kebendaan kemudian.

4) Jaminan Penanggungan Utang

Jaminan penanggungan utang adalah jaminan yang bersifat perorangan yang menimbulkan hubungan langsung dengan orang tertentu. Jaminan yang bersifat perorangan ini hanya dapat dipertahankan terhadap debitur tertentu, terhadap harta debitur seumumnya, contohnya borgtocht. Jaminan yang bersifat perorangan ini mempunyai asas kesamaan (Pasal 1131 dan Pasal 1132 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata), artinya tidak membedakan piutang mana yang lebih dahulu terjadi dan piutang yang terjadi kemudian (Sutarno, 2009: 148).

3. Tinjauan Umum tentang Hak Tanggungan

a. Pengertian Hak Tanggungan

Istilah Hak Tanggungan sebagai hak jaminan, dilahirkan oleh Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar


(51)

Pokok-commit to user

Pokok Agraria (UUPA). Unsur-unsur pokok dari Hak Tanggungan sebagai berikut :

1) Hak Tanggungan adalah hak jaminan untuk pelunasan utang.

2) Obyek Hak Tanggungan adalah hak atas tanah sesuai Undang-Undang

Pokok Agraria (UUPA).

3) Hak Tanggungan dapat dibebankan atas tanahnya (hak atas tanah) saja,

tetapi dapat pula dibebankan berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu.

4) Utang yang dijamin adalah suatu utang tertentu.

5) Memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu

terhadap kreditur-kreditur lain.

b. Asas-Asas Hak Tanggungan

Tujuan mempelajari asas-asas Hak Tanggungan adalah untuk membedakannya dengan hak-hak tanggungan yang telah ada sebelum terbitnya Undang-Undang Hak Tanggungan (UUHT) yang baru ini, termasuk asas hipotek yang ada sebelumnya. Lebih jelasnya, asas-asas tersebut, yaitu :

1) Hak Tanggungan memberikan kedudukan hak yang diutamakan bagi

kreditur pemegang Hak Tanggungan;

2) Hak Tanggungan tidak dapat dibagi-bagi;

3) Hak Tanggungan hanya dapat dibebankan pada hak atas tanah yang

telah ada;

4) Hak Tanggungan dapat dibebankan selain atas tanahnya juga


(52)

commit to user

5) Hak Tanggungan dapat dibebankan juga atas benda-benda yang

berkaitan dengan tanah yang baru akan ada dikemudian hari;

6) Perjanjian Hak Tanggungan adalah perjanjian accessoir;

7) Hak Tanggungan dapat dijadikan jaminan untuk utang yang baru akan

ada;

8) Hak Tanggungan dapat menjamin lebih dari satu utang;

9) Hak Tanggungan mengikuti objeknya dalam tangan siapapun objek

Hak Tanggungan itu berada;

10)Di atas Hak Tanggungan tidak dapat diletakkan sita oleh Peradilan;

11)Hak Tanggungan hanya dapat dibebankan atas tanah tertentu;

12)Hak Tanggungan wajib didaftarkan;

13)Hak Tanggungan dapat diberikan dengan disertai janji-janji tertentu;

14)Objek Hak Tanggungan tidak boleh diperjanjikan untuk dimiliki

sendiri oleh pemegang Hak Tanggungan apabila cidera janji; dan

15)Pelaksanaan eksekusi Hak Tanggungan mudah dan pasti (ST. Remy

Sjahdeini, 1999: 25).

c. Obyek-Obyek Hak Tanggungan

Obyek Hak Tanggungan mendapat penegasan dalam Pasal 4 Undang-Undang Hak Tanggungan (UUHT), yang menyatakan bahwa:

1) Hak atas tanah yang dapat dibebani dengan Hak Tanggungan adalah :

a) Hak Milik;

b) Hak Guna Usaha; dan c) Hak Guna Bangunan.


(53)

commit to user

2) Selain hak-hak atas tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), hak

pakai atas tanah negara yang menurut ketentuan yang berlaku wajib didaftar dan menurut sifatnya dapat dipindahtangankan dapat juga dibebani dengan Hak Tanggungan.

B. Kerangka Pemikiran

Bagan 2. Kerangka Pemikiran Perjanjian Kredit dan

Perjanjian Jaminan

Penyelesaian Kredit Bermasalah Wanprestasi


(54)

commit to user

Keterangan :

Fungsi utama perbankan Indonesia adalah sebagai penghimpun dan

penyalur dana masyarakat. Sesuai dengan fungsinya yang sebagai penyalur dana masyarakat, maka bank menyalurkan dananya atau memberikan pinjaman dananya kepada masyarakat, dan masyarakat tersebut adalah sebagai debitur. Sebelum bank (kreditur) memberikan pinjaman dana atau kredit kepada nasabah (debitur), maka bank selaku kreditur membuat perjanjian kredit dan perjanjian jaminan terlebih dahulu bersama debitur sesuai dengan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan dan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah.

Pemberian kredit tersebut, dalam pengembaliannya ada yang mengalami

kesulitan, yaitu debitur melakukan wanprestasi terhadap perjanjian tersebut. Adanya wanprestasi tersebut, maka dapat menyebabkan adanya suatu kredit bermasalah. Kredit bermasalah dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu faktor internal dan faktor eksternal, dengan adanya kredit bermasalah tersebut, maka bank tersebut harus segera menyelesaikan permasalahan tersebut melalui langkah-langkah dan tata cara sesuai dengan peraturan hukum yang ada.


(55)

commit to user

BAB III. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. HASIL PENELITIAN

1. Deskripsi Lokasi Penelitian

a. Sejarah PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk

PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk merupakan Bank Pemerintah yang berdiri pada tanggal 16 Desember 1895. Pada awalnya PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk didirikan di Purwokerto, Jawa

Tengah oleh Raden Aria Wirjaatmadja dengan nama Hulp-en Spaarbank

der Inlandsche Bestuurs Ambtenaren atau Bank Bantuan dan Simpanan Milik Kaum Priyayi yang berkebangsaan Indonesia (pribumi). Pendiri Bank Rakyat Indonesia Raden Aria Wirjaatmadja. Pada periode setelah kemerdekaan Republik Indonesia, berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 1946, Pasal 1 disebutkan bahwa, PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk adalah sebagai Bank Pemerintah pertama di Republik Indonesia. Adanya situasi perang mempertahankan kemerdekaan pada tahun 1948, kegiatan PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk sempat terhenti untuk sementara waktu dan baru mulai aktif kembali

setelah perjanjian Renville pada tahun 1949 dengan berubah nama menjadi

Bank Rakyat Indonesia Serikat.

Pada waktu itu, melalui Peraturan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1960 dibentuk PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk yang merupakan peleburan dari Bank Rakyat Indonesia, Bank Tani Nelayan dan Nederlandsche Maatschappij (NHM), kemudian berdasarkan Penetapan Presiden Nomor 9 Tahun 1965, Bank Rakyat Indonesia diintergrasikan ke dalam Bank Indonesia dengan nama Bank Indonesia Urusan Koperasi Tani dan Nelayan. Setelah berjalan selama satu bulan keluar Penetapan Presiden Nomor 17 Tahun 1965 tentang Pembentukan Bank Tunggal dengan Nama Bank Negara Indonesia. Dalam ketentuan baru itu, Bank


(56)

commit to user

Indonesia Urusan Koperasi, Tani dan Nelayan (eks-BKTN) diintegrasikan dengan nama Bank Negara Indonesia unit II bidang Rural, sedangkan Nederlandsche Maatschappij (NHM) menjadi Bank Negara Indonesia unit II bidang Ekspor Impor.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1967 tentang Undang-Undang Pokok Perbankan dan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1968 tentang Undang-Undang Bank Sentral, yang intinya mengembalikan fungsi Bank Indonesia sebagai Bank Sentral dan Bank Negara Indonesia Unit II Bidang Rular dan Ekspor Impor dipisahkan masing-masing menjadi dua Bank, yaitu PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk dan Bank Ekspor Impor Indonesia, selanjutnya berdasarkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1968 menetapkan kembali tugas-tugas pokok PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk sebagai Bank Umum.

Sejak tanggal 1 Agustus 1992 berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 1992 status Bank Rakyat Indonesia berubah menjadi PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk yang kepemilikannya masih 100% ditangan Pemerintah. PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk yang didirikan sejak tahun 1895 didasarkan pelayanan pada masyarakat kecil sampai sekarang tetap konsisten, yaitu dengan fokus pemberian fasilitas kredit kepada golongan pengusaha kecil.

Berdasarkan Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor Keputusan : S.67-dir/12/1982, tanggal 2 Desember 1982 ditentukan bahwa hari jadi Bank Rakyat Indonesia jatuh pada tanggal 16 Desember 1895. Hal tersebut untuk mengenang sejarah Bank Rakyat Indonesia.

Lokasi yang digunakan untuk penelitian hukum (skripsi) oleh penulis, yaitu di PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang Karanganyar, yang beralamat di Jalan Lawu Barat Nomor 391 Karanganyar.


(1)

commit to user

BAB IV. PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang berkaitan dengan penyelesaian kredit bermasalah dengan jaminan hak tanggungan di PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang Karanganyar, maka penulis dapat mengambil simpulan sebagai berikut :

1. Langkah-langkah yang dilakukan oleh PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk

Cabang Karanganyar dalam menyelesaikan kredit bermasalah, yaitu :

a. Penyelesaian kredit bermasalah dilakukan dengan menggunakan jalur non

-litigasi. Jalur non-litigasi dilakukan dengan cara :

1) Pengambilalihan Agunan Debitur

Penyelesaian kredit macet di PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang Karanganyar yang merupakan bank Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sesuai mekanisme korporasi berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2006 dapat dilakukan dengan cara pengambilalihan agunan milik debitur oleh bank Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau penyerahan agunan oleh debitur kepada bank Badan Usaha Milik Negara

(BUMN), atau yang disebut dengan asset-settlemen.

2) Alternatif Penyelesaian Sengketa (APS)

Alternatif penyelesaian sengketa dapat dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya negosiasi, mediasi, konsiliasi, dan arbitrase. Negosiasi diartikan sebagai upaya penyelesaian sengketa tanpa melalui proses peradilan, dengan tujuan mencapai kesepakatan bersama atas dasar kerjasama yang lebih harmonis dan kreatif. Proses mediasi adalah proses dimana pihak luar yang

tidak memihak (impartial) dan netral bekerja dengan pihak yang bersengketa

untuk membantu mereka memperoleh kesepakatan perjanjian secara memuaskan. Konsiliasi berarti perdamaian, sedangkan pihak ketiga yang mengupayakan perdamaian disebut konsiliator. Konsiliasi memiliki


(2)

kesamaan dengan mediasi, yaitu melibatkan pihak ketiga untuk menyelesaikan sengketa secara damai. Arbitrase adalah cara penyelesaian sengketa di luar peradilan yang diadakan oleh para pihak yang bersengketa atas dasar perjanjian/kontrak yang mereka adakan sebelumnya atau sesudah terjadi sengketa.

3) Penjualan Agunan via Parate Eksekusi (Tanpa Penetepan Pengadilan)

Apabila debitur cidera janji, maka pemegang hak tanggungan pertama mempunyai hak untuk menjual obyek Hak Tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum, serta mengambil pelunasan dari hasil penjualan tersebut.

4) Penjualan Agunan di Bawah Tangan

Adanya kesepakatan pemberi dan pemegang hak tanggungan, penjualan obyek Hak Tanggungan dapat dilaksanakan di bawah tangan, dengan demikian akan dapat diperoleh harga tertinggi yang menguntungkan semua pihak.

5) Penjualan Agunan secara Sukarela

Penjualan agunan secara sukarela tidak mensyaratkan adanya keharusan untuk memasang pengumuman di 2 (dua) surat kabar atau media massa setempat, serta tidak mensyaratkan adanya perjanjian tertulis, tetapi cukup atas dasar kepercayaan antara kreditur dengan debitur.

b. Penyelesaian kredit bermasalah dapat dilakukan dengan menggunakan jalur

litigasi. Jalur litigasi dilakukan dengan cara :

1) Eksekusi Sertifikat Hak Tanggungan

PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang Karanganyar dalam menyelesaikan kredit bermasalah dengan cara memohon fiat atau penetapan


(3)

commit to user

Ketua Pengadilan Negeri setempat untuk melakukan eksekusi terhadap agunan yang telah diikat sempurna dengan akta notariil berupa sertifikat hak tanggungan.

2) Pelelangan Agunan via Lelang Eksekusi (Lelang via Penetapan Pengadilan)

Penyelesaian kredit bermasalah yang dilakukan oleh pihak PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang Karanganyar melalui jalur litigasi, yaitu dengan pelelangan agunan via lelang eksekusi, apabila dalam hal ini debitur memang terbukti tidak kooperatif, tidak memiliki itikad baik, dan tidak ingin melanjutkan usahanya. Lelang eksekusi ini merupakan lelang yang harus didasari putusan/ penetapan Pengadilan.

2. Penyelesaian Kredit Bermasalah yang dilakukan oleh PT Bank Rakyat Indonesia

(Persero) Tbk Cabang Karanganyar dikaji dengan Undang-Undang Perbankan dan Undang-Undang Hak Tanggungan, dapat disimpulkan bahwa :

a. Penyelesaian kredit bermasalah yang dilakukan oleh PT Bank Rakyat Indonesia

(Persero) Tbk Cabang Karanganyar sudah sesuai dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. Hal tersebut bisa dihat dari sudah diterapkannya prinsip kehati-hatian dalam penyaluran kredit perbankan yang diatur dalam Pasal 8 Ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. Pasal 6 huruf k Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, memberikan landasan hukum bagi pihak bank untuk membeli agunan melalui pelelangan agunan semua atau sebagian, apabila debitur tidak memenuhi kewajibannya kepada bank dengan ketentuan agunan yang dibeli tersebut wajib dicairkan secepatnya. Prinsip yang terkandung dalam pasal tersebut, yaitu pembelian agunan melalui pelelangan oleh bank, sebagai kreditur dilakukan dalam hal debitur cidera janji, agunan yang dibeli harus segera dijual kembali agar memperoleh dana yang dapat dimanfaatkan oleh bank, dan agunan yang dibeli tidak menjadi asset bank. Pasal 12 A Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan mengatur bahwa, bank umum dapat membeli sebagian


(4)

atau seluruh agunan, baik melalui pelelangan maupun di luar pelelangan berdasarkan penyerahan secara sukarela oleh pemilik agunan atau berdasarkan kuasa untuk menjual di luar lelang dari pemilik agunan dalam hal nasabah debitur tidak memenuhi kewajibannya kepada bank, dengan ketentuan agunan yang dibeli tersebut wajib dicairkan secepatnya

b. Penyelesaian Kredit Bermasalah yang dilakukan oleh PT Bank Rakyat Indonesia

(Persero) Tbk Cabang Karanganyar sudah sesuai dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah. Hal tersebut dapat dilihat dari :

1) Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan wajib dibuat dengan akta

notaris atau akta Pejabat Pembuat Akta Tanah dan memenuhi persyaratan sebagai berikut :

a) Tidak memuat kuasa untuk melakukan perbuatan hukum lain daripada

membebankan Hak Tanggungan.

b) Tidak memuat kuasa substitusi; dan

c) Mencantumkan secara jelas obyek Hak Tanggungan, jumlah utang dan

serta identitas krediturnya, nama dan identitas debitur apabila debitur bukan Pemberi Hak Tanggungan

2) Kuasa untuk membebankan Hak Tanggungan tidak dapat ditarik kembali

atau tidak dapat berakhir oleh sebab apapun juga, kecuali karena kuasa tersebut telah dilaksanakan atau karena telah habis jangka waktunya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4).

3) Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan mengenai hak atas tanah yang sudah terdaftar wajib diikuti dengan pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan selambat-lambatnya 1 (satu) bulan sesudah diberikan.

4) Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan mengenai hak atas tanah yang belum terdaftar wajib diikuti dengan pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan sesudah diberikan.


(5)

commit to user

5) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) tidak berlaku dalam hal Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan diberikan untuk menjamin kredit tertentu yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.

6) Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan yang tidak diikuti dengan pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan dalam waktu yang ditentukan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (3) atau ayat (4) atau waktu yang ditentukan menurut ketentuan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (5) batal demi hukum.

B. Saran

Kesimpulan yang telah didapat oleh penulis, kemudian penulis dapat mengajukan saran kepada para pihak yang terkait sebagai berikut :

1. Pihak bank hendaknya lebih dapat menyikapi adanya kredit bermasalah dengan

baik dan membuat koreksi terkait permasalahan yang ada, agar di kemudian hari tidak terjadi adanya kredit bermasalah. Diharapkan dalam melakukan analisis terhadap pemberian kredit lebih cermat dan teliti, karena hal tersebut mencegah terjadinya kredit bermasalah pada masa yang akan datang, terkait berhasil tidaknya penyaluran kredit bank dapat mempengaruhi kredibilitas bank yang bersangkutan. Dibutuhkan adanya kerjasama yang baik antara pihak nasabah, bank, dan pihak ketiga yang membantu penyelesaian kredit bermasalah tersebut. Faktor penyebab terjadinya kredit bermasalah di PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang Karanganyar dapat dikurangi dengan cara melakukan pengenalan terhadap karakter debitur terlebih dahulu secara mendalam dan melakukan analisa secara

comprehensive terhadap prospek usaha debitur dengan melakukan studi kelayakan terutama bagi debitur yang mempunyai risiko tinggi atau debitur bermasalah.


(6)

2. Pelaksanaan penyelesaian kredit yang dilaksanakan oleh PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang Karanganyar khususnya dalam pelaksanaan restrukturisasi harus benar-benar mengikuti seluruh ketentuan mengenai restrukturisasi dan melaksanakannya, sehingga tidak perlu ada pengulangan restrukturisasi kembali untuk satu hutang dari debitur yang sama. Pengawasan dan pembinaan yang dilakukan oleh pihak bank perlu ditingkatkan, dengan tidak mengesampingkan prinsip kehati-hatian. Kepada para debitur diharapkan juga beritikad baik untuk menyerahkan jaminan hak tanggungan kepada kreditur penerima hak tanggungan, kemudian penerapan terkait dengan dasar hukum yang ada lebih dioptimalkan kembali, agar tindakan hukum yang dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang ada dan tidak keluar dari jalur hukum, yang nantinya hukum tersebut dapat menyinkronisasikan dengan kehidupan masyarakat yang ada terkait dengan masalah pemberian kredit oleh bank kepada nasabah.


Dokumen yang terkait

Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Hak Tanggungan Dan Upaya Penyelesaian Kredit Macet Atas Jaminan Hak Tanggungan (Studi Pada PT.Bank Negara Indonesia Tbk Cabang Kabanjahe)

1 63 129

ANALISIS YURIDIS MENGENAI HAK TANGGUNGAN SEBAGAI JAMINAN DALAM PERJANJIAN KREDIT DI PT. BANK RAKYAT INDONESIA (PERSERO) TBK. CABANG LUMAJANG

0 2 112

Upaya Bank Dalam Penyelesaian Kredit Macet dengan Jaminan Hak Tanggungan pada PT. Bank Rakyat Indonesia Cabang Iskandar Muda Medan

0 5 107

PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN HAK TANGGUNGAN Penyelesaian Wanprestasi Dalam Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Hak Tanggungan (Studi Kasus di PT. Bank Capital Indonesia TBK. Cabang Surakarta.

0 4 16

PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN HAK TANGGUNGAN Penyelesaian Wanprestasi Dalam Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Hak Tanggungan (Studi Kasus Di Pt. Bank Danamon Tbk. Dsp Cabang Tanjungpandan).

0 2 17

PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN HAK TANGGUNGAN PADA PT. BANK BUKOPIN, Tbk. CABANG DENPASAR.

3 91 78

Upaya Bank Dalam Penyelesaian Kredit Macet dengan Jaminan Hak Tanggungan pada PT. Bank Rakyat Indonesia Cabang Iskandar Muda Medan

0 0 1

Upaya Bank Dalam Penyelesaian Kredit Macet dengan Jaminan Hak Tanggungan pada PT. Bank Rakyat Indonesia Cabang Iskandar Muda Medan

0 0 20

Upaya Bank Dalam Penyelesaian Kredit Macet dengan Jaminan Hak Tanggungan pada PT. Bank Rakyat Indonesia Cabang Iskandar Muda Medan

0 1 29

Upaya Bank Dalam Penyelesaian Kredit Macet dengan Jaminan Hak Tanggungan pada PT. Bank Rakyat Indonesia Cabang Iskandar Muda Medan

0 0 2