1.5.4 Perencanaan Partisipatif
Perencanaan pembangunan kabupaten menggunakan kerangka kerja partisipatif yang disebut dengan perencanaan pembangunan partisipatif . Perencanaan
pembangunan partisipatif menghendaki adanya keterlibatan aktif dan optimal dari seluruh pemangku kepentingan stakeholders yang ada di kabupaten, pelibatan
mereka adalah untuk mendapatkan aspirasi dan menciptakan rasa memiliki. Pemerintah kabupatenkota dalam membuat perencanaan tetap harus mengacu kepada
dokumen pembangunan provinsi dan dokumen perencanaan pembangunan nasional. Jadi, perencanaaan pembangunan partisipatif ini memadukan antara proses
perencanaan yang bergerak dari bawah ke atas bottom-up dan proses perencanaan yang bergerak dari atas kebawah top down.
Perencanaan Partisipatif adalah perencanaan yang dalam tujuannnya melibatkan kepentingan rakyat, dan dalam prosesnya melibatkan rakyat baik secara
langsung maupun tidak langsung. Tujuan untuk kepentingan rakyat, yang bila dirumuskan dengan tanpa melibatkan rakyat maka akan sulit dipastikan bahwa
rumusannya berpihak pada rakyat. Menurut Alexander Abe 2005, perencanaan partisipatif akan mempunyai dampak penting yaitu:
1. Terhindar dari peluang terjadinya manipulasi.
2. Memberikan nilai tambah pada legitimasi rumusan perencanaan.
3. Meningkatkan kesadaran dan keterampilan politik rakyat.
Konsep perencanaaan pembangunan partisipatif, jika dikaitkan dengan pendapat friedman, sebenarnya merupakan suatu proses politik untuk memperoleh
kesepakatan bersama collegtiveagreement melalui aktivitas negosiasi antar seluruh
pemangku kepentingan stakeholders pembangunan. Proses politik ini dilakukan secara transparan dan aksesibel sehingga masyarakat memperoleh kemudahan
mengetahui setiap proses pembangunan yang dilaksanakan serta setiap tahap perkembangannya. Dalam hal ini perencanaan partisipatif ini dirancang sebagai
sebuah alat pengambilan keputusan yang diharapkan dapat meminimalkan potensi konflik antar stakeholder pembangunan.
Perencanaan partisipatif ini juga dapat dipandang sebagai instrumen pembelajaran masyarakat social learning secara kolektif melalui interaksi antar
seluruh pelaku actor pembangunan tersebut. Pembelajaran ini pada akhirnya akan meningkatkan kapasitas seluruh stakeholder dalam upaya pencapaian tujuan, arah dan
sasaran pembangunan. Selain sebuah proses politik, perencanaan partisipatif ini juga merupakan sebagai sebuah proses teknis. Dalam proses ini yang lebih ditekankan
adalah peran dan kapasitas fasilitator untuk mendefenisikan dan mengidentifikasi stakeholder secara tepat. Selain itu proses ini juga diarahkan untuk memformulasikan
masalah secara kolektif, merumuskan strategi dan rencana tindak kolektif, serta melakukan mediasi konflik kepentingan dalam pemanfaatan sumberdaya publik.
Menurut Wiyoso 2009 : 194, konsep partisipasi masyarakat dapat dicapai apabila masyarakat berpartisipasi secara aktif dalam setiap kegiatan yang menyangkut
kepentingan mereka. Namun, partisipasi masyarakat dalam memberdayakan mereka tidak cukup apabila sifatnya hanya mobilisasi atau indoktrinasi. Demikian juga
pemberdayaan masyarakat tidak dapat mencapai hasil yang optimum apabila partisipasi hanya bersifat konsolidasi. Maka bentuk partisipasi dalam rangka
pemberdayaan masyarakat perlu dipahami secara baik. Pemberdayaan masyarakat
adalah upaya untuk memberikan keleluasaan pada masyarakat agar mereka dapat menentukan pilihan-pilihan dalam menanggapi dinamika kehidupan yang berubah
sehingga perubahan sesuai dengan yang akan mereka sepakati dan terapkan. Dalam pembangunan yang sentralistik dan top-down partisipasi cenderung
bersifat manipulatif indoktrinasi. Masyarakat biasanya pasif dan hanya menerima tanpa pernah dilibatkan dalam dialog dan komunikasi, sehingga partisipasi ini bersifat
satu arah dimana kerjasama sebagai bagian terpenting dalam partisipasi tidak atau kurang berjalan. Keputusan-keputusan yang diambil bukan berdasarkan pada
kesepakatan-kesepakatan tetapi lebih ditentukan oleh kepentingan-kepentingan yang berkuasa mendominasi atau mereka yang merencanakan program.
Karena suasana tata kehidupan masyarakat telah berubah menuju demokrasi maka partisipasi seharusnya berubah ke arah yang lebih mengikutsertakan
berbagai pihak stakeholder yang terlibat dalam proses pemberdayaan masyarakat. Partisipasi dalam bentuk saling hubungan yang terwujud atas dasar saling
memerlukan dan kerjasama secara wajar equal dengan upaya yang saling menguntungkan. Equal tidak hanya sekedar dalam bentuk struktur dan fungsi tetapi
dalam tanggungjawab bersama atas resiko dan konsekuensi dari kesepakatan bersama.
Untuk itu, menurut Wiyoso 2009 : 194, dalam meningkatkan partisipasi masyarakat, diperlukan syarat-syarat sebagai berikut :
1. Adanya peluang untuk memberikan saran dan perhatian sehingga setiap orang
mempunyai kontribusi dalam forum diskusi pengambilan keputusan. 2.
Dibutuhkan komunikasi dua arah.
3. Adanya upaya untuk saling memahami dan posisi saling bernegosiasi, dan
berdialog, serta semangat toleransi dengan seluruh anggota kelompok masyarakat. 4.
Dalam setiap diskusi tidak hanya sekedar menghasilkan keputusan tetapi secara bersama-sama memikirkan implikasi dan akibat dari keputusan yang diambil
menyangkut keuntungan dan hambatan dan kemungkinan kerugian. 5.
Dalam interaksi ada proses saling belajar dan upaya untuk mengoptimalkan hasil melalui metode partisipatoris yaitu berusaha melakukan proses evaluasi untuk
menimbulkan kesadaran diri masyarakat.
1.5.5 Perencanaan Partisipatif dalam Penyusunan RPJMD