Deteksi Ikan Tenggiri (Scomberomorus Sp.) Dan Produk Olahannya Menggunakan Dna Barcoding
DETEKSI IKAN TENGGIRI (Scomberomorus sp.) DAN PRODUK
OLAHANNYA MENGGUNAKAN DNA BARCODING
DEDEN YUSMAN MAULID
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul “Deteksi ikan
tenggiri (Scomberomorus sp.) dan produk olahannya menggunakan DNA
barcoding” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juni 2016
Deden Yusman Maulid
NIM C351130011
RINGKASAN
DEDEN YUSMAN MAULID. Deteksi Ikan Tenggiri (Scomberomorus sp.) dan
Produk Olahannya Menggunakan DNA Barcoding. Dibimbing oleh NURJANAH,
MALA NURILMALA, dan HAWIS MADDUPPA.
Ikan tenggiri merupakan salah satu jenis ikan yang sering digunakan
sebagai bahan baku produk perikanan seperti pempek, bakso, otak-otak, kerupuk,
dan lain-lain. Ketersediaan bahan baku yang terbatas serta keuntungan secara
ekonomi sering dijadikan alasan terjadinya pemalsuan produk (mislabeling).
Deteksi pemalsuan produk dapat dilakukan dengan penelusuran informasi secara
morfologi, protein, dan DNA. Identifikasi secara morfologi dan analisis protein
dapat dilakukan untuk ikan segar sedangkan untuk produk olahan perikanan tidak
dapat dilakukan karena telah terjadi perubahan bentuk, ukuran, serta denaturasi
protein selama proses produksi. DNA barcoding merupakan teknik identifikasi
spesies yang dapat digunakan baik untuk sampel ikan segar maupun sampel
produk olahan. Tujuan dari penelitian ini adalah menentukan keaslian produk
olahan ikan tenggiri (Scomberomorus sp.) melalui pendekatan DNA barcoding
menggunakan dua gen mitokondria yaitu cytochrome oxidase sub unit I (COI) dan
cytochrome b (cyt b).
Penelitian ini dibagi menjadi dua tahap. Tahap pertama meliputi
pengukuran fisik (morfometrik dan rendemen) serta pengukuran kimia
(proksimat). Penelitian tahap dua yaitu tahap molekuler (DNA barcoding)
dimulai dari isolasi DNA, desain primer, uji kuantitatif DNA, amplifikasi DNA,
elektroforesis, dan konstruksi pohon filogenetik. Sampel terdiri dari ikan segar (6
sampel), tenggiri giling (3), pempek (4), bakso (6), otak-otak (5), dan kerupuk (6).
Sampel dikoleksi dari beberapa tempat yaitu Jakarta, Bogor, Banten, Bandung,
Makasar, dan Palembang.
Ciri morfometrik menunjukkan bahwa sampel ikan segar (6 sampel)
terbagi menjadi dua kelompok spesies yaitu tenggiri papan (Scomberomorus
commerson) dan tenggiri totol (Scomberomorus guttatus). Ciri khas ikan tenggiri
totol adalah terdapat corak bulat yang tersebar tidak teratur di atas linea lateralis
(LL) sedangkan tenggiri papan memiliki corak garis vertikal. Ikan tenggiri papan
dan tenggiri totol memiliki bagian daging putih yang lebih besar dibandingkan
daging merah yaitu 46,67% dan 48,38%. Hasil SDS-PAGE menunjukkan bahwa
pada ikan segar dan sampel ikan giling terdapat pita protein yang jelas, sedangkan
pada sampel produk olahan pita proteinnya tidak tergambarkan secara jelas.
Hasil analisis DNA barcoding menunjukkan terdapat 9 dari 30 (30%)
sampel tidak mengandung ikan tenggiri seperti yang tercantum pada labelnya
yaitu pempek (2 sampel), bakso (2), dan kerupuk (5). Nilai homologi spesies yang
teridentifikasi sebagai tenggiri papan (S. commerson) dan tenggiri totol (S.
guttatus) berkisar antara 97%-99%.
Kata kunci: tenggiri, DNA barcoding, cytochrome b, cytochrome c subunit I
SUMMARY
DEDEN YUSMAN MAULID. Detection of Mackerel Fish (Scomberomorus sp.)
and its Processed Products Using DNA Barcoding. Supervised by NURJANAH,
MALA NURILMALA, and HAWIS MADDUPPA
Mackerel is often used as a raw material of fish products such as pempek,
meatball, otak-otak, and crackers. Both limited availability of raw materials and
economic benefits mostly become the reason for the counterfeiting of the products
(mislabeling). Adulteration of raw material could be detected by any identification
methods such as morphological identification, protein analysis, and DNA
analysis. Both morphological identification and proteins analysis could be
performed for whole fish, but not for processed fish products due to shape and
size changes and protein denaturation during production process. DNA barcoding
is species identification technique which can be used either for whole fish samples
or processed products. The aim of this study was to authenticate mackerel
products (Scomberomorus sp.) by DNA barcoding method using two
mitochondrial genes: cytochrome b (cyt b) and cytochrome c subunit I (COI).
This study was divided into two stages. First, physical (morphometric and
yield) and chemical (proximate) measurement. The second was molecular stage
(DNA barcoding): DNA isolation, primer design, purification and concentration
of DNA, DNA amplification, electrophoresis, and phylogenetic tree construction.
Sample consists of whole fish (6 samples), minced fish (3), pempek (4), meat ball
(6), otak-otak (5), and snack (6). Samples was collected from Jakarta, Bogor,
Bandung, Banten, Palembang, and Makassar.
Morphometric characteristics showed that whole fish samples (6 samples)
were identified into two groups of species, king mackerel (Scomberomorus
commerson) and korean mackerel (Scomberomorus guttatus). Main characteristic
of king mackerel is irregular pattern over the linea lateralis while king mackerel
has a pattern of vertical lines. King mackerel and korean mackerel have 46.67%
and 48.38% greater white meat than the red meat. SDS-PAGE results showed that
whole and milled fish have a clear protein bands while processed products were
not clearly ilustrated.
DNA barcoding analysis indicated that 9 of 30 (30%) samples did not
contain mackerel as listed on the label. They are pempek (2 samples), meatball
(2), and snack (5). Homology of identified species (king and korean mackerel)
ranged between 97% -99%.
Keywords: cytochrome b, cytochrome c subunit I, DNA barcoding, mackerel
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
DETEKSI IKAN TENGGIRI (Scomberomorus sp.) DAN PRODUK
OLAHANNYA MENGGUNAKAN DNA BARCODING
DEDEN YUSMAN MAULID
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Teknologi Hasil Perairan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
Penguji Luar Komisi pada ujian tesis: Prof Dr Ir Linawati Hardjito, MS
Deteksi Ikan Tenggiri (Scomberomorus sp.) dan Produk Olahannya
Menggunakan DNA Barcoding
Deden Yusman Maulid
C351130011
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing
Prof Dr Ir Nurjanah, MS
Ketua
Dr Mala Nurilmala, SPi, MSi
Anggota
Dr Hawis Madduppa, SPi, MSi
Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi
Teknologi Hasil Perairan
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr Ir Wini Trilaksani, MSc
Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr
Tanggal Ujian: 28 Maret 2016
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji syukur kepada Allah SWT, karena atas rahmat dan hidayah-Nya
Penulis dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul “Deteksi Ikan Tenggiri
(Scomberomorus sp.) dan Produk Olahannya Menggunakan DNA Barcoding”.
Penelitian ini didanai oleh Kementrian Riset, Teknologi, dan Pendidikkan Tinggi
dalam program hibah kompetensi atas nama Dr Mala Nurilmala, SPi, MSi.
Penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Prof Dr Ir Nurjanah, MS, Dr Mala Nurilmala, SPi, MSi, Dr Hawis Madduppa,
SPi, MSi selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan, arahan,
dukungan, semangat kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis
ini.
2. Prof Dr Ir Linawati Hardjito, MS selaku dosen penguji luar komisi yang telah
memberikan bimbingan dan arahan sehingga penulis mampu menyelesaikan
tesis ini.
3. Ketua program studi, Dr Ir Wini Trilaksani, MSc dan perwakilan tim gugus
kendali mutu, Dr Asadatun Abdullah, SPi, MSi atas masukan kepada penulis.
4. Orang tua beserta istri yang telah memberikan dukungan baik materil maupun
spiritual kepada penulis.
5. Teman-teman satu tim penelitian DNA barcoding yang saya banggakan. Laboran
yang telah membantu penelitian saya (Ibu Ema, Mas Ipul, Mbak Dini, Faqih,
Mbak Nuring, Lita, Yustin, Fajrin, dan Andhra)
6. Keluarga besar mahasiswa sekolah pascasarjana Teknologi Hasil Perairan, yang
telah memberikan dorongan semangat baik selama penelitian maupun saat
penyusunan tesis ini.
7. Direktorat Jendral Pendidikkan Tinggi (Dikti) yang telah membiayai penulis
selama masa perkuliahan melalui Beasiswa Pendidikan Perguruan Tinggi
Dalam Negeri (BPPDN).
8. Kementrian Riset Teknologi dan Pendidikkan Tinggi yang telah mendanai
penelitian ini pada program hibah kompetensi atas nama Dr Mala Nurilmala SPi,
MSi.
9. Terima kasih penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu
penyelesaian tesis ini.
Penulis menyadari bahwa masih terdapat kekurangan dalam penyusunan
tesis ini. Penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun
sehingga bermanfaat untuk pembaca dan masyarakat secara umum. Semoga karya
ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Juni 2016
Deden Yusman Maulid
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
vii
DAFTAR GAMBAR
vii
DAFTAR LAMPIRAN
vii
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Rumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
1
2
3
3
2 METODE
Waktu dan Tempat
3
Bahan dan Alat
3
Prosedur Kerja
4
Morfometrik
5
Rendemen
5
Analisis Proksimat (AOAC 2005)
5
SDS-PAGE (Sodium dedosil sulphate-polyacrylamid gel elechtrophoresis) 6
Analisis Molekuler
7
Isolasi DNA
7
Konsentrasi dan Kemurnian DNA
7
Desain Primer
7
Amplifikasi DNA dan Elektroforesis
8
Identifikasi Spesies dan Sekuensing
8
Pohon Filogenetik (Tamura et al. 2011)
8
3 HASIL DAN PEMBAHASAN
Morfometrik
Rendemen
Komposisi Kimia
SDS-PAGE
Isolasi DNA
Desain Primer
Amplifikasi DNA dan Elektroforesis
Identifikasi Spesies dan Sekuensing
Pohon Filogenetik
9
10
10
11
14
12
14
17
18
4 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
20
20
DAFTAR PUSTAKA
21
RIWAYAT HIDUP
29
DAFTAR TABEL
1 Proses PCR (Polymerase Chain Reaction)........................................................... 8
2 Panjang dan berat ikan tenggiri segar ................................................................... 9
3 Rendemen ikan tenggiri ...................................................................................... 10
4 Kandungan kimia ikan tenggiri segar dan produk olahannya (%) ..................... 10
5 Konsentrasi dan kemurnian DNA sampel .......................................................... 13
6 Hasil identifikasi spesies berdasarkan analisis BLAST (COI dan Cyt b) .......... 17
DAFTAR GAMBAR
1 Alur penelitian deteksi ikan tenggiri dan olahannya ............................................ 4
2 Hasil SDS PAGE ikan tenggiri dan olahannya. ................................................. 11
3 Hasil elektroforesis (COI) ikan tenggiri segar dan produk olahannya. .............. 15
4 Hasil elektroforesis (cytb) ikan tenggiri segar dan produk olahannya. .............. 16
5 Pohon filogenetik sampel dengan primer COI ................................................... 18
6 Pohon filogenetik dengan menggunakan primer cyt b ....................................... 19
DAFTAR LAMPIRAN
1 Sampel dan lokasi pengambilan ......................................................................... 24
2 Alat dan bahan isolasi DNA, amplifikasi DNA, dan elektroforesis ................... 25
3 Tabel protein berdasarkan berat molekul sebagai marka SDS-PAGE ............... 25
4 Hasil elektroforegram sampel menggunakan primer spesifik COI dan
Cytochrome b ...................................................................................................... 26
5 Nomor accession sample dari genbank untuk marka cytochrome b .................. 27
6 Contoh sampel submit ke genbank ..................................................................... 28
1
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Ikan tenggiri merupakan salah satu jenis ikan keluarga scombridae yang
terdiri dari 15 genus dan 51 spesies (Orrell et al. 2006). Ikan tenggiri tersebar dari
tepi samudera sampai perairan lepas pantai yang dangkal. Habitat yang disukai
oleh ikan tenggiri memiliki ciri fisik di antaranya salinitas yang rendah dengan
kekeruhan tinggi (Mcpherson 1985). Ikan tenggiri merupakan salah satu
komoditas penting bagi Indonesia. Indonesia menjadi negara dengan hasil
tangkapan ikan tenggiri terbesar di dunia. Hasil penangkapan global ikan tenggiri
pada tahun 2013 mengalami peningkatan sebesar 2,8% dari tahun sebelumnya
yaitu sebesar 936.004 ton (FAO 2013).
Ikan tenggiri telah dimanfaatkan dalam berbagai produk olahan seperti
pempek, bakso, otak-otak, dan kerupuk. Produk olahan ikan dalam kemasan
memiliki daya tarik tersendiri bagi konsumen. Berbagai keuntungan yang
diperoleh adalah awet dan instan. Semakin bervariasinya produk perikanan
memunculkan kemungkinan adanya pemalsuan produk oleh produsen dalam
rangka meningkatkan keuntungan (Jacquet dan Pauly 2008). Bentuk pemalsuan
dapat berupa penggunaan ikan substitusi, yaitu jenis ikan yang berbeda dari jenis
ikan yang ada pada label atau mencampurnya dengan ikan jenis lain (Mackie et
al. 1999). Substitusi merupakan cara pemalsuan paling mudah dilakukan pada
ikan olahan karena sulitnya mengidentifikasi produk, sehingga peluang terjadinya
mislabeling menjadi meningkat (Haye et al. 2012).
Pemalsuan produk perikanan menyebabkan kerugian karena biaya yang
dikeluarkan lebih tinggi untuk produk yang telah dicampur atau diganti dengan
bahan baku yang lebih murah. Pemalsuan produk perikanan juga dapat
menyebabkan gangguan kesehatan (Leeuwen et al. 2009), seperti alergi pada jenis
ikan tertentu, atau keracunan karena penggunaan ikan beracun seperti ikan buntal
(Huang et al. 2014). Adanya pemalsuan ini juga mengganggu hak konsumen
dalam memperoleh “enforcement of labelling regulation” (Mackie et al. 1999).
Pemalsuan ini harus mendapat perhatian khusus dalam rangka penjaminan
keamanan pangan dan perlindungan hak konsumen. EU Council Regulation No.
1379/2013 sudah menetapkan aturan tentang pelabelan menggunakan nama
komersial dan nama ilmiah untuk produk perikanan di Eropa (Eur-lex 2013). Di
Indonesia pelabelan produk pangan sudah diatur dalam peraturan pemerintah (PP)
no 69 tahun 1999, selain itu hak-hak konsumen dilindungi oleh undang-undang
nomor 8 tahun 1999. Pemalsuan produk perikanan masih saja terjadi seperti
pemalsuan pada filet tuna dan filet dori (Dwiyitno 2010). Upaya yang dapat
dilakukan adalah dengan menerapkan peraturan dan undang-undang secara taat
azas. Dalam penerapan peraturan tersebut diperlukan pengujian keaslian produk,
termasuk produk ikan dan seafood, atau dikenal dengan istilah autentikasi.
Berbagai upaya identifikasi dan autentikasi produk telah dikembangkan
(Filonzi et al. 2010; Marko et al. 2004), mulai dari identifikasi secara morfologi,
analisis protein, hingga DNA. Identifikasi produk segar dapat dilakukan dengan
pendekatan karakteristik morfologi (ukuran, warna, bentuk, dan tampilan). Proses
pengolahan seperti pemanasan, pembekuan, pengalengan, dan pengolahan lainnya
menyulitkan identifikasi (Mackie et al. 1999; Jérôme et al. 2003; Zhao et al.
2
2013). Identifikasi dengan pendekatan protein yang pernah berkembang juga
belum mampu mengidentifikasi produk olahan dengan baik. Upaya yang dapat
digunakan untuk autentikasi produk ini adalah dengan pendekatan DNA, yakni
dengan perbanyakan untai DNA menggunakan mesin PCR. DNA masih dapat
diidentifikasi, bahkan dalam jumlah sampel yang sedikit, rusak dan tidak utuh
(Tsai et al. 2007).
Beberapa metode PCR telah dikembangkan di antaranya adalah single
strand conformation polymorphism (SSCP), restriction fragment length
polymorphism (RFLP), real time PCR, multiplex PCR, microsatellite, dan DNA
barcoding. SSCP digunakan untuk melihat laju mutasi yang terjadi pada suatu
spesies, RFLP digunakan untuk melihat keragaman genetik antar individu dalam
satu spesies, real time PCR digunakan untuk mendeteksi keberadaaan suatu
species sekaligus dapat menghitung secara kuantitatif produk PCR yang
dihasilkan. Multiplex PCR digunakan untuk mengetahui keberadaan suatu spesies
dengan sekuens lebih dari satu, microsatellite digunakan untuk mendeteksi
kekerabatan individu dalam satu species yang sama, sedangkan DNA barcoding
digunakan untuk mendeteksi suatu spesies yang belum diketahui menggunakan
marka molekuler dari DNA mitokondria. Analisis spesies menggunakan DNA
mitokondria memiliki kelebihan di antaranya jumlahnya lebih banyak, ukurannya
lebih kecil, sekuens dari beberapa organisme akuatik dengan pendekatan
mitokondria tersedia lengkap, rentang intron (non-coding) tidak ada (Mackie et al.
1999), dan mitokondria DNA lebih sensitif terhadap mutasi. DNA barcoding
merupakan metode yang paling banyak diaplikasikan dalam forensik taksonomi
(Dawnay et al. 2007) karena efektif dalam mengidentifikasi berbagai kondisi
sampel uji, baik sampel utuh maupun sudah rusak, dan tidak menghasilkan data
yang ambigu (Wong 2011).
Pendekatan yang digunakan untuk analisis DNA adalah mengamplifikasi
segmen DNA dari cytochrome b dan menentukan sekuensnya (Mackie et al.
1999) atau amplifikasi cytochrome c oxydase I (COI). Roe dan Sperling (2007)
menyatakan COI memiliki tingkat keragaman yang tinggi sehingga dapat
mengidentifikasi pada tingkat spesies. Hold et al. (2001) menyatakan bahwa
produk perikanan yang mengalami proses pembekuan, pemanasan, penambahan
garam, dan pengolahan lainnya dapat menggunakan cytochrome b (cyt b).
Espiñeira et al. (2009) menggunakan cyt b untuk mengetahui pemalsuan produk
yang berbahan baku dari ikan Scombridae.
Rumusan Masalah
Bahan baku yang terbatas dan mendapatkan keuntungan yang sebesarbesarnya sering dijadikan alasan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab untuk
memalsukan produk perikanan. Identifikasi bahan baku pada produk olahan
perikanan sulit dilakukan secara morfologi karena sudah terjadi perubahan bentuk
dan ukuran selama proses pengolahan menyebabkan perlunya cara alternatif untuk
mengetahui spesies yang digunakan sebagai bahan baku. DNA barcoding
diperlukan untuk mengidentifikasi spesies yang digunakan sebagai bahan baku
produk perikanan karena dapat digunakan pada sampel ikan segar maupun sampel
yang telah mengalami proses pengolahan.
3
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah menentukan keaslian produk olahan ikan
tenggiri (Scomberomorus sp.) melalui pendekatan DNA barcoding menggunakan
gen target pada mitokondria yaitu cytochrome oxidase sub unit I (COI) dan
cytochrome b (cyt b).
Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah teknik DNA barcoding dapat diaplikasikan
sebagai salah satu metode identifikasi spesies untuk ikan tenggiri dan olahannya
sehingga dapat mencegah terjadinya pemalsuan produk perikanan secara cepat
dan akurat, serta meningkatkan keamanan pangan dan kenyamanan konsumen.
2 METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2014 sampai dengan Agustus
2015 di Laboratorium Karakteristik Bahan Baku, Departemen Teknologi Hasil
Perairan, Laboratorium Biodiversitas dan Biosistematika Departemen Teknologi
Ilmu Kelautan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB.
Bahan dan Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah freezer, pipet tips (Axygen
Scientific, California-USA), mikro pipet (Thermo scientific, vantaa-finland),
tabung mikro (Qiagen, Venlow-Netherland), sentrifuse perfectspin 24 plus
(peqlab biotechnologie GMvH, Erlanger-Jerman), mesin PCR Termocycler
Biometra T1 (Biometra GMbH, Gṏttingen-Jerman), Inkubator Digital Block
Heater HX-1 (Peqlab Biotechnologie GmbH, Erlangen-Jerman), elektroforesis
Mupid-Exu, (Advance, Tokyo-Japan), timbangan digital Adam vw 254 (Adam
equipment co. Milton Keynes-England), spindown perfectspin mini (Peqlab
Biotechnologie GmbH, Erlangen-Jerman), vortex peqTwist vortex mixer (Peqlab
Biotechnologie GmbH, Erlangen-Jerman), microwave Panasonic NN-SM320M,
alat sinar Ultraviolet Viewer (UV-1) (Extragene Inc, Taichung City-Taiwan),
nanodrop nanofotometer p360 (implant GmbH eschtzbogeen-Jerman),
electroforesis vertical TU100YK (Scie-plus Ltd, Cambridge-England).
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ikan tenggiri segar
(tenggiri papan atau Scomberomorus commerson 3 sampel dan tenggiri totol atau
Scomberomorus guttatus 3 sampel) dan produk olahannya (tenggiri giling 3
sampel; pempek 4 sampel; bakso 6 sampel; otak-otak 5 sampel; kerupuk 6
sampel). Ikan tenggiri segar didapatkan dari tempat pelelangan ikan di Muara
Baru, Jakarta Utara, tenggiri giling didapatkan dari produsen yang sama namun
memiliki perbedaan warna daging yaitu daging merah dan daging putih,
sedangkan produk olahan lainnya didapatkan dari perusahaan yang berbeda dari
beberapa tempat yaitu Bogor, Bandung, Palembang, dan Makasar. Bahan lain
yang digunakan adalah kit Isolasi DNA dneasy blood and tissue kit (Qiagen
4
Vaenlow-Netherland), DNA dneasy mericoon food kit (Qiagen VaenlowNetherland), larutan mix Kapa Taq Extra Hotstart ReadyMix (kappa
biosystem,Massachusetts-USA), etanol 96%, kloroform, agarose (Vivantis
Invitrogen, Massachussetts-USA), Etidium Bromida, gel loading bufer
(Invitrogen, Massachussetts-USA ), dan DNA ladder (Invitrogen, MassachussettsUS).
Prosedur Kerja
Penelitian yang dilakukan terbagi menjadi dua tahap, yaitu tahap
pengukuran fisiko-kimia dan DNA barcoding. Tahap pengukuran fisiko-kimia
terdiri dari pengukuran morfometrik, rendemen, analisis proksimat dan analisis
profil protein (SDS-PAGE). Tahap DNA barcoding terdiri dari isolasi DNA ikan
tenggiri segar dan produk olahannya (pempek, bakso, otak-otak, dan kerupuk),
pengukuran konsentrasi dan kemurnian DNA, desain primer, amplifikasi DNA,
elektroforesis, alignment, BLAST, dan pohon filogenetik. Diagram alir penelitian
dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1 Alur penelitian deteksi ikan tenggiri dan produk olahan ikan tenggiri
5
Morfometrik
Morfometrik adalah pengukuran bagian tubuh ikan seperti panjang total dan
panjang baku. Pengukuran panjang total ikan segar dilakukan dari ujung kepala
sampai ujung ekor dan pengukuran panjang baku dilakukan dari ujung kepala
sampai pangkal ekor. Pengamatan ciri fisik ikan tenggiri mengacu pada Collette et
al. (1983).
Rendemen
Pengukuran rendemen dilakukan dengan mengukur berat tiap bagian tubuh
yang terdiri dari kulit, tulang, daging putih, jeroan, daging merah, dan kepala
kemudian dibandingkan dengan bobot awal (utuh) (Hoar dan Randall, 1970).
Rendemen dihitung berdasarkan rumus berikut:
Rendemen (%) =
Bobot bagian tubuh ikan tenggiri
Bobot total
x 100%
Analisis Proksimat (AOAC 2005)
Analisis proksimat terdiri dari penentuan kadar air, lemak, abu, protein dan
karbohidrat. Analisis proksimat mengacu pada AOAC (2005). Perhitungan
karbohidrat dilakukan secara by difference.
Kadar air
Kadar air ditentukan berdasarkan perbedaan berat contoh sebelum dan
sesudah dikeringkan. Mula-mula cawan kosong dikeringkan dalam oven selama
30 menit dengan suhu 105oC kemudian disimpan dalam desikator selama 15
menit, kemudian ditimbang. Sampel sebanyak 3-5 g dimasukkan ke dalam cawan
kemudian dikeringkan dalam oven 105oC selama 6 jam. Cawan disimpan dalam
desikator selama 30 menit, kemudian ditimbang. Kadar air ditentukan dengan
rumus :
Kadar air (%) =
B-C
B-A
x 100%
Ket: A= berat cawan kosong (gram); B= berat cawan dengan sampel
sebelum dikeringkan (gram); C= berat cawan dengan sampel setelah dikeringkan
(gram)
Kadar lemak
Labu lemak dikeringkan dalam oven suhu 105oC selama 30 menit, lalu
disimpan dalam desikator selama 15 menit dan ditimbang (A). Sampel ditimbang
sebanyak 5 g langsung dalam saringan timbal yang sesuai ukuran. Pelarut lemak
(heksana) dimasukkan ke dalam labu lemak dan dilakukan ekstraksi selama 3-4
jam. Setelah selesai, pelarut disuling kembali dan labu lemak diangkat dan
dikeringan dalam oven pada suhu 105oC sampai tidak ada penurunan berat lagi.
Labu lemak disimpan dalam desikator selama 20-30 menit dan ditimbang (B).
6
Kadar lemak (%) =
B-A
S
x 100%
Ket: S= berat contoh sampel (gram); A= berat labu lemak tanpa lemak (gram);
B= berat labu lemak dengan lemak (gram)
Kadar abu
Sampel ditimbang 3-5 g kemudian dimasukkan ke dalam cawan, dibakar di
atas bunsen sampai tidak berasap. Sampel dimasukkan ke dalam tanur pengabuan,
dibakar hingga diperoleh abu berwarna abu-abu. Pengabuan dilakukan dalam dua
tahap, yaitu pengabuan pertama pada suhu 400oC kemudian pengabuan kedua
menggunakkan suhu 550oC. Cawan disimpan dalam desikator setelah beratnya
tetap (konstan) cawan kemudian ditimbang. Kadar abu ditentukan dengan rumus:
Kadar abu (%) =
A
B
x 100%
Ket : A = berat abu (gram), B = berat contoh (gram)
Kadar protein
Bahan ditimbang 0,5-1 g. Bahan dimasukkan ke dalam labu kjeldahl,
kemudian ditambahkan 0,5 g selenium dan 7 mL H2SO4 pekat. Sampel kemudian
didestruksi sampai larutan berwarna jernih kehijauan dan uap SO2 hilang. Hasil
destruksi ditambah akuades dan dimasukkan ke dalam labu destilasi. NaOH 33%
ditambahkan ke dalam labu destilasi dan kemudian dilakukan destilasi, destilat
ditampung dalam 20 mL larutan asam borat 3% kemudian dititrasi dengan HCl
standar (indikator metil merah).
Kadar karbohidrat (by difference)
Kadar karbohidrat dihitung dengan menghitung sisa (by difference) dari
selisih berat utuh (100%) yaitu dengan rumus sebagai berikut:
Kadar karbohidrat (%)= 100%-(%air+%abu+%lemak+%protein)
(Sodium dedosyl sulphate-polyacrylamid gel elechtrophoresis) SDS-PAGE
Sodium dedosyl sulphate-polyacrylamid gel elechtrophoresis (SDS-PAGE)
bertujuan untuk memisahkan protein dan melihat pola protein pada suatu sampel
yang diuji. Pengujian SDS-PAGE yang dilakukan berdasarkan metode Laemmli
(1970). Elektroforesis dijalankan secara konstan pada arus 15 mA dan voltase 150
volt selama 3 jam. Bahan SDS-PAGE dalam penelitian ini menggunakan 3%
stacking gel dan 12,5% separating gel. Konsentrasi akrilamid yang digunakan
adalah 30%. Ekstrak kasar sampel, dicampurkan dengan bufer sampel 1:1 (v/v).
Sampel sebanyak 5 µL dimasukkan ke dalam gel poliakrilamid. Deteksi SDSPAGE dilakukan dengan melepaskan gel hasil elektroforesis dari cetakan dan
diukur jarak migrasi bromphenol blue. Pewarnaan yang dilakukan adalah
pewarnaan coomasie brilliant blue 0,125%. Proses destaining menggunakan 25%
metanol dan 10% asam asetat. Zona protein akan membentuk pita berwarna biru.
7
Isolasi DNA
Isolasi DNA dilakukan menggunakan Dneasy blood and tissue kit yang
didapatkan dari PT Genecraft Labs. Sampel ikan segar dipotong kecil kemudian
ditimbang 10-25 mg selanjutnya disimpan dalam tabung mikrosentrifuse 1,5 mL,
kemudian ditambahkan 180 µL bufer lisis yang mengandung detergen sodium
dedosyl sulphate (SDS) dan 2 µL proteinase k, divortex selama 15 detik, inkubasi
dilakukan pada suhu 56°C selama 1-2 jam sampai lisis. Selama inkubasi divortex
setiap 15 menit. Sebanyak 200 µL larutan bufer yang mengandung guanidium
chloride dan lisin ditambahkan untuk merusak membran sel, divortex beberapa
detik. Larutan tersebut dimasukkan ke dalam spin column 2 mL, disentrifugasi
selama 1 menit pada kecepatan 8000 rpm. Cairan yang terdapat di bawah dibuang,
kemudian saringan dipindahkan ke dalam spin column yang baru. Sebanyak 500
µL larutan bufer yang mengandung guanidium chloride yang lebih pekat
dibandingkan bufer sebelumnya ditambahkan dan disentrifugasi 8000 rpm, selama
satu menit. Cairan pada lapisan bawah dibuang dan dimasukkan tube pada spin
column yang baru. Sebanyak 500 µL larutan bufer yang mengandung sodium
azide dimasukkan dan disentrifugasi pada 14000 rpm, selama 1 menit. Column
diambil, kemudian spin column dipindahkan pada tabung sentrifugasi yang baru
1,5 mL. Elusi DNA dilakukan dengan menambahkan 200 µL bufer yang
mengandung (tris-EDTA) pada bagian tengah membran.
Konsentrasi dan Kemurnian DNA
Alat yang digunakan dalam pengukuran konsentrasi dan kemurnian DNA
yaitu spektrofotometer UV-Vis. Sampel diambil sebanyak 1 µL, kemudian
diteteskan pada piringan kecil yang terletak di dalam nanodrop.yang telah
dibersihkan dengan akuades. Program nanodrop diatur untuk sampel kurang dari
20 µL. Proses pengukuran dimulai dengan cara menekan tombol running pada
display nanodrop. Hasil pengukuran ditampilkan pada layar monitor nanodrop.
Desain Primer
Desain primer mengacu pada Sambrook and Russell (2001) yaitu dimulai
dengan mengumpulkan sekuen DNA dari spesies yang diteliti beserta sekuen dari
spesies yang memiliki kekerabatan yang paling dekat. Sekuen DNA yang
dikoleksi kemudian disejajarkan dengan bantuan software offline bioedit untuk
dicari daerah conserved di bagian awal (forward) dan daerah conserve di bagian
akhir (reverse). Forward dan reverse kemudian diuji menggunakan software
online oligoevaluator untuk mendapatkan suhu leleh (temperature of melting).
Primer yang sudah didesain kemudian dipesan melalui perusahaan jasa pembuatan
primer yaitu PT Genetika Science.
8
Amplifikasi DNA dan Elektroforesis
DNA template 1 µL ditambahkan pada 25 µL PCR mix yang terdiri dari
17,25 µL air destilasi, 2,5 µL dNTP, 2,5 µL mix bufer, 1 µL MgCl2, 1,25 µL
DNA taq Polymerase. Primer (COI dan Cyt b) 1,25 µL dan ddH2O 21,5 µL
ditambahkan ke dalam DNA template. Proses PCR dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Proses PCR (Polymerase Chain Reaction)
Tahapan
Keterangan
Pre denaturation
Persiapan denaturasi, suhu diatur 94oC selama 5 menit
Denaturation
Pemutusan untaian ganda menjadi untaian tunggal (96oC
selama 30 detik)
Annealing
Penempelan primer dan DNA tunggal (suhu 51oC; selama
1 menit)
Extention
Persiapan polimerasi (suhu 72oC; selama selama 1 menit)
Post extention
Polimerasi (suhu 72oC; selama 7 menit)
Preservation
Penyimpanan (suhu 4oC; selama 5 menit)
Hasil PCR kemudian diidentifikasi menggunakan elektroforesis. Hasil
amplifikasi PCR sebanyak 4 µL dimasukkan ke dalam agarose 1% yang telah
ditambahkan ethidium bromida 4 µL. Mesin Elektroforesis diatur pada 100 V, 30
menit. Tombol power ditekan untuk menjalankan program. Hasil elektroforesis
kemudian diamati dengan bantuan sinar UV.
Identifikasi Spesies dan Sekuensing
Sampel DNA yang sudah diamplifikasi kemudian disekuen melalui
perusahaan jasa sekuen yaitu 1st base di Malaysia. Data hasil sequensing diolah
untuk mendapatkan urutan basa nukleotida yang utuh tanpa ada satupun basa yang
tidak diketahui jenisnya (n) menggunakan software MEGA 5.1. Hasil
pensejajaran basa DNA kemudian dibandingkan dengan database yang tersedia
pada Genbank di NCBI menggunakan BLAST. Hasil dari pencocokan tersebut
berupa persentase kecocokan, semakin tinggi nilai persentase sampel, maka
semakin mendekati atau menyamai spesies pembanding.
Pohon Filogenetik (Tamura et al. 2011)
Hasil sekuensing ikan tenggiri segar dan olahannya (pempek, bakso, otakotak, dan kerupuk) kemudian dibuat pohon filogenetik dengan konstruksi
neighbor joining tree dengan metode kimura 2 parameter bootstrap 500 replikasi
dan menggunakan aplikasi MEGA 5.2. Spesies Donax trunculus digunakan
sebagai outgroup karena mempunyai perbedaan nukleotida yang signifikan
dengan sampel.
9
3 HASIL DAN PEMBAHASAN
Sampel yang dikumpulkan berjumlah 30 sampel yang terdiri dari: 3 tenggiri
papan segar, 3 tenggiri totol segar, 3 tenggiri giling, 4 jenis pempek, 6 jenis bakso,
5 jenis otak-otak, dan 6 jenis kerupuk. Sampel diperoleh dari berbagai kota yaitu
Jakarta, Bogor, Bandung, dan Makasar. Sampel ikan segar yaitu ikan tenggiri
papan dan ikan tenggiri totol seperti terlihat pada Lampiran 1.
Morfometrik
Ukuran ikan diamati berdasarkan panjang dan beratnya. Panjang ikan yang
diukur terdiri dari panjang total dan panjang baku. Panjang total dihitung dari
bagian paling depan kepala sampai bagian paling belakang ekor. Panjang baku
dihitung dari bagian paling ujung kepala sampai pangkal ekor. Ciri fisik yang
diamati terdiri dari kepala, corak tubuh, dan jumlah sirip. Panjang total ikan
tenggiri papan 41±1 cm dan ikan tenggiri totol 36,83±0,29 cm. Pengukuran
panjang dan berat ikan tenggiri secara lengkap ditampilkan pada Tabel 2.
Tabel 2 Panjang dan berat ikan tenggiri segar
Panjang (cm)
Sampel
Total
Baku
Tenggiri Papan
41,00±1,00
34,27±1,42
Tenggiri Totol
36,83±0,29
30,17±0,76
Berat (gram)
436,67±49,32
281,67±52,27
Ikan tenggiri papan yang dikoleksi memiliki panjang dan berat yang lebih
besar dibandingkan ikan tenggiri totol. Affandi et al. (1992) menyatakan bahwa
pertumbuhan ikan dipengaruhi faktor internal maupun faktor eksternal. Faktor
internal meliputi genetik, jenis kelamin, usia, dan hormon. Faktor eksternal
ketersediaan makanan dan kondisi fisik lingkungan perairan. Ikan tenggiri papan
dan tenggiri totol memiliki kemiripan bentuk dan warna rahang yaitu bentuk
rahang memanjang dan lancip pada arah mulut dengan warna putih keperakan.
Ciri fisik khas tenggiri papan adalah yaitu pada tubuhnya memiliki pola garis
vertikal dari sisi dorsal sampai anal hampir sepanjang tubuhnya dan berubah
menjadi pola bintik hitam pada bagian ekor (kaudal), sirip punggung terdiri dari
dua bagian (depan dan belakang). Ikan tenggiri totol memiliki pola bintik-bintik
kehitaman sepanjang linea lateralis tersebar acak, sirip punggung terdiri dari dua
bagian (depan dan belakang).
Collette et al. (1983) menyatakan bahwa ciri spesies Scomberomorus
commerson di antaranya adalah sirip dorsal terdiri dari dua bagian (depan dan
belakang) terdiri dari sekitar 14-16 buah. Corak tubuh berupa garis vertikal yang
membungkuk pada bagian punggung dengan jumlah sekitar 50 buah pada ikan
dewasa dan 20 buah pada ikan kecil biasanya terputus pada bagian perut. Spesies
Scomberomorus guttatus memiliki ciri sirip dorsal terdiri dari dua bagian, corak
tubuh membentuk bintik hitam yang tersebar acak sepanjang linea lateralis bagian
atas, sisik berwarna putih keperakan. Berdasarkan ciri fisik tersebut, ikan tenggiri
papan memiliki kemiripan dengan spesies Scomberomorus commerson dan ikan
tenggiri totol memiliki kemiripan dengan spesies Scomberomorus guttatus.
10
Rendemen
Rendemen ikan dihitung berdasarkan berat tiap bagian tubuh dibagi berat
keseluruhan. Bagian tubuh ikan yang diukur adalah kepala, daging, tulang, kulit,
dan jeroan. Hasil perhitungan rendeman ditampilkan pada Tabel 3.
Tabel 3 Rendemen ikan tenggiri
Ikan
Daging
Daging
Merah
Putih
(%)
(%)
Tenggiri Papan 11,9±1,20 46,67±1,00
Tenggiri Totol 8,85±1,20 48,38±3,60
Patin*
66,25
**
Halibut
59,00
*)
Jeroan
(%)
Kepala
(%)
Tulang
(%)
Kulit
(%)
7,07±0,30
3,98±0,80
4,81
7,00
20,00±2,10
19,24±1,40
11,25
17,00
11,00±2,20
14,85±1,50
11,00
10,00
3,36±0,10
4,71±0,40
2,62
5,00
Sumarto dan Rengi (2014)
Zaitsev et al,(1969)
**)
Komposisi daging putih ikan tenggiri papan dan ikan tenggiri totol lebih
tinggi dibandingkan dengan bagian tubuh lainnya. Kandungan daging putih yang
tinggi menjadi salah satu alasan ikan tenggiri digunakan sebagai bahan baku
produk perikanan seperti pempek, bakso, otak-otak, dan kerupuk. Daging putih
memiliki kandungan lemak yang lebih rendah bila dibandingkan dengan daging
merah. Nazemroaya et al. (2011) melaporkan bahwa kandungan lipid pada daging
putih ikan tenggiri sekitar 4% sedangkan pada daging merahnya sekitar 20%.
Lemak merupakan senyawa yang berperan dalam reaksi oksidasi bahan pangan
sehingga menimbulkan aroma kurang sedap.
Komposisi Kimia
Komposisi kimia ikan tenggiri segar dan produk olahan disajikan pada Tabel
4. Sampel ikan tenggiri segar memiliki kandungan protein 18,57-19,92%.
Sutarshiny and Sivhashantini (2011) melaporkan bahwa kandungan protein ikan
tenggiri yang ditemukan di perairan Srilanka berkisar antara 18-24%. Kandungan
protein ikan laut umumnya lebih tinggi bila dibandingkan dengan ikan darat karena
ketersediaan makanan dan keragaman yang lebih tinggi (Guizani and Nizar 2015).
Tabel 4 Kandungan kimia ikan tenggiri segar dan produk olahannya (%)
Sampel
Kadar Air
Abu
Lemak
Protein
Karbohidrat
Tenggiri papan 77,27±1,41 1,42±0,25 0,54±0,18 18,56±0,32 2,21±1,43
Tenggiri totol
76,58±0,59 1,73±0,32 0,49±0,06 19,91±0,17 1,29±0,72
Pempek
52,44±0,50 1,91±0,01 0,55±0,01 1,96±0,09
43,41±0,6
Bakso
19,79±0,13 4,52±0,11 10,56±0,15 9,00±0,06 56,13±0,23
Kerupuk
4,77±0,02 2,89±0,13 2,54±0,18 2,58±0,18 87,22±0,05
Mackerel*
75,67±0,12 1,42±0,01
0,89±0,01 9,47±0,16
0,70±0,01
*)
Sutarshiny and Sivhashantini 2011
11
Kadar air dan kandungan protein ikan segar lebih tinggi bila dibandingkan
dengan produk olahan, sedangkan kadar abu, lemak, dan karbohidrat lebih rendah
dari produk olahan. Pengurangan kadar air dan kandungan protein pada produk
olahan disebabkan oleh pemanasan dan penambahan bahan lain selama proses
produksi. Peningkatan kandungan abu, lemak dan karbohidrat disebabkan oleh
penambahan garam-garam mineral, minyak, dan bahan lain yang mengandung
karbohidrat tinggi seperti tepung beras dan tepung singkong (Shaltout 1993;
Chang and Chen. 2013; Sengun et al. 2014; Turp et al. 2016)
SDS-PAGE
SDS-PAGE digunakan untuk melihat dugaan awal kandungan protein dan
pola penyebaran pita protein suatu sampel. Sampel yang diuji terdiri dari dua jenis
yaitu ikan segar dan produk olahannya (pempek, bakso, otak-otak, dan kerupuk).
Pita profil protein dibandingkan dengan marka. Hasil SDS-PAGE diperlihatkan
pada Gambar 2.
Hasil SDS-PAGE pada sampel ikan segar dan giling menunjukkan pita
protein yang jelas sedangkan sampel produk (no 5-9) tidak menggambarkan pola
pita protein yang jelas, hal ini disebabkan karena pada sampel ikan segar dan
giling rata-rata belum mengalami denaturasi protein. Produk olahan telah
mengalami denaturasi selama proses pengolahan.
Denaturasi protein adalah perubahan struktur protein baik struktur sekunder,
tersier maupun kuartener karena faktor peubah, baik fisik, maupun kimia.
Bettelheim et al (2010) menyebutkan bahwa protein dapat terdenaturasi oleh
beberapa faktor di antaranya suhu, asam, basa, alkohol, dan ion logam. Suhu dapat
mengganggu ikatan hidrogen pada subunit rantai kuartener pada suatu protein.
Perubahan tersebut mengakibatkan berubahnya sifat fisik maupun fungsi secara
keseluruhan.
Gambar 2 Hasil SDS PAGE ikan tenggiri dan olahannya.
(M= Marka; 1= tenggiri papan utuh; 2= tenggiri totol utuh; 3= tenggiri
giling 1; 4= tenggiri giling 2; 5= otak-otak 1; 6= Otak-otak 2; 7=
kerupuk 1; 8= kerupuk 2; 9= bakso 1).
Sampel otak-otak (5 dan 6) dan sampel kerupuk (8) terdapat beberapa pita
protein yaitu pita yang terletak di antara berat molekul 192 kDa dan 112 kDa, pita
yang terletak di bawah 8,8 kDa, dan pita yang terletak antara 47 kDa dan 35 kDa.
Diduga protein ini adalah protein yang telah terpotong dari protein yang memiliki
berat molekul yang lebih besar sebagai akibat dari pemanasan selama proses
12
pengolahan. Sampel kerupuk dan bakso (7 dan 9) menunjukkan tidak terdapat
satupun pita protein. Hal ini menunjukkan bahwa semua protein yang terdapat
pada sampel tersebut telah terpotong menjadi peptida yang berukuran lebih kecil
dari 8,8 kDa sehingga peptida tersebut tidak terdeteksi. Syahrudin (2013)
melaporkan bahwa denaturasi pada daging ikan yang disebabkan oleh
penggaraman dapat memotong protein menjadi ukuran lebih kecil sehingga dapat
menyebabkan tidak terdeteksinya protein pada saat pengujian SDS-PAGE.
Sutanto (2010) menyatakan terdapat fraksi protein yang hilang akibat denaturasi
oleh panas selama pengolahan pada bakso yang diduga terbuat dari daging babi.
Panas menyebabkan energi kinetik pada molekul protein meningkat dan
mengganggu ikatan hidrogen. Perlakuan panas yang tinggi dan berlangsung dalam
waktu yang lama dapat menyebabkan protein terdegradasi ke dalam ukuran yang
lebih kecil (Winarno 1997). Proses yang terjadi selama pemasakan menyebakan
rusaknya struktur protein sehingga tidak dapat digambarkan melalui pita SDSPAGE. Identifikasi bahan baku (spesies) pada produk tidak dapat dilakukan
dengan SDS-PAGE, oleh karena itu perlu adanya analisis lanjut yakni dengan
DNA barcoding.
Isolasi DNA
Isolasi DNA yang dilakukan merupakan modifikasi dari metode cetyl
trimethylammonium bromide (CTAB). Prinsip isolasi DNA yaitu pelisisan sel,
ekstraksi, pengendapan DNA, dan pemurnian DNA (Nishiguchi et al. 2002).
Proses pemecahan membran sel (lisis) bertujuan untuk mengeluarkan isi sel
dilakukan secara kimiawi dengan menambahkan bufer ATL yang mengandung
detergen SDS. Detergen SDS dapat melarutkan lipid pada membran sel sehingga
terjadi distabilisasi membran sel dan dapat mengurangi aktifitas enzim nuklease
yang dapat mendegradasi DNA (Surzycki 2000). Penambahan protease K dapat
mempercepat proses lisis karena dapat mendegradasi protein globular dan
merusak rantai polipeptida dalam komponen sel (Ahmed et al. 2014). Isolasi
DNA menggunakan kit isolasi yaitu Dneasy blood and tissue yang didapatkan
dari PT Genecraft Labs. Proses ekstraksi yaitu pemisahan molekul DNA dari
bahan lain yang terdapat pada sel dilakukan dengan menambahkan bufer AL yang
mengandung lisin dan guanidium chloride. Lisin dan garam guanidium chloride
dapat merusak membran organel sel seperti mitokondria dan nucleus. Pemisahan
DNA dilakukan berdasarkan perbedaan berat molekul dengan bantuan
sentrifugasi. Proses pengendapan DNA dilakukan dengan penambahan bufer AW
1 dan AW 2 yang mengandung isopropanol dan guanidium chloride.
DNA merupakan rantai polinukleotida yang memiliki kandungan basa purin
dan pirimidin. Sambrook and Russell (2001) menyatakan bahwa kedua jenis basa
ini dapat menyerap sinar ultraviolet pada panjang gelombang 260 nm. Pengukuran
konsentrasi DNA dilakukan berdasarkan penyerapan DNA pada panjang
gelombang 260 nm. Protein atau fenol dapat menyerap cahaya pada panjang
gelombang 280 nm sehingga kemurnian DNA didapatkan dengan cara membagi
hasil penyerapan pada panjang gelombang 260 nm dengan panjang gelombang
280 nm. Nilai ideal kemurnian DNA berkisar antara 1,8-2,0. Nilai kemurnian
DNA di bawah 1,8 menunjukkan telah terjadinya kontaminasi oleh protein dan
13
nilai konsentrasi di atas 2,0 menunjukkan telah terkontaminasi oleh RNA. Hasil
pengukuran konsentrasi dan kemurnian DNA ditampilkan pada Tabel 5.
Tabel 5 Konsentrasi dan kemurnian DNA sampel
No
Sampel
1
Tenggiri Papan 1
2
Tenggiri Papan 2
3
Tenggiri Papan 3
4
Tenggiri totol 1
5
Tenggiri totol 2
6
Tenggiri totol 3
7
Tenggiri giling 1
8
Tenggiri giling 2
9
Tenggiri giling 3
10 Pempek 1
11 Pempek 2
12 Pempek 3
13 Pempek 4
14 Bakso 1
15 Bakso 2
16 Bakso 3
17 Bakso 4
18 Bakso 5
19 Bakso 6
20 Otak-otak 1
21 Otak-otak 2
22 Otak-otak 3
23 Otak-otak 4
24 Otak-otak 5
25 Kerupuk 1
26 Kerupuk 2
27 Kerupuk 3
28 Kerupuk 4
29 Kerupuk 5
30 Kerupuk 6
Konsentrasi (ng/µL)
69,60
185,50
125,20
87,00
102,70
70,00
43,90
56,40
32,70
5,90
4,00
3,40
29,50
4,20
2,20
3,10
24,95
20,50
10,50
19,40
9,30
15,50
18,50
11,00
6,10
6,80
7,60
3,75
0,55
1,00
Kemurnian (260/280)
1,70
2,09
2,08
2,07
1,99
2,09
2,03
1,80
1,80
1,50
1,70
1,70
1,90
1,50
1,70
1,40
1,90
1,40
2,10
1,70
1,80
2,00
1,80
1,70
2,20
1,70
1,50
2,00
1,22
0,70
Semua sampel memiliki DNA dengan konsentrasi yang berbeda.
Konsentrasi DNA yang tertinggi terdapat pada sampel ikan utuh tenggiri papan
yaitu 185,5 ng/µL. Konsentrasi DNA yang terendah terdapat pada sampel kerupuk 5
yaitu 0,55 ng/µL. Konsentrasi DNA semua ikan segar (69,5-185,5 ng/µL) lebih
besar dibandingkan dengan produk olahan (0,55-29,5 ng/µL). Pencampuran
dengan bahan lain dan proses selama pengolahan menyebabkan DNA pada olahan
tenggiri berkurang. Sebagian besar sampel (21 dari 30 sampel) memiliki nilai
kemurnian DNA di luar kisaran nilai ideal (1,8-2,0), namun sampel masih dapat
diamplifikasi dengan mesin PCR. Ahmed et al (2014) menyatakan bahwa
kemurnian DNA lebih kecil dari 1,8 untuk sampel bakteri Methycylin resistant
Staphylococcus aureus (MRSA) masih dapat diamplifikasi oleh mesin PCR dan
memberikan pita DNA yang jelas ketika dielektroforesis. Suhu annealing yang
tepat dan waktu penempelan primer pada DNA template yang cukup
memperbesar peluang keberhasilan amplifikasi DNA.
14
Desain Primer
Primer yang didesain berdasarkan DNA mitokondria yaitu gen penyandi
COI dan cyt b. Gen penyandi COI dan cyt b sering digunakan untuk
mengidentifikasi spesies. Primer didapatkan dari spesies yang memiliki
kekerabatan yang sama dan yang berdekatan dengan sampel yang digunakan yaitu
dari family Scombridae. Primer terdiri dari dua bagian yaitu forward dan reverse.
Panjang gen target COI yaitu 560 basa dan cyt b 780 basa. Panjang primer yang
ideal adalah sekitar 18-24 basa. Primer yang pendek berpengaruh terhadap
rendahnya keakuratan pada saat penempelan terhadap cetakan DNA gen target
yang diinginkan sedangkan primer yang terlalu panjang akan menyebabkan
tingginya suhu leleh. Peluang terjadinya struktur sekunder kedua jenis primer
tersebut adalah tidak ada berdasarkan pengujian oligoevaluator. apabila ada
struktur sekunder maka kemungkinan primer tersebut menempel pada bagian
primer itu sendiri sehingga proses amplifikasi tidak terjadi. Struktur sekunder
harus dihindari supaya proses amplifikasi berjalan. Primer bagian forward
menempel pada salah satu utas DNA template dan primer bagian reverse
menempel pada utas yang lainnya. Jarak antara ujung primer forward dan ujung
primer reverse disebut panjang gen target. Panjang gen target cyt b 780 pasang
basa dan COI 560 pasang basa.
Amplifikasi DNA dan Elektroforesis
Sampel dengan primer COI diamplifikasi menggunakan suhu annealing
51oC. Amplikon kemudian dielektroforesis selama 25 menit. Panjang gen target
COI adalah sekitar 560 basa. Hasil elektroforesis amplikon ditampilkan pada
Gambar 3 (COI).
DNA bermuatan negatif, sehingga molekul DNA akan bergerak dari kutub
negatif ke kutub positif. DNA yang bermuatan negatif akan ditarik oleh muatan
listrik positif, sehingga molekul DNA akan terpisah sesuai dengan ukuran berat
molekulnya (Howe 2007). Molekul DNA yang terpisah kemudian divisualisasi
menggunakan sinar UV dan akan berpendar karena pewarna yang ditambahkan
seperti ethidium bromida.
Semua sampel diamplifikasi menggunakan mesin PCR dan dielektroforesis
dengan perlakuan yang sama. Dua puluh satu sampel berhasil diamplifikasi hal ini
dapat dilihat dari visualisasi elektroforesis yang memberikan gambaran pita DNA
yang jelas dan sesuai dengan gen target, COI yaitu sekitar 560 bp dan cyt b sekitar
780 bp. Sembilan sampel tidak teramplifikasi hal ini dapat dilihat tidak adanya
pita DNA setelah sampel dielektroforesis. Hasil penelitian menunjukkan sembilan
sampel tidak teramplifikasi hal ini diduga bahwa pada sampel tersebut tidak
terdapat DNA ikan tenggiri atau produk tersebut tidak menggunakan tenggiri
sebagai bahan bakunya. Sampel yang diduga tidak mengandung ikan tenggiri di
antaranya adalah pempek (2 sampel), bakso (2 sampel), dan kerupuk (5 sampel).
Sampel yang tidak teramplifikasi dapat disebabkan oleh kegagalan primer dalam
menempel pada DNA. Primer yang digunakan merupakan primer spesifik untuk
mengenali DNA ikan tenggiri.
15
(b)
(a)
(d)
(c)
(e)
Gambar 3 Hasil elektroforesis (COI) ikan tenggiri segar dan produk olahannya.
Keterangan: (a) ikan tenggriri segar dan giling, (b) pempek, (c) bakso,
(d) otak-otak, (e) kerupuk.
Sampel yang menggunakan primer cyt b diamplifikasi menggunakan suhu
annealing 56oC. Amplikon kemudian dielektroforesis selama 25 menit. Panjang
gen target cyt b adalah sekitar 780 basa. Hasil elektroforesis amplikon ditampilkan
pada Gambar 4.
Data konsentrasi dan kemurnian DNA (Tabel 5) menunjukkan bahwa semua
sampel yang tidak teramplifikasi memiliki kandungan DNA yang bervariasi (0,5524,95 ng/µL) dengan kemurnian 0,70-2,00. DNA pada sampel yang tidak
teramplifikasi tidak bisa diketahui jenis spesiesnya namun dapat dipastikan bukan
ikan tenggiri (Scomberomorus sp.). Berdasarkan hasil SDS-PAGE (Gambar 2),
sampel kerupuk dan bakso (kolom 7 dan 9) tidak terdapat satupun pita protein
sedangkan hasil PCR menunjukkan bahwa kedua sampel tersebut terdapat pita
DNA. Pemanasan yang tinggi (>120°�) dapat memotong protein menjadi ukuran
yang lebih kecil sehingga pada saat running elektroforesis menggunakan SDSPAGE molekul protein pada kedua sampel tersebut lolos melewati pori-pori gel.
16
(b)
(a)
(d)
(c)
(e)
Gambar 4 Hasil elektroforesis (cytb) ikan tenggiri segar dan produk olahannya.
Keterangan: (a) ikan tenggriri segar dan giling, (b) pempek, (c) bakso,
(d) otak-otak, (e) kerupuk.
Syahrudin (2013) melaporkan bahwa denaturasi pada daging ikan dapat
memotong protein menjadi ukuran lebih kecil sehingga dapat menyebabkan tidak
terdeteksinya protein pada saat pengujian SDS-PAGE. Proses amplifikasi DNA
pada kedua sampel tersebut bisa terjadi karena terdapat DNA yang cocok dengan
primer spesifik yang digunakan. Pemanasan selama proses pengolahan produk
tidak menghalangi keberhasilan identifikasi melalui pendekatan DNA barcoding
karena DNA yang digunakan merupakan DNA mitokondria yang memiliki salinan
yang banyak per sel (Mackie et al. 1999). Primer yang digunakan merupakan
primer spesifik yang bisa mendeteksi keberadaan DNA ikan tenggiri. Sampel
yang tidak mengandung ikan tenggiri pada proses amplifikasi DNA, tidak akan
teramplifikasi karena primer tidak bisa menempel pada DNA cetakan dan pada
saat visualisasi oleh sinar UV tidak akan terdeteksi pita DNA. Primer yang
digunakan dibuat berdasarkan urutan DNA dari ikan tenggiri totol dan tenggiri
papan sehingga memiliki sifat bekerja selektif terhadap kedua jenis ikan tersebut.
Cawthorn et al (2012) melaporkan bahwa sembilan sampel penelitiannya tidak
berhasil diamplifikasi karena ketidakcocokan primer yang digunakan dengan
DNA yang terdapat pada sampel sedangkan sisa sampel berhasil diamplifikasi.
17
Identifikasi Spesies dan
OLAHANNYA MENGGUNAKAN DNA BARCODING
DEDEN YUSMAN MAULID
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul “Deteksi ikan
tenggiri (Scomberomorus sp.) dan produk olahannya menggunakan DNA
barcoding” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juni 2016
Deden Yusman Maulid
NIM C351130011
RINGKASAN
DEDEN YUSMAN MAULID. Deteksi Ikan Tenggiri (Scomberomorus sp.) dan
Produk Olahannya Menggunakan DNA Barcoding. Dibimbing oleh NURJANAH,
MALA NURILMALA, dan HAWIS MADDUPPA.
Ikan tenggiri merupakan salah satu jenis ikan yang sering digunakan
sebagai bahan baku produk perikanan seperti pempek, bakso, otak-otak, kerupuk,
dan lain-lain. Ketersediaan bahan baku yang terbatas serta keuntungan secara
ekonomi sering dijadikan alasan terjadinya pemalsuan produk (mislabeling).
Deteksi pemalsuan produk dapat dilakukan dengan penelusuran informasi secara
morfologi, protein, dan DNA. Identifikasi secara morfologi dan analisis protein
dapat dilakukan untuk ikan segar sedangkan untuk produk olahan perikanan tidak
dapat dilakukan karena telah terjadi perubahan bentuk, ukuran, serta denaturasi
protein selama proses produksi. DNA barcoding merupakan teknik identifikasi
spesies yang dapat digunakan baik untuk sampel ikan segar maupun sampel
produk olahan. Tujuan dari penelitian ini adalah menentukan keaslian produk
olahan ikan tenggiri (Scomberomorus sp.) melalui pendekatan DNA barcoding
menggunakan dua gen mitokondria yaitu cytochrome oxidase sub unit I (COI) dan
cytochrome b (cyt b).
Penelitian ini dibagi menjadi dua tahap. Tahap pertama meliputi
pengukuran fisik (morfometrik dan rendemen) serta pengukuran kimia
(proksimat). Penelitian tahap dua yaitu tahap molekuler (DNA barcoding)
dimulai dari isolasi DNA, desain primer, uji kuantitatif DNA, amplifikasi DNA,
elektroforesis, dan konstruksi pohon filogenetik. Sampel terdiri dari ikan segar (6
sampel), tenggiri giling (3), pempek (4), bakso (6), otak-otak (5), dan kerupuk (6).
Sampel dikoleksi dari beberapa tempat yaitu Jakarta, Bogor, Banten, Bandung,
Makasar, dan Palembang.
Ciri morfometrik menunjukkan bahwa sampel ikan segar (6 sampel)
terbagi menjadi dua kelompok spesies yaitu tenggiri papan (Scomberomorus
commerson) dan tenggiri totol (Scomberomorus guttatus). Ciri khas ikan tenggiri
totol adalah terdapat corak bulat yang tersebar tidak teratur di atas linea lateralis
(LL) sedangkan tenggiri papan memiliki corak garis vertikal. Ikan tenggiri papan
dan tenggiri totol memiliki bagian daging putih yang lebih besar dibandingkan
daging merah yaitu 46,67% dan 48,38%. Hasil SDS-PAGE menunjukkan bahwa
pada ikan segar dan sampel ikan giling terdapat pita protein yang jelas, sedangkan
pada sampel produk olahan pita proteinnya tidak tergambarkan secara jelas.
Hasil analisis DNA barcoding menunjukkan terdapat 9 dari 30 (30%)
sampel tidak mengandung ikan tenggiri seperti yang tercantum pada labelnya
yaitu pempek (2 sampel), bakso (2), dan kerupuk (5). Nilai homologi spesies yang
teridentifikasi sebagai tenggiri papan (S. commerson) dan tenggiri totol (S.
guttatus) berkisar antara 97%-99%.
Kata kunci: tenggiri, DNA barcoding, cytochrome b, cytochrome c subunit I
SUMMARY
DEDEN YUSMAN MAULID. Detection of Mackerel Fish (Scomberomorus sp.)
and its Processed Products Using DNA Barcoding. Supervised by NURJANAH,
MALA NURILMALA, and HAWIS MADDUPPA
Mackerel is often used as a raw material of fish products such as pempek,
meatball, otak-otak, and crackers. Both limited availability of raw materials and
economic benefits mostly become the reason for the counterfeiting of the products
(mislabeling). Adulteration of raw material could be detected by any identification
methods such as morphological identification, protein analysis, and DNA
analysis. Both morphological identification and proteins analysis could be
performed for whole fish, but not for processed fish products due to shape and
size changes and protein denaturation during production process. DNA barcoding
is species identification technique which can be used either for whole fish samples
or processed products. The aim of this study was to authenticate mackerel
products (Scomberomorus sp.) by DNA barcoding method using two
mitochondrial genes: cytochrome b (cyt b) and cytochrome c subunit I (COI).
This study was divided into two stages. First, physical (morphometric and
yield) and chemical (proximate) measurement. The second was molecular stage
(DNA barcoding): DNA isolation, primer design, purification and concentration
of DNA, DNA amplification, electrophoresis, and phylogenetic tree construction.
Sample consists of whole fish (6 samples), minced fish (3), pempek (4), meat ball
(6), otak-otak (5), and snack (6). Samples was collected from Jakarta, Bogor,
Bandung, Banten, Palembang, and Makassar.
Morphometric characteristics showed that whole fish samples (6 samples)
were identified into two groups of species, king mackerel (Scomberomorus
commerson) and korean mackerel (Scomberomorus guttatus). Main characteristic
of king mackerel is irregular pattern over the linea lateralis while king mackerel
has a pattern of vertical lines. King mackerel and korean mackerel have 46.67%
and 48.38% greater white meat than the red meat. SDS-PAGE results showed that
whole and milled fish have a clear protein bands while processed products were
not clearly ilustrated.
DNA barcoding analysis indicated that 9 of 30 (30%) samples did not
contain mackerel as listed on the label. They are pempek (2 samples), meatball
(2), and snack (5). Homology of identified species (king and korean mackerel)
ranged between 97% -99%.
Keywords: cytochrome b, cytochrome c subunit I, DNA barcoding, mackerel
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
DETEKSI IKAN TENGGIRI (Scomberomorus sp.) DAN PRODUK
OLAHANNYA MENGGUNAKAN DNA BARCODING
DEDEN YUSMAN MAULID
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Teknologi Hasil Perairan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
Penguji Luar Komisi pada ujian tesis: Prof Dr Ir Linawati Hardjito, MS
Deteksi Ikan Tenggiri (Scomberomorus sp.) dan Produk Olahannya
Menggunakan DNA Barcoding
Deden Yusman Maulid
C351130011
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing
Prof Dr Ir Nurjanah, MS
Ketua
Dr Mala Nurilmala, SPi, MSi
Anggota
Dr Hawis Madduppa, SPi, MSi
Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi
Teknologi Hasil Perairan
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr Ir Wini Trilaksani, MSc
Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr
Tanggal Ujian: 28 Maret 2016
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji syukur kepada Allah SWT, karena atas rahmat dan hidayah-Nya
Penulis dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul “Deteksi Ikan Tenggiri
(Scomberomorus sp.) dan Produk Olahannya Menggunakan DNA Barcoding”.
Penelitian ini didanai oleh Kementrian Riset, Teknologi, dan Pendidikkan Tinggi
dalam program hibah kompetensi atas nama Dr Mala Nurilmala, SPi, MSi.
Penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Prof Dr Ir Nurjanah, MS, Dr Mala Nurilmala, SPi, MSi, Dr Hawis Madduppa,
SPi, MSi selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan, arahan,
dukungan, semangat kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis
ini.
2. Prof Dr Ir Linawati Hardjito, MS selaku dosen penguji luar komisi yang telah
memberikan bimbingan dan arahan sehingga penulis mampu menyelesaikan
tesis ini.
3. Ketua program studi, Dr Ir Wini Trilaksani, MSc dan perwakilan tim gugus
kendali mutu, Dr Asadatun Abdullah, SPi, MSi atas masukan kepada penulis.
4. Orang tua beserta istri yang telah memberikan dukungan baik materil maupun
spiritual kepada penulis.
5. Teman-teman satu tim penelitian DNA barcoding yang saya banggakan. Laboran
yang telah membantu penelitian saya (Ibu Ema, Mas Ipul, Mbak Dini, Faqih,
Mbak Nuring, Lita, Yustin, Fajrin, dan Andhra)
6. Keluarga besar mahasiswa sekolah pascasarjana Teknologi Hasil Perairan, yang
telah memberikan dorongan semangat baik selama penelitian maupun saat
penyusunan tesis ini.
7. Direktorat Jendral Pendidikkan Tinggi (Dikti) yang telah membiayai penulis
selama masa perkuliahan melalui Beasiswa Pendidikan Perguruan Tinggi
Dalam Negeri (BPPDN).
8. Kementrian Riset Teknologi dan Pendidikkan Tinggi yang telah mendanai
penelitian ini pada program hibah kompetensi atas nama Dr Mala Nurilmala SPi,
MSi.
9. Terima kasih penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu
penyelesaian tesis ini.
Penulis menyadari bahwa masih terdapat kekurangan dalam penyusunan
tesis ini. Penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun
sehingga bermanfaat untuk pembaca dan masyarakat secara umum. Semoga karya
ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Juni 2016
Deden Yusman Maulid
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
vii
DAFTAR GAMBAR
vii
DAFTAR LAMPIRAN
vii
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Rumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
1
2
3
3
2 METODE
Waktu dan Tempat
3
Bahan dan Alat
3
Prosedur Kerja
4
Morfometrik
5
Rendemen
5
Analisis Proksimat (AOAC 2005)
5
SDS-PAGE (Sodium dedosil sulphate-polyacrylamid gel elechtrophoresis) 6
Analisis Molekuler
7
Isolasi DNA
7
Konsentrasi dan Kemurnian DNA
7
Desain Primer
7
Amplifikasi DNA dan Elektroforesis
8
Identifikasi Spesies dan Sekuensing
8
Pohon Filogenetik (Tamura et al. 2011)
8
3 HASIL DAN PEMBAHASAN
Morfometrik
Rendemen
Komposisi Kimia
SDS-PAGE
Isolasi DNA
Desain Primer
Amplifikasi DNA dan Elektroforesis
Identifikasi Spesies dan Sekuensing
Pohon Filogenetik
9
10
10
11
14
12
14
17
18
4 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
20
20
DAFTAR PUSTAKA
21
RIWAYAT HIDUP
29
DAFTAR TABEL
1 Proses PCR (Polymerase Chain Reaction)........................................................... 8
2 Panjang dan berat ikan tenggiri segar ................................................................... 9
3 Rendemen ikan tenggiri ...................................................................................... 10
4 Kandungan kimia ikan tenggiri segar dan produk olahannya (%) ..................... 10
5 Konsentrasi dan kemurnian DNA sampel .......................................................... 13
6 Hasil identifikasi spesies berdasarkan analisis BLAST (COI dan Cyt b) .......... 17
DAFTAR GAMBAR
1 Alur penelitian deteksi ikan tenggiri dan olahannya ............................................ 4
2 Hasil SDS PAGE ikan tenggiri dan olahannya. ................................................. 11
3 Hasil elektroforesis (COI) ikan tenggiri segar dan produk olahannya. .............. 15
4 Hasil elektroforesis (cytb) ikan tenggiri segar dan produk olahannya. .............. 16
5 Pohon filogenetik sampel dengan primer COI ................................................... 18
6 Pohon filogenetik dengan menggunakan primer cyt b ....................................... 19
DAFTAR LAMPIRAN
1 Sampel dan lokasi pengambilan ......................................................................... 24
2 Alat dan bahan isolasi DNA, amplifikasi DNA, dan elektroforesis ................... 25
3 Tabel protein berdasarkan berat molekul sebagai marka SDS-PAGE ............... 25
4 Hasil elektroforegram sampel menggunakan primer spesifik COI dan
Cytochrome b ...................................................................................................... 26
5 Nomor accession sample dari genbank untuk marka cytochrome b .................. 27
6 Contoh sampel submit ke genbank ..................................................................... 28
1
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Ikan tenggiri merupakan salah satu jenis ikan keluarga scombridae yang
terdiri dari 15 genus dan 51 spesies (Orrell et al. 2006). Ikan tenggiri tersebar dari
tepi samudera sampai perairan lepas pantai yang dangkal. Habitat yang disukai
oleh ikan tenggiri memiliki ciri fisik di antaranya salinitas yang rendah dengan
kekeruhan tinggi (Mcpherson 1985). Ikan tenggiri merupakan salah satu
komoditas penting bagi Indonesia. Indonesia menjadi negara dengan hasil
tangkapan ikan tenggiri terbesar di dunia. Hasil penangkapan global ikan tenggiri
pada tahun 2013 mengalami peningkatan sebesar 2,8% dari tahun sebelumnya
yaitu sebesar 936.004 ton (FAO 2013).
Ikan tenggiri telah dimanfaatkan dalam berbagai produk olahan seperti
pempek, bakso, otak-otak, dan kerupuk. Produk olahan ikan dalam kemasan
memiliki daya tarik tersendiri bagi konsumen. Berbagai keuntungan yang
diperoleh adalah awet dan instan. Semakin bervariasinya produk perikanan
memunculkan kemungkinan adanya pemalsuan produk oleh produsen dalam
rangka meningkatkan keuntungan (Jacquet dan Pauly 2008). Bentuk pemalsuan
dapat berupa penggunaan ikan substitusi, yaitu jenis ikan yang berbeda dari jenis
ikan yang ada pada label atau mencampurnya dengan ikan jenis lain (Mackie et
al. 1999). Substitusi merupakan cara pemalsuan paling mudah dilakukan pada
ikan olahan karena sulitnya mengidentifikasi produk, sehingga peluang terjadinya
mislabeling menjadi meningkat (Haye et al. 2012).
Pemalsuan produk perikanan menyebabkan kerugian karena biaya yang
dikeluarkan lebih tinggi untuk produk yang telah dicampur atau diganti dengan
bahan baku yang lebih murah. Pemalsuan produk perikanan juga dapat
menyebabkan gangguan kesehatan (Leeuwen et al. 2009), seperti alergi pada jenis
ikan tertentu, atau keracunan karena penggunaan ikan beracun seperti ikan buntal
(Huang et al. 2014). Adanya pemalsuan ini juga mengganggu hak konsumen
dalam memperoleh “enforcement of labelling regulation” (Mackie et al. 1999).
Pemalsuan ini harus mendapat perhatian khusus dalam rangka penjaminan
keamanan pangan dan perlindungan hak konsumen. EU Council Regulation No.
1379/2013 sudah menetapkan aturan tentang pelabelan menggunakan nama
komersial dan nama ilmiah untuk produk perikanan di Eropa (Eur-lex 2013). Di
Indonesia pelabelan produk pangan sudah diatur dalam peraturan pemerintah (PP)
no 69 tahun 1999, selain itu hak-hak konsumen dilindungi oleh undang-undang
nomor 8 tahun 1999. Pemalsuan produk perikanan masih saja terjadi seperti
pemalsuan pada filet tuna dan filet dori (Dwiyitno 2010). Upaya yang dapat
dilakukan adalah dengan menerapkan peraturan dan undang-undang secara taat
azas. Dalam penerapan peraturan tersebut diperlukan pengujian keaslian produk,
termasuk produk ikan dan seafood, atau dikenal dengan istilah autentikasi.
Berbagai upaya identifikasi dan autentikasi produk telah dikembangkan
(Filonzi et al. 2010; Marko et al. 2004), mulai dari identifikasi secara morfologi,
analisis protein, hingga DNA. Identifikasi produk segar dapat dilakukan dengan
pendekatan karakteristik morfologi (ukuran, warna, bentuk, dan tampilan). Proses
pengolahan seperti pemanasan, pembekuan, pengalengan, dan pengolahan lainnya
menyulitkan identifikasi (Mackie et al. 1999; Jérôme et al. 2003; Zhao et al.
2
2013). Identifikasi dengan pendekatan protein yang pernah berkembang juga
belum mampu mengidentifikasi produk olahan dengan baik. Upaya yang dapat
digunakan untuk autentikasi produk ini adalah dengan pendekatan DNA, yakni
dengan perbanyakan untai DNA menggunakan mesin PCR. DNA masih dapat
diidentifikasi, bahkan dalam jumlah sampel yang sedikit, rusak dan tidak utuh
(Tsai et al. 2007).
Beberapa metode PCR telah dikembangkan di antaranya adalah single
strand conformation polymorphism (SSCP), restriction fragment length
polymorphism (RFLP), real time PCR, multiplex PCR, microsatellite, dan DNA
barcoding. SSCP digunakan untuk melihat laju mutasi yang terjadi pada suatu
spesies, RFLP digunakan untuk melihat keragaman genetik antar individu dalam
satu spesies, real time PCR digunakan untuk mendeteksi keberadaaan suatu
species sekaligus dapat menghitung secara kuantitatif produk PCR yang
dihasilkan. Multiplex PCR digunakan untuk mengetahui keberadaan suatu spesies
dengan sekuens lebih dari satu, microsatellite digunakan untuk mendeteksi
kekerabatan individu dalam satu species yang sama, sedangkan DNA barcoding
digunakan untuk mendeteksi suatu spesies yang belum diketahui menggunakan
marka molekuler dari DNA mitokondria. Analisis spesies menggunakan DNA
mitokondria memiliki kelebihan di antaranya jumlahnya lebih banyak, ukurannya
lebih kecil, sekuens dari beberapa organisme akuatik dengan pendekatan
mitokondria tersedia lengkap, rentang intron (non-coding) tidak ada (Mackie et al.
1999), dan mitokondria DNA lebih sensitif terhadap mutasi. DNA barcoding
merupakan metode yang paling banyak diaplikasikan dalam forensik taksonomi
(Dawnay et al. 2007) karena efektif dalam mengidentifikasi berbagai kondisi
sampel uji, baik sampel utuh maupun sudah rusak, dan tidak menghasilkan data
yang ambigu (Wong 2011).
Pendekatan yang digunakan untuk analisis DNA adalah mengamplifikasi
segmen DNA dari cytochrome b dan menentukan sekuensnya (Mackie et al.
1999) atau amplifikasi cytochrome c oxydase I (COI). Roe dan Sperling (2007)
menyatakan COI memiliki tingkat keragaman yang tinggi sehingga dapat
mengidentifikasi pada tingkat spesies. Hold et al. (2001) menyatakan bahwa
produk perikanan yang mengalami proses pembekuan, pemanasan, penambahan
garam, dan pengolahan lainnya dapat menggunakan cytochrome b (cyt b).
Espiñeira et al. (2009) menggunakan cyt b untuk mengetahui pemalsuan produk
yang berbahan baku dari ikan Scombridae.
Rumusan Masalah
Bahan baku yang terbatas dan mendapatkan keuntungan yang sebesarbesarnya sering dijadikan alasan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab untuk
memalsukan produk perikanan. Identifikasi bahan baku pada produk olahan
perikanan sulit dilakukan secara morfologi karena sudah terjadi perubahan bentuk
dan ukuran selama proses pengolahan menyebabkan perlunya cara alternatif untuk
mengetahui spesies yang digunakan sebagai bahan baku. DNA barcoding
diperlukan untuk mengidentifikasi spesies yang digunakan sebagai bahan baku
produk perikanan karena dapat digunakan pada sampel ikan segar maupun sampel
yang telah mengalami proses pengolahan.
3
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah menentukan keaslian produk olahan ikan
tenggiri (Scomberomorus sp.) melalui pendekatan DNA barcoding menggunakan
gen target pada mitokondria yaitu cytochrome oxidase sub unit I (COI) dan
cytochrome b (cyt b).
Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah teknik DNA barcoding dapat diaplikasikan
sebagai salah satu metode identifikasi spesies untuk ikan tenggiri dan olahannya
sehingga dapat mencegah terjadinya pemalsuan produk perikanan secara cepat
dan akurat, serta meningkatkan keamanan pangan dan kenyamanan konsumen.
2 METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2014 sampai dengan Agustus
2015 di Laboratorium Karakteristik Bahan Baku, Departemen Teknologi Hasil
Perairan, Laboratorium Biodiversitas dan Biosistematika Departemen Teknologi
Ilmu Kelautan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB.
Bahan dan Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah freezer, pipet tips (Axygen
Scientific, California-USA), mikro pipet (Thermo scientific, vantaa-finland),
tabung mikro (Qiagen, Venlow-Netherland), sentrifuse perfectspin 24 plus
(peqlab biotechnologie GMvH, Erlanger-Jerman), mesin PCR Termocycler
Biometra T1 (Biometra GMbH, Gṏttingen-Jerman), Inkubator Digital Block
Heater HX-1 (Peqlab Biotechnologie GmbH, Erlangen-Jerman), elektroforesis
Mupid-Exu, (Advance, Tokyo-Japan), timbangan digital Adam vw 254 (Adam
equipment co. Milton Keynes-England), spindown perfectspin mini (Peqlab
Biotechnologie GmbH, Erlangen-Jerman), vortex peqTwist vortex mixer (Peqlab
Biotechnologie GmbH, Erlangen-Jerman), microwave Panasonic NN-SM320M,
alat sinar Ultraviolet Viewer (UV-1) (Extragene Inc, Taichung City-Taiwan),
nanodrop nanofotometer p360 (implant GmbH eschtzbogeen-Jerman),
electroforesis vertical TU100YK (Scie-plus Ltd, Cambridge-England).
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ikan tenggiri segar
(tenggiri papan atau Scomberomorus commerson 3 sampel dan tenggiri totol atau
Scomberomorus guttatus 3 sampel) dan produk olahannya (tenggiri giling 3
sampel; pempek 4 sampel; bakso 6 sampel; otak-otak 5 sampel; kerupuk 6
sampel). Ikan tenggiri segar didapatkan dari tempat pelelangan ikan di Muara
Baru, Jakarta Utara, tenggiri giling didapatkan dari produsen yang sama namun
memiliki perbedaan warna daging yaitu daging merah dan daging putih,
sedangkan produk olahan lainnya didapatkan dari perusahaan yang berbeda dari
beberapa tempat yaitu Bogor, Bandung, Palembang, dan Makasar. Bahan lain
yang digunakan adalah kit Isolasi DNA dneasy blood and tissue kit (Qiagen
4
Vaenlow-Netherland), DNA dneasy mericoon food kit (Qiagen VaenlowNetherland), larutan mix Kapa Taq Extra Hotstart ReadyMix (kappa
biosystem,Massachusetts-USA), etanol 96%, kloroform, agarose (Vivantis
Invitrogen, Massachussetts-USA), Etidium Bromida, gel loading bufer
(Invitrogen, Massachussetts-USA ), dan DNA ladder (Invitrogen, MassachussettsUS).
Prosedur Kerja
Penelitian yang dilakukan terbagi menjadi dua tahap, yaitu tahap
pengukuran fisiko-kimia dan DNA barcoding. Tahap pengukuran fisiko-kimia
terdiri dari pengukuran morfometrik, rendemen, analisis proksimat dan analisis
profil protein (SDS-PAGE). Tahap DNA barcoding terdiri dari isolasi DNA ikan
tenggiri segar dan produk olahannya (pempek, bakso, otak-otak, dan kerupuk),
pengukuran konsentrasi dan kemurnian DNA, desain primer, amplifikasi DNA,
elektroforesis, alignment, BLAST, dan pohon filogenetik. Diagram alir penelitian
dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1 Alur penelitian deteksi ikan tenggiri dan produk olahan ikan tenggiri
5
Morfometrik
Morfometrik adalah pengukuran bagian tubuh ikan seperti panjang total dan
panjang baku. Pengukuran panjang total ikan segar dilakukan dari ujung kepala
sampai ujung ekor dan pengukuran panjang baku dilakukan dari ujung kepala
sampai pangkal ekor. Pengamatan ciri fisik ikan tenggiri mengacu pada Collette et
al. (1983).
Rendemen
Pengukuran rendemen dilakukan dengan mengukur berat tiap bagian tubuh
yang terdiri dari kulit, tulang, daging putih, jeroan, daging merah, dan kepala
kemudian dibandingkan dengan bobot awal (utuh) (Hoar dan Randall, 1970).
Rendemen dihitung berdasarkan rumus berikut:
Rendemen (%) =
Bobot bagian tubuh ikan tenggiri
Bobot total
x 100%
Analisis Proksimat (AOAC 2005)
Analisis proksimat terdiri dari penentuan kadar air, lemak, abu, protein dan
karbohidrat. Analisis proksimat mengacu pada AOAC (2005). Perhitungan
karbohidrat dilakukan secara by difference.
Kadar air
Kadar air ditentukan berdasarkan perbedaan berat contoh sebelum dan
sesudah dikeringkan. Mula-mula cawan kosong dikeringkan dalam oven selama
30 menit dengan suhu 105oC kemudian disimpan dalam desikator selama 15
menit, kemudian ditimbang. Sampel sebanyak 3-5 g dimasukkan ke dalam cawan
kemudian dikeringkan dalam oven 105oC selama 6 jam. Cawan disimpan dalam
desikator selama 30 menit, kemudian ditimbang. Kadar air ditentukan dengan
rumus :
Kadar air (%) =
B-C
B-A
x 100%
Ket: A= berat cawan kosong (gram); B= berat cawan dengan sampel
sebelum dikeringkan (gram); C= berat cawan dengan sampel setelah dikeringkan
(gram)
Kadar lemak
Labu lemak dikeringkan dalam oven suhu 105oC selama 30 menit, lalu
disimpan dalam desikator selama 15 menit dan ditimbang (A). Sampel ditimbang
sebanyak 5 g langsung dalam saringan timbal yang sesuai ukuran. Pelarut lemak
(heksana) dimasukkan ke dalam labu lemak dan dilakukan ekstraksi selama 3-4
jam. Setelah selesai, pelarut disuling kembali dan labu lemak diangkat dan
dikeringan dalam oven pada suhu 105oC sampai tidak ada penurunan berat lagi.
Labu lemak disimpan dalam desikator selama 20-30 menit dan ditimbang (B).
6
Kadar lemak (%) =
B-A
S
x 100%
Ket: S= berat contoh sampel (gram); A= berat labu lemak tanpa lemak (gram);
B= berat labu lemak dengan lemak (gram)
Kadar abu
Sampel ditimbang 3-5 g kemudian dimasukkan ke dalam cawan, dibakar di
atas bunsen sampai tidak berasap. Sampel dimasukkan ke dalam tanur pengabuan,
dibakar hingga diperoleh abu berwarna abu-abu. Pengabuan dilakukan dalam dua
tahap, yaitu pengabuan pertama pada suhu 400oC kemudian pengabuan kedua
menggunakkan suhu 550oC. Cawan disimpan dalam desikator setelah beratnya
tetap (konstan) cawan kemudian ditimbang. Kadar abu ditentukan dengan rumus:
Kadar abu (%) =
A
B
x 100%
Ket : A = berat abu (gram), B = berat contoh (gram)
Kadar protein
Bahan ditimbang 0,5-1 g. Bahan dimasukkan ke dalam labu kjeldahl,
kemudian ditambahkan 0,5 g selenium dan 7 mL H2SO4 pekat. Sampel kemudian
didestruksi sampai larutan berwarna jernih kehijauan dan uap SO2 hilang. Hasil
destruksi ditambah akuades dan dimasukkan ke dalam labu destilasi. NaOH 33%
ditambahkan ke dalam labu destilasi dan kemudian dilakukan destilasi, destilat
ditampung dalam 20 mL larutan asam borat 3% kemudian dititrasi dengan HCl
standar (indikator metil merah).
Kadar karbohidrat (by difference)
Kadar karbohidrat dihitung dengan menghitung sisa (by difference) dari
selisih berat utuh (100%) yaitu dengan rumus sebagai berikut:
Kadar karbohidrat (%)= 100%-(%air+%abu+%lemak+%protein)
(Sodium dedosyl sulphate-polyacrylamid gel elechtrophoresis) SDS-PAGE
Sodium dedosyl sulphate-polyacrylamid gel elechtrophoresis (SDS-PAGE)
bertujuan untuk memisahkan protein dan melihat pola protein pada suatu sampel
yang diuji. Pengujian SDS-PAGE yang dilakukan berdasarkan metode Laemmli
(1970). Elektroforesis dijalankan secara konstan pada arus 15 mA dan voltase 150
volt selama 3 jam. Bahan SDS-PAGE dalam penelitian ini menggunakan 3%
stacking gel dan 12,5% separating gel. Konsentrasi akrilamid yang digunakan
adalah 30%. Ekstrak kasar sampel, dicampurkan dengan bufer sampel 1:1 (v/v).
Sampel sebanyak 5 µL dimasukkan ke dalam gel poliakrilamid. Deteksi SDSPAGE dilakukan dengan melepaskan gel hasil elektroforesis dari cetakan dan
diukur jarak migrasi bromphenol blue. Pewarnaan yang dilakukan adalah
pewarnaan coomasie brilliant blue 0,125%. Proses destaining menggunakan 25%
metanol dan 10% asam asetat. Zona protein akan membentuk pita berwarna biru.
7
Isolasi DNA
Isolasi DNA dilakukan menggunakan Dneasy blood and tissue kit yang
didapatkan dari PT Genecraft Labs. Sampel ikan segar dipotong kecil kemudian
ditimbang 10-25 mg selanjutnya disimpan dalam tabung mikrosentrifuse 1,5 mL,
kemudian ditambahkan 180 µL bufer lisis yang mengandung detergen sodium
dedosyl sulphate (SDS) dan 2 µL proteinase k, divortex selama 15 detik, inkubasi
dilakukan pada suhu 56°C selama 1-2 jam sampai lisis. Selama inkubasi divortex
setiap 15 menit. Sebanyak 200 µL larutan bufer yang mengandung guanidium
chloride dan lisin ditambahkan untuk merusak membran sel, divortex beberapa
detik. Larutan tersebut dimasukkan ke dalam spin column 2 mL, disentrifugasi
selama 1 menit pada kecepatan 8000 rpm. Cairan yang terdapat di bawah dibuang,
kemudian saringan dipindahkan ke dalam spin column yang baru. Sebanyak 500
µL larutan bufer yang mengandung guanidium chloride yang lebih pekat
dibandingkan bufer sebelumnya ditambahkan dan disentrifugasi 8000 rpm, selama
satu menit. Cairan pada lapisan bawah dibuang dan dimasukkan tube pada spin
column yang baru. Sebanyak 500 µL larutan bufer yang mengandung sodium
azide dimasukkan dan disentrifugasi pada 14000 rpm, selama 1 menit. Column
diambil, kemudian spin column dipindahkan pada tabung sentrifugasi yang baru
1,5 mL. Elusi DNA dilakukan dengan menambahkan 200 µL bufer yang
mengandung (tris-EDTA) pada bagian tengah membran.
Konsentrasi dan Kemurnian DNA
Alat yang digunakan dalam pengukuran konsentrasi dan kemurnian DNA
yaitu spektrofotometer UV-Vis. Sampel diambil sebanyak 1 µL, kemudian
diteteskan pada piringan kecil yang terletak di dalam nanodrop.yang telah
dibersihkan dengan akuades. Program nanodrop diatur untuk sampel kurang dari
20 µL. Proses pengukuran dimulai dengan cara menekan tombol running pada
display nanodrop. Hasil pengukuran ditampilkan pada layar monitor nanodrop.
Desain Primer
Desain primer mengacu pada Sambrook and Russell (2001) yaitu dimulai
dengan mengumpulkan sekuen DNA dari spesies yang diteliti beserta sekuen dari
spesies yang memiliki kekerabatan yang paling dekat. Sekuen DNA yang
dikoleksi kemudian disejajarkan dengan bantuan software offline bioedit untuk
dicari daerah conserved di bagian awal (forward) dan daerah conserve di bagian
akhir (reverse). Forward dan reverse kemudian diuji menggunakan software
online oligoevaluator untuk mendapatkan suhu leleh (temperature of melting).
Primer yang sudah didesain kemudian dipesan melalui perusahaan jasa pembuatan
primer yaitu PT Genetika Science.
8
Amplifikasi DNA dan Elektroforesis
DNA template 1 µL ditambahkan pada 25 µL PCR mix yang terdiri dari
17,25 µL air destilasi, 2,5 µL dNTP, 2,5 µL mix bufer, 1 µL MgCl2, 1,25 µL
DNA taq Polymerase. Primer (COI dan Cyt b) 1,25 µL dan ddH2O 21,5 µL
ditambahkan ke dalam DNA template. Proses PCR dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Proses PCR (Polymerase Chain Reaction)
Tahapan
Keterangan
Pre denaturation
Persiapan denaturasi, suhu diatur 94oC selama 5 menit
Denaturation
Pemutusan untaian ganda menjadi untaian tunggal (96oC
selama 30 detik)
Annealing
Penempelan primer dan DNA tunggal (suhu 51oC; selama
1 menit)
Extention
Persiapan polimerasi (suhu 72oC; selama selama 1 menit)
Post extention
Polimerasi (suhu 72oC; selama 7 menit)
Preservation
Penyimpanan (suhu 4oC; selama 5 menit)
Hasil PCR kemudian diidentifikasi menggunakan elektroforesis. Hasil
amplifikasi PCR sebanyak 4 µL dimasukkan ke dalam agarose 1% yang telah
ditambahkan ethidium bromida 4 µL. Mesin Elektroforesis diatur pada 100 V, 30
menit. Tombol power ditekan untuk menjalankan program. Hasil elektroforesis
kemudian diamati dengan bantuan sinar UV.
Identifikasi Spesies dan Sekuensing
Sampel DNA yang sudah diamplifikasi kemudian disekuen melalui
perusahaan jasa sekuen yaitu 1st base di Malaysia. Data hasil sequensing diolah
untuk mendapatkan urutan basa nukleotida yang utuh tanpa ada satupun basa yang
tidak diketahui jenisnya (n) menggunakan software MEGA 5.1. Hasil
pensejajaran basa DNA kemudian dibandingkan dengan database yang tersedia
pada Genbank di NCBI menggunakan BLAST. Hasil dari pencocokan tersebut
berupa persentase kecocokan, semakin tinggi nilai persentase sampel, maka
semakin mendekati atau menyamai spesies pembanding.
Pohon Filogenetik (Tamura et al. 2011)
Hasil sekuensing ikan tenggiri segar dan olahannya (pempek, bakso, otakotak, dan kerupuk) kemudian dibuat pohon filogenetik dengan konstruksi
neighbor joining tree dengan metode kimura 2 parameter bootstrap 500 replikasi
dan menggunakan aplikasi MEGA 5.2. Spesies Donax trunculus digunakan
sebagai outgroup karena mempunyai perbedaan nukleotida yang signifikan
dengan sampel.
9
3 HASIL DAN PEMBAHASAN
Sampel yang dikumpulkan berjumlah 30 sampel yang terdiri dari: 3 tenggiri
papan segar, 3 tenggiri totol segar, 3 tenggiri giling, 4 jenis pempek, 6 jenis bakso,
5 jenis otak-otak, dan 6 jenis kerupuk. Sampel diperoleh dari berbagai kota yaitu
Jakarta, Bogor, Bandung, dan Makasar. Sampel ikan segar yaitu ikan tenggiri
papan dan ikan tenggiri totol seperti terlihat pada Lampiran 1.
Morfometrik
Ukuran ikan diamati berdasarkan panjang dan beratnya. Panjang ikan yang
diukur terdiri dari panjang total dan panjang baku. Panjang total dihitung dari
bagian paling depan kepala sampai bagian paling belakang ekor. Panjang baku
dihitung dari bagian paling ujung kepala sampai pangkal ekor. Ciri fisik yang
diamati terdiri dari kepala, corak tubuh, dan jumlah sirip. Panjang total ikan
tenggiri papan 41±1 cm dan ikan tenggiri totol 36,83±0,29 cm. Pengukuran
panjang dan berat ikan tenggiri secara lengkap ditampilkan pada Tabel 2.
Tabel 2 Panjang dan berat ikan tenggiri segar
Panjang (cm)
Sampel
Total
Baku
Tenggiri Papan
41,00±1,00
34,27±1,42
Tenggiri Totol
36,83±0,29
30,17±0,76
Berat (gram)
436,67±49,32
281,67±52,27
Ikan tenggiri papan yang dikoleksi memiliki panjang dan berat yang lebih
besar dibandingkan ikan tenggiri totol. Affandi et al. (1992) menyatakan bahwa
pertumbuhan ikan dipengaruhi faktor internal maupun faktor eksternal. Faktor
internal meliputi genetik, jenis kelamin, usia, dan hormon. Faktor eksternal
ketersediaan makanan dan kondisi fisik lingkungan perairan. Ikan tenggiri papan
dan tenggiri totol memiliki kemiripan bentuk dan warna rahang yaitu bentuk
rahang memanjang dan lancip pada arah mulut dengan warna putih keperakan.
Ciri fisik khas tenggiri papan adalah yaitu pada tubuhnya memiliki pola garis
vertikal dari sisi dorsal sampai anal hampir sepanjang tubuhnya dan berubah
menjadi pola bintik hitam pada bagian ekor (kaudal), sirip punggung terdiri dari
dua bagian (depan dan belakang). Ikan tenggiri totol memiliki pola bintik-bintik
kehitaman sepanjang linea lateralis tersebar acak, sirip punggung terdiri dari dua
bagian (depan dan belakang).
Collette et al. (1983) menyatakan bahwa ciri spesies Scomberomorus
commerson di antaranya adalah sirip dorsal terdiri dari dua bagian (depan dan
belakang) terdiri dari sekitar 14-16 buah. Corak tubuh berupa garis vertikal yang
membungkuk pada bagian punggung dengan jumlah sekitar 50 buah pada ikan
dewasa dan 20 buah pada ikan kecil biasanya terputus pada bagian perut. Spesies
Scomberomorus guttatus memiliki ciri sirip dorsal terdiri dari dua bagian, corak
tubuh membentuk bintik hitam yang tersebar acak sepanjang linea lateralis bagian
atas, sisik berwarna putih keperakan. Berdasarkan ciri fisik tersebut, ikan tenggiri
papan memiliki kemiripan dengan spesies Scomberomorus commerson dan ikan
tenggiri totol memiliki kemiripan dengan spesies Scomberomorus guttatus.
10
Rendemen
Rendemen ikan dihitung berdasarkan berat tiap bagian tubuh dibagi berat
keseluruhan. Bagian tubuh ikan yang diukur adalah kepala, daging, tulang, kulit,
dan jeroan. Hasil perhitungan rendeman ditampilkan pada Tabel 3.
Tabel 3 Rendemen ikan tenggiri
Ikan
Daging
Daging
Merah
Putih
(%)
(%)
Tenggiri Papan 11,9±1,20 46,67±1,00
Tenggiri Totol 8,85±1,20 48,38±3,60
Patin*
66,25
**
Halibut
59,00
*)
Jeroan
(%)
Kepala
(%)
Tulang
(%)
Kulit
(%)
7,07±0,30
3,98±0,80
4,81
7,00
20,00±2,10
19,24±1,40
11,25
17,00
11,00±2,20
14,85±1,50
11,00
10,00
3,36±0,10
4,71±0,40
2,62
5,00
Sumarto dan Rengi (2014)
Zaitsev et al,(1969)
**)
Komposisi daging putih ikan tenggiri papan dan ikan tenggiri totol lebih
tinggi dibandingkan dengan bagian tubuh lainnya. Kandungan daging putih yang
tinggi menjadi salah satu alasan ikan tenggiri digunakan sebagai bahan baku
produk perikanan seperti pempek, bakso, otak-otak, dan kerupuk. Daging putih
memiliki kandungan lemak yang lebih rendah bila dibandingkan dengan daging
merah. Nazemroaya et al. (2011) melaporkan bahwa kandungan lipid pada daging
putih ikan tenggiri sekitar 4% sedangkan pada daging merahnya sekitar 20%.
Lemak merupakan senyawa yang berperan dalam reaksi oksidasi bahan pangan
sehingga menimbulkan aroma kurang sedap.
Komposisi Kimia
Komposisi kimia ikan tenggiri segar dan produk olahan disajikan pada Tabel
4. Sampel ikan tenggiri segar memiliki kandungan protein 18,57-19,92%.
Sutarshiny and Sivhashantini (2011) melaporkan bahwa kandungan protein ikan
tenggiri yang ditemukan di perairan Srilanka berkisar antara 18-24%. Kandungan
protein ikan laut umumnya lebih tinggi bila dibandingkan dengan ikan darat karena
ketersediaan makanan dan keragaman yang lebih tinggi (Guizani and Nizar 2015).
Tabel 4 Kandungan kimia ikan tenggiri segar dan produk olahannya (%)
Sampel
Kadar Air
Abu
Lemak
Protein
Karbohidrat
Tenggiri papan 77,27±1,41 1,42±0,25 0,54±0,18 18,56±0,32 2,21±1,43
Tenggiri totol
76,58±0,59 1,73±0,32 0,49±0,06 19,91±0,17 1,29±0,72
Pempek
52,44±0,50 1,91±0,01 0,55±0,01 1,96±0,09
43,41±0,6
Bakso
19,79±0,13 4,52±0,11 10,56±0,15 9,00±0,06 56,13±0,23
Kerupuk
4,77±0,02 2,89±0,13 2,54±0,18 2,58±0,18 87,22±0,05
Mackerel*
75,67±0,12 1,42±0,01
0,89±0,01 9,47±0,16
0,70±0,01
*)
Sutarshiny and Sivhashantini 2011
11
Kadar air dan kandungan protein ikan segar lebih tinggi bila dibandingkan
dengan produk olahan, sedangkan kadar abu, lemak, dan karbohidrat lebih rendah
dari produk olahan. Pengurangan kadar air dan kandungan protein pada produk
olahan disebabkan oleh pemanasan dan penambahan bahan lain selama proses
produksi. Peningkatan kandungan abu, lemak dan karbohidrat disebabkan oleh
penambahan garam-garam mineral, minyak, dan bahan lain yang mengandung
karbohidrat tinggi seperti tepung beras dan tepung singkong (Shaltout 1993;
Chang and Chen. 2013; Sengun et al. 2014; Turp et al. 2016)
SDS-PAGE
SDS-PAGE digunakan untuk melihat dugaan awal kandungan protein dan
pola penyebaran pita protein suatu sampel. Sampel yang diuji terdiri dari dua jenis
yaitu ikan segar dan produk olahannya (pempek, bakso, otak-otak, dan kerupuk).
Pita profil protein dibandingkan dengan marka. Hasil SDS-PAGE diperlihatkan
pada Gambar 2.
Hasil SDS-PAGE pada sampel ikan segar dan giling menunjukkan pita
protein yang jelas sedangkan sampel produk (no 5-9) tidak menggambarkan pola
pita protein yang jelas, hal ini disebabkan karena pada sampel ikan segar dan
giling rata-rata belum mengalami denaturasi protein. Produk olahan telah
mengalami denaturasi selama proses pengolahan.
Denaturasi protein adalah perubahan struktur protein baik struktur sekunder,
tersier maupun kuartener karena faktor peubah, baik fisik, maupun kimia.
Bettelheim et al (2010) menyebutkan bahwa protein dapat terdenaturasi oleh
beberapa faktor di antaranya suhu, asam, basa, alkohol, dan ion logam. Suhu dapat
mengganggu ikatan hidrogen pada subunit rantai kuartener pada suatu protein.
Perubahan tersebut mengakibatkan berubahnya sifat fisik maupun fungsi secara
keseluruhan.
Gambar 2 Hasil SDS PAGE ikan tenggiri dan olahannya.
(M= Marka; 1= tenggiri papan utuh; 2= tenggiri totol utuh; 3= tenggiri
giling 1; 4= tenggiri giling 2; 5= otak-otak 1; 6= Otak-otak 2; 7=
kerupuk 1; 8= kerupuk 2; 9= bakso 1).
Sampel otak-otak (5 dan 6) dan sampel kerupuk (8) terdapat beberapa pita
protein yaitu pita yang terletak di antara berat molekul 192 kDa dan 112 kDa, pita
yang terletak di bawah 8,8 kDa, dan pita yang terletak antara 47 kDa dan 35 kDa.
Diduga protein ini adalah protein yang telah terpotong dari protein yang memiliki
berat molekul yang lebih besar sebagai akibat dari pemanasan selama proses
12
pengolahan. Sampel kerupuk dan bakso (7 dan 9) menunjukkan tidak terdapat
satupun pita protein. Hal ini menunjukkan bahwa semua protein yang terdapat
pada sampel tersebut telah terpotong menjadi peptida yang berukuran lebih kecil
dari 8,8 kDa sehingga peptida tersebut tidak terdeteksi. Syahrudin (2013)
melaporkan bahwa denaturasi pada daging ikan yang disebabkan oleh
penggaraman dapat memotong protein menjadi ukuran lebih kecil sehingga dapat
menyebabkan tidak terdeteksinya protein pada saat pengujian SDS-PAGE.
Sutanto (2010) menyatakan terdapat fraksi protein yang hilang akibat denaturasi
oleh panas selama pengolahan pada bakso yang diduga terbuat dari daging babi.
Panas menyebabkan energi kinetik pada molekul protein meningkat dan
mengganggu ikatan hidrogen. Perlakuan panas yang tinggi dan berlangsung dalam
waktu yang lama dapat menyebabkan protein terdegradasi ke dalam ukuran yang
lebih kecil (Winarno 1997). Proses yang terjadi selama pemasakan menyebakan
rusaknya struktur protein sehingga tidak dapat digambarkan melalui pita SDSPAGE. Identifikasi bahan baku (spesies) pada produk tidak dapat dilakukan
dengan SDS-PAGE, oleh karena itu perlu adanya analisis lanjut yakni dengan
DNA barcoding.
Isolasi DNA
Isolasi DNA yang dilakukan merupakan modifikasi dari metode cetyl
trimethylammonium bromide (CTAB). Prinsip isolasi DNA yaitu pelisisan sel,
ekstraksi, pengendapan DNA, dan pemurnian DNA (Nishiguchi et al. 2002).
Proses pemecahan membran sel (lisis) bertujuan untuk mengeluarkan isi sel
dilakukan secara kimiawi dengan menambahkan bufer ATL yang mengandung
detergen SDS. Detergen SDS dapat melarutkan lipid pada membran sel sehingga
terjadi distabilisasi membran sel dan dapat mengurangi aktifitas enzim nuklease
yang dapat mendegradasi DNA (Surzycki 2000). Penambahan protease K dapat
mempercepat proses lisis karena dapat mendegradasi protein globular dan
merusak rantai polipeptida dalam komponen sel (Ahmed et al. 2014). Isolasi
DNA menggunakan kit isolasi yaitu Dneasy blood and tissue yang didapatkan
dari PT Genecraft Labs. Proses ekstraksi yaitu pemisahan molekul DNA dari
bahan lain yang terdapat pada sel dilakukan dengan menambahkan bufer AL yang
mengandung lisin dan guanidium chloride. Lisin dan garam guanidium chloride
dapat merusak membran organel sel seperti mitokondria dan nucleus. Pemisahan
DNA dilakukan berdasarkan perbedaan berat molekul dengan bantuan
sentrifugasi. Proses pengendapan DNA dilakukan dengan penambahan bufer AW
1 dan AW 2 yang mengandung isopropanol dan guanidium chloride.
DNA merupakan rantai polinukleotida yang memiliki kandungan basa purin
dan pirimidin. Sambrook and Russell (2001) menyatakan bahwa kedua jenis basa
ini dapat menyerap sinar ultraviolet pada panjang gelombang 260 nm. Pengukuran
konsentrasi DNA dilakukan berdasarkan penyerapan DNA pada panjang
gelombang 260 nm. Protein atau fenol dapat menyerap cahaya pada panjang
gelombang 280 nm sehingga kemurnian DNA didapatkan dengan cara membagi
hasil penyerapan pada panjang gelombang 260 nm dengan panjang gelombang
280 nm. Nilai ideal kemurnian DNA berkisar antara 1,8-2,0. Nilai kemurnian
DNA di bawah 1,8 menunjukkan telah terjadinya kontaminasi oleh protein dan
13
nilai konsentrasi di atas 2,0 menunjukkan telah terkontaminasi oleh RNA. Hasil
pengukuran konsentrasi dan kemurnian DNA ditampilkan pada Tabel 5.
Tabel 5 Konsentrasi dan kemurnian DNA sampel
No
Sampel
1
Tenggiri Papan 1
2
Tenggiri Papan 2
3
Tenggiri Papan 3
4
Tenggiri totol 1
5
Tenggiri totol 2
6
Tenggiri totol 3
7
Tenggiri giling 1
8
Tenggiri giling 2
9
Tenggiri giling 3
10 Pempek 1
11 Pempek 2
12 Pempek 3
13 Pempek 4
14 Bakso 1
15 Bakso 2
16 Bakso 3
17 Bakso 4
18 Bakso 5
19 Bakso 6
20 Otak-otak 1
21 Otak-otak 2
22 Otak-otak 3
23 Otak-otak 4
24 Otak-otak 5
25 Kerupuk 1
26 Kerupuk 2
27 Kerupuk 3
28 Kerupuk 4
29 Kerupuk 5
30 Kerupuk 6
Konsentrasi (ng/µL)
69,60
185,50
125,20
87,00
102,70
70,00
43,90
56,40
32,70
5,90
4,00
3,40
29,50
4,20
2,20
3,10
24,95
20,50
10,50
19,40
9,30
15,50
18,50
11,00
6,10
6,80
7,60
3,75
0,55
1,00
Kemurnian (260/280)
1,70
2,09
2,08
2,07
1,99
2,09
2,03
1,80
1,80
1,50
1,70
1,70
1,90
1,50
1,70
1,40
1,90
1,40
2,10
1,70
1,80
2,00
1,80
1,70
2,20
1,70
1,50
2,00
1,22
0,70
Semua sampel memiliki DNA dengan konsentrasi yang berbeda.
Konsentrasi DNA yang tertinggi terdapat pada sampel ikan utuh tenggiri papan
yaitu 185,5 ng/µL. Konsentrasi DNA yang terendah terdapat pada sampel kerupuk 5
yaitu 0,55 ng/µL. Konsentrasi DNA semua ikan segar (69,5-185,5 ng/µL) lebih
besar dibandingkan dengan produk olahan (0,55-29,5 ng/µL). Pencampuran
dengan bahan lain dan proses selama pengolahan menyebabkan DNA pada olahan
tenggiri berkurang. Sebagian besar sampel (21 dari 30 sampel) memiliki nilai
kemurnian DNA di luar kisaran nilai ideal (1,8-2,0), namun sampel masih dapat
diamplifikasi dengan mesin PCR. Ahmed et al (2014) menyatakan bahwa
kemurnian DNA lebih kecil dari 1,8 untuk sampel bakteri Methycylin resistant
Staphylococcus aureus (MRSA) masih dapat diamplifikasi oleh mesin PCR dan
memberikan pita DNA yang jelas ketika dielektroforesis. Suhu annealing yang
tepat dan waktu penempelan primer pada DNA template yang cukup
memperbesar peluang keberhasilan amplifikasi DNA.
14
Desain Primer
Primer yang didesain berdasarkan DNA mitokondria yaitu gen penyandi
COI dan cyt b. Gen penyandi COI dan cyt b sering digunakan untuk
mengidentifikasi spesies. Primer didapatkan dari spesies yang memiliki
kekerabatan yang sama dan yang berdekatan dengan sampel yang digunakan yaitu
dari family Scombridae. Primer terdiri dari dua bagian yaitu forward dan reverse.
Panjang gen target COI yaitu 560 basa dan cyt b 780 basa. Panjang primer yang
ideal adalah sekitar 18-24 basa. Primer yang pendek berpengaruh terhadap
rendahnya keakuratan pada saat penempelan terhadap cetakan DNA gen target
yang diinginkan sedangkan primer yang terlalu panjang akan menyebabkan
tingginya suhu leleh. Peluang terjadinya struktur sekunder kedua jenis primer
tersebut adalah tidak ada berdasarkan pengujian oligoevaluator. apabila ada
struktur sekunder maka kemungkinan primer tersebut menempel pada bagian
primer itu sendiri sehingga proses amplifikasi tidak terjadi. Struktur sekunder
harus dihindari supaya proses amplifikasi berjalan. Primer bagian forward
menempel pada salah satu utas DNA template dan primer bagian reverse
menempel pada utas yang lainnya. Jarak antara ujung primer forward dan ujung
primer reverse disebut panjang gen target. Panjang gen target cyt b 780 pasang
basa dan COI 560 pasang basa.
Amplifikasi DNA dan Elektroforesis
Sampel dengan primer COI diamplifikasi menggunakan suhu annealing
51oC. Amplikon kemudian dielektroforesis selama 25 menit. Panjang gen target
COI adalah sekitar 560 basa. Hasil elektroforesis amplikon ditampilkan pada
Gambar 3 (COI).
DNA bermuatan negatif, sehingga molekul DNA akan bergerak dari kutub
negatif ke kutub positif. DNA yang bermuatan negatif akan ditarik oleh muatan
listrik positif, sehingga molekul DNA akan terpisah sesuai dengan ukuran berat
molekulnya (Howe 2007). Molekul DNA yang terpisah kemudian divisualisasi
menggunakan sinar UV dan akan berpendar karena pewarna yang ditambahkan
seperti ethidium bromida.
Semua sampel diamplifikasi menggunakan mesin PCR dan dielektroforesis
dengan perlakuan yang sama. Dua puluh satu sampel berhasil diamplifikasi hal ini
dapat dilihat dari visualisasi elektroforesis yang memberikan gambaran pita DNA
yang jelas dan sesuai dengan gen target, COI yaitu sekitar 560 bp dan cyt b sekitar
780 bp. Sembilan sampel tidak teramplifikasi hal ini dapat dilihat tidak adanya
pita DNA setelah sampel dielektroforesis. Hasil penelitian menunjukkan sembilan
sampel tidak teramplifikasi hal ini diduga bahwa pada sampel tersebut tidak
terdapat DNA ikan tenggiri atau produk tersebut tidak menggunakan tenggiri
sebagai bahan bakunya. Sampel yang diduga tidak mengandung ikan tenggiri di
antaranya adalah pempek (2 sampel), bakso (2 sampel), dan kerupuk (5 sampel).
Sampel yang tidak teramplifikasi dapat disebabkan oleh kegagalan primer dalam
menempel pada DNA. Primer yang digunakan merupakan primer spesifik untuk
mengenali DNA ikan tenggiri.
15
(b)
(a)
(d)
(c)
(e)
Gambar 3 Hasil elektroforesis (COI) ikan tenggiri segar dan produk olahannya.
Keterangan: (a) ikan tenggriri segar dan giling, (b) pempek, (c) bakso,
(d) otak-otak, (e) kerupuk.
Sampel yang menggunakan primer cyt b diamplifikasi menggunakan suhu
annealing 56oC. Amplikon kemudian dielektroforesis selama 25 menit. Panjang
gen target cyt b adalah sekitar 780 basa. Hasil elektroforesis amplikon ditampilkan
pada Gambar 4.
Data konsentrasi dan kemurnian DNA (Tabel 5) menunjukkan bahwa semua
sampel yang tidak teramplifikasi memiliki kandungan DNA yang bervariasi (0,5524,95 ng/µL) dengan kemurnian 0,70-2,00. DNA pada sampel yang tidak
teramplifikasi tidak bisa diketahui jenis spesiesnya namun dapat dipastikan bukan
ikan tenggiri (Scomberomorus sp.). Berdasarkan hasil SDS-PAGE (Gambar 2),
sampel kerupuk dan bakso (kolom 7 dan 9) tidak terdapat satupun pita protein
sedangkan hasil PCR menunjukkan bahwa kedua sampel tersebut terdapat pita
DNA. Pemanasan yang tinggi (>120°�) dapat memotong protein menjadi ukuran
yang lebih kecil sehingga pada saat running elektroforesis menggunakan SDSPAGE molekul protein pada kedua sampel tersebut lolos melewati pori-pori gel.
16
(b)
(a)
(d)
(c)
(e)
Gambar 4 Hasil elektroforesis (cytb) ikan tenggiri segar dan produk olahannya.
Keterangan: (a) ikan tenggriri segar dan giling, (b) pempek, (c) bakso,
(d) otak-otak, (e) kerupuk.
Syahrudin (2013) melaporkan bahwa denaturasi pada daging ikan dapat
memotong protein menjadi ukuran lebih kecil sehingga dapat menyebabkan tidak
terdeteksinya protein pada saat pengujian SDS-PAGE. Proses amplifikasi DNA
pada kedua sampel tersebut bisa terjadi karena terdapat DNA yang cocok dengan
primer spesifik yang digunakan. Pemanasan selama proses pengolahan produk
tidak menghalangi keberhasilan identifikasi melalui pendekatan DNA barcoding
karena DNA yang digunakan merupakan DNA mitokondria yang memiliki salinan
yang banyak per sel (Mackie et al. 1999). Primer yang digunakan merupakan
primer spesifik yang bisa mendeteksi keberadaan DNA ikan tenggiri. Sampel
yang tidak mengandung ikan tenggiri pada proses amplifikasi DNA, tidak akan
teramplifikasi karena primer tidak bisa menempel pada DNA cetakan dan pada
saat visualisasi oleh sinar UV tidak akan terdeteksi pita DNA. Primer yang
digunakan dibuat berdasarkan urutan DNA dari ikan tenggiri totol dan tenggiri
papan sehingga memiliki sifat bekerja selektif terhadap kedua jenis ikan tersebut.
Cawthorn et al (2012) melaporkan bahwa sembilan sampel penelitiannya tidak
berhasil diamplifikasi karena ketidakcocokan primer yang digunakan dengan
DNA yang terdapat pada sampel sedangkan sisa sampel berhasil diamplifikasi.
17
Identifikasi Spesies dan