Penelusuran Keaslian Ikan Tuna (Thunnus Sp) Dan Produk Olahannya Melalui Teknik Molekuler Dna Barcoding
PENELUSURAN KEASLIAN IKAN TUNA (Thunnus sp.)
DAN PRODUK OLAHANNYA MELALUI TEKNIK
MOLEKULER DNA BARCODING
NURING WULANSARI
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul “Penelusuran Keaslian
Ikan Tuna (Thunnus sp.) dan Produk Olahannya melalui Teknik Molekuler DNA
Barcoding” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Mei 2016
Nuring Wulansari
NIM C351130151
RINGKASAN
NURING WULANSARI. Penelusuran Keaslian Ikan Tuna (Thunnus sp.) dan
Produk Olahannya melalui Teknik Molekuler DNA Barcoding. Dibimbing oleh
NURJANAH dan MALA NURILMALA.
Kasus mislabeling atau ketidaksesuaian dengan label pada produk
perikanan telah banyak dilaporkan di beberapa negara, namun di Indonesia belum
banyak dilaporkan. Pengujian keaslian ikan atau autentikasi diperlukan untuk
meyakinkan konsumen tentang keakuratan pelabelan. DNA barcoding
merupakan urutan pendek DNA dari wilayah standar pada genom yang digunakan
untuk identifikasi spesies. Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi keaslian ikan
tuna dan olahannya melalui teknik molekuler DNA barcoding menggunakan
DNA mitokondria cyt b dan COI (cytochrome c oxidase subunit I) sehingga dapat
digunakan untuk mencegah adanya pemalsuan/ketidaksesuaian label dan
economic fraud.
Tahapan penelitian terdiri atas identifikasi morfologi, pengukuran proporsi
tuna segar utuh, pengukuran komposisi proksimat, identifikasi berbasis protein,
dan identifikasi molekuler. Sampel terdiri atas 5 sampel tuna segar utuh dan 22
sampel olahan tuna berupa tuna steak, sushi tuna, bakso tuna, abon tuna dan tuna
kaleng.
Identifikasi secara morfologi menunjukkan ke lima sampel tuna segar utuh
teridentifikasi sebagai tuna sirip kuning (Thunnus albacares). Komposisi
rendemen daging merah ikan tuna 15,88%, daging putih 32,90%, sedangkan
rendemen jeroan, kepala, tulang dan kulit masing-masing berkisar 8,19%;
22,87%; 16,03%; dan 4,14%. Komposisi protein tuna segar utuh 25,57%, tuna
steak 22,37% dan tuna kaleng dalam minyak 14,91%. Identifikasi berbasis protein
menunjukkan profil pola protein tuna segar utuh dan tuna steak terlihat lebih tebal
dan jelas, untuk sushi tuna walaupun tidak tebal, namun pola proteinnya sama
dengan tuna segar utuh dan tuna steak, sedangkan pola protein olahan bakso tuna,
abon tuna dan tuna kaleng terlihat namun tipis.
Hasil desain primer dengan gen cyt b menghasilkan urutan basa nukleotida
untuk foward 5‟GGAATAGGGAGAAGTAGAGGACG3‟ dan reverse
5‟CTYCTATCCGCAGTCCCATATGTYGG3‟ dengan panjang fragmen 620 bp,
sedangkan menggunakan gen COI dihasilkan primer dengan urutan basa
nukleotida
untuk
foward
dan
reverse
masing-masing
5‟GTGCATGAGCTGGAATAGTTG3‟ dan 5‟CAGGGTCGAAGAAGGTTG3‟
dengan panjang fragmen 583 bp.
Hasil isolasi DNA diukur konsentrasi dan kemurnian DNA. Konsentrasi
DNA berkisar antara 2 ng/µL sampai 444 ng/µL, kecuali untuk olahan tuna kaleng
(Ka1, Ka2 dan Ka4), bola tuna (BoTu) dan sushi tourch tuna (SuTm) konsentrasi
DNA yang diperoleh rendah. Kemurnian DNA berkisar antara 0,77 sampai 3,72.
Hasil elektroforegram PCR dengan primer cyt b dan COI menunjukkan bahwa
semua sampel tuna segar utuh, tuna steak, sushi tuna, bakso tuna, abon tuna dan
tuna kaleng berhasil teramplifikasi pada rentang antara 500 bp sampai 750 bp, hal
ini sesuai dengan DNA target yaitu 620 bp untuk cyt b dan 583 bp untuk COI,
kecuali untuk sampel tuna kaleng dalam minyak (Ka3) tidak teramplifikasi yang
ditandai dengan tidak adanya pita target, hal ini diduga bahwa sampel tuna kaleng
dalam minyak (Ka3) tidak berisi ikan tuna.
Identifikasi spesies berdasarkan analisis BLAST menunjukkan bahwa tuna
segar (Ts1) baik menggunakan primer cyt b dan COI teridentifikasi sebagai tuna
mata besar (Thunnus obesus) dengan tingkat homologi sebesar 99%, namun
secara morfologi teridentifikasi sebagai T. albacares, hal ini disebabkan oleh
ukuran yang masih kecil, yaitu panjang cagak (fork length) antara Ts1 dan Ts2
kurang dari 40 cm, sehingga sering terjadi kesalahan identifikasi. Semua olahan
tuna baik menggunakan gen cyt b maupun COI teridentifikasi sebagai
T. albacares dengan homologi berkisar 98-100%, kecuali untuk tuna steak (St5)
teridentifikasi sebagai T. obesus dengan homologi 99%. Konstruksi pohon
filogenetik dengan primer cyt b menunjukkan bahwa sampel tuna segar utuh (Ts2,
Ts3, dan Ts5), dan olahan tuna membentuk clade dengan T. albacares, sedangkan
tuna segar utuh (Ts1) dan tuna steak (St5) membentuk clade dengan T. obesus,
kecuali ikan tuna segar utuh (Ts4) yang membentuk kelompok sendiri. Konstruksi
pohon filogenetik dengan primer COI menunjukkan bahwa sampel tuna segar
utuh (Ts2, Ts3, Ts4, dan Ts5), serta olahan tuna membentuk clade dengan
T. albacares, sedangkan tuna segar utuh (Ts1) dan tuna steak (St5) membentuk
clade dengan T. obesus, hasil tersebut memperlihatkan bahwa hasil analisis
BLAST sesuai dengan karakteristik cabang yang dibentuk oleh pohon filogenetik
Kata kunci: COI, cyt b, desain primer, DNA barcoding, pohon filogenetik tuna.
SUMMARY
NURING WULANSARI. Authentication on Tuna Fish (Thunnus sp.) and Its
Processed Product‟s through Molecular DNA Barcoding Technique. Supervised
by NURJANAH and MALA NURILMALA.
Mislabeling of fishery products has been reported many times in several
countries, but yet in Indonesia. Fishery product investigation or authentication is
needed for ensuring consumer trust on labelling accuracy. DNA barcoding is a
short DNA sequence from a standard part of the genome that is used to identify
species. This study aimed to identify tuna fish and its processed product‟s
authenticity through molecular DNA barcoding technique using mitochondrial
DNA cyt b and COI (cytochrome c oxidase subunit I) that can be used to prevent
mislabeling and economic fraud.
Research methods consisted of morphological identification, tuna‟s
proportion measurement from fresh whole, proximate composition measurement,
identification based on protein, and identification based on DNA. Samples were
consisted of 5 fresh whole tuna fish and 22 processed tuna samples such as steak,
sushi, meatballs, shredded tuna, and canned tuna.
Morphological identification showed that all five fresh whole tuna samples
were identified as yellowfin tuna (Thunnus albacares). Yield composition of the
red meat of tuna fish was 15.88% and the white meat was 32.90%, while yield
composition of viscera, head, bone, and skin were 8.19%; 22.87%; 16.03%; and
4.14%, respectively. Protein composition of fresh whole tuna was 25.57%,
22.37% for tuna steak, and 14.91% for canned tuna in oil. Protein-based
identification indicates that the protein pattern profile of fresh whole tuna and tuna
steak‟s protein appeared thicker and clearer. Although the protein pattern of tuna
sushi was not thick, its protein pattern was similar to fresh whole tuna and tuna
steak. The protein patterns of processed tuna such as meatballs, shredded tuna,
and canned tuna were appear although a little.
Primer design result with cyt b gene generated nucleotide base sequence
for foward as 5‟GGAATAGGGAGAAGTAGAGGACG3‟ and reverse as
5‟CTYCTATCCGCAGTCCCATATGTYGG3‟ with amplicon length 620 bp,
while COI gene generated 5‟GTGCATGAGCTGGAATAGTTG3‟ and
5‟CAGGGTCGAAGAAGGTTG3‟ for each foward and reverse nucleotide base
sequence with amplicon length 583 bp.
DNA isolation was measured based on DNA concentration and purity. In
this case, DNA concentration ranged between 2 ng/µL–444 ng/µL, except for
canned tuna product (Ka1, Ka2 and Ka4), tuna balls (BoTu), and tourch tuna sushi
(SuTm) with low DNA concentration. DNA purity ranged between 0.77–3.72.
Electrophoregram results for PCR sample with cyt b and COI primers showed that
all fresh whole tuna sample, tuna steak, tuna sushi, tuna meatballs, shredded tuna,
dan canned tuna were successfully amplified in the range between 500 bp–750 bp.
It was consistent with the DNA target of 620 bp for cyt b and 583 bp for COI,
except for canned tuna (Ka3) sample that was not amplified which marked with
unseen target band, presumably due to canned tuna (Ka3) sample did not contain
real tuna fish.
Species identification based on BLAST analysis indicates that fresh whole
tuna (Ts1) both using cyt b and COI primers were identified as bigeye tuna
(T. obesus) with homology levels of 99%, but they were morphologically
identified as T. albacares. This was because of the small size of tuna which fork
length between Ts1 and Ts2 was less than 40 cm, therefore misidentification
could be frequently occured. All processed tuna products, either using cyt b gene
or COI gene were identified as T. albacares with homological range between
98-100%, except for tuna steak (St5) that was identified as T. obesus with 99%
homological rate. Phylogenetic tree construction with cyt b primer showed that
fresh whole tuna (Ts2, Ts3, and Ts5) samples, as well as processed tuna formed
a clade with T. albacares, while fresh whole tuna (Ts1) and tuna steak (St5)
formed a clade with T. obesus, except for Ts4 fresh whole tuna that formed its
own category. Phylogenetic tree construction with primary COI showed that fresh
whole tuna (Ts2, Ts3, Ts4, and Ts5) samples, as well as processed tuna formed a
clade with T. albacares, while fresh whole tuna (Ts1) and tuna steak (St5) formed
a clade with T. obesus. These results show that BLAST analysis was compatible
with branch characteristics formed by phylogenetic tree.
Keywords: COI, cyt b, DNA barcoding, phylogenetic tree tuna, primer design.
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
PENELUSURAN KEASLIAN IKAN TUNA (Thunnus sp.)
DAN PRODUK OLAHANNYA MELALUI TEKNIK
MOLEKULER DNA BARCODING
NURING WULANSARI
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Teknologi Hasil Perairan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Tati Nurhayati, SPi, MSi
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan
karuniaNya, sehingga penyusunan tesis ini dapat terselesaikan. Judul tesis ini
adalah “Penelusuran Keaslian Ikan Tuna (Thunnus sp.) dan Produk Olahannya
melalui Teknik Molekuler DNA Barcoding”. Penelitian ini didanai Ditjen
Pendidikan Tinggi melalui penelitian Hibah Kompetensi tahun 2015 atas nama
Dr Mala Nurilmala, SPi, MSi dengan judul “Identifikasi Hasil Perikanan melalui
Teknik Molekuler DNA (DNA Barcoding) dalam Rangka Mencegah Pemalsuan
dan Meningkatkan Keamanan Pangan”
Penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Prof Dr Ir Nurjanah, MS dan Dr Mala Nurilmala, SPi, MSi selaku dosen
pembimbing yang telah sabar memberikan bimbingan, masukan, dukungan
dan semangat kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini.
2. Dr Tati Nurhayati, SPi, MSi selaku dosen penguji luar komisi yang telah
memberikan, masukan, dan arahan sehingga penulis mampu menyelesaikan
tesis ini.
3. Dr Asadatun Abdullah, SPi, MSM, MSi selaku perwakilan tim gugus kendali
mutu atas saran serta masukannya kepada penulis.
4. Prof Dr Ir Joko Santoso, MSi selaku Ketua Departemen Teknologi Hasil
Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
5. Dr Ir Wini Trilaksani, MSc selaku Ketua Program Studi Teknologi Hasil
Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
6. Suami (Dhafing Agung Nugroho, S.Pi), anak-anak tercinta (Kayana Indira
Nareswari dan Naya Rania Paramesti) serta kedua orang tua (H. Djumono
dan Hj. Sri Sugiyanti) atas doa dan dukungan baik materil maupun spiritual
kepada penulis.
7. Teman-teman satu tim penelitian molekuler (Nur Fajrin Nisa, Deden Maulid
Yusman, Yustin Widyastuti, Lita Ayu, Hilda Lulu) serta Paqih atas bantuan
yang tulus.
8. Teman-teman Pascasarjana THP 2013 atas dukungan, semangat dan doa yang
diberikan kepada penulis.
9. Badan Pengembangan Sumberdaya Manusia Kelautan dan Perikanan KKP
yang telah membiayai penelitian ini melalui beasiswa Tugas Belajar Tahun
2013.
10. Semua pihak yang telah membantu penyelesaian tesis ini.
Penulis menyadari bahwa masih terdapat kekurangan dalam penyusunan
tesis ini, oleh karena itu jika terdapat kesalahan penulis memohon maaf yang
sebesar-besarnya. Penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang
membangun sehingga bermanfaat untuk penyelesaian tesis ini. Semoga tesis ini
bermanfaat.
Bogor, Mei 2016
Nuring Wulansari
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
xii
DAFTAR GAMBAR
xii
DAFTAR LAMPIRAN
xii
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
1
1
3
3
3
2 METODE
Waktu dan Tempat
Bahan
Alat
Prosedur Penelitian
Koleksi Sampel
Identifikasi Morfologi
Pengukuran Proporsi Tuna Segar Utuh
Analisis Proksimat
Analisis Kadar Air
Analisis Kadar Abu
Analisis Protein
Analisis Lemak
Analisis Karbohidrat (by difference)
Identifikasi Berbasis Protein (Profil Protein)
Identifikasi Berbasis DNA
Desain Primer cyt b dan COI
Isolasi DNA
Pengukuran Konsentrasi dan Kemurnian DNA
Amplifikasi DNA
Elektroforesis
Sekuensing
Analisis Bioinformatika
Pohon Filogenetik
4
4
4
4
4
6
6
7
7
7
7
8
8
9
9
9
9
10
10
11
11
12
12
12
3 HASIL DAN PEMBAHASAN
Panjang, Berat dan Ciri Fisik Ikan Tuna Segar Utuh
Proporsi Tuna Segar Utuh
Komposisi Kimia Tuna Segar, Tuna Steak dan Tuna Kaleng
Profil Protein (SDS-PAGE)
Desain Primer cyt b dan COI
13
13
13
14
15
16
Hasil Isolasi, Pengukuran Konsentrasi dan Kemurnian DNA
Hasil Amplifikasi DNA dan Elektroforesis Hasil PCR
Hasil Analisis Bioinformatika
Pohon Filogenetik
17
19
22
23
4 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
26
26
26
DAFTAR PUSTAKA
27
LAMPIRAN
31
RIWAYAT HIDUP
36
DAFTAR TABEL
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Koleksi sampel tuna segar utuh dan olahan tuna
Tahapan PCR amplifikasi
Proporsi ikan tuna (%)
Pengukuran proksimat ikan tuna dan olahan tuna
Hasil oligoevaluator desain primer ikan tuna
Konsentrasi dan kemurnian DNA
Kasus mislabeling ikan tuna menggunakan gen target COI
Identifikasi spesies dengan analisis BLAST
6
11
14
15
17
18
22
22
DAFTAR GAMBAR
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Diagram alir penelitian
Skema morfometrik ikan tuna segar utuh
Ikan tuna segar utuh
Pola protein tuna segar utuh dan olahan tuna
Elektroforegram hasil PCR ikan tuna dan olahan tuna dengan primer
cyt b untuk tuna segar utuh (a); tuna steak (b); sushi tuna (c); bakso
tuna (d); abon tuna (e); dan tuna kaleng (f)
Elektroforegram hasil PCR ikan tuna dan olahan tuna dengan primer
COI untuk tuna segar utuh (a); tuna steak (b); sushi tuna (c); bakso tuna
(d); abon tuna (e); dan tuna kaleng (f)
Pohon filogenetik tuna segar utuh dan olahan tuna dengan primer cyt b
Pohon filogenetik tuna segar utuh dan olahan tuna dengan primer COI
5
7
13
16
20
21
24
25
DAFTAR LAMPIRAN
1.
2.
3.
4.
Bahan yang digunakan
Alat yang digunakan
Koleksi sampel
Keterangan marker pada SDS-PAGE
32
32
34
35
1
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tuna termasuk dalam famili scombridae dan diklasifikasikan dalam 14
genus antara lain Acanthocybium, Allothunnus, Auxis, Cybiosarda, Euthynnus,
Gasterochisma, Grammatorcynus, Gymnosarda, Katsuwonus, Rastrelliger, Sarda,
Scomber, Scomberomorus, dan Thunnus (www.fishbase.org). Tuna dari genus
Thunnus yang merupakan komoditas utama antara lain tuna albakora
(T. alalunga), tuna mata besar/bigeye tuna (T. obesus), tuna sirip kuning/yellowfin
tuna (T. albacares), tuna sirip biru Atlantik/Atlantic bluefin tuna (T. thynnus),
tuna sirip biru Pasifik/Pacific bluefin tuna (T. orientalis), dan tuna sirip biru
selatan/Southern bluefin tuna (T. maccoyii) (Majkowski 2007).
Di Indonesia tuna/tongkol/cakalang (TTC) merupakan komoditi perikanan
terbesar kedua setelah udang. Data statistik KKP (2014) menunjukkan bahwa
volume ekspor untuk TTC tahun 2009 sebesar 150.989 ton, tahun 2010 sebesar
122.450, tahun 2011-2013 masing-masing 141.747 ton, 201.159 ton dan
209.072 ton, sedangkan data volume ekspor hingga bulan september 2014 sebesar
155.130 ton. Kenaikan rata-rata volume ekspor TTC antara tahun 2009 sampai
2013 sebesar 13,67%, sedangkan tahun 2013 mengalami kenaikan rata-rata
sebesar 3,9% dibandingkan dengan tahun 2012. Permintaan yang tinggi akan ikan
tuna dan semakin terbatasnya stok ikan tuna terutama tuna sirip biru memberikan
peluang untuk terjadinya pemalsuan.
Beberapa penelitian mengenai ikan tuna Indonesia antara lain perubahan
komposisi nutrisi ikan cakalang akibat proses pemasakan (Nurjanah et al. 2015),
autentikasi ikan dan produk olahan tuna dari Indonesia menggunakan DNA
barcoding dan DNA nukleus (Abdullah dan Rehbein 2014) dan penilaian kualitas
daging ikan tuna Thunnus albacares komersial berdasarkan kandungan mioglobin
(Nurilmala et al. 2013).
Kasus mislabeling atau ketidaksesuaian dengan label, substitusi spesies
dengan spesies yang lebih murah telah banyak dilaporkan beberapa negara. Di
Brazil dilaporkan bahwa 24% dari sampel yang diperoleh merupakan mislabeling,
yaitu spesies dengan harga tinggi (flounder fish, pink cusk-eel dan cod) disubtitusi
dengan spesies yang bernilai rendah (Basa dan Alaska pollock)
(Carvalho et al. 2015). Substitusi juga ditemukan di Mesir, yaitu ikan berlabel
Lates niloticus (nile perch) dan Pangasius bacourti (basa fish) disubstitusi dengan
ikan impor dari Vietnam Pangasianodon hypothalamus (Galal-Khallaf et al.
2014), sedangkan di Iran sebanyak tiga sampel diberi label Narrow-bared Spanish
mackarel (Scomberomorus commerson), namun berdasarkan referensi BOLD
(Barcorde of Life Data) Systems teridentifikasi 99,6% sebagai S. niphonius
(Changizi et al. 2013). Di Philipina pemalsuan juga terjadi pada tawilis dan
bluefin tuna fillet serta kesalahan informasi pada label untuk gindara steak
(Maralit et al. 2013). Di Washington-USA dilaporkan bahwa dari 99 sampel ikan
salmon, sebanyak 11 sampel (11%) ikan salmon Atlantik dijual dengan label
salmon Pasific (Cline 2012). Di Indonesia penelitian terkait mislabeling
diantaranya olahan kerupuk berlabel „kerupuk tenggiri‟, namun menggunakan
2
primer cyt b dengan gen target 380 bp, olahan kerupuk tenggiri teridentifikasi
tidak mengandung ikan tenggiri (Maulid dan Nurilmala 2015)
Penipuan konsumen dengan mislabeling tidak hanya berdampak pada
pengelolaan sumberdaya kelautan yang berkelanjutan (Jacquet dan Pauly 2007),
namun juga berdampak pada keamanan pangan dan berpotensi menimbulkan
masalah kesehatan (Burger et al. 2004). Identifikasi dari 68 sampel tuna sushi di
31 restauran di New York, Denver dan Colardo menunjukkan bahwa 9 restauran
di antaranya menjual sushi tuna sebagai “white tuna” atau albacore tuna
(T. alalunga) namun teridentifikasi sebagai escolar (Lepidocybium flavorunneum),
spesies tersebut di Jepang dan Italia telah dilarang dijual karena dapat
menimbulkan masalah kesehatan (diare) (Lowenstein et al. 2009)
Pemberlakuan ASEAN Free Trade Area (AFTA) atau dikenal dengan
Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) akan meningkatkan persaingan perdagangan
antar negara ASEAN, tarif bea masuk produk perikanan diturunkan 0 sampai 5%,
hal ini tidak hanya akan membawa peluang dan pemanfaatan namun juga
permasalahan, hambatan dan tantangan bagi Indonesia di sektor kelautan dan
perikanan. Peningkatan kualitas dan mutu perikanan salah satunya keaslian akan
produk perikanan dapat meningkatan daya saing Indonesia menghadapi MEA.
Autentikasi diperlukan untuk meyakinkan konsumen tentang keakuratan
pelabelan serta menjaga kualitas dan keamanan pangan (Klossa-Kilia et al. 2002).
Autentikasi dilakukan karena banyaknya spesies hasil perairan yang dapat
digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan produk perikanan (Martinez
et al. 2005).
Metode berbasis protein yang digunakan untuk identifikasi spesies antara
lain Sodium Dedocyl Sulfate Polyacrylamide Gel Electrophoresis (SDS-PAGE),
urea Isoelectric Focusing (IEF) (Moretti et al. 2003) dan menggunakan metode
Enzyme-Linked Immunosorbent Assay (ELISA) (Asensio et al. 2003).
Penggunaan metode berbasis DNA memiliki beberapa kelebihan
dibanding dengan protein diantaranya DNA bersifat termostabil, DNA dapat
digunakan untuk produk yang telah mengalami pengolahan, DNA terdapat di
sebagian besar sel, DNA berpotensi memberikan informasi lebih dibanding
protein karena degenerasi dari kode genetik dan adanya daerah non coding
(Lockley dan Bradsley 2000).
DNA barcoding merupakan urutan pendek DNA dari wilayah standar
pada genom yang digunakan untuk identifikasi spesies. Teknik DNA barcoding
merupakan teknik yang banyak dikembangkan, karena relatif mudah dilakukan
apabila dibandingkan dengan teknik lainnya (Wong dan Hanner 2008). DNA
barcoding telah berhasil digunakan untuk mengidentifikasi kelompok tertentu dari
jenis ikan seperti ikan tuna (Terol et al. 2002), flatfish (Espineira et al. 2008),
anchovy (Jerome et al. 2008) dan sharks (Barbuto et al. 2010).
Penelitian ini menggunakan gen cytochrome c oksidase subunit I (COI)
dan cytochrome b (cyt b) dari DNA mitokondria sebagai gen target. DNA
barcoding menggunakan COI telah banyak digunakan untuk identifikasi spesies
(Bucklin et al. 2011). Kelebihan gen COI di antaranya (1) memiliki sifat
conserved (tidak mempunyai perbedaan yang signifikan) di antara metazoa
lainnya, sehingga dapat digunakan secara universal di dalam kelompok tersebut,
(2) mempunyai sinyal filogenetik yang berguna pada tingkatan takson yang luas,
3
karena laju evolusi pada COI lebih tinggi dibandingkan rRNA dan disebabkan
oleh tingginya laju substitusi pada posisi ketiga di kodon (Bucklin et al. 2011).
Menurut Tobe et al. (2011) gen cyt b menunjukkan variasi yang besar
pada sekuen yang pendek, variasi interspesies cyt b lebih besar dibandingkan COI
namun variasi intraspesiesnya sama dengan COI. Randi (1996) menyatakan
bahwa adanya variasi urutan pada gen cyt b, sehingga sering digunakan sebagai
pembanding analisis filogenetik untuk tingkat spesies, genus atau famili yang
sama.
Teknik molekuler DNA barcoding diperlukan untuk mendeteksi adanya
pemalsuan dalam rangka rangka perlindungan terhadap konsumen dan mencegah
economic fraud.
Perumusan Masalah
1.
2.
Mulai diberlakukannya perdagangan bebas di kawasan ASEAN atau
Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) pada awal Januari 2016, seluruh
produk perikanan dapat masuk ke Indonesia, sehingga teknik molekuler dapat
dijadikan metode deteksi terhadap produk perikanan yang akan masuk ke
Indonesia
Metoda yang cepat dan akurat untuk mendeteksi keaslian suatu produk
perikanan diperlukan untuk melindungi konsumen.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi keaslian ikan tuna dan olahannya
melalui teknik molekuler DNA barcoding menggunakan gen DNA mitokondria
cyt b dan COI sehingga dapat digunakan untuk mencegah adanya
pemalsuan/ketidaksesuaian label dan economic fraud.
Manfaat Penelitian
`
Teknik molekuler DNA barcoding dapat digunakan untuk deteksi keaslian
produk perikanan secara cepat dan akurat, sehingga konsumen terlindungi dari
pemalsuan/ketidaksesuaian label dan economic fraud.
4
2 METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2014 sampai Agustus 2015
bertempat di Laboratorium Karakteristik Bahan Baku, Departemen Teknologi
Hasil Perairan, Laboratorium Biodiversitas dan Biosistematika Kelautan,
Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, Laboratorium Terpadu, Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Bahan
Bahan yang digunakan yaitu ikan tuna segar utuh dan olahan tuna (tuna
steak, sushi tuna, bakso tuna, abon tuna, dan tuna kaleng), DNeasy blood and
tissue kit (Qiagen, Venlo, Netherlands), DNeasy mericon food kit (Qiagen, Venlo,
Netherlands), etanol 96%, UltraPureTM 10x TBE buffer (Invitrogen, Massachusetts,
US), kloroform, PCR kit commercial KAPA Taq EXtra HotStart ReadyMix Kit
(Kapabiosystems, Massachusetts, US), primer foward dan reverse, agarose
(Invitrogen, Massachusetts, US), ethidium bromide, dan DNA ladder 1 kb
(Invitrogen, Massachusetts, US).
Alat
Alat yang digunakan antara lain tabung mikro (Qiagen, Venlo,
Netherlands), peqTwist vortex mixer (Peqlab Biotechnologie GmbH, Erlangen,
Jerman), mikro pipet Finnpipette F1 (Thermo Scientific, Vantaa, Finland), pipet
tips (Axygen Scientific, California, USA), sentrifuse PerfectSpin 24 plus (Peqlab
Biotechnologie GmbH, Erlangen, Jerman), mesin PCR Termocycler Biometra T1
(Biometra GmbH, Gottingen, Jerman), elektroforesis horizontal Mupid-Exu
Submarine Electrophoresis System (Advance, Tokyo, Jepang), elektroforesis
vertikal TU100YK (Scie-Plas Ltd, Cambridge, England), timbangan digital Adam
PW254 (Adam Equipment Co, Milton Keynes, United Kingdom), spindown
PerfectSpin mini (Peqlab Biotechnologie GmbH, Erlangen, Jerman), microwave
Panasonic NN-SM320M, freezer, alat sinar Ultraviolet Viewer (UV-1)
(ExtraGene Inc, Taichung City, Taiwan), dan Nanophotometer P360 (Implen
GmbH, Schatzbogen, Germany).
Prosedur Penelitian
Tahapan penelitian ini terdiri atas identifikasi morfologi, pengukuran
proporsi tuna segar utuh, pengukuran komposisi proksimat, identifikasi berbasis
protein dengan SDS-PAGE, dan identifikasi molekuler. Tahapan identifikasi
molekuler yaitu desain primer, isolasi DNA, pengukuran konsentrasi dan
5
kemurnian DNA, amplifikasi DNA, sekuensing, analisis bioinformatika dan
konstruksi pohon filogenetik (Gambar 1).
Sampel
Tuna segar utuh
Morfologi
Collette dan Nauen (1983)
Olahan tuna
Proporsi tuna
segar utuh
Analisis proksimat
(AOAC 2005)
Analisis:
kadar air
kadar abu
kadar protein
Kadar lemak
Karbohidrat (by
difference)
SDS-PAGE
(Laemmli 1970)
Isolasi DNA
(DNeasy® blood and tissue protocol, 2011) dan
(DNeasy mericon food handbook, 2014)
Pengukuran konsentrasi dan kemurnian DNA
(Muladno, 2010)
Desain primer
(Borah, 2011; Sambrook dan Rusell, 2001)
Amplifikasi DNA
(Modifikasi Kappa HotStart Protokol)
Elektroforesis
Sekuensing
(Sanger et al. 1977)
Analisis bioinformatika
MEGA 6 (Tamura et al. 2013)
Pohon filogenetik
Gambar 1 Diagram alir penelitian
Profil protein
6
Koleksi Sampel
Sampel terdiri atas tuna segar utuh sebanyak 5 sampel dan produk olahan
tuna sebanyak 22 sampel (Tabel 1). Olahan tuna terdiri atas steak, sushi, bakso,
abon dan tuna kaleng. Sampel tuna segar utuh diperoleh di Muara Baru,
sedangkan olahan tuna berasal dari beberapa lokasi yaitu Bogor, Bandung,
Makasar, Pacitan, dan Palabuhanratu.
Tuna segar utuh diambil bagian dagingnya kemudian dimasukkan ke
dalam tabung mikro 1,5 mL dan diberi larutan etanol 96% sampai terendam
kemudian disimpan pada suhu chilling. Tuna steak, sushi tuna, bakso tuna dan
abon tuna serta tuna kaleng disimpan dengan suhu -70 °C.
Tabel 1 Koleksi sampel tuna segar utuh dan olahan tuna
No
Kategori
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
Tuna segar utuh
Tuna segar utuh
Tuna segar utuh
Tuna segar utuh
Tuna segar utuh
Tuna steak
Tuna steak
Tuna steak
Tuna steak
Tuna steak
Tuna steak
Sushi tuna
Sushi tuna
Sushi tuna
Sushi tuna
Bakso tuna
Bakso tuna
Bakso tuna
Abon tuna
Abon tuna
Abon tuna
Tuna kaleng
Kode
Sampel
Ts1
Ts2
Ts3
Ts4
Ts5
St1
St2
St3
St4
Blok
St5
SuTn
SuTb
SuTm
OnTu
BaTu
TaTu
BoTu
Ab1
Ab2
Ab3
Ka1
23
24
25
26
Tuna kaleng
Tuna kaleng
Tuna kaleng
Tuna kaleng
Ka2
Ka3
Ka4
Ka5
27
Tuna kaleng
Ka6
Label
Tuna segar utuh
Tuna segar utuh
Tuna segar utuh
Tuna segar utuh
Tuna segar utuh
Tuna fillet T. albacares
Tuna steak
Tuna steak
Tuna steak
Blok tuna super
Tuna steak
Sushi tuna nagiri
Sushi baked tuna
Sushi tourch tuna
Onigiri tuna mayo
Bakso tuna
Tahu bakso tuna
Bola tuna
Abon ikan tuna
Abon ikan tuna segar
Abon tuna pedas
Chunks tuna in spring
water
Tuna in chili sauce
Tuna in oil
Tuna chunks in oil
Tuna dalam saus tomat
pedas
Tuna fried rice
Lokasi
sampling
Mura Baru
Mura Baru
Mura Baru
Mura Baru
Mura Baru
Bogor
Bogor
Bogor
Bogor
Bogor
Bogor
Bogor
Bogor
Bogor
Bandung
Bogor
Bogor
Bogor
Makasar
Palabuhanratu
Bogor
Bogor
20 November 2014
20 November 2014
24 Februari 2015
24 Februari 2015
24 Februari 2015
27 November 2014
07 Februari 2015
05 April 2015
22 April 2015
07 April 2015
19 Agustus 2015
10 Maret 2015
10 Maret 2015
10 Maret 2015
10 Agustus 2015
16 April 2015
16-April 2015
17 Agustus 2015
29 April 2015
01 Mei 2015
20 Agustus 2015
27 November 2014
Bogor
Bogor
Bogor
Bogor
10 Maret 2015
08 April 2015
19 Agustus 2015
19 Agustus 2015
Bogor
19 Agustus 2015
Tanggal Sampling
Identifikasi Morfologi (Collete dan Nauen 1983)
Morfometrik merupakan ciri yang berkaitan dengan bagian dan ukuran
tubuh ikan misalnya panjang total dan panjang baku. Ukuran ini merupakan salah
satu hal yang dapat digunakan sebagai taksonomik saat mengidentifikasi ikan.
7
D
P
C
A
PB
PC
PT
Skema ikan menunjukkan ciri morfometrik: P=Sirip Pectoral; A=Sirip Anal;
C=Sirip Caudal; D=Sirip Dorsal; PB=Panjang Baku; PC=Panjang Cagak;
PT=Panjang Total
Pengukuran Proporsi Tuna Segar Utuh
Gambar 2 Skema morfometrik ikan tuna segar utuh
Proporsi tuna segar merupakan persentase masing-masing bobot bagian
tubuh (daging merah, daging putih, kulit, tulang, dan jeroan) ikan tuna dari bobot
awal. Proporsi dihitung sebagai berikut:
Proporsi (%) =
Bobot bagian tubuh ikan (g)
x 100%
Bobot utuh ikan (g)
Analisis Proksimat (AOAC 2005)
Analisis proksimat dilakukan untuk menentukan komposisi kimia bahan
baku. Analisis proksimat meliputi kadar air, abu, protein, lemak, dan karbohidrat
(by difference).
Analisis Kadar Air
Prinsip analisis kadar air yaitu untuk mengetahui kandungan air yang
terdapat pada suatu bahan. Tahap pertama adalah mengeringkan cawan porselen
dalam oven pada suhu 102-105 °C selama 10-15 jam, kemudian cawan diletakkan
ke dalam desikator (kurang lebih 30 menit) dan dibiarkan sampai dingin lalu
ditimbang. Cawan tersebut ditimbang kembali hingga beratnya konstan, kemudian
cawan dan 5 g sampel yang telah dipotong-potong ditimbang, selanjutnya cawan
dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 102-105 °C selama 3-5 jam. Cawan
dimasukkan ke dalam desikator dan dibiarkan sampai dingin kemudian ditimbang.
Perhitungan kadar air yaitu:
Kadar air (%) =
B-C
x 100%
B-A
Keterangan:
A = Berat cawan kosong (gram)
B = Berat cawan dengan sampel (gram)
C = Berat cawan dengan sampel setelah dikeringkan (gram)
Analisis Kadar Abu
Prinsip penetapan kadar abu yaitu abu dalam bahan pangan ditetapkan
dengan menimbang sisa mineral hasil pembakaran bahan organik pada suhu
8
sekitar 500-600 °C. Cawan proselin dikeringkan dalam oven pada suhu
102-105 °C selama 30 menit. Sebanyak 1-2 g sampel ditimbang dalam cawan
porselin yang telah diketahui beratnya. Contoh dikeringkan dalam oven dan
diarangkan, selanjutnya diabukan dalam tanur pada suhu 600 °C selama 6-8 jam
sampai pengabuan sempurna (abu bewarna putih). Sampel didinginkan dalam
desikator kemudian ditimbang. Kadar abu hitung menggunakan rumus sebagai
berikut:
Kadar abu (%) =
Berat abu
x 100%
Berat contoh
Analisis Protein
Sampel ditimbang sebanyak 0,25 g dimasukkan ke dalam labu kjeldahl
100 mL, kemudian ditambahkan selenium 0,25 g dan 3 mL H2SO4 pekat,
selanjutnya didekstruksi (pemanasan dalam keadaan mendidih) selama 1 jam atau
sampai larutan menjadi jernih. Larutan dibiarkan dingin, kemudian 50 mL
aquades dan 20 mL NaOH 40% ditambahkan lalu didestilasi. Hasil destilasi
ditampung ke dalam labu erlenmeyer yang berisi campuran 10 mL H3BO3 2% dan
2 tetes indikator Brom Cresol Green-Methyl Red, setelah volume hasil tampungan
(destilat) menjadi 10 mL dan berwarna hijau kebiruan maka destilasi dihentikan.
Destilasi dititrasi dengan HCl 0,1 N sampai bewarna merah muda. Perlakuan yang
sama dilakukan juga terhadap blanko. Kadar protein dihitung dengan rumus:
Kadar protein (%) =
(VA - VB) x HCl x 14,007 x 6,25 x 100%
W x 1000
Keterangan:
VA
: mL HCl untuk titrasi sampel
VB
: mL HCl untuk titrasi blanko
N
: normalitas HCl standar yang digunakan
14,007 : berat atom Nitrogen
6,25 : faktor konversi protein untuk ikan
W
: berat sampel dalam gram
Analisis Lemak
Analisis kadar lemak dilakukan dengan metode sokhlet. Labu lemak yang
akan digunakan di oven selama 30 menit pada suhu 100-105 °C, kemudian
didinginkan dalam desikator untuk menghilangkan uap air dan ditimbang (A).
Sampel ditimbang sebanyak 2 g (B) lalu dibungkus dengan kertas saring, ditutup
dengan kapas bebas lemak dan dimasukkan ke dalam alat ekstraksi sokhlet yang
telah dihubungkan dengan labu lemak yang telah di oven dan diketahui bobotnya.
Pelarut heksan atau pelarut lemak lain dituangkan sampai sampel terendam dan
dilakukan refluks atau ektraksi lemak selama 5-6 jam atau sampai palarut lemak
yang turun ke labu lemak berwarna jernih. Pelarut lemak yang telah digunakan,
disuling dan ditampung setelah itu ekstrak lemak yang ada dalam labu lemak
dikeringkan dalam oven bersuhu 100-105 °C selama 1 jam, lalu labu lemak
didinginkan dalam desikator dan ditimbang (C). Tahap pengeringan labu lemak
9
diulangi sampai diperoleh bobot yang konstan. Kadar lemak dihitung dengan
rumus:
Kadar lemak (%) = (C - A) x 100%
B
Keterangan:
A : berat labu kosong (gram)
B : berat sampel (gram)
C : berat labu dan lemak hasil ekstraksi (gram)
Analisis Karbohidrat (by difference)
Kadar karbohidrat dihitung dengan menghitung sisa (by difference) yaitu
dengan rumus sebagai berikut:
Kadar karbohidrat (%) = 100% - (%air + %abu + %protein + %lemak)
Identifikasi Berbasis Protein (Profil Protein)
SDS-PAGE merupakan teknik untuk memisahkan protein berdasarkan
kemampuan untuk bergerak dalam arus listrik. Metode SDS-PAGE pada
penelitian ini menggunakan separating gel 12,5% dan stacking gel 3%. Sampel
diekstrak proteinnya dengan cara 1 g sampel ditambahkan 3 mL buffer fosfat di
homogenisasi kemudian di sentrifugasi dengan kecepatan 5.000 rpm dan suhu
4 °C selama 30 menit kemudian diambil supernatannya. Hasil ekstraksi kemudian
dipanaskan pada suhu 95 °C selama 3 menit.
Sampel dan marker dimasukkan ke dalam sumur gel SDS-PAGE sebanyak
5 µL dengan mikropipet. Chamber elektroforesis dihubungkan dengan arus listrik
pada arus 13 mA dan voltase 150 V selama 3 jam. Running buffer dipisahkan dan
gel diambil dari plate pembentuk gel. Proses staining (pewarnaan) menggunakan
0,125% comassie briliant blue selama 2 jam hingga gel berwarna biru, kemudian
dilanjutkan proses destaning (puncucian) menggunakan 25% methanol dan 10%
asam asetat selama satu malam hingga gel berwarna bening dan pola protein
sudah terlihat.
Identifikasi Berbasis DNA
Desain Primer cyt b dan COI
Primer merupakan oligonukleotida atau nukleotida pendek yang berfungsi
sebagai inisiasi pada proses pemanjangan DNA. Desain primer diperlukan untuk
mendapatkan primer yang spesifik pada proses amplifikasi DNA melalui metode
PCR.
Parameter yang digunakan dalam mendesain primer antara lain jumlah
basa berkisar 18-30 basa (Borah 2011). Suhu melting (Tm) yang optimum
berkisar 50-70 °C dan presentase G atau C berkisar 40-65% (Sambrook dan
Russell 2001).
10
Data sekuen ikan tuna untuk gen cyt b dan COI diambil melalui
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/nucleotide/ situs web National Center for
Biotechnology Information (NCBI), kemudian sekuen disejajarkan (alignment)
untuk mendapatkan daerah lestari (conserve) baik foward dan reverse. Hasil
primer yang telah didesain kemudian di uji melalui situs oligoevaluator
http://www.oligoevaluator.com/OligoCalcServlet#.
Isolasi DNA
Isolasi DNA menggunakan standar protokol DNeasy blood & tissue kit
(Qiagen) untuk tuna segar utuh, sedangkan olahan tuna menggunakan standar
DNeasy mericon food kit (Qiagen).
Tahapan isolasi DNA tuna segar utuh yaitu sampel sebanyak 10-25 mg
ditambahkan 180 μL buffer ATL dan 20 μL proteinase K kemudian di vortex dan
di inkubasi pada suhu 56 °C selama satu jam atau sampai lisis dan di vortex setiap
15 menit. Sebanyak 200 μL buffer AL ditambahkan kemudian disentrifugasi
selama 10 menit pada kecepatan 8.000 rpm (rotation per minute). Sampel yang
telah disentrifugasi diberi 500 μL etanol (96-100%) dan di vortex. Hasil campuran
dipipet ke mini spin coloumn dan ditempatkan ke dalam tabung 2 mL kemudian
disentrifugasi selama 1 menit pada 8.000 rpm dan cairannya dibuang. Spin
coloumn ditempatkan ke dalam tabung 2 mL baru dan ditambahkan 500 μL buffer
AW1, kemudian disentrifugasi selama 1 menit dan dibuang cairannya. Spin
coloumn ditempatkan ke dalam tabung 2 mL baru dan ditambahkan 500 μL buffer
AW2, kemudian disentrifugasi selama 3 menit pada 14.000 rpm dan dibuang
cairannya. Spin coloumn ditempatkan pada tabung 2 mL baru, kemudian DNA di
elusi dengan menambahkan 200 μL buffer AE tepat pada bagian tengah membran
spin coloumn dan diinkubasi pada suhu ruang (15-25 °C) selama 1 menit,
kemudian disentrifugasi selama 1 menit pada 8.000 rpm.
Tahapan isolasi untuk olahan tuna yaitu sebanyak 200 mg olahan tuna
ditambahkan 1 mL food lysis dan 2,5 µL proteinase K, kemudian di inkubasi pada
suhu 60 °C semalaman atau sampai lisis dan disentrifugasi pada kecepatan
2.500 g selama 5 menit. Supernatan diambil sebanyak 700 µL dan ditambahkan
kloroform 500 µL kemudian di vortex dan disentrifugasi pada kecepatan 14.000 g
selama 15 menit, selanjutnya supernatan diambil sebanyak 350 µL dan
ditambahkan 350 µL buffer PB kemudian di vortex dan dipindahkan ke spin
coloumn. Sentrifugasi pada kecepatan 17.900 g selama 1 menit dan cairannya
dibuang, selanjutnya ditambahkan 500 µL buffer AW2. Sentrifugasi pada
kecepatan 17.900 g selama 1 menit dan cairannya dibuang, kemudian pindahkan
ke spin coloumn ke tabung baru dan ditambahkan 150 µL buffer EB, selanjutnya
sentrifugasi pada kecepatan 17.900 g.
Pengukuran Konsentrasi dan Kemurnian DNA
Konsentrasi DNA dianalisis dengan spektrofotometer, didasarkan pada
prinsip iradiasi ultra violet yang diserap oleh nukleotida dan protein dalam
larutan. Penyerapan maksimal oleh DNA dicapai pada panjang gelombang
260 nm, sedangkan penyerapan maksimal oleh protein diperoleh pada panjang
gelombang 280 nm (Muladno 2010). Pengukuran konsentrasi DNA adalah
sebagai berikut:
11
Konsentrasi DNA (µg/mL)
Kemurnian DNA ditentukan dengan cara menghitung rasio antara nilai
OD (optical density) 260 dan 280 pada sampel DNA yang diukur melalui
spektrofotometer. Jika nilai rasio OD260/OD280 berkisar antara 1,8 sampai 2,0
maka DNA dinyatakan murni (Muladno, 2010). Rasio OD260/OD280 kurang dari
1,8 menunjukkan adanya kontaminasi berupa fenol atau protein pada hasil
ekstraksi (Devereux dan Wilkinson 2004), sedangkan jika rasio OD260/OD280
lebih dari 2,0 menjelaskan bahwa DNA terkontaminasi RNA (Khosravinia et al.
2007).
Amplifikasi DNA
Hasil isolasi DNA kemudian diamplifikasi secara in vitro melaui teknik
PCR. Bahan utama pada reaksi ini terdiri atas air, buffer, dNTPs, primer dan
Taq DNA polymerase yang telah disiapkan dalam suatu tabung, kemudian dibuat
menjadi volume yang lebih kecil dalam tabung mikro, lalu ditambahkan DNA
template dan MgCl2 (Basit 2009).
Bahan PCR mix yang digunakan mengikuti protokol KAPA Taq Extra
HotStart ReadyMix yang dimodifikasi terdiri atas ddH2O sebanyak 21,5 μL,
primer foward dan reverse masing-masing 1,25 μL, DNA template sebanyak
1 μL, dan KAPA Taq Extra HotStart ReadyMix PCR Kit sebanyak 25 μL,
sehingga diperoleh bahan PCR mix sebanyak 50 μL dengan 40 siklus. Bahan PCR
mix kemudian dimasukkan ke mesin thermocycler yang telah diatur suhu dan
siklus yang akan digunakan. Tahap PCR amplifikasi DNA mengikuti protokol
KAPA Taq Extra HotStart ReadyMix PCR Kit yang telah dimodifikasi (Tabel 2).
Tabel 2 Tahapan PCR amplifikasi
Tahapan
Pre denaturation
Denaturation
Annealing
Extention
Post extention
Preservation
Keterangan
Persiapan denaturasi, suhu diatur 95 °C selama 3 menit
Pemutusan untaian ganda menjadi untaian tunggal (T = 95 °C
selama 30 detik)
Penempelan primer (Tm - 5 °C) selama 30 detik
Persiapan polimerasi (T = 72 °C selama 1 menit)
Polimerasi (T = 72 °C selama 1 menit), terdapat jutaan salinan
DNA
Penyimpanan (T = 4-10 °C selama 5 menit)
Elektroforesis
Elektroforesis agarose digunakan untuk memastikan adanya DNA setelah
proses isolasi dan untuk mengidentifikasi keberhasilan proses amplifikasi setelah
PCR. Gel agorose 1% dibuat dengan cara mensuspensikan agarose kering 5 g
dalam larutan buffer TBE 1X 50 mL, kemudian dimasukkan ke microvawe
selama 3-5 menit hingga larutan berwarna jernih. Sebanyak 4 µL ethidium
bromide ditambahkan dan dituangkan ke dalam casting tray yang telah diletakkan
comb (sisir) hingga gel mengeras. Gel kemudian direndam dengan larutan buffer
TBE serta dihubungkan dengan elektroda positif dan negatif selama 25 menit.
Untuk memastikan adanya DNA, hasil isolasi sebanyak 3-4 μL dicampur
2-3 μL ioading dye, sedangkan untuk mengetahui keberhasilan amplifikasi,
produk PCR sebanyak 3-4 μL dimasukkan ke dalam sumur. DNA yang dianalisis
12
berjalan melewati pori-pori pada gel dengan adanya arus listrik. DNA akan
bergerak menuju kutub positif dan menjauhi kutub negatif karena adanya arus
listrik, hasil elektroforesis selanjutnya divisualisasikan di bawah gelombang
pendek sinar UV (Basit 2009).
Sekuensing
Produk PCR yang berhasil teramplifikasi disiapkan untuk proses
penentuan urutan nukleotidanya menggunakan DNA sequencer dengan metode
Sanger (Sanger et al. 1977). Penentuan urutan nukleotida dilakukan dengan cara
mengirim produk PCR ke DNA Sequencing Services 1st Base Laboratories Sdn
Bhd, Taman Serdang Perdana, Selangor-Malaysia melalui jasa PT. Genetika
Science.
Analisis Bioinformatika
Data hasil sekuensing diolah menggunakan program MEGA 6 (Molecular
Evolutionary Genetic Analysis) (Tamura et al. 2013). Data tersebut disejajarkan
menggunakan CustalW (1,6) pada program MEGA 6 untuk melihat keragaman
basa nukleotidanya. Urutan basa nukleotida yang diperoleh kemudian dicocokkan
pada data yang tersedia pada GenBank di NCBI menggunakan BLAST
(http://blast.ncbi.nlm.nih.-gov), hasil pencocokan berupa presentase kecocokkan,
semakin tingi nilai presentasenya maka semakin mendekati atau menyamai
spesies.
Pohon Filogenetik
Analisis filogenetik merupakan metode untuk mengetahui kekerabatan dan
jarak genetik suatu spesies. Pembuatan pohon filogenetik menggunakan metode
neighbor joining tree dengan nilai bootstrap 1000. Jarak genetik spesies dihitung
dan dimodelkan menggunakan p-distance model. Data sekuen untuk outgroup
diunduh dari GenBank pada website www.ncbi.com.
13
3 HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengukuran Panjang, Berat dan Ciri Fisik Ikan Tuna Segar Utuh
Pengamatan morfologi 5 ekor sampel tuna segar utuh meliputi pengukuran
panjang total, panjang baku, panjang cagak, pengukuran berat ikan tuna dan ciri
fisik ikan tuna segar utuh.
Menurut Robinson dan Simonds (2006) tuna sirip kuning dan tuna mata
besar diklasifikasikan berdasarkan ukurannya, yaitu panjang 100 cm digolongkan sebagai ukuran
dewasa. Panjang total ikan tuna segar utuh berkisar 34,5-63,8 cm, sehingga tuna
segar utuh pada penelitian ini digolongkan sebagai juvenil atau subdewasa .
Gambar 3 Ikan tuna segar utuh
Panjang baku tuna segar utuh berkisar antara 29 cm sampai 50,5 cm,
panjang cagak berkisar 31,3-53,8 cm, dan panjang total berkisar 34,5-63,8 cm
dengan berat berkisar antara 0,46 kg sampai 2,27 kg. Pengukuran secara
morfologi menurut Collette dan Nauen (1983) bahwa tuna segar utuh 1 (Ts1),
Ts2, Ts3, Ts4, dan Ts5 teridentifikasi sebagai yellowfin tuna (T. albacares)
dengan ciri-ciri sebagian besar spesies dari memiliki sirip kuning cerah, tubuh
ditutupi sisik yang sangat kecil, tidak ada bintik hitam pada tubuh permukaan
(Gambar 3) ventral hati tanpa garis-garis, cuping (lobus) hati bagian kanan lebih
panjang dan tipis dibandingkan dengan bagian tengah dan kiri.
Identifikasi secara morfologi hanya bisa dilakukan untuk ikan utuh,
sedangkan ikan yang karakteristik fisiknya telah hilang (fillet, steak, ikan yang
dikalengkan) identifikasi morfologi akan sulit dilakukan sehingga dilanjutkan
dengan identifikasi berdasarkan protein.
Proporsi Tuna Segar Utuh
Pengukuran proporsi tuna segar utuh dilakukan untuk mengetahui
persentase bagian pada tuna. Perhitungan proporsi ikan tuna diperoleh dengan
membandingkan berat masing-masing bagian tubuh dengan berat ikan tuna utuh.
Proporsi ikan tuna meliputi daging merah, daging putih, jeroan, kulit, kepala, dan
tulang (Tabel 3).
14
Tabel 3 Proporsi ikan tuna (%)
Spesies
Daging
merah
Daging
putih
Jeroan
Kepala
Tuna segar
15,88±1,41 32,90±2,52 8,19±1,10 22,87±3,06
utuh
Euthynnus
12,82
37,18
41,3
affinis1)
Thunnus
46,90±1,60
6,10±1,00 23,90±1,80
alalunga2)
Skipjack
38,5
8,90
25,10
tuna3)
Blue
49,70
10,8
15,20
mackarel3)
1)
Hafiludin (2011); 2) Vlieg dan Murray (1988); 3) Vlieg (1988)
Tulang
Kulit
16,03±4,14
4,14±1,05
5,13
19,00±1,20
4,2±0,6
25,90
1,7
21,00
3,30
Daging merah ikan tuna merupakan lapisan daging yang mempunyai
pigmen kemerahan di bawah kulit tubuh. Komposisi daging merah 15,88%,
daging putih 32,90%, sedangkan rendemen jeroan, kepala, tulang dan kulit
masing-masing berkisar 8,19%; 22,87%; 16,03%; dan 4,14%. Hasil ini tidak jauh
berbeda dengan komposisi rendemen ikan tuna lainnya. Secara umum bagian ikan
yang dapat dimakan berkisar antara 45 sampai 50% (Suzuki 1981). Pemanfaatan
hasil perikanan tidak hanya bagian yang dapat dimakan, namun juga perlu
memanfaatkan bagian lainnya seperti jeroan, kepala, tulang dan kulit, sehingga
tidak ada bagian ikan yang terbuang. Trilaksani et al. (2006) memanfaatkan
limbah tulang ikan tuna (Thunnus sp.), sedangkan Agustin dan Sompie (2015)
memanfaatkan limbah kulit ikan tuna (Thunnus albacares) sebagai sumber
gelatin.
Komposisi Kimia Ikan Tuna Segar Utuh, Tuna Steak dan Tuna Kaleng
Analisis proksimat meliputi pengukuran kadar air, abu, lemak, protein dan
karbohidrat dengan perhitungan by difference. Analisis proksimat pada penelitian
dilakukan sebagai dugaan awal adanya kandungan protein pada olahan tuna serta
untuk mengetahui komposisi kimia yang terkandung pada tuna segar utuh dan
olahan tuna. Pengukuran proksimat diwakili oleh tuna segar utuh, tuna steak dan
tuna kaleng (Tabel 4).
Komposisi protein tuna segar utuh (Thunnus albacares) 25,57%, tuna
steak 22,37% dan tuna kaleng in oil 14,91%. Komposisi protein ini tidak jauh
berbeda dengan ikan tuna lainnya yaitu 24,00% untuk T. alalunga, 23,52% untuk
T. albacares dan 23,72% untuk T. obesus, juga untuk famili scombridae lainnya
(Euthynnus affinis, Auxis rocei, Auxis thazard, dan Katsuwonus pelamis)
komposisi protein berkisar 20-25%.
Komposisi lemak tuna segar utuh, tuna steak dan tuna kaleng dalam
minyak masing-masing 0,45%; 0,51% dan 14,24%. Kadar lemak yang tinggi pada
tuna kaleng dalam minyak disebabkan adanya bahan tambahan berupa minyak,
kadar lemak akan meningkat karena adanya penyerapan minyak selama
penyimpanan.
Menurut Karunarathna dan Attygalle (2010) tidak terdapat perbedaaan
yang signifikan antara kandungan protein dalam daging merah (20-25%), dan
15
daging putih (20-23%), sedangkan komposisi lemak lebih banyak ditemukan pada
daging merah (0,98-1,26%) dibandingkan pada daging putih (0,60-0,88%).
Menurut Sanchez-Zapata et al. (2011) daging merah terletak dibawah kulit dan
pada ikan tuna daging merah juga terletak dekat tulang punggung. Ikan berlemak
mengandung proporsi daging merah lebih tinggi hingga mencapai 48%
(Sanchez-Zapata dan Perez Alvarez 2007), hal ini dikarenakan ikan berlemak
merupakan spesies migrasi, sehingga membutuhkan lemak, glikogen dan
mioglobin untuk melakukan perjalanan panjang (Sanchez-Zapata et al. 2011).
Tabel 4 Pengukuran proksimat ikan tuna dan olahan tuna
Sampel
Tuna segar utuh
(Thunnus albacares)
Tuna steak
Tuna kaleng in oil
Albacore tuna 1)
(Thunnus alalunga)
Yellowfin tuna2)
(Thunnus albacares)
Bigeye tuna2)
(Thunnus obesus)
Skipjack3)
Katsuwonus pelamis 4)
- Daging merah
- Daging putih
Thunnus albacares 4)
- Daging merah
- Daging putih
Bullet tuna4)
(Auxis rochei)
- Daging merah
- Daging putih
Frigate tuna4)
(Auxis thazard)
- Daging merah
- Daging putih
Euthynnus affinis4)
- Daging merah
- Daging putih
1
)
Vlieg dan Murray (1988);
(2010)
Komposisi (%)
Lemak
Protein
0,45±0,20
25,57±1,49
Air
71,38±1,03
Abu
1,88±0,04
74,16±0,01
68,58±2,21
64,30±1,70
1,61±0,06
1,40±0,10
3,10±0,30
0,51±0,26
14,24±1,40
8,60±2,40
22,37±1,02
14,91±0,82
24,00±0,80
1,36±1,09
0,87±0,09
-
73,57±0,55
1,54±0,06
1,93±0,13
23,52±0,61
-
72,89±0,63
1,77±0,13
2,06±0,57
23,72±0,16
71,76±0,42
1,49±0,14
0,60±0,00
25,29±0,00
0,87±0,28
71,60±1,05
72,05±1,20
1,09±0,22
1,02±0,10
0,98±0,23
0,77±0,23
24,53±0,24
23,79±0,38
-
70,83±0,70
72,44±1,41
0,92±0,21
1,12±0,15
1,01±0,23
0,88±0,25
20,22±0,19
21,42±0,25
-
70,68±1,15
71,06±1,03
1,19±0,17
0,71±0,40
0,99±0,23
0,68±0,54
21,95±0,31
23,37±0,41
-
71,39±1,45
73,00±1,14
0,73±0,12
0,79±0,35
1,08±0,77
0,75±0,12
25,35±0,21
23,92±0,43
-
72,77±1,45
73,41±1,42
0,90±0,36
1,03±0,04
1,26±0,43
0,60±0,14
21,42±0,40
20,70±0,39
-
2)
Peng et al. (2013);
3)
Nurjanah et al. (2015);
4)
Karbohidrat
0,73±0,23
Karunarathna dan Attygalle
Profil Protein (SDS-PAGE)
Pola protein yang terbentuk pada sampel tuna segar utuh, tuna steak, sushi,
bakso, abon dan tuna kaleng dapat dilihat pada Gambar 4. Pola protein pada tuna
segar utuh dan tuna steak terlihat lebih tebal dan jelas, sedangkan sushi walaupun
tidak tebal pola proteinnya sama dengan tuna
DAN PRODUK OLAHANNYA MELALUI TEKNIK
MOLEKULER DNA BARCODING
NURING WULANSARI
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul “Penelusuran Keaslian
Ikan Tuna (Thunnus sp.) dan Produk Olahannya melalui Teknik Molekuler DNA
Barcoding” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Mei 2016
Nuring Wulansari
NIM C351130151
RINGKASAN
NURING WULANSARI. Penelusuran Keaslian Ikan Tuna (Thunnus sp.) dan
Produk Olahannya melalui Teknik Molekuler DNA Barcoding. Dibimbing oleh
NURJANAH dan MALA NURILMALA.
Kasus mislabeling atau ketidaksesuaian dengan label pada produk
perikanan telah banyak dilaporkan di beberapa negara, namun di Indonesia belum
banyak dilaporkan. Pengujian keaslian ikan atau autentikasi diperlukan untuk
meyakinkan konsumen tentang keakuratan pelabelan. DNA barcoding
merupakan urutan pendek DNA dari wilayah standar pada genom yang digunakan
untuk identifikasi spesies. Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi keaslian ikan
tuna dan olahannya melalui teknik molekuler DNA barcoding menggunakan
DNA mitokondria cyt b dan COI (cytochrome c oxidase subunit I) sehingga dapat
digunakan untuk mencegah adanya pemalsuan/ketidaksesuaian label dan
economic fraud.
Tahapan penelitian terdiri atas identifikasi morfologi, pengukuran proporsi
tuna segar utuh, pengukuran komposisi proksimat, identifikasi berbasis protein,
dan identifikasi molekuler. Sampel terdiri atas 5 sampel tuna segar utuh dan 22
sampel olahan tuna berupa tuna steak, sushi tuna, bakso tuna, abon tuna dan tuna
kaleng.
Identifikasi secara morfologi menunjukkan ke lima sampel tuna segar utuh
teridentifikasi sebagai tuna sirip kuning (Thunnus albacares). Komposisi
rendemen daging merah ikan tuna 15,88%, daging putih 32,90%, sedangkan
rendemen jeroan, kepala, tulang dan kulit masing-masing berkisar 8,19%;
22,87%; 16,03%; dan 4,14%. Komposisi protein tuna segar utuh 25,57%, tuna
steak 22,37% dan tuna kaleng dalam minyak 14,91%. Identifikasi berbasis protein
menunjukkan profil pola protein tuna segar utuh dan tuna steak terlihat lebih tebal
dan jelas, untuk sushi tuna walaupun tidak tebal, namun pola proteinnya sama
dengan tuna segar utuh dan tuna steak, sedangkan pola protein olahan bakso tuna,
abon tuna dan tuna kaleng terlihat namun tipis.
Hasil desain primer dengan gen cyt b menghasilkan urutan basa nukleotida
untuk foward 5‟GGAATAGGGAGAAGTAGAGGACG3‟ dan reverse
5‟CTYCTATCCGCAGTCCCATATGTYGG3‟ dengan panjang fragmen 620 bp,
sedangkan menggunakan gen COI dihasilkan primer dengan urutan basa
nukleotida
untuk
foward
dan
reverse
masing-masing
5‟GTGCATGAGCTGGAATAGTTG3‟ dan 5‟CAGGGTCGAAGAAGGTTG3‟
dengan panjang fragmen 583 bp.
Hasil isolasi DNA diukur konsentrasi dan kemurnian DNA. Konsentrasi
DNA berkisar antara 2 ng/µL sampai 444 ng/µL, kecuali untuk olahan tuna kaleng
(Ka1, Ka2 dan Ka4), bola tuna (BoTu) dan sushi tourch tuna (SuTm) konsentrasi
DNA yang diperoleh rendah. Kemurnian DNA berkisar antara 0,77 sampai 3,72.
Hasil elektroforegram PCR dengan primer cyt b dan COI menunjukkan bahwa
semua sampel tuna segar utuh, tuna steak, sushi tuna, bakso tuna, abon tuna dan
tuna kaleng berhasil teramplifikasi pada rentang antara 500 bp sampai 750 bp, hal
ini sesuai dengan DNA target yaitu 620 bp untuk cyt b dan 583 bp untuk COI,
kecuali untuk sampel tuna kaleng dalam minyak (Ka3) tidak teramplifikasi yang
ditandai dengan tidak adanya pita target, hal ini diduga bahwa sampel tuna kaleng
dalam minyak (Ka3) tidak berisi ikan tuna.
Identifikasi spesies berdasarkan analisis BLAST menunjukkan bahwa tuna
segar (Ts1) baik menggunakan primer cyt b dan COI teridentifikasi sebagai tuna
mata besar (Thunnus obesus) dengan tingkat homologi sebesar 99%, namun
secara morfologi teridentifikasi sebagai T. albacares, hal ini disebabkan oleh
ukuran yang masih kecil, yaitu panjang cagak (fork length) antara Ts1 dan Ts2
kurang dari 40 cm, sehingga sering terjadi kesalahan identifikasi. Semua olahan
tuna baik menggunakan gen cyt b maupun COI teridentifikasi sebagai
T. albacares dengan homologi berkisar 98-100%, kecuali untuk tuna steak (St5)
teridentifikasi sebagai T. obesus dengan homologi 99%. Konstruksi pohon
filogenetik dengan primer cyt b menunjukkan bahwa sampel tuna segar utuh (Ts2,
Ts3, dan Ts5), dan olahan tuna membentuk clade dengan T. albacares, sedangkan
tuna segar utuh (Ts1) dan tuna steak (St5) membentuk clade dengan T. obesus,
kecuali ikan tuna segar utuh (Ts4) yang membentuk kelompok sendiri. Konstruksi
pohon filogenetik dengan primer COI menunjukkan bahwa sampel tuna segar
utuh (Ts2, Ts3, Ts4, dan Ts5), serta olahan tuna membentuk clade dengan
T. albacares, sedangkan tuna segar utuh (Ts1) dan tuna steak (St5) membentuk
clade dengan T. obesus, hasil tersebut memperlihatkan bahwa hasil analisis
BLAST sesuai dengan karakteristik cabang yang dibentuk oleh pohon filogenetik
Kata kunci: COI, cyt b, desain primer, DNA barcoding, pohon filogenetik tuna.
SUMMARY
NURING WULANSARI. Authentication on Tuna Fish (Thunnus sp.) and Its
Processed Product‟s through Molecular DNA Barcoding Technique. Supervised
by NURJANAH and MALA NURILMALA.
Mislabeling of fishery products has been reported many times in several
countries, but yet in Indonesia. Fishery product investigation or authentication is
needed for ensuring consumer trust on labelling accuracy. DNA barcoding is a
short DNA sequence from a standard part of the genome that is used to identify
species. This study aimed to identify tuna fish and its processed product‟s
authenticity through molecular DNA barcoding technique using mitochondrial
DNA cyt b and COI (cytochrome c oxidase subunit I) that can be used to prevent
mislabeling and economic fraud.
Research methods consisted of morphological identification, tuna‟s
proportion measurement from fresh whole, proximate composition measurement,
identification based on protein, and identification based on DNA. Samples were
consisted of 5 fresh whole tuna fish and 22 processed tuna samples such as steak,
sushi, meatballs, shredded tuna, and canned tuna.
Morphological identification showed that all five fresh whole tuna samples
were identified as yellowfin tuna (Thunnus albacares). Yield composition of the
red meat of tuna fish was 15.88% and the white meat was 32.90%, while yield
composition of viscera, head, bone, and skin were 8.19%; 22.87%; 16.03%; and
4.14%, respectively. Protein composition of fresh whole tuna was 25.57%,
22.37% for tuna steak, and 14.91% for canned tuna in oil. Protein-based
identification indicates that the protein pattern profile of fresh whole tuna and tuna
steak‟s protein appeared thicker and clearer. Although the protein pattern of tuna
sushi was not thick, its protein pattern was similar to fresh whole tuna and tuna
steak. The protein patterns of processed tuna such as meatballs, shredded tuna,
and canned tuna were appear although a little.
Primer design result with cyt b gene generated nucleotide base sequence
for foward as 5‟GGAATAGGGAGAAGTAGAGGACG3‟ and reverse as
5‟CTYCTATCCGCAGTCCCATATGTYGG3‟ with amplicon length 620 bp,
while COI gene generated 5‟GTGCATGAGCTGGAATAGTTG3‟ and
5‟CAGGGTCGAAGAAGGTTG3‟ for each foward and reverse nucleotide base
sequence with amplicon length 583 bp.
DNA isolation was measured based on DNA concentration and purity. In
this case, DNA concentration ranged between 2 ng/µL–444 ng/µL, except for
canned tuna product (Ka1, Ka2 and Ka4), tuna balls (BoTu), and tourch tuna sushi
(SuTm) with low DNA concentration. DNA purity ranged between 0.77–3.72.
Electrophoregram results for PCR sample with cyt b and COI primers showed that
all fresh whole tuna sample, tuna steak, tuna sushi, tuna meatballs, shredded tuna,
dan canned tuna were successfully amplified in the range between 500 bp–750 bp.
It was consistent with the DNA target of 620 bp for cyt b and 583 bp for COI,
except for canned tuna (Ka3) sample that was not amplified which marked with
unseen target band, presumably due to canned tuna (Ka3) sample did not contain
real tuna fish.
Species identification based on BLAST analysis indicates that fresh whole
tuna (Ts1) both using cyt b and COI primers were identified as bigeye tuna
(T. obesus) with homology levels of 99%, but they were morphologically
identified as T. albacares. This was because of the small size of tuna which fork
length between Ts1 and Ts2 was less than 40 cm, therefore misidentification
could be frequently occured. All processed tuna products, either using cyt b gene
or COI gene were identified as T. albacares with homological range between
98-100%, except for tuna steak (St5) that was identified as T. obesus with 99%
homological rate. Phylogenetic tree construction with cyt b primer showed that
fresh whole tuna (Ts2, Ts3, and Ts5) samples, as well as processed tuna formed
a clade with T. albacares, while fresh whole tuna (Ts1) and tuna steak (St5)
formed a clade with T. obesus, except for Ts4 fresh whole tuna that formed its
own category. Phylogenetic tree construction with primary COI showed that fresh
whole tuna (Ts2, Ts3, Ts4, and Ts5) samples, as well as processed tuna formed a
clade with T. albacares, while fresh whole tuna (Ts1) and tuna steak (St5) formed
a clade with T. obesus. These results show that BLAST analysis was compatible
with branch characteristics formed by phylogenetic tree.
Keywords: COI, cyt b, DNA barcoding, phylogenetic tree tuna, primer design.
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
PENELUSURAN KEASLIAN IKAN TUNA (Thunnus sp.)
DAN PRODUK OLAHANNYA MELALUI TEKNIK
MOLEKULER DNA BARCODING
NURING WULANSARI
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Teknologi Hasil Perairan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Tati Nurhayati, SPi, MSi
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan
karuniaNya, sehingga penyusunan tesis ini dapat terselesaikan. Judul tesis ini
adalah “Penelusuran Keaslian Ikan Tuna (Thunnus sp.) dan Produk Olahannya
melalui Teknik Molekuler DNA Barcoding”. Penelitian ini didanai Ditjen
Pendidikan Tinggi melalui penelitian Hibah Kompetensi tahun 2015 atas nama
Dr Mala Nurilmala, SPi, MSi dengan judul “Identifikasi Hasil Perikanan melalui
Teknik Molekuler DNA (DNA Barcoding) dalam Rangka Mencegah Pemalsuan
dan Meningkatkan Keamanan Pangan”
Penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Prof Dr Ir Nurjanah, MS dan Dr Mala Nurilmala, SPi, MSi selaku dosen
pembimbing yang telah sabar memberikan bimbingan, masukan, dukungan
dan semangat kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini.
2. Dr Tati Nurhayati, SPi, MSi selaku dosen penguji luar komisi yang telah
memberikan, masukan, dan arahan sehingga penulis mampu menyelesaikan
tesis ini.
3. Dr Asadatun Abdullah, SPi, MSM, MSi selaku perwakilan tim gugus kendali
mutu atas saran serta masukannya kepada penulis.
4. Prof Dr Ir Joko Santoso, MSi selaku Ketua Departemen Teknologi Hasil
Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
5. Dr Ir Wini Trilaksani, MSc selaku Ketua Program Studi Teknologi Hasil
Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
6. Suami (Dhafing Agung Nugroho, S.Pi), anak-anak tercinta (Kayana Indira
Nareswari dan Naya Rania Paramesti) serta kedua orang tua (H. Djumono
dan Hj. Sri Sugiyanti) atas doa dan dukungan baik materil maupun spiritual
kepada penulis.
7. Teman-teman satu tim penelitian molekuler (Nur Fajrin Nisa, Deden Maulid
Yusman, Yustin Widyastuti, Lita Ayu, Hilda Lulu) serta Paqih atas bantuan
yang tulus.
8. Teman-teman Pascasarjana THP 2013 atas dukungan, semangat dan doa yang
diberikan kepada penulis.
9. Badan Pengembangan Sumberdaya Manusia Kelautan dan Perikanan KKP
yang telah membiayai penelitian ini melalui beasiswa Tugas Belajar Tahun
2013.
10. Semua pihak yang telah membantu penyelesaian tesis ini.
Penulis menyadari bahwa masih terdapat kekurangan dalam penyusunan
tesis ini, oleh karena itu jika terdapat kesalahan penulis memohon maaf yang
sebesar-besarnya. Penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang
membangun sehingga bermanfaat untuk penyelesaian tesis ini. Semoga tesis ini
bermanfaat.
Bogor, Mei 2016
Nuring Wulansari
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
xii
DAFTAR GAMBAR
xii
DAFTAR LAMPIRAN
xii
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
1
1
3
3
3
2 METODE
Waktu dan Tempat
Bahan
Alat
Prosedur Penelitian
Koleksi Sampel
Identifikasi Morfologi
Pengukuran Proporsi Tuna Segar Utuh
Analisis Proksimat
Analisis Kadar Air
Analisis Kadar Abu
Analisis Protein
Analisis Lemak
Analisis Karbohidrat (by difference)
Identifikasi Berbasis Protein (Profil Protein)
Identifikasi Berbasis DNA
Desain Primer cyt b dan COI
Isolasi DNA
Pengukuran Konsentrasi dan Kemurnian DNA
Amplifikasi DNA
Elektroforesis
Sekuensing
Analisis Bioinformatika
Pohon Filogenetik
4
4
4
4
4
6
6
7
7
7
7
8
8
9
9
9
9
10
10
11
11
12
12
12
3 HASIL DAN PEMBAHASAN
Panjang, Berat dan Ciri Fisik Ikan Tuna Segar Utuh
Proporsi Tuna Segar Utuh
Komposisi Kimia Tuna Segar, Tuna Steak dan Tuna Kaleng
Profil Protein (SDS-PAGE)
Desain Primer cyt b dan COI
13
13
13
14
15
16
Hasil Isolasi, Pengukuran Konsentrasi dan Kemurnian DNA
Hasil Amplifikasi DNA dan Elektroforesis Hasil PCR
Hasil Analisis Bioinformatika
Pohon Filogenetik
17
19
22
23
4 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
26
26
26
DAFTAR PUSTAKA
27
LAMPIRAN
31
RIWAYAT HIDUP
36
DAFTAR TABEL
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Koleksi sampel tuna segar utuh dan olahan tuna
Tahapan PCR amplifikasi
Proporsi ikan tuna (%)
Pengukuran proksimat ikan tuna dan olahan tuna
Hasil oligoevaluator desain primer ikan tuna
Konsentrasi dan kemurnian DNA
Kasus mislabeling ikan tuna menggunakan gen target COI
Identifikasi spesies dengan analisis BLAST
6
11
14
15
17
18
22
22
DAFTAR GAMBAR
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Diagram alir penelitian
Skema morfometrik ikan tuna segar utuh
Ikan tuna segar utuh
Pola protein tuna segar utuh dan olahan tuna
Elektroforegram hasil PCR ikan tuna dan olahan tuna dengan primer
cyt b untuk tuna segar utuh (a); tuna steak (b); sushi tuna (c); bakso
tuna (d); abon tuna (e); dan tuna kaleng (f)
Elektroforegram hasil PCR ikan tuna dan olahan tuna dengan primer
COI untuk tuna segar utuh (a); tuna steak (b); sushi tuna (c); bakso tuna
(d); abon tuna (e); dan tuna kaleng (f)
Pohon filogenetik tuna segar utuh dan olahan tuna dengan primer cyt b
Pohon filogenetik tuna segar utuh dan olahan tuna dengan primer COI
5
7
13
16
20
21
24
25
DAFTAR LAMPIRAN
1.
2.
3.
4.
Bahan yang digunakan
Alat yang digunakan
Koleksi sampel
Keterangan marker pada SDS-PAGE
32
32
34
35
1
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tuna termasuk dalam famili scombridae dan diklasifikasikan dalam 14
genus antara lain Acanthocybium, Allothunnus, Auxis, Cybiosarda, Euthynnus,
Gasterochisma, Grammatorcynus, Gymnosarda, Katsuwonus, Rastrelliger, Sarda,
Scomber, Scomberomorus, dan Thunnus (www.fishbase.org). Tuna dari genus
Thunnus yang merupakan komoditas utama antara lain tuna albakora
(T. alalunga), tuna mata besar/bigeye tuna (T. obesus), tuna sirip kuning/yellowfin
tuna (T. albacares), tuna sirip biru Atlantik/Atlantic bluefin tuna (T. thynnus),
tuna sirip biru Pasifik/Pacific bluefin tuna (T. orientalis), dan tuna sirip biru
selatan/Southern bluefin tuna (T. maccoyii) (Majkowski 2007).
Di Indonesia tuna/tongkol/cakalang (TTC) merupakan komoditi perikanan
terbesar kedua setelah udang. Data statistik KKP (2014) menunjukkan bahwa
volume ekspor untuk TTC tahun 2009 sebesar 150.989 ton, tahun 2010 sebesar
122.450, tahun 2011-2013 masing-masing 141.747 ton, 201.159 ton dan
209.072 ton, sedangkan data volume ekspor hingga bulan september 2014 sebesar
155.130 ton. Kenaikan rata-rata volume ekspor TTC antara tahun 2009 sampai
2013 sebesar 13,67%, sedangkan tahun 2013 mengalami kenaikan rata-rata
sebesar 3,9% dibandingkan dengan tahun 2012. Permintaan yang tinggi akan ikan
tuna dan semakin terbatasnya stok ikan tuna terutama tuna sirip biru memberikan
peluang untuk terjadinya pemalsuan.
Beberapa penelitian mengenai ikan tuna Indonesia antara lain perubahan
komposisi nutrisi ikan cakalang akibat proses pemasakan (Nurjanah et al. 2015),
autentikasi ikan dan produk olahan tuna dari Indonesia menggunakan DNA
barcoding dan DNA nukleus (Abdullah dan Rehbein 2014) dan penilaian kualitas
daging ikan tuna Thunnus albacares komersial berdasarkan kandungan mioglobin
(Nurilmala et al. 2013).
Kasus mislabeling atau ketidaksesuaian dengan label, substitusi spesies
dengan spesies yang lebih murah telah banyak dilaporkan beberapa negara. Di
Brazil dilaporkan bahwa 24% dari sampel yang diperoleh merupakan mislabeling,
yaitu spesies dengan harga tinggi (flounder fish, pink cusk-eel dan cod) disubtitusi
dengan spesies yang bernilai rendah (Basa dan Alaska pollock)
(Carvalho et al. 2015). Substitusi juga ditemukan di Mesir, yaitu ikan berlabel
Lates niloticus (nile perch) dan Pangasius bacourti (basa fish) disubstitusi dengan
ikan impor dari Vietnam Pangasianodon hypothalamus (Galal-Khallaf et al.
2014), sedangkan di Iran sebanyak tiga sampel diberi label Narrow-bared Spanish
mackarel (Scomberomorus commerson), namun berdasarkan referensi BOLD
(Barcorde of Life Data) Systems teridentifikasi 99,6% sebagai S. niphonius
(Changizi et al. 2013). Di Philipina pemalsuan juga terjadi pada tawilis dan
bluefin tuna fillet serta kesalahan informasi pada label untuk gindara steak
(Maralit et al. 2013). Di Washington-USA dilaporkan bahwa dari 99 sampel ikan
salmon, sebanyak 11 sampel (11%) ikan salmon Atlantik dijual dengan label
salmon Pasific (Cline 2012). Di Indonesia penelitian terkait mislabeling
diantaranya olahan kerupuk berlabel „kerupuk tenggiri‟, namun menggunakan
2
primer cyt b dengan gen target 380 bp, olahan kerupuk tenggiri teridentifikasi
tidak mengandung ikan tenggiri (Maulid dan Nurilmala 2015)
Penipuan konsumen dengan mislabeling tidak hanya berdampak pada
pengelolaan sumberdaya kelautan yang berkelanjutan (Jacquet dan Pauly 2007),
namun juga berdampak pada keamanan pangan dan berpotensi menimbulkan
masalah kesehatan (Burger et al. 2004). Identifikasi dari 68 sampel tuna sushi di
31 restauran di New York, Denver dan Colardo menunjukkan bahwa 9 restauran
di antaranya menjual sushi tuna sebagai “white tuna” atau albacore tuna
(T. alalunga) namun teridentifikasi sebagai escolar (Lepidocybium flavorunneum),
spesies tersebut di Jepang dan Italia telah dilarang dijual karena dapat
menimbulkan masalah kesehatan (diare) (Lowenstein et al. 2009)
Pemberlakuan ASEAN Free Trade Area (AFTA) atau dikenal dengan
Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) akan meningkatkan persaingan perdagangan
antar negara ASEAN, tarif bea masuk produk perikanan diturunkan 0 sampai 5%,
hal ini tidak hanya akan membawa peluang dan pemanfaatan namun juga
permasalahan, hambatan dan tantangan bagi Indonesia di sektor kelautan dan
perikanan. Peningkatan kualitas dan mutu perikanan salah satunya keaslian akan
produk perikanan dapat meningkatan daya saing Indonesia menghadapi MEA.
Autentikasi diperlukan untuk meyakinkan konsumen tentang keakuratan
pelabelan serta menjaga kualitas dan keamanan pangan (Klossa-Kilia et al. 2002).
Autentikasi dilakukan karena banyaknya spesies hasil perairan yang dapat
digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan produk perikanan (Martinez
et al. 2005).
Metode berbasis protein yang digunakan untuk identifikasi spesies antara
lain Sodium Dedocyl Sulfate Polyacrylamide Gel Electrophoresis (SDS-PAGE),
urea Isoelectric Focusing (IEF) (Moretti et al. 2003) dan menggunakan metode
Enzyme-Linked Immunosorbent Assay (ELISA) (Asensio et al. 2003).
Penggunaan metode berbasis DNA memiliki beberapa kelebihan
dibanding dengan protein diantaranya DNA bersifat termostabil, DNA dapat
digunakan untuk produk yang telah mengalami pengolahan, DNA terdapat di
sebagian besar sel, DNA berpotensi memberikan informasi lebih dibanding
protein karena degenerasi dari kode genetik dan adanya daerah non coding
(Lockley dan Bradsley 2000).
DNA barcoding merupakan urutan pendek DNA dari wilayah standar
pada genom yang digunakan untuk identifikasi spesies. Teknik DNA barcoding
merupakan teknik yang banyak dikembangkan, karena relatif mudah dilakukan
apabila dibandingkan dengan teknik lainnya (Wong dan Hanner 2008). DNA
barcoding telah berhasil digunakan untuk mengidentifikasi kelompok tertentu dari
jenis ikan seperti ikan tuna (Terol et al. 2002), flatfish (Espineira et al. 2008),
anchovy (Jerome et al. 2008) dan sharks (Barbuto et al. 2010).
Penelitian ini menggunakan gen cytochrome c oksidase subunit I (COI)
dan cytochrome b (cyt b) dari DNA mitokondria sebagai gen target. DNA
barcoding menggunakan COI telah banyak digunakan untuk identifikasi spesies
(Bucklin et al. 2011). Kelebihan gen COI di antaranya (1) memiliki sifat
conserved (tidak mempunyai perbedaan yang signifikan) di antara metazoa
lainnya, sehingga dapat digunakan secara universal di dalam kelompok tersebut,
(2) mempunyai sinyal filogenetik yang berguna pada tingkatan takson yang luas,
3
karena laju evolusi pada COI lebih tinggi dibandingkan rRNA dan disebabkan
oleh tingginya laju substitusi pada posisi ketiga di kodon (Bucklin et al. 2011).
Menurut Tobe et al. (2011) gen cyt b menunjukkan variasi yang besar
pada sekuen yang pendek, variasi interspesies cyt b lebih besar dibandingkan COI
namun variasi intraspesiesnya sama dengan COI. Randi (1996) menyatakan
bahwa adanya variasi urutan pada gen cyt b, sehingga sering digunakan sebagai
pembanding analisis filogenetik untuk tingkat spesies, genus atau famili yang
sama.
Teknik molekuler DNA barcoding diperlukan untuk mendeteksi adanya
pemalsuan dalam rangka rangka perlindungan terhadap konsumen dan mencegah
economic fraud.
Perumusan Masalah
1.
2.
Mulai diberlakukannya perdagangan bebas di kawasan ASEAN atau
Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) pada awal Januari 2016, seluruh
produk perikanan dapat masuk ke Indonesia, sehingga teknik molekuler dapat
dijadikan metode deteksi terhadap produk perikanan yang akan masuk ke
Indonesia
Metoda yang cepat dan akurat untuk mendeteksi keaslian suatu produk
perikanan diperlukan untuk melindungi konsumen.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi keaslian ikan tuna dan olahannya
melalui teknik molekuler DNA barcoding menggunakan gen DNA mitokondria
cyt b dan COI sehingga dapat digunakan untuk mencegah adanya
pemalsuan/ketidaksesuaian label dan economic fraud.
Manfaat Penelitian
`
Teknik molekuler DNA barcoding dapat digunakan untuk deteksi keaslian
produk perikanan secara cepat dan akurat, sehingga konsumen terlindungi dari
pemalsuan/ketidaksesuaian label dan economic fraud.
4
2 METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2014 sampai Agustus 2015
bertempat di Laboratorium Karakteristik Bahan Baku, Departemen Teknologi
Hasil Perairan, Laboratorium Biodiversitas dan Biosistematika Kelautan,
Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, Laboratorium Terpadu, Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Bahan
Bahan yang digunakan yaitu ikan tuna segar utuh dan olahan tuna (tuna
steak, sushi tuna, bakso tuna, abon tuna, dan tuna kaleng), DNeasy blood and
tissue kit (Qiagen, Venlo, Netherlands), DNeasy mericon food kit (Qiagen, Venlo,
Netherlands), etanol 96%, UltraPureTM 10x TBE buffer (Invitrogen, Massachusetts,
US), kloroform, PCR kit commercial KAPA Taq EXtra HotStart ReadyMix Kit
(Kapabiosystems, Massachusetts, US), primer foward dan reverse, agarose
(Invitrogen, Massachusetts, US), ethidium bromide, dan DNA ladder 1 kb
(Invitrogen, Massachusetts, US).
Alat
Alat yang digunakan antara lain tabung mikro (Qiagen, Venlo,
Netherlands), peqTwist vortex mixer (Peqlab Biotechnologie GmbH, Erlangen,
Jerman), mikro pipet Finnpipette F1 (Thermo Scientific, Vantaa, Finland), pipet
tips (Axygen Scientific, California, USA), sentrifuse PerfectSpin 24 plus (Peqlab
Biotechnologie GmbH, Erlangen, Jerman), mesin PCR Termocycler Biometra T1
(Biometra GmbH, Gottingen, Jerman), elektroforesis horizontal Mupid-Exu
Submarine Electrophoresis System (Advance, Tokyo, Jepang), elektroforesis
vertikal TU100YK (Scie-Plas Ltd, Cambridge, England), timbangan digital Adam
PW254 (Adam Equipment Co, Milton Keynes, United Kingdom), spindown
PerfectSpin mini (Peqlab Biotechnologie GmbH, Erlangen, Jerman), microwave
Panasonic NN-SM320M, freezer, alat sinar Ultraviolet Viewer (UV-1)
(ExtraGene Inc, Taichung City, Taiwan), dan Nanophotometer P360 (Implen
GmbH, Schatzbogen, Germany).
Prosedur Penelitian
Tahapan penelitian ini terdiri atas identifikasi morfologi, pengukuran
proporsi tuna segar utuh, pengukuran komposisi proksimat, identifikasi berbasis
protein dengan SDS-PAGE, dan identifikasi molekuler. Tahapan identifikasi
molekuler yaitu desain primer, isolasi DNA, pengukuran konsentrasi dan
5
kemurnian DNA, amplifikasi DNA, sekuensing, analisis bioinformatika dan
konstruksi pohon filogenetik (Gambar 1).
Sampel
Tuna segar utuh
Morfologi
Collette dan Nauen (1983)
Olahan tuna
Proporsi tuna
segar utuh
Analisis proksimat
(AOAC 2005)
Analisis:
kadar air
kadar abu
kadar protein
Kadar lemak
Karbohidrat (by
difference)
SDS-PAGE
(Laemmli 1970)
Isolasi DNA
(DNeasy® blood and tissue protocol, 2011) dan
(DNeasy mericon food handbook, 2014)
Pengukuran konsentrasi dan kemurnian DNA
(Muladno, 2010)
Desain primer
(Borah, 2011; Sambrook dan Rusell, 2001)
Amplifikasi DNA
(Modifikasi Kappa HotStart Protokol)
Elektroforesis
Sekuensing
(Sanger et al. 1977)
Analisis bioinformatika
MEGA 6 (Tamura et al. 2013)
Pohon filogenetik
Gambar 1 Diagram alir penelitian
Profil protein
6
Koleksi Sampel
Sampel terdiri atas tuna segar utuh sebanyak 5 sampel dan produk olahan
tuna sebanyak 22 sampel (Tabel 1). Olahan tuna terdiri atas steak, sushi, bakso,
abon dan tuna kaleng. Sampel tuna segar utuh diperoleh di Muara Baru,
sedangkan olahan tuna berasal dari beberapa lokasi yaitu Bogor, Bandung,
Makasar, Pacitan, dan Palabuhanratu.
Tuna segar utuh diambil bagian dagingnya kemudian dimasukkan ke
dalam tabung mikro 1,5 mL dan diberi larutan etanol 96% sampai terendam
kemudian disimpan pada suhu chilling. Tuna steak, sushi tuna, bakso tuna dan
abon tuna serta tuna kaleng disimpan dengan suhu -70 °C.
Tabel 1 Koleksi sampel tuna segar utuh dan olahan tuna
No
Kategori
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
Tuna segar utuh
Tuna segar utuh
Tuna segar utuh
Tuna segar utuh
Tuna segar utuh
Tuna steak
Tuna steak
Tuna steak
Tuna steak
Tuna steak
Tuna steak
Sushi tuna
Sushi tuna
Sushi tuna
Sushi tuna
Bakso tuna
Bakso tuna
Bakso tuna
Abon tuna
Abon tuna
Abon tuna
Tuna kaleng
Kode
Sampel
Ts1
Ts2
Ts3
Ts4
Ts5
St1
St2
St3
St4
Blok
St5
SuTn
SuTb
SuTm
OnTu
BaTu
TaTu
BoTu
Ab1
Ab2
Ab3
Ka1
23
24
25
26
Tuna kaleng
Tuna kaleng
Tuna kaleng
Tuna kaleng
Ka2
Ka3
Ka4
Ka5
27
Tuna kaleng
Ka6
Label
Tuna segar utuh
Tuna segar utuh
Tuna segar utuh
Tuna segar utuh
Tuna segar utuh
Tuna fillet T. albacares
Tuna steak
Tuna steak
Tuna steak
Blok tuna super
Tuna steak
Sushi tuna nagiri
Sushi baked tuna
Sushi tourch tuna
Onigiri tuna mayo
Bakso tuna
Tahu bakso tuna
Bola tuna
Abon ikan tuna
Abon ikan tuna segar
Abon tuna pedas
Chunks tuna in spring
water
Tuna in chili sauce
Tuna in oil
Tuna chunks in oil
Tuna dalam saus tomat
pedas
Tuna fried rice
Lokasi
sampling
Mura Baru
Mura Baru
Mura Baru
Mura Baru
Mura Baru
Bogor
Bogor
Bogor
Bogor
Bogor
Bogor
Bogor
Bogor
Bogor
Bandung
Bogor
Bogor
Bogor
Makasar
Palabuhanratu
Bogor
Bogor
20 November 2014
20 November 2014
24 Februari 2015
24 Februari 2015
24 Februari 2015
27 November 2014
07 Februari 2015
05 April 2015
22 April 2015
07 April 2015
19 Agustus 2015
10 Maret 2015
10 Maret 2015
10 Maret 2015
10 Agustus 2015
16 April 2015
16-April 2015
17 Agustus 2015
29 April 2015
01 Mei 2015
20 Agustus 2015
27 November 2014
Bogor
Bogor
Bogor
Bogor
10 Maret 2015
08 April 2015
19 Agustus 2015
19 Agustus 2015
Bogor
19 Agustus 2015
Tanggal Sampling
Identifikasi Morfologi (Collete dan Nauen 1983)
Morfometrik merupakan ciri yang berkaitan dengan bagian dan ukuran
tubuh ikan misalnya panjang total dan panjang baku. Ukuran ini merupakan salah
satu hal yang dapat digunakan sebagai taksonomik saat mengidentifikasi ikan.
7
D
P
C
A
PB
PC
PT
Skema ikan menunjukkan ciri morfometrik: P=Sirip Pectoral; A=Sirip Anal;
C=Sirip Caudal; D=Sirip Dorsal; PB=Panjang Baku; PC=Panjang Cagak;
PT=Panjang Total
Pengukuran Proporsi Tuna Segar Utuh
Gambar 2 Skema morfometrik ikan tuna segar utuh
Proporsi tuna segar merupakan persentase masing-masing bobot bagian
tubuh (daging merah, daging putih, kulit, tulang, dan jeroan) ikan tuna dari bobot
awal. Proporsi dihitung sebagai berikut:
Proporsi (%) =
Bobot bagian tubuh ikan (g)
x 100%
Bobot utuh ikan (g)
Analisis Proksimat (AOAC 2005)
Analisis proksimat dilakukan untuk menentukan komposisi kimia bahan
baku. Analisis proksimat meliputi kadar air, abu, protein, lemak, dan karbohidrat
(by difference).
Analisis Kadar Air
Prinsip analisis kadar air yaitu untuk mengetahui kandungan air yang
terdapat pada suatu bahan. Tahap pertama adalah mengeringkan cawan porselen
dalam oven pada suhu 102-105 °C selama 10-15 jam, kemudian cawan diletakkan
ke dalam desikator (kurang lebih 30 menit) dan dibiarkan sampai dingin lalu
ditimbang. Cawan tersebut ditimbang kembali hingga beratnya konstan, kemudian
cawan dan 5 g sampel yang telah dipotong-potong ditimbang, selanjutnya cawan
dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 102-105 °C selama 3-5 jam. Cawan
dimasukkan ke dalam desikator dan dibiarkan sampai dingin kemudian ditimbang.
Perhitungan kadar air yaitu:
Kadar air (%) =
B-C
x 100%
B-A
Keterangan:
A = Berat cawan kosong (gram)
B = Berat cawan dengan sampel (gram)
C = Berat cawan dengan sampel setelah dikeringkan (gram)
Analisis Kadar Abu
Prinsip penetapan kadar abu yaitu abu dalam bahan pangan ditetapkan
dengan menimbang sisa mineral hasil pembakaran bahan organik pada suhu
8
sekitar 500-600 °C. Cawan proselin dikeringkan dalam oven pada suhu
102-105 °C selama 30 menit. Sebanyak 1-2 g sampel ditimbang dalam cawan
porselin yang telah diketahui beratnya. Contoh dikeringkan dalam oven dan
diarangkan, selanjutnya diabukan dalam tanur pada suhu 600 °C selama 6-8 jam
sampai pengabuan sempurna (abu bewarna putih). Sampel didinginkan dalam
desikator kemudian ditimbang. Kadar abu hitung menggunakan rumus sebagai
berikut:
Kadar abu (%) =
Berat abu
x 100%
Berat contoh
Analisis Protein
Sampel ditimbang sebanyak 0,25 g dimasukkan ke dalam labu kjeldahl
100 mL, kemudian ditambahkan selenium 0,25 g dan 3 mL H2SO4 pekat,
selanjutnya didekstruksi (pemanasan dalam keadaan mendidih) selama 1 jam atau
sampai larutan menjadi jernih. Larutan dibiarkan dingin, kemudian 50 mL
aquades dan 20 mL NaOH 40% ditambahkan lalu didestilasi. Hasil destilasi
ditampung ke dalam labu erlenmeyer yang berisi campuran 10 mL H3BO3 2% dan
2 tetes indikator Brom Cresol Green-Methyl Red, setelah volume hasil tampungan
(destilat) menjadi 10 mL dan berwarna hijau kebiruan maka destilasi dihentikan.
Destilasi dititrasi dengan HCl 0,1 N sampai bewarna merah muda. Perlakuan yang
sama dilakukan juga terhadap blanko. Kadar protein dihitung dengan rumus:
Kadar protein (%) =
(VA - VB) x HCl x 14,007 x 6,25 x 100%
W x 1000
Keterangan:
VA
: mL HCl untuk titrasi sampel
VB
: mL HCl untuk titrasi blanko
N
: normalitas HCl standar yang digunakan
14,007 : berat atom Nitrogen
6,25 : faktor konversi protein untuk ikan
W
: berat sampel dalam gram
Analisis Lemak
Analisis kadar lemak dilakukan dengan metode sokhlet. Labu lemak yang
akan digunakan di oven selama 30 menit pada suhu 100-105 °C, kemudian
didinginkan dalam desikator untuk menghilangkan uap air dan ditimbang (A).
Sampel ditimbang sebanyak 2 g (B) lalu dibungkus dengan kertas saring, ditutup
dengan kapas bebas lemak dan dimasukkan ke dalam alat ekstraksi sokhlet yang
telah dihubungkan dengan labu lemak yang telah di oven dan diketahui bobotnya.
Pelarut heksan atau pelarut lemak lain dituangkan sampai sampel terendam dan
dilakukan refluks atau ektraksi lemak selama 5-6 jam atau sampai palarut lemak
yang turun ke labu lemak berwarna jernih. Pelarut lemak yang telah digunakan,
disuling dan ditampung setelah itu ekstrak lemak yang ada dalam labu lemak
dikeringkan dalam oven bersuhu 100-105 °C selama 1 jam, lalu labu lemak
didinginkan dalam desikator dan ditimbang (C). Tahap pengeringan labu lemak
9
diulangi sampai diperoleh bobot yang konstan. Kadar lemak dihitung dengan
rumus:
Kadar lemak (%) = (C - A) x 100%
B
Keterangan:
A : berat labu kosong (gram)
B : berat sampel (gram)
C : berat labu dan lemak hasil ekstraksi (gram)
Analisis Karbohidrat (by difference)
Kadar karbohidrat dihitung dengan menghitung sisa (by difference) yaitu
dengan rumus sebagai berikut:
Kadar karbohidrat (%) = 100% - (%air + %abu + %protein + %lemak)
Identifikasi Berbasis Protein (Profil Protein)
SDS-PAGE merupakan teknik untuk memisahkan protein berdasarkan
kemampuan untuk bergerak dalam arus listrik. Metode SDS-PAGE pada
penelitian ini menggunakan separating gel 12,5% dan stacking gel 3%. Sampel
diekstrak proteinnya dengan cara 1 g sampel ditambahkan 3 mL buffer fosfat di
homogenisasi kemudian di sentrifugasi dengan kecepatan 5.000 rpm dan suhu
4 °C selama 30 menit kemudian diambil supernatannya. Hasil ekstraksi kemudian
dipanaskan pada suhu 95 °C selama 3 menit.
Sampel dan marker dimasukkan ke dalam sumur gel SDS-PAGE sebanyak
5 µL dengan mikropipet. Chamber elektroforesis dihubungkan dengan arus listrik
pada arus 13 mA dan voltase 150 V selama 3 jam. Running buffer dipisahkan dan
gel diambil dari plate pembentuk gel. Proses staining (pewarnaan) menggunakan
0,125% comassie briliant blue selama 2 jam hingga gel berwarna biru, kemudian
dilanjutkan proses destaning (puncucian) menggunakan 25% methanol dan 10%
asam asetat selama satu malam hingga gel berwarna bening dan pola protein
sudah terlihat.
Identifikasi Berbasis DNA
Desain Primer cyt b dan COI
Primer merupakan oligonukleotida atau nukleotida pendek yang berfungsi
sebagai inisiasi pada proses pemanjangan DNA. Desain primer diperlukan untuk
mendapatkan primer yang spesifik pada proses amplifikasi DNA melalui metode
PCR.
Parameter yang digunakan dalam mendesain primer antara lain jumlah
basa berkisar 18-30 basa (Borah 2011). Suhu melting (Tm) yang optimum
berkisar 50-70 °C dan presentase G atau C berkisar 40-65% (Sambrook dan
Russell 2001).
10
Data sekuen ikan tuna untuk gen cyt b dan COI diambil melalui
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/nucleotide/ situs web National Center for
Biotechnology Information (NCBI), kemudian sekuen disejajarkan (alignment)
untuk mendapatkan daerah lestari (conserve) baik foward dan reverse. Hasil
primer yang telah didesain kemudian di uji melalui situs oligoevaluator
http://www.oligoevaluator.com/OligoCalcServlet#.
Isolasi DNA
Isolasi DNA menggunakan standar protokol DNeasy blood & tissue kit
(Qiagen) untuk tuna segar utuh, sedangkan olahan tuna menggunakan standar
DNeasy mericon food kit (Qiagen).
Tahapan isolasi DNA tuna segar utuh yaitu sampel sebanyak 10-25 mg
ditambahkan 180 μL buffer ATL dan 20 μL proteinase K kemudian di vortex dan
di inkubasi pada suhu 56 °C selama satu jam atau sampai lisis dan di vortex setiap
15 menit. Sebanyak 200 μL buffer AL ditambahkan kemudian disentrifugasi
selama 10 menit pada kecepatan 8.000 rpm (rotation per minute). Sampel yang
telah disentrifugasi diberi 500 μL etanol (96-100%) dan di vortex. Hasil campuran
dipipet ke mini spin coloumn dan ditempatkan ke dalam tabung 2 mL kemudian
disentrifugasi selama 1 menit pada 8.000 rpm dan cairannya dibuang. Spin
coloumn ditempatkan ke dalam tabung 2 mL baru dan ditambahkan 500 μL buffer
AW1, kemudian disentrifugasi selama 1 menit dan dibuang cairannya. Spin
coloumn ditempatkan ke dalam tabung 2 mL baru dan ditambahkan 500 μL buffer
AW2, kemudian disentrifugasi selama 3 menit pada 14.000 rpm dan dibuang
cairannya. Spin coloumn ditempatkan pada tabung 2 mL baru, kemudian DNA di
elusi dengan menambahkan 200 μL buffer AE tepat pada bagian tengah membran
spin coloumn dan diinkubasi pada suhu ruang (15-25 °C) selama 1 menit,
kemudian disentrifugasi selama 1 menit pada 8.000 rpm.
Tahapan isolasi untuk olahan tuna yaitu sebanyak 200 mg olahan tuna
ditambahkan 1 mL food lysis dan 2,5 µL proteinase K, kemudian di inkubasi pada
suhu 60 °C semalaman atau sampai lisis dan disentrifugasi pada kecepatan
2.500 g selama 5 menit. Supernatan diambil sebanyak 700 µL dan ditambahkan
kloroform 500 µL kemudian di vortex dan disentrifugasi pada kecepatan 14.000 g
selama 15 menit, selanjutnya supernatan diambil sebanyak 350 µL dan
ditambahkan 350 µL buffer PB kemudian di vortex dan dipindahkan ke spin
coloumn. Sentrifugasi pada kecepatan 17.900 g selama 1 menit dan cairannya
dibuang, selanjutnya ditambahkan 500 µL buffer AW2. Sentrifugasi pada
kecepatan 17.900 g selama 1 menit dan cairannya dibuang, kemudian pindahkan
ke spin coloumn ke tabung baru dan ditambahkan 150 µL buffer EB, selanjutnya
sentrifugasi pada kecepatan 17.900 g.
Pengukuran Konsentrasi dan Kemurnian DNA
Konsentrasi DNA dianalisis dengan spektrofotometer, didasarkan pada
prinsip iradiasi ultra violet yang diserap oleh nukleotida dan protein dalam
larutan. Penyerapan maksimal oleh DNA dicapai pada panjang gelombang
260 nm, sedangkan penyerapan maksimal oleh protein diperoleh pada panjang
gelombang 280 nm (Muladno 2010). Pengukuran konsentrasi DNA adalah
sebagai berikut:
11
Konsentrasi DNA (µg/mL)
Kemurnian DNA ditentukan dengan cara menghitung rasio antara nilai
OD (optical density) 260 dan 280 pada sampel DNA yang diukur melalui
spektrofotometer. Jika nilai rasio OD260/OD280 berkisar antara 1,8 sampai 2,0
maka DNA dinyatakan murni (Muladno, 2010). Rasio OD260/OD280 kurang dari
1,8 menunjukkan adanya kontaminasi berupa fenol atau protein pada hasil
ekstraksi (Devereux dan Wilkinson 2004), sedangkan jika rasio OD260/OD280
lebih dari 2,0 menjelaskan bahwa DNA terkontaminasi RNA (Khosravinia et al.
2007).
Amplifikasi DNA
Hasil isolasi DNA kemudian diamplifikasi secara in vitro melaui teknik
PCR. Bahan utama pada reaksi ini terdiri atas air, buffer, dNTPs, primer dan
Taq DNA polymerase yang telah disiapkan dalam suatu tabung, kemudian dibuat
menjadi volume yang lebih kecil dalam tabung mikro, lalu ditambahkan DNA
template dan MgCl2 (Basit 2009).
Bahan PCR mix yang digunakan mengikuti protokol KAPA Taq Extra
HotStart ReadyMix yang dimodifikasi terdiri atas ddH2O sebanyak 21,5 μL,
primer foward dan reverse masing-masing 1,25 μL, DNA template sebanyak
1 μL, dan KAPA Taq Extra HotStart ReadyMix PCR Kit sebanyak 25 μL,
sehingga diperoleh bahan PCR mix sebanyak 50 μL dengan 40 siklus. Bahan PCR
mix kemudian dimasukkan ke mesin thermocycler yang telah diatur suhu dan
siklus yang akan digunakan. Tahap PCR amplifikasi DNA mengikuti protokol
KAPA Taq Extra HotStart ReadyMix PCR Kit yang telah dimodifikasi (Tabel 2).
Tabel 2 Tahapan PCR amplifikasi
Tahapan
Pre denaturation
Denaturation
Annealing
Extention
Post extention
Preservation
Keterangan
Persiapan denaturasi, suhu diatur 95 °C selama 3 menit
Pemutusan untaian ganda menjadi untaian tunggal (T = 95 °C
selama 30 detik)
Penempelan primer (Tm - 5 °C) selama 30 detik
Persiapan polimerasi (T = 72 °C selama 1 menit)
Polimerasi (T = 72 °C selama 1 menit), terdapat jutaan salinan
DNA
Penyimpanan (T = 4-10 °C selama 5 menit)
Elektroforesis
Elektroforesis agarose digunakan untuk memastikan adanya DNA setelah
proses isolasi dan untuk mengidentifikasi keberhasilan proses amplifikasi setelah
PCR. Gel agorose 1% dibuat dengan cara mensuspensikan agarose kering 5 g
dalam larutan buffer TBE 1X 50 mL, kemudian dimasukkan ke microvawe
selama 3-5 menit hingga larutan berwarna jernih. Sebanyak 4 µL ethidium
bromide ditambahkan dan dituangkan ke dalam casting tray yang telah diletakkan
comb (sisir) hingga gel mengeras. Gel kemudian direndam dengan larutan buffer
TBE serta dihubungkan dengan elektroda positif dan negatif selama 25 menit.
Untuk memastikan adanya DNA, hasil isolasi sebanyak 3-4 μL dicampur
2-3 μL ioading dye, sedangkan untuk mengetahui keberhasilan amplifikasi,
produk PCR sebanyak 3-4 μL dimasukkan ke dalam sumur. DNA yang dianalisis
12
berjalan melewati pori-pori pada gel dengan adanya arus listrik. DNA akan
bergerak menuju kutub positif dan menjauhi kutub negatif karena adanya arus
listrik, hasil elektroforesis selanjutnya divisualisasikan di bawah gelombang
pendek sinar UV (Basit 2009).
Sekuensing
Produk PCR yang berhasil teramplifikasi disiapkan untuk proses
penentuan urutan nukleotidanya menggunakan DNA sequencer dengan metode
Sanger (Sanger et al. 1977). Penentuan urutan nukleotida dilakukan dengan cara
mengirim produk PCR ke DNA Sequencing Services 1st Base Laboratories Sdn
Bhd, Taman Serdang Perdana, Selangor-Malaysia melalui jasa PT. Genetika
Science.
Analisis Bioinformatika
Data hasil sekuensing diolah menggunakan program MEGA 6 (Molecular
Evolutionary Genetic Analysis) (Tamura et al. 2013). Data tersebut disejajarkan
menggunakan CustalW (1,6) pada program MEGA 6 untuk melihat keragaman
basa nukleotidanya. Urutan basa nukleotida yang diperoleh kemudian dicocokkan
pada data yang tersedia pada GenBank di NCBI menggunakan BLAST
(http://blast.ncbi.nlm.nih.-gov), hasil pencocokan berupa presentase kecocokkan,
semakin tingi nilai presentasenya maka semakin mendekati atau menyamai
spesies.
Pohon Filogenetik
Analisis filogenetik merupakan metode untuk mengetahui kekerabatan dan
jarak genetik suatu spesies. Pembuatan pohon filogenetik menggunakan metode
neighbor joining tree dengan nilai bootstrap 1000. Jarak genetik spesies dihitung
dan dimodelkan menggunakan p-distance model. Data sekuen untuk outgroup
diunduh dari GenBank pada website www.ncbi.com.
13
3 HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengukuran Panjang, Berat dan Ciri Fisik Ikan Tuna Segar Utuh
Pengamatan morfologi 5 ekor sampel tuna segar utuh meliputi pengukuran
panjang total, panjang baku, panjang cagak, pengukuran berat ikan tuna dan ciri
fisik ikan tuna segar utuh.
Menurut Robinson dan Simonds (2006) tuna sirip kuning dan tuna mata
besar diklasifikasikan berdasarkan ukurannya, yaitu panjang 100 cm digolongkan sebagai ukuran
dewasa. Panjang total ikan tuna segar utuh berkisar 34,5-63,8 cm, sehingga tuna
segar utuh pada penelitian ini digolongkan sebagai juvenil atau subdewasa .
Gambar 3 Ikan tuna segar utuh
Panjang baku tuna segar utuh berkisar antara 29 cm sampai 50,5 cm,
panjang cagak berkisar 31,3-53,8 cm, dan panjang total berkisar 34,5-63,8 cm
dengan berat berkisar antara 0,46 kg sampai 2,27 kg. Pengukuran secara
morfologi menurut Collette dan Nauen (1983) bahwa tuna segar utuh 1 (Ts1),
Ts2, Ts3, Ts4, dan Ts5 teridentifikasi sebagai yellowfin tuna (T. albacares)
dengan ciri-ciri sebagian besar spesies dari memiliki sirip kuning cerah, tubuh
ditutupi sisik yang sangat kecil, tidak ada bintik hitam pada tubuh permukaan
(Gambar 3) ventral hati tanpa garis-garis, cuping (lobus) hati bagian kanan lebih
panjang dan tipis dibandingkan dengan bagian tengah dan kiri.
Identifikasi secara morfologi hanya bisa dilakukan untuk ikan utuh,
sedangkan ikan yang karakteristik fisiknya telah hilang (fillet, steak, ikan yang
dikalengkan) identifikasi morfologi akan sulit dilakukan sehingga dilanjutkan
dengan identifikasi berdasarkan protein.
Proporsi Tuna Segar Utuh
Pengukuran proporsi tuna segar utuh dilakukan untuk mengetahui
persentase bagian pada tuna. Perhitungan proporsi ikan tuna diperoleh dengan
membandingkan berat masing-masing bagian tubuh dengan berat ikan tuna utuh.
Proporsi ikan tuna meliputi daging merah, daging putih, jeroan, kulit, kepala, dan
tulang (Tabel 3).
14
Tabel 3 Proporsi ikan tuna (%)
Spesies
Daging
merah
Daging
putih
Jeroan
Kepala
Tuna segar
15,88±1,41 32,90±2,52 8,19±1,10 22,87±3,06
utuh
Euthynnus
12,82
37,18
41,3
affinis1)
Thunnus
46,90±1,60
6,10±1,00 23,90±1,80
alalunga2)
Skipjack
38,5
8,90
25,10
tuna3)
Blue
49,70
10,8
15,20
mackarel3)
1)
Hafiludin (2011); 2) Vlieg dan Murray (1988); 3) Vlieg (1988)
Tulang
Kulit
16,03±4,14
4,14±1,05
5,13
19,00±1,20
4,2±0,6
25,90
1,7
21,00
3,30
Daging merah ikan tuna merupakan lapisan daging yang mempunyai
pigmen kemerahan di bawah kulit tubuh. Komposisi daging merah 15,88%,
daging putih 32,90%, sedangkan rendemen jeroan, kepala, tulang dan kulit
masing-masing berkisar 8,19%; 22,87%; 16,03%; dan 4,14%. Hasil ini tidak jauh
berbeda dengan komposisi rendemen ikan tuna lainnya. Secara umum bagian ikan
yang dapat dimakan berkisar antara 45 sampai 50% (Suzuki 1981). Pemanfaatan
hasil perikanan tidak hanya bagian yang dapat dimakan, namun juga perlu
memanfaatkan bagian lainnya seperti jeroan, kepala, tulang dan kulit, sehingga
tidak ada bagian ikan yang terbuang. Trilaksani et al. (2006) memanfaatkan
limbah tulang ikan tuna (Thunnus sp.), sedangkan Agustin dan Sompie (2015)
memanfaatkan limbah kulit ikan tuna (Thunnus albacares) sebagai sumber
gelatin.
Komposisi Kimia Ikan Tuna Segar Utuh, Tuna Steak dan Tuna Kaleng
Analisis proksimat meliputi pengukuran kadar air, abu, lemak, protein dan
karbohidrat dengan perhitungan by difference. Analisis proksimat pada penelitian
dilakukan sebagai dugaan awal adanya kandungan protein pada olahan tuna serta
untuk mengetahui komposisi kimia yang terkandung pada tuna segar utuh dan
olahan tuna. Pengukuran proksimat diwakili oleh tuna segar utuh, tuna steak dan
tuna kaleng (Tabel 4).
Komposisi protein tuna segar utuh (Thunnus albacares) 25,57%, tuna
steak 22,37% dan tuna kaleng in oil 14,91%. Komposisi protein ini tidak jauh
berbeda dengan ikan tuna lainnya yaitu 24,00% untuk T. alalunga, 23,52% untuk
T. albacares dan 23,72% untuk T. obesus, juga untuk famili scombridae lainnya
(Euthynnus affinis, Auxis rocei, Auxis thazard, dan Katsuwonus pelamis)
komposisi protein berkisar 20-25%.
Komposisi lemak tuna segar utuh, tuna steak dan tuna kaleng dalam
minyak masing-masing 0,45%; 0,51% dan 14,24%. Kadar lemak yang tinggi pada
tuna kaleng dalam minyak disebabkan adanya bahan tambahan berupa minyak,
kadar lemak akan meningkat karena adanya penyerapan minyak selama
penyimpanan.
Menurut Karunarathna dan Attygalle (2010) tidak terdapat perbedaaan
yang signifikan antara kandungan protein dalam daging merah (20-25%), dan
15
daging putih (20-23%), sedangkan komposisi lemak lebih banyak ditemukan pada
daging merah (0,98-1,26%) dibandingkan pada daging putih (0,60-0,88%).
Menurut Sanchez-Zapata et al. (2011) daging merah terletak dibawah kulit dan
pada ikan tuna daging merah juga terletak dekat tulang punggung. Ikan berlemak
mengandung proporsi daging merah lebih tinggi hingga mencapai 48%
(Sanchez-Zapata dan Perez Alvarez 2007), hal ini dikarenakan ikan berlemak
merupakan spesies migrasi, sehingga membutuhkan lemak, glikogen dan
mioglobin untuk melakukan perjalanan panjang (Sanchez-Zapata et al. 2011).
Tabel 4 Pengukuran proksimat ikan tuna dan olahan tuna
Sampel
Tuna segar utuh
(Thunnus albacares)
Tuna steak
Tuna kaleng in oil
Albacore tuna 1)
(Thunnus alalunga)
Yellowfin tuna2)
(Thunnus albacares)
Bigeye tuna2)
(Thunnus obesus)
Skipjack3)
Katsuwonus pelamis 4)
- Daging merah
- Daging putih
Thunnus albacares 4)
- Daging merah
- Daging putih
Bullet tuna4)
(Auxis rochei)
- Daging merah
- Daging putih
Frigate tuna4)
(Auxis thazard)
- Daging merah
- Daging putih
Euthynnus affinis4)
- Daging merah
- Daging putih
1
)
Vlieg dan Murray (1988);
(2010)
Komposisi (%)
Lemak
Protein
0,45±0,20
25,57±1,49
Air
71,38±1,03
Abu
1,88±0,04
74,16±0,01
68,58±2,21
64,30±1,70
1,61±0,06
1,40±0,10
3,10±0,30
0,51±0,26
14,24±1,40
8,60±2,40
22,37±1,02
14,91±0,82
24,00±0,80
1,36±1,09
0,87±0,09
-
73,57±0,55
1,54±0,06
1,93±0,13
23,52±0,61
-
72,89±0,63
1,77±0,13
2,06±0,57
23,72±0,16
71,76±0,42
1,49±0,14
0,60±0,00
25,29±0,00
0,87±0,28
71,60±1,05
72,05±1,20
1,09±0,22
1,02±0,10
0,98±0,23
0,77±0,23
24,53±0,24
23,79±0,38
-
70,83±0,70
72,44±1,41
0,92±0,21
1,12±0,15
1,01±0,23
0,88±0,25
20,22±0,19
21,42±0,25
-
70,68±1,15
71,06±1,03
1,19±0,17
0,71±0,40
0,99±0,23
0,68±0,54
21,95±0,31
23,37±0,41
-
71,39±1,45
73,00±1,14
0,73±0,12
0,79±0,35
1,08±0,77
0,75±0,12
25,35±0,21
23,92±0,43
-
72,77±1,45
73,41±1,42
0,90±0,36
1,03±0,04
1,26±0,43
0,60±0,14
21,42±0,40
20,70±0,39
-
2)
Peng et al. (2013);
3)
Nurjanah et al. (2015);
4)
Karbohidrat
0,73±0,23
Karunarathna dan Attygalle
Profil Protein (SDS-PAGE)
Pola protein yang terbentuk pada sampel tuna segar utuh, tuna steak, sushi,
bakso, abon dan tuna kaleng dapat dilihat pada Gambar 4. Pola protein pada tuna
segar utuh dan tuna steak terlihat lebih tebal dan jelas, sedangkan sushi walaupun
tidak tebal pola proteinnya sama dengan tuna