Keragaan Rotan di Areal Konservasi Ex-Situ Hutan Pendidikan Gunung Walat Sukabumi, Jawa Barat

KERAGAAN ROTAN DI AREAL KONSERVASI EX-SITU
HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT
SUKABUMI, JAWA BARAT

NURHAMIDAH

DEPARTEMEN SILVIKULTUR
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Keragaan Rotan di
Areal Konservasi Ex-Situ Hutan Pendidikan Gunung Walat Sukabumi, Jawa
Barat adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Januari 2014
Nurhamidah
NIM E44090031

*Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak
luar IPB harus didasarkan pada kerja sama yang terkait.

ABSTRAK
NURHAMIDAH. Keragaan Rotan di Areal Konservasi Ex-Situ Hutan Pendidikan
Gunung Walat Sukabumi, Jawa Barat. Dibimbing oleh ISKANDAR Z.
SIREGAR.
Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW) membangun tegakan konservasi
ex-situ pada tahun 2005 namun pertumbuhannya belum pernah dievaluasi. Tujuan
penelitian ini adalah i) untuk mengkaji ulang jenis rotan yang ditanam dan ii)
menguraikan keragaan rotan di HPGW terkait pertumbuhan dan asosiasi rotan
dengan pohon naungannya serta faktor lingkungan (cahaya dan hama). Keragaan
rotan dikaji melalui komposisi dan struktur tegakan, sebaran diameter dan
panjang, estimasi biomassa dan pengaruh faktor lingkungan (cahaya dan hama).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa i) terdapat tiga jenis rotan yang ditanam
yaitu Calamus manan (rotan manau), Daemonorops melanochaetes (rotan seel)
dan Daemonorops rubra (rotan pelah). ii) Komposisi tegakan dalam plot
didominasi oleh naungan (damar, puspa). Selain itu, stratifikasi rotan berada di
bawah naungan yaitu pada strata C (4–20 m) dan strata D (1–4 m). Diameter dan
panjang menyebar normal pada rotan manau dan rotan seel. Rotan pelah memiliki
estimasi biomassa tertinggi yaitu 26.6 ton/ha. Cahaya hanya berpengaruh nyata
terhadap diameter rotan pelah, sedangkan tingkat serangan hama tidak memiliki
pengaruh nyata terhadap variabel pertumbuhan rotan.
Kata kunci: keragaan, konservasi ex-situ, rotan

ABSTRACT
NURHAMIDAH. Rattan Growth Performance at Ex-Situ Conservation Stands in
Gunung Walat University Forest, Sukabumi, West Java. Supervised by
ISKANDAR Z. SIREGAR.
Ex-situ conservation stands has been established in Gunung Walat
University Forest (GWUF) since 2005. However, the performance of rattan has
never been evaluated. The objectives of the research were i) to review the correct
species name of rattan and ii) to assess the growth variation of rattan with respect
to shade trees, environmental factors (light and pest). The growth performance

was observed through assessment of species composition and structure of the
stand including distribution of diameter and length, biomass estimation and
environmental effects (light and pest). The results showed that i) there were 3
(three) rattan species planted in the ex-situ conservation stand, namely Calamus
manan, Daemonorops melanochaetes and Daemonorops rubra, ii) The
composition and structure of the stands were still dominated by the shade trees.
Rattan was found predominantly at strata C (4–20 m) and strata D (1–4 m). The
normal distribution was observed only on diameter and length of C.manan and
D.melanochaetes, respectively. The highest biomass was observed in D. rubra
that was estimated as much as 26.6 tons/ha. The light had significant effect on
D.rubra diameter only. On the other hand, pest had no significant effect on rattan
growth variables.
Keywords: ex-situ conservation, growth performance, rattan

KERAGAAN ROTAN DI AREAL KONSERVASI EX-SITU
HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT
SUKABUMI, JAWA BARAT

NURHAMIDAH


Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Silvikultur

DEPARTEMEN SILVIKULTUR
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi : Keragaan Rotan di Areal Konservasi Ex-Situ Hutan Pendidikan
Gunung Walat Sukabumi, Jawa Barat
Nama
: Nurhamidah
NIM
: E44090031

Disetujui oleh


Prof Dr Ir Iskandar Z Siregar, MForSc
Pembimbing

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Nurheni Wijayanto, MS
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

Judul Skripsi: Keragaan Rotan di Areal Konservasi Ex-Situ Hutan Pendidikan
Gunung Walat Sukabumi, Jawa Barat
: Nurharnidah
Nama
: E44090031
NIM

Disetujui oleh


Prof Dr Ir Iskandar Z Siregar, MForSc
Pembimbing

anto MS
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

'l8 DEC 2013

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juni 2013 ini ialah
keragaan rotan, dengan judul: Keragaan Rotan di Areal Konservasi Ex-Situ Hutan
Pendidikan Gunung Walat Sukabumi, Jawa Barat.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof Dr Ir Iskandar Z Siregar,
MForSc selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan arahan,
bimbingan, motivasi, solusi, dan seluruh bantuannya dalam penyelesaian skripsi,
serta Bapak Dr Ir Prijanto Pamoengkas, MScFTrop yang telah memberikan saran

dalam penulisan skripsi. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada
pihak Hutan Pendidikan Gunung Walat, Ibu Dra Titi Kalimah, MSi dari Pusat
Penelitian dan Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam serta Bapak Degi
Harja Asmara dari International Centre for Research Agroforestry (ICRAF) yang
telah membantu dan memfasilitasi terlaksananya kegiatan penelitian ini. Bapak,
ibu, kakak, dan keluarga tercinta yang selalu memberikan do’a dan dukungan
secara moral dan spiritual dalam penyusunan skripsi. Teman satu angkatan di
Silvikultur 46, teman-teman Kost Wisma Fio, teman-teman satu bimbingan, serta
sahabat penulis Yuka, Abieta, Chaca, Deasy, Sindi, Tintin, Vera, Gayuh, Nurani,
Kholid atas bantuan, semangat, dan keceriaan yang diberikan dalam penyusunan
skripsi. Semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan penulisan
skripsi ini yang tidak bisa disebutkan satu per satu.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Januari 2014
Nurhamidah

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL


x

DAFTAR GAMBAR

x

DAFTAR LAMPIRAN

x

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Perumusan Masalah


1

Tujuan Penelitian

1

Manfaat Penelitian

2

Ruang Lingkup Penelitian

2

METODE PENELITIAN

2

Waktu dan Tempat Penelitian


2

Bahan dan Alat

2

Tahapan Penelitian

3

Pengumpulan Data

4

Prosedur Analisis Data

5

HASIL DAN PEMBAHASAN


6

Kondisi Umum Lokasi Penelitian

6

Identifikasi Jenis Rotan

7

Keragaan Rotan

9

SIMPULAN DAN SARAN

17

Simpulan

17

Saran

18

DAFTAR PUSTAKA

18

LAMPIRAN

20

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9

Skoring serangan hama daun pada bibit tanaman Acacia crassicarpa
Pengumpulan data primer dan identifikasi jenis
Analisis kuantitatif vegetasi
Deskripsi statistik sebaran diameter, panjang dan biomassa rotan
Estimasi biomassa rotan menurut jenis (ton/ha)
Korelasi antar variabel pertumbuhan rotan
Korelasi cahaya
Korelasi serangan hama
Hasil analisis sifat tanah

4
5
9
11
13
13
14
16
17

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11

Diagram alir penelitian
Tanaman dan voucher C. manan
Tanaman dan voucher D. melanochaetes
Tanaman dan voucher D. rubra
Profil diagram plot pengamatan 1, 2 dan 3
Sebaran diameter dan panjang rotan
Model regresi diameter dan panjang rotan
Model regresi cahaya dan diameter rotan
Model regresi cahaya dan panjang rotan
Model regresi cahaya dan biomassa rotan
Kategori dan jumlah individu yang terserang hama

3
7
8
8
10
12
14
14
15
15
16

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4

Peta lokasi penelitian
Hasil identifikasi jenis rotan
Rekapitulasi analisis kuantitatif vegetasi
Daun rotan yang terserang ulat dan kutu

20
21
22
22

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Rotan merupakan hasil hutan bukan kayu (HHBK) yang mempunyai nilai
ekonomis dan manfaat ekologi yang cukup signifikan. Rotan termasuk tumbuhan
pemanjat yang memerlukan naungan untuk proses pertumbuhannya. Rotan
termasuk ke dalam 13 suku anggota Arecaceae, anak suku Calamoideae (Tellu
2004). Di Indonesia terdapat 8 marga rotan yang terdiri atas kurang lebih 312
jenis (Jasni et al. 2012), sementara itu pemanfaatan rotan selama ini masih
terbatas pada jenis-jenis tertentu seperti jenis Calamus dan Daemonorops.
Pemanfaatan rotan yang terjadi sejauh ini mengarah pada eksploitasi
berlebih sehingga upaya untuk melestarikan rotan dianggap penting. Upaya ini di
antaranya dapat dilakukan melalui konservasi in-situ/ex-situ. Konservasi ex-situ
dan in-situ sekarang dianggap sebagai solusi untuk menjaga hilangnya sumber
genetik rotan (Vivekanandan et al. 1998). Hutan Pendidikan Gunung Walat
(HPGW) mempunyai tegakan konservasi ex-situ yang dibangun pada tahun 2005
namun pertumbuhannya belum pernah dievaluasi.
Konservasi ex-situ sebaiknya diikuti dengan upaya pemantauan terhadap
pertumbuhannya. Pertumbuhan tanaman salah satunya dapat dilihat melalui
keragaan yang terbentuk di dalam komunitas. Keragaan dapat dikaji melalui
komposisi dan struktur tegakan sebagai akibat adanya interaksi dari faktor
lingkungan yang ada. Faktor lingkungan ini terdiri dari faktor abiotik dan biotik.
Cahaya merupakan bagian dari komponen abiotik yang merupakan salah satu
faktor penting untuk pertumbuhan tanaman (Manokaran 1984). Bagian komponen
biotik yang dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman di antaranya yaitu adanya
serangan hama. Untuk mengkaji ulang jenis rotan yang ditanam dan menguraikan
keragaan rotan terkait pertumbuhan dan asosiasi rotan dengan pohon naungannya
serta faktor lingkungan (cahaya dan hama) di areal konservasi ex-situ HPGW,
maka penelitian ini dilakukan.
Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis membuat rumusan penelitian
sebagai berikut:
1. Jenis apa sajakah yang ditanam di areal konservasi ex-situ Hutan Pendidikan
Gunung Walat?
2. Bagaimana kondisi pertumbuhan dan asosiasi rotan dengan naungannya
terkait faktor lingkungan yang mempengaruhinya?
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mengkaji ulang jenis-jenis rotan yang ditanam di areal konservasi ex-situ
Hutan Pendidikan Gunung Walat.

2
2. Menguraikan keragaan rotan di areal konservasi ex-situ Hutan Pendidikan
Gunung Walat terkait pertumbuhan dan asosiasi rotan dengan pohon
naungannya serta faktor lingkungan (cahaya dan hama).
Manfaat Penelitian
Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Memberi perspektif kondisi rotan di areal konservasi ex-situ Hutan
Pendidikan Gunung Walat sebagai data dasar pertimbangan dalam
pengelolaan dan perbaikan manajemen penanaman rotan ke depannya.
2. Sebagai bahan informasi untuk penelitian selanjutnya.
Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup dari penelitian ini adalah penjelasan kondisi rotan di areal
konservasi ex-situ Hutan Pendidikan Gunung Walat terkait pertumbuhan dan
asosiasi rotan dengan pohon naungannya serta beberapa faktor lingkungan yang
mempengaruhinya (cahaya dan hama). Sifat tanah digunakan sebagai data
penunjang penelitian. Variabel pertumbuhan yang digunakan adalah diameter,
panjang dan biomassa rotan. Asosiasi rotan dengan pohon naungan dijelaskan
melalui analisis vegetasi (komposisi dan struktur tegakan).

METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan September 2013
yang terdiri dari kegiatan pengambilan data primer di areal penanaman rotan
Hutan Pendidikan Gunung Walat, Kecamatan Cicantayan, Kabupaten Sukabumi,
Jawa Barat. Identifikasi rotan di Laboratorium Pusat Penelitian
dan
Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam, Bogor. Pengukuran biomassa dan
analisis tanah di Laboratorium Pengaruh Hutan Fakultas Kehutanan IPB.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian berupa bahan primer dan bahan
sekunder. Bahan primer terdiri dari areal penanaman rotan Hutan Pendidikan
Gunung Walat dan alkohol 70%. Bahan sekunder berupa data penanaman awal
rotan, data kondisi umum lokasi penelitian dan data yang berkaitan dengan studi
literatur ekologi rotan.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari perangkat PC
(Personal Computer) atau laptop Sony Y Series VPCYB15AG dengan prosessor
AMD Dual-Core Processor dengan clock E-350 1.60 GHz dan RAM dengan
kapasitas 2.00 GB. Software pendukung seperti Ms. Excel 2007, Notepad, SPSS
18.0, ArcGIS 9.3 (Ormsby et al. 2008), SExI-FS 2.1 (Harja & Vincent 2008) dan

3
Photoscape v3.6.2. Perlengkapan lapangan dan laboratorium seperti buku
identifikasi, tallysheet, kompas, tali rafia, pita ukur, label, kaliper, galah numerik,
luxmeter, densiometer, alat tulis, milimeter blok, parang, kamera digital, kantong
plastik, cangkul dan ring tanah, oven, timbangan, benang dan jarum, kertas
herbarium dan pisau/gunting.
Tahapan Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan melalui tahapan pengumpulan data primer dan
data sekunder. Pengumpulan data primer terdiri dari pembuatan voucher rotan,
analisis vegetasi, pengukuran variabel pertumbuhan rotan dan analisis tanah.
Pengumpulan data sekunder berupa studi literatur ekologi rotan. Selengkapnya
tercantum pada Gambar 1.

Gambar 1 Diagram alir penelitian

4
Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian terdiri dari data primer dan data
sekunder. Data primer yaitu data yang diperoleh langsung dari pengukuran di
lapangan berupa herbarium/voucher rotan, data profil tegakan, variabel
pertumbuhan rotan yang terdiri dari diameter, panjang batang dan biomassa rotan,
faktor lingkungan yang terdiri dari radiasi (cahaya matahari) dan tingkat serangan
hama, serta sampel tanah.
Herbarium rotan diperlukan untuk identifikasi jenis. Data lapangan yang
diambil untuk identifikasi jenis yaitu bagian rotan (voucher) yang terdiri dari
batang pelepah, pelepah daun dan daun sirus. Voucher tersebut diambil dari
individu rotan yang terlihat sehat dan tua kemudian dibuat herbarium dengan cara
basah.
Pengumpulan data profil tegakan (analisis vegetasi) dilakukan untuk setiap
plot jenis rotan pada plot pengamatan 50 m x 20 m dengan sub plot 10 m x 10 m
(fixed plot sampling in rattan inventory practices) (Supardi et al. 1999). Data
yang diambil di lapangan yaitu meliputi nomor jenis (rotan dan pohon naungan),
jarak lapangan (nilai x dan y), tinggi total, tinggi bebas cabang, keliling serta arah
tajuk (utara, selatan, timur, barat).
Pengukuran diameter batang diambil pada jarak tetap dari dasar (Dbh)
dengan menggunakan kaliper (Supardi et al. 1999). Panjang batang dapat diukur
sebagai panjang bagian kering (stem tanpa daun selubung dan/atau dengan
selubung kering) atau seluruh panjang tanaman. Pengukuran panjang batang
dilakukan dengan menggunakan galah/ galah numerik (Supardi et al. 1999).
Pengambilan sampel biomassa rotan dilakukan dengan cara destruktif yaitu
dengan menebang dan menggali akarnya. Masing-masing sampel kemudian
dipisahkan menurut komponen-komponen biomassa yaitu: akar, batang/pelepah
dan daun (Sutaryo 2009).
Besarnya cahaya matahari yang diterima rotan dapat diukur dengan
menggunakan luxmeter. Pengambilan data dilakukan pada pagi, siang dan sore
hari di waktu yang paling baik untuk mengukur cahaya yaitu saat cuaca cerah dan
sedikit awan (Kimmins 1987). Besarnya persentase (tingkat keparahan) gejala
serangan hama daun dilihat dari banyaknya jumlah bagian rotan yang terkena
serangan dan dinyatakan dalam skoring (Tabel 1).
Tabel 1 Skoring serangan hama daun pada bibit tanaman Acacia crassicarpa
Skor

Tingkat keparahan

0

Sehat

1

Ringan

2

Sedang

3

Berat

4

Sangat berat

*Sumber: Ernawati (2007).

Keterangan
Bagian tanaman hampir tidak menunjukkan
adanya gejala serangan hama
Adanya defoliasi dan bagian tanaman yang
terserang ulat dan kutu 1 - 25%
Adanya defoliasi dan bagian tanaman yang
terserang ulat dan kutu 26 - 50%
Adanya defoliasi dan bagian tanaman yang
terserang ulat dan kutu 51 - 75%
Adanya defoliasi dan bagian tanaman yang
terserang ulat dan kutu > 75%

5
Sampel tanah diambil pada setiap plot rotan untuk analisis sifat fisik dan
sifat kimia tanah. Sifat fisik tanah didapatkan dari tanah tidak terusik, sedangkan
sifat kimia tanah didapatkan dari tanah terusik. Tanah tidak terusik diambil
menggunakan ring tanah pada satu titik dalam plot dengan kedalaman 0–15 cm,
sedangkan sampel tanah terusik dilakukan secara komposit (diambil pada lima
titik berbeda kemudian dicampur menjadi satu) pada kedalaman 0–15 cm.
Pengumpulan data (Tabel 2) dilakukan secara sensus untuk data cahaya dan
serangan hama terhadap diameter dan panjang rotan yaitu 35 individu Calamus
manan, 26 individu Daemonorops melanochaetes dan 45 individu Daemonorops
rubra. Pengumpulan data untuk cahaya dan serangan hama terhadap biomassa
rotan dilakukan secara purposive sampling pada petak 2 m x 2 m (sub plot in
rattan inventory practices) (Supardi et al. 1999) sebanyak tiga kali ulangan dari
setiap jenis. Pengumpulan data voucher rotan untuk identifikasi jenis diambil
sebanyak satu kali per bagian tanaman.
Tabel 2 Pengumpulan data primer dan identifikasi jenis
Data pengukuran (1)(2)
No

Jenis

n

θ
t
Biomassa
(cm) (cm) (ton/ha)
35
35
3

Voucher
a

b

c

Calamus
35
1
1
1
manan Miq.
2 Daemonorops
26
26
26
3
1
1
1
melanochaetes
Blume
3 Daemonorops
45
45
45
3
1
1
1
rubra (Reinw.
ex Blume)
Mart.
Jumlah
106
(1)
(2)
Cahaya; Hama; n = jumlah; θ = diameter; t = panjang; a = batang pelepah; b =
pelepah daun; c = daun sirus.
1

Prosedur Analisis Data
Identifikasi Jenis
Herbarium (voucher) dari setiap jenis rotan yang diambil dari lapangan
diidentifikasi kemudian dijadikan koleksi voucher melalui tahapan remounting
(penyusunan kembali) dan dokumentasi di Laboratorium Pusat Penelitian dan
Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam, Bogor.
Analisis Vegetasi
Analisis vegetasi yang dilakukan di lapangan disajikan dalam komposisi dan
struktur tegakan. Data komposisi tegakan di lokasi penelitian diolah melalui
analisis kuantitatif vegetasi sebagai berikut:
a) Kerapatan (K)
= Jumlah individu
Luas plot contoh

6
b) Kerapatan relatif (KR)

= Kerapatan suatu jenis x 100%
Kerapatan seluruh jenis
c) Frekuensi (F)
= Jumlah plot ditemukan suatu jenis
Jumlah seluruh plot
d) Frekuensi relatif (FR)
= Frekuensi suatu jenis x 100%
Frekuensi seluruh jenis
e) Dominansi (D)
= Jumlah luas bidang dasar
Luas plot contoh
f) Dominansi relatif (DR)
= Dominansi suatu jenis x 100%
Dominansi seluruh jenis
g) Indeks nilai penting (INP) = KR + FR + DR untuk pohon
h) Indeks nilai penting (INP) = KR + FR untuk rotan
Struktur tegakan diuraikan melalui struktur horizontal dan struktur vertikal
tegakan. Struktur horizontal tegakan disajikan dalam sebaran diameter dan
panjang rotan, sedangkan struktur vertikal disajikan dalam profil diagram. Profil
diagram didapatkan dari data profil yang diambil di lapangan, diinput ke dalam
Ms. Excel 2007 dan notepad kemudian diolah menggunakan software SExI- FS
2.1 dan dimodifikasi dengan Photoscape untuk disesuaikan dengan morfologi
tanaman rotan. Profil diagram disajikan dalam bentuk 2D dan 3D.
Analisis Tanah
Analisis sifat fisik tanah meliputi nilai bulk density, porositas dan kadar air
volume. Analisis sifat kimia tanah meliputi KTK, C/N rasio, pH, nilai tukar kation
(Ca, Mg, K, Na). Analisis tanah dilakukan di Laboratorium Pengaruh Hutan
Fakultas Kehutanan IPB. Hasil analisis digunakan sebagai data penunjang
penelitian.
Hubungan dan Pengaruh Faktor Lingkungan
Hubungan dan pengaruh dari faktor lingkungan (cahaya dan hama) dapat
diprediksi melalui korelasi dan regresi unsur cahaya dengan variabel pertumbuhan
rotan. Hubungan antara serangan hama dengan variabel pertumbuhan rotan
diprediksi melalui korelasi dua variabel tersebut. Analisis data menggunakan
software Ms. Excel 2007 dan SPSS 18.0.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Lokasi Penelitian
HPGW secara geografis berada pada 106°48'27''BT sampai 106°50'29''BT
dan -6°54'23''LS sampai -6°55'35''LS dengan luas kawasan yaitu 359 ha. HPGW
terletak pada ketinggian tempat 460–715 m dpl. Topografi bervariasi dari landai
sampai bergelombang terutama di bagian selatan, sedangkan di bagian utara
mempunyai topografi yang semakin curam. Klasifikasi iklim HPGW menurut
Schmidt dan Ferguson termasuk tipe B, dengan nilai Q = 14.3%–33.0% dan
banyaknya curah hujan tahunan berkisar antara 1600–4400 mm. Suhu udara
maksimum di siang hari 29 °C dan minimum 19 °C di malam hari (HPGW 2009).
Tanah HPGW adalah kompleks dari podsolik, latosol dan litosol. Kawasan
HPGW masuk ke dalam sistem pengelolaan DAS Cimandiri. Tegakan Hutan di

7
HPGW didominasi tanaman damar (Agathis loranthifolia), pinus (Pinus merkusii),
puspa (Schima wallichii), sengon (Paraserianthes falcataria), mahoni (Swietenia
macrophylla) dan jenis lainnya seperti kayu afrika (Maesopsis eminii), rasamala
(Altingia excelsa), Dalbergia latifolia, Gliricidia sp., Shorea sp., dan akasia
(Acacia mangium) (HPGW 2009). Lokasi penelitian terdiri dari 7 plot pengamatan
dengan jenis tegakan damar, puspa dan pinus. Selengkapnya informasi tersebut
dapat dilihat pada Lampiran 1.
Identifikasi Jenis Rotan
Berdasarkan hasil identifikasi dari voucher setiap jenis rotan didapatkan tiga
jenis rotan yang ditanam di lokasi penelitian yaitu Calamus manan Miq. (rotan
manau), Daemonorops melanochaetes Blume (rotan seel) dan Daemonorops
rubra (Reinw.ex Blume) Mart. (rotan pelah). Hasil identifikasi jenis diuraikan
melalui karakter morfologi rotan (Lampiran 2).

a

b

c

d

Gambar 2 Tanaman dan voucher C. manan. (a) individu rotan; (b) batang
pelepah; (c) pelepah daun; (d) daun sirus. Sumber: Puslitbang Hutan
dan Konservasi Alam (2013)
Karakter morfologi dari C. manan (rotan manau) (Gambar 2) yaitu rotan
tumbuh tunggal, diameter dengan pelepah sampai 110 mm. Pelepah daun
berwarna hijau kelabu kusam, ditumbuhi duri rapat berwarna hitam, tersusun
seperti sisir dan tersebar, di antara duri terdapat lapisan lilin yang tipis. Lutut rotan
terlihat jelas. Panjang tangkai 5–12 cm, panjang sirus sampai 3 m. Anak daun
berbentuk melanset dengan ukuran sampai 60 cm x 6 cm, warna daun hijaukelabu pucat, tersusun menyirip teratur dan dapat berjumlah sampai 45 pasang.
Rotan manau tumbuh di hutan dipterokarpa dataran rendah terutama dekat
lereng curam dengan kisaran ketinggian tempat antara 500–1000 mdpl. Rotan ini
memiliki diameter besar dengan kualitas sangat baik dan merupakan bahan baku
kerangka mebel. Perbanyakannya menggunakan biji. Saat penanaman, semai
membutuhkan pohon penopang dengan intensitas pencahayaan kurang lebih 50%
(Jasni et al. 2012). Rotan ini memiliki regenerasi alami rendah. Ketersediaan
buah-buahan untuk regenerasi buatan juga miskin. Untuk program pemuliaan
diperlukan studi tentang karakteristik benih, pengelolaan pembibitan,
pertumbuhan bibit dan faktor ekologi yang mempengaruhi pertumbuhan, seperti
karakteristik kanopi hutan, tanah dan kondisi mikroklimatik (Nainggolan 1984).

8

a

b

c

d

Gambar 3 Tanaman dan voucher D. melanochaetes. (a) individu rotan; (b) batang
pelepah daun; (c) daun; (d) daun tanpa sirus. Sumber: Puslitbang
Hutan dan Konservasi Alam (2013)
Karakter morfologi dari D. melanochaetes (rotan seel) (Gambar 3) yaitu
rotan tumbuh berumpun, diameter dengan pelepah 30–52 mm. Pelepah daun
berwarna hijau kecoklatan, ditumbuhi duri rapat berwarna hitam, panjang duri
2.0–3.5 cm, ditumbuhi indumentum warna coklat, mulut pelepah daun dikelilingi
duri hitam panjangnya sampai 5 cm. Lutut rotan terlihat jelas. Panjang daun
sampai 2.8 m, panjang tangkai 25 cm. Anak daun berbentuk pita sampai lanset
berukuran 45.0 cm x 1.5 cm, tersusun menyirip teratur, berjumlah 80 pasang.
Rotan seel terdapat di lahan kering dekat pantai, di dataran rendah berawa dan
beraluvial sampai ketinggian tempat 20 m, di Jawa terdapat sampai 1400 mdpl.
Perbanyakan tanaman dengan biji. Rotan ini dimanfaatkan sebagai bahan
komponen rangka mebel dan anyaman/pengisi (Jasni et al. 2010).

a

b

c

d

Gambar 4 Tanaman dan voucher D. rubra. (a) individu rotan; (b) batang pelepah;
(c) pelepah daun; (d) daun sirus. Sumber: Puslitbang Hutan dan
Konservasi Alam (2013)
Karakter morfologi dari D. rubra (rotan pelah) (Gambar 4) yaitu rotan
tumbuh berumpun, diameter batang dengan pelepah 3.5 cm. Warna pelepah daun
hijau, ditutupi duri pipih berwarna hijau muda kekuningan, panjang duri 5 cm
tersusun seperti sisir dan tersebar. Lutut rotan terlihat jelas. Panjang daun
mencapai 3.5 m, tangkai daun sampai 85 cm, panjang sirus 80 cm. Anak daun
berukuran 40–53 cm x 2–4 cm dan tersusun menyirip tidak teratur. Rotan pelah

9
biasa tumbuh di hutan primer dataran rendah pada berbagai jenis tanah, pada
ketinggian tempat 150–200 mdpl. Perbanyakan tanaman dengan biji. Rotan ini
digunakan untuk komponen bahan baku mebel (Jasni et al. 2012).
Hasil identifikasi menunjukkan adanya perbedaan spesifik pada setiap
jenis rotan. Hal ini diperkuat oleh Ridley (1993) yang menyebutkan bahwa
individu dalam suatu populasi di alam dapat memiliki variasi karakter morfologi.
Tellu (2004) menjelaskan bahwa penentuan jenis rotan dapat dilakukan dengan
mengamati jumlah batang pada setiap rumpun, sistem perakaran, bentuk dan jenis
alat pemanjat, serta bentuk dan perkembangan daun, bunga dan buah.
Keragaan Rotan
Komposisi dan Struktur Tegakan
Komposisi rotan dan pohon naungannya dapat dilihat dari hasil analisis
kuantitatif vegetasi (Tabel 3). Struktur rotan dan naungannya secara vertikal dapat
dilihat dari profil diagram. Profil diagram dapat menggambarkan stratifikasi.
Stratifikasi atau pelapisan tajuk merupakan susunan tumbuhan secara vertikal di
dalam suatu komunitas tumbuhan atau ekosistem hutan (Indriyanto 2005). Tiap
lapisan dalam stratifikasi itu disebut stratum atau strata. Struktur horizontal rotan
dapat dilihat dari sebaran diameter dan panjang rotan.
Tabel 3 Analisis kuantitatif vegetasi
No
plot
1

Nama jenis

F

FR
(%)

D
(m2/ha)

DR
(%)

INP
(%)

100

38.5

0.8

44.4

19

47.1 130.1

Damar

100

38.5

0.7

38.9

21.3

52.9 130.2

60

23.1

0.3

16.7

n.a

Puspa

120

32.4

0.6

30

16.6

Damar

40

10.8

0.3

15

16.4

39.5

65.3

Pinus

50

13.5

0.2

10

8.5

20.5

44

160

43.2

0.9

45

n.a

n.a

88.2

Puspa

20

5.4

0.2

11.8

3

4.9

22.1

Damar

180

48.6

0.8

47.1

58

Rotan seel
3

KR
(%)

Puspa
Rotan manau

2

K
(ind/ha)

n.a

39.7

40 102.4

95.1 190.8

Rotan pelah
170
45.9
0.7 41.2
n.a
n.a 87.1
K = kerapatan; KR = kerapatan relatif; F = frekuensi; FR = frekuensi relatif; D =
dominansi; DR = dominansi relatif; INP = indeks nilai penting; n.a = not analyzed.

Analisis kuantitatif vegetasi terkait kerapatan, frekuensi, dominansi dan
indeks nilai penting (INP) selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 3. INP dapat
menjelaskan kedudukan relatif suatu jenis dalam komunitas. Artinya, jenis dengan
INP paling besar atau tinggi merupakan jenis yang dominan (yang berkuasa)
dalam komunitasnya (Indriyanto 2005). Hasil menunjukkan INP tertinggi yaitu
damar (INP = 130.2%) dan puspa (INP = 130.1%) pada plot 1, puspa (INP =
102.4%) pada plot 2 dan damar (INP = 190.8%) pada plot 3. INP rotan manau

10
pada plot 1 yaitu sebesar 39.7%, INP rotan seel pada plot 2 yaitu sebesar 88.2%
dan INP rotan pelah pada plot 3 yaitu sebesar 87.1%. Berdasarkan hasil analisis
dapat disimpulkan bahwa komposisi tegakan di lokasi penelitian masih
didominasi oleh jenis naungan.
Struktur tegakan dapat menjelaskan kedudukan rotan di dalam komunitas.
Struktur tegakan dapat disajikan melalui profil diagram. Plot 1 merupakan plot
pengamatan rotan manau dengan naungannya. Gambar 5 menunjukkan bahwa
pada plot 1 terdapat dua jenis naungan yaitu puspa (Schima wallichii) dan damar
(Agathis loranthifolia). Rotan manau tumbuh cukup berdekatan satu dengan
lainnya, berada pada strata C (4–20 m) dan strata D (1–4 m) sedangkan puspa dan
damar berada pada strata A (> 30 m) dan strata B (20–30 m) (Onrizal 2008).
Plot 1

(a)

(b)

(a)

(b)

(a)

(b)

Plot 2

Plot 3

Gambar 5 Profil diagram plot pengamatan 1, 2 dan 3:
(a) 2D, (b) 3D (skala 1:1000)
Plot 2 merupakan plot pengamatan rotan seel dengan naungannya. Gambar 5
menunjukkan bahwa pada plot 2 terdapat tiga jenis naungan yaitu puspa (Schima
wallichii), damar (Agathis loranthifolia) dan pinus (Pinus merkusii). Rotan seel
tumbuh cukup berjauhan satu dengan lainnya. Stratifikasi rotan seel termasuk
dalam strata C (4–20 m) dan strata D (1–4 m). Stratifikasi puspa, damar dan pinus
berada pada strata A (> 30 m) dan strata B (20–30 m) (Onrizal 2008).

11
Plot 3 merupakan plot pengamatan rotan pelah dengan dua jenis tegakan
naungannya. Gambar 5 menunjukkan bahwa jenis naungan pada plot 3 terdiri dari
puspa (Schima wallichii) dan damar (Agathis loranthifolia). Rotan pelah tumbuh
cukup berjauhan satu dengan lainnya. Stratifikasi rotan pelah berada dalam strata
C (4–20 m) dan strata D (1–4 m). Stratifikasi puspa dan damar berada pada strata
A (> 30 m) dan strata B (20–30 m) (Onrizal 2008).
Hasil menunjukkan bahwa stratifikasi dalam plot pengamatan didominasi
oleh naungan yang berada dalam strata A (> 30 m) dan strata B (20–30 m),
sementara untuk jenis rotan berada di bawah naungan yaitu berada dalam kisaran
strata C (4–20 m) dan strata D (1–4 m) (Onrizal 2008). Adanya perbedaan
stratifikasi pada naungan dan rotan ini dapat disebabkan oleh dua hal penting
yaitu akibat persaingan antar tumbuhan yang mengakibatkan adanya pohon-pohon
dominan yang menyusun stratum paling atas dan akibat sifat toleransi spesies
tumbuhan terhadap intensitas radiasi matahari (Indriyanto 2005).
Perbedaan pertumbuhan menyebabkan adanya variasi komposisi dan
struktur tegakan dalam komunitas. Kimmins (1987) menyebutkan bahwa
keberhasilan menjadi individu baru dalam suatu komunitas dipengaruhi oleh
fertilitas dan ekunditas yang berbeda untuk setiap jenis sehingga terdapat
perbedaan struktur dan komposisi masing-masing jenis. Variasi suatu jenis
tumbuhan juga dipengaruhi oleh faktor abiotik dan biotik. Faktor abiotik meliputi
suhu, kelembaban, curah hujan, tanah dan cahaya. Faktor biotik dapat berupa
interaksi baik intraspesifik maupun interspesifik. Bentuk interaksi ini di antaranya
berupa neutralisme, parasitisme, mutualisme, kompetisi, predasi, dll (Indriyanto
2005).
Selain struktur vertikal, kondisi rotan juga dapat dilihat dari struktur
horizontal tegakannya yang dianalisis melalui deskripsi statistik sebaran diameter
dan panjang rotan. Estimasi biomassa dapat diprediksi dari sampel pengukuran
yang diambil dari lapangan (Tabel 4).
Tabel 4 Deskripsi statistik sebaran diameter, panjang dan biomassa rotan
No
plot
1

2

3

1.2.3

Variabel

n

Mean ± SD

CV (%)

Skewness

Sig.

Diameter (cm)

35

2.97 ± 1.51

50.98

-0.12

0.18*

Panjang (cm)

35

407.89 ± 244.85

60.03

0.85

0.76*

Diameter (cm)

26

0.85 ± 0.27

31.82

-0.56

0.53*

Panjang (cm)

26

232.81 ± 73.1

31.40

0.02

0.96*

Diameter (cm)

45

1.33 ± 0.82

61.48

1.66

0.00

Panjang (cm)

45

248.91 ± 107.46

43.17

2.80

0.04

Biomassa (ton/ha)

9

18.57 ± 6.10

32.85

n.a

n.a

1 = rotan manau; 2 = rotan seel; 3 = rotan pelah; * = data menyebar normal; n = jumlah
individu; SD = standard deviation; CV = coefficient variance; n.a = not analyzed.

12
Berdasarkan hasil dapat diketahui bahwa tiap-tiap sebaran variabel
pertumbuhan memiliki nilai yang cukup berbeda. Pencarian sebaran normal hanya
dilakukan untuk diameter dan panjang rotan (Gambar 6). Estimasi biomassa rotan
dapat diprediksi melalui nilai tengah sebarannya.
Diameter

(a)

(b)

(c)

(a)

(b)

(c)

Panjang

Gambar 6 Sebaran diameter dan panjang rotan; a = rotan manau;
b = rotan seel; c = rotan pelah
Sebaran diameter secara berurutan dari yang terbesar dilihat dari nilai
tengahnya yaitu rotan manau, rotan pelah dan rotan seel. Nilai koefisien
keragaman tertinggi berada pada diameter rotan pelah sebesar 61.48%. Semakin
besar koefisien keragaman menunjukkan semakin bervariasi diameter rotan
tersebut. Berdasarkan analisis uji normal pada taraf nyata 5% didapatkan bahwa
diameter rotan manau dan rotan seel menyebar normal, sedangkan rotan pelah
sebaliknya. Diameter rotan pelah yang tidak menyebar normal, ditunjukkan
dengan nilai skewness yang lebih tinggi dari rotan lainnya.

13
Sebaran panjang secara berurutan dari yang terbesar dilihat dari nilai
tengahnya yaitu rotan manau, rotan pelah dan rotan seel. Nilai koefisien
keragaman tertinggi yaitu pada rotan manau sebesar 60.03%. Hal ini
menunjukkan bahwa panjang rotan manau lebih bervariasi dibandingkan dengan
panjang jenis rotan lainnya. Berdasarkan analisis uji normal pada taraf nyata 5%,
didapatkan bahwa panjang rotan manau dan rotan seel menyebar normal,
sedangkan panjang rotan pelah sebaliknya. Panjang rotan pelah yang tidak
menyebar normal, ditunjukan dengan nilai skewness yang lebih tinggi dari rotan
lainnya.
Estimasi biomassa rotan di lokasi penelitian memiliki nilai rata-rata 18.57
ton/ha dengan nilai koefisien keragaman sebesar 32.85% (Tabel 4). Estimasi
biomassa terbesar secara berurutan yaitu rotan pelah, rotan manau dan biomassa
terkecil pada rotan seel (Tabel 5). Indriyanto (2005) menyebutkan bahwa
distribusi biomassa merupakan bagian dari penyusun ekosistem hutan dan dapat
dikatakan sebagai hasil produksi dari kegiatan pertumbuhan.
Tabel 5 Estimasi biomassa rotan menurut jenis (ton/ha)
Jenis
Rotan manau
Rotan seel
Rotan pelah

∑ind/ha

Biomassa (ton/ha)

Diameter (cm)

Panjang (cm)

146

15.5

2.97

407.89

72

13.6

0.85

232.81

150

26.6

1.33

248.91

Sebaran diameter, panjang dan biomassa rotan menunjukkan nilai yang
cukup berbeda dilihat dari nilai tengah dan koefisien keragamannya. Perbedaan ini
dapat disebabkan oleh pengaruh dari beberapa faktor lingkungan baik komponen
abiotik maupun biotik. Perbedaan pada biomassa dapat terjadi karena adanya
peristiwa alam dan atau oleh aktivitas manusia seperti pemanenan dan degradasi
(Sutaryo 2009).
Berdasarkan data yang diperoleh, dapat diduga hubungan dan pengaruh
antar variabel pertumbuhan rotan secara keseluruhan (Tabel 6). Pencarian
hubungan dan pengaruh antar variabel pertumbuhan dapat diketahui melalui suatu
model korelasi (Pearson correlation) dan atau model regresi pada taraf uji nyata
5%.
Tabel 6 Korelasi antar variabel pertumbuhan rotan
Diameter - biomassa

Panjang - biomassa

Diameter - panjang

-0.169

-0.300

0.602*

Pearson
correlation

* = berpengaruh nyata.

14
1200

y = 176.0e0.223x
R² = 0.368

Panjang (cm)

1000
800
600
400
200
0
0

1

2
3
4
5
Diameter (cm)

6

7

Gambar 7 Model regresi diameter dan panjang rotan
Hasil menunjukkan bahwa hanya pada hubungan diameter dan panjang saja
yang memiliki pengaruh nyata. Nilai 0.602 menyatakan diameter berkorelasi
nyata dengan panjang sebesar 60.2%. Pencarian hubungan dengan model regresi
menunjukkan koefisien determinasi tertinggi sebesar 36.8% yaitu pada hubungan
dan pengaruh antara diameter dengan panjang (Gambar 7).
Hubungan dan Pengaruh Faktor Lingkungan
Cahaya. Hubungan dan pengaruh cahaya terhadap diameter, panjang dan
biomassa rotan dapat diketahui melalui suatu model korelasi (Pearson
correlation) (Tabel 7) dan atau model regresi pada taraf uji nyata 5%.
Tabel 7 Korelasi cahaya dengan diameter, panjang dan biomassa rotan
Pearson correlation
Rotan manau
(n = 35)

Rotan seel
(n = 26)

Rotan pelah
(n = 45)

Sampel rotan
(n = 9)

Diameter

-0.078

0.131

0.525*

n.a

Panjang

0.108

-0.041

0.051

n.a

n.a

n.a

n.a

-0.327

Biomassa

* = berpengaruh nyata; n.a = not analyzed.
Rotan seel

y = -0.006x + 3.111
R² = 0.006

0

50

100

Cahaya (cd/m2)

1.4
1.2
1
0.8
0.6
0.4
0.2
0

Rotan pelah

y = 0.001x + 0.809
R² = 0.017

Diameter (cm)

7
6
5
4
3
2
1
0

Diameter (cm)

Diameter (cm)

Rotan manau

0

50

100

Cahaya (cd/m2)

4
3.5
3
2.5
2
1.5
1
0.5
0

y = 0.019x + 1.063
R² = 0.276

0

50

100

Cahaya (cd/m2)

Gambar 8 Model regresi cahaya dan diameter rotan

15
Hasil menunjukkan untuk hubungan dan pengaruh cahaya dengan diameter,
hanya pada rotan pelah saja yang berpengaruh nyata sedangkan yang lainnya tidak.
Nilai 0.525 menyatakan diameter berkorelasi nyata dengan cahaya sebesar 52.5%.
Nilai korelasi positif menunjukkan bahwa setiap kenaikan cahaya, diikuti dengan
kenaikan diameter. Nilai korelasi negatif (rotan manau) artinya terjadi hubungan
terbalik. Pencarian hubungan dengan model regresi antara cahaya dan diameter
menunjukkan koefisien determinasi tertinggi 27.6% (rotan pelah) (Gambar 8).
Rotan seel

Rotan manau
Panjang (cm)

Panjang (cm)

1000
800
600
400
200
0
0

50
Cahaya

450
400
350
300
250
200
150
100
50
0

100

y = -0.001x + 23.649
R² = 0.002

Panjang (cm)

y = 0.014x + 3.751
R² = 0.012

1200

0

(cd/m2)

Rotan pelah

50
Cahaya

800
700
600
500
400
300
200
100
0

100

y = 0.002x + 2.455
R² = 0.003

0

(cd/m2)

50

100

Cahaya (cd/m2)

Gambar 9 Model regresi cahaya dan panjang rotan
Hasil menunjukkan untuk hubungan dan pengaruh cahaya dengan panjang,
tidak ada korelasi yang nyata antara kedua variabel tersebut. Nilai korelasi yang
kecil menunjukkan kecilnya hubungan antara dua variabel tersebut. Pencarian
hubungan dengan model regresi antara cahaya dan panjang rotan menunjukkan
koefisien determinasi tertinggi 1.2% (rotan manau) (Gambar 9).
.
Biomassa (ton/ha)

30

y = -0.213x + 23.575
R² = 0.107

25
20
15
10
5
0
0

20

40

Cahaya (cd/m2)

Gambar 10 Model regresi cahaya dan biomassa rotan
Hasil menunjukkan tidak ada korelasi yang nyata dari hubungan dan
pengaruh cahaya dengan biomassa rotan. Koefisien negatif menggambarkan
hubungan berbanding terbalik, yaitu kenaikan cahaya diikuti dengan penurunan
biomassa rotan. Pencarian hubungan dengan model regresi antara cahaya dan
biomassa rotan menunjukkan koefisien determinasi 10.7% (Gambar 10).

16
Pencarian hubungan dan pengaruh antara cahaya dengan diameter, panjang
dan biomassa rotan menunjukkan hasil yang cukup berbeda. Perbedaan tersebut
dapat disebabkan oleh banyak hal. Berdasarkan hasil maka dapat dikatakan bahwa
unsur cahaya merupakan bukan faktor dominan yang berpengaruh terhadap
variabel pertumbuhan rotan. Hardjowigeno (2007) menyebutkan bahwa selain
faktor sinar matahari, pertumbuhan tanaman juga dapat dipengaruhi oleh beberapa
faktor lainnya seperti suhu, udara, air, unsur-unsur hara dalam tanah dan lain-lain.
Hama. Jenis hama daun yang menyerang rotan adalah ulat dan kutu
(Lampiran 4). Hubungan antara tingkat serangan hama dengan diameter, panjang
dan biomassa rotan dapat diketahui melalui suatu model korelasi yaitu Spearman's
rho (correlation coefficient) (Tabel 8).
Tabel 8 Korelasi serangan hama dengan diameter, panjang dan biomassa rotan
Correlation coefficient
Rotan manau
(n = 35)

Rotan seel
(n = 26)

Diameter
-0.075
0.108
Panjang
-0.251
0.037
Biomassa
n.a
n.a
* = berpengaruh nyata; n.a = not analyzed.

Rotan pelah
(n = 45)

Sampel rotan
(n = 9)

-0.096
0.099
n.a

n.a
n.a
0.621

Hasil menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh yang nyata antara hubungan
serangan hama dengan diameter, panjang dan biomassa rotan. Nilai korelasi yang
kecil menunjukkan kecilnya hubungan antara dua variabel tersebut. Korelasi pada
kedua variabel pun menunjukkan adanya hubungan yang bersifat sebanding dan
terbalik.
Secara umum kondisi rotan pada lokasi penelitian berada pada kategori sehat
sampai dengan sedang (Gambar 11). Perbedaan tingkat kategori serangan hama
yang tidak berpengaruh nyata terhadap variabel pertumbuhan rotan dapat
disebabkan oleh beberapa hal, di antaranya karena faktor ketahanan individu
terhadap gejala serangan hama, faktor genetik tanaman maupun lainnya. Sifat
ketahanan terhadap gangguan hama tidak dimiliki secara mutlak oleh suatu
organisme atau dapat berubah-ubah karena dipengaruhi oleh beberapa faktor
lainnya.

Gambar 11 Kategori dan jumlah individu yang terserang hama

17
Tanah. Hasil analisis pada sifat fisik dan sifat kimia tanah menunjukkan
nilai rata-rata yang cukup berbeda (Tabel 9). Sifat fisik yang dianalisis terdiri dari
bulk density (g/cm3), porositas (%) dan kadar air volume (%). Sifat kimia yang
dianalisis yaitu KTK (cmol/kg), C/N rasio (%), pH, nilai tukar kation seperti Ca
(cmol/kg), Mg (cmol/kg), K (cmol/kg) dan Na (cmol/kg).
Tabel 9 Hasil analisis sifat tanah
Sifat tanah
Sifat fisik

Sifat kimia

Parameter
Bulk density (g/cm3)
Porositas (%)
Kadar air volume (%)
KTK (cmol/kg)
C/N rasio (%)
pH
Ca (cmol/kg)
Mg (cmol/kg)
K (cmol/kg)
Na (cmol/kg)

Nilai rata-rata
0.85
67.72
43.23
16.28
11.24
5.10
5.44
4.31
0.79
0.48

Berdasarkan hasil analisis (Tabel 9), maka pada masing-masing sifat fisik
dan sifat kimia tanah dapat diketahui kategori kelasnya. Nilai bulk density yang
terdapat dalam ketiga plot rotan memiliki nilai rata-rata 0.85 g/cm3. Jika
dibandingkan dengan beberapa jenis tanah, nilai ini berada pada kisaran cukup
kecil (pada umumnya 1.1–1.6 g/cm3) (Hardjowigeno 2007). Artinya, tanah ini
memiliki kecenderungan kehilangan air yang sedikit lebih cepat dari umumnya.
Banyaknya kandungan air dalam tanah berhubungan erat dengan besarnya
tegangan air (moisture tension) dan dapat lebih berpengaruh terhadap beberapa
sifat tanah lainnya (Hardjowigeno 2007). Nilai rata-rata porositas tanah yaitu
67.72%. Porositas tanah erat kaitannya dengan kemampuan tanah dalam menahan
air (Hardjowigeno 2007). Analisis sifat kimia menunjukkan bahwa nilai rata-rata
KTK termasuk sedang. Rasio C/N termasuk sedang dengan nilai rata-rata 11.24%.
pH tanah bersifat masam. Susunan kation untuk Ca termasuk kategori rendah.
(Hardjowigeno 2007) menyebutkan bahwa salah satu fungsi Ca dalam tanaman
adalah untuk tumbuh (elongation). Nilai Mg pada ketiga plot rotan berada pada
nilai tinggi dengan nilai rata-rata 4.31 cmol/kg. Nilai K termasuk tinggi dan nilai
rata-rata Na termasuk sedang (Staf Pusat Penelitian Tanah 1983). Adanya
perbedaan konsentrasi pada sifat fisik dan sifat kimia tanah tersebut
memungkinkan adanya variasi pertumbuhan vegetasi dalam plot pengamatan.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
1. Hasil identifikasi jenis rotan pada areal penanaman menunjukkan adanya
tiga jenis rotan yaitu C. manan, D. melanochaetes dan D. rubra.
2. Komposisi tegakan dihitung melalui analisis kuantitatif vegetasi dan
dinyatakan dalam INP. INP dalam plot pengamatan masih didominasi oleh
naungan (damar, puspa) sedangkan INP rotan berada di bawahnya. Rotan

18
manau (INP = 39.7%), rotan seel (INP = 88.2%) dan rotan pelah (INP =
87.1%). Stratifikasi rotan berada pada strata C (4–20 m) dan strata D (1–4
m), sedangkan naungannya berada pada strata A (> 30 m) dan strata B (20–
30 m). Diameter dan panjang menyebar normal pada rotan manau dan rotan
seel, dengan nilai tengah diameter dan panjang tertinggi yaitu pada rotan
manau. Estimasi biomassa rotan memiliki nilai rata-rata 18.57 ton/ha dengan
nilai estimasi tertinggi pada rotan pelah sebesar 26.6 ton/ha.
3. Unsur cahaya hanya berpengaruh nyata terhadap diameter rotan pelah.
Korelasi antara tingkat serangan hama dengan variabel pertumbuhan rotan
menunjukkan tidak ada pengaruh yang nyata antara dua variabel tersebut.
Sifat tanah menunjukkan terdapat perbedaan nilai pada masing-masing sifat
fisik dan kimia tanah. Adanya perbedaan pada konsentrasi sifat tanah
tersebut, memungkinkan adanya variasi pertumbuhan vegetasi dalam plot
pengamatan.
Saran
1. Di masa datang, jika akan dilakukan penelitian sejenis dianjurkan untuk
menambah variabel faktor lingkungan yang diduga mempengaruhi
pertumbuhan seperti suhu, kelembaban, ketinggian tempat dan sebagainya.
2. Kegiatan pemeliharaan dan pemantauan rotan pada areal konservasi ex-situ
di HPGW perlu dilakukan. Pemeliharaan dan pemantauan dilakukan untuk
meninjau pertumbuhan rotan dan menjaga lokasi penanaman dari perusakan.
3. Keragaman jenis rotan di HPGW perlu ditingkatkan untuk menjaga
kelestarian sumber daya genetik baik untuk tujuan konservasi maupun
produksi. Kegiatan penanaman tersebut sebaiknya terlebih dahulu
memperhatikan kesesuaian rotan dengan tempat tumbuhnya.

DAFTAR PUSTAKA
Ernawati NML. 2007. Pengaruh kultur teknis terhadap perkembangan hawar daun
pada bibit tanaman Acacia crassicarpa [catatan penelitian]. Mataram (ID):
Fakultas Pertanian Universitas Mataram.
Hardjowigeno S. 2007. Ilmu Tanah (Edisi Baru). Jakarta (ID): Akademika
Pressindo.
Harja D, Vincent G. 2008. Spatially explicit individual-based on forest stimulator.
User guide and software [Internet]. [2013 Jul 21]. Bogor (ID). Tersedia pada:
http:// http:/sexi-fs.software.informer.com/2.1/.
[HPGW] Hutan Pendidikan Gunung Walat. 2009. Profil Hutan Pendidikan
Gunung Walat. Sukabumi (ID): HPGW.
Indriyanto. 2005. Ekologi Hutan. Jakarta (ID): PT Bumi Aksara.
Jasni, Damayanti R, Kalima T, Malik J, Abdurachman. 2010. Atlas Rotan
Indonesia Jilid 2. Bogor (ID): Pusat Penelitian dan Pengembangan Keteknikan
Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan. hlm 49-53.

19
Jasni, Damayanti R, Kalima T. 2012. Atlas Rotan Indonesia Jilid 1 (Ke -2). Bogor
(ID): Pusat Penelitian dan Pengembangan Keteknikan Kehutanan dan
Pengolahan Hasil Hutan. hlm 1-31.
Jasni, Krisdianto, Kalima T, Abdurachman. 2012. Atlas Rotan Indonesia Jilid 3.
Bogor (ID): Pusat Penelitian dan Pengembangan Keteknikan Kehutanan dan
Pengolahan Hasil Hutan. hlm 43-46.
Kimmins JP. 1987. Forest Ecology: A foundation for Sustainable Forest
Management and Environmental Ethics in Forestry. 3rd edition. New York
(US): Macmillan Publishing Co.
Manokaran N. 1984. Biological and ecological considerations pertinent to the
silviculture of rattans. Di dalam: Wong KM, Manokaran N, editor. The Rattan
Information Centre Proceedings of The Rattan Seminar [Internet]. [1984 Oct
2-4, Kuala Lumpur, Malaysia]. Malaysia: Forest Research Institute. hlm 8797; [diunduh 2013 Jul 10]. Tersedia pada: http://www.scopus.com/
proceedings-of-the-rattan-seminar/pdf_files.
Nainggolan PHJ. 1984. Preliminary observations on the effect different canopy
and soil moisture conditions on the growth of Calamus Manan (Manau). Di
dalam: Wong KM, Manokaran N, editor. The Rattan Information Centre
Proceedings of The Rattan Seminar [Internet]. [1984 Oct 2-4, Kuala Lumpur,
Malaysia]. Bogor (ID): Seameo-Biotrop Southeast Asian Regional Centre For
Tropical Biology. hlm 65-76; [diunduh 2013 Jul 10]. Tersedia pada:
http://www.scopus.com/ proceedings-of-the-rattan-seminar/pdf_files.
Onrizal. 2008. Petunjuk Praktikum Ekologi Hutan. Sumatera Utara (ID):
Departemen Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.
Ormsby T, Napoleon E, Burke R, Groessl C, Bowden L. 2008. Getting to Know
ArcGIS Desktop. New York (US): ESRI Press.
[PUSLITBANG-HKA] Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan dan
Konservasi Alam. 2013. Identifikasi Kelti Botani dan Ekologi Hutan: Hasil
Identifikasi Spesies Rotan di Lokasi Demplot 2 Hutan Pendidikan Gunung
Walat, Sukabumi. Bogor (ID): PUSLITBANG-HKA.
Ridley M. 1993. Evolution. London (GB): Blackwell Scientific Publication, Inc.
Supardi MN, Khali AH, Wan Razali M. 1999. Considerations in rattan inventory
practices in the tropics. INBAR Technical Report 14. Beijing (CN):
International Network for Bamboo and Rattan. 57 pp.
Sutaryo D. 2009. Penghitungan Biomassa: Sebuah Pengantar untuk Studi Karbon
dan Perdagangan Karbon. Bogor (ID): Wetlands International Indonesia
Programme.
Tellu AT. 2004. Kunci identifikasi rotan (Calamus spp.) asal Sulawesi Tengah
berdasarkan struktur anatomi batang [skripsi]. Palu (ID): Jurusan Pendidikan
MIPA FKIP Universitas Tadulako.
Vivekanandan K, Rao AN, Ramanatha RV. 1998. Rattan Genetic Resources in
The Philippines. Serdang, Malaysia: Bamboo and rattan genetic resources in
certain asian countries. hlm 162-164.

20

LAMPIRAN
Lampiran 1 Peta lokasi penelitian

21
Lampiran 2 Hasil identifikasi jenis rotan

22
Lampiran 3 Rekapitulasi analisis kuantitatif vegetasi
No
plot

Nama jenis
(nama latin)

n

K
(ind/
ha)

KR
(%)

F

1

FR
(%)

D
(m2/
ha)

DR
(%)

INP
(%)

Puspa
10
100 38.5 0.8 44.4
19
47.1 130.1
(S. wallichii)
Damar
10
100 38.5 0.7 38.9 21.3
52.9 130.2
(A. loranthifolia)
Rotan manau
6
60 23.1 0.3 16.7
n.a
n.a
39.7
(C. manan)
2
Puspa
12
120 32.4 0.6
30 16.6
40 102.4
(S. wallichii)
Damar
4
40 10.8 0.3
15 16.4
39.5
65.3
(A.loranthifolia)
Pinus
5
50 13.5 0.2
10
8.5
20.5
44
(P. merkusii)
Rotan seel
16
160 43.2 0.9
45
n.a
n.a
88.2
(D.melanochaetes)
3
Puspa
2
20
5.4 0.2 11.8
3
4.9
22.1
(S. wallichii)
Damar
18
180 48.6 0.8 47.1
58
95.1 190.8
(A.loranthifolia)
Rotan pelah
17
170 45.9 0.7 41.2
n.a
n.a
87.1
(D. rubra)
n = jumlah individu; K = kerapatan; KR = kerapatan relatif; F = frekuensi; FR =
frekuensi relatif; D = dominansi; DR = dominansi relatif; INP = indeks nilai penting; n.a
= not analyzed.

Lampiran 4 Daun rotan yang terserang ulat dan kutu

23

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Sumedang pada tanggal 29 Mei 1992 dari ayah
Dasiman Juhaeni dan ibu Yati Haryati. Penulis adalah putri ketiga dari tiga
bersaudara. Tahun 2009 penulis lulus dari SMA Negeri 2 Majalengka dan pada
tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB)
melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima di Departemen
Silvikultur, Fakultas Kehutanan.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif pada berbagai organisasi
mahasiswa dan kegiatan yang berlangsung di fakultas maupun departemen.
Penulis bergabung menjadi staf Departemen Public Relation International
Forestry Students Association (IFSA) 2011, anggota Badan Eksekutif Mahasiswa
(BEM) bidang minat dan bakat Fakultas Kehutanan IPB periode 2011/2012,
anggota Scientific Improvement himpunan profesi Tree Grower Community
periode 2011/2012 dan anggota Bussiness Development himpunan profesi Tree
grower community periode 2012/2013.
Selain organisasi di atas, penulis juga aktif dalam kegiatan kepanitiaan di
fakultas maupun departemen, di antaranya sebagai anggota kesekretariatan Save
mangrove for our earth 2010, sekertaris kegiatan Forester Cup 2011, anggota
divisi komisi disiplin kegiatan BELANTARA 2011, sekertaris kegiatan Forestry
Exhibition 2011, anggota divisi hubungan masyarakat kegiatan Bina Corps
Rimbawan 2012, anggota divisi acara Tree Grower Community In Action 2012.
Penulis juga p