Kinerja Produksi Ikan Sidat (Anguilla marmorata) Ukuran 7 Gram dengan Kepadatan Tinggi Pada Sistem Resirkulasi Melalui Kajian Fisiologis

(1)

KINERJA PRODUKSI IKAN SIDAT (Anguilla marmorata) UKURAN 7

GRAM DENGAN KEPADATAN TINGGI PADA SISTEM

RESIRKULASI MELALUI KAJIAN FISIOLOGIS

EKO HARIANTO

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul “Kinerja produksi ikan sidat (Anguilla marmorata) ukuran 7 gram dengan kepadatan tinggi pada sistem resirkulasi melalui kajian fisiologis” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2014

Eko Harianto NIM C151120371


(3)

gram dengan kepadatan tinggi pada sistem resirkulasi melalui kajian fisiologis. Dibimbing oleh TATAG BUDIARDI dan AGUS OMAN SUDRAJAT.

Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi kinerja produksi ikan sidat dengan padat tebar 2 g/L, 3 g/L, dan 4 g/L pada sistem resirkulasi melalui kajian respons fisiologis sehingga dapat meningkatkan derajat kelangsungan hidup dan pertumbuhan. Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL) dengan tiga perlakuan dan tiga ulangan. Benih elver yang digunakan memiliki rata-rata panjang total 15±1 cm dengan bobot 7±0,98 gram. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan terbaik dicapai pada kepadatan 4 g/L dengan laju pertumbuhan spesifik sebesar 0,10 g/hari dan 0,99%, konversi pakan sebesar 1,22, dan koefisien keragamaan sebesar 21,72%. Parameter respons stres yaitu kadar kortisol dan glukosa darah tidak menunjukkan perbedaan yang nyata dengan perlakuan lainnya yaitu sebesar 22,45 nm/L serta 31,92 mg/dl. Gambaran darah berupa hemoglobin, hematokrit, sel darah merah dan diferensial leukosit tidak menunjukkan perbedaan yang nyata kecuali pada parameter leukosit dengan nilai tertinggi pada perlakuan 2 g/L (3,60x105 sel/mm3), 3 g/L (3,50x105 sel/mm3), dan 4 g/L (2,70 105 sel/mm3). Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan bahwa kepadatan 4 g/L merupakan kepadatan terbaik.

Kata penting: ikan sidat, padat tebar, pertumbuhan, resirkulasi

SUMMARY

EKO HARIANTO. performance production eel (Anguilla marmorata) size 7 grams with high density on recirculation system through physiological studies. Supervised by TATAG BUDIARDI and AGUS OMAN SUDRAJAT.

The perpose of this study was to evaluate the performance of eel production with stocking density of 2 g/L, 3 g/L, and 4 g/L, in recirculating system through physiological responses analysis to improve the survival rate and growth. The experimental design used was completely randomized design (RAL) with three replications. Elver fry used has average total length of 15 ± 1 cm with a weight of 7 ± 0.98 grams. The results showed that the best performance was found in 4 g/L density with specific growth rate and biomass growth rate of 0.99% and 7,50 g/day , feed conversion of 1.22, and a variance of 21.72%. Parameters of which consisted of cortisol and blood glucose levels showed no significant differences at of 22.45 and 31.92 mg/dl. Blood profile in the form of hemoglobin, hematocrit, red blood cell and differential leukocytes showed no significant differences except for the leukocyte parameters with the highest rate at the treatment of 2 g/L (3.60 x105 sel/mm3), 3 gL 1 (3.50 x105sel/mm3), and 4 g/L (2.70 105 sel/mm3). From the results of the study, it could be concluded that the density of 4 g/L was the best stocking density.


(4)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB


(5)

KINERJA PRODUKSI IKAN SIDAT (Anguilla marmorata)

UKURAN 7 GRAM DENGAN KEPADATAN TINGGI PADA

SISTEM RESIRKULASI MELALUI KAJIAN FISIOLOGIS

EKO HARIANTO

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Ilmu Akuakultur

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2014


(6)

(7)

Judul Penelitian : Kinerja Produksi Ikan Sidat (Anguillamarmorata) Ukuran 7 Gram dengan Kepadatan Tinggi Pada Sistem Resirkulasi Melalui Kajian Fisiologis

Nama : Eko Harianto

NRP : C151120371

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Dr Ir Tatag Budiardi, MSi Ketua

Dr Ir Agus Oman Sudrajat, MSc Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Ilmu Akuakultur

Dr Ir Widanarni, MSi

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MSc.Agr.


(8)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ix

DAFTAR GAMBAR ix

DAFTAR LAMPIRAN ix

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan 2

Hipotesis 2

2 TINJAUAN PUSTAKA 3

Ikan Sidat 3 Pengaruh Padat Penebaran Ikan terhadap Respon Fisiologis dan

Stres Ikan Sidat 3

Pengaruh Padat Penebaran Ikan terhadap Kelangsungan Hidup dan

Pertumbuhan 4

Glukosa Darah dan Kadar kortisol sebagai Indikator Stres 5

3 METODE 6

Waktu dan Tempat 6 Rancangan Percobaan 6

Prosedur Percobaan 6

Perhitungan dan Analisis Data 8

Parameter Uji 8

Derajat Kelangsungan Hidup 8

Laju Pertumbuhan Spesifik 8

Laju Pertumbuhan Biomassa 9

Konversi Pakan 9

Koefisien Keragaman Bobot 9

Analisis Darah 9

Glukosa Darah 10

Kortisol 10

Parameter Kualitas Air 10

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 11

Kinerja Produksi 11

Parameter Darah 14

Kualitas Air 18

5 KESIMPULAN DAN SARAN 20

Kesimpulan 20

Saran 20


(9)

DAFTAR TABEL

1 Parameter kualitas air, satuan dan alat ukur 10 2 Data parameter produksi elver ikan sidat yang dipelihara selama 60 hari

pada padat tebar berbeda 11

3 Data parameter respons stres elver ikan sidat yang dipelihara selama 60 hari

pada padat tebar berbeda 14

4 Kisaran kualitas air (suhu, pH, NH3, nitrit, dan alkalinitas) selama

pemeliharaan dengan pada padat penebaran 2 g/L, 3 g/L, dan 4 g/L 18

DAFTAR GAMBAR

1 Perkembangan bobot rata-rata elver ikan sidat sidat Anguilla marmorata selama 60 hari masa pemeliharaan pada perlakuan (♦) 2 g/L, (■) 3g/L,

dan (▲) 4g/L 13

2 Perkembangan biomassa elver ikan sidat Anguilla marmorata selama 60 hari masa pemeliharaan pada perlakuan (♦) 2 g/L, (■) 3g/L,

dan (▲) 4g/L 13

DAFTAR LAMPIRAN

1 Prosedur pengukuran kadar glukosa darah 25

2 Prosedur pengoperasian spektrofotometer untuk analisis kadar glukosa

darah (SOP CAMSPEC SERI 2001) 25

3 Skema resirkulasi dalam pemeliharaan ikan sidat Anguilla marmoratta

dengan padat tebar 2,3 dan 4 g/L 27

4 Sistem resirkulasi dalam pemeliharaan ikan sidat Anguilla marmoratta

dengan padat tebar 2,3 dan 4 g/L 28

5 Rancangan wadah pemeliharaan 28

6 Analisis statistik parameter produksi ikan sidat Anguilla marmorata dengan padat tebar 2 g/L, 3 g/L dan 4g/L yang dipelihara dalam

sistem resirkulasi 29 7 Analisis statistik parameter darah ikan sidat Anguilla marmorata dengan padat tebar 2 g/L, 3 g/L dan 4g/L yang dipelihara dalam sistem resirkulasi 31 8 Hasil pengukuran kualitas air ikan sidat Anguilla marmorata dengan


(10)

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

Ikan sidat spesies Anguilla marmorata merupakan salah satu ikan yang bersifat katadromus, yaitu ikan yang memijah di laut, tumbuh berkembang di air tawar dan setelah dewasa kembali ke laut untuk bertelur dan memijah (McKinnon L.J, 2006). Bukti bahwa hampir semua spesies ikan sidat melakukan proses migrasi dan menyelesaikan separuh hidupnya dalam lingkungan laut telah dijelaskan untuk dua spesies setidaknya (A. anguilla dan A. japonica). Ikan sidat mempunyai kulit yang lembut dan sangat berlendir. Sebagian orang beranggapan sidat tidak bersisik, tetapi sebenarnya sidat memiliki sisik berukuran kecil yang terdapat dibawah kulit. Sisik dijumpai di sepanjang sisi lateral. Ukuran sisik-sisik tersebut relatif kecil dan tersusun secara khas. Arah poros terpanjang dari sisik saling tegak lurus satu sama lain membentuk gambaran mozaik seperti anyaman bilik bambu (Tesch 1977). Sidat termasuk ikan air yang memiliki banyak keunggulan, diantaranya dagingnya yang lembut, rasanya yang enak dan mengandung zat gizi penting terutaama DHA dan EPA serta vitamin A( Prawesti et al. 2011). Pada tahun 1995 permintaan akan sidat dunia mencapai 205.000 ton yang senilai dengan 3.1 milyar dollar Amerika dan sebagian besar (92%) dihasilkan dari budidaya (Rovara et al. 2007). Harga ikan sidat ukuran konsumsi lebih dari 500 gram/ekor pada pasar lokal untuk jenis Anguilla bicolor rata-rata Rp75.000-Rp100.000/kg, sedangkan jenis Anguilla marmorata Rp 125.000- Rp175.000/kg (Suitha, 2008).

Potensi yang tinggi terhadap komoditas ini memacu pengembangan produksi ikan sidat secara berkelanjutan. Beberapa penelitian terkait sistem dan teknologi budidaya ikan sidat sudah banyak dilakukan terutama untuk spesies Anguilla bicolor. Pengembangan teknologi budidaya banyak diteliti pada fase pendederan, yakni dengan fokus kajian mengenai padat tebar optimum ikan sidat. Rusmaedi (2010) melakukan penelitian terkait padat tebar ikan sidat dengan sistem resirkulasi dengan kepadatan 0,3 sampai 0,5 g/L untuk sidat Anguilla bicolor ukuran 3 g/ekor. Selain itu, Purwanto (2007) melakukan penelitian kepadatan ikan sidat Anguilla bicolor berukuran 0,5 g/ekor dengan kepadatan 0,3 sampai 0,5 g/L. Beberapa penelitian tersebut menghasilkan alternatif teknologi budidaya, terutama pemeliharaan ikan sidat pada sistem resirkulasi.

Namun informasi untuk spesies Anguilla marmorata data masih sangat terbatas terkait penelitian sistem dan teknologi budidaya. Berdasarkan observasi lapang/survey beberapa pembudidaya di wilayah Jawa Barat telah melakukan kegiatan pendederan ikan sidat A.marmorata pada stadia elver dengan kepadatan yang cukup tinggi, yakni berkisar antara 1-3 g/L. Berdasarkan hasil penelitian dan survei dari para pembudidaya, maka penulis melakukan penelitian dengan kepadatan 2 g/L, 3 g/L dan 4 g/L selama 60 hari pemeliharaan pada sidat Anguilla marmorata ukuran 7 g/L. Untuk memperoleh kajian yang mendalam, maka penelitian ini mengevaluasi respons tumbuh dan respons stres, sehingga data yang didapatkan dapat menggambarkan performa produksi dan status kesehatan ikan dengan kepadatan yang tinggi.

Pengembangan sistem dan teknologi budidaya terutama pada fase pendederan dengan fokus kajian kepadatan merupakan kegiatan awal dalam menentukan tingkat keberhasilan budidaya. Kepadatan yang sudah dilakukan oleh


(11)

pembudidaya perlu dikaji lebih lanjut untuk melihat respons ikan terhadap kepadatan ini, sehingga didapatkan data dan hasil yang akurat terkait sistem dan teknologi budidaya yang dilakukan.

Salah satu permasalahan dalam peningkatan produktivitas melalui peningkatan padat tebar adalah terganggunya proses fisiologis dan tingkah laku ikan terhadap ruang gerak yang pada akhirnya dapat menurunkan kondisi kesehatan dan fisiologis ikan. Akibat lanjut dari proses tersebut adalah pemanfaatan pakan, pertumbuhan dan kelangsungan hidup mengalami penurunan. Faktor-faktor yang mempengaruhi daya dukung (carrying capacity) antara lain adalah kualitas air, pakan, dan biomassa ikan. Pada keadaan lingkungan yang baik dan pakan yang tepat, serta pemeliharaan pada media suhu yang optimal, maka akan didapatkan performa produksi yang maksimal (Huisman, 1987). Oleh karena itu penelitian penentuan kepadatan melalui kajian fisiologis benih ikan sidat dilakukan dengan sistem resirkulasi dan pergantian air. Sistem resirkulasi adalah suatu wadah pemeliharaan ikan yang menggunakan sistem perputaran air, yang mengalirkan air dari wadah pemeliharaan ikan ke wadah filter (treatment), lalu dialirkan kembali ke wadah pemeliharaan (Timmons dan Losordo, 1994).

Perumusan Masalah

Potensi sumber daya sidat nasional khususnya stadia elver sangat tinggi. Potensi tersebut hanya dimanfaatkan untuk keperluan ekonomis yakni mengekspor ikan sidat pada ukuran elver. Kegiatan budidaya didalam negeri masih belum berkembang akibat belum berkembangnya sistem dan teknologi budidaya fase pendederan dan pembesaran. Dengan semakin meningkatnya permintaan kebutuhan sidat konsumsi, maka kebutuhan benih siap tebar untuk pembesaran juga semakin meningkat. Untuk itu diperlukan perbaikan sistem dan teknologi pendederan elver dalam rangka peningkatan efisiensi budidaya.

Pendekatan sistem dan teknologi budidaya dapat diawali dengan peningkatan produksi (biomassa akhir) melalui peningkatan padat tebar. Kondisi ini memerlukan pengelolaan pakan dan kualitas air yang tepat sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan sekaligus menekan mortalitas. Pada kepadatan tinggi ikan akan beradaptasi dengan lingkungan yang baru, terutama dalam kompetisi ruang gerak. Hal ini cenderung akan meningkatkan tingkat stres pada ikan. Untuk itu diperlukan penelitian tentang padat tebar ikan tertinggi yang masih dapat menghasilkan produksi yang maksimal.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kinerja produksi ikan sidat dengan padat tebar 2 g/L, 3 g/L, dan 4 g/L pada sistem resirkulasi melalui kajian respons fisiologis.

Hipotesis

Jika kepadatan tertentu dapat memberikan respons fisiologis yang baik, maka kelangsungan hidup dan pertumbuhan akan menjadi tinggi sehingga sistem budidaya akan menghasilkan kinerja produksi yang maksimal.


(12)

2 TINJAUAN PUSTAKA Ikan Sidat

Ikan sidat Anguilla spp. merupakan jenis ikan yang sangat laku di pasar internasional (Jepang, China, Taiwan, Hongkong, Jerman, Italia dan beberapa negara lain), sehingga ikan ini memiliki potensi yang menjanjikan sebagai komoditas ekspor. Tidak seperti halnya di negeri lain (Jepang dan negara-negara Eropa), di Indonesia sumberdaya ikan sidat belum banyak dimanfaatkan. Hal ini terlihat dari tingkat pemanfaatan ikan sidat secara lokal (dalam negeri) masih sangat rendah, padahal jumlah ikan ini dalam ukuran benih dan ukuran konsumsi cukup melimpah. Salah satu penyebabnya adalah ikan ini belum banyak dikenal, sehingga kebanyakan penduduk Indonesia belum terbiasa untuk mengkonsumsi ikan sidat. Demikian pula pemanfaatan ikan untuk tujuan ekspor masih sangat terbatas. Ekspor ikan sidat kebanyakan dalam ukuran glass eel hasil tangkapan dari alam (Affandi 2005).

Ikan sidat memiliki sifat yang unik dalam siklus hidupnya karena merupakan salah satu ikan yang melakukan migrasi/ruaya (katadromus). Indonesia yang diapit oleh 2 samudera tentunya memiliki sumberdaya benih sidat yang melimpah. Terbukti enam dari 18 spesies terdapat di Indonesia yakni Anguilla marmorata, A. celebensis, A. ancentralis, A. borneensis, A. bicolor bicolor dan A. bicolor pacifica (Tomiyama & Hibiya, 1977). Jenis ikan tersebut menyebar di muara sungai yang berbatasan dengan laut dalam yakni di pantai selatan Pulau Jawa, pantai barat P. Sumatera, pantai timur P. Kalimantan, seluruh pantai P. Sulawesi, Kepulauan Maluku, Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur hingga pantai utara dan selatan Papua. Ikan sidat hidup di perairan estuaria (laguna) dan perairan tawar (sungai, rawa dan danau serta persawahan) dari dataran rendah hingga dataran tinggi (Tesch 1911 & Aoyama 2009).

Budidaya ikan sidat sudah berkembang hampir diseluruh dunia. Beberapa negara produsen ikan sidat terbesar di dunia antaranya China, Jepang, dan Taiwan, Belanda, Italia, Denmark, Amerika, Australia. Secara umum budidaya ikan sidat yang dilakukan ada beberapa tahap, setelah benih (glass eel) ditangkap dari alam. Tahapan tersebut adalah: 1) pembenihan (seed production) dari ukuran 0,2-5,0 gram, 2) pendederan (nursery) dari ukuran 5-50 gram dan 3) pembesaran (grow-out) dari ukuran 50 gram sampai ukuran pasar (FAO 2012). Segmentasi budidaya ikan sidat di Indonesia dibagi menjadi beberapa tahap, yaitu Pendederan 1, Pendederan 2, dan Pembesaran. Pendederan 1 dilakukan dari glass eel (0,2 gram) sampai elver yang berukuran 2-5 gram. Pendederan 2 dilakukan untuk ikan ukuran 2-5 gram dipelihara sampai 4 bulan sampai ikan berukuran 10-80 gram. Grading dilakukan setiap bulan, sampai didapatkan ukuran akhir 60-80 gram untuk dibesarkan pada tahap pembesaran sampai ukuran konsumsi (Suitha 2008).

Pengaruh Padat Tebar Ikan terhadap Respons Fisiologis dan Stres Ikan Sidat

Wedemeyer (1996) menyatakan bahwa peningkatan padat tebar akan mengganggu proses fisiologi dan tingkah laku ikan terhadap ruang gerak yang pada akhirnya dapat menurunkan kondisi kesehatan dan fisiologis sehingga pemanfaatan makanan, pertumbuhan dan kelangsungan hidup mengalami


(13)

penurunan. Respons stres terjadi dalam tiga tahap yaitu tanda adanya stres, bertahan, dan kelelahan. Ketika ada stres dari luar ikan mulai mengeluarkan energinya untuk bertahan dari stres. Selama proses bertahan ini pertumbuhan menurun. Stres meningkat cepat ketika batas daya tahan ikan telah tercapai atau terlewati. Dampak stres ini mengakibatkan daya tahan tubuh ikan menurun dan selanjutnya terjadi kematian. Gejala ikan sebelum mati yaitu warna tubuh menghitam, gerakan tidak berorientasi, dan mengeluarkan lendir pada permukaan kulitnya.

Faktor yang mempengaruhi stres adalah kondisi kualitas air, khususnya oksigen dan amonia. Kandungan oksigen yang rendah dapat menurunkan tingkat konsumsi pakan ikan (nafsu makan), karena oksigen sangat dibutuhkan untuk respirasi, proses metabolisme di dalam tubuh, aktivitas pergerakan dan aktivitas pengelolaan makanan. Menurunnya nafsu makan ikan dapat menyebabkan penurunan pertumbuhan. Selain itu, konsentrasi amonia hasil metabolisme yang meningkat pada media pemeliharaan juga dapat berpengaruh terhadap pertumbuhan karena menurunkan konsumsi oksigen akibat kerusakan pada insang, penggunaan energi yang lebih akibat stres yang ditimbulkan, dan mengganggu proses pengikatan oksigen dalam darah yang pada akhirnya dapat menyebabkan kematian (Boyd, 1990).

Pengaruh Padat Tebar terhadap Kelangsungan Hidup dan Pertumbuhan

Padat tebar ikan adalah jumlah ikan per satuan volume air. Padat tebar berkaitan dengan produksi dan pertumbuhan ikan (Hickling, 1971). Padat tebar ikan yang terlalu tinggi dapat menurunkan mutu air, pertumbuhan ikan yang lambat, tingkat kelangsungan hidup ikan yang rendah serta tingkat keragaman ukuran ikan yang tinggi.

Menurut Effendie (1997), pertumbuhan adalah pertambahan ukuran panjang atau berat dalam suatu waktu, sedangkan pertumbuhan bagi populasi adalah pertambahan jumlah. Pertumbuhan ikan dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor internal yang meliputi sifat genetik dan kondisi fisiologis ikan, serta faktor eksternal yang berhubungan dengan pakan dan lingkungan. Faktor-faktor eksternal tersebut diantaranya adalah komposisi kimia air dan tanah, suhu air, bahan buangan metabolit, ketersediaan oksigen dan ketersediaan pakan. Menurut Hepher dan Pruginin (1981), jumlah ikan yang ditebar juga bergantung pada produktivitas kolam. Peningkatan hasil melalui peningkatan padat tebar hanya dapat dilakukan dengan pengelolaan pakan dan lingkungan.

Tingkat kelangsungan hidup ikan adalah nilai persentase jumlah yang hidup selama masa pemeliharaan tertentu. Padat tebar ikan yang tinggi dapat mempengaruhi lingkungan budidaya dan interaksi ikan. Penyakit dan kekurangan oksigen akan mengurangi jumlah ikan secara drastis, terutama ikan yang berukuran kecil (Hepher dan Pruginin, 1981).


(14)

Hepher dan Pruginin (1981) menyatakan bahwa laju pertumbuhan dan tingkat padat tebar ikan merupakan hasil fungsi dari hasil panen persatuan luas (yield). Peningkatan padat tebar dapat mengakibatkan penurunan pertumbuhan ikan, tetapi selama penurunannya tidak terlalu besar dibandingkan peningkatan padat tebar maka produksi akan tetap meningkat. Ketika penurunan pertumbuhan yang terjadi semakin besar maka penurunan produksi akan terjadi hingga mencapai tingkat pertumbuhan nol. Ini berarti bahwa hasil ikan yang ditebar telah mencapai nilai daya dukung (carrying capacity) wadah budidaya.

Peningkatan padat tebar ikan tanpa disertai dengan peningkatan jumlah pakan yang diberikan dan kualitas air terkontrol akan menyebabkan penurunan pertumbuhan ikan (critical standing crop) dan jika telah sampai pada batas tertentu (carrying capacity) maka pertumbuhannya akan berhenti sama sekali (Hepher dan Pruginin, 1981).

Glukosa Darah dan Kadar Kortisol sebagai Indikator Stres

Stres pada ikan biasanya disebabkan oleh perubahan lingkungan (environmental change), seperti perubahan kondisi fisik, kimia, dan biologi perairan, sehingga ikan akan mengalami stres. Untuk menanggapi perubahan tersebut, ikan mengembangkan suatu kondisi homeostatis baru dengan mengubah metabolismenya. Stres merupakan respons fisiologis yang terjadi pada saat hewan berusaha mempertahankan homeostatis. Respons terhadap stres ini dikontrol oleh sistem endokrin melalui pelepasan hormon kortisol dan katekolamin (Barton et al.1987). Menurut Pickering (1981), penyebab stres (stressor) dapat dikelompokkan sebagai berikut:

a. Perubahan lingkungan (environmental change), yang terdiri dari perubahan suhu, kepadatan, salinitas, perubahan tekanan air, polusi, pH, penyakit, perubahan arus air, muatan-muatan sedimen, konsentrasi DO dan ketersediaan makanan

b. Penanganan (handling), seperti pemeliharaan tanki, transportasi dan pemindahan ikan dengan serok atau ember.

c. Penangkapan (capture) dengan pukat harimau, trammel net dan gill net.

Glukosa adalah karbohidrat yang memiliki peran yang besar dalam proses bioenergetika hewan, yang akan ditransformasikan menjadi energi kimia (ATP), dan selanjutnya akan diubah menjadi energi mekanik (Lucas 1996 in Martinez et al. 2009). Dalam kondisi suboptimum atau stres (internal atau eksternal) sel-sel akan melepaskan hormon chromaffin katekolamin, adrenalin dan noradrenalin di dalam sirkulasi hemolim. Hormon-hormon stres ini terkait mobilisasi kortisol dalam meningkatkan produksi glukosa melalui jalur glukogenesis dan glikogenolisis untuk mengatasi energi yang dihasilkan oleh stressor. Sebagian besar produksi glukosa dimediasi oleh aksi kortisol yang merangsang glukoneogenesis hati dan juga menghentikan serapan perifer gula (Wedemeyer et al. 1990 in Martinez et al 2009). Glukosa kemudian dilepaskan (dari hati dan otot) dari sirkulasi hemolim dan masuk ke dalam sel melalui aksi insulin.

Kortisol adalah glukokortikoid utama yang disekresikan oleh jaringan interenal (sel steroidogenik) dan terletak di ginjal. Hormon ini dilepaskan oleh aktivasi dari sumbu hipotalamus-hipofisis-interenal (HPI axis). Ketika suatu organisme mengalami kondisi stres, hipotalamusrilis corticotropin-releasing


(15)

factor (CRF) terhadap sirkulasi hemolim merangsang sekresi adrenocortico-trophic hormone (ACTH) dari kelenjar hipofisis anterior yang akhirnya mengaktifkan pelepasan kortisol oleh jaringan interenal (Mommsen et al. 1999 in Martinez et al. 2009).

Woodward and Strange (1987) menyatakan, bahwa kortisol ikan trout pelangi mengalami peningkatan 3 kali lebih besar dari ikan hatchery saat terkena perlakuan wadah yang bersih dan kejutan listrik. Di sisi lain seperti yang dinyatakan sebelumnya, stres hormon seperti katekolamin, kortisol dan lain-lain dapat dipengaruhi oleh faktor internal atau kondisi eksternal (anoksia, polusi, stres nutrisi, stres fisik).

3 METODE Waktu dan Tempat

Penelitian dilaksanakan selama tiga bulan, yaitu bulan Oktober untuk masa pengadaptasian, serta bulan November dan Desember untuk masa pemeliharaan. Penelitian dilakukan di CV Widya Mandiri Bogor. Analisis kualitas air dan analisis gambaran darah dilakukan di Laboratorium Lingkungan Akuakultur dan Laboratorium Kesehatan Ikan Departemen Budidaya Perairan IPB, sedangkan analisis glukosa darah dan kortisol dilakukan di Laboratorium Fisiologi Fakultas Kedokteran Hewan IPB.

Rancangan Percobaan

Penelitian ini dilakukan dengan metode eksperimental. Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL) dengan tiga perlakuan padat tebar dan tiga ulangan. Perlakuan tersebut adalah pemeliharaan benih sidat berukuran 7 g dengan padat tebar 2 g/L, 3 g/L, dan 4 g/L.

Prosedur Percobaan Persiapan Wadah

Wadah yang digunakan untuk pemeliharaan ikan sidat berupa 9 akuarium bersekat untuk sistem resirkulasi. Sekat ini berfungsi untuk memisahkan bagian filter dan bagian untuk pemeliharaan. Dimensi akuarium yang digunakan adalah 90 cm x 50 cm x 40 cm, yang terdiri atas bagian filter berukuran 10 cm x 50 cm x 40 cm dan bagian pemeliharaan adalah 80 cm x 50 cm x 30 cm. Volume air yang digunakan untuk pemeliharaan sebesar 120 L. Tahapan persiapan penelitian meliputi pembuatan konstruksi sistem resirkulasi, pembersihan wadah, penempatan wadah, pengisian wadah, dan stabilisasi air. Filter yang digunakan adalah satu unit filter yang berfungsi sebagai filter fisik, kimia, dan biologi.

Bahan filter yang digunakan terdiri dari kapas sintetis, karbon aktif, zeolit, karang jahe dan bioball. Pada sistem resirkulasi, air dari akuarium pemeliharaan masuk ke dalam filter melalui pipa serapan dan dialirkan secara gravitasi. Air yang keluar langsung memasuki media filter secara berurutan, yaitu kapas, karbon aktif, zeolit, karang jahe dan bioball. Air yang telah melewati filter akan mengalir


(16)

ke dalam sekat penampungan air. Selanjutnya, air tersebut dipompa ke dalam akuarium pemeliharaan melalui pipa inlet.

Sebelum digunakan, akuarium pemeliharaan dibilas, dicuci, dikeringkan, dan ditutup. Akuarium yang telah siap digunakan kemudian diisi air sampai ketinggian 30 cm sehingga volume air media pemeliharaan 120 liter. Air yang digunakan telah diendapkan selama tiga hari. Sistem resirkulasi yang telah selesai disusun kemudian dijalankan selama empat hari. Setelah diisi air, kedalam akuarium ditambahkan garam sebanyak 360 g kedalam 120 liter air untuk mendapatkan salinitas air 3 ppt.

Penebaran Benih

Benih sidat yang digunakan dalam penelitian ini memiliki panjang 15±1 cm dengan bobot 7±1 gram/ekor yang berasal dari pembudidaya sidat di Cimanggu, Bogor, Jawa Barat. Bobot benih sidat diukur dengan mengambil 30 sampel sehingga dapat diperoleh bobot rata-rata untuk menentukan biomassa dalam setiap perlakuan. Benih diaklimatisasi terlebih dahulu sebelum ditebar. Penebaran dilakukan setelah 4 hari stabilisasi sistem resirkulasi. Padat tebar pada setiap akuarium dilakukan sesuai dengan perlakuan, yaitu 2 g/L, 3 g/L, dan 4 g/L. Penebaran ini mengacu pada kepadatan yang biasa dilakukan oleh pembudidaya ikan sidat stadia elver, kemudian ikan sidat dipelihara selama 60 hari.

Pemeliharaan

Penelitian dilakukan selama 60 hari masa pemeliharaan. Selama penelitian dilakukan pengelolaan air dan pakan, serta pengambilan contoh berupa ikan dan air pemeliharaan.

Pengelolaan Kualitas Air

Pengelolaan kualitas air dilakukan dengan penyifonan setiap sebelum pemberian pakan dan pergantian air dua kali sehari, yakni pada pagi dan sore hari sebanyak 20%/hari. Pengukuran parameter kualitas air Dilakukan setiap 10 hari sekali, yang meliputi parameter suhu dan pH secara in-situ setiap pagi dan sore hari sedangkan parameter DO, amonia, nitrit, nitrat dan alkalinitas.

Pengelolaan Pakan

Pakan yang diberikan berupa pelet tenggelam (slow sinking) pakan kerapu dengan kadar protein 45%. Pakan diberikan 2.5-3% per hari dengan frekuensi pemberian pakan 4 kali sehari. Proporsi pemberian pakan pada malam hari lebih besar dari pada pemberian pakan pada pagi dan siang hari yakni sekitar 40% dari jumlah pakan per hari.

Pengambilan Contoh

Pengambilan contoh air dan contoh ikan dilakukan setiap sepuluh hari selama periode penelitian yang meliputi suhu, pH, DO, amonia, nitrit, dan alkalinitas. Contoh ikan diambil untuk diukur panjang dan bobot per individu ikan guna mendapatkan hasil parameter biologi. Pengambilan contoh ikan juga dilakukan setiap sepuluh hari, dan contoh diambil sebanyak 20 ekor pada setiap ulangan dalam perlakuan. Selain itu contoh ikan juga diambil darahnya sebanyak 0.2 ml untuk dilakukan analisis gambaran darah, glukosa darah, dan kortisol. Analisis gambaran darah dan glukosa darah dilakukan setiap sepuluh hari selama penelitian, sedangkan analisis kortisol dilakuan setiap 30 hari selama penelitian.


(17)

Penghitungan dan Analisis Data

Data hasil pengamatan dihitung untuk mendapatkan parameter biologi yaitu derajat kelangsungan hidup (survival rate, SR), laju pertumbuhan spesifik (specific growth rate, SGR), konversi pakan (feed conversion ratio, FCR), koefisien keragamaan (KK), gambaran darah, glukosa darah, dan kortisol, serta parameter kualitas air. Data hasil perhitungan ditabulasi dan dianalisis menggunakan program Microsoft Excel 2007 dan SPSS 16.0. Data parameter yang diamati dianalisis dengan analisis ragam (ANOVA) pada taraf uji 5%. Analisis ini digunakan untuk menentukan apakah perlakuan berpengaruh nyata terhadap parameter yang diamati. Apabila berpengaruh nyata dilakukan uji lanjut Tukey pada taraf uji 5% untuk menentukan perbedaan antar perlakuan. Parameter kualitas air dianalisis secara deskriptif dengan penyajian gambar atau tabel.

Parameter Uji

Parameter yang diuji selama penelitian meliputi parameter biologi yang terdiri dari derajat kelangsungan hidup (SR), laju pertumbuhan spesifik (SGR), laju pertumbuhan biomassa (LPB), konversi pakan (FCR), koefisien keragaman bobot (KK), gambaran darah, kadar glukosa darah, dan kadar kortisol, serta parameter kualitas air yang meliputi suhu, pH, DO, alkalinitas, amonia dan nitrit.

Derajat Kelangsungan Hidup

Derajat kelangsungan hidup (SR) adalah perbandingan jumlah ikan yang hidup sampai akhir pemeliharaan dengan jumlah ikan pada awal pemeliharaan, yang dihitung menggunakan rumus dari Goddard (1996) yaitu:

% 100 0

x N N

SR t

      

Keterangan: SR = Derajat kelangsungan hidup (%)

Nt = Jumlah ikan hidup pada akhir pemeliharaan (ekor) No = Jumlah ikan pada awal pemeliharaan (ekor)

Laju Pertumbuhan Spesifik

Laju pertumbuhan spesifik (SGR) adalah laju pertumbuhan harian atau persentase pertambahan bobot ikan setiap harinya, yang dihitung berdasarkan rumus Huisman (1987):

� = �� �0 �

−1 � 100%

Keterangan: SGR = Laju pertumbuhan harian (%)

Wt = Biomassa ikan akhir pemeliharaan (g)

W0 = Biomassa ikan awal pemeliharaan (g)


(18)

Laju Pertumbuhan Biomassa

Laju pertumbuhan biomassa (LPB) adalah perubahan biomassa rata-rata dari awal sampai akhir pemeliharaan. Laju pertumbuhan biomassa dapat dihitung menggunakan rumus dari Goddard (1996):

LPB = Bt-Bo

t

Keterangan: LPB = Laju pertumbuhan biomassa (g/hari)

Wt = Biomassa rata-rata pada akhir pemeliharaan (g) Wo = Biomassa rata-rata pada awal pemeliharaan (g) t = Waktu pemeliharaan (hari)

Konversi pakan

Konversi pakan (FCR)merupakan indikator untuk menentukan efektivitas pakan (NRC, 1993) yang dihitung menggunakan rumus dari Goddard (1996):

  

  

0 W W W

F FCR

d t

Keterangan : FCR = Konversi pakan

Wt = Biomassa total ikan pada akhir pemeliharaan (gram)

Wo = Biomassa total ikan mati selama pemeliharaan (gram)

Wd = Biomassa total ikan pada awal pemeliharaan (gram)

F = Jumlah pakan selama pemeliharaan (gram)

Koefisien Keragaman Bobot

Variasi ukuran dalam penelitian ini berupa variasi panjang ikan yang dinyatakan dalam koefisien keragaman, yang dihitung menggunakan rumus Steel dan Torrie (1981):

KK = S

Y x 100% Keterangan: KK = Koefisien keragaman (%)

S = Simpangan baku Y = Rata-rata contoh

Analisis Darah

Pengukuran parameter gambaran darah dan glukosa darah dilakukan setiap kali waktu pengambilan contoh yakni setiap 10 hari, sedangkan pengukuran kortisol dilakukan setiap 30 hari. Parameter gambaran darah ikan yang diukur meliputi total eritrosit, total leukosit, kadar hemoglobin, kadar hematokrit, diferensial leukosit.

Pengukuran parameter gambaran darah mengacu pada metode pengukuran oleh Blaxhall dan Daisley (1973) untuk total eritrosit dan total leukosit, Wedemeyer dan Yasutake (1977) untuk kadar hemoglobin, Anderson dan Siwicki (1993) untuk kadar hematokrit, dan Amlacher (1970) untuk diferensial leukosit.


(19)

Glukosa Darah

Glukosa darah merupakan suatu parameter yang dapat menggambarkan respons fisiologis pada hewan pada saat mempertahankan homeostasis pada suatu perubahan yang terjadi. Glukosa diukur dengan metode Wedemeyer & Yasutake (1977) dalam Hastuti et al. (2003). Sampel hemolim yang ditampung dalam tabung Eppendorf disentrifugasi selama 20 menit dengan kecepatan putaran 2500 rpm untuk memisahkan plasma hemolim. Selanjutnya plasma hemolim sebanyak 0.05 ul ditambahkan ke dalam 3.50 ml reagen warna ortho-toluidin dalam asam asetat glasial. Campuran tersebut dimasukkan dalam air mendidih selama 15 menit. Setelah didinginkan dalam suhu ruang, konsentrasi glukosa hemolim diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 635 nm. Selanjutnya nilai absorbansinya dikonversi menjadi kadar glukosa hemolim dalam mg/100 ml. Kadar glukosa hemolim dihitung berdasarkan persamaan yang dikemukakan oleh Wedemeyer dan Yasutake (1977) dalam Hastuti et al. (2003) sebagai berikut:

  

 

AbsSt [GSt] x AbsSp ]

[GD

Keterangan: [GD] = Konsentrasi glukosa hemolim (mg/dl) AbsSp = Absorbansi sampel

AbsSt = Absorbansi standat

[GSt] = Konsentrasi glukosa standar (mg/dl)

Kortisol

Pengukuran kortisol dilakukan di Laboratorium Fisiologi Fakultas Kedokteran Hewan IPB dengan menggunakan sistem RIA dengan penggunaan KIT dari Negara Hungaria (Budapest). Pengukuran kortisol dilakukan dengan melakukan ekstraksi sampel yang kemudian dilakukan pembacaan densitas optik dengan menggunakan alat baca RIA yang diatur dengan filter berpanjang gelombang 450 nm. Hasil perolehan data yang berupa densitas optik diinterpolasikan dengan menggunakan rumus:

Y = -a Ln (x) + b

Parameter Kualitas air

Pengukuran parameter kualitas air dilakukan dari awal sampai akhir pemeliharaan yang meliputi parameter suhu, pH, kandungan oksigen terlarut (DO), nitrit, nitrat, amonia, dan alkalinitas.

Tabel 1 Parameter kualitas air, satuan, dan alat ukur

Parameter Satuan Alat ukur

Suhu oC Termometer digital

Oksigen

terlarut mg/L DO-meter

pH - pH-meter/lakmus

Nitrit mg/L Spektrofotometer

TAN mg/L Spektrofotometer


(20)

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil yang didapatkan dari penelitian ini meliputi tiga parameter utama yakni parameter produksi; derajat kelangsungan hidup (SR), laju pertumbuhan bobot harian (SGR), laju pertumbuhan biomassa (LPB), konversi pakan (FCR), koefisien keragaman (KK), rata-rata bobot, rata-rata biomassa, dan parameter respons stres berupa; gambaran darah (hemoglobin, hematokrit, sel darah merah, sel darah putih, dan diferensial leukosit), kadar glukosa darah, dan kadar kortisol serta parameter kualitas air; suhu, pH, DO, NH3, nitrit, dan alkalinitas.

Kinerja Produksi

Kinerja produksi ikan sidat Anguilla marmorata meliputi beberapa parameter antara lain, derajat kelangsungan hidup, laju pertumbuhan spesifik, laju pertumbuhan biomassa, konversi pakan, dan koefisien keragaman seperti ditunjukkan pada Tabel 2.

Tabel 2 Data parameter produksi elver ikan sidat yang dipelihara selama 60 hari pada padat tebar berbeda

Parameter Produksi Perlakuan padat tebar

2 g/L 3g/L 4g/L

Derajat kelangsungan hidup (%) 100±0.00 100±0.00 100±0.00

Laju pertumbuhan spesifik (%) 0.53±0.14a 0.77±0.16a 0.99±0.30a

Laju pertumbuhan biomassa (g/hari) 1.51±0.46a

4.01±2.57ab 7.50±4.13b

Konversi pakan 2.75±0.86a 1.80±0.85a 1.22±0.58a

Koefisien keragaman (%) 31.19±13.85a 26.07±13.95a 21.72±3.60a

a

Angka-angka pada baris yang sama yang diikuti oleh huruf superscriptyang sama tidak

berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji selang berganda Tukey)

Derajat kelangsungan hidup (SR) merupakan parameter utama dalam produksi biota akuakultur yang dapat menunjukkan keberhasilan produksi tersebut. Jika diperoleh nilai SR yang tinggi pada suatu kegiatan budidaya, maka dapat dikatakan bahwa kegiatan budidaya yang dilakukan telah berhasil. Berdasarkan Tabel 2, derajat kelangsungan hidup elver ikan sidat pada semua perlakuan adalah 100%, karena tidak terjadi kematian selama 60 hari masa pemeliharaan. Tingginya nilai derajat kelangsungan hidup ini disebabkan faktor kondisi media pemeliharaan ikan sidat yang cocok dengan keadaan tempat ikan sidat hidup. Tingkat stres yang dialami ikan sidat diduga masih berada pada level yang dapat ditoleransi sehingga tidak menyebabkan ikan sidat mati. Kepadatan tertinggi pada penelitian ini masih dapat ditolerir, sehingga tidak terjadi persaingan pada ruang gerak dan kesempatan dalam memperoleh pakan.

Pertumbuhan merupakan salah satu komponen yang penting dalam produktivitas. Secara umum pertumbuhan merupakan ekspresi dari pertambahan volume, bobot basah, ataupun bobot kering terhadap suatu satuan waktu tertentu (Effendi 1979) dan Hartnoll (1982). Berdasarkan Tabel 2, laju pertumbuhan bobot spesifik perlakuan padat tebar 2 g/L, 3 g/L, dan 4 g/L memiliki nilai yang sama secara statistik. Hasil analisis ragam juga menunjukkan bahwa perlakuan tidak


(21)

memberikan pengaruh yang nyata terhadap laju pertumbuhan spesifik elver ikan sidat (p<0.05). Pertumbuhan selalu dikaitkan dengan jumlah pakan yang diberikan dan kualitas air dalam wadah pemeliharaan, karena suhu air dan kadar oksigen dalam air mempengaruhi nafsu makan, proses metabolisme dan pertumbuhan (Goddard 1996). Jika dilihat dari respons terhadap pakan yang diberikan, elver ikan sidat dengan padat tebar tertinggi 4 g/L memiliki jumlah individu yang banyak. Berdasarkan sifat ikan sidat yang bergerombol, maka ikan sidat akan mengkonsumsi pakan lebih banyak dibandingkan dengan padat tebar rendah (Sasongko et al. 2005). Hal ini menyebabkan, jumlah pakan yang dikonversi menjadi daging akan semakin besar, sehingga laju pertumbuhan bobot harian padat tebar tinggi 4 g/L lebih besar dibandingkan dengan padat tebar yang rendah. Pertumbuhan biomassa merupakan selisih antara biomassa akhir dengan biomassa awal terhadap waktu pemeliharaan (Goddard 1996). Pertumbuhan biomassa berkaitan erat dengan efisiensi ekonomi karena produk akhir yang dihasilkan adalah elver ikan sidat dalam kilogram. Perlakuan padat tebar 4 g/L memiliki pertumbuhan biomassa tertinggi yakni sebesar 7.50 g/hari, kemudian perlakuan 3 g/L sebesar 4.01 g/hari, sedangkan laju pertumbuhan biomassa terendah terdapat pada perlakuan 2 g/L sebesar 1.51 g/hari. Semakin banyak jumlah ikan (ekor) dan semakin tinggi biomassa (g) akan mendukung sifat bergerombol ikan sidat sehingga mempengaruhi efektifitas penggunaan pakan yang akan berpengaruh langsung terhadap pertumbuhan.

Konversi pakan (FCR) merupakan jumlah pakan yang diberikan (kg) untuk menghasilkan 1 kg bobot tubuh ikan. Nilai konversi pakan berbanding terbalik dengan nilai efisiensi pakan. Hasil analisis ragam untuk konversi pakan menunjukkan bahwa padat tebar tidak berpengaruh nyata (p>0.05) terhadap konversi pakan. Berdasarkan pengamatan visual, ikan sidat pada padat tebar rendah tidak terlalu respons terhadap pakan yang diberikan. Semakin tinggi padat tebar, respons ikan sidat terhadap pakan semakin tinggi. Sidat mempunyai bagian yang sangat sensitif terhadap getaran terutama di bagian samping. Bagian tubuh yang sensitif ini membantu pergerakan sidat karena kemampuan penglihatannya kurang baik (Tesch, 2003). Kemampuan inilah yang dimanfaatkan oleh ikan sidat pada saat diberi pakan. Ikan sidat mengikuti pergerakan ikan sidat lainnya ketika diberi pakan. Menurut Facey dan Avyle (1987) ikan sidat di alam hidup bergerombol dan cenderung berada di dasar perairan. Diduga, ikan sidat yang dipelihara pada padat tebar yang terlalu rendah mengalami stres. Dalam kondisi stres, nafsu makan ikan semakin menurun dan terjadi peningkatan gangguan fungsi fisiologis yang selanjutnya akan meningkatkan konversi pakan. Secara terintegrasi, kedua hal tersebut menyebabkan penurunan pertumbuhan sehingga mempengaruhi ukuran panen.

Koefisien keragaman (KK) bobot menggambarkan tingkat keragaman bobot ikan pada akhir pemeliharaan, yaitu semakin tinggi nilai koefisien keragaman maka tingkat keseragaman bobot semakin kecil. Koefisien keragaman bobot ikan sidat yang dipelihara pada perlakuan padat tebar 2 g/L, 3 g/L, dan 4 g/L berturut-turut sebesar 31.19%, 26.07%, dan 21.72%. Peningkatan padat tebar tidak mempengaruhi koefisien keragaman bobot ikan sidat (p>0.05). Hal tersebut menunjukkan bahwa peningkatan padat tebar hingga 4 g/L tidak mempengaruhi variasi ukuran ikan sidat selama kualitas air terjaga dan pakan yang tersedia dalam jumlah yang cukup.


(22)

7,53 7,95 8,05 8,24

8,79 9,90

10,37

6,66 7,25 7,34 7,52

8,39

9,63 10,62

7,19 7,88 8,03 8,24

9,54 10,68 13,13 5,00 7,50 10,00 12,50 15,00

0 10 20 30 40 50 60

B o bo t Ra ta -Ra ta ( g ) Hari ke-2 g/l 3 g/l 4 g/l

Perkembangan Bobot Rata-Rata (g)

Berdasarkan Gambar 1terlihat bahwa perkembangan bobot rata-rata pada setiap perlakuan selama 60 hari pemeliharaan menunjukkan tingkat pertumbuhan yang positif, yaitu bobot rata-rata semakin lama masa pemeliharaan semakin meningkat. Pada akhir pemeliharaan bobot rata-rata elver ikan sidat perlakuan 2 g/L sebesar 10.37 g, perlakuan 3 g/L sebesar 10.62 g, dan perlakuan 4 g/L sebesar 13.13 g.

Gambar 1 Perkembangan bobot rata-rata elver ikan sidat sidat Anguilla marmorata selama 60 hari masa pemeliharaan pada perlakuan (♦) 2 g/L, (■) 3g/L, dan (▲) 4g/L.

Perkembangan Biomassa (g)

Berdasarkan Gambar 2 terlihat bahwa perkembangan biomassa selama 60 hari pemeliharaan menunjukkan tingkat pertumbuhan biomassa yang positif, yaitu biomassa semakin lama masa pemeliharaan semakin meningkat. Pada akhir pemeliharaan biomassa elver ikan sidat perlakuan 2 g/L sebesar 331.89 g, perlakuan 3 g/L sebesar 578.08 g, dan perlakuan 4 g/L sebesar 873.88 g.

Gambar 2 Perkembangan biomassa elver ikan sidat Anguilla marmorata selama 60 hari masa pemeliharaan pada perlakuan (♦) 2 g/L, (■) 3g/L, dan (▲) 4g/L.

241,00 254,49 257,72 263,74 281,33 316,91 331,89

363,33 394,28 399,20 409,64 457,61

522,98 578,09

479,00 523,68 533,58 547,61

634,51 712,17 873,88 100,00 300,00 500,00 700,00 900,00

0 10 20 30 40 50 60

B io m a ss a ( g ) Hari ke-2 g/l 3 g/l 4 g/l


(23)

Parameter Darah

Respons stres elver ikan sidat dengan perlakuan padat tebar 2, 3, dan 4 g/L ditunjukkan dengan hasil dari beberapa parameter gambaran darah, glukosa darah, dan kadar kortisol pada Tabel 3.

Tabel 3 Data parameter respons stres elver ikan sidat yang dipelihara selama 60 hari pada padat tebar berbeda.

Parameter respons stres

Perlakuan padat tebar

2g/L 3g/L 4g/L

Kadar kortisol (nm/l) 27.26± 10.09a 18.94± 15.12a 22.45± 8.59a

Gukosa darah (mg/dl) 32.07± 4.33a 26.42± 3.03a 31.92± 4.29a

Hemoglobin (g/100ml) 5.190,02±0.84a 4.55± 0.49a 4.89± 0,26a

Hematokrit (%) 15.40± 2.68a 13.81± 5.47a 16.20± 1.33a

Sel darah merah (x 1000.000sel/ mm3) 1.23± 0.10 a 1.21± 0.09a 1.28 ± 0.05a

Sel darah putih (x 100.000 sel/ mm3) 3.60± 0.001a 3.51± 0.004ab 2.73 ± 0.002b

Monosit (%) 5.12± 1.40a 4.76± 0.92a 5.57a ± 0.71

Limfosit (%) 90.90a ± 1.82 92.05a ± 1.67 91.38± 1.00a

Neutrofil (%) 3.98± 0.42a 3.19± 0.79a 3.10± 0.36a

a

Angka-angka pada baris yang sama yang diikuti oleh huruf superscript yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji selang berganda Tukey)

Secara umum respons stres ikan sidat dapat dilihat dari data analisis kadar kortisol, glukosa darah dan gambaran darah. Hal ini didukung oleh pernyataan Wedemeyer dan Yatsuke (1997), perubahan gambaran darah dan kimia darah baik secara kualitatif maupun kuantitatif dapat menentukan kondisi ikan atau status kesehatannya. Penyimpangan kondisi fisiologis ikan akan menyebabkan komponen-komponen darah juga mengalami perubahan. Selain itu, menurut Lagler et al. (1977) menyatakan bahwa adanya gangguan di dalam tubuh ikan diperlihatkan oleh adanya perubahan pada gambaran darah, seperti nilai hematokrit, konsentrasi hemoglobin, jumlah sel darah putih total dan jumlah sel darah merah.

Berdasarkan Tabel 3, kadar kortisol selama penelitian berkisar antara 18.94 - 27.26 nmol/l. Kadar kortisol pada ikan rainbow trout yang mengalami stres akut adalah rata-rata 45.16 μg/dl sedangkan pada ikan yang tidak mengalami stres adalah lebih rendah yaitu rata-rata 31.50 μg/dl (Kubilay dan Ulukoy 2002). Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan tidak berpengaruh terhadap kadar kortisol elver ikan sidat (p>0.05). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kadar kortisol dan glukosa meningkat setelah diberi perlakuan. Woodward and Strange (1987) mengamati kortisol ikan trout pelangi mengalami peningkatan 3 kali lebih besar dari ikan hatchery saat terkena perlakuan wadah yang bersih dan kejutan listrik. Di sisi lain seperti yang dinyatakan sebelumnya, stres hormon seperti katekolamin, kortisol dan lain-lain dapat dipengaruhi oleh faktor internal atau kondisi eksternal (anoksia, polusi, stres nutrisi, stres fisik). Menurut Pickering (1981), penyebab stres diakibatkan oleh perubahan lingkungan (perubahan suhu,


(24)

kepadatan, salinitas, perubahan tekanan air, polusi, pH, penyakit, perubahan arus air, muatan-muatan sedimen, konsentrasi DO dan ketersediaan makanan, penanganan/handling (pemeliharaan tank, transportasi dan pemindahan ikan dengan serok atau ember) dan penangkapan (capture) dengan pukat harimau, trammel net, dan gill net, selain memberikan kenyamanan dengan memberikan gerombolan ikan dengan biomassa tinggi, syarat lain yang harus dipenuhi dalam rangka meminimalisir tingkat stres adalah nilai nutrisi pakan dan faktor lingkungan yang sesuai selama pemeliharaan. Menurut Barton et al. (1987) status kelengkapan nutrisi dapat mempengaruhi respons stres dan glukosa.

Glukosa darah ditentukan oleh stres. Hiperglisemia merupakan indikator terjadinya stres awal, karena tingkat glukosa darah sangat sensitif terhadap hormon stres. Makin tinggi kadar glukosa darah mengindikasikan meningkatnya level stres akibat perlakuan yang diberikan. Pada level stres yang sangat tinggi, peningkatan yang cepat dari glukosa darah dan bertahan pada level tinggi akan diikuti dengan kematian (Brown 1993). Berdasarkan Tabel 3, kadar glukosa darah selama penelitian berkisar antara 31.92-32.07 mg/dl. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap kadar glukosa elver ikan sidat (p>0.05). Menurut Fekri (2014), ikan sidat ukuran 1-2 g memiliki nilai glukosa darah sebesar 15.4 mg/dl. Kadar glukosa dalam plasma ikan rainbow trout yang stres rata 58.53 mg/dl dan pada ikan yang tidak stres adalah rata-rata 26.23 mg/dl (Kubilay dan Ulukoy 2002). Nilai glukosa darah yang dihasilkan berada jauh diatas nilai glukosa darah pada penelitian Fekri (2014). Meningkatnya kadar glukosa dalam plasma darah ikan selama stres kemungkinan disebabkan oleh aksi katekolamin pada glikogen dalam hati dan jaringan (Rocha et al dalam Svobodova et al. 2006) peningkatan nilai glukosa darah ini masih berada pada kisaran toleransi ikan sidat, karena secara sifatnya di alam ikan sidat membutuhkan gerombolan yang besar dalam menjaga kenyamanan dalam wadah budidaya. Hal ini sesuai dengan pernyataan Facey dan Avyle (1987), bahwa ikan sidat terbiasa hidup dengan komunitas yang besar, bergerombol (schooling) dan cenderung berada di dasar perairan.

Hemoglobin adalah protein dalam eritrosit yang tersusun atas protein globin tidak berwarna dan pigmen heme yang dihasilkan dalam eritrosit. Blaxhall (1971) menyatakan bahwa kadar hemoglobin merupakan indikator anemia, selanjutnya Anderson dan Swicki (1993) menyatakan bahwa peningkatan kadar hemoglobin menunjukkan ikan berada dalam keadaan stres. Paulo et al. (2009) menyatakan bahwa kadar Hb berkaitan dengan jumlah eritrosit, sehingga pada kondisi stres juga mempengaruhi kadar Hb dalam darah. Siakpere (2005) menyatakan bahwa secara fisiologis, hemoglobin menentukan tingkat ketahanan tubuh ikan dikarenakan hubungannya yang sangat erat dengan daya ikat oksigen oleh darah. Kemampuan darah untuk mengangkut oksigen bergantung pada kadar Hb dalam darah (Lagler et al. 1977). Wells et al. (2005) menyatakan bahwa 1 g hemoglobin dapat mengikat kira-kira 1.34 ml oksigen.

Berdasarkan Tabel 3 terlihat bahwa kadar hemoglobin pada masing-masing perlakuan tidak menunjukkan perbedaaan secara signifikan. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap nilai hemoglobin elver ikan sidat (p>0.05). Hal ini di indikasikan bahwa kadar hemoglobin dalam darah ikan sidat pada kepadatan rendah dan tinggi adalah sama, artinya kadar tersebut tidak menyebabkan gangguan pada transpor darah


(25)

keseluruh tubuh. Hemoglobin berfungsi mengangkut oksigen pada saat darah mengalir ke seluruh tubuh. Hemoglobin melepaskan oksigen ke sel dan mengikat karbondioksida. Banyaknya oksigen yang diterima oleh jaringan tergantung pada kadar dan fungsi hemoglobin yang tersedia. Sebaliknya juga jika kadar oksigen rendah maka kemampuan hemoglobin dalam transpor darah akan berkurang. Berdasarkan data pada Tabel 4, nilai oksigen terlarut selama penelitian yakni berkisar antara 4.5-8.8 mg/l, nilai ini sangat mendukung pertumbuhan ikan sidat. Sehingga nilai hemoglobin dan kadar oksigen yang dihasilkan dalam penelitian ini mengindikasikan bahwa ikan sidat masih berada pada status kesehatan normal, atau tidak mengalami gangguan fisiologis bahkan pada kepadatan tertinggi pun. Tesch, (1977) menyatakan bahwa kadar hemoglobin ikan sidat berbeda untuk setiap stadia, kadar sidat berukuran 0.22 g, 1 g dan diatas 1 g berturut-turut sebesar 4.0, 10.2 dan 11.7 g/100mL.

Hematokrit atau packed cell volume (PVC) adalah volume eritrosit dalam 100 ml darah atau perbandingan antara eritrosit dengan plasma darah yang dinyatakan dalam persen (Benjamin 1978). Ganong (1977) menyatakan bahwa hematokrit berbanding lurus dengan eritrosit. Berdasarkan Tabel 3, terlihat bahwa nilai hematokrit tidak memiliki perbedaan signifikan. Hasil analisis ragam juga menunjukkan bahwa perlakuan tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap nilai hematokrit elver ikan sidat (p>0.05). Selama pemeliharaan ikan sidat nilai hematokrit yang didapatkan berkisar antara 13.81–16.20. Ikan sidat berukuran 1-2 g memiliki kadar hematokrit sebesar 6% (Fekri 2014). Menurut Andayani et al. (2009), ikan sidat berukuran 204.1 g/ekor memiliki kadar hematokrit sebesar 25%. Secara umum, nilai hematokrit dalam penelitian ini mengalami peningkatan seiring bertambahnya padat tebar. Menurut Jawad et al. (2004) kadar hematokrit ikan teleost dipengaruhi oleh jenis kelamin, ukuran tubuh dan masa pemijahan.

Nilai eritrosit menggambarkan kinerja beberapa komponen darah lainnya seperti hematokrit dan hemoglobin yang kedua komponen tersebut merupakan bagian dari eritrosit. Jumlah eritrosit ikan sidat perlakuan padat tebar 2, 3, dan 4 g/L dapat dilihat pada Tabel 3. Peningkatan padat tebar tidak mempengaruhi jumlah eritrosit ikan sidat. Jumlah eritrosit ikan sidat selama penelitian berkisar antara 1.21 -1.28. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap nilai eritrosit ikan sidat (p>0.05). Peningkatana nilai eritrosit diduga karena ikan sidat melakukan proses adaptasi fisiologis menuju kepada kondisi homeostasis. Namun demikian, nilai eritrosit yang meningkat bukan berarti ikan berada pada status kesehatan sakit, karena ikan sidat merupakan ikan yang sangat kuat dengan kondisi perubahan kondisi lingkungan luar. Hal ini terbukti kadar eritrosit dengan semakin meningkatnya padat tebar menunjukkan hasil yang sama dengan padat tebar rendah, selain itu dengan semakin tinggi padat tebar, ikan sidat diduga semakin mendekati kondisi nyaman, karena secara behavior ikan sidat adalah ikan yang bergerombol atau schooling (Facey dan Avyle 1987). Menurut Fekri (2014), ikan sidat ukuran 1-2 g memiliki kadar eritrosit 2.0x106 sel/mm3, sedangkan menurut Andayani et al. (2009) ikan sidat berukuran 204,1 g/e memiliki kadar eritrosit 3.4x106 sel/mm3. Pada ikan bertulang keras jumlah sel darah merah dalam keadaan normal berkisar antara 1.05x106 sel/mm3 dan 3.0x106 sel/mm3 (Roberts 1978). Hal ini mengindikasikan bahwa nilai eritrosit pada hasil penelitian ini masih berada pada kisaran nilai eritrosit normal untuk ikan sidat stadia elver.


(26)

Sel darah putih atau leukosit merupakan bagian dari sistem pertahanan tubuh ikan yang bersifat non-spesifik termasuk di dalamnya monosit, granulosit, dan sel-sel sitotoksik non-spesifik (Fraser et al. 2012). Jumlah sel darah putih lebih sedikit dibandingkan dengan sel darah merah. Secara normal pada individu yang sehat jumlah sel darah putih di dalam darah adalah 1% dari total jumlah darah. Sel darah putih tidak berwarna dan jumlahnya berkisar antara 20.000-150.000 butir/mm3 (Affandi dan Tang 2002). Menurut Tesch, (1977) kadar eritrosit ikan sidat sebesar 1.40 x 106 sel/mm3, jumlah sel darah putih tinggi pada awal stadia kecil/larva, kemudian secara bertahap menurun sesuai dengan bertambahnya stadia umur. Berdasarkan Tabel 3 jumlah leukosit elver ikan sidat selama penelitian berkisar antara 2.73 - 3.60. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan memberikan pengaruh yang nyata terhadap nilai leukosit elver ikan sidat (p<0.05). Menurut Fekri (2014), ikan sidat ukuran 1-2 g memiliki kadar leukosit 0.3 x105 sel/ mm3, sedangkan ikan sidat berukuran 204,1 g/ekor memiliki kadar leukosit sebesar 0.8 x105 sel/mm3 (Andayani et al. 2009). Nilai leukosit cenderung mengalami penurunan seiring meningkatnya padat tebar, hal ini mengindikasikan bahwa ikan sidat tidak mengalami gangguan fagositosis dan stressor lingkungan yang menyebabkan peningkatan kadar sel darah putih. Hal ini sesuai dengan pernyataan yang dikemukan oleh Guyton and Hall (1997) bahwa peningkatan sel darah putih dapat disebabkan oleh penyakit, infeksi, parasit, stres akibat penanganan dan pengaruh lingkungan. Nilai leukosit yang rendah menunjukkan bahwa ikan berada dalam kondisi kesehatan atau respons imun yang baik.

Parameter diferensial leukosit yang diamati pada penelitin ini meliputi monosit, limfosit, dan neutrofil. Nilai monosit menggambarkan kerja sistem fagositik yang berperan sebagai makrofag dalam memfagositik partikel asing yang masuk ke dalam jaringan. Nilai monosit ikan sidat selama pemeliharaan berkisar antara 4.76-5.57. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap nilai monosit elver ikan sidat (p>0.05). Peningkatan padat tebar berpengaruh sama terhadap nilai diferensial leukosit. Nilai ini cenderung mengalami peningkatan seiring meningkatnya padat tebar, namun peningkatan ini diduga masih berada pada kisaran normal, sehingga sistem pertahanan tubuh tidak terganggu. Selain monosit, dilakukan juga analisis terhadap nilai limfosit dan neutrofil. Limfosit merupakan sel yang berfungsi mengenali berbagai antigen, baik intraseluler maupun ekstraseluler. Sel ini sangat berperan dalam sistem imun spesifik. Nilai limfosit masing-masing perlakuan tidak memiliki perbedaan yang nyata (p>0.05). Nilai limfosit selama pemeliharaan berkisar antara 90.90- 92.05. Menurut Andayani et al. (2009) ikan sidat berukuran 204.1 g/e memiliki kadar limfosit sebesar 68.75%. Pohlenz et al. (2012) menyatakan bahwa perbanyakan limfosit ditentukan oleh keberadaaan asam amino, dan limfosit berperan dalam diferensiasi plasma sel dan sintetis imunoglobulin. Berdasarkan data pada Tabel 3 terlihat bahwa sampai dengan kepadatan 4 g/ tidak memberikan efek negatif tehadap penurunan kadar limfosit, artinya ikan tidak mengalami stres.

Neutrofil umum ditemukan sebagai sel fagositik pertama yang tiba di lokasi infeksi dan berperan dalam pembunuhan serta degradasi mikroorganisme sebagaimana yang dilakukan dalam penyembuhan luka (Fraser et al. 2012). Berdasarkan Tabel 3, nilai neutrofil tidak memiliki rentang nilai yang berbeda


(27)

jauh antar perlakuan. Berdasarkan hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap nilai neutrofil elver ikan sidat (p>0.05). Nilai neutrofil selama pemeliharaan berkisar antara 3.10– 3.98. Menurut Andayani et al. (2009) ikan sidat berukuran 204.1 g/e memiliki kadar neutrofil sebesar 3.12%. Hal ini menunjukkan, bahwa peningkatan kepadatan yang diberikan pada perlakuan tidak memberikan efek yang negatif terhadap aktivitas neutrofil. Nilai neutrofil masih berada pada kisaran normal untuk status kesehatan ikan. Selain itu sifat ikan sidat yang sering bergerak bersama dan membuat suatu komunitas atau kumpulan yang membuat sistem pertahanan tubuh terhadap perubahan respons fisiologis dapat ditoleransi.

Kualitas Air

Parameter kualitas air yang diukur dalam penelitian ini meliputi suhu, pH, DO, amonia, nitrit, dan alkalinitas (Tabel 4). Data kualitas air selama penelitian berada pada kisaran yang sesuai dengan kriteria pemeliharaan ikan sidat. Hal ini menunjukkan bahwa parameter kualitas air yang diukur selama penelitian termasuk pada kategori layak sehingga tidak berdampak negatif pada ikan uji. Tabel 4 Kisaran kualitas air (suhu, pH, DO, NH3, nitrit, dan alkalinitas) selama

pemeliharaan dengan padat tebar 2 g/L, 3 g/L, dan 4 g/L.

Parameter Perlakuan Kisaran Optimal

2 g/L 3 g/L 4 g/L

Suhu (°C) 27-31 27-31 27-31 23-31 (Usui 1974)

pH 6.80- 7.70 6.60 – 7.70 6.60 – 7.70 6,0-8,0 (Ritonga

2014)

DO (mg/L) 4.80 – 7.8 4.8 – 8.1 4.5 – 8.8 >3 (Herianti 2005)

Amonia (mg/L) 0.0003-0.0084 0.0003-0.0106 0.0012-0.0140 <0,1 (Yamagata

dan Niwa 1982)

Nitrit (mg/L) 0.003 – 0.146 0.002 – 0.154 0.011 – 0.309 <0,5 (Knosche

1994) Alkalinitas

(mg/L) 88 – 200 104 – 176 56 – 176 30-500 (Boyd 1988)

Pertumbuhan selalu dikaitkan dengan jumlah pakan yang diberikan dan kualitas air dalam wadah pemeliharaan karena suhu air, dan kadar oksigen dalam air mempengaruhi nafsu makan, proses metabolisme dan pertumbuhan (Goddard 1996). Suhu pada media pemeliharaan ikan sidat selama penelitian berkisar antara 27-31ºC (Tabel 4). Kondisi tersebut masih dalam kisaran normal seperti yang dinyatakan Usui (1974), bahwa suhu optimal yang menghasilkan laju pertumbuhan terbaik adalah 23-31 ºC, terutama untuk ikan sidat muda. Suhu merupakan salah satu faktor fisika perairan yang sangat penting dan berpengaruh bagi pertumbuhan ikan. Ikan merupakan hewan berdarah dingin sehingga suhu berpengaruh langsung pada laju metabolisme ikan. Perubahan suhu dapat menyebabkan perubahan laju metabolisme ikan, semakin tinggi suhu media maka laju metabolisme ikan juga akan meningkat sehingga nafsu makan ikan


(28)

meningkat. Peningkatan nafsu makan selanjutnya diharapkan dapat meningkatan pertumbuhan.

Usui (1974) menyebutkan bahwa ikan sidat bernafas melalui kulit (60%) dan insang (40%). Kandungan oksigen terlarut (DO) selama penelitian (4.5-8.8 mg/L) masih dalam kisaran optimal untuk pertumbuhan ikan sidat sesuai dengan pernyataan Herianti (2005) yaitu lebih besar dari 3 mg/L. Kandungan oksigen terlarut dapat membantu oksidasi bahan buangan dan pembakaran makanan untuk menghasilkan energi bagi kehidupan dan pertumbuhan ikan sidat. Jika konsentrasi oksigen menurun hingga mencapai 1-2 mg/L maka ikan sidat akan sering muncul kepermukaan air dan bahkan bisa mati (Forrest 1976). Konsentrasi DO dalam wadah pemeliharaan dengan sistem resirkulasi merupakan aspek penting karena bukan hanya ikan yang berperan sebagai pengkonsumsi oksigen namun bakteri nitrifikasi yang hidup di dalam sistem juga membutuhkan oksigen.

Nilai pH selama penelitian berkisar 6.6-7.7 (Tabel 4). Menurut Ritonga (2014), pH optimal pemeliharaan sidat yaitu 6.0-8.0, sehingga pH selama penelitian masih dalam kisaran normal untuk pertumbuhan sidat. Nilai pH suatu perairan mencirikan keseimbangan antara asam dan basa dalam air (Saeni 1989). Selain itu, pH juga dapat mempengaruhi struktur insang serta aktivitas enzim pada organ insang sehingga dapat mempengaruhi tingkat konsumsi oksigen. Apabila tingkat konsumsi oksigen menurun maka produksi energi (laju biosintase) akan menurun sehingga kebutuhan energi untuk aktivitas untuk aktivitas proses biosintesa akan menurun juga (Affandi dan Tang 2002). Forrest (1976) menyatakan bahwa pada pH antara 4.5-6.5 diduga dapat menyebabkan gangguan pada aktivitas makan dan pertumbuhan ikan sidat.

Boyd (1982) mengemukakan bahwa amonia dapat meningkatkan penggunaan oksigen pada jaringan, merusak insang dan menurunkan kemampuan darah dalam mengangkut oksigen. Kandungan amonia (NH3) selama

pemeliharaan ikan sidat berkisar 0.0003-0.0140 mg/L (Tabel 4). Menurut Yamagata dan Niwa (1982), kisaran normal amonia untuk pemeliharaan ikan sidat yaitu lebih kecil dari 0.1 mg/L. Kandungan amonia di dalam perairan juga dipengaruhi oleh nilai suhu dan pH. Semakin tinggi nilai pH dan suhu maka nilai amonia juga semakin tinggi. Amonia yang terakumulasi pada media air pemeliharaan akan teroksidasi menjadi nitrit. Amonia yang terakumulasi dalam media pemeliharaan sangat beracun bagi ikan karena dapat merusak jaringan insang ikan. Konsentrasi amonia yang sangat tinggi dalam perairan dapat mengakibatkan penurunan ekskresi amonia oleh ikan, sehingga amonia terakumulasi di dalam darah dan insang. Akumulasi amonia dalam darah dapat menyebabkan kemampuan darah dalam mentransportasikan oksigen berkurang (Boyd 1988).

Nitrit bersifat lebih tidak beracun dibandingkan amonia dengan kadar toleransi sampai 0.5 mg/L (Knosche 1994). Nilai nitrit selama pemeliharaan berkisar antara 0.002-0.309 mg/L (Tabel 4). Nilai ini masih dibawah kisaran maksimal bagi pemeliharaan ikan sidat. Nitrit (NO2-) merupakan zat terlarut dan

senyawa intermediet antara NH3 dan NO3- yang pembentukannya dipengaruhi

oleh keberadaan oksigen terlarut di perairan. Nitrit sebagai hasil oksidasi NH3

merupakan senyawa nitrogen anorganik yang dapat membahayakan kehidupan biota bila terdapat dalam jumlah tinggi (Yamagata dan Niwa 1982).


(29)

Nilai alkalinitas selama pemeliharaan berkisar 56-200 mg/L CaCO3. Nilai

tersebut masih dalam kisaran toleransi bagi kehidupan ikan sidat yaitu berkisar antara 30-500 mg/L (Boyd 1988). Nilai alkalinitas selama pemeliharaan tersebut juga menunjukkan kondisi media pemeliharaan yang masih stabil. Perairan yang mengandung alkalinitas lebih dari 20 mg/L menunjukkan bahwa perairan tersebut relatif stabil terhadap perubahan asam dan basa sehingga kapasitas buffer lebih stabil (Boyd 1990). Alkalinitas berkaitan erat dengan pH perairan, yaitu peningkatan alkalinitas dan penurunan CO2 bebas cenderung akan diikuti oleh

peningkatan pH.

5 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Penelitian padat tebar ikan sidat 2 g/L, 3 g/L, dan 4 g/L dengan sistem resirkulasi menghasilkan performa fisiologis yang terbaik pada perlakuan 4 g/L sehingga dapat memberikan kinerja produksi terbaik.

Saran

Dari hasil penelitian ini, untuk tujuan produksi pada pendederan elver ikan sidat dengan menggunakan sistem resirkulasi disarankan menerapkan padat tebar 4 g/L. Untuk penelitian selanjutnya, disarankan untuk dilakukan percobaan peningkatan padat tebar lebih dari 4g/L yang disertai dengan peningkatan pengelolaan kualitas air.

DAFTAR PUSTAKA

Affandi R, Suhenda N. 2003. Teknik Budidaya Ikan Sidat (Anguilla bicolor). Prosiding Sumberdaya Perikanan Sidat Tropik. UPT Baruna Jaya, BPPT-DKP, Jakarta. Hlm. 47-54.

Affandi R. 2005. Strategi pemanfaatan sumberdaya ikan sidat (Anguilla spp.) di Indonesia. Jurnal lktiologi Indonesia, 5:77-81.

Affandi R, Tang M. 2002. Fisiologi Hewan Air. Jakarta (ID): Unri Pr. Amlacher E. 1970. Textbook of Fish Disease. New York (US): Neptune.

Andayani S, Marsoedi, Sanoesi E, Wilujeng AE, H Suprastiani. 2009. Profil Hematologi Beberapa Spesies Ikan Air Tawar Budidaya. Malang (ID): UB Pr.

Anderson DP, AK Siwicki. 1993. Basic Hematology and Serology for Fish Health Programs Second Symposium on Diseases in Asian Aquaculture Aquatic Animal Health and the Enviroment; (1993 October 25-29). Phuket, Thailand (TH)

Aoyama J, Nishida M, Tsukamoto K. 2001. Molecular phylogeny and evolution of the freshwater eel, genus Anguilla. Mol. Phylogen Evol. 20: 450-459. Barton BA, Schreck CB & Barton LD. 1987. Effects of chronic cortisol

administration and daily acute stress on growth, physiological conditions, and stress responses in juvenile rainbow trout. Diseases of Aquatic Organisms, 2:173-185.

Benjamin MM. 1978. Outline of Veterinary Clinical Pathology 3 ed. USA (US): The Iowa State University Press.


(30)

Blaxhall PC. 1971. The haematological assessment of the health of fresh water fish. A review of selected literature. Journal Fish Biology, 4:593-608.

Blaxhall PC, KW Daisley. 1973. Routine haematological methods for use with fish blood. Journal of Fish Biology,5: 771-781

Boyd CE, 1982. Water Quality Management in Pond Fish Culture. International Center for Aquaculture Experiment Station. Res. Dev. Series No. 22. 30p. Boyd CE. 1988. Water Quality in Warm Water Fish Ponds. Fourth Printing.

Alabama (US): Auburn University Agriculture Experiment Station. Alabama. 359 p.

Boyd CE. 1990. Water Quality in Pond for Aquaculture. Auburn University, Alabama. (US): Auburn University Agriculture Experiment Station.

Brown JA. 1993. Endocrine responses to environmental pollutions, p: 276-292. In J.F. Rankin & F.B. Jemsen (Eds). Fish Ecophy-siology. Chapman & Hall, London.

Cheng AC, Chen CY, Liou CH & Chang CF. 2006. Effects of dietary protein and lipids on blood parameters and superoxide anion production in the grouper, Epinephelus coioides (Serranidae: Epinephelinae). Zoological Studies, 45: 492-502.

Effendie MI. 1979. Metode Biologi Perikanan. Bogor (ID): Yayasan Dewi Sri. Effendie MI. 1997. Biologi Perikanan. Yogyakarta (ID): Yayasan Pustaka

Nusatama..

Facey ED, Avyle MJ. 1987. American Eel. Spesies profiles: Life Histories and Environmental Requirements of Coastal Fishes and Invertebrater (North Atlantic). Biology Reproduction. Academic Press, Inc. USA.

[FAO] Food and Agriculture Organization of the United Nations. 2012. Anguilla japonica (Temminck & Schlegel, 1847): Cultured Aquatic Species Information Programme. Fisheries and Aquaculture Department. [Internet]. [diunduh 2013 Sep 16]. Tersedia pada: http://www.fao.org/fishery/ culturedspecies/Anguilla japonica/en.

Fekri L. 2014. Pengaruh Stunting Terhadap kondisi Fisiologi Benih Ikan Sidat (Anguilla bicolor bicolor [Tesis]. Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikan dan Ilmu Kelautan, Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Forrest DM. 1976. Eel Capture, Processing and Marketing. Fishing News (Books) Ltd. England (GB): 205 p.

Fraser TWK, Ronneseth A, Haugland GT, Fjelldal PG, Mayer I and HI. Wergeland HI. 2012. The effect of triploidy and vaccinations on neurotrophils and B-cells in the perhipheral blood and head kidney of 0+and I+ Atlantic salmon (Salmo salar L) post-smolts. Fish & Shelfish Immunology,33:60-66.

Ganong WF. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi ke-17. Jakarta (ID): Penerbit Buku Kedokteran EGC

Goddard S. 1996. Feed Management in Intensive Aquaculture. New York (US): 194 hal. Chapman and Hall.

Guyton AC, Hall JE. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Setiawan I, Tengadi KA, Santoso A, penerjamah; Setiawan I, editor. Jakarta (ID): EGC.


(31)

Hartnoll RG 1982. Growth In The Biology Crustacea. Volume 2. Embryiology, morphology and genetics. New York (US): Academic Press. A Subsidiary of Harcourt Brace Jovanovich Publisher.

Hastuti S, Supriyono E, Mokoginta I & Subandiyono. 2003. Respon glukosa darah ikan gurame (Osphronemus gouramy, LAC) terhadap stres perubahan suhu lingkungan. Jurnal Akuakultur Indonesia, 2(2): 73-77.

Hepher B, Pruginin Y. 1981. Commercial Fish Farming with Special Reference to Fish Culture in Israel. John Willey and Sons, New York (US): 261 hal. Herianti I. 2005. Rekayasa lingkungan untuk memacu perkembangan ovarium

ikan sidat (Anguilla bicolor). J Oseanol Limnol Indones. No. 37: 25-41. Hickling, CF. 1971. Fish Culture. Faber and Faber, London (GB): 348 hal. Huisman EA. 1987. Principles of Fish Production. Wageningen Agricultural

Netherland (NL): University Press,.

Ilmiah E. 2014. Kinerja Produksi Elver ikan Sidat (Anguilla marmorata) dengan Padat Tebar 2 g/L, 3g/L, 4g/L pada Bobot Awal 7 g/e dalam Sistem resirkulasi. [skripsi]. Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikan dan Ilmu Kelautan, Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor..

Iwama G. 1996. The fish immune system. Academic press, San Diego-london-Boston-New York-Sydney-Tokyo-Toronto. 68-95, 185-222 p.

Jawad LA, Al-mukhtar MA, Ahmed HK. 2004. The Relationship Between Haematocrit And Some Biological Parameter of the Indian Shad, Tenuloalosa ilisha (Family Clupeidae). Animal Biodiversity And Conservation, 27(2):47-52.

Knosche R. 1994. An effective biofilter type for eel culture in resirculation system. Aquaculture Engineering. Elsevier Applied Science. Vol 13.

Kubilay A dan Ulukoy G. 2002. The effects of acute stress on rainbow trout (Oncorhynchusmykiss). Turk J Zool 26 (2002) 249 – 254.

Lagler KF, Bardach JE, RR Miller, Passino DRM. 1977. Ichthyology. John Willey and Son. Inc. New York (US)-London (GB). Hlm 506.

Martinez M, Martinez CF, Cordova, Ramos R & Enriuez. 2009. Pan American Jornal of Aquatic Science, 4(20): 158-178.

McKinnon L (2006) Victorian Eel Fishery Management Plan, Marine and Freshwater Resources Institute, Queenscliff.

[NRC] National Research Council. 1993. Nutrient requirement of fish. National Academy Press, Washington DC (US): 43-44.

Pohlenz C, Buentello A, Criscitiello MF, Mwangi W, Smith R and Gatlin III DM. 2012. Synergies between vaccination and dietary arginine and glutamine supplementation improve the immune response of chanel catfish againts Edwarsiella ictaluri. Fish & Shelfish Immunology 33:543-551.

Pickering AD.1981. Stress and fish. New York (US): Academic Press.

Prawesti M, Subekti S, Arief M. 2011. Pengaruh kombinasi pakan buatan dan pakan alami cacing sutera (Tubifex tubifex) dengan persentase yang berbeda terhadap retensi protein, lemak dan energi pada ikan sidat (Anguilla bicolor). Jurnal Universitas Airlangga.

Purwanto J. 2007. Pemeliharaan Ikan Sidat (Anguilla bicolor) dengan Padat Tebar yang Berbeda. Bul. Tek. Lit. Akuakultur 6 (2).

Rawling MD, Merrifield DL, Snellgrove DL, Kuhlwein H, Adams A and Davies SJ. 2012. Haemato-immunological and growth response of mirror carp


(32)

(Cyprinus carpio) fed a tropical earthworm meal in experimental diets. Fish & Shelfish Immunology. Available online 7 Maret 2014.

Ritonga T. 2014. Respons Benih Ikan Sidat (Anguilla bicolor bicolor) terhadap Derajat Keasaman (pH). [skripsi]. Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikan dan Ilmu Kelautan, Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Roberts RJ. 1978. The Pathophyisiology and Sitematic Pathology of Teleost. Roberts RJ (editor) London (GB): Terjemahan dari9: Fish Pathology Balliere Tindall.

Rovara O, Setiawan IE, Amarullah MH. 2007. Mengenal Sumberdaya Ikan Sidat.BPPT-HSF. Jakarta (ID).

Rusmaedi PO, Rasidi, Subamia IW. 2010. Pendederan sidat (Anguilla bicolor) sistem resirkulasi dalam bak beton. Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2010. Loka Riset Pemuliaan Teknologi Budidaya Perikanan Air Tawar. Pusat Riset Perikanan Budidaya. (2010). Jakarta (ID) Hal 107-111 Saeni MS. 1989. Kimia Lingkungan. Bogor (ID): IPB

Sasongko AY, Mundayana S, Mu’minah, Bastian T. 2005. Teknik Pembesaran

Sidat. Tinjauan Hasil BBATS 2004. Sukabumi (ID) BBAT Sukabumi. Steel GD, Torrie JH. 1981. Prinsip-prinsip dan Prosedur Statistika. Penerjemah

PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta (ID): 747 halaman.

Subiakto S. 2012. Budidaya Sidat Janjikan Omzet Menggiurkan. [Internet]

[Diunduh 2013 Sep 16]. Tersedia pada:

http://indonesia.go.id/in/kementerian/kementerian/kementerian-kelautan- dan-perikanan/823-perikanan/10997-budidaya-sidat-janjikan-omzet-menggiurkan.html.

Suitha IM. 2008. Teknik Pendederan Elver/Glass Eel Ikan Sidat. Makalah yang Disampaikan dalam Seminar Indonesian Aquaculture 2008 pada Tanggal 17-20 November di Inna Grand Hotel, Yogyakarta. Departemen Kelautan dan Perikanan, Indonesia.

Svobodová Z, Vykusová B. 1991. Haematological Examination of Fish. Di dalam: Svobodová Z, Vykusová B, editor. Manual for International Training Course on Fresh-Water Fish Diseases and Intoxications: Diagnostics, Prophylaxis and Therapy. Czechoslovakia (SK): Research Institute of Fish Culture and Hydrobiology Vodnany.

Tesch FW. 2003. The eel. Oxford: Blackwell Science Ltd.

Tesch SW. 1977. The eel biology and management of anguillid eels. Ed. Chapmnanand Hall. 435 p.

Tesch FW. 1911.The eel biology and management of anguillia eels. Chapman and Hall. London (GB): 434 p.

Timmons MB, Losordo TM. 1994. Aquaculture Water Reuse System: Engineering Design and Management. Amsterdam: Elsevier Science.

Tomiyama T, Hibiya T. 1977. Fisheris in Japan (Eel). Japan Marine Product Photo Materials Association. 225 pp.

Usui A. 1974. Eel culture. 186 pp. Fishing News (Book), West Byfleet & London. Yamagata Y, Niwa M. 1982. Acute and chronic toxicity of ammonia to eel

Anguilla japonica. Bull.Jap. Soc. Sci. Fish. 48 (2), 171-176.

Wedemeyer GA. 1996. Physiology of Fish in Intensive Culture Systems. Northwest Biological Science Center National Biological Service U.S Departement of the Interior. Chapman ang Hall. 232 hal.


(33)

Wedemeyer GA, WT Yasutake. 1977. Clinical methods for the assessment of the effect environmental stres on fish health. Technical Paper of The U.S. Fish and Wildlife Service US. Departement of the Interior 89: 1-17.

Woodward CC & Strange RJ. 1987. Physiological stress responses in wild and hatchery-reared rainbow trout. Transactions of the American Fisheries Society, 116: 574–579.


(1)

4. Sel darah putih (sel/mm3) a. Deskripsi

Ulangan Perlakuan

2 g/L 3 g/L 4 g/L

1 3,44 x 105 3,41 x 105 3,07 x 105

2 3,64 x 105 3,13 x 105 2,56 x 105

3 3,71 x 105 3,98 x 105 2,56 x 105

Rata-rata 3,60x 105 3,51 x 105 2,73 x 105 b. Anova

Sumber

Keragaman JK DB KT F P

Perlakuan 1,377 2 6,88 7,012 0,27*)

Sisa 5,891 6 9,81

Total 1,966 8

*) Perlakuan padat tebar tidak berpengaruh nyata terhadap kadar sel darah putih ikan sidat (P>0,05) 5. Monosit (%)

a. Deskripsi

Ulangan Perlakuan

2 g/L 3 g/L 4 g/L

1 5,86 5,14 5,57

2 6,00 5,43 6,29

3 3,50 3,71 4,86

Rata-rata 5,12 4,76 5,57

b.Anova Sumber

Keragaman JK DB KT F P

Perlakuan 0,987 2 0,494 0,445 0,660*)

Sisa 6,651 6 1,109

Total 7,638 8


(2)

6. Limfosit (%) a. Deskripsi

Ulangan Perlakuan

2 g/L 3 g/L 4 g/L

1 89,86 91,71 91,29

2 89,83 90,57 90,43

3 93,00 93,86 92,43

Rata-rata 90,90 92,05 91,38

b. Anova Sumber

Keragaman JK DB KT F P

Perlakuan 1,999 2 1,000 0,421 0,674*)

Sisa 14,232 6 2,372

Total 16,231 8

*) Perlakuan padat tebar tidak berpengaruh nyata terhadap kadar limfosit ikan sidat (P>0,05) 7. Neutrofil (%)

a. Deskripsi

Ulangan Perlakuan

2 g/L 3 g/L 4 g/L

1 4,29 3,14 3,14

2 4,17 4,00 4,43

3 3,50 2,43 2,71

Rata-rata 3,98 3,19 3,10

b.Anova Sumber

Keragaman JK DB KT F P

Perlakuan 1,442 2 0,721 2,324 0,179*)

Sisa 1,861 6 0,310

Total 3,303 8

*) Perlakuan padat tebar tidak berpengaruh nyata terhadap kadar neutrofil ikan sidat (P>0,05)

8. Glukosa Darah (mg/dl) a. Deskripsi

Ulangan Perlakuan

2 g/L 3 g/L 4 g/L

1 37,07 28,16 36,87

2 29,63 22,93 29,38

3 29,52 28,19 29,49


(3)

b. Anova Sumber

Keragaman JK DB KT F P

Perlakuan 62,014 2 31,007 2,008 0,215*)

Sisa 92,655 6 15,443

Total 154,669 8

*) Perlakuan padat tebar tidak berpengaruh nyata terhadap kadar glukosa darah ikan sidat (P>0,05) 8. Kadar kortisol (nm/l)

a. Deskripsi

Ulangan Perlakuan

2 g/L 3 g/L 4 g/L

1 32,35 32,35 32,35

2 33,78 21,91 17,14

3 15,64 2,56 17,85

Rata-rata 27,26 18,94 22,45

b. Anova Sumber

Keragaman JK DB KT F P

Perlakuan 104,65 2 52,326 0,388 0,694*)

Sisa 808,16 6 134,69

Total 912,81 8

*) Perlakuan padat tebar tidak berpengaruh nyata terhadap kadar kortisol ikan sidat (P>0,05)

Lampiran 8 Hasil pengukuran kualitas air ikan sidat Anguilla marmorata dengan padat tebar 2 g/L, 3 g/L dan 4g/L yang dipelihara dalam sistem resirkulasi

1. DO

DO (mg/L)

Perlakuan Pengukuran

ke-0 1 2 3 4 5

A1 5,1 4,8 5,1 5,6 6,0 6,0

A2 5,1 5,1 5,3 6,1 7,7 7,2

A3 51 4,8 5,2 6,1 7,8 7,3

B1 5,1 5,3 5,3 6,1 8,0 7,4

B2 5,1 5,2 5,2 6,0 8,1 7,2

B3 5,1 5,1 5,1 5,8 8,0 7,2

C1 5,1 4,6 5,2 5,7 8,3 7,1

C2 5,1 4,5 5,2 5,6 8,8 6,9


(4)

2. TAN

TAN (mg/L)

Perlakuan Pengukuran

ke-0 1 2 3 4 5

A1 0,079 0.007 0,083 0,004 0,046 0,041 A2 0,079 0,18 0,093 0,074 0,067 0,055 A3 0,079 0,093 0,046 0,171 0,159 0,055 B1 0,079 0,225 0,120 0,004 0,018 0,065 B2 0,079 0,145 0,009 0,004 0,096 0,228 B3 0.,079 0,052 0,009 0,004 0,085 0,058 C1 0,079 0,298 0,157 0,037 0,089 0,076 C2 0,079 0,059 0,129 0,019 0,050 0,045 C3 0,079 0,228 0,269 0,173 0,036 0,064 3. Nitrit

Nitrit (mg/L)

Perlakuan Pengukuran

ke-0 1 2 3 4 5

A1 0,011 0,127 0,022 0,040 0,146 0,080

A2 0,011 0,111 0,003 0,057 0,123 0,019

A3 0,011 0,128 0,009 0,026 0,066 0,008

B1 0,011 0,023 0,002 0,089 0,051 0,019

B2 0,011 0,154 0,007 0,120 0,046 0,016

B3 0,011 0,100 0,013 0,099 0,018 0,043

C1 0,011 0,309 0,173 0,015 0,069 0,074

C2 0,011 0,213 0,055 0,120 0,020 0,053

C3 0,011 0,165 0,011 0,097 0,127 0,051

4. Alkalinitas

Alkalinitas (mg/L)

Perlakuan Pengukuran

ke-0 1 2 3 4 5

A1 168 160 192 168 152 160

A2 168 200 152 88 152 152

A3 168 160 160 104 160 128

B1 168 160 144 104 160 120

B2 168 176 152 128 152 128

B3 168 176 144 104 152 120

C1 168 176 136 136 136 120

C2 168 160 112 72 128 120


(5)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Perapau tanggal 27 Februari 1990 dari bapak Irpani, S.Pdi dan ibu Rindania. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara, dengan adik Desta Herliani dan Ahmad Reza.

Pendidikan formal yang dilalui penulis adalah SDN 6 Perapau (1996-2002), SMPN 3 Semendo (2002-2005), dan SMAN 3 Muara enim (2005-2008). Penulis diterima menjadi mahasiswa Program Studi Teknologi dan Manajemen Perikanan Budidaya, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Beasiswa Utusan Daerah (BUD) Pemerintah Propinsi Sumatera Selatan dan Pemerintah Kabupaten Muara Enim pada tahun 2008. Penulis juga diterima menjadi mahasiswa Pascasarjana (Magister) Program Studi Ilmu Akuakultur, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur reguler dengan pemberian beasiswa unggulan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi (DIKTI) pada tahun 20012.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif dibeberapa organisasi intra kampus antara lain menjadi ketua Forum Keluarga Muslim Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan atau FKMC (2010-2011), pengurus BEM Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan 2009-2010, Komandan tingkat BDP angkatan 45 2008-2012, Pengurus masjid Alhuriyyah 2008-2009, UKM Voly IPB 2008-2011. Selama kuliah, penulis mendapatkan prestasi menjadi mahasiswa terbaik BDP ke -3 tahun 2010

Penulis juga aktif di berbagai karya tulis dan artikel ilmiah. Lomba yang pernah dimenangkan penulis antara lain pendanaan Pekan Kreativitas Mahasiswa bidang Penelitian (PKM-P) DIKTI 2010, 2011. Penulis juga pernah menjadi Asisten mata kuliah dasar-dasar akuakultur 2010, 2011, 2012, 2013, enginering akuakultur program diploma IPB 2011, 2012, marine kultur diploma IPB 2011, marine kultur 2011, 2012, Fisiologi Hewan Air 2010, 2011, Pendidikan Agama Islam 2010, 2011. Penulis melaksanakan Praktik Lapangan Akuakultur pada tahun 2011 di Balai Layanan Usaha Produksi Perikanan Budidaya (BLUPPB) Karawang, Jawa Barat dengan judul

“Pembesaran Kepiting Bakau Cangkang Lunak”.

Tugas Akhir dalam pendidikan tinggi sarjana diselesaikan oleh penulis dengan

menyusun skripsi yang berjudul “Efisiensi Budidaya Kepiting Bakau Scylla Serrata Cangkang Lunak Pada Metode Pemotongan Capit Dan Kaki Jalan, Popey, Dan Alami

pada tahun 2012”, sedangkan Tugas Akhir dalam pendidikan tinggi magister diselesaikan oleh penulis dengan menyusun tesis yang berjudul “Kinerja Produksi Ikan Sidat (Anguilla Marmorata) Ukuran 7 Gram dengan Kepadatan Tinggi Pada Sistem Resirkulasi Melalui Kajian Fisiologis”.


(6)

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul penelitian yang dilaksanakan pada bulan Oktober sampai dengan Desember 2013 ini adalah Kinerja Produksi Ikan Sidat (Anguilla marmorata) Ukuran 7 Gram dengan Kepadatan Tinggi pada Sistem Resirkulasi Melalui Kajian Fisiologis.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Tatag Budiardi dan Bapak Dr Agus Oman Sudrajat selaku komisi pembimbing, Ibu Dr Dinamella Wahjuningrum sebagai dosen penguji serta Ibu Dr Mia Setiawati sebagai perwakilan Program Studi Ilmu Akuakultur yang telah banyak memberi saran. Di samping itu, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada CV Widya Mandiri atas fasilitas yang diberikan selama penelitian berlangsung. Penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih kepada Ketua Departemen Budidaya Perairan beserta staf tata usaha, serta kepada teman-teman Akuakultur 2012 atas dukungan dan bantuannya selama penelitian. Ungkapan terima kasih juga penulis ucapkan kepada ayah, ibu, adik serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2014