Analisis Tata Niaga Usaha Pembenihan Ikan Lele Sangkuriang Pada Unit Pembenihan Rakyat Bina Tular Desa Gadog Kabupaten Bogor.

ANALISIS TATA NIAGA USAHA PEMBENIHAN IKAN LELE
SANGKURIANG PADA UNIT PEMBENIHAN RAKYAT BINA
TULAR DESA GADOG KABUPATEN BOGOR

DIPO ALAM

DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

ABSTRAK
DIPO ALAM, Analisis Tata Niaga Usaha Pembenihan Ikan Lele Sangkuriang
Pada Unit Pembenihan Rakyat Bina Tular Desa Gadog Kabupaten Bogor.
Dibimbing oleh AMZUL RIFIN.
Kabupaten Bogor memiliki komoditi yaitu ikan lele Sangkuriang. Ikan lele
sangkuriang di wilayah Bogor mempunyai nilai produksi yang cukup tinggi pada
wilayah profinsi Jawa Barat. Dengan nama ilmiah Clarias sp, ikan lele
sangkuriang mempunyai ciri–ciri fisik seperti tubuh yang licin, memanjang, tidak
bersisik seperti pada ikan umummnya, dan menyatu dengan sirip ekor.

Mempunyai mulut yang moncong dan mempunyai kumis yang disebut sungut
peraba (marbels). Ikan lele juga mempunyai patil yang berada pada sirip dada
yang berfungsi sebagai proteksi terhadap predator. Pada awalnya UPR BinaTular
merupakan kelompok tani yang bergerak disegmen pembenihan, namun dengan
berjalannya waktu padatahun 2007 UPR Bina Tular menjadi usaha perorangan
yang dimiliki oleh Bapak Endang. Perbedaan harga pada tingkat petani
pembenihan dengan konsumen akhir membuat masalah tersebut perlu dilakukan
pengkajian. Analisis metode yang digunakan antara lain fungsi-fungsi tataniaga,
lembaga-lembaga tataniaga, struktur pasar, rasio keuntungan dan biaya, farmer’s
share, dan perilaku pasar dengan harapan mendapatkan saluran tataniaga yang
efisien. Hasil yang diperolah menunjukan saluran tataniaga yang efisien adalah
saluran I dan II. Saluran tataniaga yang efisien adalah saluran yang mempunyai
nilai margin terkecil dan nilai farmer’s share terbesar.
Kata kunci : Tataniaga, UPR BINA TULAR, Efisiensi.

DIPO ALAM, Analysis of Busines trading system sangkuriang catfish breeding
efforts on Unit Pembenihan Rakyat Gadog Village District Bogor.
Supervised by AMZUL RIFIN.
Sangkuriang catfish is one of aquaculture commodity which is widely cultivated in
Bogor. Its production was the highest in West Jawa region. The fish has a

physical characteristic of smooth body, long body, not scaly like an ordinary fish,
and fused with the caudal fin. UPR Bina Tular or commonly called the People's
Hatchery Units established by few farmers. At first UPR Tular is a farmer group
in hatchery, but in 2007 UPR Bina Tular changed into individual businesses
owned by Mr.Endang. The difference in price at the farm level and the consumer
make the analysis needed to be conducted. The anlysis methods used are
marketing function, marketing institution, market structure, profit and cost ratio,
farmer’s share and market conduct. The results show that an efficent trading
system channels are channels I and II. Efficient trading system channel is a
channel that has the smallest valueof the margin’s share and the biggest value of
the largest farmers.
Keywords : Trading system,UPR BINA TULAR, Efficiency

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA1*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Tata Niaga
Usaha Pembenihan Ikan Lele Sangkuriang Pada Unit Pembenihan Rakyat Bina
Tular Desa Gadog Kabupaten Bogor. Adalah benar karya Saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan

tinggi mana pun. Sumber Informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Intitut Pertanian Bogor.

Bogor, Maret 2014

DipoAlam
NIM H34087012

1

*Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak
luar IPB harus didasarkan pada perjanjian kerja sama yang terkait

ANALISIS TATA NIAGA USAHA PEMBENIHAN IKAN LELE
SANGKURIANG PADA UNIT PEMBENIHAN RAKYAT BINA
TULAR DESA GADOG KABUPATEN BOGOR


DIPO ALAM

Skripsi
Sebagai salahsatu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
Pada
Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

JudulSkripsi

Nama
NIM

: Analisis Tata Niaga Usaha Pembenihan Ikan Lele Sangkuriang

Pada Unit Pembenihan Rakyat Bina Tular Desa Gadog
Kabupaten Bogor.
: Dipo Alam
: H34087012

Disetujui oleh

Dr. Amzul Rifin, SP, MA
Pembimbing

Diketahui oleh

Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS
Ketua Departemen

Tanggal Lulus :

JudulSkripsi

Nama

NIM

Analisis Tata Niaga usaha Pembenihan Ikan Lele Sangkuriang
Pada Unit Pembenihan Rakyat Bina Tular Desa Gadog
Kabupaten Bogor.
Dipo Alam
H34087012

Disetujui oleh

Dr. Amzul Rifin, SP, MA
Pembimbing

Diketahui oleh

Kusnadi MS

Tanggal Lulus:

0 4 MAR 2014


PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah subhanahuwata’ala,
karena atas berkat rahmat dan karunia–Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi
ini. Tema yang dipilih ialah Analisis Tata Niaga Usaha Pembenihan Ikan Lele
Sangkuriang Pada Unit Pembenihan Rakyat Bina Tular Desa Gadog Kabupaten
Bogor.
Penyelesaian penulisan skripsi ini tidak lepas dari bantuan dan dukungan
berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih secara tertulis
sebagai bentuk penghargan kepada kedua orang tua serta adik –adik tercinta yang
telah memberikan dukungan, doa, dan materi yang mengantarkan penulis pada
satu titik menuju masa depan, Dr. Amzul Rifin, SP. MA sebagai dosen
pembimbing yang telah meluangkan waktu untuk membimbing, mengarahkan,
dan mendukung sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini serta semua
pihak yang telah memberikan kesempatan dan bantuan sehinga skripsi ini dapat
selesai. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Maret 2014


Dipo Alam

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI

viii

DAFTAR TABEL

xi

DAFTAR GAMBAR

xi

PENDAHULUAN

1


Latar Belakang

1

Perumusan Masalah

4

Tujuan Penelitian

5

Manfaat Penelitian

5

Ruang Lingkup

6


TINJAUAN PUSTAKA
Keterkaitan dengan Penelitian Terdahulu
KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Pemikiran Teoritis dan Kosep Tataniaga
Lembaga dan Saluran Tataniaga

6
9
9
9
9

Fungsi-Fungsi Tataniaga

10

Struktur Pasar

10


Perilaku Pasar

11

Keragaan Pasar

11

Efisiensi Tataniaga

12

Margin Tataniaga

12

Kerangka Pemikiran Operasional

13

METODE PENELITIAN

14

Lokasi dan Waktu Penelitian

14

Metode Pengumpulan Data

15

Metode Penentuan Sample

15

Metode Pengolahan dan Analisis Data

15

Analisis Saluran Tataniaga

15

Analisis Lembaga Tataniaga

15

Analisis Struktur dan Perilaku Pasar

16

Analisis Margin Tataniaga

16

Analisis Farmer’s Share

17

Analisis Rasio Keuntungan dan Biaya

17

GAMBARAN UMUM

17

Sejarah dan Perkembangan Perusahaan

17

Visi dan Misi UPR Bina Tular

18

Struktur Organisasi dan Deskripsi Pekerjaan

19

Kegiatan Usaha UPR Bina Tular

20

Pemeliharaan Induk

20

Seleksi Induk

21

Pemijahan

21

Penetasan Telur

22

Pemeliharaan Benih

22

Manajeman Pengelolaan Air

23

Manajeman Pemberian Pakan

23

Penyortiran Benih

24

Pemanenan

24

Karakteristik Responden Pembudidaya

25

Karakteristik Responden Pedagang

25

HASIL DAN PEMBAHASAN

26

Lembaga dan Saluran Tataniaga

26

Analisis Fungsi dam Lembaga Tataniaga

31

Fungsi Tataniaga di UPR Bina Tular

31

Fungsi Tataniaga di Pedagang Pengumpul Besar

32

Fungsi Tataniaga di Pedagang Pengecer

32

Analisis Struktur Pasar Tataniaga

32

Struktur Pasar di UPR Bina Tular

32

Struktur Pasar di Pedagang Pengumpul Besar

33

Struktur Pasar di Pedagang Pengecer

33

Perilaku Pasar Tataniaga Benih Ikan Lele Sangkuriang

33

Praktik Pembelian dan Penjualan

33

Kerjasama Antar Lembaga Tataniaga

34

Analisis Margin Tataniaga

34

Analisis Farmer's Share

37

Analisis Rasio Keuntungan dan Biaya

37

Simpulan dan Saran

39

Simpulan

40

Saran

40

DAFTAR PUSTAKA

42

LAMPIRAN

43

DAFTAR TABEL
Tabel 1.

Produksi Perikanan Budidaya Air Tawar Berdasarkan Kota dan
Kabupaten di Propinsi Jawa Barat Tahun 2012
Tabel 2. Perkembangan Produksi Benih Ikan Tawar di Kabupaten Bogor
Tahun 2008- 2012.
Tabel 3. Data Kapasitas Produksi Petani Pembenihan Ikan Lele
Sangkuriang Di DesaGadog
Tabel 4. Data Produksi Benih Ikan Lele Sangkuriang Di UPR Bina Tular
Tabel 5. Ciri - ciri induk Jantan dan Betina Siap Dipijahkan
Tabel 6. Manajeman Pengelolaan Air berdasarkan Jenis Pakan Benih
Ikan Lele Sangkuriang
Tabel 7. Jenis Pakan Berdasarkan Umur Ikan Lele Sangkuriang
Tabel 8. Karakteristik Pedagang
Tabel 9. Perlakuan Benih Ikan Lele Sangkuriang Untuk
Setiap Pedagang Pengumpul Besar
Tabe 10. Fungsi Lembaga Tataniaga Benih Ikan lele Sangkuriang
di UPR Bina Tular
Tabel 11. Analisis Margin Tataniaga Pada Setiap Lembaga Tataniaga
Benih di UPR Bina Tular
Tabel 12 Farmer's Share Pada Setiap Saluran Tataniaga Benih
Ikan Lele Sangkuriang di UPR Bina Tular
Tabel 13 Biaya -Biaya Tataniaga Pada Setiap Lembaga Tataniaga
Benih Ikan di UPR Bina Tular
Tabel 14 Rasio Keuntungan dan Biaya Pada Setiap Saluran Tataniaga
Lele di UPR Bina Tular

1
2
3
4
21
23
24
26
28
31
35
37
37
39

DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.
Gambar 2.
Gambar 3.
Gambar 4.
Gambar 5.
Gambar 6.
Gambar 7.
Gambar 8.

Margin Tataniaga.
Kerangka Pemikiran Operasional.
Struktur Organisasi UPR Bina Tular
Gudang Pakan di UPR Bina Tular
Induk Siap dipijahkan
Kakaban (ijuk) media menempelnya telur ikan lele sangkuriang
Alat Sortir Benih Ikan Lele Sangkuriang
Saluran Tataniaga Benih Ikan Lele Sangkuriang di UPR Bina
Tular Untuk Pedagang Wilayah Bogor, Sukabumi,
dan Jakarta

12
14
19
20
21
22
22

28

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Data Responden Pedagang Perantara Tataniaga di UPR
Bina Tular
Lampiran 2. Dokumentasi Penelitian

44
45

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia merupakan negara dengan potensi perikanan yang cukup
menjanjikan. Komoditas perikanan yang dimiliki oleh Indonesia antara lain
perikanan tangkap dan perikanan budidaya. Potensi perikanan tangkap dewasa ini
sudah mencapai titik optimal dikarenakan telah dieksploitasi secara besar-besaran
dan dengan jumlah tangkapan alam yang tidak dapat diperkirakan jumlahnya.
Perikanan budidaya mempunyai potensi yang baik dikarenakan mempunyai
permintaan dan tingkat pemanfaatan yang belum cukup optimal. Dilihat dari
kebutuhan akan perikanan budidaya, beberapa komoditas perikanan unggulan
yang mempunyai nilai cukup baik antara lain ikan lele, mas, mujair, gurame,
lobster, lobster air tawar, udang galah, udang windu, bandeng, rumput laut,
kepiting bakau, kakap, mutiara, kerang, dan lobster.
Melihat dari kebutuhan perikanan budidaya air tawar. Jawa Barat
merupakan salah satu propinsi di Indonesia yang mempunyai potensi perikanan
budidaya yang cukup baik pada tahun 2011 yang menduduki peringkat ke-4
setelah Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, dan Jawa Timur dengan tingkat
kontribusi produksi perikanan budidaya di propinsi Jawa Barat sebesar 764.243
Ton1.
Jawa Barat terdiri dari beberapa kota dan kabupaten untuk masing-masing
daerah mempunyai keunggulan komoditi perikanan yang berbeda. Data
pendukung untuk melihat jumlah produksi perikanan pada setiap daerahnya dapat
dilihat di Tabel 1.
Tabel 1 Produksi perikanan budidaya air tawar berdasarkan Kota dan Kabupaten
di propinsi Jawa Barat tahun 2012a.
Produksi (ton)

Kota/Kabupaten
Kab. Cianjur
Kota Tasikmalaya
Kab. Tasikmalaya
Kota Bogor
Kab. Bogor
Kota Cirebon
Kab. Cirebon
Kota Bandung
Kab. Bandung Barat
Kab. Purwakarta
Lainnya
a

Nila
20.600
1.771
4.460
559
1.826
14
245
468
10.635
23.831
22.714

Mas
Lele
34.362
248
1.540
566
9.215
583
470
480
3.857 18.313
8
34
199
448
1.260
891
12.412
394
39.745
250
26.230 25.834

Patin Gurame
1.319 2.884
0
691
0
509
485
390
581
1.946
7
2
45
283
0
0
3.611
189
6.617
1
247
6.126

Sumber : Dinas Perikanan Provinsi Jawa Barat, 2013 (diolah)

Kabupaten Bogor mempunyai komoditi unggulan perikanan budidaya
yaitu Ikan Lele. Ikan lele menjadi primadona di kabupaten bogor dilihat dari
11

http://www.perikananan-budidaya.kkp.go.id. (14 Oktober 2013)

2

jumlah produksi yang tinggi dibandingkan pada daerah lain di propinsi Jawa
Barat. Ikan Lele dengan nama ilmiah yaitu Clarias Sp, mempunyai ciri-ciri fisik
seperti tubuh yang licin, memanjang, tidak bersisik seperti pada ikan umummnya,
dan menyatu dengan sirip ekor. Mempunyai mulut yang moncong dan
mempunyai kumis yang disebut sungut peraba (marbels). Ikan lele juga
mempunyai patil yang berada pada sirip dada yang berfungsi sebagai proteksi
terhadap predator.Patil yang terdapat pada ikan lele jika terkena pada manusia
dapat mengakibatkan panas cukup tinggi. Ikan lele pada umummnya dapat
dijumpai di Sungai dengan arus air yang perlahan, rawa, telaga, waduk, dan sawah
yang tergenang air. Ikan lele merupakan ikan lele yang bersifat nokturnal yaitu
aktif pada malam hari untuk mencari makan.
Budidaya ikan Lele terbagi menjadi pembenihan, pendederan, dan
pembesaran. Menurut Effendi (2004) pembenihan adalah suatu kegiatan
pemeliharaan bertujuan untuk menghasilkan benih dan selanjutnya benih yang
dihasilkan menjadi komponen input untuk kegiatan pembesaran. Pembenihan
merupakan tahapan awal dimana pada kegiatan ini menjadi penentu keberhasilan
untuk dapat pindah kesegmen berikutnya. Pada Tabel 2 dapat dilihat
perkembangan produksi Ikan Air Tawar di Kab. Bogor Tahun 2008-2012.
Tabel 2 Perkembangan produksi benih ikan air tawar di Kabupaten Bogor Tahun
2008 - 2012a.
Pertumbu
Produksi (Ribu Ekor)
Jenis Ikan
han 20082008
2009
2010
2011
2012
2012 (%)
Mas
187.847 166.502 56.663
60.715
71.900
-13,66
Nila
98.438
109.580 35.700
36.995
45.325
-8,52
Mujair
1.097
2.181
693
746
21,77
2.120
Gurame
7.877
92.282
36.166
37.779
-14,89
31.065
Tawes
1.894
9.459
5.510
5.765
3.070
-44,78
Patin
58.126
79.893
26.358
32.047
-6,02
30.460
Lele
227.482 244.634 62.020
81.063 546.840
12,20
Tambakan
8.285
6.051
1.807
1.868
1.235
-36,26
Bawal
36.315
33.133 622.191 671.321 646.000
443,27
a

Sumber : Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor, 2013 (diolah)

Berdasarkan data pada Tabel 2 terlihat produksi tertinggi ada pada ikan
lele dimana pada tahun 2008, produksi benih ikan lele mencapai 227.482 ekor dan
sempat mengalami penurunan jumlah produksi terendah pada tahun
2010mencapai 62.020 ekor. Jumlah tersebut berbeda dengan hasil yang didapat
pada tahun 2012, pada tahun tersebut terjadi peningkatan produksi yang cukup
signifikan mencapai nilai 546.840 ekor. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan
persentase pertumbuhan dari tahun 2008 sampai dengan tahun 2012 mencapai
12,20 %.
Ikan lele (Clarias sp) merupakan jenis ikan konsumsi yang memiliki
prospek menjanjikan untuk dikembangkan karena ikan lele adalah salah satu
komoditas perikanan budidaya unggulan yang dikembangkan secara intensif di
perairan darat. Adapun kelebihan ikan lele sebagai komoditas perikanan budidaya
diantaranya lele dapat dipijahkan sepanjang tahun, pertumbuhan lele cepat, dapat
hidup pada lingkungan yang kotor dan sedikit oksigen, dan dapat diberikan pakan

3

tambahan bermacam-macam (Agriminakultura, 2008). Ikan lele sangkuriang
merupakan strain ikan lele baru yang telah ditemukan oleh Balai Besar
Pengembangan Air Tawar Sukabumi pada tahun 2004. Lele Sangkuriang diyakini
mempunyai tingkat survival rate lebih baik dibandingkan dengan lele dengan
strain selain lainnya.
Lele Sangkuriang mulai diperkenalkan oleh para pembudidaya ikan air
tawar di tahun 2005 awal. Nama Sangkuriang diambil dari kisah legenda yang
bernama “Sangkuriang” dimana proses persilangan yang dilakukan pada ikan ini
mengambil indukan jantan dari lele dumbo keturunan F6 (keturunan ke-6 lele
dumbo) dengan indukan betina F2 (keturunan ke-2 lele dumbo) hal tersebut
dilakukan untuk menjaga kualitas keturunan akibat perkawinan sekerabat yang
biasa ini dilakukan (BBAT Sukabumi, 2004).
Melihat dari potensi pembenihan yang cukup tinggi berdasarkan data pada
tabel 2, Kabupaten Bogor memiliki petani pembenihan yang tersebar di beberapa
wilayah. Desa Gadog merupakan salah satu wilayah penghasil benih ikan lele
sangkuriang2. Pada desa tersebut ada beberapa petani pembenihan ikan lele
sangkuriang yang menjalankan aktivitas usahanya untuk memenuhi kebutuhan
benih bagi petani pembesaran yang tersebar di beberapa wilayah Bogor. Untuk
melihat lebih jelas kapasitas produksi untuk masing–masing petani dapat dilihat
pada tabel 3
Tabel 3 Data kapasitas produksi petani pembenihan ikan lele sangkuriang di Desa
Gadog kec.Mega Mendung (2013)a
Nama Usaha/
Ukuran
Padat Tebar per
Jumlah Kapasitas Produksi
Petani
kolam
kolam
Kolam
(ekor)
UPR Bina Tular 5 x 2 m 4.000–5.000 ekor
120
± 600.000
Abah Nasrudin 5 x 2 m 4.000–5.000 ekor
85
± 425.000
Ujang Farid
5 x 2 m 4.000–5.000 ekor
30
± 150.000
Bambang
5 x 2 m 4.000–5.000 ekor
20
± 100.000
H. Edi
5 x 2 m 4.000–5.000 ekor
22
± 110.000
Somad
5 x 2 m 4.000–5.000 ekor
25
± 125.000
Rusman
5 x 2 m 4.000–5.000 ekor
35
± 175.000
Unu
5 x 2 m 4.000–5.000 ekor
15
± 75.000
a

Sumber : Data primer

Pemilihan petani pembenihan yang akan dijadikan responden untuk
penelitian ini adalah UPR Bina Tular dilihat dari kapasitas produksi tertinggi
dibandingkan dengan petani lainnya. Abah Nasrudin juga salah satu petani
pembenihan ikan lele sangkuriang. Akan tetapi pada tahun 2012 sampai dengan
saat ini kapasitas produksi berkurang. Hal tersebut disebabkan oleh Abah
Nasrudin menjadikan tempat usahanya sebagai tempat pelatihan budidaya
pembenihan ikan lele sangkuriang dan lebih berfokus terhadap para petani pemula
yang ingin belajar untuk mempelajari tehnik pembenihan ikan lele sangkuriang.
Berbeda dengan UPR Bina Tular, berdasarkan informasi yang didapat dari
berbagai media merupakan salah satu petani pembenihan yang sukses pada
bidangnya3. UPR Bina Tular atau biasa disebut dengan Unit Pembenihan Rakyat
2

www.kompas.com/bisniskeuangan/read/2010 (19 Oktober 2013)
www.gesitnews.com/berita–173–endanguprbinatular (19 Oktober 2013)

3

4

didirikan oleh beberapa petani. Pada awalnya UPR Bina Tular merupakan
kelompok tani yang bergerak disegmen pembenihan, namun dengan berjalannya
waktu pada tahun 2007 UPR Bina Tular menjadi usaha perorangan yang dimiliki
oleh Bapak Endang. UPR Bina Tular merupakan petani pembenihan terbesar di
wilayah Gadog dengan melihat kapasitas produksi benih yang dihasilkan dan
jumlah kolam yang dimiliki. Secara administasi terletak di Desa Gadog Kp.
Sukabius RT003/006 Kecamatan Megamendung Kabupaten Bogor.UPR Bina
Tular Pembenihan ikan lele ini dilakukan dari tahap awal hingga ikan lele tersebut
siap untuk dipasarkan kepada petani pembesaran.
Perumusan Masalah
UPR Bina Tular merupakan salah satu pembudidaya Ikan lele Sangkuriang
yang berada di Gadog kecamatan Megamendung. UPR Bina Tular mempunyai
kolam pembenihan sebanyak 120 kolam dengan ukuran rata-rata per kolam 5x2 m
dan ukuran benih yang akan dijual berkisar antara 5 – 7cm/ekor. Kapasitas
produksi usaha ini dapat dilihat pada Tabel 4
Tabel 4 Data produksi benih ikan lele sangkuriang di UPR Bina Tular per bulan,
tahun 2013a
Bulan
Produksi (ekor)
Harga (Rp/ekor)
Januari
546.540
150
Februari
592.245
150
Maret
736.124
150
April
765.541
150
Mei
746.284
150
Juni
574.468
150
Juli
565.421
150
Agustus
593.412
150
September
483.154
170
Oktober
489.560
170
November
543.425
150
Desember
531.451
150
a

Sumber: UPR Bina Tular, 2013 (diolah)

Melihat dari data pada Tabel 4, Pada bulan September – Oktober terjadi
penurunan jumlah produksi. Penurunan jumlah produksi benih juga dialami oleh
seluruh petani pembenihan. Berdasarkan informasi yang diperoleh di lapangan,
pada bulan tersebut terjadi pemijahan massal atau disebut kawin liar. Induk betina
mengeluarkan telur - telur yang belum matang gonad dengan sendirinya dan
menyebabkan banyak indukan yang tidak dapat dipijahkan. Indukan betina
mngeluarkan telur disaat kematangan gonad belum sempurna dan menyebabkan
penurunan jumlah hasil telur yang siap untuk dibuahi. Hal tersebut tidak menjadi
pihak UPR Bina tular sebagai price maker. Harga jual tetap ditetapkan oleh
pedagang pengumpul besar sesuai dengan kesepakatan antara pihak UPR dengan
pedagang. Berdasarkan informasi awal pada bulan September – Oktober diperoleh
fluktuasi harga jual terjadi di tingkat petani berkisar di harga Rp.160 –
Rp.170/ekor untuk ukuran 5 – 7 cm/ekor dan harga jual di tingkat konsumen akhir
(petani pembesaran) Rp.180 – Rp.200/ekor untuk ukuran 5 – 7cm/ekor.

5

Kapasitas produksi yang besar juga membuat UPR Bina Tular harus
menjual benih yang dihasilkan kepada pedagang pengumpul besar yang memiliki
kapasitas pembelian diatas 50.000 ekor. Melihat dari hal tersebut, adanya peran
tengkulak atau pengepul benih Ikan Lele Sangkuriang yang berperan sebagai
lembaga tataniaga yang mempunyai pengaruh di dalam penentuan harga jual
benih Ikan Lele Sangkuriang dan membuat petani pembenih Ikan Lele
Sangkuriang sebagai penerima harga (Price Taker). Proses pemasaran benih Ikan
Lele Sangkuriang ini terjadi melalui beberapa lembaga pemasaran yaitu
pembenih, pengepul/tengkulak, kemudian konsumen akhir yaitu petani
pembesaran Ikan Lele Sangkuriang. Dengan melihat saluran pemasaran yang
terlibat sampai dengan ke konsumen akhir menyebabkan adanya pengaruh
fluktuasi harga yang akan diterima oleh petani pembenihan Ikan Lele
Sangkuriang. Untuk itu diperlukan pengkajian sistem pemasaran dengan
mengidentifikasi beberapa faktor diantaranya lembaga pemasaran, fungsi-fungsi
pemasaran, struktur pasar, perilaku pasar, dan keragaan pasar yang menyebabkan
permasalahan tersebut terjadi.
Berdasarkan permasalahan yang timbul di atas, perlu dilakukan pengkajian
sebagai berikut :
1. Bagaimana saluran tataniaga dan fungsi-fungsi tataniaga benih Ikan Lele
Sangkuriang yang dilakukan oleh lembaga-lembaga tataniaga dari petani
pembenihan sampai ke konsumen akhir di UPR Bina Tular?
2. Bagaimana struktur dan perilaku pasar pada masing-masing lembaga
tataniaga benih Ikan Lele Sangkuriang yang terlibat?
3. Bagaimana efisiensi saluran tataniaga benih Ikan Lele Sangkuriang
berdasarkan margin tataniaga, farmer’s share, rasio, dan keuntungan
terhadap biaya ?
Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah di atas maka tujuan
dari penelitian ini adalah :
1. Menganalisis saluran tataniaga benih Ikan lele sangkuriang di UPR Bina
Tular.
2. Menganalisis tataniaga benih Ikan Lele Sangkuriang dengan pendekatan
fungsi-fungsi tataniaga, lembaga-lembaga tataniaga, struktur pasar, rasio
keuntungan dan biaya, dan farmer share, dengan harapan mendapatkan
saluran tataniaga yang efisien.
Manfaat Penelitian
Beberapa manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini diantaranya
sebagai gambaran umum pelaku pembenihan Ikan Lele Sangkuriang khusunya
UPR Bina Tular dalam mengambil keputusan ataupun kebijakan yang berkaitan
dengan kondisi dan struktur pasar dengan harapan ditemukannya alternatif
efisiensi pemasaran benih ikan lele sangkuriang. Bagi peneliti diharapkan dapat
menambah wawasan tentang saluran pemasaran benih Ikan lele sangkuriang dan
sebagai bentuk pengaplikasian ilmu-ilmu yang didapat selama di bangku kuliah

6

Ruang Lingkup
Penelitian ini merupakan analisis tataniaga di UPR Bina Tular desa Gadog
kecamatan Megamendung kabupaten Bogor. Pembatasan ruang lingkup dalam
penelitian ini hanya berfokus pada UPR Bina Tular desa Gadog dikarenakan
memiliki kapasitas produksi terbesar di daerah tersebut. Konsumen akhir untuk
pembenihan ikan lele sangkuriang yaitu petani pembesaran ikan Lele
Sangkuriang. Ukuran benih yang sudah siap untuk di jual berukuran 5cm – 7cm
dengan harga Rp.150/ekor.

TINJAUAN PUSTAKA
Fektoria (2013) melakukan penelitian mengenai analisis risiko produksi
pada usaha pembenihan lele Sangkuriang di UPR Bina Tular terdapat empat
sumber risiko. Risiko pertama adalah tingginya tingkat kanibalisme yaitu kejadian
saling memangsa benih yang berukuran lebih besar memakan benih yang ukuran
lebih kecil. Risiko kedua yang dialami yaitu hama. Hama yang sering ditemukan
pada usaha pembenihan ikan lele Sangkuriang UPR Bina Tular yang biasanya
menyerang benih ikan lele saat dipelihara adalah ucrit (kumbang air), kecebong
(anak kodok), dan kini – kini (nimfa capung). Ketiga, Penyakit yang sering
menyerang benih lele Sangkuriang adalah bakteri Aeromonas, radang insang, dan
asam lambung.
Risiko terakhir adalah pemijahan sendiri atau kawin liar yaitu telur yang
ada dalam tubuh induk betina tersebut menetas dengan sendirinya meskipun tanpa
adanya penyemprotan sperma induk jantan. Seharusnya telur itu mengalami
tingkat kematangan yang baik dengan semprotan sperma indukan jantan ke induk
betina untuk menetas namun karena dengan sendirinya induk betina melakukan
pemijahan atau kawin liar meskipun tanpa ada rangsangan dari induk jantan benih
lele tetap menetas dengan sendirinya dan menyebabkan banyaknya telur gagal.
Pemijahan sendiri juga dialami semua petani pembenihan dan pada umumnya
terjadi di bulan September dan Oktober. Pada bulan tersebut petani pembenihan
tetap menjual dengan harga yang sudah di tentukan oleh pedagang pengumpul
walaupun produksi benih mengalami penurunan. Lembaga tataniaga berperan di
dalam penentuan harga benih ikan lele sangkurang. Untuk itu perlu dilakukan
pengkajian analisis lembaga tataniaga benih ikan lele sangkuriang di UPR Bina
Tular.
Pada skripsi yang ditulis oleh Panjaitan (2009), mengenai analisis
tataniaga ikan bandeng (Chanos chanos, de forkal) di desa Muara Baru
Kecamatan Cilamaya Wetan, Kabupaten Krawang, Jawa Barat. Jumlah responden
yang diambil yaitu 20 petambak responden, terdapat tiga saluran tataniaga yang
berlaku, pola saluran dominan dilakukan petambak adalah pola saluran tataniaga 1
(76,5%), pola saluran tataniaga 2 (17,6%) hanya dilakukan oleh 3 petambak, dan
pola saluran 3 (5,9%) hanya dilakukan satu petambak. Struktur pasar pada saluran
tataniaga 1,2, dan 3 mengarah pada pasar persaingan sempurna.
Sistem penentuan harga di tingkat petambak ditentukan oleh pedagang
pengumpul sebesar Rp.9.000/kg.Sistem penentuan harga di tingkat pedagang
pegecer di pasar Muara Baru Jakarta sebesar Rp.17.000/kg.Sistem penentuan
harga ditingkat pedagang pengecer dengan konsumen sebesar Rp.15.000/kg. Total

7

biaya tataniaga yang dikeluarkan pada saluran 1 sebesar Rp.3.750, total
keuntungan sebesar Rp.4.250. keuntungan terbesar diperoleh pedagang pengecer
sebesar Rp.4.000, sedangkan keuntungan yang terkecil diperoleh oleh pedagang
pengumpul sebesar Rp.250. Total biaya tataniaga yang dikeluarkan pada saluran 2
adalah Rp.4.000, total keuntungan sebesar Rp.1.000. Saluran tataniaga 3, total
biaya tataniaga yang dikeluarkan oleh petambak adalah Rp.3.500, biaya produksi
Rp.7.500/kg dan keuntungan sebesar Rp.3.000. farmer’s share dan ratio
keuntungan dan biaya dapat dijadikan indikator efisiensi tataniaga. Berdasarkan
perhitungan farmer’s share yang diterima petambak berkisar antara 52,9 - 100
persen. Rasio keuntungan dan biaya tertinggi dan mempunyai farmer’s share
yang tertinggi di bandingkan dengan saluan tataniaga lainnya.
Hal tersebut berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Sitompul, R.P
(2007), tentang analisis usaha tani dan tataniaga ikan hias mas koki oranda di desa
Parigi mekar, kecamatan Ciseeng, kabupaten Bogor, Jawa Barat. Peneliti
mendapatkan hasil harga jual anakan ikan mas koki oranda ditingkat petani
pembenihan ke petani pembesaran berkisar antara Rp.130 sampai dengan
Rp.150/ekor. Harga jual ikan maskoki oranda ditingkat petani pembesaran ke
pedagang pengumpul berkisar antara Rp.800 sampai dengan Rp.900/ekor. Harga
yang berlaku ditingkat supplier ke pedagang pengecer berkisar antara Rp.1400
sampai dengan Rp.1.500/ekor, sedangkan ditingkat pedagang pengecer ke
konsumen akhir berkisar antara Rp.2.000 sampai dengan Rp.2.500/ekor.
Farmer’s share yang diterima oleh petani pada pola 1 dan pola 2 yaitu
masing-masing sebesar 39,5%. Pada pola 3, rata-rata harga jual petani adalah
Rp.1.116.7 per ekor, sedangkan rata-rata harga yang dibayar oleh konsumen akhir
adalah sebesar Rp.1.250 per ekor. Farmer’s share yang diterima pada oleh petani
pada pola 3 adalah sebesar 89,3%, merupakan saluran tataniaga yang paling
menguntungkan bagi petani, karena saluran tataniaga ikan hias mas koki yang
paling pendek dan efisien. Farmer’s share yang tinggi dapat dicapai jika petani
mampu mengefisienkan saluran tataniaga dan meningkatkan kualitas produknya.
Hasil penelitian Puspitasari (2010) mempunyai pola saluran yang berbeda.
Peneliti melakukuan studi mengenai Analisis Efisiensi Tataniaga pada Kelompok
usaha budidaa Ikan lele sangkuriang (Clarias sp) di Kecamatan Ciawi, kabupaten
Bogor, Propinsi Jawa Barat. Pelaku tataniaga ikan lele yang terdapat di
Kecamatan Ciawi terdiri dari pembudidaya ikan lele sebagai produsen, pedagang
pengumpul, pedagang pengumpul luar kecamatan, dan pedagang pengecer luar
kecamatan, dan pedagang pecel lele. Saluran Tataniaga yang terbentuk dari empat
saluran tataniaga, terdiri dari : 1) Pembudidaya – Pengumpul – Pengecer –
Konsumen Akhir, 2) Pembudidaya – Pengumpul – Pengecer – Pedagang Pecel
Lele – Konsumen Akhir, 3) Pembudidaya – Pengumpul – Pengumpul Luar
Kecamatan – Konsumen Akhir, 4) Pembudidaya – Pengumpul – Pengumpul Luar
Kecamatan – Pengecer Luar Kecamatan – Pedagang Pecel Lele – Konsumen
Akhir.
Total Marjin yang terdapat pada saluran 1 sebesar Rp.7.000/kg.
Keuntungan total yang diterima sebesar Rp.5.551,76 per Kg. Sedangkan farmer’s
share yaitu 54,84 %. Total marjin yang terdapat pada saluran 2 sebesar Rp.46.200
per Kg. Keuntungan total yang diterima sebesar Rp.25.288,56 per Kg, sedangkan
farmer share’s yaitu 16,00%. Total margin yang terdapat pada saluran 3 sebesar
Rp.7.875,51 per Kg. Sedangkan farmer’s share yaitu 46,32%. Total marjin yang

8

terdapat pada saluran 4 sebesar Rp.63.500 per kg. Keuntungan total yang diterima
sebesar Rp.41.712,31 per Kg. Sedangkan farmer’s share yaitu 11,81%. Rasio
keuntungan dan biaya total terbesar berada pada saluran 1 sebesar 383,35%
dimana setiap Rp.100 biaya yang dikeluarkan akan menghasilkan keuntungan
sebesar Rp.383,35. Marjin tataniaga total pada saluran 1 mempunyai nilai yang
paling kecil yaitu sebesar Rp.7.000.
Pada saluran 1, farmer’s share yang diterima lebih besar dibandingkan
saluran yang lainnya yaitu sebesar 54,84%, sehingga saluran tataniaga 1 paling
efisien dibandingkan saluran tataniaga yang lain karena melibatkan sedikit
pedagang perantara sehingga memungkinkan produk yang dipasarkan (ikan lele)
lebih cepat sampai ke tangan konsumen akhir dan marjin yang terbentuk diantara
pedagang perantara tidak terlalu besar.
Hasil yang berbeda ditemui pada penelitian yang dilakukan oleh
Abdurrahman (2004). Penelitian yang dilakukan untuk mengetahui fungsi-fungsi
pemasaran, biaya pemasaran, keuntungan, pemasaran, marjin pemasaran, dan
farmer’s share. Metode penelitian yang digunakan adalah studi kasus dengan
metode pengambilan sampel purposive sampling dan snowball sampling.
Responden yang diperoleh adalah 3 orang bandar, 10 orang grosir, dan 30
pengecer. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa saluran pemasaran melibatkan
bandar, grosir dalam daerah, grosir luar daerah, pengecer dalam daerah, dan
pengecer luar daerah. Daerah pemasaran yang jauh akan meningkatkan biaya
pemasaran. Hal ini akan mendorong pedagang untuk menetapkan harga jual ikan
Bandeng yang tinggi. Saluran pemasaran yang paling menguntungkan adalah
tingkat 3 diluar kabupaten Pati. Farmer’s share yang paling tinggi diperoleh
saluran pemasaran tingkat 2 dalam Kabupaten Pati.
Penelitian terakhir yang dikaji adalah penelitian yang dilakukan oleh
Arifin (2014). Penelitian yang dilakukan di kelompok tani desa Sukamaju Kidul
mengenai perbandingan analisis tataniaga benih ikan gurame pada anggota dan
non anggota tani menjelaskan indikator yang dilihat yaitu fungsi tataniaga,
perilaku pasar, struktur pasar, rata – rata perolehan harga jual, biaya tataniaga
yang dikeluarkan, perolehan margin tataiaga, perolehan farmer’s share , rasio
keuntungan terhadap biaya, analisis efisiensi saluran tataniaga, dan pihak yang
menjadi tujuan akhir dalam pengumpulan data. Dari indikator tersebut didapatkan
hasil perbandingan pada indikator – indikator kedua jenis responden pembudidaya
ikan gurame didapatkan hasil rata – rata perolehan harga jual dari pembudidaya
anggota kelompok tani yang melakukan penjualan dengan pihak kelompok adalah
sebesar Rp.2.150/ekor, sedangkan untuk pembudidaya non anggota kelompok
adalah rata–rata sebesar Rp.1.915/ekor. Nilai margin tataniaga dari saluran
pembudidaya anggota kelompok tani yang melakukan penjualan dengan
kelompok adalah sebesar Rp.400/ekor, sedangkan untuk saluran tataniaga
pembudidaya non anggota kelompok tani sebesar Rp.551,35/ekor.
Nilai farmer’s share dari kegiatan pemasaran melalui kelompok tani yang
dilakukan pembudidaya anggota kelompok tani adalah 84,31%, sedangkan untuk
kegiatan pemasaran tidak melalui kelompok tani yang dilakukan pembudidaya
non anggota kelompok tani sebesar 83,19%. Adapun untuk besarnya biaya
tataniaga dan rasio keuntungan terhadap biaya dari pembudidaya anggota
kelompok tani sebesar Rp. 19,15/ekor dan pembudidaya anggota kelompok tani
non anggota sebesar Rp.10,98/ekor. Untuk tingkat efisiensi tataniaga pada saluran

9

berdasarkan nilai farmer’s share menunjukkan saluran yang lebih efisien adalah
saluran dari pembudidaya anggota kelompok tani yang memiliki nilai farmer’s
share terbesar.
Keterkaitan Dengan Penelitian Terdahulu
Pada umumnya penelitian mengenai saluran pemasaran yang dikaji antara
lain saluran tataniaga dan fungsi-fungsi pada setiap lembaga dalam saluran
tataniaga tersebut, struktur pasar, perilaku pelaku pasar, dan keragaan pasar.
Persamaan dengan penelitian terdahulu terletak pada topik penelitian yaitu sistem
tataniaga.Untuk perbedaanya yaitu komoditi yang diambil oleh penulis mengenai
analisis tataniaga pembenihan ikan lele sangkuriang di Desa Gadog Kecamatan
Megamendung Kab.Bogor. Metode pengolahan dan analisis data yang akan
digunakan selama penelitian berlangsung yaitu analisi kualitatif dan analisis
kuantitatif. Untuk pemilihan responden menggunakan tehnik snowballing
sampling yang ditentukan secara sengaja (purpossive)

KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Pemikiran Teoritis
Kosep Tataniaga
Tataniaga merupakan segala kegiatan pemasaran yang terdiri dari
beberapa tahapan fungsi yang dimulai dari titik produksi (petani) sampai ke
tangan konsumen (Dahl dan Hammond, 1977). Dalam menjalankan distribusi
barang atau produk dari produsen sampai ke konsumen diperlukan jasa-jasa dan
fungsi-fungsi dalam pemindahan hak milik agar produk yang dihasilkan dapat
diterima dengan baik oleh konsumen akhir. Pemasaran dapat diartikan sebagai
fungsi yang mengerakan proses perpindahan barang dari tangan satu ke tangan
lainnya. Pada dasarnya kebutuhan manusia menjadi faktor utama terbentuknya
pemasaran. Didorong dengan adanya kebutuhan itulah yang menyebabkan
konsumen akan mempertukarkan produk dan nilai kepada produsen.
Tujuan dari tataniaga menurut Limbong dan Sitorus (1997) yaitu
memenuhi kebutuhan konsumen dengan berbagai kegiatan atau tindakan –
tindakan yang dapat memperlancar proses penyampaian barang sampai diterima
dengan baik oleh konsumen. Pemasaran bertujuan untuk memaksimumkan tingkat
konsumsi masyarakat terhadap jenis produk yang dipasarkan. Dengan adanya
peningkatan konsumsi masyarakat, maka secara tidak langsung akan
mempengaruhi volume produksi sehingga terjadi petumbuhan ekonomi yang baik.
Lembaga dan Saluran Tataniaga
Lembaga tataniaga yaitu badan-badan yang menyelenggarakan kegiatan
atau fungsi tataniaga dimana barang harus bergerak dari produsen sampai ke
konsumen. Badan perantara tersebut menjalankan tugasnya dengan semaksimal
mungkin untuk mengerakkan barang atau jasa dari titik produksi sampai dengan
titik konsumsi (Hanafiah dan Saefuddin, 2006).

10

Lembaga-lembaga yang terlibat dikelompokkan menjadi empat kelompok
yaitu :
1. Pengelompokkan berdasarkan penguasaan terhadap suatu barang.
a) Lembaga pemsaran yang menguasai dan memilki barang yang dapat
dipasarkan seperti: pedagang pengumpul, tengkulak, pengecer, dan lainlain.
b) Lembaga pemasaran yang mengusai tetapi tidak memiliki barang yang
dipasarkan yaitu : agen, broker, lembaga pelanggan, dan lain-lain
c) Lembaga pemasaran yang yang tidak menguasai dan tidak memiliki
barang yang dipasarkan seperti : lembaga pengangkutan, pengolahan,
perkreditan, dan lain-lain.
2. Pengelompokkan berdasarkan fungsi yang dilakukan.
a) Lembaga pemasaran yang melakukan kegiatan pertukaran seperti
pengecer, grosir, dan lembaga perantara lainnya.
b) Lembaga pemasaran yang memiliki fisik seperti pengolahan,
pengangkutan, dan pergudangan.
c) Lembaga pemasaran yang menyediakan menyediakan fasilitas-fasilitas
pemasaran seperti Kredit Desa, Informasi Pasar, KUD, Bank Unit Desa,
dan lain-lain.
3. Pengelompokkan berdasarkan bentuk usahanya
a) Berbadan hukum seperti Perseroan Terbatas (PT), Firma, dan Koperasi.
b) Tidak berbada hukum, seperti perusahan perseorangan, pedagang,
pengecer, tengkulak dan sebagainya.
4. Pengelompokkan berdasarkan kedudukannya dalam struktur pasar.
a) Lembaga pemasaran yang bersaing sempurna, seperti pengecer beras,
pengecer rokok, dan lain-lain.
b) Lembaga pemasaran yang memonopolistik seperti pedagang bibit,
pedagang benih, dan lain-lain.
Lembaga pemasaran yang oligopolis seperti importer cengkeh, perusahan
semen, dan lain-lain.
Fungsi-Fungsi Tataniaga
Fungsi tataniaga adalah tindakan atau kegiatan yang berguna untuk
melancarkan suatu proses penyampaian barang atau jasa dan dikelompokkan
kedalam tiga fungsi (Limbong dan Sitorus, 1997). Ketiga fungsi tersebut yaitu :
Fungsi pertukaran adalah semua kegiatan yang dilakukan untuk
memperlancar perpindahan milik atas barang dan jasa dari penjual kepada
pembeli. Fungsi fisik adalah semua tindakan langsung yang berkaitan secara
langsung dengan barang dan jasa sehinga minimbulkan kegunaan tempat, bentuk,
dan waktu. Fungsi fisik terdiri dari pengolahan, penyimpanan, dan pengangkutan.
Fungsi Fasilitas adalah semua tindakan yang berfungsi untuk melancarkan semua
kegiatan pertukaran yang terjadi antara produsen dan konsumen. Fungsi fasilitas
mempunyai empat fungsi diantaranya fungsi standarisasi dan grading, fungsi
penanggungan resiko, fungsi pembiayaan, dan fungsi informasi pasar.
Struktur Pasar
Struktur pasar adalah dimensi yang menjelaskan sistem pengambilan
keputusan oleh perusahaan maupun industri, jumlah perusahaan dalam suatu

11

pasar, konsentrasi perusahaan, jenis-jenis dan diferensiasi produk serta syaratsyarat masuk pasar (Limbong dan Sitorus, 1987).
Pasar memiliki sifat dan karakteristik yang berbeda. Pada umumnya pasar
dapat digolongkan menjadi empat struktur yang berbeda yaitu stuktur pasar
bersaing sempurna, struktur pasar bersaing monopolistik, struktur pasar oligopoli,
struktur pasar monopoli.
Struktur pasar bersaing sempurna memiliki ciri-ciri yaitu penjual dan
pembeli dapat dengan bebas keluar masuk pasar.Pembeli dan penjual mengusai
sebagian barang atau jasa yang ada di pasar. Dalam menentukan keutungan,
perusahaan tidak dapat menetapkan harga dengan sendirinya.Hal ini disebabkan
oleh posisi perusahaan yang hanya sebagai penerima harga (price taker).
Tipe pasar bersaing monopolistik memiliki perbedaan dengan pasar
bersaing sempurna.Pada tipe pasar ini, produk yang dijual pada pasar ini bersifat
homogen. Akan tetapi pada tipe pasar ini memiliki perbedaan yaitu pengepakan,
warna produk, harga, dan pelayananya.Struktur yang terdapat pada pasar ini yaitu
terdiri dari banyak pembeli dan penjual yang melakukan transaksi pada berbagai
tingkatan harga. Perusahaan akan melakukan perubahan teknologi dengan tujuan
untuk memaksimumkan keuntungan.
Pasar oligopoli atau biasa disebut dengan pasar tidak bebas ini, dalam
menentukan harga tidak dapat dilakukan dengan bebas. Hal ini disebabkan
struktur biaya dan permintaan produk ikut disetakan dengan perusahan pesaing.
Perusahaan yang oligopolis harus memberikan perhatian penuh pada taktik
pesaing serta keinginan pelanggan dalam menanggapi meningkatnya harga.
Pasar monopoli untuk memperoleh keuntungan maksimum melkukan
diskriminasi harga dengan menjual produk dengan tingkatan harga yang berbeda
dan pasar yang berbeda.Pemasok tunggal pada pasar ini menikmar kendali penuh
atas harga-harga dari produknya.
Perilaku Pasar
Dahl and Hammond (1977), menjelaskan bahwa perilaku pasar adalah pola
tingkah laku dari lembaga pemasaran yang menyesuaikan dengan struktur pasar
dimana lembaga tersrbut melakukan kegiatan pembelian dan penjualan, penentuan
harga dan kerjasama antar lembaga pemasaran.
Perilaku pasar diidentifikasikan menjadi tiga cara. Cara pertama dapat
dilihat dengan melakukan penentuan harga.Penentuan harga dilakukan bersamasama oleh penjual atau dilakukan berdasarkan pimpinan perusahaan. Cara kedua
yaitu Comunication System, pada cara ini dapat diketahui bagaimana perusahaan
itu dapat memperoleh informasi dengan baik. Cara ketiga dengan melakukan
predatory and exclusivenary. Cara tersebut dianggap kurang baik dikarenakan
cara tersebut dilakukan dengan upaya menguasai bahan baku dengan tujuan
perusahaan pesaing tidak dapat melakukan produksi dikarenakan bahan baku
tidak ada.
Keragaan Pasar
Sistem dapat dikatakan berjalan dengan baik atau tidak dilihat dari
keadaan struktur dan perilaku pasar yang terjadi dalam kehidupan shari-hari, hal
tersebut ditunjukkan dengan variable harga, biaya, dan volume produksi (Dahl
dan Hammond, 1977).

12

Deskripsi keragaan pasar dapat dilihat dari beberapa indikator diantaranya
marjin pemasaran, farmer’s share, dan rasio keuntungan serta biaya.
Efisiensi Tataniaga
Efisiensi tataniaga dilakukan dengan upaya melakukan penurunan biaya
input tanpa mengurangi nilai kepuasan konsumen itu sendiri. Sedangkan
perubahan yang mengurangi biaya input tetapi mengurangi kepuasan konsumen
akan menurunan efisiensi pemasaran.
Efisiensi tataniaga dibagi menjadi dua yaitu efisiensi operasional dan
efisiensi harga.Menurut Dahl dan Hammond (1977) efisiensi operasional
menunjukkan biaya minimum yang dapat dicapai daalam pelaksanaan fungsi
dasar pemasaran yaitu pengumpulan, transportasi, penyimpanan, pengolahan,
disribusi, dan aktivitas fisik. Efisiensi harga dalam kegiatannya,mempunyai tiga
kondisi yang saling berkaitan diantaranya adanya pilihan bagi konsumen,
perubahan harga, dan kebebasan dari produsen itu sendiri untuk keluar dan masuk
selagi jawaban dari keutungan maupun kerugian dari kegiatan yang selama ini
dilakukan.
Efisiensi harga merupakan indikator yang secara khusus menggambarkan
kemampuan dan tanda bagi penjual sebagai panduan dari penggunaan sumber
daya produksi dari sisi produksi dan tataniaga.
Margin Tataniaga
Margin Tataniaga adalah perbedaan atas biaya dari berbagai tingkat
pemasaran didalam sistem pemasaran. Biaya tersebut termasuk dalam pengeluaran
dari fungsi pemasaran dan ditunjukkan dengan keuntungan yang diperoleh dari
kegiatan tersebut.Margin tataniaga memberikan perbedaan antara harga di tingkat
produsen dengan harga ditingkat konsumen. Konsep margin tataniaga dapat
menjelaskan kegiatan peasaran merupakan suatu kegiatan dalam menciptakan
tambahan nilai (value added) baik nilai tempat, waktu, dan bentuk maupun hak
milik melalui proses keseimbangan supply dan demand oleh pedagang yang
berfungsi sebagai perantara antara produsen dengan konsumen akhir (Dahl dan
Hammond, 1977).

Gambar 1 Margin Tataniaga.
Sumber : Hammond dan Dahl (1977)

13

Keterangan:
Pr
Pf
Sr
Sf
Dr
Df
(Pr-Pf)
(Pr-Pf) Qrf
Qr,f

= Harga retail (tingkat pengecer)
= Harga farmer (tingkat petani)
= Supplyretail (penawaran di tingkat pengecer)
= Supplyfarmer (penawaran di tingkat petani)
= Demand retail (permintaan di tingkat pengecer)
= Demand farmer (permintaan di tingkat petani)
= Marjin tataniaga
= Nilai marjin tataniaga
= Jumlah keseimbangan di tingkat petani dan pengecer

Dari gambar 1,dijelaskan dengan asumsi jumlah barang yang sama, harga
yang ditawarkan oleh petani lebih rendah dibandingkan dengan harga yang
diberikan oleh konsumen. Penawaran (Sf) pada tingkat harga petani lebih besar
dari pada penawaran (Sr) pada harga ditingkat pengecer. Asumsi yang didapat
yaitu jumlah barang yang ditawarkan ditingkat petani mencakup semua input dan
hasil akhir sedangkan penawaran ditingkat pedagang pengecer telah ditambah
dengan biaya-biaya seperti biaya angkut dan sebagainya. Kondisi permintaan di
tingkat petani (Df) lebih kecil dari pada di tingkat pedagang pengecer (Dr), artinya
permintaan ditingkat pedagang pengumpul (tengkulak) lebih sedikit dari pada di
tingkat konsumen akhir.
Kerangka Pemikiran Operasional
Permintaan akan ikan Lele Sangkuriang yang meningkat setiap tahunnya
akan berkaitan langsung terhadap ketersedian benih ikan Lele Sangkuriang itu
sendiri. Dalam pemenuhan kebutuhannya, terdapat beberapa saluran pemasaran
dan menyebabkan adanya perbedaan dalam hal harga jual. Dalam kegiatan
tersebut adanya lembaga-lembaga pemasaran seperti pedagang pengumpul dan
pedagang pengecer yang berfungsi untuk membantu petani pembenihan ikan Lele
Sangkuriang dalam memasarkan hasil produksinya.
Berkaitan dengan hal tersebut, adanya perbedaan harga yang terjadi antara
tingkat petani dan harga ditingkat pengecer dikarenakan adanya lembaga-lembaga
tataniaga yang ikut turut serta didalam proses tataniaga dan kapasitas produksi
UPR Bina Tular yang besar membuat UPR Bina Tular harus melakukan penjualan
benih kepada pedagang pengumpul yang memiliki kapasitas pembelian diatas
50.000 ekor. Penelitian ini menganalisis tataniaga usaha pembenihan ikan Lele
Sangkuriang pada unit pembenihan rakyat bina tular desa Gadog kabupaten Bogor
dengan meninjau pembenih sebagai produsen, dan lembaga-lembaga pemasaran
yang terlibat dan petani pembesaran sebagai konsumen akhir.
UPR Bina Tular dapat melakukan penjualan benih langsung sampai ke
tangan konsumen akhir.Hal tersebut tidak dapat dilakukan dikarenakan ada
beberapa kendala dan menyebabkan penjualan benih melalui penyalur yang dapat
membantu menyalurkan produk tersebut. Kendala yang dihadapi antara lain benih
yang tergolong mahluk hidup yang rentan dengan kematian, jumlah pembelian
benih, dan jarak antara konsumen akhir dengan petani pembenih. Hal tersebut
akan berkaitan langsung dengan keuntungan yang akan diterima oleh petani
pembenih sehingga petani berstatus sebagai penerima harga (price taker).

14

Penelitian ini menggunakan dua alat analisis yaitu analisis kualitatif
berupa analisis fungsi-fungsi tataniaga, saluran tataniaga, struktur pasar, dan
perilaku pasar. Alat analisis berikutnya yaitu analisis kuantitatif meliputi margin
tataniaga, farmer’ share, dan analsis rasio keuntungan dan biaya.

Gambar 2 Kerangka pemikiran operasional

METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di UPR Bina Tular yang berlokasi di kp. Suka
birus Desa Gadog kecamatan Megamendung, kabupaten Bogor. UPR Bina Tular
merupakan usaha perorangan yang berfokus pada pembenihan ikan lele
sangkuriang. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (Purposive)
dengan pertimbangan bahwa UPR Bina Tular merupakan salah satu penghasil
benih Unggul lele sangkuriang di kabupaten Bogor terutama pada desa Gadog dan

15

memiliki kaasitas produksi tertinggi. Pengambilan datadilakukan pada bulan
Desember 2013 sampai bulan Januari 2014.
Metode Pengumpulan Data
Penelitian yang dilakukan akan mngambil data dengan menggunakan dua
data yaitu data primer dan data skunder. Data primer didapat dengan melakukan
wawancara langsung, observasi, dan pentebaran kuisioner dengan responden
seperti petani, pedagang, dan semua lembga-lembaga yang terkait didalam proses
tataniaga.
Untuk mendapatkan data skunder dilakukan dengan menjumpai dinas
terkait dalam hal ini Dinas Kelautan dan Perikanan, buku-buku, internet serta
literatur yang berkaitan langsung dengan topik penelitian.
Metode Penentuan Sampel
Pemlihan responden yang akan dilakukan dalam penelitian ini dilakukan
dengan metode snowballing yang menjadi rekomendasi dari pemilik usaha UPR
Bina Tular yaitu Bapak Endang. Untuk lembaga pemasaran yang akan dijadikan
responden yaitu tiga orang pedagang pengumpul besar, enam orang pedagang
pengecer.
Metode Pengolahan dan Analisis Data
Selama proses penelitian dilakukan, analisis yang digunakan terdiri dari dua
bagian yaitu analisis kualitatif dan analisis kuantitatif. Untuk menjelaskan secara
jelas mengenai fungsi-fungsi tataniaga, saluran tataniaga, dan struktur serta
perilaku pasar digunakan metode analisis kualitatif. Analisis kuantitatif akan
digunakan untuk mengetahui besaran marjin tataniaga, farmer’share dan rasio
keuntungan dan biaya. Alat analisis data kuantitatif yang digunakan berupa
kalkulator, komputer, Excel, dan sistem tabulasi data.
Analisis Saluran Tataniaga
Analisis saluran tataniaga dilakukan untuk mengetahui alur perdagangan
yang dimulai dari tingkat petani pembenih sampai dengan tingkat konsumen akhir
dalam hal ini petani pembesaran. Dengan dilakukannya analisis dapat diketahui
berapa banyak lembaga-lembaga yang ikut didalam proses saluran tataniaga
tersebut. Dengan semakin panjangnya saluran tataniaga pada proses tersebut maka
dapat disimpulkan marjin yang terjadi antara petani pembenih yang bertindak
sebagai produsen dengan konsumen akhir semakin tinggi.
Analisis Lembaga Tataniaga
Lembaga tataniaga berperan sebagai penyalur produk yang dihasilkan oleh
petani untuk bisa sampai ke tangan konsumen dengan keadaan baik. Analisis

16

lembaga tataniaga bertujuan untuk mengevaluasi biaya dan mengetahui fungsi
atau kegiatan yang dilakukan oleh masing-masing lembaga tata niaga tersebut.
Fungsi-fungsi tataniaga dilakukan tataniaga terdiri dari fungsi fisik, pertukaran,
dan fasilitas
Analisis Struktur dan Perilaku Pasar
Asmarantaka (2009) mendefinisikan perilaku pasar sebagai perangkat
strategi dalam pemilihan yang ditempuh baik oleh penjual maupun pembeli dalam
mencapai tujuan masing–masing. Analisis perilaku pasar digunakan untuk meliput
kegiatan yang tercipta antara lembaga-lembaga tataniaga. Analisis perilaku pasar
tersebut meliputi praktek pembelian dan penjualan yang mencakup:
a) Praktek pembelian