Tahap Pasca Konstruksi

C. Tahap Pasca Konstruksi

Hal hal penting yang harus dilaksanakan dengan adanya suatu pembangunan prasarana- sarana adalah membentuk dan mempersiapkan Tim Pengelola serta pelatihan- pelatihannya, hal ini akan dibahas pada bab selanjutnya.

Selain hal itu dengan beroperasinya suatu prasarana perlu diperhatikan dan dipantau masalah konservasi sumber alam serta dampak lingkungan, antara lain :

1) Perlindungan daerah sekitar terhadap polusi,

2) Perlidungan daerah sekitar terhadap kerusakan sumber alam saat masa konstruksi maupun pengoperasian,

3) Menjaga kelestarian vegetasi daerah tangkapan air,

4) Mencegah pemborosan energi, sumber air, kayu, pohon dan material lainnya.

Untuk melihat keberhasilan O dan P pada aspek teknis dapat dilihat dari:

(1) Jumlah prasarana yang ada (misal : jalan/saluran/pipa dalam meter, jembatan/keran umum/gorong-gorong/MCK dalam unit) (2) Jumlah prasarana yang berfungsi baik. (3) Jumlah prasarana yang rusak/tidak berfungsi, dibandingkan total jumlah prasarana yang

ada. (4) Jumlah warga yang terlayani (pengguna/pemanfaat prasarana) dibandingkan total jumlah penduduk desa.

BAB III

ORGANISASI PENGELOLA

3.1. O O r r g g a a n n i i s s a a s s i i P P e e n n g g e e l l o o l l a a a a n n O O d d a a n n P P

Di desa/kelurahan yang telah mendapatkan program REKOMPAK-JRF dan melaksanakan pembangunan prasarana BDL disyaratkan harus memiliki kelompok/tim pengelola O dan P prasarana desa. Kelompok/tim pengelola O dan P terorganisasi ini diperlukan untuk memberikan jaminan keberlanjutan fungsi dan manfaat prasarana yang telah dibangun, dalam arti akan terjadi estafet pengelolaan dari PP saat perencanaan dan pelaksanaan fisik ke kelompok ini saat pasca-pembangunan.

Pada prinsipnya organisasi pengelola prasarana dasar desa adalah kelompok swadaya masyarakat yang merencanakan, melaksanakan pembangunan dan mengelola sarana dan prasarana itu sendiri. Secara sederhana adalah masyarakat atau suatu komunitas masyarakat yang telah merencanakan kegiatan infrastruktur adalah juga yang melaksanakan pembangunan fisiknya, maka juga harus betanggung jawab melaksanakan operasi dan pemeliharaan prasarana yang telah dibangunnya tersebut.

Pendekatan tersebut adalah untuk meletakkan dasar komitmen bagi sebanyak-banyaknya warga masyarakat untuk terlibat dan bertanggungjawab dalam melaksanakan pemeliharaan atas bangunan yang merupakan prioritas kebutuhannya yang telah disepakati bersama dan dibangun sendiri oleh masyarakat. Dalam pendekatan ini maka akan sangat efektif bilamana setiap kelompok pengelola O dan P prasarana yang sudah dibangun dapat berjalan dengan baik.

BKM/TPK dan Panitia Pembangunan (PP) wajib memfasilitasi warga masyarakat untuk membentuk kelompok atau tim pengelola pemeliharaan dan pengoperasian prasarana. Kelompok/tim pengelola O dan P dapat menggunakan organisasi pengelola yang sudah ada dan sudah berjalan atau membentuk tim pengelola yang baru.

Pada tahap perencanaan pembangunan prasarana atau penyusunan DTPL yang lalu, pada umumnya telah dibentuk dan dipilih calon kelompok pengelola prasarana. Kelompok tersebut jika telah berjalan baik dan lancar sebaiknya terus berfungsi sebagai tim pengelola O dan P dengan penyempurnaan mengacu pada pedoman ini dan jika belum berjalan baik perlu di revitalisasi atau jika diperlukan dapat membentuk yang baru.

Lembaga pengelola O dan P prasarana yang terbentuk meskipun merupakan kelompok swadaya masyarakat yang mandiri namun tetap dibawah koordinasi, pembinaan dan pengawasan BKM/TPK dan Pemerintahan Desa/Kelurahan serta masyarakat yang dapat diwakili oleh perwakilan pemakai prasarana. Adapun koordinasi dan pelaporan manajemen rutin pelaksanaan kegiatan O dan P dilakukan Tim Pengelola kepada Unit Pengelola Lingkungan (UPL) dari BKM/TPK.

Hubungan organisasi pengelola O dan P di tingkat desa adalah sebagaimana digambarkan dalam bagan di bawah ini:

Bagan –3 Bagan Organisasi Pengelolaan O dan P Prasarana di bawah BKM/TPK