Leave Extract Towards Rhizoctonia

Leave Extract Towards Rhizoctonia

Plant pathogenic fungus, Rhizoctonia sp. is one of constrains for some industrial forest crops seedling such as suren (Toona sureni Merr.). The fungus attacks young plants causing damping-off, stem rot, and blight leave diseases. The attacked plants will finally die. In order to suppress disease development, plant protection strategy should be sonducted properly. One of the strategies is utilization of anti fungus compounds containing some medicinal crops such as betlevine (Piper betle). Research was conducted to observe fungicidal activity of betlevine leave extract against Rhizoctonia sp. The experiment was carried out in the Forest Biotechnology Laboratory of the center for Inter University Study, Bogor Agricultural University. The expe- riment was arranged in completely randomized design with 5 betlevine extract concentrations i.e.

0, 10, 20, 30, and 40% with five replications. Results showed that higher extract concentration caused higher inhibition activity. The highest inhibition was observed at 40% extract concentration, which at the 1 st and the 3 rd days after application was significantly different compared to other treatments. Inhibition ability of the extract revealed that betlevine contains antifungal compound, which is able to destroy tissues and hypha structure of the fungus.

Key words : Piper betle., Rhizoctonia sp., Toona suren

Merr, growth inhibition

Secara In Vitro

mengandung minyak atsiri 1-4,2% Kebutuhan kayu dan produk ke- yang terdiri dari hidroksikavikol,

PENDAHULUAN

hutanan terus meningkat seiring kavikol, kavibetol, metal eugenol, kar- dengan pertumbuhan jumlah penduduk. vakol, terpena, seskuiterpena, fenil- Salah satu bentuk usaha yang propana, tannin, enzim diastasae 0,8- menghasilkan kayu adalah hutan 1,8%, enzim katalase, gula, pati, tanaman industri (HTI). Tanaman suren vitamin A, B dan C (Rostiana et al., (Toona sureni Merr.) merupakan 1991). Hasil penelitian Koesmiati tanaman hutan serbaguna dan memiliki (1966) menunjukkan bahwa 82,8% potensi sosial yang tinggi, serta komponen penyusun minyak atsiri kualitas kayu yang cukup baik, tahan daun sirih terdiri dari senyawa-senya- lama, cepat tumbuh, dan pengerjaan wa fenol, dan hanya 18,2% merupa- yang mudah sehingga sering digunakan kan senyawa bukan fenol. Senyawa sebagai tanaman pengisi di Perum anti bakteri dapat bersifat bakterisidal, Perhutani pada kelas perusahaan pinus.

fungisidal, maupun germisidal Serangan penyakit merupakan salah (Fardiaz, 1989). satu kendala dalam pengembangan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh ekstrak daun

tanaman suren khususnya di per- sirih terhadap pertumbuhan Rhizocto- semaian. Gejala penyakit berupa nia sp. Hasil penelitian diharapkan nekrotis berupa hawar (blight) yang mampu mengurangi masalah penyakit menyebar pada daun dan secara per- hawar daun tanaman suren di pem- lahan meluas sehingga daun menjadi

bibitan.

layu dan rontok. Penyakit ini disebab- kan oleh cendawan Rhizoctonia sp.

BAHAN DAN METODE

yang memiliki miselium yang cepat berkembang dan menjalar ke bagian

Penelitian dilakukan di Labo- tanaman atau tanaman di sekitarnya. ratorium Bioteknologi Kehutanan

Untuk mencegah perkembangannya Pusat Antar Universitas (PAU), Bio- maka perlu dilakukan upaya pengen- teknologi Institut Pertanian Bogor, dalian.

sejak Januari sampai dengan Salah satu cara pengendalian Desember 2007.

yang dapat dilakukan adalah dengan Persiapan isolat Rhizoctonia sp. dan memanfaatkan anti cendawan yang ter- ekstraksi daun sirih

dapat pada tanaman obat. Salah satu Biakan murni Rhizoctonia sp. jenis tanaman obat yang diduga merupakan hasil isolasi dari tanaman memliki zat anti cendawan adalah sirih suren yang menunjukkan gejala (Piper betle Linn). Sirih telah dikenal penyakit hawar daun di persemaian masyarakat dalam berbagai peng- Pongpoklandak KPH Cianjur Perum obatan tradisional, antara lain untuk Perhutani Unit III Jawa Barat. sariawan, mimisan, bau badan, batuk, Cendawan Rhizoctonia sp. dibiakkan keputihan, sakit kepala, gusi bengkak, dalam media PDA (Potato Dektrosa dan radang tenggorokan (Soedibyo, Agar; 200 g kentang, 20 g dektrosa, 1991). Secara umum daun sirih

14 g agar, 1.000 ml air) sampai dilakukan dengan rumus : berumur 5-7 hari siap digunakan untuk

D1 – D2

penguji-an. P = x 100% Ekstraksi dengan pemanasan

D1

dilakuan dengan cara 200 g daun sirih segar dicuci dengan 200 ml aquades, P = persentase penghambatan/Inhibition

kemudian dihancurkan dengan blender. percentage

D1 = Diameter Rhizoctonia sp. pada kontrol

Ekstrak daun sirih kemudian direbus selama 1 jam pada suhu 100 o

(mm)/Diameter of Rhizoctonia sp. in

C dalam

untreated media

keadaan tertutup. Ekstrak daun sirih D2 = Diameter Rhizoctonia sp. pada setiap disaring dan dimasukkan dalam erlen-

perlakuan (mm)/Diameter of Rhizoc-

meyer, kemudian disterilkan ke dalam tonia sp. in each treated medium

autoklaf. Parameter lainnya yang diama-

Pengujian ekstrak daun sirih secara ti adalah derajat kemasaman media

in vitro

terhadap pertumbuhan cendawan Konsentrasi yang digunakan Rhizoctonia sp. sebanyak 5 taraf yaitu EDS (ekstrak

HASIL DAN PEMBAHASAN

daun sirih) 0% sebagai kontrol, EDS

10%, EDS 20%, EDS 30% dan EDS Pertumbuhan diameter koloni 40%. Penentuan konsentrasi EDS Rhizoctonia sp.

dilakukan dengan rumus sebagai Hasil pengamatan pada hari ke berikut :

1, 2, dan 3 menunjukkan pertumbuhan

e Rhizoctonia sp. pada kontrol lebih Konsentrasi EDS = x 100%

baik dan lebih cepat dibandingkan

e+a

dengan perlakuan ekstrak daun sirih.

e = volume ekstrak daun sirih (EDS) yang

Pada hari ke 1, diameter koloni pada

diambil dari EDS hasil ekstraksi (ml)/Volume of piper betle extract

perlakuan kontrol mencapai 35,6 mm,

a = volume aquades yang ditambahkan

sedangkan pada konsentrasi EDS

(ml)/Volume of destillated water

berturut-turut dari konsentrasi 10, 20,

e + a = volume total antara ekstrak daun sirih

30, dan 40% adalah 31,6; 27,9; 25,2;

ditambah aquades, dengan total 10 ml

dan 21,5 mm. Pada hari ke-2, diameter koloni Rhizoctonia sp. pada perlakuan

Pengujian secara in vitro dila- kon-trol (konsentrasi EDS 0%) kukan dengan cara menuangkan 2 ml sebesar 65,1 mm, sedangkan diameter ekstrak daun sirih dari masing-masing koloni pada perlakuan pemberian konsentrasi, kemudian dimasukkan 10 ekstrak daun sirih pada konsentrasi 10, ml media PDA. Setelah media dingin

20, 30, dan 40% berturut-turut adalah kemudian ditumbuhkan cendawan 61,3; 56,0; 54,2; dan 45,2 mm.

Rhizoctonia sp., dan diinkubasi selama Pengamatan hari ke-3, pertumbuhan

3 hari. Pengamatan dilakukan setiap diameter koloni terjadi sangat cepat, hari dengan mengukur pertumbuhan dimana diameter pertumbuhan pada diameter koloni. Presentase pengham- kontrol sebesar 89,9 mm, sedangkan batan masing-masing konsentrasi pada konsentrasi 10, 20, 30, dan 40%

Secara In Vitro berturut-turut mencapai 89,6; 88,8;

83,3; dan 75,4 mm. Hasil analisis uji jarak berganda Duncan menunjukkan bahwa pada hari ke-1, perlakuan kontrol (konsentrasi EDS 0%) dengan pemberian ekstrak daun sirih EDS 10% keduanya saling berbeda nyata. Se- dangkan perlakuan konsentrasi EDS 10 dan 20% tidak berbeda nyata, hal yang sama juga antara 20 dan 30%. Namun Gambar 1. Pertumbuhan koloni Rhi- perlakuan konsentrasi EDS 30% dan

zoctonia sp. pada beberapa konsentrasi 40% keduanya berbeda

konsentrasi ekstrak daun nyata. Konsentrasi EDS 40% saling

sirih pada umur 2 hari. A= berbeda nyata dengan semua perlakuan

kontrol (EDS 0%), B= terutama dengan kontrol (EDS 10%)

EDS 10%, C = EDS 20%, (Tabel 1).

D = EDS 30%, E = EDS Pada hari ke-2 terlihat bahwa

40%

perlakuan kontrol dan EDS 10, 20, dan Figure 1. The growth of Rhizoctonia 30% tidak berbeda nyata, namun untuk

sp. on varions concentra- perlakuan EDS 30% berbeda nyata

tions of Piper betle extract dengan perlakuan 40%. Pengamatan

at 2 days after incubution. hari ke-3 menunjukkan hal yang sama

A = Control (EDS 0%), B pada perlakuan kontrol, EDS 10 dan

= EDS 10%, C = EDS 20%, namun perlakuan EDS 20 dan

20%, D = EDS 30%, and E 30% berbeda nyata. Hasil analisis

= EDS 40%

perlakuan EDS 30 dan 40% menun-

jukkan tidak berbeda nyata.

Tabel 1. Pertumbuhan koloni Rhizoctonia sp. pada berbagai konsentrasi ekstrak

daun sirih Table 1. The growth of Rhizoctonia sp. on varions concentrations of Piper betle

extract

Pertumbuhan hari Ke-/growth after ..... days Perlakuan/

12 Treatment

3 Diameter koloni (mm)/Colony diameter (mm) Kontrol (EDS 0%) 35,6 a

89,9 a EDS 10 % 31,6 b

65,1 a

89,6 a EDS 20 %

61,3 ab

88,8 a EDS 30 %

83,3 b EDS 40 %

21,5 d

45,2 d

75,4 b Keterangan : Angka yang diikuti huruf sam a tidak berbeda nyata pada taraf 5% dengan DMRT Note : Numbers followed by the same letters are not significantly different at 5% DMRT

95

Penghambatan ekstrak daun sirih terhadap Rhizoctonia sp.

Persentase penghambatan dihi- tung untuk mengetahui sejauh mana ekstrak daun sirih dapat memberikan pengaruh penghambatan terhadap per- tumbuhan diameter koloni Rhizoctonia sp. Hasil penghitungan persentase penghambatan diperoleh bahwa sema- kin besar konsentrasi ekstrak daun sirih yang diberikan maka persentase peng- hambatan semakin besar (Gambar 1 dan Tabel 2). Pada hari ke-1 dan ke-3 perlakuan konsentrasi EDS 40% memi- liki persentase penghambatan tertinggi. Semua perlakuan pada setiap harinya menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi ekstrak daun sirih yang di- berikan maka semakin tinggi pula persentase penghambatannya.

Pada hari ke-1 persentase peng- hambatan tertinggi ditunjukkan oleh perlakuan pemberian ekstrak daun sirih konsentrasi 40% (38,6%) yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan kon- sentrasi EDS 30% (32,5%). Sedangkan perlakuan konsentrasi EDS 20% tidak berbeda nyata dengan EDS 30%.

Namun konsentrasi EDS 20% berbeda nyata dengan perlakuan 10%. Semua perlakuan EDS 10; 20; 30; dan 40% berbeda nyata dengan kontrol (EDS 0%). Pada hari ke-2, persentase peng- hambatan tertinggi terjadi pada per- lakuan dengan pemberian konsentrasi EDS 40% (33,3%), dan berbeda nyata dengan perlakuan EDS 30% (23,7%). Sedangkan perlakuan EDS 20% dan EDS 30% menunjukkan tidak berbeda nyata. Pengamatan pada hari ke-2, semua perlakuan berbeda nyata dengan kontrol (EDS 0%). Pengamat- an pada hari ke-3 juga menunjukkan bahwa penghambatan tertinggi terjadi pada perlakuan dengan konsentrasi EDS 40% (23,5%). Perlakuan EDS 40% tidak menunjukkan perbedaan yang nyata dengan perlakuan konsen- trasi EDS 30%. Perlakuan EDS 10 dan 20% tidak menunjukkan perbedaan yang nyata dengan kontrol (EDS 0%), namun menunjukkan perbedaan yang nyata dengan perlakuan EDS 30% atau EDS 40%.

Tabel 2. Persentase penghambatan ekstrak daun sirih terhadap Rhizoctonia sp. Table 2. Inhibition percentage of Piper betle extract on Rhizoctonia sp.

Pertumbuhan hari Ke-/The growth after .... days

Perlakuan/ Treatment

Persentase Penghambatan (%)/inhibition percentage Kontrol (EDS 0%)

12,3 c 3,6 c EDS 20 %

26,8 b

21,4 b 5,7 c EDS 30 %

32,5 ab

23,7 b 15,1 b EDS 40 %

Keterangan : Angka yang diikuti huruf sam a tidak berbeda nyata pada taraf 5% dengan DMRT Note : Numbers followed by the same letters are not significantly different at 5% DMRT

Secara In Vitro Pengamatan yang dilakukan se-

Pengamatan derajat keasaman tiap hari selama 3 hari menunjukkan media pertumbuhan Rhizoctonia sp., bahwa perlakuan konsentrasi EDS 40% menunjukkan bahwa semakin tinggi memiliki persentase penghambatan konsentrasi ekstrak daun sirih yang terbesar dan menunjukkan perbedaan diberikan maka derajat kemasaman yang nyata dengan perlakuan ekstrak semakin kecil. Terjadinya penurunan daun sirih lainnya. Koesmiati (1996) kemasaman media diduga oleh adanya menyatakan bahwa komponen penyu- asam-asam volatile yang terkandung sun minyak atsiri daun sirih terdiri dari dalam ekstrak daun sirih. 82,8% senyawa fenol dan 18,2% senyawa bukan fenol. Senyawa fenol

KESIMPULAN

yang merupakan komponen utama Pemberian ekstrak daun sirih minyak atsiri diduga berperan sebagai (Piper betle Linn) berpengaruh nyata anti mikroba dari daun sirih (Pelczar terhadap pertumbuhan diameter koloni and Reid, 1979). Lambatnya pertum- dan persentase penghambatan ter- buhan diameter koloni Rhizoctonia sp. hadap Rhizoctonia sp. Semakin tinggi pada perlakuan pemberiaan ekstrak konsentrasi ekstrak daun sirih yang daun sirih diduga karena telah terjadi diberikan maka semakin lambat per- reaksi antara senyawa anti cendawan tumbuhan diameter koloni Rhizoc- dari ekstrak daun sirih terhadap tonia sp. dan semakin besar persentase Rhizoctonia sp. Semakin besar konsen- penghambatan terhadap Rhizoctonia trasi ekstrak daun sirih yang diberikan sp. Pertumbuhan diameter koloni pa- diduga kandungan fenol semakin ling lambat dan persentasi pengham- banyak dan reaksi yang ditimbulkan batan tertinggi diperoleh dari konsen- akan semakin kuat. Menurut trasi EDS 40%. Andarwulan dan Nuri (2000), semakin banyak fenol maka aktifitas antioksi-

DAFTAR PUSTAKA

dan akan semakin meningkat. Adanya Andarwulan dan Nuri. 2000. Phenolic penghambatan terhadap pertumbuhan

synthesis in selected root cultures, Rhizoctonia sp. diduga karena adanya

and seeds. Food Science Study fenol sebagai zat anti mikroba yang

Program. Post Graduated Program. terdapat dalam ekstrak daun sirih telah

Bogor Agricultural University, merusak dinding sel fungi Rhizoctonia

Bogor. 70 hal.

sp., sehingga menyebabkan pertumbuh- an jamur menjadi lambat. Lebih lanjut Fardiaz, S. 1989. Keamanan Pangan Jilid Ingram (1981) menjelaskan bahwa

I. Jurusan Teknologi Pangan dan senyawa-senyawa fenol mampu memu-

Gizi. Fakultas Teknologi Pertanian tuskan ikatan silang (cross linkage)

Institut Pertanian Bogor. 65 hal. peptidoglikan dalam usahanya menero- Foeh, R. H. 2000. Pengujian efek

bos dinding sel jamur. Ekstrak daun fungisidal beberapa ekstrak tanaman sirih juga telah dilaporkan menghambat

terhadap Alternaria porri (Ell) secara perkecambahan spora Alternaria porri

in vitro. Skripsi Fakultas Pertanian (Foeh, 2000).

Institut Pertanian Bogor. 60 hal.

Ingram, L. O. 1981. Mechanism of lysis Rostiana, O., S. M. Rosita, dan D. of E. coli by ethanol and other

Sitepu. 1991. Keanekaragaman chaotropic agents. Journal of

genotipa sirih (Piper betle Linn) asal Bacteriology. 146 (1): 331-335.

dan penyebaran. Warta Tumbuhan Obat Indonesia I (1) : 16-18.

Koesmiati, S. 1966. Daun sirih (Piper

betle Linn) sebagai desinfektan. Soedibyo, M. 1991. Manfaat sirih dalam Skripsi. Departemen Farmasi. Institut

perawatan kesehatan dan kecantikan. Teknologi Bandung. Bandung. 65 hal.

Warta Tumbuhan Obat Indonesia I Pelczar, M. J. and R. D. Reid. 1979.

(1) : 11-12.

Microbiology. M. C. Graw Hill Book Co. New York.

98