Lembaga Terkait Urusan Pertanahan
3.2.2 Tugas dan Fungsi Lembaga Pertanahan di Indonesia
Berdasarkan Perpres No 17 Tahun 2015 tentang Kementerian Agraria dan Tata Ruang, berikut penjabaran tugas dan fungsi dari kementerian tersebut.
Tabel III.1 Tugas dan Fungsi Kementerian ATR
Tugas Kementerian Agraria dan Tata Ruang mempunyai tugas me- nyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang agraria/perta- nahan dan tata ruang untuk membantu Presiden dalam meny- elenggarakan pemerintahan negara.
Fungsi
a. Perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan dibidang tata ruang, infrastruktur keagrariaan/pertanahan, hubungan hukum keagrariaan/pertanahan, penataan agraria/pertana- han, pengadaan tanah, pengendalian pemanfaatan ruang dan penguasaan tanah, serta penanganan masalah agraria/perta- nahan, pemanfaatan ruang, dan tanah;
b. Koordinasi pelaksanaan tugas, pembinaan dan pemberian du- kungan administrasi kepada seluruh unsur organisasi di ling- kungan Kementerian Agraria dan Tata Ruang;
c. Pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tang- gung jawab Kementerian Agraria dan Tata Ruang;
d. Pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan Kement- erian Agraria dan Tata Ruang;
e. Pelaksanaan bimbingan teknis dan supervisi atas pelaksanaan urusan Kementerian Agraria dan Tata Ruang di daerah; dan
f. Pelaksanaan dukungan yang bersifat substantif kepada seluruh unsur organisasi di lingkungan Kementerian Agraria dan Tata Ruang
Sumber : Perpres No 17 Tahun 2015 tentang Kementerian Agraria dan Tata Ruang
Profil Pertanahan Nasional 2015 - Kementerian PPN / Bappenas 23
Sedangkan penjabaran tugas dan fungsi Badan Pertanahan Nasional (BPN) didasarkan pada Perpres Nomor 20 Tahun 2015 tentang Badan Pertanahan Nasional.
Tabel III.2 Tugas dan Fungsi Badan Pertanahan Nasional (BPN)
Tugas BPN mempunyai tugas melaksanakan tugas pemerintahan di bi- dang pertanahan sesuai dengan ketentuan peraturan perun- dang-undangan.
Fungsi
a. Penyusunan dan penetapan kebijakan di bidang pertanahan;
b. Perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang survei, pengu- kuran, dan pemetaan;
c. Perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang penetapan hak tanah, pendaftaran tanah, dan pemberdayaan masyarakat;
d. Perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pengaturan, penataan dan pengendalian kebijakan pertanahan;
e. Perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pengadaan tanah;
f. Perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pengendalian dan penanganan sengketa dan perkara pertanahan;
g. Pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan BPN;
h. Pelaksanaan koordinasi tugas, pembinaan, dan pemberian du- kungan administrasi kepada seluruh unit organisasi di lingkun- gan BPN;
i. Pelaksanaan pengelolaan data informasi lahan pertanian pan- gan berkelanjutan dan informasi di bidang pertanahan; j. Pelaksanaan penelitian dan pengembangan di bidang pertana-
han; dan k. Pelaksanaan pengembangan sumber daya manusia di bidang
pertanahan
Sumber : Perpres No 20 Tahun 2015 tentang Badan Pertanahan Nasional
Kementerian ATR dan BPN saling berkoordinasi satu sama lain. Dalam melaksanakan tu- gas dan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 3, BPN dikoordinasikan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang agraria dan tata ruang ( pasal
4 Perpres Nomor 20 Tahun 2015).
24 Profil Pertanahan Nasional 2015 - Kementerian PPN / Bappenas
Terdapat Kantor Wilayah (Kanwil) dalam mendukung penyelenggaraan tugas dan fungsi BPN di daerah. Sebagaimana yang dijelaskan pada pasal 7 Perpres Nomor 20 Tahun 2015 sebagai berikut.
(1) Untuk menyelenggarakan tugas dan fungsi BPN di daerah, dibentuk Kantor Wilayah BPN di provinsi dan Kantor Pertanahan di kabupaten/kota. (2) Kantor Pertanahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dibentuk lebih dari 1 (satu) Kantor Pertanahan di tiap kabupaten/kota. (3) Tugas, fungsi, susunan organisasi, dan tata kerja Kantor Wilayah BPN dan Kantor Pertana- han ditetapkan oleh Kepala setelah mendapat persetujuan dari menteri yang menyeleng- garakan urusan pemerintahan di bidang aparatur negara.
3.3 Sistem Pelayanan Pertanahan di Indonesia Pelayanan pertanahan diselenggarakan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) dalam 2
bentuk, yakni program pelayanan dan inovasi pelayanan pertanahan. Bentuk program pelayanan pertanahan dan inovasi pelayanan pertanahan akan dijelaskan lebih lanjut di bawah ini. Sedangkan inovasi layanan pertanahan terdiri dari berbagai macam bentuk yang akan dijelaskan lebih lanjut.
3.3.1 Program Prioritas Pelayanan Pertanahan
Badan Pertanahana Nasional (BPN) memiliki program prioritas pelayanan pertanahan di In- donesia yang terdiri dari LARASITA, Reformasi Birokrasi, Reforma Agraria, Legalisasi Aset, dan Penanganan Kasus Pertanahan.
1. LARASITA Program ini merupakan layanan pertanahan bergerak ( mobile land service) yang bersifat
pro aktif atau “jemput bola” ke tengah-tengah masyarakat.LARASITA merupakan upaya BPN dalam memudahkan masyarakat dalam mengakses pelayanan pertanahan di daerahnya masing-masing. Selain itu keberadaan LARASITA didasarkan pada pemikiran perlunya keterbukaan terhadap ma- syarakat yang kesejahteraannya menjadi tujuan utama pengelolaan pertanahan.LARASITA diharap- kan mampu menjembatani BPN RI dengan masyarakat pemangku kepentingan pertanahan, yaitu masyarakat yang mempergunakan tanah sebagai basis sumberdaya untuk penghidupannya.Bentuk pelayanan tanah kepada masyarakat melalui LARASITA di antaranya pemberian informasi terkait urusan pertanahan, pengurusan sertipikat, penyelesaian masalah/sengketa pertanahan.
2. Reforma Agraria Reforma Agraria atau secara legal formal disebut juga dengan Pembaruan Agraria adalah
proses restrukturisasi (penataan ulang susunan) kepemilikan, penguasaan, dan penggunaan sumber-sumber agrarian (khususnya tanah).Adapun maksud dan tujuan dilaksanakannya reforma agraria adalah sebagai berikut.
Profil Pertanahan Nasional 2015 - Kementerian PPN / Bappenas 25 Profil Pertanahan Nasional 2015 - Kementerian PPN / Bappenas 25
- menata kehidupan masyarakat yang lebih berkeadilan - meningkatkan berkelanjutan sistem kemasyarakatan kebangsaan dan kenegaraan Indonesia, serta -
meningkatkan harmoni kemasyarakatan.
b. Tujuan Reforma Agraria : -
mengurangi kemiskinan -
menciptakan lapangan kerja -
memperbaiki akses masyarakat kepada sumber-sumber ekonomi, terutama tanah -
menata ulang ketimpangan penguasaan pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan ta- nah dan sumber-sumber agraria
- mengurangi sengketa dan konflik pertanahan dan keagrariaan -
memperbaiki dan menjaga kualitas lingkungan hidup -
meningkatkan ketahanan pangan dan energi masyarakat.
3. Penanganan Kasus Pertanahan Dalam upaya membantu terselesaikannya kasus pertanahan yang terjadi, BPN RI memiliki
beberapa bentuk pelayanan di antaranya :
a. Pelayanan pengaduan dan Informasi Kasus
b. Pengkajian Kasus
c. Penanganan Kasus
d. Penyelesaian Kasus
4. Reforma Birokrasi BPN RI dituntut untuk membangun organisasi, ketatalaksanaan, dan sumber daya manusia
aparatur yang bersih, a katas nal dan bertanggung jawab dalam rangka menciptakan birokrasi yang efisien dan efektif sehingga dapat memberikan pelayanan yang prima kepada masyarakat.
Keikutsertaan BPN RI dalam proses Reformasi Birokrasi secara resmi dimulai sejak tanggal
15 Januari 2013, ditandai dengan telah diserahkannya Dokumen Usulan dan Road Map BPN RI 2010-2014 kepada Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, me- liputi 9 program yang dijabarkan kedalam 27 kegiatan dan sekaligus menetapkan 2 (dua) program ”Quick Wins” BPN RI untuk tahun 2013-2014, yaitu Program Pelayanan Pengecekan Sertipikat Tanah dan Pelayanan Peralihan Hak Jual-Beli Atas Tanah, dengan harapan bahwa kepercayaan masyarakat kepada BPN RI akan semakin meningkat.
5. Legalisasi Aset Legalisasi aset adalah proses administrasi pertanahan yang meliputi adjudikasi (pengumpu-
lan data fisik, data yuridis, pengumuman serta penetapan dan/atau penerbitan surat keputusan pemberian a katas tanah), pendaftaran hak atas tanah serta penerbitan sertipikat hak atas tanah. Kegiatan ini diselenggarakan oleh Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia untuk melegal-
26 Profil Pertanahan Nasional 2015 - Kementerian PPN / Bappenas 26 Profil Pertanahan Nasional 2015 - Kementerian PPN / Bappenas
Berdasarkan sumber pembiayaan penyelenggaraannya, legalisasi aset dapat dibedakan menjadi legalisasi aset dengan rupiah murni dan legalisasi aset dengan penerimaan Negara bukan pajak (PNBP). Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia terus mengembangkan program prioritas Legalisasi Aset dengan Rupiah Murni, melalui kegiatan:
a. Sertipikat Tanah Prona
b. Sertipikat Tanah Petani
c. Sertipikat Tanah Nelayan
d. Sertipikat Tanah UKM
e. Sertipikat Transmigrasi
f. Sertipikat Tanah Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR)
3.3.2 Inovasi Program Layanan Pertanahan
Selain program prioritas pelayanan, BPN RI juga mengeluarkan beberapa inovasi layanan pertanahan yang berasal baik dari BPN maupun Kanwil BPN. Inovasi layanan pertanahan dimaksud- kan untuk memberikan layanan yang lebih baik (layanan prima) kepada masyarakat/badan hukum serta stake holder, baik mengenai persyaratan, prosedur, waktu maupun biaya layanan, serta ter- wujudnya transparansi dan akuntabiltas layanan pertanahan. Inovasi tersebut antara lain Komput- erisasi Kantor Pertanahan (KKP), Layanan jemput bola atau LARASITA, Quick Service, One Day Ser- vice, Layanan malam hari, Weekend Service, Layanan Tujuh Menit (Lantum), sistem pembayaran non tunai, SMS Pertanahan serta inovasi-inovasi lainnya.
1. Komputerisasi Layanan Pertanahan Inovasi ini merupakan upaya BPN RI dalam mengubah pola pelayanan pertanahan secara
manual menjadi pelayanan yang berbasis komputer.Tujuan dari pelayanan ini adalah :
a. menciptakan tertib administrasi pertanahan,
b. meningkatkan dan mempercepat pelayanan dibidang pertanahan,
c. meningkatkan kualitas informasi pertanahan BPN, untuk
d. mempermudah pemeliharaan data pertanahan,
e. menghematspace / storage untuk penyimpanan data-data pertanahan dalam bentuk digital (paperless),
f. meningkatkan kemampuan SDM pegawai BPN dibidang teknologi informatika / komputer,
g. melakukan standarisasi data dan sistem informasi dalam rangka mempermudah pertukaran informasi pertanahan serta menciptakan suatu sistem informasi pertanahan yang handal.
2. One Day Service Pelayanan ini merupakan layanan satu hari selesai dibidang pertanahan yang dilaksanakan
pada Loket Pelayanan Kantor Pertanahan maupun mobil LARASITA.Layanan ini dilaksanakan untuk jenis pelayanan yang dapat diselesaikan dalam jangka waktu 1 hari (1-8 jam) yang dilaksanakan pada hari kerja. Tujuan dilaksanakannya One Day Service adalah untuk mempermudah pelayanan di bidang pertanahan, mempersingkat alur birokrasi pelayanan di bidang pertanahan, mewujudkan
Profil Pertanahan Nasional 2015 - Kementerian PPN / Bappenas 27 Profil Pertanahan Nasional 2015 - Kementerian PPN / Bappenas 27
a. Pengecekan Sertipikat
b. Penghapusan Hak Tanggungan (Roya)
c. Pendaftaran Hak Milik Berdasarkan Surat Keputusan
d. Peningkatan Hak / Perubahan Hak
e. Peralihan Hak
f. Surat Keterangan Pendaftaran Tanah (SKPT)
g. Perpanjangan Hak Tanpa Ganti Blanko
h. Pencatatan Sita i.
Pencatatan Blokir
3. Quick Service Pelayanan ini merupakan inovasi layanan dari Kantor Pertanahan Kota Surabaya II.Layanan
diselenggarakan dalam waktu 1-5 hari kerja (2-8 jam sehari) sehingga dapat ditunggu oleh pemo- hon layanan.Tujuan dilaksanakannya Quick Service adalah untuk percepatan layanan pertanahan tertentu serta membantu masyarakat yang memiliki keterbatasan waktu untuk datang sendiri ke Kantor Pertanahan.
Jenis layanan yang tersedia adalah dalam bentuk tertentu yang meliputi penghapusan Hak Tanggungan (Roya) dengan persyaratan tertentu, perubahan HGB menjadi HM untuk luas tertentu, serta Surat Keterangan Pendaftaran Tanah (SKPT). Disediakan Loket Khusus Quick Service yang memudahkan masyarakat/pemohon layanan, tidak ada penambahan biaya untuk memperoleh lay- anan cepat atau Quick Service.
4. Weekend Service Pelayanan ini merupakan inovasi dalam waktu pelayanan urusan pertanahan.Masyarakat
dapat mengakses sejumlah bentuk layanan pertanahan pada akhir pekan melalui kantor pertana- han di wilayahnya masing-masing. Layanan ini dimaksudkan untuk percepatan layanan pertanahan tertentu serta membantu masyarakat yang memiliki keterbatasan waktu pada hari kerja. Beberapa Kantor Pertanahan yang telah melaksanakan Weekend Service atau Layanan Akhir Pekan antara lain Kantor Pertanahan Kota Tangerang, Kabupaten Tangerang dan Kota Surabaya II.
5. Layanan Tujuh Menit (Lantum) Inovasi layanan ini baru disediakan oleh Kantor Pertanahan Surabaya II.Layanan pertanahan
ini dilaksanakan dalam waktu 7 menit, sehingga dapat ditunggu oleh pemohon layanan.Tujuan dilak- sanakannya Lantum adalah untuk percepatan layanan pertanahan tertentu serta membantu ma- syarakat yang memiliki keterbatasan waktu (kesibukan yang tinggi) untuk datang sendiri ke Kantor Pertanahan.Jenis layanan pertanahan yang dilayani dalam inovasi layanan ini meliputi penghapusan Hak Tanggungan (Roya) serta pengecekan sertipikat hak atas tanah.
6. Layanan Informasi Online BPN RI menyediakan layanan informasi online dalam rangka membangun sistem pelayanan
publik yang berlandaskan pada prinsip keterbukaan serta memberikan kemudahan kepada ma-
28 Profil Pertanahan Nasional 2015 - Kementerian PPN / Bappenas 28 Profil Pertanahan Nasional 2015 - Kementerian PPN / Bappenas
a. KiosK KiosK merupakan anjungan informasi mandiri yaitu suatu media informasi pertanahan yang
tersedia di lobby atau ruang pelayanan Kantor Pertanahan.Melalui KiosK masyarakat dapat mem- peroleh berbagai informasi secara mandiri dan gratis tanpa harus antri untuk bertemu petugas di loket. Informasi yang tersedia pada KiosK antara lain informasi jenis layanan pertanahan beserta persyaratan, jangka waktu serta alur proses penyelesaiannya, informasi biaya layanan serta simu- lasinya, informasi berkas permohonan, informasi pegawai, informasi PPAT serta informasi jadwal LARASITA. Disamping itu, KiosK juga menyajikan informasi hasil layanan pertanahan yang meliputi jumlah penerbitan sertipikat, jumlah nilai jual beli, jumlah nilai Hak Tanggungan dan jumlah nilai BPHTB/PPH, serta menjadi media bagi masyarakat atau pengguna layanan untuk menyampaikan pengaduan.
b. Website Media informasi online lainnya adalah website resmi BPN RI, www.bpn.go.id. Melalui website
ini disediakan berbagai fitur serta informasi terkait dengan tugas pokok dan fungsi BPN RI. Terkait dengan layanan pertanahan, tersedia 2 fitur layanan informasi yaitu informasi tentang jenis layanan pertanahan beserta persyaratan, jangka waktu, alur proses penyelesaiannya dan informasi biaya layanan beserta simulasinya, serta informasi tentang berkas permohonan.
c. SMS Informasi Pertanahan Inovasi ini akan memudahkan masyarakat yang sedang berurusan dengan Kantor Pertanah-
an untuk mengetahui perkembangan urusannya tanpa harus datang ke Kantor Pertanahan, begitu pula masyarakat dapat dengan mudahnya memperoleh informasi biaya layanan serta menyampai- kan pengaduan tentang layanan pertanahan dalam waktu 24 jam setiap harinya.
7. Layanan Non-Tunai Sebagai salah satu upaya peningkatan transparansi dan pencegahan korupsi dalam pelay-
anan publik, Badan Pertanahan Nasional RI mengembangkan Layanan Non-tunai. Layanan Non- tunai merupakan cara pembayaran biaya layanan pertanahan, sesuai ketentuan Peraturan Pemer- intah Nomor 13 Tahun 2010 tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Yang Berlaku Pada Badan Pertanahan Nasional, tidak dalam bentuk uang tunai yang dis- erahkan kepada petugas loket pembayaran, tetapi pembayaran dilakukan pada Bank Persepsi (per- bankan) atau menggunakan kartu kredit/kartu debit.
Beberapa Kantor Pertanahan yang telah menerapkan pembayaran non-tunai antara lain Kantor Pertanahan Kabupaten Bekasi, Kota Administrasi Jakarta Barat, Kabupaten Sukoharjo, Kota Batam dan beberapa Kantor Pertanahan lainnya.
8. Layanan Pengukuran melalui CORS Dalam kegiatan pendaftaran tanah dilakukan pengukuran batas-batas bidang tanah dengan
mengacu pada titik-titik dasar teknik yang dinyatakan dalam bentuk pilar orde 2, 3, dan 4 yang
Profil Pertanahan Nasional 2015 - Kementerian PPN / Bappenas 29 Profil Pertanahan Nasional 2015 - Kementerian PPN / Bappenas 29
Metode ini merupakan suatu teknologi berbasis Global Navigation Satellite System (GNSS) yang berwujud sebagai suatu jaring kerangka geodetik yang pada setiap titiknya dilengkapi dengan receiver yang mampu menangkap sinyal dari satelit-satelit GNSS yang beroperasi secara penuh dan kontinyu selama 24 jam perhari, 7 hari per minggu dengan mengumpukan, merekam, mengirim data, dan memungkinkan para pengguna (users) memanfaatkan data dalam penentuan posisi, baik secara post processing maupun secara real time (sumber: Gudelines for New and Existing CORS).
9. Layanan Monitoring Online
Monitoring online adalah pemantauan proses pelaksanaan layanan pertanahan serta pelak- sanaan program kerja/kegiatan dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi, se- bagai pengembangan dan terobosan dari sistem monitoring manual yang telah dimiliki BPN RI. Monitoring online ini mencakup beberapa kegiatan, antara lain monitoring layanan pertanahan, monitoring pelaksanaan Program/Kegiatan APBN, monitoring pelaksanaan LARASITA serta moni- toring penanganan kasus pertanahan.
10. Layanan Geoservice Peta Tematik Pertanahan Layanan ini merupakan layanan web yang khusus mendukung akses ke data peta tematik
pertanahan, mencari strategi dalam jaringan data yang tersedia dan memfasilitasi prensentasi data peta (WMS/Web Map Service, WFS/Web Feature Service dan WCS/Web Coverage Ser- vice), menawarkan analisis fungsi pendekatan untuk data peta tematik pertanahan.
Adapun tujuan dibuatnya layanan ini antara lain :
a. Sebagai Media untuk Visualisasi Spasial Data Pertanahan dan produk kegiatan pertanahan.
b. Sebagai suatu sistem database spasial terpadu yang dapat digunakan oleh seluruh bidang/ seksi di BPN yang dapat diakses dengan Internet Browser, ArcGIS, Auto CAD Map dan lain- lain.
c. Sebagai Media informasi ketersediaan peta/produk pertanahan lainnya yang dimiliki BPN untuk membantu kegiatan pelayanan Peta yang dibutuhkan oleh internal user dan eksternal user (instansi pemerintah lainnya, NGO, dan masyarakat).
d. Sebagai Media yang dapat digunakan untuk keperluan Web Mapping.
e. Sebagai Media untuk Konsolidasi data GeoKKP dan evaluasi kualitas data spasial GeoKKP.
30 Profil Pertanahan Nasional 2015 - Kementerian PPN / Bappenas
BAB 4 PROFIL PERTANAHAN NASIONAL
Indonesia terletak di 6 o 04’ 30’’ Lintang Utara dan 11 o 00’ 36’’ Lintang Selatan, serta an- tara 94 o 58’ 21’’ sampai dengan 141 o 01’ 10’’ Bujur Timur (BPS, 2015). Indonesia juga dilalui oleh garis ekuator atau garis khatulistiwa yang terletak pada garis lintang 0 o (Peraturan Pemerin- tah RI No. 38 Tahun 2002 tentang Daftar Koordinat Geografis Titik-Titik Garis Pangkal Kepulauan Indonesia). Berdasarkan letak astronominya, Indonesia dilalui oleh garis ekuator, yaitu garis khayal pada peta atau globe yang membagi bumi menjadi dua bagian sama besarnya. Garis ekuator atau garis khatulistiwa terletak pada garis lintang 0°. Oleh karenanya, Indonesia dijuluki dengan “zamrud khatulistiwa”.
Berdasarkan letak geografisnya, kepulauan Indonesia berada di antara Benua Asia dan Ben- ua Australia, serta di antara Samudera Hindia dan Samudera Pasifik. Sedangkan batas wilayah administrasi Indonesia adalah :
- Utara : Malaysia, Singapura, Filipina, dan Laut Cina Selatan - Selatan : Australia dan Samudera Hindia - Barat : Samudera Hindia - Timur : Papua Nugini, Timor Leste, dan Samudera Pasifik.
Indonesia merupakan Negara kepulauan dengan jumlah pulau kurang lebih sebanyak 17.000 pulau. Luas wilayah Negara Indonesia terdiri dari luas daratan yang mencapai 1.922.570 km2 dan luas perairan mencapai 3.257.483 km 2 . Indonesia berada di urutan ke-13 sebagai Negara dengan luas daratan terbesar di dunia (World Population Prospects: The 2012 Revision, United Nations, 2012). Sedangkan berdasarkan SK Kepala BIG Nomor 20 Tahun 2013, total luas wilayah Indone- sia adalah seluas 189,073 juta Ha.
Secara umum, penggunaan tanah di Indonesia terdiri dari kawasan hutan dan budidaya. Kla- sifikasi kawasan hutan di Indonesia terdiri dari hutan lindung, hutan produksi, dan hutan konservasi (Kementerian Kehutanan, 2012). Sedangkan kawasan budidaya dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa jenis penggunaan, seperti permukiman, industri, pertanian, dan sebagainya.
Sebagian besar penggunaan tanah di Indonesia didominasi oleh kawasan hutan. Berdasar- kan data yang diperoleh, luas kawasan hutan di Indonesia mencapai 124.022.848,67 Ha. Sedang- kan luas kawasan budidaya di Indonesia hanya sebesar 64.324.754,31 Ha. Berikut Tabel IV.1 yang menunjukkan luas kawasan hutan dan budidaya di Indonesia berdasarkan provinsi tahun 2013.
Profil Pertanahan Nasional 2015 - Kementerian PPN / Bappenas 35
Tabel IV.1 Luas Kawasan Hutan dan Budidaya di Indonesia Tahun 2013
Luas Budidaya Luas Wilayah Daratan No.
Provinsi
Luas Hutan (Ha)
(Ha)
Provinsi (Ha)
5. DI Yogyakarta
6. DKI Jakarta
9. Jawa Barat
10. Jawa Tengah
11. Jawa Timur
12. Kalimantan Barat
13. Kalimantan Selatan
14. Kalimantan Tengah
15. Kalimantan Timur
16. Kalimantan Utara
17. Kep. Bangka Belitung 654,562.00
18. Kep. Riau
21. Maluku Utara
22. Nusa Tenggara Barat 1,035,838.00
23. Nusa Tenggara Timur 1,686,640.00
25. Papua Barat
27. Sulawesi Barat
28. Sulawesi Selatan
29. Sulawesi Tengah
30. Sulawesi Tenggara
31. Sulawesi Utara
32. Sumatera Barat
33. Sumatera Selatan
34. Sumatera Utara
Sumber : Direktorat Pemetaan BPN-RI, 2014
36 Profil Pertanahan Nasional 2015 - Kementerian PPN / Bappenas
4.1 Sistem Pendaftaran Tanah di Indonesia
Berdasarkan RPJMN 2015-2019, sistem pendaftaran tanah di Indonesia dipengaruhi oleh beberapa hal. Pertama, ketersediaan peta dasar pertanahan nasional yang menjadi alat yang digu- nakan dalam proses pendaftaran tanah di Indonesia. Kedua, cakupan bidang tanah bersertifikat di Indonesia yang menjadi tolak ukur sistem pendaftaran tanah di Indonesia bertendensi positif atau negatif. Ketiga, keberjalanan publikasi tata batas kawasan hutan di Indonesia yang diperlukan dalam pengintegrasian sistem pendaftaran tanah di Indonesia. Keempat, adanya sosialisasi peraturan pe- rundangan terkait tanah adat/ulayat di Indonesia yang menjadi unsur pertimbangan dalam sistem pendaftaran tanah di Indonesia.
4.1.1 Peta Dasar Pertanahan Nasional
Peta dasar pertanahan adalah peta yang memuat titik-titik dasar teknik pengukuran dan unsur-unsur geografis, seperti sungai, jalan, bangunan dan batas fisik bidang-bidang tanah (Pasal 1 PP Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah). Peta dasar pertanahan digu- nakan sebagai dasar untuk pembuatan peta pendaftaran kepemilikan tanah. Secara sistematik, pendaftaran tanah diawali dengan pembuatan peta dasar pertanahan tersebut.
Peta dasar pertanahan dibuat oleh Kantor Wilayah BPN di masing-masing provinsi atau kabupaten/kota di Indonesia. Pembuatan peta dasar pertanahan terdiri dari pemasangan, pengu- kuran, pemetaan dan pemeliharaan titik-titik dasar teknik nasional di setiap Kabupaten/Kota. Peta dasar pertanahan berfungsi sebagai alat dalam mendukung kepastian hukum atas tanah yang di- miliki oleh masyarakat oleh karena dapat menunjukkan batas-batas kepemilikan tanah secara jelas di wilayahnya masing-masing.
Peta dasar pertanahan diatur dalam PP Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Ta- nah. Secara khusus, peta dasar pertanahan dibahas pada Bab IV tentang Pendaftaran Tanah untuk Pertama Kali melalui pasal 15 dan pasal 16. Kedua pasal tersebut membahas mengenai prosedur pembuatan peta dasar pertanahan dan kegunaannya dalam pendaftaran tanah di Indonesia.
Ketersediaan peta dasar pertanahan nasional
Peta dasar pertanahan digunakan sebagai alat dalam proses pendaftaran tanah di Indone- sia. Ketersediaan peta dasar pertanahan dapat menjadi tolak ukur dalam menentukan kesiapan Indonesia untuk menjadikan sistem pendaftaran tanah dari stelsel negatif menjadi stelsel positif. Ketersediaan peta dasar pertanahan tersebut dapat diukur melalui tingkatan cakupan peta dasar pertanahan yang sudah tersedia di Indonesia.
Hingga tahun 2006, cakupan peta dasar pertanahan nasional baru seluas 2.272.275 Ha. Kemudian cakupan peta dasar pertanahan nasional terus mengalami pertambahan luasan setiap tahunnya yang ditunjukan pada Tabel IV.2. Sampai dengan tahun 2012, luas wilayah Indonesia yang sudah memiliki peta dasar pertanahan adalah sebesar 18.637.620 Ha. Kemudian pada tahun 2013 cakupan peta dasar pertanahan nasional meningkat hingga mencapai 25.430.000 Ha.
Profil Pertanahan Nasional 2015 - Kementerian PPN / Bappenas 37
Tabel IV.2
Capaian Cakupan Peta Dasar Pertanahan Nasional
Tahun 2006 - 2013
No.
Tahun
Luas (Ha)
1. s/d 2006
s/d 2012
Sumber : BPN-RI, 2014
Sedangkan pada tahun 2013, didapatkan data terkait capaian cakupan peta dasar pertanahan di luar kawasan hutan. Tabel IV.3 menunjukkan cakupan peta dasar pertanahan di luar kawasan hutan (non-hutan) per provinsi di Indonesia. Cakupan peta dasar pertanahan di luar kawasan hutan di Indonesia baru mencapai 14.962.428,14 Ha. Oleh karenanya, peta dasar pertanahan di luar kawasan hutan baru mencapai 23,26 % dari luas total kawasan non-hutan atau budidaya yang ada di Indonesia hingga tahun 2013.
Gambar 4.1 menggambarkan peta cakupan peta dasar pertanahan setiap provinsi di Indonesia pada tahun 2014. Cakupan peta dasar pertanahan tersebut diklasifikasikan ke dalam kelas-kelas berdasarkan tinggi rendahnya persentase cakupan. Berdasarkan peta cakupan peta dasar pertanahan tersebut, hampir seluruh provinsi di Indonesia masih memiliki cakupan peta dasar pertanahan yang sangat rendah, yakni masih kurang dari 20% dari wilayah masing-masing provinsi tersbeut. Sedangkan provinsi yang memiliki cakupan peta dasar pertanahan sangat tinggi, yakni di atas 80 % terdiri dari 5 provinsi, yaitu Provinsi Bali (80%), Provinsi Sulawesi Utara (81%), Provinsi Kalimantan Selatan (82%), Provinsi Gorontalo (90,93%), dan Provinsi D.I. Yogyakarta (99,98%).
Keterbatasan cakupan peta dasar pertanahan nasional dapat dijelaskan melalui evaluasi capaian kinerja BPN pada Laporan Kinerja BPN Tahun 2014. Pertama, dalam membangun infra- struktur cakupan peta dasar pertanahan dengan skala peta yang diinginkan dibutuhkan jumlah cak- upan citra satelit dan foto udara. Oleh karena masih terbatasnya citra satelit atau foto udara yang memiliki resolusi tinggi, sehingga menghambat percepatan pembuatan peta dasar pertanahan. Kedua, adanya ketimpangan keahlian dan pengalaman petugas serta keterbatasan kemam- puan dan jumlah staf yang mengelola infrastuktur pertanahan. Ketiga, dalam proses pemetaan, akses untuk mencapai lokasi pengamatan di lapangan belum ada, atau jikapun ada masih sangat minim, sehingga membutuhkan sumberdaya yang sangat besar untuk melakukannya.
38 Profil Pertanahan Nasional 2015 - Kementerian PPN / Bappenas
Tabel IV.3
Capaian Cakupan Peta Dasar Pertanahan di Luar Kawasan Hutan di IndonesiaTahun 2013 Cakupan Peta Dasar di
Provinsi
Luas Budidaya
Luar Kawasan Hutan Persentase
321,448.93 29.71% DI Yogyakarta
298,283.28 99.98% DKI Jakarta
292,425.99 10.56% Jawa Barat
660,640.64 22.97% Jawa Tengah
1,041,782.12 37.36% Jawa Timur
562,150.21 16.35% Kalimantan Barat
410,933.93 6.40% Kalimantan Selatan
1,611,467.96 82.00% Kalimantan Tengah
176,827.06 6.79% Kalimantan Timur
363,249.43 8.53% Kalimantan Utara
1,056.63 0.08% Kep. Bangka Belitung
333,297.76 33.06% Kep. Riau
268,411.83 37.25% Maluku Utara
201,991.15 32.09% Nusa Tenggara Barat
374,902.77 40.39% Nusa Tenggara Timur
83,977.94 4.81% Papua Barat
83,324.47 4.62% Sulawesi Barat
348,561.92 61.07% Sulawesi Selatan
561,340.65 23.63% Sulawesi Tengah
672,522.40 32.35% Sulawesi Tenggara
509,945.52 40.05% Sulawesi Utara
612,241.69 81.60% Sumatera Barat
182,444.59 9.87% Sumatera Selatan
641,934.15 12.36% Sumatera Utara
Sumber : Direktorat Pemetaan BPN-RI, 2014
Profil Pertanahan Nasional 2015 - Kementerian PPN / Bappenas 39
CAKUPAN PETA DASAR PERTANAHAN DI LUAR KAWASAN HUTAN
95°0'0"E 100°0'0"E
105°0'0"E
110°0'0"E
115°0'0"E
120°0'0"E
125°0'0"E
130°0'0"E
135°0'0"E 140°0'0"E '0 "N °0 10
Darussalam Aceh
Utara I
Sumatera Utara
Kep. Riau S
E Timur
Kalimantan Barat
A Maluku
L A 32,09%
Kalimantan
S E LAUT MALUKU
Kep. Bangka
Sulawesi Tengah
LAUT SERAM
A 0 Selatan Selatan
DKI Jakarta
LAUT BANDA
9,32% Jawa
Tengah Banten Jawa Barat 27,36%
Jawa Timur 16,35%
Bali
Daerah Istimewa
Nusa Tenggara
Nusa Tenggara
AUSTRALIA Indonesia: 23,26%. Diolah dari data spasial digital: (1) Peta Dasar Pertanahan dari 2006 s/d 2014, (2) Data Cakupan Sebelum 2006, dan (3) Data Cakupan Swakelola Kanwil
95°0'0"E 100°0'0"E
105°0'0"E
110°0'0"E
115°0'0"E
120°0'0"E
125°0'0"E
130°0'0"E
135°0'0"E 140°0'0"E
Keterangan:
Tingkat Persentase Cakupan:
Menyetujui:
Batas Negara
Sangat Rendah (< 20)
Direktur Pemetaan Dasar BPN-RI Inzet
Batas Provinsi
Rendah (20 - 40%)
Negara Tetangga
Sedang (40 - 60%) Tinggi (60-80%) Sangat Tinggi (>80%)
Sumber: BPN 2014 dan Pengolahan Data oleh Bappenas 2014
Ir. Rowland P. Sidjabat, M.SE.
4.1.2 Cakupan Bidang Tanah Bersertifikat di Indonesia
Berdasarkan Pasal 16 ayat 1 UU Nomor 5 Tahun 1960, jenis hak atas tanah terdiri dari hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai, hak sewa, hak membuka tanah, hak memun- gut hasil hutan, dan hak lainnya (bersifat sementara). Berikut penjelasan singkat mengenai hak-hak atas tanah tersebut :
a. Hak Milik Hak milik adalah hak turun-menurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah. Hak milik dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain. Hanya warga-negara Indonesia dapat mempunyai hak milik.
b. Hak Guna Usaha Hak guna-usaha adalah hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh Neg- ara, dalam jangka waktu yang telah ditetapkan guna perusahaan pertanian, perikanan atau peter- nakan. Hak guna-usaha diberikan untuk waktu paling lama 25 tahun. Hak guna-usaha diberikan atas tanah yang luasnya paling sedikit 5 hektar, dengan ketentuan bahwa jika luasnya 25 hektar atau lebih harus memakai investasi modal yang layak dan tehnik perusahaan yang baik, sesuai dengan perkembangan zaman.
c. Hak Guna Bangunan Hak guna-bangunan adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan-bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri, dengan jangka waktu paling lama 30 tahun. Atas permintaan pemegang hak dan dengan mengingat keperluan serta keadaan bangunan-bangunannya, jangka waktu tersebut dapat diperpanjang dengan waktu paling lama 20 tahun. Hak guna-bangunan dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani hak tanggungan.
d. Hak Pakai Hak pakai adalah hak untuk menggunakan dan/atau memungut hasil dari tanah yang dikua- sai langsung oleh Negara atau tanah milik orang lain, yang memberi wewenang dan kewajiban yang ditentukan dalam keputusan pemberiannya oleh pejabat yang berwenang memberikannya atau dalam perjanjian dengan pemilik tanahnya, yang bukan perjanjian sewa-menyewa atau perjanjian pengolahan tanah, segala sesuatu asal tidak bertentangan dengan jiwa dan ketentuan- ketentuan Undang-undang ini. Hak pakai dapat diberikan selama jangka waktu yang tertentu atau selama ta- nahnya dipergunakan untuk keperluan yang tertentu; dan dengan cuma-cuma, dengan pembayaran atau pemberian jasa berupa apapun.
e. Hak Sewa Seseorang atau suatu badan hukum mempunyai hak sewa atas tanah, apabila ia berhak mempergunakan tanah-milik orang lain untuk keperluan bangunan, dengan membayar kepada pe- miliknya sejumlah uang sebagai sewa. hak sewa merupakan hak pakai yang mempunyai sifat-sifat khusus.
f. Hak Membuka Tanah dan Hak Memungut Hasil Hutan Hak membuka tanah dan hak memungut hasil hutan adalah hak-hak dalam hukum adat yang menyangkut tanah. Hak-hak ini perlu diatur dengan Peraturan Pemerintah demi kepentingan umum yang lebih luas daripada kepentingan orang atau masyarakat hukum yang bersangkutan. Hak mem- buka tanah dan memungut hasil hutan hanya dapat dipunyai oleh warga-negara Indonesia dan dia- tur dengan Peraturan Pemerintah.
Profil Pertanahan Nasional 2015 - Kementerian PPN / Bappenas 41
Cakupan bidang tanah bersertifikat di Indonesia
Gambar 4.2 pada halaman berikut menunjukkan peta cakupan bidang bersertifikat yang telah terdigitasi per bulan Juni tahun 2015. Data sertifikat yang sudah dipetakan berjumlah 20,5 juta bidang tanah dengan luasan sebesar 8.182.106,21 Ha. Jika dibandingkan dengan luas wilayah Indonesia berdasarkan SK Kepala BIG Nomor 20 Tahun 2013, cakupan bidang bersertifikat yang sudah terpetakan baru mencapai 12,52%.
Berdasarkan gambar di samping, hampir semua provinsi di Indonesia memiliki cakupan bi- dang tanah bersertifikat terdigitasi yang masih sangat rendah, yakni kurang dari sama dengan 20% dari total luas wilayah masing-masing provinsi. Sedangkan Provinsi DKI Jakarta, Provinsi D.I. Yog- yakarta, Provinsi Bali, dan Provinsi Kalimantan Tengah termasuk ke dalam provinsi yang memiliki cakupan bidang tanah bersertifikat terdigitasi yang rendah, yakni mencapai antara 20,1 % - 40 %. Hanya Provinsi Riau yang memiliki cakupan bidang tanah bersertifikat terdigitasi antara 40,1 % - 60 % di Indonesia, di mana cakupan tersebut masih termasuk ke dalam kategori sedang.
4.1.3 Publikasi Tata Batas Kawasan Hutan
Penataan batas kawasan hutan adalah suatu kegiatan dalam rangka menetapkan batas- batas yang pasti mengenai batas kawasan hutan berdasarkan fungsi-fungsinya yaitu fungsi hutan konservasi, hutan lindung dan hutan produksi. Pelaksanaannya dimulai dengan menentukan batas sementara di lapangan. Selanjutnya deliniasi batas kawasan hutan didiskusikan dengan se- genap pihak yang terkait dengan penggunaan lahan dan kemudian disetujui Pemerintah Daerah untuk disahkan oleh Departemen Kehutanan (Kementerian Kehutanan, 2013).
Penataan batas kawasan hutan selain menghasilkan data tabular terkait luasan penetapan kawasan hutan, juga data spasial berupa peta yang menunjukkan dengan jelas batas kawasan hu- tan di suatu wilayah. Secara spasial, tata batas kawasan hutan dapat menentukan kawasan hutan mana yang tidak dapat digunakan untuk dijadikan sebagai kawasan budidaya. Sehingga penetapan tersebut diharapkan dapat mengurangi konflik pertanahan yang terjadi, khususnya terkait dalam penggunaan lahan yang ada di suatu wilayah.
Penataan batas kawasan hutan di Indonesia dilaksanakan dengan menetapkan batas luar serta batas fungsi yang ada di dalamnya. Batas luar ditetapkan guna membatasi antara kawasan hutan dengan non-hutan. Sedangkan batas fungsi ditetapkan guna membatasi penggunaan hutan baik sebagai hutan konservasi, hutan lindung, maupun hutan produksi.
42 Profil Pertanahan Nasional 2015 - Kementerian PPN / Bappenas
100°0'0"E
110°0'0"E
120°0'0"E
130°0'0"E
140°0'0"E
PETA CAKUPAN BIDANG BERSERTIPIKAT YANG TELAH TERDIGITASI DATA PER BULAN JUNI TAHUN 2015
'0 °0 "N "N 5
5 '0 °0 A C E H
RIAU KEP.
SUMATERA UTARA
GORONTALO
S U L AW E S I
KALIMANTAN TIMUR
SUMATERA 0 '0
°0 BARAT
SULAWESI TENGAH
KEP. BANGKA BELITUNG
SULAWESI BARAT
N A L KALIMANTAN A T SELATAN
TENGGARA SULAWESI
'0 "S P A P UA
°0 5 LAMPUNG °0 '0 "S
JAKARTA DKI
S BANTEN
A A A M T JAWA TENGAH JAWA TIMUR
ER
DI YOGYAKARTA
A BALI NUSA TENGGARA BARAT NUSA TENGGARA TIMUR
Data Sertipikat Terdigitasi yang Dipetakan 20,5 Juta Bidang: 8.182.106,31 Ha (12,52%)
Luas Kawasan Budidaya Indonesia + Enclave : 65.337.208,87 Ha
Kilometers
Total Luas Wilayah Indonesia: 189,073 juta Ha (SK Kepala BIG No.20 Tahun 2013)
100°0'0"E
110°0'0"E
120°0'0"E
130°0'0"E
140°0'0"E
Legenda:
Cakupan Bidang Tanah Terdigitasi Pada Sistem Informasi Geografis
PETA ORIENTASI
Batas Negara Lain
Keterangan
Batas Administrasi Provinsi
Sangat Rendah (<= 20) %
Negara Lain
Rendah (20,1 - 40) % Sedang (40,1 - 60) % Tinggi (60,1 - 80) % Sangat Tinggi ( >80,1 ) %
Sumber: BPN 2014 dan Pengolahan Data oleh Kementerian PPN/Bappenas 2015 Sources: Esri, USGS, NOAA
Perkembangan tata batas kawasan hutan
Berdasarkan data yang didapatkan, pada tahun 2008 hingga 2013, batas kawasan hutan di Indonesia telah dilaksanakan di setiap provinsi di Indonesia. Secara keseluruhan, perkembangan tata batas kawasan hutan di Indonesia cenderung meningkat setiap tahunnya. Pada tahun 2008 total batas kawasan hutan di Indonesia adalah sebesar 181,10 km. Kemudian mengalami pen- ingkatan di tahun 2009 yakni mencapai 1.217, 06 km. Meskipun demikian, terdapat penurunan hanya pada tahun 2010 yakni sebesar 836,49 km. Pada tahun 2011 hingga 2013, panjang batas kawasan hutan terus meningkat, yakni pada tahun 2011 mencapai 5.148,84 km, tahun 2012 sepanjang 13.771,63 km, dan tahun 2013 mencapai 17.174,21 km.
Secara keseluruhan perkembangan tata batas kawasan hutan di Indonesia didominasi oleh tata batas luar kawasan hutan dibanding tata batas fungsional kawasan hutan. Pada tahun 2008 hanya penataan batas luar kawasan hutan di Indonesia yang dilaksanakan. Meskipun demikian, panjang tata batas fungsional kawasan hutan pada tahun 2012 dan 2013 lebih tinggi dibandingkan panjang tata batas luar kawasan hutan di Indonesia. Pada tahun 2012 panjang tata batas fungsi kawasan hutan di Indonesia mencapai 8.548,88 km. Sedangkan pada tahun 2013 panjang tata batas fungsi kawasan hutan di Indonesia mencapai 9.780,25 km.
Permasalahan yang terjadi pada proses penataan batas kawasan hutan terletak pada ke- tersediaan data spasial yang ada. Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, pada tata batas ka- wasan hutan, terdapat data spasial berupa peta yang menunjukkan letak atau posisi batas-batas kawasan hutan yang telah ditetapkan. Namun, permasalahannya adalah skala peta yang ada tidak sinkron sehingga sangat sulit untuk menentukan batas antara kawasan hutan dengan kawasan budidaya. Akibatnya, ketersediaan peta tata batas kawasan hutan masih belum tersedia sebagai alat dalam menunjukkan kawasan hutan mana yang tidak boleh dibangun untuk kawasan budidaya.
44 Profil Pertanahan Nasional 2015 - Kementerian PPN / Bappenas
Tabel IV.4
Perkembangan Tata Batas Kawasan Hutan Indonesia Tahun 2008 - 2013
Batas Luar
Batas Fungsi
Jumlah (km)
2 Sumatera Utara
3 Sumatera Barat
7 Sumatera Selatan
8 Lampung
9 Kep. Bangka Belitung
10 Kep. Riau
11 DKI Jakarta
12 Jawa Barat
13 Jawa Tengah
14 D.I. Yogyakarta
15 Jawa Timur
16 Banten
17 Bali
18 Nusa Tenggara Barat
19 Nusa Tenggara Timur
20 Kalimantan Barat
21 Kalimantan Tengah
22 Kalimantan Selatan
23 Kalimantan Timur
24 Sulawesi Utara
25 Sulawesi Tengah
26 Sulawesi Selatan
27 Sulawesi Tenggara
28 Gorontalo
29 Sulawesi Barat
30 Maluku
31 Maluku Utara
32 Papua
33 Papua Barat
Profil Pertanahan Nasional 2015 - Kementerian PPN / Bappenas 45
No Provinsi
Batas Luar
Batas Fungsi
Jumlah (km)
2 Sumatera Utara
3 Sumatera Barat
7 Sumatera Selatan
9 Kep. Bangka Belitung
10 Kep. Riau
11 DKI Jakarta
12 Jawa Barat
13 Jawa Tengah
14 D.I. Yogyakarta
15 Jawa Timur
16 Banten
17 Bali
18 Nusa Tenggara Barat
19 Nusa Tenggara Timur
20 Kalimantan Barat
21 Kalimantan Tengah
22 Kalimantan Selatan
23 Kalimantan Timur
24 Sulawesi Utara
25 Sulawesi Tengah
26 Sulawesi Selatan
27 Sulawesi Tenggara
29 Sulawesi Barat
31 Maluku Utara
32 Papua
33 Papua Barat
46 Profil Pertanahan Nasional 2015 - Kementerian PPN / Bappenas
Batas Luar
Batas Fungsi
Jumlah (km)
2 Sumatera Utara
3 Sumatera Barat
7 Sumatera Selatan
9 Kep. Bangka Belitung
10 Kep. Riau
11 DKI Jakarta
12 Jawa Barat
13 Jawa Tengah
14 D.I. Yogyakarta
15 Jawa Timur
16 Banten
17 Bali
18 Nusa Tenggara Barat
19 Nusa Tenggara Timur
20 Kalimantan Barat
21 Kalimantan Tengah
22 Kalimantan Selatan
23 Kalimantan Timur
24 Sulawesi Utara
25 Sulawesi Tengah
26 Sulawesi Selatan
27 Sulawesi Tenggara
28 Gorontalo
29 Sulawesi Barat
31 Maluku Utara
33 Papua Barat
Profil Pertanahan Nasional 2015 - Kementerian PPN / Bappenas 47
No Provinsi
Batas Luar
Batas Fungsi
Jumlah (km)
2 Sumatera Utara
3 Sumatera Barat
7 Sumatera Selatan
9 Kep. Bangka Belitung
10 Kep. Riau
11 DKI Jakarta
12 Jawa Barat
13 Jawa Tengah
14 D.I. Yogyakarta
15 Jawa Timur
18 Nusa Tenggara Barat
19 Nusa Tenggara Timur
20 Kalimantan Barat
21 Kalimantan Tengah
22 Kalimantan Selatan
23 Kalimantan Timur
24 Sulawesi Utara
25 Sulawesi Tengah
26 Sulawesi Selatan
27 Sulawesi Tenggara
29 Sulawesi Barat
31 Maluku Utara
33 Papua Barat
48 Profil Pertanahan Nasional 2015 - Kementerian PPN / Bappenas
Batas Luar
Batas Fungsi
Jumlah (km)
2 Sumatera Utara
3 Sumatera Barat
7 Sumatera Selatan
9 Kep. Bangka Belitung
10 Kep. Riau
11 DKI Jakarta
12 Jawa Barat
13 Jawa Tengah
14 D.I. Yogyakarta
15 Jawa Timur
18 Nusa Tenggara Barat
19 Nusa Tenggara Timur
20 Kalimantan Barat
21 Kalimantan Tengah
22 Kalimantan Selatan
23 Kalimantan Timur
24 Sulawesi Utara
25 Sulawesi Tengah
26 Sulawesi Selatan
27 Sulawesi Tenggara
29 Sulawesi Barat
31 Maluku Utara
33 Papua Barat
Profil Pertanahan Nasional 2015 - Kementerian PPN / Bappenas 49
No Provinsi
Batas Luar
Batas Fungsi
Jumlah (km)
2 Sumatera Utara
3 Sumatera Barat
7 Sumatera Selatan
8 Lampung
9 Kep. Bangka Belitung
10 Kep. Riau
11 DKI Jakarta
12 Jawa Barat
13 Jawa Tengah
14 D.I. Yogyakarta
15 Jawa Timur
18 Nusa Tenggara Barat
19 Nusa Tenggara Timur
20 Kalimantan Barat
21 Kalimantan Tengah
22 Kalimantan Selatan
23 Kalimantan Timur
24 Sulawesi Utara
25 Sulawesi Tengah
26 Sulawesi Selatan
27 Sulawesi Tenggara
29 Sulawesi Barat
31 Maluku Utara
33 Papua Barat
Sumber : Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan, Kementerian Kehutanan, 2014
50 Profil Pertanahan Nasional 2015 - Kementerian PPN / Bappenas
4.1.4 Sosialisasi Peraturan Perundangan terkait Tanah Adat/Ulayat
Menurut Boedi Harsono (1999), Hak Ulayat merupakan seperangkaian wewenang dan kewajiban suatu masyarakat hukum adat, yang berhubungan dengan tanah yang terletak dalam wilayahnya. Sedangkan tanah ulayat adalah suatu bidang tanah yang padanya melekat hak ulayat dari suatu persekutuan hukum adat (Bachtiar Abna S.H., M.H., Dt. Rajo Sulaiman; 2007).
Peraturan Perundangan Terkait Tanah Adat / Ulayat di Indonesia Peraturan yang mengatur mengenai tanah dan hukum adat Ulayat ini diatur dalam UUPA
dan Peraturan Menteri Agraria No. 5 Tahun 1999. Berikut akan dipaparkan mengenai peraturan perundangan tersebut.
a. UU No. 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria Pasal 5, menyatakan:
“Hukum agraria yang berlaku atas bumi, air dan ruang angkasa ialah hukum adat, sepan- jang tidak bertentangan dengan kepentingan nasional dan Negara, yang berdasarkan atas persatu- an bangsa, dengan sosialisme Indonesia serta dengan peraturan-peraturan yang tercantum dalam Undang-Undang ini dan dengan peraturan perundangan lainnya, segala sesuatu dengan mengin- dahkan unsur-unsur yang bersandar pada hukum agraria.”
b. Peraturan Menteri Agraria No. 5 Tahun 1999 tentang Pedoman Penyelesaian Masalah Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat
Pasal 2 ayat (2), menyatakan: “Hak Ulayat masyarakat hukum adat dianggap masih ada apabila : (a) terdapat sekelom-
pok orang yang masih merasa terikat oleh tatanan hukum adatnya sebagai warga bersama suatu persekutuan hukum tertentu, yang menguasai dan menerapkan ketentuan-ketentuan persekutuan tersebut dalam kehidupannya sehari-hari; (b) terdapat tanah Ulayat tertentu yang menjadi lingkun- gan hidup para warga persekutuan hukum tersebut dan tempatnya mengambil keperluan hidupnya sehari-hari; dan (c) terdapat tatanan hukum adat mengenai pengurusan, penguasaan dan penggu- naan tanah ulayat yang berlaku dan ditaati oleh para warga persekutuan hukum tersebut”
Pasal 4 ayat (1), menyatakan: “Penguasaan bidang-bidang tanah yang termasuk tanah ulayat sebagaimana dimaksud
dalam pasal 2 oleh perseorangan dan badan hukum dapat dilakukan : (a) oleh warga masyarakat hukum adat yang bersangkutan dengan hak penguasaan menurut ketentuan hukum adatnya yang berlaku, yang apabila dikehendaki oleh pemegang haknya dapat didaftar sebagai hak atas tanah yang sesuai menurut ketentuan Undang-Undang Pokok Agraria; (b) oleh Instansi Pemerintah, badan hukum atau perseorangan bukan warga masyarakat hukum adat yang bersangkutan dengan hak atas tanah menurut ketentuan Undang-Undang Pokok Agraria berdasarkan pemberian hak dari Negara setelah tanah tersebut dilepaskan oleh masyarakat hukum adat itu atau oleh warganya sesuai dengan ketentuan dan tata cara hukum adat yang berlaku.”
Pasal 5 ayat (2), menyatakan: “Keberadaan tanah ulayat masyarakat hukum adat yang masih ada sebagaimana dimak-
sud pada ayat (1) dinyatakan dalam peta dasar pendaftaran tanah dengan membubuhkan suatu
Profil Pertanahan Nasional 2015 - Kementerian PPN / Bappenas 51 Profil Pertanahan Nasional 2015 - Kementerian PPN / Bappenas 51
c. Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 9 Tahun 2015 tentang Tata Cara Penetapan Hak Komunal Atas Tanah Masyarakat Hukum Adat dan Masyarakat yang Berada dalam Kawasan Tertentu
Pasal 1 ayat (1), menyatakan: “Hak Komunal atas Tanah, yang selanjutnya disebut Hak Komunal, adalah hak milik ber-
sama atas tanah suatu masyarakat hukum adat atau hak milik bersama atas tanah yang diberikan kepada masyarakat yang berada dalam kawasan hutan atau perkebunan.”
Pasal 2 ayat (1), menyatakan: “Masyarakat Hukum Adat yang memenuhi persyaratan dapat dikukuhkan hak atas tanahn-
ya.” Pasal 4 ayat (1), menyatakan:
“Hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 diberikan dalam bentuk Hak Ko- munal.”
Pasal 15, menyatakan: “Hak komunal yang diberikan kepada Masyarakat Hukum Adat yang telah didaftarkan se-
bagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2), penggunaan dan pemanfaatan tanahnya dapat dik- erjasamakan dengan pihak ketiga, sesuai ketentuan dalam peraturan perundang-undangan dan kesepakatan para pihak.”
Dari penjelasan dan jabaran pasal per pasal, maka dapat ditarik suatu benang merah atau kesimpulan dari isi yang mendukung isu yang diangkat dalam buku profil pertanahan ini, yaitu sebagai berikut Tabel IV.5.
Keberadaan tanah adat/ulayat di setiap provinsi di Indonesia
Sebagian besar wilayah di Indonesia berlandaskan hukum adat sebagai pengaruh dari masa sebelum kemerdekaan. Terdapat beberapa provinsi/kabupaten/kota yang didapati men- gakui dan bahkan memiliki peraturan terkait tanah adat/ulayat. Tabel IV.6 menunjukkan daftar provinsi/kabupaten/kota tersebut beserta peraturan yang dimiliki terkait tanah adat/ulayat.
Meskipun sudah terdapat beberapa peraturan terkait tanah adat/ulayat di beberapa wilayah di Indonesia, ketersediaan tata batas tanah adat/ulayat belum tersedia. Hanya Kabupaten Lebak, Banten yang sudah memiliki tata batas tanah adat/ulayat di Indonesia. Namun demikian, tata batas tanah adat/ulayat tersebut belum ada yang diiringi dengan data spasial berupa peta tata batas tanah adat/ulayat di Indonesia. Data spasial tersebut dapat menunjukkan tata letak ta- nah adat, sehingga tidak dapat diintervensi oleh pihak komunal. Oleh karena itu, dibutuhkan adanya sosialisasi peraturan daerah untuk menyisipkan lampiran tata batas tanah adat tersebut.
52 Profil Pertanahan Nasional 2015 - Kementerian PPN / Bappenas
Tabel IV.5
Sintesa Pasal-Pasal Terkait Konflik Tanah Adat No.
Substansi
Sumber
Penjelasan hukum agraria di Indonesia UU No. 5 Tahun
1. Hukum agraria yang berlaku di Indonesia adalah hukum adat.
1960 Syarat masih terdapatnya hak ulayat masyarakat hukum adat:
PERMEN - Ada sekelompok orang adat
Agraria No.5
2. - Terdapat tanah ulayat
Tahun 1999 - Terdapat tatanan hukum adat.
(pasal 2) Penguasaan Bidang tanah ulayat dan jaminan hukum:
PERMEN Agrar- - Tanah ulayat dapat dimiliki oleh orang perorangan masyarakat hu- ia No.5 Tahun kum adat yang bersangkutan dengan ketentuan hukum adatnya 1999 (pasal 4 yang berlaku, dan dapat didaftarkan sebagai hak atas tanah menu- dan pasal 5) rut UUPA; dan dapat dimiliki oleh Instansi Pemerintah, badan hukum
3. atau perorangan diluar masyarakat adat yang bersangkutan, dengan hak atas tanah sesuai UUPA, setelah tanah tersebut dilepas oleh masyarakat adat setempat.
- Tanah ulayat masyarakat hukum adat, apabila diperlukan dapat din- yatakan dalam peta dasar pertanahan dengan menggambarkan batas-batasnya sehingga lebih kebal hukum.
Hak milik bersama atas tanah suatu masyarakat hukum adat: PERMEN ATR/ Hak komunal yang diberikan kepada Masyarakat Hukum Adat yang BPN No.9
4. telah didaftarkan, penggunaan dan pemanfaatan tanahnya dapat dik- Tahun 2015 erjasamakan dengan pihak ketiga, sesuai ketentuan dalam peraturan (Pasal 1 dan perundang-undangan dan kesepakatan para pihak.
Pasal 15) Sumber: Analisa Penyusun, 2015
Tabel IV.6
Daftar Provinsi / Kabupaten / Kota yang Memiliki Peraturan terkait Tanah Adat / Ulayat No. Provinsi / Kabupaten / Kota
Peraturan terkait Tanah Adat/Ulayat
1. Provinsi Sumatera Barat Perda Prov. Sumatera Barat No. 6 Tahun 2008 tentang Tanah Ulayat dan Pemanfaatannya
2. Provinsi Jambi Perda Prov. Jambi No. 2 Tahun 2014 tentang Lembaga Adat Melayu Jambi
3. Kabupaten Kampar, Riau Perda Kab. Kampar No. 12 Tahun 1999 tentang Hak Tanah Ulayat
4. Kabupaten Lebak, Banten Perda Kab. Lebak No. 65 Tahun 2001 tentang Perlindungan atas Hak Ulayat Masyarakat Baduy
5. Provinsi Bali Perda Prov. Bali No. 3 Tahun 2001 tentang Desa Pakraman
6. Provinsi Kalimantan Tengah Perda Prov. Kalimantan Tengah No. 16 Tahun 2008 tentang Kelembagaan Adat Dayak di Kalimantan Tengah
7. Kota Ternate, Maluku Utara Perda Kota Ternate No. 13 Tahun 2009 tentang Perlindun- gan Hak-Hak Adat dan Budaya Masyarakat Adat Kesultanan Ternate
8. Provinsi Papua Perdasus Prov. Papua No. 23 Tahun 2008 tentang Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat dan Hak Perorangan Warga Ma- syarakat Hukum Adat atas Tanah
Sumber : Peraturan Daerah Terkait Tanah Adat/Ulayat
Profil Pertanahan Nasional 2015 - Kementerian PPN / Bappenas 53
4.2 Reforma Agraria
Secara khusus, pelaksanaan reforma agraria meliputi redistribusi tanah dan legalisasi aset bagi masyarakat miskin sebagai upaya perbaikan ketimpangan kepemilikan, penguasaan, dan pe- manfaatan tanah. Dalam menjalankan upaya tersebut, maka diperlukan adanya ketersediaan tanah sebagai pendukung utamanya. Oleh karenanya, dikenal istilah Tanah Objek Reforma Agraria (TORA). Selain ketersediaan tanah, diperlukan pula upaya dalam pengadaan tanah yakni melalui reforma aset. Bagian ini akan menjelaskan mengenai TORA dan reforma aset tersebut.
4.2.1 Ketersediaan Sumber Tanah Objek Reforma Agraria (TORA)
Sumber tanah objek reforma agrarian (TORA) terdiri dari tanah hasil inventarisasi pengua- saan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah (IP4T) di Indonesia; kawasan hutan produksi yang dapat dikonversi; serta tanah terlantar. Ketersediaan sumber TORA tersebut menjadi indika- tor keberjalanan dari reforma agraria di Indonesia. Berikut akan dipaparkan mengenai ketiga sum- ber TORA tersebut, baik dari segi fungsi maupun ketersediaannya berdasarkan data yang didapat.
a. Penguasaan, Pemilikan, Penggunaan, dan Pemanfaatan Tanah (P4T) di Indonesia
Ketersediaan inventarisasi penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah (IP4T) di Indonesia dirasa diperlukan mengingat hal tersebut dapat menjadi salah satu indikator untuk keberjalanan reforma agraria. Dari proses IP4T yang dilakukan tersebut diharapkan dapat menghasilkan suatu data terkait tanah-tanah di Indonesia, sehingga dapat ditentukan kemudian guna menjadi sumber TORA ke depannya. Hasil IP4T dapat meliputi ketersediaan tanah bersertifi- kat berdasarkan penguasaan dan pemilikannya guna menjadi tolak ukur dalam pemberian program redistribusi tanah dan legalisasi aset; keberadaan tanah negara berdasarkan penguasaan dan pe- milikan guna menjadi sumber TORA; dan keberadaan tanah yang ditetapkan terlantar berdasarkan penggunaan dan pemanfaatan tanah yang sudah bersertifikat guna menjadi sumber TORA.
Terdapat 3 jenis tanah yang ada di Indonesia berdasarkan penguasaan dan pemilikannya, yakni tanah negara, tanah perorangan, dan tanah adat/ulayat. Jika meninjau ulasan dalam UUPA, tanah dikuasai seluruhnya oleh negara. Maka dari itu, terdapat istilah tanah negara. Tanah negara atau tanah yang dikuasai langsung oleh Negara adalah tanah yang tidak dipunyai dengan sesuatu hak atas tanah (Pasal 1 butir 3 PP Nomor 24 Tahun 1997). Namun, sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, bahwa tanah yang dikuasai negara tersebut diserahkan kepada masyarakat dengan ketentuan tertentu. Maka dari itu, secara umum, tanah di Indonesia dimiliki oleh perorangan. Tanah perorangan merupakan tanah yang dimiliki oleh masing-masing individu atau milik pribadi. Namun, tanah perorangan di Indonesia dipengaruhi oleh unsur adat/ulayat, sehingga terdapat tanah adat/ ulayat dari tanah perorangan tersebut. Adapun tanah adat/ulayat adalah tanah yang keberadaan- nya dikarenakan kehadiran unsur adat/ulayat di suatu wilayah di Indonesia.
Tanah negara dapat menjadi suatu sumber TORA bagi masyarakat yang membutuhkan sep- erti petani untuk lahan pertaniannya. Sejauh ini belum ada data yang menyebutkan jumlah dari tanah negara tersebut. Tanah negara salah satunya dapat didapatkan melalui pengalihfungsian tanah terlantar yang telah ditetapkan di Indonesia. Penjelasan terkait keberadaan tanah terlantar akan dibahas lebih lanjut pada bagian Tanah Terlantar.
54 Profil Pertanahan Nasional 2015 - Kementerian PPN / Bappenas 54 Profil Pertanahan Nasional 2015 - Kementerian PPN / Bappenas
Kawasan hutan menjadi salah satu sumber TORA, khususnya untuk kawasan hutan produksi yang dapat dikonversi. Sedangkan hutan lindung dan konservasi tentunya tidak dapat dialihfung- sikan untuk keperluan reforma agraria oleh karena fungsi lindung yang dimilikinya. Adapun hutan produksi yang dapat dikonversi artinya hutan produksi yang dapat dialihfungsikan menjadi tanah untuk keperluan reforma agraria atau menjadi sumber TORA.
Sebagaimana yang telah dijelaskan pada bagian Penggunaan Tanah di Indonesia, bahwa hutan di Indonesia cukup mendominasi, yakni mencapai 124.022.848,67 Ha pada tahun 2013. Adapun Diagram 4.1 menunjukkan persentase jenis kawasan hutan di Indonesia (Kementerian Ke- hutanan, 2012). Dari diagram tersebut, pada tahun 2012 didapatkan bahwa sebagian besar ka- wasan hutan Indonesia didominasi oleh kawasan hutan konservasi. Luas kawasan hutan konservasi di Indonesia pada tahun 2012 adalah sebesar 76.663.507 Ha atau 57,09 % dari total luas wilayah kawasan hutan. Sedangkan luas kawasan hutan lindung mencapai 30.549.623 Ha atau 22,74 % dari total luas wilayah kawasan hutan di Indonesia pada tahun 2012. Adapun luas kawasan hutan produksi terdata paling sedikit, yakni seluas 27.086.910 Ha atau 20,17 % dari total luas kawasan hutan di Indonesia.
Diagram 4.1
Persentase Fungsi Kawasan Hutan di Indonesia Tahun 2012
Sumber : Kementerian Kehutanan, 2012
Sedangkan dari total kawasan hutan produksi yang terdata tersebut, luasan kawasan hutan produksi yang dapat dikonversi adalah sebesar 17.814.745,09 Ha pada tahun 2012. Tidak semua provinsi di Indonesia memiliki tanah produksi yang dapat dikonversi berdasarkan surat keputusan provinsi masing-masing. Berikut Tabel IV.7 yang menunjukkan luasan hutan produksi yang dapat
dikonversi pada setiap provinsi di Indonesia.
Profil Pertanahan Nasional 2015 - Kementerian PPN / Bappenas 55
Tabel IV.7
Luasan Hutan Produksi yang Dapat Dikonversi di Indonesia Tahun 2012
Hutan Produksi yang No
Dapat Dikonversi (Ha)
1 D.I. Aceh
170/Kpts-II/2000
29 Juni 2000
2 Sumatera Utara
3 Sumatera Barat
5 Kepulauan Riau
8 Sumatera Selatan
9 Kep. Bk. Belitung
11 DKI Jakarta
220/Kpts-II/2000
2 Agustus 2000
12 Jawa Barat
14 Jawa Tengah
15 D.I. Yogyakarta
171/Kpts-II/2000
29 Juni 2000
16 Jawa Timur
20 Kalimantan Barat
21 Kalimanta Tengah
22 Kalimantan Timur
79/Kpts-II/2001
15 Maret 2001
23 Kalimantan Selatan 435/Menhut-
24 Sulawesi Utara
26 Sulawesi Tengah
757/Kpts-II/1999 23-Sep-99
56 Profil Pertanahan Nasional 2015 - Kementerian PPN / Bappenas
Hutan Produksi yang No
Dapat Dikonversi (Ha)
29 Sulawesi Barat
31 Maluku Utara
33 Papua Barat
Sumber : Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan, 2012
c. Tanah Terlantar
Berdasarkan PP Nomor 11 Tahun 2010, tanah terlantar merupakan salah satu sumber TOL (Tanah Objek Landreform) yang akan digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat di tiap daerah. Obyek tanah yang ditetapkan terlantar adalah tanah yang sudah diberikan hak oleh Negara berupa Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai, dan Hak Pengelolaan, atau dasar penguasaan atas tanah yang tidak diusahakan, tidak dipergunakan, atau tidak diman- faatkan sesuai dengan keadaannya atau sifat dan tujuan pemberian hak atau dasar penguasaannya (Pasal 2 PP Nomor 11 Tahun 2010). Oleh karenanya, penetapan tanah terlantar pada sejumlah bidang tanah yang terindikasi terlantar dapat memiliki peran penting khususnya sebagai sumber TORA.
Tanah yang berstatus sebagai tanah terlantar adalah tanah yang sudah ditetapkan seb- agai tanah terlantar melalui beberapa tahapan yang dilaksanakan oleh Kanwil BPN masing-masing wilayah. Beberapa tahapan tersebut terdiri dari tahap identifikasi dan penelitian terhadap obyek ta- nah yang terindikasi terlantar. Jika hasil identifikasi dan penelitian tersebut menyatakan obyek tanah benar terlantar, maka akan masuk ke dalam tahapan peringatan. Tahapan peringatan terhadap Pemegang Hak dilakukan sebanyak 3 (tiga) kali melalui surat peringatan (peringatan tertulis). Apa- bila peringatan tertulis yang diberikan tersebut tidak dipenuhi, maka akan masuk ke dalam tahapan selanjutnya yakni pengusulan tanah terlantar. Usulan tanah terlantar akan diajukan melalui jalur hukum dan jika memang benar secara hukum seluruh atau sebagian hamparannya terlantar, maka akan ditetapkan sebagai tanah terlantar dan statusnya dijadikan sebagai tanah negara. Sedangkan jika hamparan tanah yang diterlantarkan secara hukum ditemukan hanya kurang dari atau sama dengan 25% (dua puluh lima persen), maka tidak sepenuhnya atau bahkan tanah tersebut tidak sama sekali ditetapkan menjadi tanah terlantar.
Dalam Laporan Kinerja BPN-RI Tahun 2014, jumlah tanah terlantar disebutkan dalam ben- tuk surat keputusan (SK) sebagai hasil dari penetapan tanah terlantar yang dilakukan. Sampai den- gan akhir 2013 telah berhasil ditetapkan sebanyak 96 SK Penetapan Tanah Terlantar. Sedangkan pada tahun 2014, berhasil ditetapkan sebanyak 15 SK Penetapan Tanah Terlantar.
Profil Pertanahan Nasional 2015 - Kementerian PPN / Bappenas 57
4.2.2 Reforma Aset
Reforma aset merupakan bagian dari reforma agraria. Dalam reforma agraria, reforma aset diiringi dengan reforma akses. Jika reforma akses merupakan suatu bentuk pemberdayaan keahlian kepada pihak penerima program, maka reforma aset merupakan program pemberian aset dalam bentuk tanah yang dilegalkan sebagai lahan untuk pengembangan usaha sesuai keahl- ian yang dimiliki oleh masing-masing pihak penerima program. Adapun pihak penerima program dalam reforma agraria terdiri dari petani, nelayan, masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), usa-
ha kecil menengah (UKM), dan transmigran.
Reforma aset terdiri dari redistribusi tanah dan legalisasi aset. Redistribusi tanah adalah pembagian tanah terhadap tanah-tanah yang dikuasai langsung oleh Negara sebagai obyek landre- form dengan hak milik kepada petani penggarap yang memenuhi syarat menurut ketentuan Pasal
8 dan 9 PP No. 224 Tahun 1961 jo. PP No. 41 tahun 1964. Sedangkan legalisasi aset adalah pemberian sertifikat tanah dalam rangka melegalkan bidang tanah yang dimiliki oleh pihak penerima program sebagai upaya penyamarataan kepemilikan lahan di masyarakat.
Jumlah bidang tanah yang telah di redistribusi dari tahun 1961 – 2013 adalah seban- yak 2.337.096 bidang, Sedangkan yang berhasil di redistribusi di tahun 2014 adalah sebanyak 138.181 bidang. Adapun perkembangan jumlah bidang tanah yang telah diredistribusi pada tahun 2010 hingga 2014 ditunjukkan melalui Tabel IV.8.
Tabel IV.8 Tabel IV.9 Jumlah Bidang Tanah yang Telah Diredistribusi
Jumlah Bidang Tanah Hasil Tahun 2010-2014
Legalisasi Aset Tahun 2010-2014
Jumlah Bidang No. Tahun
Jumlah Bidang
Sumber : LAKIP BPN-RI, 2014 Sumber : LAKIP BPN-RI, 2014
Bidang tanah yang telah dilegalisasi aset di Indonesia dari tahun 2010 hingga 2014 ber- jumlah 5.006.849 bidang. Sedangkan pada tahun 2014 sendiri sebanyak 828.830 bidang tanah yang telah dilegalisasi. Adapun perkembangan jumlah bidang tanah hasil legalisasi aset pada tahun 2010 hingga 2014 ditunjukkan melalui Tabel IV.9.
58 Profil Pertanahan Nasional 2015 - Kementerian PPN / Bappenas
4.3 Pencadangan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum
Mengingat adanya keterbatasan tanah sebagai lahan untuk pembangunan, maka diperlukan adanya pencadangan tanah bagi pembangunan khususnya untuk kepentingan umum. Oleh karenan- ya, diperlukan adanya suatu lembaga dalam mengelola cadangan tanah tersebut. Salah satu upaya dalam mewujudkan lembaga tersebut adalah melalui Bank Tanah. Berikut penjelasan terkait Bank Tanah yang dikutip dari artikel “Bank Tanah” oleh Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional.
Bank tanah adalah konsep yang terkait dengan mengakses tanah untuk keperluan penyedi- aan layanan publik untuk perumahan, industri, pertanian, dengan pengelolaan lahan, mengarahkan pasar tanah serta mencegah spekulasi tanah. Lembaga bank tanah dapat memberikan jaminan ket- ersediaan tanah dengan mengupayakan peningkatan daya guna dan hasil guna dalam pemanfaatan tanah, dan mempertimbangkan kondisi fisik tanah, sekaligus rasio keseimbangan distribusi tanah dengan menyelaraskan kepentingan individu, masyarakat, pemerintah dan swasta serta senantiasa memperhatikan fungsi social tanahdalam konteks pembangunan kota yang berkelanjutan.
Bank Tanah, sebagai salah satu alternatif pengadaan tanah untuk kepentingan umum, mem- punyai tujuan, antara lain:
- Menjamin terwujudnya tujuan yang dirumuskan dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 yaitu bahwa bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat yang perwujudannya adalah pem- bangunan nasional yang berkelanjutan, adil, dan merata bagi kepentingan rakyat banyak;
- Sebagai instrumen untuk melaksanakan berbagai kebijakan pertanahan dan mendukung pengembangan wilayah secara efisien dan efektif; - Mengendalikan pengadaan, penguasaan dan pemanfaatan tanah secara adil dan wajar dalam melaksanakan pembangunan.
Selain itu, yang menjadi tujuan khusus bank tanah adalah: -
Menyediakan tanah siap bangun baik secara fisik maupun secara administratif, yaitu tanah yang akan dijual telah dilengkapi dengan sertifikat hak atas tanah;
- Menyediakan tanah untuk berbagai keperluan terutama lokasi pembangunan permukiman untuk golongan menengah kebawah, mampu mengendalikan harga tanah serta memberan- tas spekulasi tanah;
4.4 SDM Bidang Pertanahan
Salah satu sumber daya manusia bidang pertanahan yang berperan cukup penting khusus- nya dalam pelayanan pertanahan adalah juru ukur pertanahan. Juru ukur pertanahan termasuk ke dalam bagian pengukuran dan pemetaan dasar BPN-RI. Terdapat sinkronisasi juru ukur pertana- han antara BPN-RI dengan Kanwil BPN.
Proporsi kompetensi ideal untuk juru ukur diharapkan 30 % dari jumlah pegawai yang beker- ja di BPN. Namun, saat ini jumlah sumber daya manusia juru ukur masih sangat kurang, yaitu baru mencapai sekitar 1.689 orang dari jumlah pegawai keseluruhan sebanyak 20.184 orang atau
Profil Pertanahan Nasional 2015 - Kementerian PPN / Bappenas 59 Profil Pertanahan Nasional 2015 - Kementerian PPN / Bappenas 59
Diagram 4.2
Jumlah Pegawai Pertanahan BPN-RI Tahun 2014
Sumber : LAKIP BPN-RI, 2014
4.5 Kasus Pertanahan di Indonesia
Kasus Pertanahan adalah sengketa, konflik, atau perkara pertanahan yang disampaikan ke- pada Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia (BPN-RI) untuk mendapatkan penanganan penyelesaian sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan dan/atau kebijakan pertanahan nasional. Penanganan dan/atau penyelesaian kasus pertanahan dilaksanakan oleh BPN-RI melalui mekanisme Gelar Kasus Pertanahan (Pasal 1 Peraturan Kepala BPN-RI Nomor 3 Tahun 2011).
Selama tahun 2010 hingga 2014, kasus pertanahan yang terselaikan sebanyak 11.736 kasus. Sedangkan selama tahun 2014, jumlah kasus pertanahan yang masuk ke Badan Pertana- han Nasional Republik Indonesia mencapai 5.878 kasus, yang terdiri dari sisa kasus tahun 2013 yang belum diselesaikan sebanyak 1.927 kasus serta kasus baru sebanyak 3.906 kasus. Jumlah kasus yang telah selesai sebanyak 2.910 kasus atau 57,92% dari seluruh kasus yang masuk yang tersebar di 33 Provinsi seluruh Indonesia (LAKIP BPN-RI, 2014).
60 Profil Pertanahan Nasional 2015 - Kementerian PPN / Bappenas
Menurut BPN-RI dalam Laporan Kinerja BPN-RI Tahun 2104, terdapat beberapa perma- salahan yang dihadapi dalam penyelesaian kasus pertanahan di Indonesia. Di antaranya adalah sebagai berikut :
1. Permasalahan yang dihadapi sangat kompleks dan sudah berlangsung lama;
2. Ketidakpercayaan masyarakat terhadap lembaga peradilan dalam menyelesaikan konflik pertanahan;
3. Sikap arogansi dari suatu institusi/lembaga dalam menghadapi masalah/konflik;
4. Putusan pengadilan yang tidak dapat dilanjuti;
5. Tidak adanya kejelasan perkembangan blokir yang diajukan oleh penyidik;
6. Anggaran kegiatan penyelesaian masalah pertanahan, baik penyelesaian sebelum proses pengadilan, proses sidang pengadilan serta mediasi relatif masih memiliki anggaran yang sangat terbatas.
Profil Pertanahan Nasional 2015 - Kementerian PPN / Bappenas 61
BAB 5 DATA DAN INFORMASI PERTANAHAN PROVINSI
Dalam penulisan Buku Profil Pertanahan Nasional Tahun 2015 ini, Bab 5 membahas men- genai data dan informasi terkait bidang pertanahan di setiap provinsi yang terdata. Terdapat beber- apa butir pembahasan data dan informasi bidang pertanahan yang didasarkan pada isu strategis pertanahan dalam RPJMN 2015-2019. Adapun data dan informasi terkait bidang pertanahan yang akan diulas adalah mengenai :
a. Peta Dasar Pertanahan
b. Wilayah Bidang Bersertifikat
c. Tanah Terlantar
d. Redistribusi dan Legalisasi Aset
e. Kasus Pertanahan
f. Jumlah dan Nilai Transaksi Tanah
g. Pegawai Juru Ukur
h. Isu Spesifik Pertanahan
Hanya beberapa provinsi yang terdata dalam menggambarkan profil pertanahan dalam pembahasan ini. Terdapat 10 (sepuluh) provinsi yang terdata, yakni di antaranya :
a. Provinsi Sumatera Selatan
b. Provinsi Bengkulu
c. Provinsi Jawa Barat
d. Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
e. Provinsi Jawa Timur
f. Provinsi Bali
g. Provinsi Kalimantan Barat
h. Provinsi Kalimantan Utara i.
Provinsi Kalimantan Timur j.
Provinsi Maluku Utara Adapun Provinsi Kalimantan Utara dan Kalimantan Timur menjadi satu kesatuan dalam menjelas-
kan profil pertanahan di kedua provinsi tersebut.
Profil Pertanahan Nasional 2015 - Kementerian PPN / Bappenas 65
5.1 DATA DAN INFORMASI PERTANAHAN PROVINSI SUMATERA SELATAN
Data dan Informasi Pertanahan Provinsi Sumatera Selatan
Provinsi Sumatera Selatan secara geografis terletak antara 1 o -4 LS dan 102 o - 106 o BT. Provinsi ini berbatasan dengan Provinsi Jambi di sebelah Utara, sebelah Selatan berbatasan dengan Provinsi Lampung, sebelah Timur berbatasan dengan Provinsi Bangka Belitung, dan se- belah Barat berbatasan dengan Provinsi Bengkulu. Provinsi ini memiliki luas administrasi sebe- sar 8.493.404,06 Ha. Kabupaten terluas terdapat di Kabupaten Ogan Komering Ilir dengan luas wilayah 1.721.699,82 Ha dan terluas kedua dimiliki oleh Kabupaten Musi Banyuasin dengan luas wilayah sebesar 1.383.060,30 Ha. Kemudian luas wilayah terkecil terdapat di Kota Palembang yang merupakan ibukota Provinsi Sumatera Selatan dengan luas wilayah sebesar 37.930,90 Ha.
Provinsi Sumatera Selatan memiliki luas wilayah daratan sebesar 6.800.665,36 Ha. Peng- gunaan tanah di Provinsi Sumatera Selatan secara umum terbagi ke dalam kawasan hutan dan ka- wasan non-hutan. Sedangkan lahan pertanian pangan berkelanjutan (LP2B) merupakan salah satu dari jenis kawasan non-hutan. LP2B merupakan lahan yang tidak boleh dimanfaatkan selain untuk lahan produksi pangan dan telah ditetapkan dalam RTRW tiap provinsi. LP2B ini merupakan salah satu upaya pemerintah untuk menyelamatkan lahan pertanian pangan karena adanya kecenderu- ngan laju konversi lahan sawah atau pertanian pangan yang cukup cepat beberapa tahun terakhir. Provinsi Sumatera Selatan memiliki kawasan hutan seluas 3.489.350,37 Ha. Sedangkan luas ka- wasan non hutan 3.393.469,56 Ha dan luas untuk LP2B sebesar 2.443.324,09 Ha.
Sumber : Kanwil BPN Provinsi Sumatera Selatan, 2014
Gambar 5.1 Luas Penggunaan Tanah di Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2014
Barang milik negara/daerah yang berupa tanah yang dikuasai Pemerintah Pusat/Daerah harus disertifikatkan atas nama pemerintah Republik Indonesia/pemerintah daerah yang bersangkutan.
Pasal 49 ayat 1 UU No. 1 Tahun 2004
Kilas Informasi
tentang Perbendaharaan Negara
68 Profil Pertanahan Provinsi Sumatera Selatan 2015 - Kementerian PPN / Bappenas
Gambar 5.2 Peta Administrasi Wilayah Kabupaten/ Kota di Provinsi Sumatera Selatan
Sumber : Badan Informasi Geospasial, 2013
Data dan Informasi Pertanahan Provinsi Sumatera Selatan
5.1.1 Peta Dasar Pertanahan
Ketersediaan peta dasar pertanahan dapat menjadi pendukung dalam bukti kepemilikan tanah. Peta dasar pertanahan tersebut digunakan untuk menunjukan batas-batas kepemilikan tanah secara presisi guna mencegah terjadinya konflik pertanahan yang terjadi di Provinsi Sumatera Se- latan, khususnya kasus terkait sengketa batas atau wilayah bidang bersertifikat. Adanya peta dasar pertanahan tersebut turut mendukung kepastian hukum atas tanah yang dimiliki oleh masyarakat di Provinsi Sumatera Selatan. Selain itu, ketersediaan peta dasar pertanahan ini merupakan salah satu upaya untuk mengubah sistem pendaftaran tanah di Indonesia yang semula menganut sistem pendaftaran tanah secara negatif/stelsel negatif, menjadi sistem pendaftaran tanah secara positif.
Gambar 5.3
Bagan Ketersediaan Cakupan Luas Peta Dasar Pertanahan
Provinsi Sumatera Selatan
Sumber: Kanwil BPN Provinsi Sumatera Selatan, 2014 Cakupan luas wilayah peta dasar pertanahan di Provinsi Sumatera Selatan adalah sebesar
3.451.378,75 Ha. Sedangkan wilayah yang sudah memiliki peta dasar pertanahan yang sudah ter- digitasi seluas 458.944,59 Ha dan cakupan wilayah peta dasar pertanahan yang belum terdigitasi atau masih berupa lembaran kertas sebesar 2.992.434,16 Ha. Adapun wilayah di Provinsi Sumat- era Selatan yang belum memiliki peta dasar masih seluas 5.028.825,67 Ha.
70 Profil Pertanahan Provinsi Sumatera Selatan 2015 - Kementerian PPN / Bappenas
Data dan Informasi Pertanahan Provinsi Sumatera Selatan
Berdasarkan data yang diperoleh dari Kanwil BPN Provinsi Sumatera Selatan, perkemba- ngan cakupan peta dasar pertanahan cenderung fluktuatif. Wilayah cakupan peta dasar pertanah- an yang semula hanya 156,23 Ha pada akhir tahun 2003, meningkat hingga menjadi 119.355,40 Ha pada tahun 2006. Kemudian mengalami penurunan pembuatan peta dasar pertanahan dari tahun 2006 hingga 2008. Namun produksi peta dasar pertanahan di Provinsi Sumatera Selatan meningkat tajam pada tahun 2013, yakni seluas 2.181.485,64 Ha.
Tabel V.1
Luas Cakupan Peta Dasar Pertanahan Provinsi Sumatera Selatan
Tahun s.d 2003-2014
Belum Memiliki No
Peta Dasar Pertanahan
Sudah Memiliki
Tahun
Sudah Ter- Belum Terdigi-
Peta Dasar Per-
Peta Dasar Per-
digitasi (Ha)
tasi (Ha)
tanahan (Ha)
tanahan (Ha)
1 s.d 2003
6.311.918,42 Sumber : Kanwil BPN Provinsi Sumatera Selatan, 2014
Berbeda dengan peta dasar pertanahan yang digunakan sebagai dasar penerbitan sertifikat hak atas tanah, peta tematik digunakan untuk menampilkan informasi-informasi pertanahan ter- tentu. Peta tematik yang dikeluarkan oleh Kanwil BPN Provinsi Sumatera Selatan terdiri dari tiga jenis, yaitu peta zona nilai tanah, peta sosial-ekonomi, dan peta penggunaan tanah. Cakupan peta zona nilai tanah yang tersedia adalah seluas 599.130,56 Ha. Sedangkan cakupan peta tematik so- sial-ekonomi provinsi Sumatera Selatan baru seluas 15.000 Ha. Adapun cakupan peta penggunaan tanah sudah seluas 5.252.778,17 Ha. Ketiga jenis peta tematik di provinsi ini terdata sejak tahun 2007. hingga tahun 2013.
Profil Pertanahan Provinsi Sumatera Selatan 2015 - Kementerian PPN / Bappenas 71
Data dan Informasi Pertanahan Provinsi Sumatera Selatan
Tabel V.2
Luas Cakupan Peta Tematik Provinsi Sumatera Selatan
Tahun 2003-2013 Zona Nilai Tanah
Penggunaan Tanah No
1 s.d 2003
Sumber: Kanwil BPN Provinsi Sumatera Selatan, 2014
5.1.2 Wilayah Bidang Bersertifikat
Ketersediaan sertifikat hak milik dan hak atas tanah di Provinsi Sumatera Selatan dapat berguna dalam menunjukkan tingkat kepastian hukum hak atas tanah bagi masyarakat di provinsi tersebut. Jumlah bidang yang bersertifikat hak atas tanah dapat menggambarkan pola bagaimana tanah yang ada di Provinsi Sumatera Selatan tersebut digunakan dan dikelola di atasnya. Selain itu, juga dapat menjadi tolak ukur dalam menentukan percepatan penyamarataan kesejahteraan masyarakat yang ada di Provinsi Sumatera Selatan guna menghindari permasalahan ketimpangan kepemilikan tanah yang ada.
Pada tahun 2015, cakupan luas wilayah bidang bersertifikat yang sudah terdigitasi secara keseluruhan di Provinsi Sumatera Selatan mencapai 309.145,43 Ha. Hampir semua kabupaten/ kota di Sumatera Selatan memiliki bidang tanah bersertifikat yang sudah terdigitasi tersebut. Ada- pun persebaran bidang tanah bersertifikat yang sudah terdigitasi di Provinsi Sumatera Selatan dapat dilihat pada Gambar 4 di halaman berikutnya.
72 Profil Pertanahan Provinsi Sumatera Selatan 2015 - Kementerian PPN / Bappenas
Data dan Informasi Pertanahan Provinsi Sumatera Selatan
Sertifikat hak milik dibagi ke dalam tujuh jenis sertifikat hak milik, yaitu Swadaya, PRONA, Petani, Nelayan, MBR, UKM, dan Transmigrasi. Swadaya dalam hal ini adalah tiap individu yang ingin memiliki sertifikat tanah mengajukannya sendiri ke kantor pertanahan terkait. PRONA, Petani, Nelayan, MBR, UKM dan Transmigrasi merupakan program-program legalisasi aset yang dilaku- kan oleh BPN yang sasarannya adalah masyarakat golongan menengah ke bawah. Proyek Operasi Nasional Agraria (PRONA) adalah salah satu bentuk kegiatan legalisasi aset yang pada prinsipnya merupakan kegiatan pendaftaran tanah pertama kali dengan mengutamakan desa miskin/terting- gal, daerah pertanian subur atau berkembang, daerah penyangga kota, pinggiran kota atau daerah miskin kota, dan daerah pengembangan ekonomi rakyat.
Sampai dengan tahun 2013, jumlah bidang yang telah tersertifikasi hak milik secara swa- daya adalah 976.100, dan angka ini mengalami peningkatan sebesar 219.067 bidang dalam ku- run waktu 6 tahun (dari 2007 – 2013). Sedangkan untuk legalisasi aset melalui program sert- ifikasi PRONA, jumlah bidang yang sudah memiliki sertifikat hak milik adalah sebanyak 122.693 bidang dengan peningkatan sebanyak 119.696 bidang sejak tahun 2005 yang pada saat itu jum- lah bidang yang tersertifikasi PRONA hanya sebanyak 2.997 bidang. Selanjutnya, jumlah bidang yang telah tersertifikasi tanah petani adalah sebesar 5.253 bidang, tanah MBR 554 bidang, UKM 6.454 bidang dan sertifikasi tanah transmigrasi adalah sebanyak 43.813 bidang.
Selain hak milik atas tanah, terdapat pula jumlah bidang dan luas tanah yang telah memiliki sertifikat atas tanah berdasarkan jenis hak-nya. Sertifikat atas tanah tersebut dapat berupa hak guna usaha (HGU), hak guna bangunan (HGB), hak pakai, hak sewa, hak tanggungan, hak wakaf dan hak pengelolaan. Namun, Kanwil BPN Provinsi Sumatera Selatan hanya mengeluarkan jenis hak atas tanah dalam 5 jenis seperti yang tertera pada Tabel IV di halaman 9.
Secara keseluruhan, sertifikat hak tanggungan memiliki jumlah dan luas bidang tanah ter- banyak dibandingkan dengan sertifikat hak atas tanah lainnya. Sebaliknya, bidang tanah berserti- fikat hak wakaf memiliki jumlah bidang dan luas tanah terkecil. Di mana pada tahun 2007, hanya terdapat 11 bidang tanah dengan luas wilayah 0,58 Ha yang memiliki sertifikat hak wakaf. Pada tahun 2008, tanah bersertifikat HGB berjumlah 16.621 bidang, namun memiliki luasan hanya se- besar 11,17 Ha. Sedangkan tanah bersertifikat HGU sebaliknya memiliki jumlah bidang tanah ber- sertifikat yang hanya sebanyak 10 bidang, namun luas wilayahnya mencapai 5.747,95 Ha pada ta- hun 2011. Adapun luas tanah bersertifikat hak pakai mengalami peningkatan yang cukup signifikan di tahun 2013, yakni sebesar 89.388,16 Ha dengan jumlah bidang sebanyak 234 bidang tanah.
Kilas Informasi
Tanah Negara atau tanah yang dikuasai langsung oleh Negara adalah tanah yang tidak dipunyai dengan sesuatu Hak Atas Tanah.
Peraturan Kepala BPN RI No. 1 Tahun 2011 tentang Pelimpahan Kewenangan Pemberian Hak Atas Tanah dan Kegiatan Pendaftaran Tanah Tertentu
74 Profil Pertanahan Provinsi Sumatera Selatan 2015 - Kementerian PPN / Bappenas
Tabel V.3 Jumlah Bidang Tanah yang Telah Memiliki Sertifikat Hak Milik Atas Tanah di Provinsi Sumatera Selatan (Bidang)
No. Tahun
1. s.d 2003
43.813,00 Sumber: Kanwil BPN Provinsi Sumatera Selatan, 2014
75 Profil Pertanahan Provinsi Sumatera Selatan 2015 - Kementerian PPN / Bappenas
Tabel V.4 Jumlah Bidang dan Luas Tanah yang Telah Memiliki Sertifikat Berdasarkan Jenis Hak yang Dikeluarkan di Provinsi Sumatera Selatan
Hak Wakaf No.
HGU
HGB
Hak Pakai
Hak Tanggungan
Tahun Jumlah
Jumlah (Bidang)
Luas (Ha)
(Bidang)
Luas (Ha)
(Bidang)
Luas (Ha)
(Bidang)
Luas (Ha)
(Bidang) Luas (Ha)
1. s.d 2003
32 8,23 Sumber: Kanwil BPN Provinsi Sumatera Selatan, 2014
Profil Pertanahan Provinsi Sumatera Selatan 2015 - Kementerian PPN / Bappenas 76
Data dan Informasi Pertanahan Provinsi Sumatera Selatan
5.1.3 Tanah Terlantar
Tanah terlantar akan digunakan sebagai aset atau sumber tanah untuk kegiatan reforma agraria. Tanah yang ditetapkan menjadi tanah terlantar akan kembali menjadi tanah negara karena tidak dimanfaatkan sebagaimana ketentuan yang berlaku. Jumlah bidang sisa tanah yang belum ditetapkan sebagai tanah terlantar masih dimiliki oleh orang perseorangan. Adapun bidang tanah terlantar yang tersedia hanya tanah yang sudah ditetapkan terlantar oleh Kanwil BPN Provinsi Su- matera Selatan dalam beberapa tahapan yang sudah diatur dalam peraturan perundangan.
Pengaturan mengenai tanah terlantar telah diatur dalam PP Nomor 11 Tahun 2010 Pasal
2 dan Pasal 15 ayat (1) tentang Penetapan dan Pendayagunaan Tanah Terlantar. Tanah Terlantar merupakan salah satu sumber TOL (Tanah Objek Landreform) yang akan digunakan untuk mening- katkan kesejahteraan rakyat di tiap daerah. Jumlah bidang dan luas tanah yang telah ditetapkan menjadi tanah terlantar di Provinsi Sumatera Selatan ada sebanyak 89 bidang tanah dengan luas 437.267,83 Ha dan digunakan sebagai Tanah Objek Reforma Agraria (TORA).
Tabel V.5
Jumlah dan Luas Bidang Tanah yang Telah Ditetapkan sebagai Tanah Terlantar
di Provinsi Sumatera Selatan
Penetapan Tanah Terlantar
No.
Tahun
Jumlah (Bidang)
Luas (Ha)
89.00 437,267.83 Sumber : Kanwil BPN Provinsi Sumatera Selatan, 2014
Total
5.1.4 Redistribusi Tanah dan Legalisasi Aset
Redistribusi tanah dan kegiatan legalisasi aset menjadi salah satu program kegiatan BPN untuk meningkatkan prosentase kepemilikan sertifikat hak atas tanah oleh masyarakat. Dalam ke- giatan Reforma Agraria, terdapat redistribusi tanah dan legalisasi aset sebagai program di dalam- nya. Dalam redistribusi tanah, penerima diberikan tanah serta sertifikat hak atas tanah tersebut. Sedangkan legalisasi aset hanya berupa pemberian sertifikat hak atas tanah yang sudah dimiliki sebelumnya, namun belum memiliki sertifikat. Kegiatan ini diikuti dengan program pemberdayaan, sehingga penerima tidak hanya memiliki akses terhadap tanah, tapi juga mempunyai keahlian dalam memberdayakan tanah tersebut.
Legalisasi aset sudah dilakukan dari tahun 2010 hingga tahun 2013. Pada tahun 2010, legalisasi aset yang dilakukan ditujukan untuk UKM dan petani. Jumlah bidang tanah yang terserti- fikasi untuk UKM adalah sebanyak 800 bidang. Sedangkan jumlah bidang tanah yang tersertifikasi untuk petani adalah sebanyak 1.500 bidang. Pada tahun 2011, legalisasi aset yang dilakukan terdiri dari PRONA sejumlah 5.200 bidang, program UKM sejumlah 550 bidang, dan program konsolidasi
Profil Pertanahan Provinsi Sumatera Selatan 2015 - Kementerian PPN / Bappenas 77
Data dan Informasi Pertanahan Provinsi Sumatera Selatan
tanah 100 bidang. Selain itu, terdapat program redistribusi tanah yang diberikan pada tahun 2013 dengan jumlah bidang yang menerima sebanyak 600 bidang tanah. Selain itu, terdapat 1.100 bidang yang dilegalkan melalui legalisasi aset bagi petani dan 300 bidang tanah melalui legalisasi aset bagi MBR.
Diagram 5.1
Jumlah Bidang Sertifikasi Legalisasi Aset di Provinsi Sumatera Selatan
Program MBR
1 0 Program Petani
Program UKM
Program Menpera
0 1 Program Pertanian
Program UKM
Program Reditribusi Tanah 12,000
0 1 Program Konsolidasi Tanah
2 Program UKM
Program Prona
1 Program Pertanian
2 Program UKM
12,000 Sumber: Kanwil BPN Provinsi Sumatera Selatan, 2014
5.1.5 Kasus Pertanahan
Hingga akhir tahun 2013, kasus pertanahan yang terdapat di Provinsi Sumatera Selatan dapat dibagi ke dalam dua jenis, yaitu berdasarkan subjek yang terlibat dan objeknya. Untuk kasus pertanahan berdasarkan subjek, terdapat 7 kasus di mana 2 kasus merupakan kasus pertanahan yang melibatkan antar pemerintah daerah, dan 5 kasus yang melibatkan antar masyarakat. Selain itu, untuk kasus pertanahan berdasarkan objek yang terlibat, terdapat 7 kasus yang terjadi. Dari 7 kasus tersebut, terdapat 1 kasus yang merupakan kasus terkait sertifikat pengganti dan 6 kasus tumpang tindih.
Berdasarkan data yang diperoleh, penyelesaian kasus pertanahan terdata sejak tahun 2009 hingga awal tahun 2013. Kasus pertanahan yang terselesaikan ditempuh melalui penerbitan surat pemberitahuan (K1) sebanyak 58 kasus, melalui surat keputusan (K3) sebanyak 23 kasus, dan melalui Pengadilan (K4) sebanyak 23 kasus.
78 Profil Pertanahan Provinsi Sumatera Selatan 2015 - Kementerian PPN / Bappenas
Data dan Informasi Pertanahan Provinsi Sumatera Selatan
5.1.6 Nilai Transaksi Tanah
*) Data mengenai “Nilai Transaksi Tanah” di Provinsi Sumatera Selatan tidak tersedia.
5.1.7 Pegawai Pertanahan
Pegawai pertanahan yang bekerja di lingkungan Kanwil BPN Provinsi Sumatera Selatan terbagi ke dalam dua jenis, yaitu pegawai juru ukur dan pegawai non-juru ukur. Pegawai juru ukur ini merupakan pegawai yang memiliki keahlian khusus di bidang Pemetaan, pengukuran tanah untuk mengerjakan pengukuran bidang tanah, batas wilayah dan lainnya. Sedangkan pegawai non-juru ukur adalah mereka yang memiliki latar belakang pendidikan selain geodesi dan sejenisnya. Hing-
ga akhir tahun 2013, jumlah pegawai pertanahan yang bekerja di lingkungan BPN Kanwil Suma- tera Selatan berjumlah 320 orang, di mana 275 orang merupakan pegawai non-juru ukur dan
45 orang merupakan pegawai non-juru ukur. Angka pegawai non-juru ukur ini terus menurun dari tahun 2007 dengan jumlah pegawai juru ukur pada tahun tersebut adalah 74 orang. Nilai tersebut terus menurun tiap tahunnya (hingga akhir tahun 2013), seperti pada tahun 2008 turun menjadi
69 orang, 65 orang pada tahun 2009 dan 2010, 60 orang pada tahun 2012 dan 45 orang pada akhir tahun 45. Berikut adalah diagram perkembangan jumlah pegawai pertanahan yang ditunjuk- kan pada Diagram 5.
Diagram 5.2 Perkembangan Jumlah Pegawai Pertanahan di BPN Provinsi Sumatera Selatan
Sumber: Kanwil BPN Provinsi Sumatera Selatan, 2014
Profil Pertanahan Provinsi Sumatera Selatan 2015 - Kementerian PPN / Bappenas 79
Data dan Informasi Pertanahan Provinsi Sumatera Selatan
Hingga akhir tahun 2013, seperti yang telah disebutkan sebelumnya, jumlah pegawai per- tanahan yang dimiliki oleh Kanwil Provinsi Sumatera Selatan adalah 320 orang dengan perband- ingan 275 orang merupakan pegawai non-juru ukur dan 45 orang pegawai juru ukur (6:1). Ber- dasarkan perbandingan antara jumlah pegawai pertanahan non-juru ukur dengan pegawai juru ukur pertanahan dirasa belum mencukupi untuk dapat melaksanakan pelayanan pertanahan secara op- timal. Jumlah pegawai juru ukur perlu ditambah sebanyak 40 orang, dimana jumlah ini didasarkan dengan luas wilayah Sumatera Selatan yang cukup besar dengan beban pengerjaan pengukuran yang juga cukup tinggi, sehingga apabila dilihat dengan kondisi eksisting, jumlah yang sudah ada belum mencukupi, sehingga perlu dilakukan penambahaan pegawai juru ukur sebanyak 40 orang. ( Kanwil BPN Sumatera Selatan, 2014).
5.1.8 Isu Spesifik Pertanahan
*) Data mengenai “Isu Spesifik Pertanahan” di Provinsi Sumatera Selatan tidak tersedia.
80 Profil Pertanahan Provinsi Sumatera Selatan 2015 - Kementerian PPN / Bappenas
5.4 DATA DAN INFORMASI PERTANAHAN PROVINSI BENGKULU
Data dan Informasi Pertanahan Provinsi Bengkulu
Provinsi Bengkulu secara geografis terletak di antara 5 o 40’ – 2 o 0’ LS 100 o 40’ – 104 o 0’ BT. Provinsi ini memiliki luas wilayah sebesar 2.003.556 Ha dan terbagi ke dalam 9 kabupaten dan
1 kota. Kabupaten/kota yang terluas di provinsi ini adalah Kabupaten Bengkulu Utara yang memiliki luas 447.799,29 Ha. Kabupaten terluas kedua dimiliki oleh Kabupaten Muko-Muko dengan luas wilayah mencapai 413.902,20 Ha. Sedangkan ibukota provinsi, yaitu Kota Bengkulu merupakan wilayah yang memiliki luas wilayah paling kecil di antara kabupaten lainnya, yaitu hanya sebesar 14.693,60 Ha. Gambar 2 menggambarkan luas wilayah administrasi kabupaten/kota di provinsi Bengkulu.
Berdasarkan data yang didapatkan, seluruh wilayah administrasi Provinsi Bengkulu adalah wilayah daratan yakni sebesar 2.003.556 Ha. Secara umum, penggunaan tanah di Provinsi Bengku- lu terbagi ke dalam 2 jenis penggunaan tanah, yaitu kawasan hutan dan kawasan non-hutan. Provin- si ini belum menetapkan lahan-lahan yang diperuntukkan sebagai lahan pertanian pangan berkelan- jutan (LP2B) untuk mendukung ketahanan pangan di Indonesia. LP2B merupakan lahan yang tidak boleh dimanfaatkan selain lahan produksi pangan dan telah ditetapkan dalam RTRW tiap provinsi.
*) Belum terdapat penetapan LP2B di Provinsi Bengkulu Sumber : Kanwil BPN Provinsi Bengkulu, 2014
Gambar 5.5
Luas Penggunaan Tanah di Provinsi Bengkulu Tahun 2014
Kilas Informasi
Luas kawasan hutan Provinsi Bengkulu mencapai 912.516 Ha. Kawasan hutan Provin- Tanah Negara atau tanah yang dikuasai
langsung oleh Negara adalah tanah yang si Bengkulu terdiri dari kawasan suaka alam dan
tidak dipunyai dengan sesuatu Hak Atas pelestarian alam, hutan lindung, hutan produksi
Tanah.
terbatas, hutan produksi tetap, dan taman buru Peraturan Kepala BPN RI ( SK Nomor 784/Menhut-II/2012). Adapun luas
No. 1 Tahun 2011 tentang Pelimpahan kawasan non-hutan Provinsi Bengkulu mencapai
Kewenangan Pemberian Hak Atas Tanah 1.091.040 Ha.
dan Kegiatan Pendaftaran Tanah Tertentu
82 Profil Pertanahan Provinsi Bengkulu 2015 - Kementerian PPN / Bappenas
Gambar 5.6 Peta Administrasi Wilayah Kabupaten/ Kota di Provinsi Bengkulu
Sumber : Badan Informasi Geospasial, 2013
Data dan Informasi Pertanahan Provinsi Bengkulu
5.2.1 Peta Dasar Pertanahan
Ketersediaan peta dasar pertanahan dapat menjadi pendukung dalam bukti kepemilikan tanah. Peta dasar pertanahan tersebut digunakan untuk menunjukan batas-batas kepemilikan tanah secara presisi guna mencegah terjadinya konflik pertanahan yang terjadi di Provinsi Bengku- lu, khususnya kasus terkait sengketa batas atau wilayah bidang bersertifikat. Adanya peta dasar pertanahan tersebut turut mendukung kepastian hukum atas tanah yang dimiliki oleh masyarakat
di Provinsi Bengkulu. Berdasarkan data yang didapatkan, cakupan peta dasar pertanahan hanya terdata pada tahun 2013 saja. Cakupan luas wilayah peta dasar pertanahan di Provinsi Bengkulu adalah sebesar 94.626 Ha. Sedangkan wilayah yang sudah memiliki peta dasar pertanahan digital seluas 56.776 Ha. Cakupan wilayah peta dasar pertanahan yang belum terdigitasi atau masih berupa lembaran kertas seluas 37.850 Ha. Adapun wilayah Provinsi Bengkulu yang belum memiliki peta dasar masih seluas 1.072.114 Ha.
Gambar 5.7 Bagan Ketersediaan Cakupan Luas Peta Dasar
Pertanahan Provinsi Bengkulu Tahun 2013
Sumber: Kanwil BPN Provinsi Bengkulu, 2014
84 Profil Pertanahan Provinsi Bengkulu 2015 - Kementerian PPN / Bappenas
Data dan Informasi Pertanahan Provinsi Bengkulu
Kilas Informasi
Pengadaan tanah dapat dilakukan untuk Peta tematik yang dikeluarkan oleh BPN, kepentingan umum dengan cara pelepasan
terdiri dari 3 (tiga) jenis peta, yaitu peta zona atau penyerahan hak atas tanah.
nilai tanah, peta sosial ekonomi dan peta peng- Pembangunan untuk kepentingan umum yang
dilaksanakan Pemerintah atau Pemerintah gunaan tanah. Pembuatan peta tematik yang Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal
dilakukan oleh Kanwil BPN Provinsi Bengkulu 2, yang selanjutnya dimiliki atau akan dimiliki
baru dimulai sejak tahun 2010. Tabel I menun- oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah,
meliputi : jukkan masing-masing cakupan luasan peta a. jalan umum dan jalan tol, rel kereta api (di
tematik yang dimiliki Provinsi Bengkulu. Ca- atas tanah, di ruang atas tanah, ataupun di
kupan peta zona nilai tanah yang dimiliki atau ruang bawah tanah), saluran air minum/air bersih, saluran pembuangan air dan sanitasi;
sudah terpetakan adalah sebesar 311.178 Ha. b. waduk, bendungan, bendungan irigasi dan
Sedangkan untuk peta tematik sosial-ekonomi, bangunan pengairan lainnya;
sudah di-tematik-kan seluas 791.254 Ha . Ada- c. pelabuhan, bandar udara, stasiun kereta api
pun peta penggunaan tanah sudah mencakup ,dan terminal;
d. fasilitas keselamatan umum, seperti tang- 244.352 Ha. Ketersediaan peta tematik yang gul penanggulangan bahaya banjir, lahar, dan
memadai sangat diperlukan dalam mendukung lain-lain bencana;
kedaulatan maritim Indonesia, upaya pemerata- e. tempat pembuangan sampah;
f. cagar alam dan cagar budaya; an pembangunan antar wilayah, pembangunan
g. pembangkit, transmisi, distribusi tenaga sektor ekonomi, dan penyediaan layanan sosial listrik
dasar masyarakat ( RPJMN 2015-2019). Perpres No. 65 Tahun 2006
Tabel V.6 Luas Cakupan Peta Tematik Provinsi Bengkulu Tahun 2003-2013
Penggunaan Tanah No
Zona Nilai Tanah
1 s.d 2003
244.352 Sumber : Kanwil BPN Provinsi Bengkulu, 2014
Profil Pertanahan Provinsi Bengkulu 2015 - Kementerian PPN / Bappenas 85
Data dan Informasi Pertanahan Provinsi Bengkulu
5.2.2 Wilayah Bidang Bersertifikat
Ketersediaan hak milik dan hak atas tanah di Provinsi Bengkulu dapat berguna dalam menunjukkan tingkat kepastian hukum hak atas tanah bagi masyarakat di provinsi tersebut. Jumlah bidang yang bersertifikat hak atas tanah dapat menggambarkan pola bagaimana tanah yang ada di Provinsi Bengkulu tersebut digunakan dan dikelola di atasnya. Selain itu, juga dapat menjadi tolak ukur dalam menentukan percepatan penyamarataan kesejahteraan masyarakat yang ada di Provin- si Bengkulu guna menghindari permasalahan ketimpangan kepemilikan tanah yang ada.
Pada tahun 2015, cakupan luas wilayah bidang bersertifikat yang sudah terdigitasi secara keseluruhan di Provinsi Bengkulu mencapai 164.561,46 Ha. Hampir semua kabupaten/kota di Provinsi Bengkulu memiliki bidang tanah bersertifikat yang sudah terdigitasi tersebut. Adapun persebaran bidang tanah bersertifikat yang sudah terdigitasi di Provinsi Bengkulu dapat dilihat pada Gambar 3 di halaman 6.
Sertifikat hak milik dibagi ke dalam tujuh jenis sertifikat hak milik, yaitu Swadaya, PRONA, Petani, Nelayan, MBR, UKM, dan Transmigrasi. Swadaya dalam hal ini adalah tiap individu yang ingin memiliki sertifikat tanah mengajukannya sendiri ke kantor pertanahan terkait. PRONA, Petani, Nelayan, MBR, UKM dan Transmigrasi merupakan program-program legalisasi aset yang dilaku- kan oleh BPN yang sasarannya adalah masyarakat golongan menengah ke bawah. Proyek Operasi Nasional Agraria (PRONA) adalah salah satu bentuk kegiatan legalisasi aset yang pada prinsipnya merupakan kegiatan pendaftaran tanah pertama kali dengan mengutamakan desa miskin/terting- gal, daerah pertanian subur atau berkembang, daerah penyangga kota, pinggiran kota atau daerah
miskin kota, dan daerah pengembangan ekonomi rakyat. Hingga tahun 2013, jumlah bidang tanah yang bersertifikat hak milik telah mencapai
153.732 bidang. Jumlah bidang tanah yang telah tersertifikasi secara swadaya telah mencapai 23.946 bidang, dengan peningkatan yang terus dilakukan tiap tahunnya, dari tahun 2003 hingga 2013. Sedangkan untuk legalisasi aset melalui program PRONA, jumlah bidang tanah yang su- dah memiliki sertifikat hak milik adalah sebanyak 113.921 bidang tanah. Selanjutnya, untuk bidang tanah yang telah tersertifikasi melalui program petani ada sebesar 9.670 bidang, nelayan sebesar 3.355 bidang, UKM sebesar 2.427 bidang, dan sertifikasi tanah melalui program untuk masyarakat Transmigrasi sebesar 413 bidang. Data jumlah bidang bersertifikat hak milik dapat dilihat pada Tabel II di halaman 7.
Selain hak milik atas tanah, terdapat pula jumlah bidang dan luas tanah yang telah memiliki sertifikat atas tanah berdasarkan jenis hak-nya. Sertifikat atas tanah tersebut dapat berupa hak guna usaha (HGU), hak guna bangunan (HGB), hak pakai, hak sewa, hak tanggungan, hak wakaf dan hak pengelolaan. Namun, Kanwil BPN Provinsi Bengkulu hanya mengeluarkan jenis hak atas tanah dalam 5 jenis seperti yang tertera pada Tabel III di halaman 8.
86 Profil Pertanahan Provinsi Bengkulu 2015 - Kementerian PPN / Bappenas
Tabel V.7 Jumlah Bidang yang Telah Memiliki Sertifikat Hak Milik Atas Tanah di Provinsi Bengkulu
No. Tahun
1. s.d 2003
413 Sumber: Kanwil BPN Provinsi Bengkulu, 2014
Profil Pertanahan Provinsi Bengkulu 2015 - Kementerian PPN / Bappenas 88
Tabel V.8 Jumlah Bidang dan Luas Tanah yang Telah Memiliki Sertifikat Berdasarkan Jenis Hak yang Dikeluarkan di Provinsi Bengkulu
Hak Wakaf No.
HGU
HGB
Hak Pakai
Hak Tanggungan
Tahun
Jumlah (Bidang)
Luas (Ha)
(Bidang)
Luas (Ha)
(Bidang)
Luas (Ha)
(Bidang) Luas (Ha) (Bidang) Luas (Ha)
1. s.d 2003
30 4.947,64 Sumber: Kanwil BPN Provinsi Bengkulu, 2014
89 Profil Pertanahan Provinsi Bengkulu 2015 - Kementerian PPN / Bappenas
Data dan Informasi Pertanahan Provinsi Bengkulu
5.2.3 Tanah Terlantar
Tanah terlantar akan digunakan sebagai aset atau sumber tanah untuk kegiatan reforma agraria. Tanah yang ditetapkan menjadi tanah terlantar akan kembali menjadi tanah negara karena tidak dimanfaatkan sebagaimana ketentuan yang berlaku. Jumlah bidang sisa tanah yang belum ditetapkan sebagai tanah terlantar masih dimiliki oleh perseorangan. Adapun bidang tanah terlan- tar yang tersedia hanya tanah yang sudah ditetapkan terlantar oleh Kanwil BPN Provinsi Bengkulu dalam beberapa tahapan yang sudah diatur dalam peraturan perundangan.
Pengaturan mengenai tanah terlantar telah diatur dalam PP Nomor 11 Tahun 2010 Pasal
2 dan Pasal 15 ayat (1) tentang Penetapan dan Pendayagunaan Tanah Terlantar. Tanah Terlantar merupakan salah satu sumber TOL (Tanah Objek Landreform) yang akan digunakan untuk mening- katkan kesejahteraan rakyat di tiap daerah.
Berdasarkan data yang diperoleh, Kanwil BPN Provinsi Bengkulu belum menetapkan berapa jumlah bidang dan luas tanah yang telah ditetapkan sebagai tanah terlantar. Oleh karenanya, tidak terdapat bidang tanah terlantar di Provinsi Bengkulu.
5.2.4 Redistribusi Tanah dan Legalisasi Aset
Redistribusi Tanah dari tahun ke tahun terus dilakukan untuk beberapa kabupaten/kota di Provinsi Bengkulu. Seperti yang terjadi hingga tahun 2003, di mana program redistribusi tanah ini diberikan kepada 295 bidang (972,11 Ha) dengan penerima sebanyak 295 KK. Program ini menja- di konsentrasi pemerintah provinsi Bengkulu, di mana program pemberian akses tanah melalui re- distribusi tanah ini terus dilakukan hingga tahun 2013. Pada tahun 2013, tercatat sebanyak 7.000 bidang tanah yang dibagikan kepada 7.000 KK dengan total luas tanah yang mencapai 135.692,88 Ha. Pembagian ini tersebar di 8 (delapan) kabupaten di Provinsi Bengkulu, yaitu Kabupaten Bengku- lu Tengah, Kabupaten Seluma, Kabupaten Bengkulu Selatan, Kabupaten Kaur, Kabupaten Bengkulu Utara, Kabupaten Lebong, Kabupaten Rajang Lebong, dan Kabupaten Kepahiang. Berikut adalah tabel jumlah bidang, luas tanah dan jumlah KK Penerima redistribusi tanah dari tahun 2003 hingga tahun 2013 di Provinsi Bengkulu.
90 Profil Pertanahan Provinsi Bengkulu 2015 - Kementerian PPN / Bappenas
Data dan Informasi Pertanahan Provinsi Bengkulu
Tabel V.9
Jumlah Bidang, Luas Tanah dan Jumlah KK Penerima Redistribusi Tanah di Provinsi Bengkulu Tahun s.d 2003-2013
Program
No. Tahun
Jumlah (Bidang) Luas (Ha)
Penerima (KK)
Pemberdayaan*)
1. s.d 2003
135.692,88 7.000 Sumber: Kanwil BPN Provinsi Bengkulu, 2014 Keterangan: Data yang tersedia tidak dibagi berdasarkan program-program pemberdayaan, namun ber- dasarkan kabupaten/kota di Provinsi Bengkulu. Data yang ditampilkan merupakan akumulasi bidang redistri- busi tanah yang diberikan oleh kabupaten/kota di Provinsi Bengkulu.
5.2.5 Kasus Pertanahan
Kanwil BPN Provinsi Bengkulu membagi kasus pertanahan ke dalam 2 (dua) jenis, yaitu ka- sus pertanahan berdasarkan subjek yang terlibat dan kasus pertanahan berdasarkan objek. Ber- dasarkan data yang diperoleh, pada tahun 2011 hingga 2013 terdapat 136 kasus pertanahan berdasarkan subjek yang terlibat. Dari total kasus yang terjadi tersebut, 123 kasus di antaranya merupakan kasus yang terjadi pada masyarakat atau antar masyarakat, 12 kasus terjadi antara masyarakat dan pemerintah, dan 1 kasus terjadi antar instansi pemerintah pusat. Pada periode tahun yang sama, tercatat sebanyak 136 kasus pertanahan berdasarkan objek yang terjadi. Ka- sus berdasarkan objek yang paling banyak terjadi adalah kasus tumpang tindih, yakni sebanyak 73 kasus. Kemudian kasus berupa putusan pengadilan menjadi kasus ke-2 terbanyak, yakni sebanyak
35 kasus yang terjadi. Selain itu, terdapat kasus penguasaan tanah tanpa hak sebanyak 15 kasus, sengketa batas sebanyak 3 kasus, sengketa waris sebanyak 6 kasus, sertifikat ganda sebanyak 3 kasus, dan kekeliruan penunjukkan batas sebanyak 1 kasus.
Dari kasus-kasus yang telah terjadi pada tahun 2011 hingga 2013, tercatat terdapat 116 kasus yang terselesaikan. Seluruh kasus tersebut diselesaikan melalui beberapa cara seperti pengeluaran pernyataan (kategor K1) sebanyak 33 kasus, melalui mediasi (kategori K3) sebanyak
45 kasus, melalui jalur hukum (kategori K4) sebanyak 24 kasus, dan melalui cara lainnya (kategori K5) sebanyak 14 kasus terselesaikan.
Profil Pertanahan Provinsi Bengkulu 2015 - Kementerian PPN / Bappenas 91
Data dan Informasi Pertanahan Provinsi Bengkulu
73 Tumpang Tindih
35 Putusan Pengadilan
Penguasaan Tanah
15 tanpa Hak
6 Sengketa Waris
3 Sertifikat Ganda
3 Sengketa Batas
Kekeliruan
1 Penunjukkan Batas
Sumber : Kanwil BPN Provinsi Bengkulu, 2014 Sumber : Kanwil BPN Provinsi Bengkulu, 2014
Diagram 5.1 Diagram 5.2 Kasus Pertanahan di Provinsi Bengkulu
Kasus Pertanahan di Provinsi Bengkulu Berdasarkan Subjek Tahun 2011-2013
Berdasarkan Objek Tahun 2011-2013
Jika seluruh jenis kasus pertanahan dijumlahkan, maka provinsi Bengkulu memiliki 272 kasus pertanahan yang terjadi pada tahun 2011 hingga 2013. Sedangkan kasus yang sudah diselesaikan berjumlah 116 kasus pertanahan. Jika dibandingkan antara kasus yang terselesaikan dengan ka- sus yang terjadi di Provinsi Bengkulu, maka kasus yang telah diselesaikan baru mencapai 29,90% atau kurang dari setengah dari jumlah kasus yang ada. Berikut adalah diagram prosentase antara jumlah kasus yang terselesaikan dengan kasus pertanahan yang terjadi pada tahun 2011 hingga 2013.
Sumber : Kanwil BPN Provinsi Bengkulu, 2014
Diagram 5.3
Prosentase Antara Jumlah Kasus yang Terselesaikan dengan Jumlah Kasus yang Terjadi
di Provinsi Bengkulu Tahun 2011-2013
92 Profil Pertanahan Provinsi Bengkulu 2015 - Kementerian PPN / Bappenas
Data dan Informasi Pertanahan Provinsi Bengkulu
5.2.6 Nilai Transaksi Tanah
*) Data mengenai “Nilai Transaksi Tanah” di Provinsi Bengkulu tidak tersedia.
5.2.7 Pegawai Pertanahan
Pegawai pertanahan yang terdapat di Kanwil BPN Provinsi Bengkulu berjumlah 48 orang yang masuk ke dalam kategori pegawai juru ukur pertanahan. Dapat diasumsikan bahwa keseluru- han pegawai yang bekerja di lingkungan kantor wilayah BPN Provinsi Bengkulu memiliki keahlian mengukur tanah. Adapun data yang didapatkan hanya menunjukkan jumlah pegawai juru ukur per- tanahan di tahun 2013 saja. Sedangkan perkembangan jumlah pegawai pertanahan secara kes- eluruhan tidak dicantumkan pada data, sehingga hanya dapat melihat dalam kurun waktu 1 tahun dan tidak dapat dibandingkan dengan pegawai non-juru ukur pertanahan di BPN Provinsi Bengkulu.
Jumlah pegawai juru ukur pertanahan tersebut dinilai masih belum mencukupi kebutuhan pegawai juru ukur yang diinginkan karena ada beberapa alasan yang cukup mendasar. Pertama, tingginya target pengukuran setiap tahunnya. Kedua, banyaknya pekerjaan yang dirangkap petugas ukur. Ketiga, adanya petugas ukur yang berumur di atas 50 tahun, sehingga dirasa perlu adan- ya regenerasi. Adapun yang keempat adalah adanya petugas ukur yang sedang tugas belajar di STPN. Untuk memenuhi kebutuhan di atas, maka provinsi ini menambahkan pegawai ukur hingga berjumlah 60 orang dengan rentang usia antara 20 hingga 40 tahun.
5.2.8 Isu Spesifik Pertanahan
*) Data mengenai “Isu Spesifik Pertanahan” di Provinsi Bengkulu tidak tersedia.
Profil Pertanahan Provinsi Bengkulu 2015 - Kementerian PPN / Bappenas 93
5.3 DATA DAN INFORMASI PERTANAHAN PROVINSI JAWA BARAT
Data dan Informasi Pertanahan Provinsi Jawa Barat
Provinsi Jawa Barat terletak pada koordinat 8 o o 0’ – 5 o 40’ LS 106’ 0 o – 109 0’ BT. Secara administrasi, provinsi ini berbatasan langsung dengan Laut Jawa di sebelah Utara, sebelah Timur
berbatasan dengan provinsi Jawa Tengah, sebelah Selatan berbatasan langsung dengan Samudera Hindia dan berbatasan dengan Banten di sebelah Barat. Provinsi ini memiliki luas administrasi sebe-
sar 848.211,07 Ha 1 (Kanwil BPN Provinsi Jawa Barat). Untuk luas wilayah tiap kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat dapat dilihat pada Gambar 2.
Provinsi Jawa Barat memiliki wilayah daratan seluas 276.872,75 Ha. Terdapat 3 (tiga) jenis penggunaan tanah, yaitu kawasan hutan, kawasan non hutan, dan Lahan Pertanian Pangan Berke- lanjutan (LP2B). Pada dasarnya, LP2B merupakan salah satu dari jenis penggunaan tanah bagi kawasan non-hutan. LP2B merupakan lahan yang tidak boleh dimanfaatkan selain untuk lahan pro- duksi pangan dan telah ditetapkan dalam RTRW tiap provinsi. Luasan LP2B di Provinsi Jawa Barat adalah sebesar 549.624,33 Ha.
Sumber : Kanwil BPN Provinsi Jawa Barat 2014
Gambar 5.9 Luas Penggunaan Tanah di Provinsi Jawa Barat Tahun 2014
Luas kawasan hutan di Provinsi Jawa Barat yaitu sebesar 110.953,26 Ha. Kawasan hutan di Provinsi Jawa Barat terbagi ke dalam kawasan suaka alam dan pelestarian alam, hutan lindung, hutan produksi terbatas, hutan produksi tetap, dan hutan buru (SK Nomor 195/Kpts-II/2003). Sedangkan Kawasan Non Hutan di Provinsi Jawa Barat mencapai 381.729,74 Ha.
1 Penjumlahan dari 5 sumber data yang didapat dari tiap-tiap Kanwil BPN kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat. Dalam penyajian data dalam pro-
fil ini, Provinsi Jawa Barat hanya terdiri dari 5 Kabupaten/Kota dari 18 ka- bupaten/kota yang dimiliki. Kelima kabupaten /kota tersebut adalah Kabu- paten Indramayu, Cianjur, Sukabumi, Tasikmalaya, dan Kota Tasikmalaya.
96 Profil Pertanahan Provinsi Jawa Barat 2015 - Kementerian PPN / Bappenas
Gambar 2 Peta Administrasi Wilayah Kabupaten/ Kota di Provinsi Jawa Barat
Sumber : Badan Informasi Geospasial, 2013
Data dan Informasi Pertanahan Provinsi Jawa Barat
5.3.1 Peta Dasar Pertanahan
Ketersediaan peta dasar pertanahan yang memadai dapat menjadi suatu alat dalam men- dukung kepastian hukum atas tanah yang dimiliki oleh masyarakat Provinsi Jawa Barat. Peta dasar pertanahan tersebut dapat digunakan sebagai peta petunjuk batas-batas kepemilikan tanah di provinsi tersebut. Adanya peta dasar pertanahan di Provinsi Jawa Barat dapat mencegah terja- dinya konflik pertanahan yang terjadi, khususnya kasus terkait sengketa batas atau wilayah bidang bersertifikat.
Pembuatan peta dasar pertanahan di Provinsi Jawa Barat sudah dijalankan sejak sebelum tahun 2003 hingga akhir tahun 2013. Dari luas wilayah provinsi sebesar 848.211,07 Ha, wilayah yang sudah memiliki peta dasar pertanahan seluas 802.436,70 Ha. Sedangkan wilayah yang belum terpetakan ada seluas 45.774,37 Ha. Dari wilayah yang sudah terpetakan, cakupan peta dasar pertanahan yang sudah terdigitasi dan yang belum terdigitasi atau masih dalam bentuk lembaran kertas masing-masing seluas 315.687,14 Ha dan 486.749,56 Ha. Berikut adalah bagan cakupan peta dasar pertanahan di Provinsi Jawa Barat.
Gambar 5.11
Bagan Ketersediaan Cakupan Luas Peta Dasar Pertanahan
Provinsi Jawa Barat
Sumber: Kanwil BPN Provinsi Jawa Barat, 2014
*) Data untuk Provinsi Jawa Barat merupakan pen- jumlahan dari kelima sumber data yang didapat dari Pengadaan tanah dapat dilakukan untuk kepentin- tiap-tiap Kanwil BPN kabupaten/kota di Provinsi Jawa
gan umum dengan cara pelepasan atau penyera- Barat (Jawa Barat memiliki 18 Kabupaten dan 9 Kota,
han hak atas tanah.
namun yang berhasil didapat datanya hanya 4 kabupat- en dan 1 Kota). Dalam penyajian data dalam profil ini,
Perpres No. 65 Tahun 2006 Provinsi Jawa Barat hanya terdiri dari 5 Kabupaten/ Kota ini saja, yakni Indramayu, Cianjur, Sukabumi, Tasik- malaya, dan Kota Tasikmalaya.
98 Profil Pertanahan Provinsi Jawa Barat 2015 - Kementerian PPN / Bappenas
Data dan Informasi Pertanahan Provinsi Jawa Barat
5.3.2 Wilayah Bidang Bersertifikat
Ketersediaan hak milik dan hak atas tanah di Provinsi Jawa Barat dapat berguna dalam menunjukkan tingkat kepastian hukum hak atas tanah bagi masyarakat di provinsi tersebut. Jumlah bidang yang bersertifikat hak atas tanah dapat menggambarkan pola bagaimana tanah yang ada di provinsi tersebut digunakan dan dikelola di atasnya. Selain itu, juga dapat menjadi tolak ukur da- lam menentukan percepatan penyamarataan kesejahteraan masyarakat yang ada di Provinsi Jawa Barat guna menghindari permasalahan ketimpangan kepemilikan tanah yang ada.
Pada tahun 2015, cakupan luas wilayah bidang bersertifikat yang sudah terdigitasi secara keseluruhan di Provinsi Jawa Barat mencapai 363.170,33 Ha. Hampir semua kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat memiliki bidang tanah bersertifikat yang sudah terdigitasi tersebut. Namun, Kota Bekasi, Kabupaten Bekasi, Kota Depok, Kabupaten Karawang, dan Kota Bandung memiliki jumlah wilayah bidang bersertfikat lebih banyak dibandingkan kabupaten/kota lainnya di Jawa Barat. Adapun persebaran bidang tanah bersertifikat yang sudah terdigitasi di Provinsi Jawa Barat dapat dilihat pada Gambar 4 di halaman berikutnya.
Berdasarkan data yang didapat, legalisasi aset atau penerbitan sertifikat hak milik atas tanah mulai dikeluarkan sejak tahun 2004. Hingga saat ini sudah 94.933 bidang sertifikat hak milik atas tanah yang telah dikeluarkan oleh Kanwil BPN Provinsi Jawa Barat. Sedangkan untuk penerbitan sertifikat secara swadaya, hingga tahun 2013, sudah berjumlah 43.148 bidang tanah. Mulai tahun 2011, sertifikat yang dikeluarkan jumlahnya di atas 5.000 bidang sertifikat yang dikeluarkan. Jum- lah sertifikat tanah hak milik melalui PRONA yang sudah dikeluarkan adalah 39.500 bidang tanah. Selanjutnya, jumlah bidang yang telah tersertifikasi untuk Petani adalah sebesar 9.320 bidang, Ne- layan sebanyak 700 bidang, MBR sebanyak 315 bidang dan UKM adalah sebanyak 2.950 bidang. Tabel I menunjukkan data perkembangan jumlah bidang yang telah dikeluarkan sertifikat hak milik atas tanah di Provinsi Jawa Barat di halaman 6.
Selain hak milik atas tanah, terdapat pula jumlah bidang dan luas tanah yang telah memiliki sertifikat atas tanah berdasarkan jenis hak-nya. Sertifikat atas tanah tersebut dapat berupa hak guna usaha (HGU), hak guna bangunan (HGB), hak pakai, hak sewa, hak tanggungan, hak wakaf dan hak pengelolaan. Namun, Kanwil BPN Provinsi Jawa Barat hanya mengeluarkan jenis hak atas tanah dalam 5 jenis seperti yang tertera pada Tabel II di halaman 7.
Pada tahun 2003 hingga 2008, tanah bersertifikat HGB dan hak pakai cenderung memiliki luas tanah yang kecil, yakni tidak lebih dari 25 Ha. Namun, luasan tanah bersertifikat HGB dan hak pakai tersebut mengalami peningkatan luas secara signifikan, dari tahun 2009 hingga 2013 yang mencapai 2.098.286,31 Ha untuk tanah bersertifikat HGB dan 2.291.223,15 Ha untuk tanah ber- sertifikat hak pakai. Sedangkan jumlah bidang tanah bersertfikat HGU secara umum memiliki jumlah paling sedikit dibandingkan yang lainnya, yakni berkisar antara 3 hingga 90 bidang dalam kurun waktu 10 tahun. Namun, luasan yang dimiliki tanah bersertifikat HGU terhitung cukup tinggi bah- kan menjadi luasan tanah bersertifikat paling besar secara umum. Pada tahun 2013, luas tanah bersertifikat HGU mencapai 16.727.287,70 Ha. Sebaliknya, jumlah bidang tanah bersertifikat hak tanggungan memiliki rata-rata jumlah yang tertinggi, yakni mencapai 17.032 Ha pada tahun 2013., namun dengan luas tanah yang dimiliki hanya seluas 417,22 Ha.
Profil Pertanahan Provinsi Jawa barat 2015 - Kementerian PPN / Bappenas 99
Tabel V.10 Jumlah Bidang Tanah yang Telah Memiliki Sertifikat Hak Milik Atas Tanah di Provinsi Jawa Barat
No. Tahun
1. s.d 2003
Sumber: Kanwil BPN Provinsi Jawa Barat, 2014
Profil Pertanahan Provinsi Jawa barat 2015 - Kementerian PPN / Bappenas 101
Tabel V.11 Jumlah Bidang dan Luas Tanah yang Telah Memiliki Sertifikat
Berdasarkan Jenis Hak yang Dikeluarkan di Provinsi Jawa Barat
Hak Wakaf No.
HGU
HGB
Hak Pakai
Hak Tanggungan
Tahun Jumlah
Jumlah (Bidang)
Luas (Ha)
(Bidang)
Luas (Ha)
(Bidang)
Luas (Ha)
(Bidang) Luas (Ha) (Bidang) Luas (Ha)
1. s.d 2003
112 209.380,42 Sumber: Kanwil BPN Provinsi Jawa Barat, 2014
102 Profil Pertanahan Provinsi Jawa Barat 2015 - Kementerian PPN / Bappenas
Data dan Informasi Pertanahan Provinsi Jawa Barat
5.3.3 Tanah Terlantar
Tanah terlantar digunakan sebagai aset atau sumber tanah untuk kegiatan reforma agraria. Tanah yang ditetapkan menjadi tanah terlantar akan kembali menjadi tanah negara karena tidak dimanfaatkan sebagaimana ketentuan yang berlaku. Jumlah bidang sisa tanah yang belum ditetap- kan sebagai tanah terlantar masih dimiliki oleh perseorangan. Adapun bidang tanah terlantar yang tersedia hanya tanah yang sudah ditetapkan terlantar oleh Kanwil BPN Provinsi Jawa Barat dalam beberapa tahapan yang sudah diatur dalam peraturan perundangan.
Pengaturan mengenai tanah terlantar telah diatur dalam PP Nomor 11 Tahun 2010 Pasal
2 dan Pasal 15 ayat (1) tentang Penetapan dan Pendayagunaan Tanah Terlantar. Tanah Terlantar merupakan salah satu sumber TOL (Tanah Objek Landreform) yang akan digunakan untuk mening-
katkan kesejahteraan rakyat di tiap daerah. Penetapan tanah terlantar hanya terdata pada tahun 2013. Bidang tanah yang ditetap-
kan sebagai tanah terlantar hanya 1 bidang tanah saja di Provinsi Jawa Barat. Sedangkan luasan
wilayahnya adalah 2,5 Ha. 2
5.3.4 Redistribusi Tanah dan Legalisasi Aset
*) Data mengenai “Redistribusi Tanah dan Legalisasi Aset” di Provinsi Jawa Barat tidak tersedia.
5.3.5 Kasus Pertanahan
Kasus pertanahan yang terdapat di Provinsi Jawa Barat hingga tahun 2013 dibagi ke da- lam 2 (dua) jenis, yaitu kasus pertanahan berdasarkan subjek yang terlibat dan kasus pertanahan berdasarkan substansi atau objek kasus. Hingga tahun 2013, kasus pertanahan yang terjadi ber- dasarkan subjek yang terlibat berjumlah 116 kasus. Dari kasus berdasarkan subjek yang terjadi tersebut, terdapat 74 kasus yang merupakan kasus antar instansi pemerintah pusat. Kemudian kasus yang terjadi antara pemerintah daerah dan pemerintah pusat sebanyak 24 kasus. Selain itu, terdapat 6 kasus yang terjadi antar pemerintah daerah, 3 kasus terjadi antara masyarakat dan pemerintah, dan 24 kasus terjadi di dalam lingkup masyarakat provinsi Jawa Barat.
2 ) Data penetapan tanah terlantar hanya mencakup 5 kabupaten/ kota di Jawa Barat sebagaimana telah disebutkan sebelumnya pada
halaman 1.
Profil Pertanahan Provinsi Jawa barat 2015 - Kementerian PPN / Bappenas 103
Data dan Informasi Pertanahan Provinsi Jawa Barat
Sedangkan jumlah kasus pertanahan berdasarkan objek yang terjadi hingga akhir tahun 2013 adalah sebanyak 166 kasus. Adapun 87 kasus di antaranya merupakan kasus penguasaan tanah tanpa hak di mana kasus ini adalah kasus yang paling banyak terjadi di Provinsi Jawa Barat. Kasus yang paling banyak terjadi ke-2 adalah berupa sengketa waris sebanyak 25 kasus. Diagram
4 menunjukan kasus pertanahan yang terjadi di Provinsi Jawa Barat berdasarkan objek atau jenis kasus yang terjadi, dari tahun 2003 hingga tahun 2013.
6 Tumpang Tindih
15 Putusan Pengadilan
18 Sengketa Batas
87 Penguasaan Tanah tanpa Hak
25 Sengketa Waris
6 Penunjukkan Batas Kekeliruan
4 Jual Berkali-Kali
4 Sertifikat Ganda
1 Sertifikat Palsu
Sumber : Kanwil BPN Provinsi Jawa Barat, 2014 Sumber : Kanwil BPN Provinsi Jawa Barat, 2014
Diagram 5.4 Diagram 5.5 Kasus Pertanahan di Provinsi Jawa Barat
Kasus Pertanahan di Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Subjek
Berdasarkan Objek
Dari 116 kasus pertanahan berdasarkan subjek yang terlibat dan 166 kasus pertanahan berdasarkan jenis kasusnya, hanya 95 kasus yang sudah terselesaikan. Kasus-kasus yang telah terselesaikan tersebut, 35 kasus diselesaikan melalui pernyataan (kategori K1), 1 kasus melalui SK atau surat keterangan (kategori K2), 26 kasus diselesaikan melalui mediasi (kategori K3), 14 ka- sus diselesaikan melalui jalur hukum (kategori K4), dan 19 kasus diselesaikan dengan cara lainnya (kategori K5).
Kasus pertanahan yang terjadi di Provinsi Jawa Barat, baik berdasarkan subjek maupun ob- jek, hingga akhir tahun 2013 berjumlah 282 kasus. Dari kasus-kasus tersebut, 95 kasus telah diselesaikan melalui berbagai cara (kategori K1-K5). Jika dibandingkan antara jumlah kasus yang terselesaikan dengan jumlah kasus yang terjadi, baru 25,20% yang terselesaikan. Berikut adalah diagram prosentase antara jumlah kasus pertanahan dengan jumlah kasus yang terselesaikan.
104 Profil Pertanahan Provinsi Jawa Barat 2015 - Kementerian PPN / Bappenas
Data dan Informasi Pertanahan Provinsi Jawa Barat
Sumber : Kanwil BPN Provinsi Jawa Barat 2014
Diagram 5.6
Prosentase Antara Jumlah Kasus yang Terselesaikan dengan Jumlah Kasus yang Terjadi
di Provinsi Jawa Barat
5.3.6 Nilai Transaksi Tanah
Jumlah dan nilai transaksi tanah ini dapat menigindikasikan tanah di provinsi Jawa Barat cenderung produktif atau tidak. Apabila semakin tinggi nilai transaksi tanah di suatu lokasi atau wilayah, maka nilai investasi akan tinggi dan akan mempercepat pembangunan wilayah. Untuk provinsi Jawa Barat, berdasarkan data yang dimiliki, nilai dan jumlah transaksi jual beli tanah cend- erung meningkat dari tahun ke tahun (2010-2013). Dapat dilihat pada tahun 2010, jumlah bidang transaksi tanah mencapai 2.340 bidang dan terus meningkat hingga tahun 2013 yang menca- pai 3.794 bidang dengan nilai transaksi mencapai Rp 414.208.384.078,-. Berikut adalah data perkembangan jumlah dan nilai transaksi jual beli tanah di Provinsi Jawa Barat, dari tahun 2003 hingga tahun 2013.
Berdasarkan data yang didapatkan, jumlah penduduk Provinsi Jawa Barat dari tahun 2003 hingga 2013 mengalami peningkatan. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah penduduk mempen- garuhi jumlah dan nilai transaksi jual-beli tanah di provinsi tersebut. Hal ini mengingat bahwa pen- ingkatan jumlah penduduk tersebut mempengaruhi potensi nilai jual dari tanah yang ada di Provin- si Jawa Barat. Dengan semakin meningkatnya jumlah penduduk, maka akan semakin tinggi pula jumlah permintaan akan lahan yang ada di provinsi tersebut. Oleh karena lahan yang ada terbatas sementara tingkat permintaan setiap tahunnya meningkat mengakibatkan adanya peningkatan jumlah dan nilai transaksi jual-beli tanah di Provinsi Jawa Barat.
Profil Pertanahan Provinsi Jawa barat 2015 - Kementerian PPN / Bappenas 105
Data dan Informasi Pertanahan Provinsi Jawa Barat
Tabel V.12
Perbandingan Jumlah dan Nilai Transaksi Tanah dengan Perkembangan Jumlah
Penduduk di Provinsi Jawa Barat Jumlah Transaksi
Nilai Transaksi
No. Tahun Jumlah Penduduk
Jual Beli (Bidang)
Jual-Beli (Rp)
1. s.d 2003
Sumber : Kanwil BPN Provinsi Jawa Barat, 2014; BPS Provinsi Jawa Barat, 2015
5.3.7 Pegawai Pertanahan Pegawai yang bekerja di lingkungan BPN RI terbagi ke dalam dua jenis yaitu pegawai juru
ukur dan pegawai non-juru ukur pertanahan. Pegawai juru ukur ini merupakan pegawai yang memi- liki keahlian khusus di bidang Pemetaan, pengukuran tanah untuk mengerjakan pengukuran bidang tanah, batas wilayah dan lainnya. Sedangkan pegawai non-juru ukur adalah mereka yang memiliki latar belakang pendidikan selain geodesi dan sejenisnya.
Hingga akhir tahun 2013, jumlah pegawai pertanahan yang bekerja di lingkungan Kanwil BPN Provinsi Jawa Barat berjumlah 140 orang. Jumlah ini dibagi ke dalam 2 (dua) kategori pega- wai, yaitu pegawai juru ukur dan pegawai non-juru ukur. Dari 140 orang pegawai pertanahan, 114 orang adalah pegawai non-juru ukur sedangkan 26 orang adalah pegawai juru ukur pertanahan. Jumlah ini cenderung terus meningkat dari tahun ketahun (2003 – 2013), dan cukup meningkat di tahun 2011, di mana dari sebelumnya hanya berjumlah 74 orang pada tahun 2009 meningkat menjadi 144 orang pada tahun 2011.
Namun demikian, jumlah pegawai non-juru ukur lebih signifikan mengalami peningkatan dibandingkan dengan jumlah pegawai juru ukur pertanahan. Pada tahun 2011 hingga 2013 khu- susnya, jumlah pegawai non-juru ukur meningkat 2 kali lipat dari tahun sebelumnya, yakni mencapai 118 pegawai. Sedangkan jumlah pegawai juru ukur hanya bertambah sebanyak 3 pegawai di ta- hun 2011 dan jumlahnya tetap hingga tahun 2013. Berikut adalah diagram perkembangan jumlah pegawai pertanahan di lingkungan Kanwil BPN Provinsi Jawa Barat.
106 Profil Pertanahan Provinsi Jawa Barat 2015 - Kementerian PPN / Bappenas
Data dan Informasi Pertanahan Provinsi Jawa Barat
Diagram 5.7
Perkembangan Jumlah Pegawai Pertanahan di Kanwil BPN Provinsi Jawa Barat
Sumber: Kanwil BPN Provinsi Jawa Barat, 2014
5.3.8 Isu Spesifik Pertanahan
*) Data mengenai “Isu Spesifik Pertanahan” di Provinsi Jawa Barat tidak tersedia.
Profil Pertanahan Provinsi Jawa Barat 2015 - Kementerian PPN / Bappenas 107
5.4 DATA DAN INFORMASI PERTANAHAN PROVINSI D.I. YOGYAKARTA
Data dan Informasi Pertanahan Provinsi D.I. Yogyakarta
Provinsi D.I. Yogyakarta yang merupakan salah satu daerah istimewa di Indonesia, memiliki luas 317.413 Ha. Provinsi ini memiliki 4 Kabupaten dan 1 Kota di mana 4 Kabupaten tersebut adalah Kabupaten Bantul, Gunungkidul, Kulonprogo, dan Sleman. Sedangkan 1 (satu) kota yang terdapat di Provinsi ini adalah Kota Yogyakarta, atau biasa disebut sebagai ibukota Provinsi D.I.
Yogyakarta. Secara geografis, D.I. Yogyakarta terletak di koordinat 8 o 30’ – 7 o 20’ LS dan 109 o 40’ – 111 o 0’ BT. Kabupaten terluas terdapat di Kabupaten Gunungkidul dengan luas wilayah sebe- sar 147.622,40 Ha. Kabupaten/kota kedua terluas terdapat di Kabupaten Sleman, dengan luas wilayah sebesar 57.617,76 Ha. Sedangkan luas wilayah terkecil terdapat di Kota Yogyakarta de- ngan luas wilayah 3.298,44 Ha.
(Belum ditetapkan)
Sumber : Kanwil BPN Provinsi D.I. Yogyakarta, 2014
Gambar 5.13
Luas Penggunaan Tanah di Provinsi D.I. Yogyakarta Tahun 2014
Wilayah Provinsi D.I. Yogyakarta seluas 317.413 Ha dibagi ke dalam 2 (dua) bagian peng- gunaan tanah, yaitu kawasan hutan dan kawasan non-hutan. Luas kawasan hutan di Provinsi D.I. Yogyakarta hanya seluas 6.022 Ha. Sedangkan untuk kawasan non-hutan, baik dimanfaatkan se- bagai lahan terbangun seperti permukiman, perdagangan dan lainnya, adalah seluas 311.121 Ha. Sedangkan untuk LP2B yang merupakan salah satu jenis penggunaan tanah bagi kawasan non- hutan, belum ditetapkan mengingat lahannya yang terbatas. Gambar 1 menunjukkan pembagian penggunaan tanah di Provinsi D.I.Yogyakarta.
Pengadaan tanah adalah setiap kegiatan untuk mendapatkan tanah dengan cara memberikan ganti kerugian kepada yang berhak atas tanah tersebut. Pelepasan atau penyerahan hak atas tanah adalah kegiatan melepaskan hubungan hukum antara pemegang hak atas tanah dengan tanah yang dikuasainya dengan memberikan ganti kerugian atas dasar musyawarah.
Keputusan Presiden No. 55 Tahun 1993
Kilas Informasi
110 Profil Pertanahan Provinsi D.I. Yogyakarta 2015 - Kementerian PPN / Bappenas
Gambar 5.14 Peta Administrasi Wilayah Kabupaten/ Kota di Provinsi D.I. Yogyakarta
Sumber : Badan Informasi Geospasial, 2013
Data dan Informasi Pertanahan Provinsi D.I. Yogyakarta
5.4.1 Peta Dasar Pertanahan
Ketersediaan peta dasar pertanahan dapat menjadi pendukung sebagai bukti kepemilikan tanah. Peta dasar pertanahan tersebut digunakan untuk menunjukkan batas-batas kepemilikan tanah secara presisi guna mencegah terjadinya konflik pertanahan yang terjadi di Provinsi D.I. Yo- gyakarta, khususnya kasus terkait sengketa batas atau wilayah bidang bersertifikat. Adanya peta dasar pertanahan tersebut turut mendukung kepastian hukum atas tanah yang dimiliki oleh ma-
syarakat di provinsi tersebut. Cakupan peta dasar pertanahan di Provinsi D.I. Yogyakarta adalah seluas 198.000 Ha, se-
dangkan yang belum terpetakan adalah seluas 119.143 Ha. Dari total wilayah yang sudah terpe- takan, seluruhnya sudah terdigitasi. Berikut adalah bagan ketersediaan cakupan luas peta dasar pertanahan di Provinsi D.I.Yogyakarta hingga akhir tahun 2013.
Gambar 5.15
Bagan Ketersediaan Cakupan Luas Peta Dasar Pertanahan
Provinsi D.I. Yogyakarta
Sumber: Kanwil BPN Provinsi D.I. Yogyakarta, 2014 Keterangan: *) Data menyebutkan angka 0. Angka dibagan didapat dari pengurangan antara luas wilayah provinsi dengan cakupan luas yang sudah terpetakan.
Pengadaan Tanah adalah setiap kegiatan untuk mendapatkan tanah dengan cara memberikan ganti keru- gian kepada yang berhak atas tanah tersebut. Pelepasan atau penyerahan hak atas tanah adalah kegiatan melepaskan hubungan hukum antara peme- gang hak atas tanah dengan tanah yang dikuasainya dengan memberikan ganti kerugian atas dasar musy- awarah.
Keppres No. 55 Tahun 1993
Kilas Informasi
112 Profil Pertanahan Provinsi D.I. Yogyakarta 2015 - Kementerian PPN / Bappenas
Data dan Informasi Pertanahan Provinsi D.I. Yogyakarta
Peta tematik Provinsi D.I. Yogyakarta dibedakan ke dalam 3 (tiga) jenis, yaitu peta zona nilai tanah, peta sosial-ekonomi dan peta penggunaan tanah. Peta zona nilai tanah sudah mulai dipetakan sejak tahun 2008, yakni seluas 812 Ha. Hingga awal tahun 2013, peta zona nilai tanah sudah terpetakan seluas 318.580 Ha. Sedangkan cakupan peta sosial-ekonomi Provinsi D.I. Yogyakarta seluas 15.028,89 Ha pada tahun 2013. Adapun peta cakupan penggunaan tanah masih 0 Ha. Dengan kata lain, peta tersebut belum dikeluarkan hingga akhir tahun 2013.
Tabel V.13
Luas Cakupan Peta Tematik Provinsi D.I. Yogyakarta Tahun 2003-2013
Penggunaan Tanah No.
Zona Nilai Tanah
1. s.d 2003
Sumber : Kanwil BPN Provinsi D.I. Yogyakarta, 2014
5.4.2 Wilayah Bidang Bersertifikat
Pada tahun 2015, cakupan luas wilayah bidang bersertifikat yang sudah terdigitasi secara keseluruhan di Provinsi D.I. Yogyakarta mencapai 62.142,52 Ha. Hampir semua kabupaten/kota di Provinsi D.I. Yogyakarta memiliki bidang tanah bersertifikat yang sudah terdigitasi tersebut. Adapun persebaran bidang tanah bersertifikat yang sudah terdigitasi di Provinsi D.I. Yogyakarta dapat dilihat pada Gambar 4 di halaman berikutnya.
Ketersediaan sertifikat hak milik dan hak atas tanah di Provinsi D.I. Yogyakarta dapat bergu- na dalam menunjukkan tingkat kepastian hukum hak atas tanah bagi masyarakat di provinsi terse- but. Jumlah bidang yang bersertifikat hak atas tanah dapat menggambarkan pola bagaimana tanah yang ada di Provinsi D.I. Yogyakarta tersebut digunakan dan dikelola di atasnya. Selain itu, juga dapat menjadi tolak ukur dalam menentukan percepatan penyamarataan kesejahteraan masyarakat yang ada di Provinsi D.I. Yogyakarta guna menghindari permasalahan ketimpangan kepemilikan tanah
yang ada.
Profil Pertanahan Provinsi D.I. Yogyakarta 2015 - Kementerian PPN / Bappenas 113
30 '0 "S
110°0'0"E "S '0 7°
110°20'0"E
110°40'0"E
30 PETA CAKUPAN BIDANG TANAH BERSERTIPIKAT YANG TELAH TERDIGITASI 7° PROVINSI YOGYAKARTA
DATA PER BULAN JUNI 2015
Luas Cakupan Bidang Tanah Bersertipikat Yang Telah Terdigitasi Provinsi Yogyakarta Tahun 2015 Sebesar 62.142, 52 Ha
JAWA JAWA TENGAH TENGAH
KOTA YOGYAKARTA
KULONPROGO
BANTUL
GUNUNG KIDUL
Peta Orientasi
Legenda:
Bidang Tanah Bersertifikat Terdigitasi Bidang Tanah Belum Bersertifikat Batas Administrasi Provinsi Batas Administrasi Kabupaten
Sumber : BPN 2015 dan Pengolahan Data oleh
Sources: Esri, USGS, NOAA
Kementerian PPN/Bappenas 2015
110°0'0"E
110°20'0"E
110°40'0"E
Tabel V.14
Jumlah Bidang Tanah yang Telah Memiliki Sertifikat Hak Milik Atas Tanah di Provinsi D.I. Yogyakarta
No. Tahun
UKM Transmigrasi
1. s.d 2003
Sumber: Kanwil BPN Provinsi D.I. Yogyakarta, 2014
Profil Pertanahan Provinsi D.I. Yogyakarta 2015 - Kementerian PPN / Bappenas
Data dan Informasi Pertanahan Provinsi D.I. Yogyakarta
Sertifikat hak milik dibagi ke dalam tujuh jenis sertifikat hak milik, yaitu Swadaya, PRONA, Petani, Nelayan, MBR, UKM, dan Transmigrasi. Swadaya dalam hal ini adalah tiap individu yang ingin memiliki sertifikat tanah mengajukannya sendiri ke kantor pertanahan terkait. PRONA, Petani, Nelayan, MBR, UKM dan Transmigrasi merupakan program-program legalisasi aset yang dilaku- kan oleh BPN yang sasarannya adalah masyarakat golongan menengah ke bawah. Proyek Operasi Nasional Agraria (PRONA) adalah salah satu bentuk kegiatan legalisasi aset yang pada prinsipnya merupakan kegiatan pendaftaran tanah pertama kali dengan mengutamakan desa miskin/terting- gal, daerah pertanian subur atau berkembang, daerah penyangga kota, pinggiran kota atau daerah
miskin kota, dan daerah pengembangan ekonomi rakyat. Berdasarkan Tabel II, hingga akhir tahun 2013, jumlah tanah yang telah tersertifikasi hak
milik secara swadaya adalah 229.811 bidang. Sedangkan legalisasi aset melalui program sertifikasi PRONA, sudah dilakukan sejak tahun 2005, di mana pada tahun tersebut, jumlah bidang tanah yang telah tersertifikasi yaitu sebanyak 380 bidang. Program tersebut terus dilakukan secara intensif hingga akhir tahun 2013, di mana jumlah bidang tanah yang telah tersertifikasi menjadi sebanyak 108.214 bidang. Selanjutnya, jumlah bidang tanah milik Petani yang telah tersertifikasi adalah se- besar 6.405 bidang, tanah milik nelayan sebanyak 700 bidang, tanah milik MBR sebanyak 1.550 bidang, tanah milik UKM 2.261 bidang, dan tanah milik transmigran telah disertifikasi sebanyak 507 bidang.
Selain hak milik atas tanah, terdapat pula jumlah bidang dan luas tanah yang telah memiliki sertifikat atas tanah berdasarkan jenis haknya. Kanwil BPN Provinsi D.I. Yogyakarta telah mengelu- arkan sertifikat atas tanah tersebut dalam bentuk hak guna bangunan (HGB), hak pakai, hak tang- gungan, hak wakaf, dan hak pengelolaan. Tabel III pada halaman berikut menjabarkan data jumlah bidang dan luas tanah yang memiliki 6 (enam) bentuk sertifikat tanah di Provinsi D.I. Yogyakarta tahun 2003 hingga 2013.
Berdasarkan data yang diperoleh, sertifikat hak pengelolaan hanya dikeluarkan oleh Kanwil BPN Provinsi D.I. Yogyakarta pada tahun 2003 dengan jumlah bidang tanah sebanyak 43 bidang dan luasan sebesar 8,11 Ha. Sedangkan hak wakaf, secara umum selama tahun 2003 hingga 2013 memiliki jumlah bidang dan luas tanah yang terkecil di antara yang lainnya. Pada tahun 2007, jumlah bidang tanah bersertifikat hak wakaf hanya berjumlah 16 bidang tanah dengan luasan hanya sebesar 37 Ha. Adapun tanah yang memiliki sertifikat hak tanggungan memiliki jumlah dan luas yang tertinggi. Pada tahun 2013, jumlah bidang tanah bersertifikat hak tanggungan dapat menca-
pai 15.114 bidang tanah di Provinsi D.I. Yogyakarta.
Pengadaan Tanah adalah setiap kegiatan untuk mendapatkan tanah dengan cara memberikan ganti kerugian kepada yang ber- hak atas tanah tersebut. Pelepasan atau penyerahan hak atas tanah adalah kegiatan melepaskan hubungan hukum antara pemegang hak atas tanah dengan tanah yang dikuasainya dengan memberikan ganti keru-
Kilas Informasi
gian atas dasar musyawarah.
Keppres No. 55 Tahun 1993
116 Profil Pertanahan Provinsi D.I. Yogyakarta 2015 - Kementerian PPN / Bappenas
Tabel V.15 Jumlah Bidang dan Luas Tanah yang Telah Memiliki Sertifikat Berdasarkan Jenis Hak yang Dikeluarkan di Provinsi D.I. Yogyakarta
Hak Pengelolaan No. Tahun
HGB
Hak Pakai
Hak Tanggungan
Hak Wakaf
Jumlah Luas
Luas (Ha)
Luas (Ha)
Luas (Ha)
Luas (Ha)
(Bidang) (Ha)
1. s.d 2003 5.210
0 0 Sumber: Kanwil BPN Provinsi D.I. Yogyakarta, 2014
Profil Pertanahan Provinsi D.I. Yogyakarta 2015 - Kementerian PPN / Bappenas
Data dan Informasi Pertanahan Provinsi D.I. Yogyakarta
5.4.3 Tanah Terlantar
Tanah terlantar digunakan sebagai aset atau sumber tanah untuk kegiatan reforma agraria. Tanah yang ditetapkan menjadi tanah terlantar akan kembali menjadi tanah negara karena tidak di- manfaatkan sebagaimana ketentuan yang berlaku. Jumlah bidang sisa tanah yang belum ditetapkan sebagai tanah terlantar masih dimiliki oleh perseorangan. Adapun bidang tanah terlantar yang ter- sedia hanya tanah yang sudah ditetapkan terlantar oleh Kanwil BPN Provinsi D.I. Yogyakarta dalam
beberapa tahapan yang sudah diatur dalam peraturan perundangan. Pengaturan mengenai tanah terlantar telah diatur dalam PP Nomor 11 Tahun 2010 Pasal
2 dan Pasal 15 ayat (1) tentang Penetapan dan Pendayagunaan Tanah Terlantar. Tanah Terlantar merupakan salah satu sumber TOL (Tanah Objek Landreform) yang akan digunakan untuk mening- katkan kesejahteraan rakyat di tiap daerah. Oleh karenanya, penetapan tanah terlantar pada se- jumlah bidang tanah yang terindikasi terlantar dapat memiliki peran penting, khususnya membantu memperbaiki kesejahteraan masyarakat.
Penetapan tanah terlantar hanya terdata pada tahun 2010 dan ditetapkan lagi pada tahun 2012 hingga 2013. Jika diakumulasikan, bidang tanah yang ditetapkan sebagai tanah terlantar di Provinsi D.I. Yogyakarta sebanyak 6 bidang. Adapun luasannya adalah sebesar 42,87 Ha.
Tabel V.16
Jumlah dan Luas Bidang Tanah yang Telah Ditetapkan sebagai Tanah Terlantar
di Provinsi D.I. Yogyakarta
Penetapan Tanah Terlantar
No.
Tahun
Jumlah (Bidang)
Luas (Ha)
Sumber : Kanwil BPN Provinsi D.I. Yogyakarta, 2014
5.4.4 Redistribusi Tanah dan Legalisasi Aset
Kegiatan redistribusi tanah dan legalisasi aset dilakukan sebagai upaya memperbesar akses masyarakat terhadap tanah, sehingga ada pemerataan akses di berbagai kalangan masyarakat. Akses yang diberikan tidak hanya pemberian lahan tanah untuk digarap, tetapi juga diiringi dengan program pemberdayaan dalam rangkaian reforma agraria. Pemberian aset ini berupa legalisasi aset yang disesuaikan dengan target program pemberdayaan yang akan diberikan.
Program legalisasi aset yang diberikan di Provinsi D.I. Yogyakarta dimulai dari tahun 2009 yang terdiri dari 3 (tiga) program, yaitu program UKM dengan target 300 bidang, program per-
118 Profil Pertanahan Provinsi D.I. Yogyakarta 2015 - Kementerian PPN / Bappenas
Data dan Informasi Pertanahan Provinsi D.I. Yogyakarta
tanian sebanyak 1.129 bidang dan Program Nelayan sebanyak 200 bidang. Legalisasi aset juga terus diberikan pada tahun 2010 hingga tahun 2013. Pada tahun 2010, legalisasi aset yang dilak- sanakan melalui 3 (tiga) program, yaitu program UMK sebanyak 500 bidang (50,44 Ha) dengan jumlah penerimanya sebesar 459 KK. Lalu ada program pertanian dan program Nelayan yang ma- sing-masing berjumlah 1.400 bidang (244,03 Ha) dengan penerima sebanyak 1.110 KK dan 200 bidang tanah (33,19 Ha) dengan penerima sebanyak 180 KK. Program yang sama juga diberikan hingga tahun 2013. Harapannya, program-program yang diberikan ini akan meningkatkan kemam- puan masyarakat yang diberikan akses dan kepemilikan hak atas tanah dalam mengelola tanah tersebut, sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat di Indonesia.
Tabel V.17 Jumlah Bidang, Luas Tanah dan Jumlah KK Penerima Program Legalisasi Aset di Provinsi D.I. Yogyakarta Tahun 2010-2013
Penerima No.
Program Legalisasi
Jumlah
Tahun Luas (Ha)
1. Program UMK
Program Pertanian
3. Program Nelayan
4. Program UMK
Program Pertanian
6. Program MBR
7. Program UMK
8. Program Pertanian
9. Program Nelayan
10. Program MBR
11. Program UMK
12 Program Pertanian
13 Program Nelayan
36,25 247 Sumber : Kanwil BPN Provinsi D.I. Yogyakarta, 2014
14 Program MBR
5.4.5 Kasus Pertanahan
Kasus pertanahan yang dibagi berdasarkan subjek kasus yang terjadi di Provinsi D.I.Yogya- karta, hingga tahun 2013 berjumlah 237 kasus pertanahan, di mana 236 kasus merupakan kasus yang terjadi antar masyarakat. Sedangkan 1 kasus merupakan kasus yang terjadi antar masyarakat dan pemerintah, baik pemerintah daerah maupun pemerintah pusat. Beda halnya dengan kasus pertanahan apabila dibagi berdasarkan objek kasus pertanahan yang terjadi di Provinsi D.I.Yogya- karta. Hingga akhir tahun 2013, kasus pertanahan yang terjadi berjumlah 664 kasus. Kasus yang terbesar terjadi adalah kasus terkait penjualan atau transaksi jual-beli tanah berkali-kali sebanyak 148 kasus. Kemudian terdapat kasus terkait akta jual-beli palsu sebanyak 141 kasus. Jumlah rinci kasus-kasus pertanahan yang terdapat di Provinsi D.I.Yogyakarta hingga akhir tahun 2013 dapat dilihat pada Diagram 3.
Profil Pertanahan Provinsi D.I. Yogyakarta 2015 - Kementerian PPN / Bappenas 119
Data dan Informasi Pertanahan Provinsi D.I. Yogyakarta
Dari kasus pertanahan yang terjadi di Provinsi D.I. Yogyakarta, hingga tahun 2013 jumlah kasus pertanahan yang terselesaikan ditempuh oleh beberapa cara, di mana cara yang dominan dilakukan adalah melalui jalur hukum (Kategori K4) sebanyak 190 kasus. Kemudian melalui cara lainnya (kategori K5) kasus yang diselesaikan sebanyak 118 kasus dan melalui mediasi (kategori K3) sebanyak 102 kasus. Adapun penyelesaian melalui SK (kategori K2) menjadi jalur paling sedikit dalam penyelesaian yang dilakukan di Provinsi D.I. Yogyakarta, yakni hanya sebanyak 16 kasus.
Diagram 5.8 Kasus Pertanahan Berdasarkan Objek di Provinsi D.I. Yogyakarta Tahun 2013
Sumber: Kanwil BPN Provinsi D.I. Yogyakarta, 2014 Jika seluruh jenis kasus pertanahan dijumlahkan, maka provinsi D.I. Yogyakarta memiliki 885
kasus pertanahan yang terjadi hingga tahun 2013. Sedangkan kasus yang sudah diselesaikan ber- jumlah 511 kasus pertanahan. Jika dibandingkan antara kasus yang terselesaikan dengan kasus yang terjadi di Provinsi D.I. Yogyakarta, maka kasus yang telah diselesaikan baru mencapai 58,93% atau kurang dari setengah dari jumlah kasus yang ada. Berikut adalah diagram prosentase antara jumlah kasus yang terselesaikan dengan kasus pertanahan yang terjadi pada tahun 2003 hingga 2013.
Kilas Informasi
Tanah Telantar dapat dialihfungsikan menjadi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan sebagaima- na dimaksud pada ayat (2) apabila:
a. tanah tersebut telah diberikan hak atas tanah-nya, tetapi sebagian atau seluruhnya tidak diusahakan, tidak dipergunakan, dan tidak dimanfaatkan sesuai dengan sifat dan tujuan pem- berian hak; atau
b. tanah tersebut selama 3 (tiga) tahun atau lebih tidak dimanfaatkan sejak tanggal pemberian hak diterbitkan. Pasal 29 Ayat 4, UU No. 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan LP2B
120 Profil Pertanahan Provinsi D.I. Yogyakarta 2015 - Kementerian PPN / Bappenas
Data dan Informasi Pertanahan Provinsi D.I. Yogyakarta
Sumber : Kanwil BPN Provinsi D.I. Yogyakrta, 2014
Diagram 5.9
Prosentase Antara Jumlah Kasus Pertanahan dengan Jumlah Kasus
yang Terselesaikan di Provinsi D.I. Yogyakarta
5.4.6 Nilai Transaksi Tanah
Jumlah dan nilai transaksi tanah ini dapat melihat bagaimana nilai ekonomi tanah yang dimiliki oleh suatu wilayah, di mana angka-angka yang terdapat di jumlah dan nilai transaksi tanah ini dapat mengindikasikan tingkat perkotaan yang dimiliki suatu wilayah. Jumlah dan nilai transaksi tanah yang terdapat di Provinsi D.I.Yogyakarta, hingga tahun 2013, berjumlah 9.738 bidang dengan jumlah nilai transaksi tanah yang mencapai Rp 1.165.960.596,43. Hal ini dapat menandakan bahwa nilai dan jumlah transaksi jual-beli tanah yang terdapat di Provinsi ini termasuk tinggi dan menunjukkan bahwa provinsi ini masuk ke dalam kategori kota yang cukup dominan.
Berdasarkan data yang didapatkan, jumlah penduduk Provinsi D.I. Yogyakarta dari tahun 2003 hingga 2004 dan 2007 hingga 2013 mengalami peningkatan. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah penduduk mempengaruhi jumlah dan nilai transaksi jual-beli tanah di provinsi tersebut. Meningkatnya jumlah penduduk tersebut memengaruhi potensi nilai jual dari tanah yang ada di Provinsi D.I. Yogyakarta. Oleh karena lahan yang ada terbatas sementara tingkat permintaan se- tiap tahunnya meningkat mengakibatkan adanya peningkatan jumlah dan nilai transaksi jual-beli tanah di Provinsi D.I. Yogyakarta.
Kilas Informasi
Pembaruan agraria mencakup suatu proses yang berkesinambungan berkenaan dengan penataan kembali penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan sumber daya agraria, dilaksanakan dalam rangka tercapainya kepastian dan perlindungan hukum serta keadilan dan kemakmuran bagi seluruh rakyat Indonesia.
TAP MPR RI No. IX/MPR/2001
Profil Pertanahan Provinsi D.I. Yogyakarta 2015 - Kementerian PPN / Bappenas 121
Data dan Informasi Pertanahan Provinsi D.I. Yogyakarta
Tabel V.18
Perbandingan Jumlah dan Nilai Transaksi Tanah dengan Perkembangan
Jumlah Penduduk di Provinsi D.I. Yogyakarta Jumlah Transaksi Nilai Transaksi Jual-Beli
No. Tahun Jumlah Penduduk
Jual Beli (Bidang)
(Rp)
1. s.d 2003
Sumber : Kanwil BPN Provinsi Bali, 2014; BPS Provinsi D.I. Yogyakarta, 2014; BPS D.I. Yogyakarta, 2014
5.4.7 Pegawai Pertanahan
Pegawai pertanahan yang bekerja di lingkungan Kanwil BPN Provinsi D.I.Yogyakarta untuk pegawai non-juru ukur, hingga akhir tahun 2013, berjumlah 436 orang. Angka ini cenderung menurun dari tahun sebelumnya, yaitu tahun 2012 dengan jumlah pegawai non-juru ukur ber- jumlah 457 orang. Beda halnya untuk pegawai juru ukur pertanahan, di mana hingga akhir tahun 2013, hanya berjumlah 67 orang atau memiliki perbandingan sebesar 1:6. Diagram 3 merupa- kan diagram perbandingan pegawai juru ukur dan pegawai non-juru ukur yang bekerja di lingku-
ngan Kanwil BPN Provinsi D.I.Yogyakarta, dari tahun 2003 hingga akhir tahun 2013. Kanwil BPN Provinsi D.I. Yogyakarta menyatakan bahwa perbandingan antara jumlah pega-
wai non juru ukur dengan pegawai juru ukur dirasa belum mencukupi kebutuhan yang diharapkan. Belum mencukupi dalam hal ini karena volume pekerjaan pengukuran bidang tanah di lingkungan Kanwil BPN Provinsi D.I.Yogyakarta setiap harinya mencapai ±170 bidang. Di mana dengan jumlah kegiatan pengukuran ini, idealnya petugas ukur setiap hari menyelesaikan 1-2 bidang, sehingga jum- lah petugas ukur yang dibutuhkan berjumlah 85 orang.
122 Profil Pertanahan Provinsi D.I. Yogyakarta 2015 - Kementerian PPN / Bappenas
Data dan Informasi Pertanahan Provinsi D.I. Yogyakarta
Diagram 5.10 Perkembangan Jumlah Pegawai Pertanahan di Kanwil BPN Provinsi D.I. Yogyakarta Tahun 2003-2013
Sumber : Kanwil BPN Provinsi D.I. Yogyakarta, 2014
5.4.8 Isu Spesifik Pertanahan
Dari data yang didapatkan, isu spesifik terkait pertanahan seperti pengadaan tanah untuk pembangunan Bandara Baru Adisucjipto di Kulon Progo, tanah adat dan pengaturan serta penata- an pertanahan terkait pemantapan luas LP2B di Daerah Istimewa Yogyakarta. Terkait pengadaan tanah untuk pembangunan Bandar Internasional Yogyakarta di Kulon Progo, dilatar belakangi oleh lokasi rencana pembangunan bandara baru yang menempati lahan Pakualaman dan lahan milik warga. Pembangunan bandara ini mengambil lokasi di tanah warga yang sampai saat ini masih memiliki pro kontra, karena warga takut hal tersebut akan mempengaruhi aktivitas perekonomian warga. Sampai saat ini,, sampai tahap sosialisasi kepada warga agar warga bersedia untuk mele- pas tanah mereka melalui ganti rugi yang akan disepakati oleh kedua belah pihak (Tim dengan masyarakat).
Selain isu mengenai pengadaan tanah, Inventarisasi tanah adat kesultanan Yogyakarta men- jadi isu pertanahan yang juga perlu menjadi perhatian. Isu ini terkait kepentingan inventarisasi tanah tersebut, sehingga menurunkan potensi terjadinya konflik atas tanah tersebut dan tertib adminis- trasi pertanahan. Inventarisasi ini juga di diperkuat dengan disahkannya UU Nomor 13 tahun 2012 tentang Keistimewaan DIY tanah kesultananan Yogyakarta dan Tanah Kadipaten Pakualaman diin-
Profil Pertanahan Provinsi D.I. Yogyakarta 2015 - Kementerian PPN / Bappenas 123
Data dan Informasi Pertanahan Provinsi D.I. Yogyakarta
ventarisasi dengan maksud agar tertib administrasi pertanahan dan untuk memberikan pengertian kepada kepala desa, khususnya para penggarap bahwa tanah milik Kesultanan dan Kadipatenan Pa- kualaman yang dipergunakan untuk kemakmuran/kesejahteraan masyarakat. Inventarisasi tanah adat ini dilakukan oleh Kanwil BPN Provinsi D.I. Yogyakarta sebagai pemerintah yang berwenang, melalui berbagai kegiatan, di antaranya:
a. pelacakan/identifikasi data subjek/objek tanah Sultan Ground/Pakualaman Ground;
b. pensertifikatan tanah Sultan/Pakualaman; dan
c. membantu pengadaan alat ukur CORS dengan anggaran dari pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta.
Isu lainnya yang terkait pertanahan di Daerah Istimewa Yogyakarta adalah terkait pemanta- pan luas sawah untuk LP2B sebagai salah satu upaya menekan alih fungsi lahan di Daerah Istimewa Yogyakarta. Isu pemantapan luas lahan ini dilatarbelakangi oleh semakin tingginya angka konversi lahan pertanian, sehingga lahan-lahan produktif yang sebelumnya menghasilkan berbagai macam bahan pangan berubah fungsi menjadi lokasi perumahan, gedung, atau jalan. Meningkatnya pertum- buhan penduduk di Provinsi D.I. Yogyakarta ikut mempengaruhi kondisi sektor pertanian yang dari tahun ke tahun semakin menurun jumlah dan produksinya, sehingga dengan adanya laju konversi lahan yang tidak terkendali akan memicu krisis ketahanan pangan. Hasil Sensus Pertanian 2013 (ST2013) menyebutkan bahwa jumlah rumah tangga usaha pertanian di Provinsi D.I. Yogyakarta mengalami penurunan sebanyak 78.564 rumah tangga dari 574.349 rumah tangga pada tahun 2003 menjadi 459.785 rumah tangga pada tahun 2013, yang berarti terjadi penurunan sebesar 13,68% dalam kurun waktu 10 tahun. Penurunan terbesar terjadi di Kota Yogyakarta sebesar 63,51% dan penurunan terendah terjadi di Kabupaten Gunungkidul sebesar 4,50%. Sedangkan untuk ketiga kabupaten yang lain, yaitu Sleman sebanyak 23,59%, Bantul 17% dan Kulonprogo 6,46%. Penekanan alih fungsi lahan pertanian di DIY perlu diadakan realisasi kegiatan koordinasi pemantapan luas sawah untuk mengantisipasi dampak ketahanan pangan yang semakin menurun, Sehingga pada tanggal 12 November 2013 Tim Koordinasi Pemantapan luas sawah DIY dalam ra- pat koordinasi (konsinyering II) antara Kanwil BPN Provinsi D.I. Yogyakarta dengan Pemda Provinsi
D.I. Yogyakarta telah menyepakati luas baku sawah yaitu seluas 56.031 Ha yang terdiri dari sawah irigasi seluas 47.671 Ha dan sawah tadah hujan seluas 8.359 Ha, dengan perinciannya Kabupaten Sleman 23.061 Ha, Kabupaten Bantul 15.616 Ha, Kabupaten Kulonprogo 10.338 Ha dan Kabu- paten Gunungkidul 7.015 Ha. Penetapan luas sawah ini diharapkan dapat mempertahankan lahan pertanian di Provinsi D.I. Yogyakarta yang jumlahnya semakin menyempit karena akan berdampak
pada krisis ketahanan pangan di provinsi ini.
124 Profil Pertanahan Provinsi D.I. Yogyakarta 2015 - Kementerian PPN / Bappenas
5.5 DATA DAN INFORMASI PERTANAHAN PROVINSI JAWA TIMUR
Data dan Informasi Pertanahan Provinsi Jawa Timur
Jawa Timur terletak di bagian paling timur pulau Jawa. Secara administratif, letak Provinsi Jawa Timur di sebelah utara berbatasan dengan Laut Jawa, sebelah timur berbatasan dengan Selat Bali, Samudera Hindia di sebelah selatan dan Provinsi Jawa Tengah di sebelah barat. Provinsi ini merupakan provinsi terluas di antara 6 (enam) provinsi lainnya yang berada di Pulau Jawa. Luas wilayah provinsi Jawa Timur adalah seluas 4.735.348 Ha. Provinsi Jawa Timur memiliki 37 Kabu- paten/Kota, dimana kabupaten/kota yang terbesar adalah Kabupaten Banyuwangi dengan luas wilayah mencapai 350.048,80 Ha. Sedangkan kabupaten/kota yang memiliki luas wilayah terkecil berada di Kota Mojokerto, dengan luas wilayah yang hanya seluas 2.021,72 Ha.
Sumber : Kanwil BPN Provinsi Jawa Timur, 2014
Gambar 5.17
Luas Penggunaan Tanah di Provinsi Jawa Timur Tahun 2014
Dari total wilayah tersebut, penggunaan tanah terbesar dimanfaatkan sebagai kawasan non- hutan (permukiman, industri dan lainnya), dengan luas penggunaan tanahnya sebesar 3.054.389 Ha. Selanjutnya, kawasan hutan dengan luas 1.680.959 Ha. Sedangkan tanah yang digunakan se- bagai LP2B, dialokasikan seluas 3.292.078 Ha. Adapun LP2B termasuk ke dalam jenis penggu- naan tanah bagi kawasan non-hutan.
Pengadaan Tanah adalah setiap kegiatan untuk mendapatkan tanah dengan cara memberikan ganti kerugian kepada yang berhak atas tanah tersebut. Pelepasan atau penyerahan hak atas tanah adalah kegiatan melepaskan hubungan hukum antara pemegang hak atas tanah dengan tanah yang dikuasainya dengan memberikan ganti kerugian atas dasar musyawarah.
Keppres No. 55 Tahun 1993
Kilas Informasi
126 Profil Pertanahan Provinsi Jawa Timur 2015 - Kementerian PPN / Bappenas
Gambar 5.18 Peta Administrasi Wilayah Kabupaten/ Kota di Provinsi Jawa Timur
Sumber : Badan Informasi Geospasial, 2013
Data dan Informasi Pertanahan Provinsi Jawa Timur
5.5.1 Peta Dasar Pertanahan
Ketersediaan peta dasar pertanahan dapat menjadi pendukung dalam bukti kepemilikan tanah. Peta dasar pertanahan tersebut digunakan untuk menunjukkan batas-batas kepemilikan tanah secara presisi guna mencegah terjadinya konflik pertanahan yang terjadi di Provinsi Jawa Timur, khususnya kasus terkait sengketa batas atau wilayah bidang bersertifikat. Adanya peta dasar pertanahan tersebut turut mendukung kepastian hukum atas tanah yang dimiliki oleh masyarakat
di provinsi tersebut. Luas cakupan peta dasar pertanahan yang telah dimiliki oleh Kanwil BPN Provinsi Jawa
Timur hingga tahun 2013 adalah 162.531 Ha. Ketersediaan peta dasar pertanahan tersebut terdata sejak tahun 2010 hingga tahun 2013. Sedangkan cakupan luas yang belum terpetakan terdata padat tahun 2008 adalah sebesar 4.572.817 Ha. Dari luas cakupan wilayah yang sudah terpetakan, peta dasar pertanahan yang sudah terdigitasi adalah sebesar 132.531 Ha. Sedangkan peta dasar pertanahan yang belum terdigitasi adalah sebesar 30.000 Ha.
Gambar 5.19
Bagan Ketersediaan Cakupan Luas Peta Dasar Pertanahan
Provinsi Jawa Timur
Sumber: Kanwil BPN Provinsi Jawa Timur, 2014 Keterangan: *) Data menyebutkan angka 0. Angka di bagan didapat dari pengu- rangan antara luas wilayah provinsi dengan cakupan luas yang sudah terpetakan.
Kilas Informasi
Tanah Negara atau tanah yang dikuasai langsung oleh Negara adalah tanah yang tidak dipunyai dengan sesuatu Hak Atas Tanah.
Peraturan Kepala BPN RI No. 1 Tahun 2011 tentang Pelimpahan Kewenangan Pemberian Hak Atas Tanah dan Kegiatan Pendaftaran Tanah Tertentu
128 Profil Pertanahan Provinsi Jawa Timur 2015 - Kementerian PPN / Bappenas
Data dan Informasi Pertanahan Provinsi Jawa Timur
Peta tematik yang telah dikeluarkan atau dimiliki oleh Kanwil BPN Jawa Timur hanya berupa peta zona nilai tanah yang dapat menunjukkan harga atau nilai-nilai tanah di beberapa wilayah di Provinsi Jawa Timur. Hingga akhir tahun 2013, cakupan luas peta zona nilai tanah yang dimiliki adalah seluas 791.448 Ha di Provinsi Jawa Timur. Sedangkan untuk peta sosial-ekonomi dan peta penggunaan tanah belum dapat dikeluarkan oleh Kanwil BPN Provinsi Jawa Timur. Berikut adalah data cakupan ketersediaan peta tematik yang dimiliki oleh BPN Provinsi Jawa Timur hingga akhir tahun 2013.
Tabel V.19
Luas Cakupan Peta Tematik Provinsi Jawa Timur Tahun 2003-2013
Penggunaan Tanah No.
Zona Nilai Tanah
1. s.d 2003
Data tidak lengkap
10. 2012
Data tidak lengkap
11. 2013
Data tidak lengkap
0 0 Sumber : Kanwil BPN Provinsi Jawa Timur, 2014
Total
791.448
5.5.2 Wilayah Bidang Bersertifikat
Ketersediaan hak milik dan hak atas tanah di Provinsi Jawa Timur dapat berguna dalam menunjukkan tingkat kepastian hukum hak atas tanah bagi masyarakat di provinsi tersebut. Jumlah bidang yang bersertifikat hak atas tanah dapat menggambarkan pola bagaimana tanah yang ada di Provinsi Jawa Timur tersebut digunakan dan dikelola di atasnya. Selain itu, juga dapat menjadi tolak ukur dalam menentukan percepatan penyamarataan kesejahteraan masyarakat yang ada di
Provinsi Jawa Timur guna menghindari permasalahan ketimpangan kepemilikan tanah yang ada.
Pada tahun 2015, cakupan luas wilayah bidang bersertifikat yang sudah terdigitasi secara keseluruhan di Provinsi Jawa Timur mencapai 358.301,24 Ha. Hampir semua kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur memiliki bidang tanah bersertifikat yang sudah terdigitasi tersebut. Gambar 4 pada halaman 5 menunjukkan persebaran bidang bersertifikat di Provinsi Jawa Timur.
Profil Pertanahan Provinsi Jawa Timur 2015 - Kementerian PPN / Bappenas 129
Diagram 5.11 Perkembangan Jumlah Sertifikat Hak Milik yang Dikeluarkan oleh Kanwil BPN Provinsi Jawa Timur (Bidang)
Sumber: Kanwil BPN Provinsi Jawa Timur, 2014
Profil Pertanahan Provinsi Jawa Timur 2015 - Kementerian PPN / Bappenas 131
Tabel V.20 Jumlah Bidang dan Luas Tanah yang Telah Memiliki Sertifikat Berdasarkan Jenis Hak yang Dikeluarkan di Provinsi Jawa Timur
Hak Pengelolaan No.
HGU
HGB
Hak Pakai
Hak Tanggungan
Hak Wakaf
Tahun Jumlah
Luas (Ha) Jumlah Luas (Ha) (Bidang)
Luas (Ha)
Jumlah
Luas (Ha)
Jumlah
Luas (Ha)
Jumlah
Luas (Ha)
1. s.d 2003 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 17 52,79 2. 2004
2 1,91 Sumber: Kanwil BPN Provinsi Jawa Timur, 2014
132 Profil Pertanahan Provinsi Jawa Timur 2015 - Kementerian PPN / Bappenas
Data dan Informasi Pertanahan Provinsi Jawa Timur
Kegiatan dalam upaya penguatan kepemilikan seseorang terhadap tanah di mata hukum dilakukan melalui pengeluaran sertifikat hak milik yang dikeluarkan oleh kantor-kantor BPN di lingkun- gan Provinsi Jawa Timur. Sertifikat yang dikeluarkan dibagi kedalam beberapa jenis sertifikat yang disesuaikan dengan penggunaannya, seperti hak milik, hak guna bangunan, hak guna usaha, hak pakai, hak sewa, hak tanggungan, hak wakaf, hak pengelolaan.
Untuk sertifikat hak milik, hingga akhir tahun 2013, telah dikeluarkan sertifikat untuk 1.092.302 bidang tanah, di mana pengeluaran ini mulai intensif dikeluarkan sejak tahun 2009. Pada tahun tersebut, sertifikat yang dikeluarkan untuk 328.259 bidang dan terus dikeluarkan hing-
ga akhir tahun 2013. Diagram 1 pada halaman 6 menunjukan perkembangan jumlah bidang ber- sertifikat di Provinsi Jawa Timur tersebut.
Selain sertifikat hak milik, jenis sertifikat lain juga dikeluarkan, di mana sertifikat-sertifikat ini dikeluarkan dan dibedakan berdasarkan penggunaannya. Secara umum, hak pengelolaan menjadi sertifikat yang paling sedikit dikeluarkan dilihat dari jumlah bidang tanah yang memiliki sertifikat tersebut selama tahun 2003 hingga 2013. Jumlah bidang tanah bersertifikat hak pengelolaan paling sedikit hanya berjumlah 2 bidang tanah dengan luasan 1,91 Ha pada tahun 2013. Berdasar- kan data yang diperoleh, sertifikat HGB, hak pakai, hak tanggungan, dan hak wakaf baru dikeluarkan sejak tahun 2009 dan HGU baru dikeluarkan pada tahun 2010.
Sertifikat HGU mulai dikeluarkan sejak tahun 2010, di mana pada saat itu baru 14 bidang tanah dengan luas 6.995,52 Ha yang telah disertifikasi. Kemudian, sertifikat HGB dikeluarkan untuk 311.438 bidang dengan luas 24.169 Ha, hak pakai untuk 7.015 bidang (5.470 Ha), hak tanggu- ngan untuk 527.262 bidang dengan luas tanah mencapai 226.385 Ha, serta hak wakaf dan hak pengelolaan yang masing-masing 4.101 bidang (233 Ha) dan 119 bidang (283 Ha). Hak-hak ini mulai dikeluarkan sejak tahun 2009 hingga tahun 2013. Secara keseluruhan. tanah yang memiliki sertifikat hak tanggungan memiliki jumlah dan luasan yang paling besar di antara tanah yang lainnya. Pada tahun 2010, luas tanah bersertifikat hak tanggungan tersebut mencapai 152.421,72 Ha. Se-
dangkan pada tahun 2013, jumlah bidang tanah bersertifikat hak tanggungan mencapai 173.275 bidang.
5.5.3 Tanah Terlantar
Tanah terlantar digunakan sebagai aset atau sumber tanah untuk kegiatan reforma agraria. Tanah yang ditetapkan menjadi tanah terlantar akan kembali menjadi tanah negara karena tidak dimanfaatkan sebagaimana ketentuan yang berlaku. Jumlah bidang sisa tanah yang belum ditetap- kan sebagai tanah terlantar masih dimiliki oleh perseorangan. Adapun bidang tanah terlantar yang tersedia hanya tanah yang sudah ditetapkan terlantar oleh Kanwil BPN Provinsi Jawa Timur dalam beberapa tahapan yang sudah diatur dalam peraturan perundangan.
Profil Pertanahan Provinsi Jawa Timur 2015 - Kementerian PPN / Bappenas 133
Data dan Informasi Pertanahan Provinsi Jawa Timur
Penetapan tanah terlantar di Provinsi Jawa Timur hanya terdata pada tahun 2009. Bidang tanah yang ditetapkan sebagai tanah terlantar di Provinsi Jawa Timur adalah sebanyak 45 bidang. Adapun luas bidang tanah yang ditetapkan sebagai tanah terlantar adalah sebesar 159,97 Ha.
5.5.4 Redistribusi Tanah dan Legalisasi Aset
Kegiatan redistribusi tanah dan legalisasi aset dilakukan sebagai upaya memperbesar akses masyarakat terhadap tanah sehingga ada pemerataan akses di berbagai kalangan masyarakat. Ak- ses yang diberikan tidak hanya pemberian lahan tanah untuk digarap. Pemberian akses ini berupa legalisasi aset, yakni penyertifikatan bidang tanah yang sudah dimiliki oleh pihak penerima.
Legalisasi aset yang dijalankan di Provinsi Jawa Timur diberikan melalui program LINTOR, dan sudah dilakukan sejak tahun 2008. Pada awal pelaksanaan, yaitu tahun 2008, legalisasi aset bidang tanah milik UMK diberikan kepada 6.175 bidang dengan jumlah penerima sebanyak 5.907 KK. Kemudian pada tahun 2009, program UMK dan Program Nelayan yang masing-masing diberi- kan kepada 6.800 bidang (6.212 KK) dan 300 bidang (270 KK). Upaya legalisasi aset terus diberi- kan hingga tahun 2013 dimana pada tahun tersebut, program yang diberikan sebanyak 3 program, yaitu program UMK, program Nelayan dan Program MBR yang masing-masing diberikan kepada 1.500 bidang (1.500 KK), 2.100 bidang (2.100 KK) dan 1.400 bidang (1.354 KK). Berikut adalah tabel yang menunjukkan jumlah bidang dan jumlah penerima tiap-tiap program legalisasi aset se- cara lintas sektor di Provinsi Jawa Timur hingga akhir tahun 2013.
Tabel V.21
Jumlah Bidang, Luas Tanah dan Jumlah KK Penerima Program Legalisasi Aset
di Provinsi Jawa Timur Tahun 2008-2013 Program Legalisasi
Penerima No.
Jumlah
Tahun
Luas (Ha)
1. 2008 Program UMK
Data tidak ada
2. Program UMK
Data tidak ada
3. Program Nelayan
Data tidak ada
4. Program UMK
Data tidak ada
5. Program Nelayan
Data tidak ada
6. Program UMK
Data tidak ada
7. 2011 Program Nelayan
Data tidak ada
8. Program MBR
Data tidak ada
9. Program UMK
Data tidak ada
10. 2012 Program Nelayan
Data tidak ada
11. Program MBR
Data tidak ada
12. Program Pertanian
13. 2013 Program Nelayan
1.354 Sumber : Kanwil BPN Provinsi Jawa Timur, 2014
14. Program MBR
134 Profil Pertanahan Provinsi Jawa Timur 2015 - Kementerian PPN / Bappenas
Data dan Informasi Pertanahan Provinsi Jawa Timur
5.5.5 Kasus Pertanahan
Berdasarkan data yang diperoleh, hanya terdapat jumlah kasus pertanahan yang telah disele- saikan, sedangkan data mengenai jumlah kasus pertanahan yang terjadi tidak didapatkan. Adapun jumlah kasus pertanahan yang telah diselesaikan, terdata pada tahun 2013 sebanyak 183 kasus. Dari jumlah kasus yang terselesaikan tersebut, terdapat 22 kasus yang terselesaikan dengan per- nyataan (kategori K1), 8 kasus dengan surat keputusan (kategori K2), 60 kasus terselesaikan den- gan mediasi (kategori K3), 55 kasus diselesaikan melalui jalur hukum (kategori K4), dan 38 kasus diselesaikan dengan cara lainnya (kategori K5).
5.5.6 Nilai Transaksi Tanah
Jumlah dan nilai transaksi tanah yang terdapat di Provinsi Jawa Timur, dari tahun ke tahun cukup tinggi. Hingga akhir tahun 2013, tercatat bahwa jumlah transaksi yang telah dilakukan se- banyak 666.343 bidang tanah dengan nilai transaksi yang mencapai Rp 93.075.502.557.227 dimana nilai ini dapat menunjukkan tingkat perkotaan yang dimiliki suatu wilayah. Nilai transaksi yang terdapat di provinsi ini, dari tahun 2009 hingga tahun 2013, grafik nilainya cenderung terus meningkat. Mengingat pembangunan yang terjadi di Provinsi Jawa Timur dari tahun ke tahun terus meningkat.Berikut adalah data jumlah bidang dan nilai transaksi jual-beli tanah yang terdapat di Provinsi Jawa Timur.
Tabel V.22
Perbandingan Jumlah dan Nilai Transaksi Tanah dengan Perkembangan Jumlah Penduduk di Provinsi Jawa Timur Jumlah Transaksi Nilai Transaksi Jual-Beli
No. Tahun Jumlah Penduduk
Jual Beli (Bidang)
(Rp)
1. s.d 2003
Sumber : Kanwil BPN Provinsi Bali, 2014; BPS Provinsi Jawa Timur, 2014
Profil Pertanahan Provinsi Jawa Timur 2015 - Kementerian PPN / Bappenas 135
Data dan Informasi Pertanahan Provinsi Jawa Timur
Berdasarkan data yang didapatkan, jumlah penduduk Provinsi Jawa Timur dari tahun 2009 hingga 2013 mengalami peningkatan. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah penduduk mempe- ngaruhi jumlah dan nilai transaksi jual-beli tanah di provinsi tersebut. Meningkatnya jumlah pen- duduk tersebut mempengaruhi potensi nilai jual dari tanah yang ada di Provinsi Jawa Timur. Oleh karena lahan yang ada terbatas sementara tingkat permintaan setiap tahunnya meningkat me- ngakibatkan adanya peningkatan jumlah dan nilai transaksi jual-beli tanah di Provinsi Jawa Timur.
5.5.7 Pegawai Pertanahan
Pegawai pertanahan yang bekerja di lingkungan Kanwil BPN Provinsi Jawa Timur pada tahun 2013 berjumlah 404 orang. Dari jumlah tersebut, 106 orang merupakan pegawai non-juru ukur dan 298 orang sisanya merupakan pegawai juru ukur yang bekerja untuk melakukan pengukuran yang diperlukan, baik untuk pengeluaran sertifikat hak atas tanah maupun untuk pendataan lain- nya. Berikut adalah diagram perbandingan jumlah pegawai pertanahan juru ukur dan non-juru ukur yang bekerja di lingkungan Kanwil BPN Provinsi Jawa Timur.
Diagram 5.12 Jumlah Pegawai Pertanahan di Kanwi; BPN Provinsi Jawa Timur Tahun 2013
Sumber : Kanwil BPN Provinsi Jawa Timur, 2014
136 Profil Pertanahan Provinsi Jawa Timur 2015 - Kementerian PPN / Bappenas
Data dan Informasi Pertanahan Provinsi Jawa Timur
Dari data yang diperoleh, jumlah pegawai juru ukur yang ada masih belum mencukupi kebu- tuhan untuk pelayanan pertanahan. Selama ini, dirasa hanya ideal untuk menyelesaikan legalisasi aset yang dibiayai dari APBN dengan kemampuan per harinya, rata-rata 5 bidang per hari/orang, sementara pelayanan rutin selalu terbengkalai. Jadi, dibutuhkan tambahan pegawai juru ukur hing-
ga berjumlah 450 orang.
5.5.8 Isu Spesifik Pertanahan
*) Data mengenai “Isu Spesifik Pertanahan” di Provinsi Jawa Timur tidak tersedia.
Profil Pertanahan Provinsi Jawa Timur 2015 - Kementerian PPN / Bappenas 137
5.6 DATA DAN INFORMASI PERTANAHAN PROVINSI BALI
Data dan Informasi Pertanahan Provinsi Bali
Provinsi Bali secara geografis terletak pada 8°3’40”-8°50’48” LS dan 114°25’53”- 115°42’40” BT. Batas wilayah Provinsi Bali di sebelah Utara adalah Laut Bali, di bagian Timur berbatasan dengan Selat Lombok, di sebelah Selatan dengan Samudera Indonesia, dan di sebelah Barat dengan Selat Bali. Provinsi ini memiliki 9 kabupaten/kota dengan total luas wilayah sebesar 563.666 Ha. Ibukota dari Provinsi Bali adalah Kota Denpasar dengan luas wilayah terkecil di antara kabupaten lainnya yaitu sebesar 12.778 Ha. Adapun luas wilayah administrasi kabupaten/kota di Provinsi Bali dapat dilihat pada Gambar 2.
Dari total luas wilayah Provinsi Bali, wilayah daratan yang dimiliki adalah seluas 314.541,50 Ha. Sebagian besar penggunaan tanah di Provinsi Bali didominasi oleh Kawasan non-hutan, yakni seluas 432.979,99 Ha. Adapun pada kawasan non-hutan tersebut terdapat penggunaan tanah untuk Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B). Dilihat dari Gambar 1, Provinsi Bali hanya memiliki penggunaan tanah untuk LP2B seluas 112.255 Ha. Kawasan hutan di Provinsi Bali memi- liki luasan sebesar 130.686,01 Ha. Kategori hutan di Provinsi Bali terdiri dari Kawasan Suaka Alam dan Pelestarian Alam, Kawasan Hutan Lindung, Kawasan Hutan Produksi Terbatas, dan Hutan Pro- duksi Tetap ( SK 433/Kpts-II/1999).
Sumber : Kanwil BPN Provinsi Bali, 2014
Gambar 5.21
Luas Penggunaan Tanah di Provinsi Bali Tahun 2014
Pengadaan Tanah adalah setiap kegiatan untuk mendapatkan tanah dengan cara memberikan ganti kerugian kepada yang berhak atas tanah tersebut. Pelepasan atau penyerahan hak atas tanah adalah kegiatan melepaskan hubungan hukum antara pemegang hak atas tanah dengan tanah yang dikuasainya dengan memberikan ganti kerugian atas dasar musyawarah.
Keppres No. 55 Tahun 1993
Kilas Informasi
140 Profil Pertanahan Provinsi Bali 2015 - Kementerian PPN / Bappenas
Gambar 5.22 Peta Administrasi Wilayah Kabupaten/ Kota di Provinsi Bali
Sumber : Badan Informasi Geospasial, 2013
Data dan Informasi Pertanahan Provinsi Bali
5.6.1 Peta Dasar Pertanahan
Ketersediaan peta dasar pertanahan dapat menjadi pendukung dalam bukti kepemilikan tanah. Peta dasar pertanahan tersebut digunakan untuk menunjukan batas-batas kepemilikan tanah secara presisi guna mencegah terjadinya konflik pertanahan yang terjadi di Provinsi Bali, khususnya kasus terkait sengketa batas atau wilayah bidang bersertifikat. Adanya peta dasar per- tanahan tersebut turut mendukung kepastian hukum atas tanah yang dimiliki oleh masyarakat di provinsi tersebut.
Luas wilayah Provinsi Bali yang sudah memiliki peta dasar pertanahan selama sampai den- gan tahun 2003 hingga 2013 adalah seluas 302.649,50 Ha. Dari cakupan luas wilayah peta dasar pertanahan tersebut, wilayah yang sudah terdigitasi adalah sebesar 274.134 Ha. Sedangkan yang belum terdigitasi adalah seluas 20.515,50 Ha. Adapun wilayah di Provinsi Bali yang belum memiliki peta dasar pertanahan adalah seluas 34.926 Ha.
Gambar 5.23
Bagan Ketersediaan Cakupan Luas Peta Dasar Pertanahan
Provinsi Bali
Sumber: Kanwil BPN Provinsi Bali, 2014
Penggunaan kawasan hutan untuk kegiatan pertambangan dilakukan dengan ketentuan: a. dalam kawasan hutan produksi dapat dilakukan: 1. penambangan dengan pola pertambangan terbuka; dan 2. penambangan dengan pola pertambangan bawah tanah;
b. dalam kawasan hutan lindung hanya dapat dilakukan penambangan dengan pola pertambangan bawah tanah dengan ketentuan dilarang mengakibatkan: 1. turunnya permukaan tanah;
Kilas Informasi
2. berubahnya fungsi pokok kawasan hutan secara permanen; dan 3. terjadinya kerusakan akuiver air tanah.
Pasal 5 ayat 1 PP No 24 Tahun 2010 tentang Penggunaan Kawasan Hutan
142 Profil Pertanahan Provinsi Bali 2015 - Kementerian PPN / Bappenas
Data dan Informasi Pertanahan Provinsi Bali
Sedangkan untuk peta tematik Provinsi Bali terbagi ke dalam 3 (tiga) jenis, yaitu peta zona nilai tanah, sosial-ekonomi, dan penggunaan tanah. Pembuatan peta tematik di Provinsi Bali dimulai sejak tahun 2010, yakni peta zona nilai tanah dengan cakupan wilayah seluas 480.085 Ha. Adapun untuk peta penggunaan tanah mulai dibuat sejak tahun 2011 dan peta sosial-ekonomi pada tahun 2013 masing-masing seluas 5.252.778,17 Ha dan 15.000 Ha. Hingga tahun 2013, luas cakupan peta tematik Provinsi Bali dapat dilihat pada Tabel I.
Tabel V.23
Luas Cakupan Peta Tematik Provinsi Bali Tahun 2003-2013
Penggunaan Tanah No.
Zona Nilai Tanah
1. s.d 2003
5.252.778,17 Sumber : Kanwil BPN Provinsi Bali, 2014
5.6.2 Wilayah Bidang Bersertifikat
Ketersediaan hak milik dan hak atas tanah di Provinsi Bali dapat berguna dalam menunjuk- kan tingkat kepastian hukum hak atas tanah bagi masyarakat di provinsi tersebut. Jumlah bidang yang bersertifikat hak atas tanah dapat menggambarkan pola bagaimana tanah yang ada di Provin- si Bali tersebut digunakan dan dikelola di atasnya. Selain itu, juga dapat menjadi tolak ukur dalam menentukan percepatan penyamarataan kesejahteraan masyarakat yang ada di Provinsi Bali guna
menghindari permasalahan ketimpangan kepemilikan tanah yang ada. Pada tahun 2015, cakupan luas wilayah bidang bersertifikat yang sudah terdigitasi secara
keseluruhan di Provinsi Bali mencapai 62.142,52 Ha. Hampir semua kabupaten/kota di Provinsi Bali memiliki bidang tanah bersertifikat yang sudah terdigitasi tersebut. Adapun persebaran bidang tanah bersertifikat yang sudah terdigitasi di Provinsi Bali dapat dilihat pada Gambar 4 di halaman
berikutnya.
Profil Pertanahan Provinsi Bali 2015 - Kementerian PPN / Bappenas 143
Tabel V.24 Jumlah Bidang Tanah yang Telah Memiliki Sertifikat Hak Milik Atas Tanah di Provinsi Bali
No. Tahun
1. s.d 2003
Sumber: Kanwil BPN Provinsi Bali, 2014
Profil Pertanahan Provinsi Bali 2015 - Kementerian PPN / Bappenas 145
Data dan Informasi Pertanahan Provinsi Bali
Sertifikat hak milik dibagi ke dalam tujuh jenis sertifikat hak milik, yaitu Swadaya, PRONA, Petani, Nelayan, MBR, UKM, dan Transmigrasi. Swadaya dalam hal ini adalah tiap individu yang ingin memiliki sertifikat tanah mengajukannya sendiri ke kantor pertanahan terkait. PRONA, Petani, Nelayan, MBR, UKM dan Transmigrasi merupakan program-program legalisasi aset yang dilaku- kan oleh BPN yang sasarannya adalah masyarakat golongan menengah ke bawah. Proyek Operasi Nasional Agraria (PRONA) adalah salah satu bentuk kegiatan legalisasi aset yang pada prinsipnya merupakan kegiatan pendaftaran tanah pertama kali dengan mengutamakan desa miskin/terting- gal, daerah pertanian subur atau berkembang, daerah penyangga kota, pinggiran kota atau daerah miskin kota, dan daerah pengembangan ekonomi rakyat.
Jumlah bidang yang telah memiliki sertifikat hak milik atas tanah di Provinsi Bali dalam kurun waktu 10 tahun diperoleh secara swadaya, PRONA, program bagi nelayan, MBR, dan UKM. Serti- fikat hak milik atas tanah yang diperoleh secara swadaya memiliki jumlah bidang terbanyak diban- ding sertifikat hak milik atas tanah lainnya, yakni sebanyak 261.811 bidang hingga tahun 2013. Kemudian disusul dengan kepemilikan tanah melalui jalur PRONA yang sudah mencapai 87.816 bidang tanah dalam kurun waktu 10 tahun. Jumlah bidang yang bersertifikat hak milik atas tanah dapat dilihat pada Tabel II di halaman 6.
Selain sertifikat hak milik, Kanwil BPN Provinsi Bali juga mengeluarkan sertifikat tanah dalam bentuk hak guna usaha (HGU), hak guna bangunan (HGB), hak pakai, hak tanggungan, hak wakaf dan hak pengelolaan. Tabel III menjabarkan data jumlah bidang yang memiliki 6 (enam) bentuk sertifikat tanah di Provinsi Bali pada tahun 2003 hingga 2013.
Secara keseluruhan, HGU dan hak pengelolaan tidak dikeluarkan setiap tahunnya pada ta- hun 2003 hingga 2013. Sedangkan HGB, hak pakai, hak tanggungan, dan hak wakaf selalu dikelu- arkan setiap tahunnya oleh Kanwil BPN Provinsi Jawa Timur dalam kurun waktu 10 tahun tersebut. Berdasarkan data yang diperoleh, terdapat tanah dengan sertifikat HGU yang terhitung cukup luas, yakni 1 bidang tanah dengan luasan sebesar 215.300 Ha pada tahun 2008. Sedangkan HGB mengalami peningkatan jumlah bidang tanah, yakni dari 3.004 bidang tanah di tahun 2011 menjadi 6.095 bidang tanah di tahun 2012. Selain itu, tanah bersertifikat hak pakai tidak hanya mengalami peningkatan jumlah bidang tanah, tetapi juga luasan tanah. Pada tahun 2010 jumlah bidang tanah bersertifikat hak pakai sebanyak 459 bidang dengan luas tanah sebesar 1,943,965.43 Ha. Kemu-
dian jumlah dan luas bidang tanah bersertifikat hak pakai meningkat pada tahun 2011 menjadi 2.483 bidang tanah dengan luasan sebesar 4.767.952,39 Ha.
Kawasan perdesaan dapat direncanakan untuk menjadi satu Kawasan Perkotaan Baru. Perencanaan Kawasan Perkotaan Baru diprioritaskan untuk berbagai tujuan, yakni :
a. menyediakan ruang permukiman; b. menyediakan ruang baru bagi kebutuhan industri, perdagangan, dan jasa; c. menyediakan ruang bagi
pelayanan jasa pemerintahan; dan/atau
Kilas Informasi d. menyediakan ruang bagi pembangunan pusat kegiatan strategis nasional, provin-
si, dan kabupaten.
146 Profil Pertanahan Provinsi Bali 2015 - Kementerian PPN / Bappenas
Data dan Informasi Pertanahan Provinsi Bali
Tabel V.25
Jumlah Bidang dan Luas Tanah yang Telah Memiliki Sertifikat Berdasarkan Jenis Hak yang Dikeluarkan di Provinsi Bali
Hak Pakai No.
HGU
HGB
Tahun Jumlah
Jumlah (Bidang)
Jumlah
Luas (Ha)
(Bidang)
Luas (Ha)
(Bidang) Luas (Ha)
1. s.d 2003
Hak Pengelolaan No.
Hak Tanggungan
Hak Wakaf
Tahun Jumlah (Bidang)
Luas (Ha)
Jumlah (Bidang)
Luas (Ha)
Jumlah (Bidang)
Luas (Ha)
1. s.d 2003 40.822
0 0.00 Sumber: Kanwil BPN Provinsi Bali, 2014
Profil Pertanahan Provinsi Bali 2015 - Kementerian PPN / Bappenas 147
Data dan Informasi Pertanahan Provinsi Bali
5.6.3 Tanah Terlantar
Tanah terlantar digunakan sebagai aset atau sumber tanah untuk kegiatan reforma agraria. Tanah yang ditetapkan menjadi tanah terlantar akan kembali menjadi tanah negara karena tidak di- manfaatkan sebagaimana ketentuan yang berlaku. Jumlah bidang sisa tanah yang belum ditetapkan sebagai tanah terlantar masih dimiliki oleh perseorangan. Adapun bidang tanah terlantar yang ter- sedia hanya tanah yang sudah ditetapkan terlantar oleh Kanwil BPN Provinsi Bali dalam beberapa
tahapan yang sudah diatur dalam peraturan perundangan.
Pengaturan mengenai tanah terlantar telah diatur dalam PP Nomor 11 Tahun 2010 Pasal
2 dan Pasal 15 ayat (1) tentang Penetapan dan Pendayagunaan Tanah Terlantar. Tanah Terlantar merupakan salah satu sumber TOL (Tanah Objek Landreform) yang akan digunakan untuk mening- katkan kesejahteraan rakyat di tiap daerah. Oleh karenanya, penetapan tanah terlantar pada se- jumlah bidang tanah yang terindikasi terlantar dapat memiliki peran penting khususnya membantu memperbaiki kesejahteraan masyarakat.
Berdasarkan data yang diperoleh, Kanwil BPN Provinsi Bali belum menetapkan bidang tanah yang telah ditetapkan sebagai tanah terlantar. Oleh karenanya, tidak terdapat bidang tanah terlan- tar di Provinsi Bali.
5.6.4 Redistribusi Tanah dan Legalisasi Aset
Redistribusi tanah dan kegiatan legalisasi aset menjadi salah satu program kegiatan BPN yang ingin meningkatkan prosentase kepemilikan sertifikat hak atas tanah oleh masyarakat se- hingga diharapkan tanah tersebut memiliki kekuatan hukum dan dapat meminimalisir konflik atau sengketa atas tanah. Selain itu, kegiatan ini sebagai upaya, menyejahterakan rakyat dengan cara membuka akses terhadap tanah untuk digarap, sehingga dapat menghasilkan keuntungan ekonomi bagi masyarakat tersebut maupun lingkungannya. Dalam kegiatan Reforma Agraria, terdapat redis- tribusi tanah dan legalisasi aset sebagai program di dalamnya. Dalam redistribusi tanah, penerima diberikan tanah serta sertifikat hak atas tanah tersebut dan biasanya dikhususkan untuk petani. Legalisasi aset hanya memberikan sertifikat hak atas tanah di mana penerima sudah memiliki tanah sebelumnya. Kegiatan ini diikuti dengan program pemberdayaan, sehingga penerima tidak hanya memiliki akses terhadap tanah tapi juga mempunyai keahlian dalam memberdayakan tanah terse- but.
Upaya legalisasi aset di Provinsi Bali yang dilakukan melalui 3 program, yakni program yang diberikan kepada MBR, nelayan, dan UKM. Keberjalanan program dimulai sejak tahun 2008 yang diawali dengan legalisasi aset bagi UKM sebanyak 650 bidang. Sedangkan pada tahun 2011 baru diadakan legalisasi aset di Provinsi Bali untuk 3 (tiga) program, yakni 290 bidang untuk legalisasi aset bagi MBR, 300 bidang bagi nelayan, dan 800 bidang bagi UKM. Keberjalanan pengupayaan legalisasi aset tanah sempat terhenti pada tahun 2009 dan dilanjutkan kembali pada tahun 2010 dengan menjalankan legalisasi aset bagi nelayan sebanyak 300 bidang dan bagi UKM sebanyak 650 bidang.
148 Profil Pertanahan Provinsi Bali 2015 - Kementerian PPN / Bappenas
Data dan Informasi Pertanahan Provinsi Bali
Tabel V.26
Jumlah Bidang, Luas Tanah dan Jumlah KK Penerima Program Legalisasi Aset
di Provinsi Bali Tahun 2008-2013 Program Legalisasi
Penerima No.
Jumlah
Tahun Luas (Ha)
Program UKM
3. Program UKM
4. Program Nelayan
5. Program UKM
Program Nelayan
7. Program MBR
Program UKM
9. Program UKM
221.3967 400 Sumber : Kanwil BPN Provinsi Bali, 2014
10. Program Nelayan
5.6.5 Kasus Pertanahan
Kasus pertanahan yang terdapat di Provinsi Bali pada tahun 2003 hingga tahun 2013 dibagi ke dalam 2 (dua) jenis, yaitu kasus pertanahan berdasarkan subjek yang terlibat dan kasus per- tanahan berdasarkan substansi atau objek kasus. Jumlah kasus pertanahan berdasarkan subjek di Provinsi Bali hanya terjadi antar masyarakat dan pemerintah serta antar masyarakat. Sengketa antar masyarakat menjadi kasus yang terbanyak yang terjadi di Provinsi Bali, yakni sebesar 334 ka- sus dibandingkan kasus antar masyarakat dan pemerintah yang hanya terjadi dalam 5 kasus saja.
Sedangkan dilihat dari objek dalam kasus pertanahan di Provinsi Bali pada tahun 2003 hing-
ga 2013 ditunjukkan pada Diagram 1. Kasus pertanahan terkait sengketa waris menjadi kasus terbanyak dibandingkan objek kasus lainnya, yakni sebesar 182 kasus. Selain itu, kasus penguasaan tanah tanpa hak juga memiliki jumah kasus terbanyak ke-2 yaitu sebanyak 93 kasus dalam kurun waktu 7 tahun. Kasus pertanahan yang cukup banyak lainnya adalah kasus sengketa batas dan kasus jual-beli berkali-kali dengan masing-masing jumlahnya sebanyak 55 kasus dan 31 kasus di Provinsi Bali.
Dari sejumlah kasus pertanahan yang telah disebutkan sebelumnya, terdapat 495 kasus yang terselesaikan di Provinsi Bali. Dari kriteria penyelesaian kasus pertanahan, kriteria (K1) men- jadi cara penyelesaian yang paling banyak dilakukan, yakni sejumlah 282 kasus. Kriteria (K1) ini diselesaikan melalui pernyataan dalam penyelesaian kasus pertanahan tersebut. Selain itu, kasus pertanahan di Provinsi Bali paling banyak diselesaikan melalui jalur hukum yakni peradilan dan medi- asi. Penyelesaian melalui jalur hukum (K4) adalah sebanyak 102 kasus dan 95 kasus untuk penyele- saian kasus melalui mediasi (K3).
Profil Pertanahan Provinsi Bali 2015 - Kementerian PPN / Bappenas 149
Data dan Informasi Pertanahan Provinsi Bali
Diagram 5.13
Jumlah Kasus Pertanahan Berdasarkan Obyek di Provinsi Bali Tahun 2003-2013
Sumber: Kanwil BPN Provinsi Bali, 2014
Kasus pertanahan yang terjadi di Provinsi Bali, baik berdasarkan subjek maupun objek, hingga akhir tahun 2013 berjumlah 782 kasus. Jika dibandingkan antara jumlah kasus yang terselesaikan dengan jumlah kasus yang terjadi, sudah 63,30 % yang terselesaikan. Berikut adalah diagram prosentase antara jumlah kasus pertanahan dengan jumlah kasus yang terselesaikan.
Kasus yang Belum Terselesaikan,
Kasus yang
Terselesaikan, 63.30%
Sumber : Kanwil BPN Provinsi Bali 2014
Diagram 5.14
Prosentase Antara Jumlah Kasus Pertanahan dengan Jumlah Kasus
yang Terselesaikan di Provinsi Bali
150 Profil Pertanahan Provinsi Bali 2015 - Kementerian PPN / Bappenas
Data dan Informasi Pertanahan Provinsi Bali
5.6.6 Nilai Transaksi Tanah
Selama periode tahun s.d 2003 hingga 2013, jumlah dan nilai transaksi jual-beli tanah di Provinsi Bali terus meningkat. Dalam tahun-tahun sebelum sampai dengan tahun 2003, jumlah transaksi jual-beli tanah di Provinsi Bali sudah mencapai 120.230 bidang dengan nilai transaksi sebesar Rp 48.021.284.500,00. Sedangkan dalam kurun waktu 10 tahun, total jumlah transaksi jual-beli tanah di provinsi ini sebanyak 324.653 dengan nilai transaksi yang cukup besar yakni Rp 20.444.254.511.333,00 seperti yang dicantumkan dalam Tabel V. Semakin besar jumlah dan nilai transaksi jual-beli tanah maka semakin tinggi pula tingkat perkotaan di provinsi tersebut.
Tabel V.27
Perbandingan Jumlah dan Nilai Transaksi Tanah dengan Perkembangan
Jumlah Penduduk di Provinsi Bali Jumlah Transaksi Nilai Transaksi Jual-Beli
No. Tahun Jumlah Penduduk
Jual Beli (Bidang)
(Rp)
1. s.d 2003
Data tidak tersedia
Data tidak tersedia
Sumber : Kanwil BPN Provinsi Bali, 2014; BPS Provinsi Bali, 2014
Berdasarkan data yang didapatkan, jumlah penduduk Provinsi Bali dari tahun 2005 hingga 2013 mengalami peningkatan. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah penduduk mempengaruhi jum- lah dan nilai transaksi jual-beli tanah di provinsi tersebut. Meningkatnya jumlah penduduk tersebut mempengaruhi potensi nilai jual dari tanah yang ada di Provinsi Bali. Oleh karena lahan yang ada terbatas sementara tingkat permintaan setiap tahunnya meningkat mengakibatkan adanya pen- ingkatan jumlah dan nilai transaksi jual-beli tanah di Provinsi Bali.
5.6.7 Pegawai Pertanahan
Pada tahun 2013, Kanwil BPN Provinsi Bali baru mendata jumlah pegawai pertanahan yang bekerja yang ditunjukkan melalui Diagram 5. Pegawai non-juru ukur memiliki jumlah yang lebih ba- nyak dibandingkan pegawai juru ukur tanah yakni sebesar 553 orang. Sedangkan pegawai juru
ukur tanah hanya sebanyak 89 pegawai. Dengan kata lain, perbandingan jumlah antar kedua kat- egori pegawai adalah 1:6.
Profil Pertanahan Provinsi Bali 2015 - Kementerian PPN / Bappenas 151
Data dan Informasi Pertanahan Provinsi Bali
Kanwil BPN Provinsi Bali menyatakan bahwa jumlah tersebut dirasa masih belum mencukupi kebutuhan karena kegiatan pelayanan pengukuran rata-rata pertahun sebanyak 51.214 bidang dan kemampuan petugas juru ukur maksimal 2 (dua) bidang perhari. Dari bidang pertanahan yang diker- jakan tersebut, masih membutuhkan sekitar 18 pegawai juru ukur lagi untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Adapun dari 89 pegawai juru ukur yang ada menghasilkan kemampuan sebesar 42.720 pelayanan di Provinsi Bali. Oleh karenanya, perlu adanya penambahan pegawai minimal 18 orang mengingat pada wilayah Provinsi Bali memiliki topografi atau medan yang cukup sulit.
Diagram 5.15 Jumlah Pegawai Pertanahan di BPN Provinsi Bali Tahun 2013
Sumber : Kanwil BPN Provinsi Bali, 2014
5.6.8 Isu Spesifik Pertanahan
Provinsi Bali memiliki beberapa isu spesifik pertanahan, yakni isu terkait sengketa dan konflik pertanahan, tanah adat, dan penguasaan tanah oleh masyarakat. Isu terkait sengketa dan konflik pertanahan di provinsi tersebut berupa sengketa tanah milik adat yang sering terjadi di Kabupaten Tabanan yakni tanah warisan. Konflik tanah adat tersebut dapat termasuk ke dalam persoalan tanah adat ulayat di mana tanah waris yang dipermasalahkan tersebut masih belum memiliki status hukum yang jelas dan cukup terikat. Hal ini akan berimbas pada sulitnya penyelesaian dari kasus tersebut mengingat tanah warisan bersifat turun-temurun di masyarakat adat.
152 Profil Pertanahan Provinsi Bali 2015 - Kementerian PPN / Bappenas
Data dan Informasi Pertanahan Provinsi Bali
Isu selanjutnya adalah isu terkait tanah adat yang terjadi di Desa Temukus, Kabupaten Bule- leng, Bali. Di desa tersebut terdapat tanah kuburan karang rumpit yang di-klaim oleh orang-pero- rangan. Kasus tersebut juga termasuk ke dalam persengketaan tanah adat/ulayat, di mana tanah yang diakui dimiliki oleh masyarakat adat, pada kenyataannya diakui oleh orang-perorangan sebagai tanah milik pihak masing-masing. Oleh karenanya, dibutuhkan penjelasan batas tanah adat Ulayat, sehingga akan memudahkan untuk penerbitan sertifikat hak atas tanah dan memiliki kepastian hu- kum.
Kemudian terkait dengan penguasaan tanah oleh masyarakat disebabkan oleh adanya tanah yang bersertifikat Hak Guna Usaha (HGU) sudah tidak berlaku lagi, sehingga masyarakat yang ber- tindak sebagai penggarap menguasai tanah tersebut. Adapun masyarakat sebagai penggarap men- gajukan permohonan sertifikat atas lahan HGU yang sudah habis masa berlakunya tersebut
Profil Pertanahan Provinsi Bali 2015 - Kementerian PPN / Bappenas 153
5.7 DATA DAN INFORMASI PERTANAHAN PROVINSI KALIMANTAN BARAT
Data dan Informasi Pertanahan Provinsi Kalimantan Barat
Provinsi Kalimantan Barat secara geografis terletak pada 2°08’ LU - 3°05’ LS dan 108°00’ - 114°10’ BT. Batas wilayah Provinsi Kalimantan Barat sebelah Utara dengan Sarawak (Malaysia), berbatasan dengan Kalimantan Timur di bagian Timur, Selatan dengan Laut Jawa dan Kalimantan Tengah, serta Barat dengan Laut Natuna dan Selat Karimata. Provinsi ini memiliki 14 kabupaten/ kota dengan total luas wilayah sebesar 14.737.505 Ha. Ibukota dari Provinsi Kalimantan Barat adalah Kota Pontianak dengan luas wilayah terkecil di antara kabupaten/kota lainnya, yaitu sebesar 16.366,90 Ha. Adapun luas wilayah administrasi kabupaten/kota di Provinsi Kalimantan Barat dapat dilihat pada Gambar 2.
Wilayah Daratan Provinsi Kalimantan Barat memiliki luasan sebesar 314.541,50 Ha. Peng- gunaan tanah di wilayah daratan Provinsi Kalimantan Barat terdiri dari kawasan hutan, kawasan non-hutan, dan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B). Sebagian besar penggunaan tanah di Kalimantan Barat didominasi oleh kawasan hutan, yakni seluas 8.174.768 Ha. Kalimantan Barat
memiliki 5 (lima) kategori kawasan hutan, yakni kawasan suaka alam dan pelestarian alam, kawasan hutan lindung, kawasan hutan produksi terbatas, kawasan hutan produksi tetap, dan kawasan hutan produksi yang dapat dikonversi ( SK Nomor 936/Menhut-II/2013). Kemudian kawasan non-hutan
dan LP2B memiliki luasan yang sama yakni seluas 6.424.678 Ha.
Sumber : Kanwil BPN Provinsi Kalimantan Barat, 2014
Gambar 5.25
Luas Penggunaan Tanah di Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2014
Pengadaan Tanah adalah setiap kegiatan untuk mendapatkan tanah dengan cara memberikan ganti kerugian kepada yang berhak atas tanah tersebut. Pelepasan atau penyerahan hak atas tanah adalah kegiatan melepaskan hubungan hukum antara pemegang hak atas tanah dengan tanah yang dikuasainya dengan memberikan ganti kerugian atas dasar musyawarah.
Keppres No. 55 Tahun 1993
Kilas Informasi
156 Profil Pertanahan Provinsi Kalimantan Barat 2015 - Kementerian PPN / Bappenas
Gambar 5.26 Peta Administrasi Wilayah Kabupaten/ Kota di Provinsi Kalimantan Barat
Sumber : Badan Informasi Geospasial, 2013
Data dan Informasi Pertanahan Provinsi Kalimantan Barat
5.7.1 Peta Dasar Pertanahan
Ketersediaan peta dasar pertanahan dapat menjadi pendukung dalam bukti kepemilikan tanah. Peta dasar pertanahan tersebut digunakan untuk menunjukan batas-batas kepemilikan tanah secara presisi guna mencegah terjadinya konflik pertanahan yang terjadi di Provinsi Kali- mantan Barat, khususnya kasus terkait sengketa batas atau wilayah bidang bersertifikat. Adanya peta dasar pertanahan tersebut turut mendukung kepastian hukum atas tanah yang dimiliki oleh
masyarakat di provinsi tersebut. Luas wilayah Provinsi Kalimantan Barat yang sudah memiliki peta dasar pertanahan dari
tahun 2011 hingga 2013 baru seluas 88.000 Ha. Dari cakupan luas wilayah peta dasar pertana- han tersebut, belum ada yang sudah terdigitasi. Adapun wilayah di Provinsi Kalimantan Barat yang belum memiliki peta dasar pertanahan terhitung cukup besar, yakni seluas 14.561.505 Ha.
Gambar 5.27
Bagan Ketersediaan Cakupan Luas Peta Dasar Pertanahan
Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2011-2013
Sumber: Kanwil BPN Provinsi Kalimantan Barat, 2014
Penggunaan kawasan hutan untuk kegiatan pertambangan dilakukan dengan ketentuan: a. dalam kawasan hutan produksi dapat dilakukan: 1. penambangan dengan pola pertambangan terbuka; dan 2. penambangan dengan pola pertambangan bawah tanah;
b. dalam kawasan hutan lindung hanya dapat dilakukan penambangan dengan pola pertambangan bawah tanah dengan ketentuan dilarang mengakibatkan: 1. turunnya permukaan tanah;
Kilas Informasi
2. berubahnya fungsi pokok kawasan hutan secara permanen; dan 3. terjadinya kerusakan akuiver air tanah.
Pasal 5 ayat 1 PP No 24 Tahun 2010 tentang Penggunaan Kawasan Hutan
158 Profil Pertanahan Provinsi Kalimantan Barat 2015 - Kementerian PPN / Bappenas
Data dan Informasi Pertanahan Provinsi Kalimantan Barat
Sedangkan untuk peta tematik Provinsi Kalimantan Barat terbagi ke dalam 3 (tiga) jenis, yaitu peta zona nilai tanah, sosial-ekonomi, dan penggunaan tanah. Pembuatan peta tematik di Provinsi Kalimantan Barat dimulai sejak tahun 2010, yakni berupa pembuatan peta penggunaan tanah de- ngan cakupan wilayah seluas 14.737.505 Ha. Adapun untuk peta zona nilai tanah dan sosial-ekonomi mulai dibuat sejak tahun 2013. Cakupan peta zona nilai tanah di Provinsi Kalimantan Barat adalah 50.000 Ha dan peta sosial-ekonomi adalah 15.000 Ha.
Tabel V.28
Luas Cakupan Peta Tematik Provinsi Kalimantan Barat Tahun s.d 2003-2013
Penggunaan Tanah No.
Zona Nilai Tanah
1. s.d 2003
58.950.020 Sumber: Kanwil BPN Provinsi Kalimantan Barat, 2014
5.7.2 Wilayah Bidang Bersertifikat
Ketersediaan hak milik dan hak atas tanah di Provinsi Kalimantan Barat dapat berguna dalam menunjukkan tingkat kepastian hukum hak atas tanah bagi masyarakat di provinsi tersebut. Jumlah bidang yang bersertifikat hak atas tanah dapat menggambarkan pola bagaimana tanah yang ada di Provinsi Kalimantan Barat tersebut digunakan dan dikelola di atasnya. Selain itu juga dapat menjadi tolak ukur dalam menentukan percepatan penyamarataan kesejahteraan masyarakat yang ada di Provinsi Kalimantan Barat guna menghindari permasalahan ketimpangan kepemilikan tanah yang
ada. Pada tahun 2015, cakupan luas wilayah bidang bersertifikat yang sudah terdigitasi secara
keseluruhan di Provinsi Kalimantan Barat mencapai 947.272,44 Ha. Hampir semua kabupaten/ kota di Provinsi Kalimantan Barat memiliki bidang tanah bersertifikat yang sudah terdigitasi terse- but. Adapun persebaran bidang tanah bersertifikat yang sudah terdigitasi di Provinsi Kalimantan Barat dapat dilihat pada Gambar 4 di halaman berikutnya.
Profil Pertanahan Provinsi Kalimantan Barat 2015 - Kementerian PPN / Bappenas 159
106°0'0"E
107°0'0"E
108°0'0"E
109°0'0"E
110°0'0"E
111°0'0"E
112°0'0"E
113°0'0"E 114°0'0"E
PETA CAKUPAN BIDANG TANAH BERSERTIPIKAT YANG TELAH TERDIGITASI
PROVINSI KALIMANTAN BARAT
"N '0
DATA PER BULAN JUNI 2015
"N 15
MALAYSIA 15 MALAYSIA 2°
Luas Cakupan Bidang Tanah Bersertipikat
BENGKAYANG
Yang Telah Terdigitasi Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2015 Sebesar 947.272, 44 Ha
KOTA SINGKAWANG
'0 "N
'0 "N 0° 45
KAPUAS HULU
SEKADAU SANGGAU
0° 0' 0"
KOTA PONTIANAK
KUBU RAYA MELAWI
KALIMANTAN 1° KALIMANTAN TENGAH TENGAH
KEP. BANGKA KEP. BANGKA
BELITUNG BELITUNG
Peta Orientasi
Legend
Bidang Tanah Bersertifikat Terdigitasi
Bidang Tanah Belum Bersertifikat
3° Batas Administrasi Provinsi 0' Batas Administrasi Kabupaten
/ 114°0'0"E
Sumber : BPN 2015 dan Pengolahan Data oleh
Sources: Esri, USGS, NOAA
Kementerian PPN/Bappenas 2015
106°0'0"E
107°0'0"E
108°0'0"E
109°0'0"E
110°0'0"E
111°0'0"E
112°0'0"E
113°0'0"E
Tabel V.29 Jumlah Bidang Tanah yang Telah Memiliki Sertifikat Hak Milik Atas Tanah di Provinsi Kalimantan Barat
No. Tahun
1. s.d 2003
9.844 Sumber: Kanwil BPN Provinsi Kalimantan Barat, 2014
Profil Pertanahan Provinsi Kalimantan Barat 2015 - Kementerian PPN / Bappenas 161
Data dan Informasi Pertanahan Provinsi Kalimantan Barat
Sertifikat hak milik dibagi ke dalam tujuh jenis sertifikat hak milik, yaitu Swadaya, PRONA, Petani, Nelayan, MBR, UKM, dan Transmigrasi. Swadaya dalam hal ini adalah tiap individu yang ingin memiliki sertifikat tanah mengajukannya sendiri ke kantor pertanahan terkait. PRONA, Petani, Nelayan, MBR, UKM dan Transmigrasi merupakan program-program legalisasi aset yang dilaku- kan oleh BPN yang sasarannya adalah masyarakat golongan menengah ke bawah. Proyek Operasi Nasional Agraria (PRONA) adalah salah satu bentuk kegiatan legalisasi aset yang pada prinsipnya merupakan kegiatan pendaftaran tanah pertama kali dengan mengutamakan desa miskin/terting- gal, daerah pertanian subur atau berkembang, daerah penyangga kota, pinggiran kota atau daerah miskin kota, dan daerah pengembangan ekonomi rakyat.
Jumlah bidang yang telah memiliki sertifikat hak milik atas tanah di Provinsi Kalimantan Barat dalam kurun waktu 10 tahun diperoleh secara swadaya, PRONA, dan melalui program bagi petani, nelayan, MBR, UKM, dan transmigrasi. Sertifikat hak milik atas tanah yang diperoleh secara swa- daya memiliki jumlah bidang yang terbanyak dibanding sertifikat hak milik atas tanah lainnya yakni sebanyak 138.332 bidang hingga tahun 2013. Jumlah bidang bersertifikat yang diberikan kepada UKM dan MBR berjumlah 750 bidang untuk MBR dan 284 bidang untuk UKM. Jumlah sertifikat kepemilikan tanah bagi petani sebesar 3.450 bidang. Selain dari program sertifikasi khusus bagi ketiga pihak tersebut dari masing-masing kementerian terkait, PRONA turut memberikan sertifikat kepemilikan tanah untuk petani, MBR, dan UKM. Jumlah bidang bersertifikat hak milik juga dapat menunjukkan tingkat ketimpangan kepemilikan lahan khususnya antara masyarakat umum dengan pihak-pihak seperti petani, nelayan, dan MBR.
Selain sertifikat hak milik, Kanwil BPN Provinsi Kalimantan Barat juga mengeluarkan sertifikat tanah dalam bentuk hak guna usaha (HGU), hak guna bangunan (HGB), hak pakai, hak tanggungan, hak wakaf dan hak pengelolaan. Tabel III menjabarkan data jumlah bidang untuk sertifikat dalam
6 (enam) bentuk sertifikat tanah di Provinsi Kalimantan Barat tersebut pada tahun 2003 hingga 2013.
Berdasarkan data yang diperoleh, sertifikat HGU, HGB, dan hak pakai baru dikeluarkan dari tahun 2005 hingga 2013. Secara keseluruhan, jumlah bidang terbanyak dimiliki oleh tanah ber- sertifikat HGB, yakni mencapai 40.904 bidang pada tahun 2005. Namun, tanah bersertifikat HGU memiliki luasan yang paling besar, di mana pada tahun 2009 mencapai 45.475.809 Ha. Tanah yang memiliki sertifikat hak tanggungan dan hak wakaf hanya terdata jumlah bidangnya saja tan- pa diketahui luas tanahnya. Adapun tanah bersertifikat hak pengelolaan hanya terdata pada tahun 2005, yakni sebanyak 127 bidang dengan luasan sebesar 93.910,12 Ha.
Kawasan perdesaan dapat direncanakan untuk menjadi satu Kawasan Perkotaan Baru. Perencanaan Kawasan Perkotaan Baru diprioritaskan untuk berbagai tujuan, yakni :
a. menyediakan ruang permukiman; b. menyediakan ruang baru bagi kebutuhan industri, perdagangan, dan jasa; c. menyediakan ruang bagi
pelayanan jasa pemerintahan; dan/atau
Kilas Informasi d. menyediakan ruang bagi pembangunan pusat kegiatan strategis nasional, provin-
si, dan kabupaten.
162 Profil Pertanahan Provinsi Kalimantan Barat 2015 - Kementerian PPN / Bappenas
Data dan Informasi Pertanahan Provinsi Kalimantan Barat
Tabel V.30
Jumlah Bidang dan Luas Tanah yang Telah Memiliki Sertifikat Berdasarkan Jenis Hak yang Dikeluarkan di Provinsi Kalimantan Barat
Hak Pakai No.
HGU
HGB
Tahun Jumlah
Jumlah (Bidang)
Jumlah
Luas (Ha)
(Bidang)
Luas (Ha)
(Bidang) Luas (Ha)
1. s.d 2003
Hak Pengelolaan No.
Hak Tanggungan
Hak Wakaf
Tahun Jumlah (Bidang)
Luas (Ha)
Jumlah (Bidang)
Luas (Ha)
Jumlah (Bidang)
Luas (Ha)
1. s.d 2003
- - Sumber: Kanwil BPN Provinsi Kalimantan Barat, 2014
Profil Pertanahan Provinsi Kalimantan Barat 2015 - Kementerian PPN / Bappenas 163
Data dan Informasi Pertanahan Provinsi Kalimantan Barat
5.7.3 Tanah Terlantar
Tanah terlantar digunakan sebagai aset atau sumber tanah untuk kegiatan reforma agraria. Tanah yang ditetapkan menjadi tanah terlantar akan kembali menjadi tanah negara karena tidak dimanfaatkan sebagaimana ketentuan yang berlaku. Jumlah bidang sisa tanah yang belum ditetap- kan sebagai tanah terlantar masih dimiliki oleh orang perseorangan. Adapun bidang tanah terlantar yang tersedia hanya tanah yang sudah ditetapkan terlantar oleh Kanwil BPN Provinsi Kalimantan
Barat dalam beberapa tahapan yang sudah diatur dalam peraturan perundangan.
Pengaturan mengenai tanah terlantar telah diatur dalam PP Nomor 11 Tahun 2010 Pasal
2 dan Pasal 15 ayat (1) tentang Penetapan dan Pendayagunaan Tanah Terlantar. Tanah terlantar merupakan salah satu sumber TOL (Tanah Objek Landreform) yang akan digunakan untuk mening- katkan kesejahteraan rakyat di tiap daerah. Oleh karenanya, penetapan tanah terlantar pada se- jumlah bidang tanah yang terindikasi terlantar dapat memiliki peran penting khususnya membantu memperbaiki kesejahteraan masyarakat.
Penetapan tanah terlantar di Provinsi Kalimantan Barat hanya terdata pada tahun 2013 saja. Pada tahun tersebut terdapat 3 bidang tanah yang ditetapkan sebagai tanah terlanta di Provin-
si Kalimantan Barat. Adapun luasannya adalah sebesar 2.773, 12 Ha.
5.7.4 Redistribusi Tanah dan Legalisasi Aset
*)Data terkait “Redistribusi Tanah dan Legalisasi Aset” Provinsi Kalimantan Barat tidak tersedia.
5.7.5 Kasus Pertanahan
Kasus pertanahan yang terdapat di Provinsi Kalimantan Barat dibagi ke dalam 2 jenis, yaitu kasus pertanahan berdasarkan subjek yang terlibat dan kasus pertanahan berdasarkan substansi atau objek kasus. Pada tahun 2013, jumlah kasus pertanahan berdasarkan subjek di Provinsi Ka- limantan Barat terjadi antar pemerintah daerah, antara masyarakat dan pemerintah, serta antar masyarakat. Sengketa antar masyarakat menjadi kasus yang paling banyak terjadi di Provinsi Kali- mantan Barat yakni sebesar 334 kasus dibandingkan kasus antar pemerintah daerah yang terjadi hanya dalam 4 kasus, serta antar masyarakat dan pemerintah yang hanya terjadi dalam 10 kasus. Adapun kasus antar pemerintah daerah terjadi antara pemerintah provinsi atau kabupaten/kota di Kalimantan Barat.
Sedangkan dilihat dari objek dalam kasus pertanahan, data yang didapatkan hanya pada tahun 2013 saja yang ditunjukkan pada Diagram 1. Kasus pertanahan terkait sengketa pengua- saan tanah tanpa hak menjadi kasus terbanyak dibandingkan objek kasus lainnya, yakni sebesar
24 kasus. Selain itu, kasus sertifikat ganda dan tumpang tindih juga memiliki jumah kasus ter- banyak ke-2 yaitu sebanyak 20 kasus dalam kurun waktu 1 tahun. Kasus lainnya berdasarkan ob- jek yang terjadi di Kalimantan Barat adalah kasus sengketa batas, sengketa waris, dan kekeliruan penunjukkan batas.
164 Profil Pertanahan Provinsi Kalimantan Barat 2015 - Kementerian PPN / Bappenas
Data dan Informasi Pertanahan Provinsi Kalimantan Barat
Diagram 5.16 Jumlah Kasus Pertanahan Berdasarkan Objek di Provinsi Kalimantan Barat
Sumber: Kanwil BPN Provinsi Kalimantan Barat, 2014
Hingga tahun 2013, terdapat 46 kasus yang terselesaikan di Provinsi Kalimantan Barat. Dari kriteria penyelesaian kasus pertanahan, kriteria (K3) menjadi cara penyelesaian yang paling ban- yak dilakukan, yakni sejumlah 15 kasus. Kriteria (K3) ini diselesaikan melalui proses mediasi dalam penyelesaian kasus pertanahan tersebut. Selain itu, kasus pertanahan di Provinsi Kalimantan Barat paling banyak diselesaikan melalui jalur hukum sebanyak 13 kasus. Kemudian penyelesaian melalui pernyataan yakni sebanyak 8 kasus pertanahan. Sedangkan penyelesaian kasus melalui cara lainn- ya adalah sebanyak 10 kasus.
Jika dibandingkan antara jumlah kasus pertanahan yang terselesaikan dengan kasus per- tanahan yang terjadi, maka baru sebesar 47,42% kasus yang sudah terselesaikan. Masih ter- dapat 52,58% dari total kasus yang belum terselesaikan di provinsi tersebut. Berikut diagram yang menunjukkan persentase perbandingan antara kasus pertanahan yang terselesaikan dengan kasus pertanahan yang terjadi di Provinsi Kalimantan Barat.
Kasus yang Sudah Terselesaikan
47.42% Kasus yang
Belum Terselesaikan 52.58%
Sumber : Kanwil BPN Provinsi Kalimantan Barat 2014
Diagram 5.17
Prosentase Antara Jumlah Kasus Pertanahan dengan Jumlah Kasus yang Terselesaikan
di Provinsi Kalimantan Barat
Profil Pertanahan Provinsi Kalimantan Barat 2015 - Kementerian PPN / Bappenas 165
Data dan Informasi Pertanahan Provinsi Kalimantan Barat
5.7.6 Nilai Transaksi Tanah
*) Data mengenai “Nilai Transaksi Tanah” di Provinsi Kalimantan Barat tidak tersedia.
5.7.7 Pegawai Pertanahan
Pada tahun 2013, Kanwil BPN Provinsi Kalimantan Barat baru mendata jumlah pegawai pertanahan yang bekerja yang ditunjukan melalui Diagram 3. Pegawai non-juru ukur memiliki jum- lah yang lebih banyak dibandingkan pegawai juru ukur tanah yakni sebesar 316 orang. Sedangkan pegawai juru ukur tanah hanya sebanyak 125 pegawai, atau dengan kata lain perbandingan jumlah antar kedua kategori pegawai adalah 1:2.
Berdasarkan jumlah pegawai juru ukur yang dimiliki oleh Kanwil BPN Provinsi Kalimantan Barat, jumlah tersebut dirasa masih belum mencukupi kebutuhan karena kegiatan pelayanan pe -ngukuran rata-rata pertahun sebanyak 51.214 bidang dan kemampuan petugas juru ukur maksi- mal 2 (dua) bidang perhari. Dari bidang pertanahan yang dikerjakan tersebut, masih membutuhkan sekitar 18 pegawai juru ukur lagi untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Adapun dari 89 pegawai juru ukur yang ada menghasilkan kemampuan sebesar 42.720 pelayanan di Provinsi Kalimantan Barat. Oleh karenanya, perlu adanya penambahan pegawai minimal 18 orang mengingat pada wilayah Provinsi Kalimantan Barat memiliki topografi atau medan yang cukup sulit.
Diagram 5.18 Jumlah Pegawai Pertanahan di Kanwil BPN
5.7.8 Isu Spesifik Pertanahan Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2013
*) Data mengenai “Isu Spesifik Pertanah- an” di Provinsi Kalimantan Barat tidak tersedia.
Sumber: Kanwil BPN Provinsi Kalimantan Barat, 2014
166 Profil Pertanahan Provinsi Kalimantan Barat 2015 - Kementerian PPN / Bappenas
5.8 DATA DAN INFORMASI PERTANAHAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR DAN KALIMANTAN UTARA
Data dan Informasi Pertanahan Provinsi Kaltim - Kaltara
Provinsi Kalimantan Utara merupakan hasil pemekaran dari Provinsi Kalimantan Timur. Ter- dapat 5 kabupaten/kota yang termasuk ke dalam wilayah administrasi Provinsi Kalimantan Utara, sedangkan sisanya milik Provinsi Kalimantan Timur. Kelima kabupaten/kota yang termasuk ke da- lam Provinsi Kalimantan Utara adalah Kabupaten Bulungan, Kota Tarakan, Kabupaten Malinau, Kabupaten Nunukan, dan Kabupaten Tana Tidung. Kedua provinsi ini secara geografis terletak an- tara 113°44’ -119°00’ BT dan 4°24’ LU - 2°25’ LS. Luas wilayah gabungan Provinsi Kalimantan Utara dan Kalimantan Timur adalah 19.671.771,36 Ha. Sedangkan luas wilayah administrasi kabu- paten/kota yang tergabung dalam kedua provinsi tersebut ditunjukan pada Gambar 2.
Wilayah Daratan Provinsi Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara memiliki luasan yang sama dengan wilayah administrasi provinsi, yakni 19.671.771 Ha. Sebagian besar penggunaan tanah di Provinsi Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara didominasi oleh kawasan hutan, yakni seluas 14.095.499 Ha. Sedangkan kawasan non-hutan memiliki luasan sebesar 5.576.272,49 Ha. Pada kawasan non-hutan tersebut terdapat penggunaan tanah untuk lahan pertanian pangan berkelanjutan (LP2B). Berdasarkan Gambar 1, Provinsi Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara hanya memiliki LP2B seluas 50.680 Ha.
Sumber : Kanwil BPN Provinsi Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara, 2014
Gambar 5.29
Luas Penggunaan Tanah di Provinsi Kalimantan Utara
dan Kalimantan Timur Tahun 2014
Pengadaan Tanah adalah setiap kegiatan untuk mendapatkan tanah dengan cara mem- berikan ganti kerugian kepada yang berhak atas tanah tersebut. Pelepasan atau penyerahan hak atas tanah adalah kegiatan melepaskan hubungan hu- kum antara pemegang hak atas tanah dengan tanah yang dikuasainya dengan memberi- kan ganti kerugian atas dasar musyawarah.
Kilas Informasi Keppres No. 55 Tahun 1993
168 Profil Pertanahan Provinsi Kaltim - Kaltara 2015 - Kementerian PPN / Bappenas
Gambar 5.30 Peta Administrasi Wilayah Kabupaten/ Kota di Provinsi Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara
Sumber : Badan Informasi Geospasial, 2013
Data dan Informasi Pertanahan Provinsi Kaltim - Kaltara
5.8.1 Peta Dasar Pertanahan
Ketersediaan peta dasar pertanahan yang memadai dapat menjadi suatu alat dalam men- dukung kepastian hukum atas tanah yang dimiliki oleh masyarakat Provinsi Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara. Peta dasar pertanahan tersebut dapat digunakan sebagai peta petunjuk ba- tas-batas kepemilikan tanah di provinsi tersebut. Adanya peta dasar pertanahan di Provinsi Jawa Barat dapat mencegah terjadinya konflik pertanahan yang terjadi, khususnya kasus terkait sengketa
batas atau wilayah bidang bersertifikat. Hingga tahun 2013, cakupan luas peta dasar pertanahan Provinsi Kalimantan Timur dan
Kalimantan Barat baru mencapai 438.500 Ha. Seluruh wilayah cakupan peta dasar pertanahan di kedua provinsi tersebut seluruhnya sudah terdigitasi. Sedangkan wilayah yang belum memiliki peta dasar pertanahan adalah seluas 4.718.485 Ha.
Gambar 5.31
Bagan Ketersediaan Cakupan Luas Peta Dasar Pertanahan Provinsi Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara
Sumber: Kanwil BPN Provinsi Kaltim dan Kaltara, 2014
Penggunaan kawasan hutan untuk kegiatan pertambangan dilakukan dengan ketentuan: a. dalam kawasan hutan produksi dapat dilakukan: 1. penambangan dengan pola pertambangan terbuka; dan 2. penambangan dengan pola pertambangan bawah tanah;
b. dalam kawasan hutan lindung hanya dapat dilakukan penambangan dengan pola pertambangan bawah tanah dengan ketentuan dilarang mengakibatkan: 1. turunnya permukaan tanah;
Kilas Informasi
2. berubahnya fungsi pokok kawasan hutan secara permanen; dan 3. terjadinya kerusakan akuiver air tanah.
Pasal 5 ayat 1 PP No 24 Tahun 2010 tentang Penggunaan Kawasan Hutan
170 Profil Pertanahan Provinsi Kaltim - Kaltara 2015 - Kementerian PPN / Bappenas
Data dan Informasi Pertanahan Provinsi Kaltim - Kaltara
Sedangkan untuk peta tematik Provinsi Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara terbagi ke dalam 3 (tiga) jenis, yaitu peta zona nilai tanah, sosial-ekonomi, dan penggunaan tanah. Pembuatan peta tematik di Provinsi Kalimantan Utara dan Kalimantan Timur dimulai sejak tahun 2010 yakni peta zona nilai tanah dengan cakupan wilayah seluas 306.845 Ha. Hingga tahun 2013 cakupa peta zona nilai tanah mencapai 754.810 Ha. Sedangkan peta penggunaan tanah memiliki cakupan wilayah seluas 997.464 Ha hingga tahun 2013. Adapun untuk peta sosial-ekonomi baru terdata pada tahun 2013 seluas 22.929 Ha. Hingga tahun 2013, luas cakupan peta tematik di kedua provinsi tersebut dapat dilihat pada Tabel I.
Tabel V.31
Luas Cakupan Peta Tematik Provinsi Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara
Tahun 2003-2013 Zona Nilai Tanah
Penggunaan Tanah No.
1. s.d 2003
Sumber : Kanwil BPN Provinsi Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara, 2014
5.8.2 Wilayah Bidang Bersertifikat
Ketersediaan hak milik dan hak atas tanah di Provinsi Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara dapat berguna dalam menunjukkan tingkat kepastian hukum hak atas tanah bagi masyarakat di kedua provinsi tersebut. Jumlah bidang yang bersertifikat hak atas tanah dapat menggambarkan pola bagaimana tanah yang ada di kedua provinsi tersebut digunakan dan dikelola di atasnya. Selain itu, juga dapat menjadi tolak ukur dalam menentukan percepatan penyamarataan kesejahteraan masyarakat yang ada di Provinsi Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara guna menghindari per-
masalahan ketimpangan kepemilikan tanah yang ada. Pada tahun 2015, cakupan luas wilayah bidang bersertifikat yang sudah terdigitasi secara
keseluruhan di Provinsi Kalimantan Timur mencapai 627.852,84 Ha dan Kalimantan Utara menca- pai 188.352,8 Ha. Hampir semua kabupaten/kota di kedua provinsi tersebut memiliki bidang tanah
bersertifikat yang sudah terdigitasi tersebut.
Profil Pertanahan Provinsi Kaltim - Kaltara 2015 - Kementerian PPN / Bappenas 171
114°0'0"E 115°0'0"E
116°0'0"E
117°0'0"E
118°0'0"E 119°0'0"E
PETA CAKUPAN BIDANG TANAH BERSERTIPIKAT YANG TELAH TERDIGITASI
"N '0
30 '0 4° "N 4°
PROVINSI KALIMANTAN TIMUR DAN KALIMANTAN UTARA 30 DATA PER BULAN JUNI 2015
Luas Cakupan Bidang Tanah Bersertipikat Yang Telah Terdigitasi Provinsi Kalimantan Timur Sebesar 627.852,84 Ha Provinsi Kalimantan Utara Sebesar 188.352,9 Ha
NUNUKAN
"N 45 '0 45 '0 3° "N 3°
TANA TIDUNG KOTA TARAKAN
MALAYSIA
MAHAKAM ULU
KUTAI TIMUR
"N 0° 45 '0 "N 45 '0 0°
KOTA BONTANG
0° 0' 0" 0° 0' 0"
KUTAI KARTANEGARA
KOTA SAMARINDA
KUTAI BARAT
KALIMANTAN TENGAH
KOTA BALIKPAPAN PENAJAM PASER
UTARA
1° 30 '0 "S
/ Km Peta Orientasi
Bidang Tanah Bersertifikat Terdigitasi '0 "S
'0 "S 2°
Bidang Tanah Belum Bersertifikat 15
Batas Administrasi Kabupaten 15 2° Sources: Esri, USGS, NOAA
Batas Administrasi Provinsi
KALIMANTAN SELATAN
Sumber : BPN 2015 dan Pengolahan Data oleh Kementerian PPN/ Bappenas 2015
Tabel V.32 Jumlah Bidang Tanah yang Telah Memiliki Sertifikat Hak Milik Atas Tanah di Provinsi Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara
No. Tahun
1. s.d 2003
3.612 Sumber : Kanwil BPN Provinsi Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara, 2014
Profil Pertanahan Provinsi Kaltim - Kaltara 2015 - Kementerian PPN / Bappenas 173
Data dan Informasi Pertanahan Provinsi Kaltim - Kaltara
Sertifikat hak milik dibagi ke dalam tujuh jenis sertifikat hak milik, yaitu Swadaya, PRONA, Petani, Nelayan, MBR, UKM, dan Transmigrasi. Swadaya dalam hal ini adalah tiap individu yang ingin memiliki sertifikat tanah mengajukannya sendiri ke kantor pertanahan terkait. PRONA, Petani, Nelayan, MBR, UKM dan Transmigrasi merupakan program-program legalisasi aset yang dilaku- kan oleh BPN yang sasarannya adalah masyarakat golongan menengah ke bawah. Proyek Operasi Nasional Agraria (PRONA) adalah salah satu bentuk kegiatan legalisasi aset yang pada prinsipnya merupakan kegiatan pendaftaran tanah pertama kali dengan mengutamakan desa miskin/terting- gal, daerah pertanian subur atau berkembang, daerah penyangga kota, pinggiran kota atau daerah
miskin kota, dan daerah pengembangan ekonomi rakyat.
Jumlah bidang yang telah memiliki sertifikat hak milik atas tanah di Provinsi Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara dalam kurun waktu 10 tahun diperoleh secara swadaya, melalui PRONA, dan program bagi petani, nelayan, MBR, UKM, dan transmigrasi. Sertifikat hak milik atas tanah yang diperoleh secara swadaya memiliki jumlah bidang terbanyak dibanding sertifikat hak milik atas tanah lainnya yakni sejumlah 27.149 bidang hingga tahun 2013. Kemudian diikuti oleh jumlah sertifikat yang didapatkan melalui PRONA sebanyak 25.646 bidang tanah dalam kurun waktu 10 tahun. Ada- pun jumlah bidang terendah yang memiliki sertifikat hak milik atas tanah adalah milik nelayan dengan jumlah sebatas 262 bidang. Secara keseluruhan data jumlah bidang yang telah memiliki sertifikat hak milik atas tanah di Provinsi Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara dapat dilihat dalam Tabel II.
Kanwil BPN Provinsi Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara juga mengeluarkan sertifikat pertanahan dalam bentuk sertifikat hak guna usaha (HGU), hak guna bangunan (HGB), hak pakai, hak tanggungan, hak wakaf, dan hak pengelolaan. Tabel III menjabarkan data jumlah bidang untuk sertifikat dalam 6 (enam) bentuk sertifikat tanah di kedua provinsi tersebut pada tahun 2003 hing-
ga 2013. Secara keseluruhan, jumlah bidang tanah terbanyak dimiliki oleh tanah yang memiliki serti-
fikat hak tanggungan. Pada tahun 2004 hingga 2013 jumlah bidang tanah bersertifikat hak tanggu- ngan mengalami peningkatan setiap tahunnya. Pada tahun 2004 jumlah bidang tanah bersertifikat hak tanggungan sebanyak 1.797 dengan luasan 94,77 Ha. Sedangkan pada tahun 2013 jumlah bidang tanah tersebut menjadi 5.103 bidang dengan luas tanah seebesar 133,03 Ha. Sedangkan luas tanah yang memiliki sertifikat HGU pada tahun 2005, terdata 1 bidang tanah dengan luas tanah sebesar 5.146,00 Ha.
174 Profil Pertanahan Provinsi Kaltim - Kaltara 2015 - Kementerian PPN / Bappenas
Data dan Informasi Pertanahan Provinsi Kaltim - Kaltara
Tabel 5.33 Jumlah Bidang dan Luas Tanah yang Telah Memiliki Sertifikat Berdasarkan Jenis Hak yang Dikeluarkan di Provinsi Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur
HGU 1 HGB 1 Hak Pakai 1 No.
Luas (Ha)
(Bidang)
Luas (Ha)
(Bidang) Luas (Ha)
1. s.d 2003
Hak Tanggungan 2 Hak Wakaf 2 Hak Pengelolaan 3 No.
Tahun
Jumlah (Bidang)
Luas (Ha)
Jumlah (Bidang)
Luas (Ha)
Jumlah (Bidang)
Luas (Ha)
1. s.d 2003 2.320
0 0,00 Sumber : Kanwil BPN Provinsi Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara, 2014 Keterangan :
1) Data yang terhimpun hanya mencakup 7 kantor pertanahan di Kaltim dan Kaltara 2) Data yang terhimpun hanya mencakup 4 kantor pertanahan di Kaltim dan Kaltara 3) Data yang terhimpun hanya mencakup 3 kantor pertanahan di Kaltim dan Kaltara
Profil Pertanahan Provinsi Kaltim - Kaltara 2015 - Kementerian PPN / Bappenas 175
Data dan Informasi Pertanahan Provinsi Kaltim - Kaltara
5.8.3 Tanah Terlantar
Tanah terlantar digunakan sebagai aset atau sumber tanah untuk kegiatan reforma agraria. Tanah yang ditetapkan menjadi tanah terlantar akan kembali menjadi tanah negara karena tidak dimanfaatkan sebagaimana ketentuan yang berlaku. Jumlah bidang sisa tanah yang belum ditetap- kan sebagai tanah terlantar masih dimiliki oleh orang perseorangan. Adapun bidang tanah terlantar yang tersedia hanya tanah yang sudah ditetapkan terlantar oleh Kanwil BPN Provinsi Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara dalam beberapa tahapan yang sudah diatur dalam peraturan perun-
dangan.
Pengaturan mengenai tanah terlantar telah diatur dalam PP Nomor 11 Tahun 2010 Pasal
2 dan Pasal 15 ayat (1) tentang Penetapan dan Pendayagunaan Tanah Terlantar. Tanah Terlantar merupakan salah satu sumber TOL (Tanah Objek Landreform) yang akan digunakan untuk mening- katkan kesejahteraan rakyat di tiap daerah. Oleh karenanya, penetapan tanah terlantar pada se- jumlah bidang tanah yang terindikasi terlantar dapat memiliki peran penting khususnya membantu memperbaiki kesejahteraan masyarakat.
Penetapan tanah terlantar di Provinsi Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara hanya ter- data pada tahun 2010. Pada tahun tersebut hanya 1 bidang tanah yang ditetapkan sebagai tanah
terlantar. Adapun luasannya adalah sebesar 5.201 Ha.
5.8.4 Redistribusi Tanah dan Legalisasi Aset
*)Data terkait “Redistribusi Tanah dan Legalisasi Aset” Provinsi Kalimantan Utara dan Kali- mantan Timur tidak tersedia.
5.8.5 Kasus Pertanahan
*) Data mengenai “Kasus Pertanahan” Provinsi Kalimantan Utara dan Kalimantan Timur tidak tersedia.
5.8.6 Nilai Transaksi Tanah
*) Data mengenai “Nilai Transaksi Tanah” Provinsi Kalimantan Utara dan Kalimantan Timur tidak tersedia.
5.8.7 Pegawai Pertanahan Di antara kurun waktu tahun 2003 sampai 2011, Kanwil BPN Provinsi Kalimantan Timur
dan Kalimantan Utara mendata pegawai non-juru ukur dan pegawai ukur dalam satu kesatuan pega- wai pertanahan yang diperlihatkan pada Tabel V. Pada tahun 2012 data pegawai pertanahan terse- but baru dipisahkan menjadi data pegawai non-juru ukur dan pegawai juru ukur tanah hingga akhir tahun 2013. Selama dua tahun tersebut, jumlah pegawai juru ukur tanah mengalami penurunan jumlah dari 64 pegawai menjadi 55 pegawai saja.
176 Profil Pertanahan Provinsi Kaltim - Kaltara 2015 - Kementerian PPN / Bappenas
Data dan Informasi Pertanahan Provinsi Kaltim - Kaltara
Tabel V.34
Jumlah Pegawai Pertanahan di Kanwil BPN Provinsi Kaltim dan Kaltara
Tahun s.d 2003-2011 Pegawai Pertanahan (Orang)
s.d 2003
Sumber : Kanwil BPN Provinsi Kaltim dan Kaltara, 2014
Sumber: Kanwil BPN Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara, 2014
Diagram 5.19
Perkembangan Jumlah Pegawai Pertanahan di Kanwil BPN Provinsi Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara Tahun 2012-2013
5.8.8 Isu Spesifik Pertanahan
*) Data mengenai “Isu Spesifik Pertanahan” Provinsi Kalimantan Utara dan Kalimantan Timur tidak tersedia.
Profil Pertanahan Provinsi Kaltim - Kaltara 2015 - Kementerian PPN / Bappenas 177
5.9 DATA DAN INFORMASI PERTANAHAN PROVINSI MALUKU UTARA
Data dan Informasi Pertanahan Provinsi Maluku Utara
Provinsi Maluku Utara merupakan provinsi dengan 9 kabupaten/kota. Provinsi ini secara geografis terletak antara 124° - 136° BT dan 2°30’ - 9° LS. Maluku Utara berbatasan langsung dengan Laut Seram di sebelah Utara. Sedangkan di sebelah Timur berbatasan dengan Pulau Irian. Sebelah Selatan berbatasan langsung dengan Laut Indonesia dan Laut Arafuru dan sebelah Barat berbatasan dengan Pulau Sulawesi. Luas wilayah total Provinsi Maluku Utara adalah 14.901.702 Ha. Adapun luas wilayah administrasi kabupaten/kota di Provinsi Maluku Utara ditunjukan pada Gambar 2 .
Wilayah Daratan Provinsi Maluku Utara hanya seluas 4.506.966 Ha. Hal ini mengingat bah- wa provinsi ini memiliki beberapa bagian kepulauan di dalamnya. Penggunaan tanah di Provinsi Ma- luku Utara terbagi ke dalam 3 jenis, yakni kawasan hutan, kawasan non-hutan, dan lahan pertanian pangan berkelanjutan (LP2B). Adapun LP2B merupakan bagian dari kawasan non-hutan di Provinsi Maluku Utara.
Sumber : Kanwil BPN Provinsi Maluku Utara, 2014
Gambar 5.33
Luas Penggunaan Tanah di Provinsi Maluku Utara Tahun 2014
Sebagian besar penggunaan tanah di Provinsi Maluku Utara didominasi oleh kawasan hutan, yakni seluas 2.531.134 Ha. Luas wilayah kawasan non-hutan di provinsi tersebut adalah sebesar 1.975.832 Ha. Sedangkan luas wilayah LP2B di Provinsi Maluku Utara adalah sebesar 1.957.799
Ha.
Penggunaan kawasan hutan untuk kegiatan pertambangan dilakukan dengan ketentuan: a. dalam kawasan hutan produksi dapat dilakukan: 1. penambangan dengan pola pertambangan terbuka; dan 2. penambangan dengan pola pertambangan bawah tanah;
b. dalam kawasan hutan lindung hanya dapat dilakukan penambangan dengan pola pertambangan bawah tanah dengan ketentuan dilarang mengakibatkan: 1. turunnya permukaan tanah;
Kilas Informasi
2. berubahnya fungsi pokok kawasan hutan secara permanen; dan 3. terjadinya kerusakan akuiver air tanah.
Pasal 5 ayat 1 PP No 24 Tahun 2010 tentang Penggunaan Kawasan Hutan
180 Profil Pertanahan Provinsi Maluku Utara 2015 - Kementerian PPN / Bappenas
Gambar 5.34 Peta Administrasi Wilayah Kabupaten/ Kota di Provinsi Maluku Utara
Sumber : Badan Informasi Geospasial, 2013
Data dan Informasi Pertanahan Provinsi Maluku Utara
5.9.1 Peta Dasar Pertanahan
Peta dasar pertanahan dapat menjadi pendukung dalam bukti kepemilikan tanah yang men- jelaskan batas-batas kepemilikan tanah secara presisi guna mencegah terjadinya konflik pertana- han yang terjadi di Provinsi Maluku Utara. Adanya peta dasar pertanahan tersebut turut mendukung kepastian hukum atas tanah yang dimiliki oleh masyarakat di Provinsi Maluku Utara.
Hingga tahun 2013, cakupan luas peta dasar pertanahan Provinsi Maluku Utara baru men- capai 319.190 Ha. Ketersediaan data cakupan peta dasar pertanahan di provinsi tersebut baru terdata pada tahun 2012. Adapun dari peta dasar pertanahan yang dibuat, baru seluas 80.000 Ha yang sudah terdigitasi. Sedangkan hingga tahun 2013, peta dasar pertanahan yang belum terdigi- tasi adalah seluas 239.190 Ha. Cakupan wilayah yang belum memiliki peta dasar di Provinsi Maluku Utara adalah seluas 289.690 Ha.
Gambar 5.35
Bagan Ketersediaan Cakupan Luas Peta Dasar Pertanahan
Provinsi Maluku Utara
Sumber: Kanwil BPN Provinsi Maluku Utara, 2014
Pengadaan Tanah adalah setiap kegiatan untuk mendapatkan tanah dengan cara memberikan ganti keru- gian kepada yang berhak atas tanah tersebut. Pelepasan atau penyerahan hak atas tanah adalah kegiatan melepaskan hubungan hukum antara peme- gang hak atas tanah dengan tanah yang dikuasainya dengan memberikan ganti kerugian atas dasar musy- awarah.
Keppres No. 55 Tahun 1993
Kilas Informasi
182 Profil Pertanahan Provinsi Maluku Utara 2015 - Kementerian PPN / Bappenas
Data dan Informasi Pertanahan Provinsi Maluku Utara
Selain peta dasar pertanahan, Kanwil BPN Provinsi Maluku Utara juga mengeluarkan peta te- matik dalam dua bentuk, yakni peta zona nilai tanah dan sosial-ekonomi. Cakupan peta tematik di Provinsi Maluku Utara terdata sejak tahun 2010, yakni peta zona nilai tanah dengan cakupan wilayah seluas 231.153,93 Ha. Hingga tahun 2013, cakupan peta zona nilai tanah di Provinsi Ma- luku Utara mencapai 335.175,49 Ha. Adapun cakupan peta sosial-ekonomi terdata pada tahun 2013 seluas 15.000 Ha.
Tabel V.35
Luas Cakupan Peta Tematik Provinsi Maluku Utara Tahun 2003-2013
Penggunaan Tanah No.
Zona Nilai Tanah
1. s.d 2003
Sumber : Kanwil BPN Provinsi Maluku Utara, 2014
5.9.2 Wilayah Bidang Bersertifikat
Ketersediaan hak milik dan hak atas tanah di Provinsi Maluku Utara dapat berguna dalam menunjukkan tingkat kepastian hukum hak atas tanah bagi masyarakat di provinsi tersebut. Jumlah bidang yang bersertifikat hak atas tanah dapat menggambarkan pola bagaimana tanah yang ada di Provinsi Maluku Utara tersebut digunakan dan dikelola di atasnya. Selain itu, juga dapat menjadi tolak ukur dalam menentukan percepatan penyamarataan kesejahteraan masyarakat yang ada di Provinsi Maluku Utara guna menghindari permasalahan ketimpangan kepemilikan tanah yang ada.
Pada tahun 2015, cakupan luas wilayah bidang bersertifikat yang sudah terdigitasi secara keseluruhan di Provinsi Maluku Utara mencapai 15.667,81 Ha. Kabupaten/Kota yang memiliki bidang bersertifikat di Maluku Utara hanya Kabupaten Halmahera Barat, Kota Tidore Kepulauan, Kota Ternate, dan Kabupaten Halmahera Selatan.
Profil Pertanahan Provinsi Maluku Utara 2015 - Kementerian PPN / Bappenas 183
124°30'0"E 125°0'0"E
125°30'0"E
126°0'0"E
126°30'0"E
127°0'0"E
127°30'0"E
128°0'0"E
128°30'0"E
129°0'0"E
129°30'0"E
130°0'0"E
130°30'0"E
131°0'0"E 131°30'0"E
'0 "N 2°
30 '0 "N
PETA CAKUPAN BIDANG TANAH BERSERTIPIKAT
Luas Capaian Bidang Tanah Bersertipikat
YANG TELAH TERDIGITASI PROVINSI MALUKU UTARA
Yang Telah Terdigitasi Provinsi Maluku Utara
DATA PER BULAN JUNI 2015
Tahun 2015 sebesar 15.667,81 Ha
1° 15 SULAWESI SULAWESI
UTARA UTARA
KOTA TIDORE
/ '0 Km "S
0' PAPUA 1° PAPUA
'0 "S "S 15
BARAT BARAT 15 1°
Peta Orientasi
Bidang Tanah Bersertifikat Terdigitasi
Bidang Tanah Belum Bersertifikat
0' 2°
"S
Batas Administrasi Provinsi
2° 15 '0
"S
Batas Administrasi Kabupaten
Sumber : BPN 2015 dan Pengolahan Data oleh
2° 30 '0 124°30'0"E
Kementerian PPN/Bappenas 2015
Sources: Esri, USGS, NOAA
125°0'0"E
125°30'0"E
126°0'0"E
126°30'0"E
127°0'0"E
127°30'0"E
128°0'0"E
128°30'0"E
129°0'0"E
129°30'0"E
130°0'0"E
130°30'0"E
131°0'0"E 131°30'0"E
Tabel V.36 Jumlah Bidang Tanah yang Telah Memiliki Sertifikat Hak Milik Atas Tanah di Provinsi Maluku Utara
No. Tahun
1. s.d 2003
Sumber: Kanwil BPN Provinsi Maluku Utara, 2014
Profil Pertanahan Provinsi Maluku Utara 2015 - Kementerian PPN / Bappenas 185
Data dan Informasi Pertanahan Provinsi Maluku Utara
Sertifikat hak milik dibagi ke dalam tujuh jenis sertifikat hak milik, yaitu Swadaya, PRONA, Petani, Nelayan, MBR, UKM, dan Transmigrasi. Swadaya dalam hal ini adalah tiap individu yang ingin memiliki sertifikat tanah mengajukannya sendiri ke kantor pertanahan terkait. PRONA, Petani, Nelayan, MBR, UKM dan Transmigrasi merupakan program-program legalisasi aset yang dilaku- kan oleh BPN yang sasarannya adalah masyarakat golongan menengah ke bawah. Proyek Operasi Nasional Agraria (PRONA) adalah salah satu bentuk kegiatan legalisasi aset yang pada prinsipnya merupakan kegiatan pendaftaran tanah pertama kali dengan mengutamakan desa miskin/terting- gal, daerah pertanian subur atau berkembang, daerah penyangga kota, pinggiran kota atau daerah miskin kota, dan daerah pengembangan ekonomi rakyat.
Dari Tabel II, jumlah bidang yang telah memiliki sertifikat hak milik hanya diperoleh melalui PRONA, serta program bagi nelayan dan UKM. Adapun sertifikat hak milik yang diperoleh melalui PRONA baru terdata pada tahun 2009. Sertifikat tersebut memiliki jumlah bidang tanah terbanyak di Provinsi Maluku Utara, yakni sebanyak 65.351 bidang dalam kurun waktu 5 tahun. Sedangkan jumlah sertifikat yang dimiliki oleh nelayan melalui program terkait di Provinsi Maluku Utara adalah sebanyak 600 bidang yang terdata sejak tahun 2011. Sama halnya dengan sertifikat UKM yang baru terdata sejak tahun yang sama, hingga tahun 2013 berjumlah 443 bidang bersertifikat.
Selain sertifikat hak milik, Kanwil BPN Provinsi Maluku Utara juga mengeluarkan sertifikat pertanahan dalam bentuk sertifikat hak guna usaha (HGU), hak guna bangunan (HGB), dan hak pakai. Tabel III menjabarkan data jumlah bidang dan luas tanah untuk sertifikat dalam tiga bentuk sertifikat tanah di provinsi tersebut. Dalam periode tahun s.d 2003 hingga 2013, sertifikat hak pakai dan HGB hampir setiap tahunnya dikeluarkan. Sedangkan HGU hanya dikeluarkan pada tahun 2010, yakni sejumlah 1 bidang tanah dengan luasan sebesar 7.797 Ha.
Tabel V.37
Jumlah Bidang dan Luas Tanah yang Telah Memiliki Sertifikat Berdasarkan Jenis Hak yang Dikeluarkan di Provinsi Maluku Utara
Hak Pakai No.
(Bidang) Luas (Ha) (Bidang) Luas (Ha) (Bidang) Luas (Ha)
1. s.d 2003 0 0 0 0 0 0 2. 2004
0 0 Sumber : Kanwil BPN Provinsi Maluku Utara, 2014
186 Profil Pertanahan Provinsi Maluku Utara 2015 - Kementerian PPN / Bappenas
Data dan Informasi Pertanahan Provinsi Maluku Utara
5.9.3 Tanah Terlantar
Tanah terlantar digunakan sebagai aset atau sumber tanah untuk kegiatan reforma agraria. Tanah yang ditetapkan menjadi tanah terlantar akan kembali menjadi tanah negara karena tidak dimanfaatkan sebagaimana ketentuan yang berlaku. Jumlah bidang sisa tanah yang belum ditetap- kan sebagai tanah terlantar masih dimiliki oleh perseorangan. Adapun bidang tanah terlantar yang tersedia hanya tanah yang sudah ditetapkan terlantar oleh Kanwil BPN Provinsi dalam beberapa
tahapan yang sudah diatur dalam peraturan perundangan. Pengaturan mengenai tanah terlantar telah diatur dalam PP Nomor 11 Tahun 2010 Pasal
2 dan Pasal 15 ayat (1) tentang Penetapan dan Pendayagunaan Tanah Terlantar. Tanah Terlantar merupakan salah satu sumber TOL (Tanah Objek Landreform) yang akan digunakan untuk mening- katkan kesejahteraan rakyat di tiap daerah. Oleh karenanya, penetapan tanah terlantar pada se- jumlah bidang tanah yang terindikasi terlantar dapat memiliki peran penting khususnya membantu memperbaiki kesejahteraan masyarakat.
Sepanjang tahun 2003 hingga 2013, belum ada tanah terlantar yang ditetapkan di Provinsi Maluku Utara. Dengan kata lain, tanah terlantar di Provinsi Maluku Utara tidak tersedia.
5.9.4 Redistribusi Tanah dan Legalisasi Aset
*)Data terkait “Redistribusi Tanah dan Legalisasi Aset” Provinsi Maluku Utara tidak terse- dia.
5.9.5 Kasus Pertanahan
Pada tahun 2006 hingga 2013, kasus pertanahan berdasarkan subyek di Provinsi Maluku Utara terjadi antara masyarakat dan pemerintah serta antar masyarakat. Sengketa antar mas- yarakat menjadi kasus terbanyak de-ngan jumlah kasus sebanyak 119 kasus. Sedangkan kasus antara masyarakat dan pemerintah hanya terjadi sebanyak 5 kasus.
Sedangkan kasus pertanahan berdasarkan objek, kasus yang terdata dapat dilihat pada Dia- gram 1 . Kasus dengan jumlah terbanyak adalah kasus penguasaan tanah tanpa hak dan sertifikat pengganti dengan jumlah sebanyak 25 kasus di Provinsi Maluku Utara. Kasus sengketa batas dan kasus akta jual-beli palsu sebanyak 13 kasus. Sedangkan untuk kasus sertifikat ganda dan putusan pengadilan menjadi kasus dengan jumlah paling sedikit, yakni sebanyak 4 kasus.
Profil Pertanahan Provinsi Maluku Utara 2015 - Kementerian PPN / Bappenas 187
Data dan Informasi Pertanahan Provinsi Maluku Utara
Diagram 5.20
Jumlah Kasus Pertanahan Berdasarkan Objek di Provinsi Maluku Utara Tahun 2006-2013
5 Tumpang Tindih
Kekeliruan 6 Penunjukkan Batas
13 Akta Jual-Beli Palsu
13 Sengketa Batas
Penguasaan Tanah
25 tanpa Hak
25 Sertifikat Pengganti
6 Sengketa Waris
4 Sertifikat Ganda
5 Jual Berkali-Kali Sumber: Kanwil BPN Provinsi Maluku Utara, 2014
4 Putusan Pengadilan
Dari kasus pertanahan yang terjadi, terdapat 91 kasus yang sudah terselesaikan dengan
4 kategori penyelesaian hingga tahun 2013. Sebagian besar penyelesaian kasus pertanahan di Provinsi Maluku Utara adalah melalui pernyataan (kategori K1) sebanyak 50 kasus. Kemudian untuk kategori K3 kasus yang diselesaikan melalui mediasi sebanyak 13 kasus dan melalui jalur hukum (kategori K4) sebanyak 11 kasus. Adapun penyelesaian dengan cara lain menjadi kedua terbanyak dalam penyelesaian yang dilakukan di Provinsi Maluku Utara, yakni sebanyak 17 kasus. Sedangkan untuk penyelesaian dengan surat keputusan (kategori K2) tidak digunakan oleh pihak yang bersengketa di Provinsi Maluku Utara.
Dari kasus pertanahan yang terjadi di Provinsi Maluku Utara, terdata bahwa sudah 85,85% kasus pertanahan yang sudah terselesaikan di Provinsi Maluku Utara hingga tahun 2013. Sedang- kan kasus yang belum terselesaikan masih sekitar 14,15% dari kasus pertanahan yang terjadi di provinsi tersebut. Berikut diagram yang menunjukkan prosentase perbandingan antara jumlah kasus pertanahan yang terselesaikan dengan kasus pertanahan yang terjadi.
Kasus yang Belum Terselesaikan, 14.15%
Kasus yang Terselesaikan, 85.85%
Sumber : Kanwil BPN Provinsi Maluku Utara, 2014
Diagram 5.21
Prosentase Antara Jumlah Kasus Pertanahan dengan Jumlah Kasus yang Terselesaikan
di Provinsi Maluku Utara
188 Profil Pertanahan Provinsi Maluku Utara 2015 - Kementerian PPN / Bappenas
Data dan Informasi Pertanahan Provinsi Maluku Utara
5.9.6 Nilai Transaksi Tanah
*)Data terkait “Nilai Transaksi Tanah” Provinsi Maluku Utara tidak tersedia.
5.9.7 Pegawai Pertanahan
Perkembangan jumlah pegawai pertanahan di Provinsi Maluku Utara terdata dari tahun 2004 hingga 2013. Dari Diagram 3 terlihat bahwa jumlah pegawai juru ukur mengalami pening- katan pada tahun 2004 hingga 2008 dan memiliki jumlah yang stagnan pada tahun-tahun beri- kutnya. Adapun hingga tahun 2013, jumlah pegawai juru ukur pertanahan mencapai 47 pegawai. Sedangkan pegawai non-juru ukur berjumlah lebih banyak dan bertambah dari 60 pegawai di tahun 2004 menjadi 107 pegawai di tahun 2013.
Kanwil BPN Provinsi Maluku Utara menyatakan bahwa jumlah pegawai juru ukur pertana- han masih dirasa belum mencukupi kebutuhan pelayanan. Hal ini dikarenakan jumlah kuantitas pekerjaan baik rutin maupun proyek tidak sebanding dengan ketersediaan juru ukur. Sedangkan jumlah ideal bila dibandingkan dengan kuantitas pekerjaan pada tiga tahun terakhir, baik rutin mau- pun proyek adalah 150 juru ukur.
Diagram 5.22 Perkembangan Jumlah Pegawai Pertanahan di BPN Provinsi Maluku Utara Tahun 2004-2013
Sumber: Kanwil BPN Provinsi Maluku Utara, 2014
Profil Pertanahan Provinsi Maluku Utara 2015 - Kementerian PPN / Bappenas 189
Data dan Informasi Pertanahan Provinsi Maluku Utara
5.9. Isu Spesifik Pertanahan
Provinsi Maluku Utara memiliki isu spesifik pertanahan terkait pengadaan tanah dan tanah adat. Isu terkait pengadaan tanah adalah mengenai ketentuan dengan izin lokasi yang diberikan oleh Pemerintah Daerah tanpa adanya sosialisasi kepada masyarakat sebelum diterbitkan izin lokasi dan tidak sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang dibuat. Sebagai contoh, adanya ka- wasan andalan yang tidak bisa dialihfungsikan oleh karena telah diberikan izin lokasi untuk perkebu- nan kelapa sawit di Patani, Kabupaten Halmahera Tengah. Hal ini menunjukkan kurang optimalnya penggunaan lahan tersebut sebagai kawasan andalan oleh karena peruntukannya masih digunakan sebagai lahan perkebunan. Oleh karenanya, dibutuhkan adanya sinkronisasi data dari pendataan hak guna atas tanah di Provinsi Maluku Utara.
Sedangkan isu terkait tanah adat berupa konflik antara masyarakat dengan pemerintah di mana masyarakat mengklaim bahwa di provinsi Maluku Utara terdapat tanah adat sedangkan provinsi Maluku Utara tidak termasuk dalam golongan Hukum Adat. Hal ini berkaitan dengan tanah adat ulayat di mana tanah tersebut menjadi sengketa karena ketidakjelasan bukti hukum seperti sertifikat tanah yang terdata sebagai tanah adat atau bukan tanah adat. Oleh karenanya, dibutuhkan penjelasan batas tanah adat Ulayat, sehingga akan memudahkan untuk penerbitan sertifikat hak atas tanah dan memiliki kepastian hukum.
190 Profil Pertanahan Provinsi Maluku Utara 2015 - Kementerian PPN / Bappenas