PELAYANAN KLINIS KEPERAWATAN NARKOTIKA, PSIKOTROPIKA, DAN ZAT ADIKTIF LAIN

BAB II PELAYANAN KLINIS KEPERAWATAN NARKOTIKA, PSIKOTROPIKA, DAN ZAT ADIKTIF LAIN

A. Asuhan Keperawatan Gangguan Penggunaan Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif Lain (NAPZA)

1. Pengkajian Keperawatan

Perawat mengkaji data kesehatan pasien gangguan penggunaan NAPZA secara komprehensif dan berkesinambungan untuk mengidentifikasi perilaku penggunaan NAPZA dan masalah kesehatan akibat efek NAPZA serta menilai konteks sosial pasien, keluarga dan lingkungan.

Indikator:

a. Ada SPO tentang pengkajian keperawatan gangguan penggunaan NAPZA.

b. Ada format dan alat pendukung pengkajian.

c. Pengkajian spesifik antara lain status penggunaan NAPZA dengan Addiction Severity Index (ASI), pemeriksaan laboratorium dan radiodiagnostik yang terkait NAPZA, serta pengkajian untuk mengetahui tingkatan putus zat.

d. Ada dokumentasi pengkajian keperawatan gangguan penggunaan NAPZA.

e. Dilakukan oleh perawat dengan kompetensi PK II yang bersertifikat Pelatihan Dasar (Basic) Gangguan Penggunaan NAPZA.

2. Diagnosa Keperawatan

Perawat melakukan analisis data dan membuat rumusan masalah keperawatan berdasarkan hasil pengkajian untuk merumuskan diagnosa keperawatan gangguan penggunaan NAPZA.

Indikator:

a. Ada daftar diagnosa keperawatan pasien gangguan penggunaan NAPZA yang terkait masalah kesehatan fisik dan jiwa pasien.

b. Ada prioritas diagnosa keperawatan berdasarkan kebutuhan pasien gangguan penggunaan NAPZA.

c. Melakukan revisi diagnosa keperawatan berdasarkan data terkini yang sesuai kondisi pasien gangguan penggunaan NAPZA.

d. Ada dokumentasi diagnosa keperawatan aktual dan risiko sesuai kondisi pasien gangguan penggunaan NAPZA.

f. Dilakukan oleh perawat dengan kompetensi PK II yang bersertifikat Pelatihan Lanjutan (Intermediate) Gangguan Penggunaan NAPZA.

3. Perencanaan Keperawatan Strategi dan alternatif rencana keperawatan dalam memfasilitasi

perubahan perilaku dan menyelesaikan masalah kesehatan akibat penggunaan NAPZA dengan melibatkan pasien, keluarga, tenaga kesehatan dan profesi lain.

Indikator:

a. Ada SPO tindakan keperawatan pasien gangguan penggunaan NAPZA.

b. Ada format rencana tindakan keperawatan.

c. Membuat tujuan/kriteria hasil setiap diagnosa keperawatan.

d. Melibatkan keluarga dalam merencanakan tindakan bagi pasien gangguan penggunaan NAPZA.

e. Melakukan kolaborasi dengan tim untuk merencanakan tindakan dalam menyelesaikan masalah pasien gangguan penggunaan NAPZA.

f. Ada dokumentasi rencana tindakan keperawatan yang tersimpan dalam rekam medik pasien.

g. Dilakukan oleh perawat dengan kompetensi PK II yang bersertifikat Pelatihan Lanjutan (Intermediate) Gangguan Penggunaan NAPZA.

4. Implementasi Keperawatan Perawat memberikan tindakan keperawatan kepada pasien

gangguan penggunaan NAPZA dengan mempertimbangkan keamanan dan keselamatan pasien (patient safety) serta aspek etik dan legal.

Indikator:

a. Ada SPO tindakan keperawatan kepada pasien gangguan penggunaan NAPZA.

b. Ada format tindakan keperawatan pasien gangguan penggunaan NAPZA.

5. Evaluasi Keperawatan Perawat menilai perkembangan perilaku dan kondisi kesehatan

pasien gangguan penggunaan NAPZA.

Indikator:

1. Ada SPO evaluasi keperawatan gangguan penggunaan NAPZA.

2. Ada format catatan perkembangan pasien gangguan penggunaan NAPZA.

3. Melakukan modifikasi terhadap diagnosa dan rencana keperawatan sesuai dengan perkembangan perilaku dan kondisi kesehatan pasien.

4. Ada dokumentasi evaluasi tindakan keperawatan gangguan penggunaan NAPZA.

c. Dilakukan oleh perawat PK II yang bersertifikat Pelatihan Lanjutan (Intermediate) Gangguan Penggunaan NAPZA.

B. Akses Dan Keterpaduan Pelayanan Keperawatan Napza

1. Akses Pelayanan Keperawatan Alur pelayanan keperawatan pasien gangguan penggunaan NAPZA

ditetapkan berdasarkan kebijakan rumah sakit meliputi pelayanan rawat jalan non rumatan dan rumatan, pelayanan gawat darurat, pelayanan detoksifikasi, pelayanan rehabilitasi dan pelayanan after care.

Indikator:

a. Ada SPO akses pelayanan keperawatan gangguan penggunaan NAPZA.

b. Ada alur pelayanan keperawatan di tiap unit pelayanan keperawatan.

c. Ada triase dalam proses dalam penanganan kegawatdaruratan.

d. Ada sistem registrasi pasien gawat darurat, rawat jalan, rawat inap, dan after care.

e. Ada sistem pelayanan rawat jalan non rumatan dan rumatan.

f. Ada kebijakan layanan bila tidak tersedia tempat tidur atau ruang rawat.

g. Ada kebijakan pasien putusan pengadilan dan rujukan.

2. Pelayanan Gawat Darurat

Pelayanan gawat darurat NAPZA merupakan proses atau tindakan untuk mengatasi kegawatdaruratan baik fisik maupun psikis akibat penggunaan Napza yang dapat mengancam kehidupan diri sendiri, orang lain dan lingkungan.

Indikator:

a. Ada SPO yang berhubungan dengan kegawatdaruratan.

b. Ada alur pelayanan dan penanganan pasien di ruang gawat darurat.

c. Ada dokumentasi dan pelaporan tentang penanganan kegawatdaruratan secara detil dan jarak waktu yang ketat.

d. Dilakukan oleh perawat dengan kompetensi PK II yang bersertifikat Emergency Nursing, Kegawatdaruratan Psikiatri dan Kegawatdaruratan NAPZA.

3. Pelayanan Rawat Jalan Non Rumatan dan Rumatan

Pelayanan rawat jalan non rumatan dan rumatan yang memberikan pelayanan keperawatan untuk mencapai dan mempertahankan kondisi pulih baik fisik, psikologis, sosial dan spiritual dari gangguan penggunaan NAPZA.

Indikator:

a. Ada SPO pelayanan keperawatan rawat jalan non rumatan dan rumatan.

b. Ada kriteria untuk pasien non rumatan dan rumatan.

c. Melakukan kegiatan terapi pada pasien gangguan penggunaan NAPZA seperti tehnik relaksasi, konseling adiksi, upaya meningkatkan motivasi/ motivational interviewing (MI), konseling pasangan, konseling keluarga, konseling vokasional, family support group (FSG), self help group (SHG) dan voluntary counceling testing (VCT).

d. Melakukan layanan wajib lapor.

e. Ada dokumentasi keperawatan.

f. Ada pelaporan tentang pasien gangguan penggunaan NAPZA yang mengikuti progam rumatan dan layanan wajib lapor di rawat jalan.

g. Dilakukan oleh perawat dengan kompetensi PK II yang bersertifikat Konseling, MI dan VCT.

4. Pelayanan Rawat Inap Detoksifikasi

Pelayanan detoksifikasi diberikan untuk mengatasi sekumpulan gejala dengan aneka bentuk dan keparahan yang terjadi pada penghentian pemberian NAPZA secara absolut atau relatif sesudah penggunaan NAPZA yang terus menerus dan dalam jangka panjang dan/atau dosis tinggi.

Indikator:

a. Ada SPO pelayanan keperawatan rawat inap detoksifikasi.

b. Ada kriteria pasien rawat inap detoksifikasi.

c. Ada pelayanan keperawatan gangguan penggunaan NAPZA yang terintegrasi.

d. Ada program detoksifikasi selama 2 sampai dengan 4 minggu.

e. Melakukan kegiatan terapi pada pasien gangguan penggunaan NAPZA seperti tehnik relaksasi, konseling adiksi, konseling pasangan, konseling keluarga dan voluntary counceling testing (VCT).

f. Melakukan proses inisiasi rumatan.

g. Melakukan layanan wajib lapor.

h. Ada dokumentasi dan pelaporan di rawat inap detoksifikasi.

i. Dilakukan oleh perawat dengan kompetensi PK I dan/ atau PK II yang bersertifikat Konseling dan VCT.

5. Pelayanan Rawat Inap Rehabilitasi

Rehabilitasi yang meliputi pembinaan fisik, mental, sosial, pelatihan ketrampilan dan resosialisasi serta pembinaan lanjut bagi pasien dengan gangguan penggunaan NAPZA.

Indikator:

a. Ada SPO pelayanan rawat inap rehabilitasi.

b. Ada kriteria pasien rawat inap rehabilitasi.

c. Ada program rehabilitasi jangka pendek minimal 3 bulan dan jangka panjang 2 tahun.

d. Melakukan kegiatan terapi pada pasien gangguan penggunaan NAPZA seperti tehnik relaksasi, konseling adiksi, upaya meningkatkan motivasi/motivational interviewing (MI), cognitif behavior therapy (CBT), konseling pasangan, konseling keluarga, konseling vokasional, terapi aktivitas kelompok, terapi modalitas, family support group (FSG), self help group (SHG), pencegahan kekambuhan, voluntary councelling and testing (VCT) serta kegiatan terapi lain yang tidak terbatas pada yang telah disebutkan.

e. Memberikan informasi dan edukasi kesehatan dalam kelompok (professional session).

f. Melakukan diskusi kasus (case conference) yang terintegrasi.

g. Melakukan layanan wajib lapor.

h. Melakukan kunjungan rumah pasca rawat inap.

i. Ada dokumentasi yang berkesinambungan di rawat inap rehabilitasi. j. Dilakukan oleh perawat dengan kompetensi PK II yang bersertifikat Konseling, MI dan VCT.

6. Pelayanan After Care

Perawatan lanjutan jangka panjang pada pasien gangguan penggunaan NAPZA yang telah menyelesaikan program rehabilitasi untuk mengembalikan pasien kepada keluarga, masyarakat dan lingkungan.

Indikator:

a. Ada SPO pelayanan after care.

b. Ada kriteria pasien yang mengikuti after care.

c. Melakukan program after care sesuai dengan kebutuhan pasien.

d. Ada dokumentasi pelayanan perawatan after care.

e. Dilakukan oleh perawat dengan kompetensi PK III.

7. Pelayanan Keperawatan Berkesinambungan

Perawatan yang diberikan kepada pasien gangguan penggunaan NAPZA dari mulai perawatan sampai selesai hingga jangka waktu tertentu berkoordinasi dengan unit terkait.

Indikator:

a. Ada SPO tentang perawatan berkesinambungan.

b. Ada program pendampingan pada pasien gangguan penggunaan NAPZA.

c. Ada laporan serah terima pasien antar ruangan atau unit pelayanan.

d. Ada dokumentasi layanan perawatan berkesinambungan.

e. Dilakukan oleh perawat dengan kompetensi PK II yang bersertifikat Pelatihan Gangguan Penggunaan NAPZA.

8. Tata kelola Pasien Pulang, Meninggal, Rujukan dan Kunjungan Ulang

Organisasi pelayanan keperawatan berkoordinasi dengan tim kesehatan lain dalam menyusun dan mengembangkan petunjuk pelaksanaan pembuatan resume pulang (discharge planning) pasien pulang, meninggal, rujukan dan kunjungan ulang sesuai dengan kondisi dan peraturan yang berlaku.

Indikator:

a. Ada SPO pasien pulang, meninggal, rujukan dan kunjungan ulang.

b. Ada kriteria pasien pulang, rujukan dan kunjungan ulang.

c. Ada format resume keperawatan pasien pulang, meninggal, rujukan dan kunjungan ulang.

d. Ada sistem rujukan pasien gangguan penggunaan NAPZA.

e. Melakukan discharge planning.

f. Ada dokumentasi pasien pulang, meninggal, rujukan dan kunjungan ulang.

g. Dilakukan oleh perawat dengan kompetensi PK II yang bersertifikat Pelatihan Gangguan Penggunaan NAPZA.

9. Tata Kelola Pemindahan Pasien Pelimpahan tanggung jawab pasien gangguan penggunaan NAPZA

dari unit satu ke unit lain maupun antar instansi lain berdasarkan data klinis atau kondisi pasien.

Indikator:

a. Ada SPO pemindahan pasien gangguan penggunaan NAPZA.

b. Ada transpotasi pemindahan pasien yang sesuai dengan keselamatan pasien.

c. Ada dokumentasi pemindahan pasien.

d. Dilakukan oleh perawat dengan kompetensi PK I yang bersertifikat Pelatihan Gangguan Penggunaan NAPZA.

10. Tata Kelola Pasien Lari (Split) Penanganan pasien gangguan penggunaan NAPZA yang melarikan

diri selama masa perawatan.

Indikator:

a. Ada SPO pasien lari.

b. Ada berita acara (kronologis kejadian pasien lari).

c. Ada ruang isolasi.

d. Melakukan intervensi krisis untuk menyelesaikan masalah secara terintegrasi.

e. Melakukan evaluasi penyebab kejadian lari.

f. Ada dokumentasi penyelesaian pasien lari.

C. Prosedur Spesifik Dan Kritikal

1. Manajemen Obat Perawat bertanggung jawab dalam pengelolaan pemberian terapi

obat–obatan pada pasien dengan gangguan penggunaan NAPZA secara aman dan sesuai indikasi.

Indikator:

a. Ada SPO manajemen obat.

b. Ada pendelegasian pemberian obat.

c. Ada tempat penyimpanan obat yang aman.

d. Ada obat-obatan emergensi di setiap unit pelayanan.

e. Ada dokumentasi pemberian obat.

f. Dilakukan oleh perawat dengan kompetensi PK I yang bersertifikat Pelatihan Gangguan Penggunaan NAPZA.

2. Kewaspadaan Standar Merupakan kegiatan untuk memutus rantai infeksi dari pasien ke

petugas, pasien, lingkungan atau dan sebaliknya. Kewaspadaan standar merupakan lapis pertama yang diaplikasikan kepada semua pasien tanpa memandang apakah terinfeksi atau bukan infeksi, petugas, pasien, lingkungan atau dan sebaliknya. Kewaspadaan standar merupakan lapis pertama yang diaplikasikan kepada semua pasien tanpa memandang apakah terinfeksi atau bukan infeksi,

Indikator:

a. Ada SPO kewaspadaan standar.

b. Ada panduan tentang kewaspadaan standar.

c. Melakukan pelatihan kewaspadaan standar bagi tenaga keperawatan.

d. Ada fasilitas untuk mendukung kewaspadaan standar.

e. Ada dokumentasi mengenai laporan kejadian plebitis, infeksi luka, tertusuk jarum suntik.

f. Dilakukan oleh staf keperawatan.

3. Konseling Keperawatan

Konseling keperawatan gangguan penggunaan NAPZA adalah proses pemberian bantuan yang terencana, terstruktur dan terjadwal, bertujuan membantu pasien mengambil keputusan dan beradaptasi terhadap kondisi/ masalah kesehatan yang dihadapi.

Indikator:

a. Ada SPO konseling keperawatan gangguan penggunaan NAPZA.

b. Ada perencanaan program konseling berdasarkan kebutuhan pasien.

c. Ada dokumentasi telah dilaksanakannya konseling.

d. Dilakukan oleh perawat dengan kompetensi PK II yang bersertifikat Pelatihan Gangguan Penggunaan NAPZA.

D. Kemitraan Dengan Pengguna Layanan

Membangun hubungan terapeutik dan kemitraan dengan pasien, keluarga, tenaga kesehatan dan profesi lain.

Indikator:

a. Ada SPO pemberian informasi peraturan tata tertib rumah sakit.

b. Ada hak dan kewajiban pasien dan keluarga.

c. Melibatkan pasien, keluarga, tenaga kesehatan dan profesi lain dalam pemberian pelayanan keperawatan.

d. Ada akses informasi yang relevan untuk pengguna layanan dengan sumber daya yang tepat.

E. Pelayanan Berorientasi Pada Keselamatan Pasien

Pemberian Pelayanan keperawatan kepada pasien gangguan penggunaan NAPZA dengan mengutamakan keamanan dan keselamatan.

Indikator:

a. Ada SPO keamanan dan keselamatan pasien.

b. Ada identitas (gelang identitas), komunikasi efektif, pengawasan obat, pencegahan infeksi dan pasien jatuh.

c. Ada dokumentasi penerapan prinsip-prinsip keamanan dan keselamatan.

F. Pendidikan Kesehatan

Kegiatan untuk memberikan/meningkatkan pengetahuan, sikap dan perilaku pasien, keluarga dan masyarakat dalam memelihara dan meningkatkan kesehatan serta mengembalikan pasien ke kondisi optimal.

Indikator:

a. Ada SPO pendidikan kesehatan kepada pasien, keluarga dan pengunjung.

b. Ada jadwal kegiatan pendidikan kesehatan secara berkesinambungan.

c. Ada perencanaan pendidikan kesehatan berdasarkan prioritas masalah.

d. Ada bukti bahwa pasien dan keluarga terinformasi dengan topik- topik berisiko tinggi terhadap pasien.

e. Ada dokumentasi pelaksanaan pendidikan kesehatan.

f. Dilakukan oleh perawat dengan kompetensi PK II yang bersertifikat

Pelatihan Gangguan Penggunaan NAPZA.

G. Peningkatan, Pengembangan Dan Pemberian Pelayanan Berbasis Bukti

Perawat menggunakan bukti praktik (evidence based) untuk mengembangkan dan memberikan pelayanan perawatan gangguan penggunaan NAPZA yang efektif berdasarkan bukti yang bertujuan memenuhi perubahan kebutuhan pasien secara dinamis.

Indikator:

a. Ada SOP penelitian.

b. Ada program penelitian.

c. Ada tim perawat membahas hasil penelitian keperawatan dan implikasinya terhadap pelayanan keperawatan.

d. Menggunakan hasil penelitian terkini dalam pelayanan keperawatan.

e. Ada dokumentasi pemberian asuhan keperawatan yang berbasis bukti.

f. Dilakukan oleh perawat dengan kompetensi PK II yang melakukan penelitian.

H. Dokumentasi Keperawatan

1. Struktur Data

Struktur data merupakan cara menyajikan data yang relevan, akurat, tepat dan komprehensif mengenai kondisi pasien dalam bentuk dokumentasi keperawatan sebagai alat komunikasi antar anggota tim kesehatan yang menangani pasien.

Indikator:

a. Ada SOP dokumentasi keperawatan.

b. Ada format dokumentasi.

c. Ada bahasa yang digunakan.

d. Ada tindak lanjut pelayanan.

e. Dilakukan oleh perawat yang memiliki kompetensi PK.

2. Data Klinis

Data klinis merupakan data yang dikumpulkan perawat selama pemberian asuhan keperawatan yang ditulis secara sistematis dan komprehensif mengenai kondisi pasien gangguan penggunaan NAPZA.

Indikator:

a. Ada pemeriksaan fisik dari kepala sampai ke kaki (head to toe).

b. Ada riwayat kesehatan dan penggunaan NAPZA.

c. Ada penilaian fisik, psikososial (status pekerjaan/ pendidikan), keluarga, status legal.

d. Ada masalah kesehatan yang sudah terjadi dan yang belum terjadi.

e. Ada diagnostik dan pelaksanaan terapi.

f. Ada hasil pemeriksaan penunjang.

g. Ada riwayat pengobatan.

h. Ada intervensi keperawatan.

i. Ada pendidikan kesehatan pasien dan keluarga. j. Ada respon pasien dan hasil akhir.

3. Bentuk dan Prinsip Dokumentasi Keperawatan

Dokumentasi Keperawatan merupakan bukti yang legal mengenai data pasien, meliputi tahapan pengkajian, rencana tindakan, implementasi, evaluasi dan discharge planning yang ditulis atau dalam bentuk manual/elektronik.

Indikator:

a. Ada SOP dokumentasi keperawatan.

b. Ada format dokumentasi keperawatan yang disepakati.

c. Ada catatan mengenai hasil pengkajian, keputusan, tindakan keperawatan dan respon pasien dengan gangguan penggunaan NAPZA terhadap tindakan keperawatan.

d. Ada rencana keperawatan dan perubahannya yang mencerminkan kebutuhan dan tujuan pasien.

e. Ada catatan mengenai informed concent dan konsultasi pasien dengan tim kesehatan lainnya meliputi nama konsultan, alasan konsultan dan hasilnya.

f. Ada identitas perawat dengan jelas dalam setiap melakukan pendokumentasian.