GAMBARAN UMUM KABUPATEN KUDUS

3.6 ASPEK PERDAGANGAN

Potensi ekonomi suatu daerah khususnya sektor perdagangan dapat diketahui dari banyaknya pasar yang ada. Pasar merupakan media pertemuan antara penjual dan pembeli, sehingga semakin ramai transaksi terjadi berarti semakin tinggi pula potensi sektor perdagangan. Data dari Dinas Perdagangan dan Pengelolaan Pasar Kabupaten Kudus, pada tahun 2016, terdapat 75 pasar modern, 6 buah pasar daerah, 25 buah pasar desa dan 2 buah pasar hewan. Dimana jumlahnya adalah 108 pasar. Jumlah tersebut merupakan jumlah yang cukup besar jika di bandingkan dengan jumlah kecamatan yang ada, atau rata- rata per kecamatan ada sekitar 10 sampai 11 buah pasar. Banyaknya penyaluran Gas LPG 3 Kg selama tahun 2016 yang lalu yaitu 7.34 juta tabung. Pita cukai rokok yang dihasilkan oleh Kabupaten Kudus selama tahun 2016 yang lalu tercatat sebesar 29,96 trilyun rupiah. Jika dibandingkan dengan tahun 2015 ada kenaikan sebesar 14,08 persen. Nilai tersebut dihasilkan dari SKM (Sigaret Kretek Mesin) sebanyak 26,10 trilyun atau 87,11 persen, SKT (Sigaret Kretek Tangan) sebesar 3,86 trilyun atau 12,89 persen dan rokok klobot 146,22 juta rupiah atau 0,0005 persen.

Tabel 33 Banyaknya Pasar Menurut Kecamatan dan Jenis Pasar di Kabupaten Kudus Tahun

2016 (Unit)

Tabel 34 Banyaknya Penyaluran Gas LPG 3 Kg Menurut Bulan di Kabupaten Kudus Tahun

2012-2016 (Tabung)

Tabel 35 Besarnya Nilai Penggunaan Pita Cukai Rokok Menurut Jenis dan Bulan di Kabupaten

Kudus Tahun 2016 (Rupiah)

3.7 ASPEK KEUANGAN

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) adalah rencana keuangan tahunan pemerintah daerah yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). APBD ditetapkan dengan Peraturan Daerah. Nilai realisasi pendapatan daerah kabupaten Kudus tahun 2016 terhitung sebesar 1.893,57 milyar rupiah dengan anggaran sebesar 2.027,01 milyar rupiah. Dana pendapatan tersebut digunakan untuk belanja daerah yang realisasinya sebesar 2.139,51 milyar rupiah dengan anggaran 2.454,12 milyar rupiah. Kalau diperhitungkan antara pendapatan dengan belanja daerah maka terjadi surplus keuangan sebesar 245,94 milyar rupiah. Realisasi pembiayaan daerah netto tahun 2016 sebesar 427,98 milyar sehingga silpa/sisa lebih perhitungan anggaran menjadi sebesar 182,03 milyar rupiah. Anggaran pendapatan daerah terdiri atas pendapatan asli daerah, dana perimbangan dan pendapatan lainnya yang sah. Dana perimbangan merupakan kontribusi terbesar dari total penerimaan, yaitu berkontribusi sebesar 68,18 persen, kemudian diikuti pendapatan lain-lain yang sah sebesar 16,41 persen dan pendapatan asli daerah sebesar 15,41 persen. Penerimaan tersebut digunakan untuk belanja daerah yang meliputi belanja tidak langsung sebesar 48,59 persen dan belanja langsung sebesar 51,41 persen, dimana total realisasi belanja daerah tersebut sebesar 2.139,51 milyar rupiah. Pada tahun 2016 terdapat 1.556 kegiatan dari dinas/satuan kerja yang ada di kabupaten Kudus yang dananya dibiayai dari APBD kabupaten Kudus. Total nilai pelaksanaan kegiatan tersebut adalah sebesar 1.288,36 milyar rupiah.

Tabel 36 Rekapitulasi Anggaran dan Realisasi Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten

Kudus Tahun 2016 (Juta Rp)

Tabel 37 Anggaran dan Realisasi Pendapatan Daerah Kabupaten Kudus Tahun 2016 (Juta Rp)

Tabel 38 Realisasi Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Kudus Tahun 2012-2016 (Juta Rupiah)

Untuk Pajak Bumi dan Bangunan, selama tahun 2016 terkumpul sebanyak 18,18 milyar rupiah yang dihimpun dari 320.168 wajib pajak. Jika dilihat per kecamatan maka kecamatan Kota merupakan penyumbang terbesar PBB Kudus (25,26 persen) dari total nilai pajak. Disusul kemudian Kecamatan Jati (19,45 persen) dan terkecil adalah Kecamatan Mejobo (3,33 persen). PBB Kabupaten Kudus tahun 2016 mengalami kenaikan sebesar 1,42 persen jika dibandingkan dengan tahun 2015. Kabupaten Kudus merupakan penghasil cukai tembakau yang sangat potensial bagi negara. Tahun 2016 dihasilkan cukai sebesar 32,57 trilyun rupiah, yang terdiri dari cukai hasil tembakau 99,83 persen, cukai lainnya sebesar 0,004 persen dan penerimaan lainnya 0,17 persen. Penerimaan PPN dan PPH di kabupaten Kudus tahun 2016 sebesar 123,56 trilyun rupiah berasal dari PPN hasil tembakau sebesar 0,04 persen, PPN impor sebesar 78,82 persen dan PPH pasal 22 sebesar 21,14 persen. Berdasarkan data dari Bank Indonesia Semarang, pada tahun 2016 total simpanan masyarakat di Kabupaten Kudus adalah sebesar 16,39 trilyun dimana jenis simpanan terbesarnya adalah dalam bentuk tabungan sebesar 97,43 persen. Untuk pinjaman yang diberikan oleh bank umum/BPR menurut sektor ekonomi, tahun 2016 ini sebesar 21,80 trilyun rupiah, dimana pinjaman ini terserap sebagian besar ke sektor perindustrian sebesar 61,67 Untuk Pajak Bumi dan Bangunan, selama tahun 2016 terkumpul sebanyak 18,18 milyar rupiah yang dihimpun dari 320.168 wajib pajak. Jika dilihat per kecamatan maka kecamatan Kota merupakan penyumbang terbesar PBB Kudus (25,26 persen) dari total nilai pajak. Disusul kemudian Kecamatan Jati (19,45 persen) dan terkecil adalah Kecamatan Mejobo (3,33 persen). PBB Kabupaten Kudus tahun 2016 mengalami kenaikan sebesar 1,42 persen jika dibandingkan dengan tahun 2015. Kabupaten Kudus merupakan penghasil cukai tembakau yang sangat potensial bagi negara. Tahun 2016 dihasilkan cukai sebesar 32,57 trilyun rupiah, yang terdiri dari cukai hasil tembakau 99,83 persen, cukai lainnya sebesar 0,004 persen dan penerimaan lainnya 0,17 persen. Penerimaan PPN dan PPH di kabupaten Kudus tahun 2016 sebesar 123,56 trilyun rupiah berasal dari PPN hasil tembakau sebesar 0,04 persen, PPN impor sebesar 78,82 persen dan PPH pasal 22 sebesar 21,14 persen. Berdasarkan data dari Bank Indonesia Semarang, pada tahun 2016 total simpanan masyarakat di Kabupaten Kudus adalah sebesar 16,39 trilyun dimana jenis simpanan terbesarnya adalah dalam bentuk tabungan sebesar 97,43 persen. Untuk pinjaman yang diberikan oleh bank umum/BPR menurut sektor ekonomi, tahun 2016 ini sebesar 21,80 trilyun rupiah, dimana pinjaman ini terserap sebagian besar ke sektor perindustrian sebesar 61,67

Tabel 39 Penerimaan Cukai Tembakau, Cukai Lainnya dan Penerimaan Lainnya di Kabupaten

Kudus Tahun 2006-2016 (Juta Rp)

Angka/laju inflasi tahun 2016 untuk Nasional adalah sebesar 3,02 persen, untuk Semarang sebesar 2,36 persen, sedangkan kabupaten Kudus mengalami inflasi sebesar 2,32 persen. Angka inflasi Kabupaten Kudus tersebut menandakan telah terjadi kenaikan harga barang-barang/jasa secara umum sebesar 2,32 persen dari tahun sebelumnya.

Tabel 40 Perkembangan Laju Inflasi Nasional, Semarang dan Kudus Tahun 2006-2016

(Persen)

3.8 ASPEK PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO (PDRB)

PDRB sebagai salah satu indikator makro dalam menilik keberhasilan pembangunan. Walaupun tolak ukur ini mulai bergeser pada tolak ukur kualitas sumber daya manusia, akan tetapi pertumbuhan ekonomi tetap memiliki kaitan erat dengan pemerataan pembangunan yang pada akhirnya berpengaruh pula terhadap kesejahteraan penduduk dan pada giliran berikutnya akan meningkatkan kualitas sumber daya manusianya. PDRB atas dasar harga berlaku di Kabupaten Kudus pada tahun 2016 sebesar 90,15 trilyun rupiah naik sebesar 6,54 persen. Sedangkan untuk nilai PDRB atas dasar harga konstan tahun 2010 sebesar 66,69 trilyun rupiah, naik sebesar 2,53 persen dari tahun sebelumnya. Seperti halnya tahun-tahun sebelumnya lapangan usaha Industri masih menjadi contributor utama, sebagai pemberi andil terbesar dalam PDRB tahun 2016. Kontribusi lapangan usaha Industri Pengolahan untuk PDRB tahun 2016 atas dasar harga berlaku sebesar 81,06 persen, diikuti oleh lapangan usaha perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan sepeda motor sebesar 5,37 persen. Sedangkan kontribusi dari lapangan usaha pertanian dan lapangan usaha lainnya masih di bawah 5 persen, yakni sektor pertanian sebesar 2,36 persen, sektor konstruksi 3,27 persen, sektor keuangan sebesar 1,78 persen, sektor penyedia akomodasi dan makan minum 1,15 persen.

Dari tahun 2010 kontribusi dari sektor industri pengolahan terlihat stabil. Hal ini menunjukkan kemajuan dalam proses industrialisasi. Proses industrialisasi merupakan proses dimana perkembangan sektor industri pada umumnya akan diikuti berkembangnya transaksi perdagangan dan menurunnya aktivitas pertanian. Terlihat bahwa selama beberapa dekade ini sektor perdagangan selalu memberikan kontribusi terbesar kedua, lebih besar dari kontribusi sektor pertanian. Besarnya kontribusi sektor industri menunjukkan bahwa sektor ini memegang peranan penting dalam menopang perekonomian di Kudus, walaupun secara geografis Kabupaten Kudus merupakan kabupaten dengan wilayah terkecil, namun dari sisi industri memiliki potensi dan peluang pasar yang dapat diandalkan. Laju pertumbuhan PDRB di kabupaten Kudus tahun 2016 atas dasar harga konstan 2010 adalah sebesar 2,53 persen, yang berarti telah terjadi kenaikan riil kuantitas Dari tahun 2010 kontribusi dari sektor industri pengolahan terlihat stabil. Hal ini menunjukkan kemajuan dalam proses industrialisasi. Proses industrialisasi merupakan proses dimana perkembangan sektor industri pada umumnya akan diikuti berkembangnya transaksi perdagangan dan menurunnya aktivitas pertanian. Terlihat bahwa selama beberapa dekade ini sektor perdagangan selalu memberikan kontribusi terbesar kedua, lebih besar dari kontribusi sektor pertanian. Besarnya kontribusi sektor industri menunjukkan bahwa sektor ini memegang peranan penting dalam menopang perekonomian di Kudus, walaupun secara geografis Kabupaten Kudus merupakan kabupaten dengan wilayah terkecil, namun dari sisi industri memiliki potensi dan peluang pasar yang dapat diandalkan. Laju pertumbuhan PDRB di kabupaten Kudus tahun 2016 atas dasar harga konstan 2010 adalah sebesar 2,53 persen, yang berarti telah terjadi kenaikan riil kuantitas

Tabel 41 Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha di Kabupaten Kudus Tahun 2012 - 2016 (Juta Rupiah)

Tabel 42 Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Konstan 2010 Menurut Lapangan Usaha di Kabupaten Kudus Tahun 2012 - 2016 (Juta Rupiah)