Pengaruh Temperatur Penuangan Terhadap Sifat Ketangguhan Impak (Impack Toughness) Dan Kekerasan (Hardness) Aluminium Sekrap Yang Ditambah Silikon 5%

(1)

PENGARUH TEMPERATUR PENUANGAN TERHADAP SIFAT

KETANGGUHAN IMPAK (IMPACT TOUGHNESS) DAN

KEKERASAN (HARDNESS) ALUMINIUM SEKRAP

YANG DITAMBAH SILIKON 5%

SKRIPSI

Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

HAMDI ABDUL HAKIM NIM. 060401053

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

PENGARUH TEMPERATUR PENUANGAN TERHADAP SIFAT

KETANGGUHAN IMPAK (IMPACT TOUGHNESS) DAN

KEKERASAN (HARDNESS) ALUMINIUM SEKRAP

YANG DITAMBAH SILIKON 5%

HAMDI ABDUL HAKIM NIM. 06 0401 053

Diketahui/Disyahkan: Disetujui oleh:

Ketua Depertemen Teknik Mesin Dosen Pembimbing, Fakultas Teknik USU

Dr.-Ing. Ir. Ikhwansyah Isranuri Dr.-Ing. Ir. Ikhwansyah Isranuri NIP.196412241992111001 NIP.196412241992111001


(3)

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN

FAKULTAS TEKNIK U.S.U.

MEDAN

KARTU BIMBINGAN

TUGAS SARJANA MAHASISWA

No. : / TS / 20

Sub. Program Studi : Teknik Produksi/ Konversi Energi Bidang Studi : Pengecoran Logam

Judul Tugas : PENGARUH TEMPERATUR PENUANGAN TERHADAP SIFAT KETANGGUHAN IMPAK (IMPACT TOUGHNESS) DAN KEKERASAN (HARDNESS) ALUMINIUM SEKRAP YANG DITAMBAH SILIKON 5%

Diberikan Tgl. : 24 Februari 2011 Selesai Tgl :

Dosen Pembimbing :Dr-Ing.Ir.Ikhwansyah Isranuri Nama Mhs : Hamdi Abdul Hakim N.I.M : 06 0401 053 NO Tanggal KEGIATAN ASISTENSI BIMBINGAN

Tanda Tangan Dosen Pemb. 1. 24-02-2011 Pengajuan Proposal

2. 15-03-2011 Pemberian Spesifikasi Tugas Skripsi 3. 10-05-2011 BAB I

4. 20-05-2011 BAB II

5. 30-05-2011 Tambahan gambar danredaksi BAB II 6. 03-06-2011 BAB III

7. 08-06-2011 BAB IV

8. 14-06-2011 Tambahan diagram phasa BAB IV 9. 18-06-2011 Tambahan struktur mikro BAB IV 10. 21-06-2011 Perbaikan phasa intermetalik BAB IV 11. 24-06-2011 BAB V

12. 27-06-2011 ACC Seminar 13.

14. 15.

CATATAN : Diketahui,

1. Kartu ini harus diperlihatkan kepada Dosen Ketua departemenTeknikMesin

Pembimbing setiap Asistensi F.T U.S.U

2. Kartu ini harus dijaga bersih dan rapi. 3. Kartu ini harus dikembalikan ke Jurusan,

bila kegiatan Asistensi telah selesai.

Dr.Ing.Ir.Ikhwansyah Isranuri NIP.196412241992111001


(4)

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN AGENDA : /TS/2010 FAKULTAS TEKNIK USU DITERIMA : / /20...

MEDAN. PARAF :

TUGAS SKRIPSI

N A M A : HAMDI ABDUL HAKIM

NIM : 06 0401 053

MATA KULIAH : PENGECORAN LOGAM

SPESIFIKASI : Lakukan studi untuk mengetahui pengaruh temperatur penuangan terhadap sifat ketangguhan impak (impact toughness) dan kekerasan (hardness) Aluminium sekrap yang ditambah silikon 5 %

1. Lakukan proses peleburan Aluminium sekrap 2. Lakukan pengkajian komposisi

3. Lakukan pengujian ketangguhan impak dan kekerasan

DIBERIKAN TANGGAL : 24 / 02 / 2011 SELESAI TANGGAL : / / 2011

KETUA DEPARTEMEN TEKNIK MESIN, MEDAN, 24 FEBRUARI 2011 DOSEN PEMBIMBING,

DR-ING.IR. IKHWANSYAH ISRANURI DR-ING.IR.IKHWANSYAH ISRANURI


(5)

PENGARUH TEMPERATUR PENUANGAN TERHADAP SIFAT

KETANGGUHAN IMPAK (IMPACT TOUGHNESS) DAN

KEKERASAN (HARDNESS) ALUMINIUM SEKRAP

YANG DITAMBAH SILIKON 5%

HAMDI ABDUL HAKIM NIM. 06 0401 053

Telah Diperiksa dan Disetujui Dari Hasil Seminar Tugas Skripsi Periode Ke – 605 Tanggal 14 Juli 2011

Disetujui Oleh:

Dosen Penguji I Dosen Penguji II

Ir. Syahrul Abda, M.Sc Ir. Mulfi Hazwi, M.Sc NIP.195708081988111001 NIP.194910121981031002


(6)

PENGARUH TEMPERATUR PENUANGAN TERHADAP SIFAT

KETANGGUHAN IMPAK (IMPACT TOUGHNESS) DAN

KEKERASAN (HARDNESS) ALUMINIUM SEKRAP

YANG DITAMBAH SILIKON 5%

HAMDI ABDUL HAKIM NIM. 06 0401 053

Telah Disetujui Oleh: Pembimbing/Penguji

Dr.-Ing. Ir. Ikhwansyah Isranuri NIP.196412241992111001

Penguji I Penguji II

Ir.Syahrul Abda,M.Sc. Ir. Mulfi Hazwi,M.Sc. NIP.195708081988111001 NIP.194910121981031002

Disetujui Oleh: Departemen Teknik Mesin

Ketua

Dr.-Ing. Ir. Ikhwansyah Isranuri NIP.196412241992111001


(7)

KATA PENGANTAR

Rasa syukur yang selalu terucap kehadirat Allah SWT, Rab yang maha segalanya. Shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad SAW yang membawa kita ke zaman ilmu pengetahuan, sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Skripsi ini berjudul;

PENGARUH TEMPERATUR PENUANGAN TERHADAP SIFAT KETANGGUHAN IMPAK (IMPACK TOUGHNESS) DAN

KEKERASAN (HARDNESS) ALUMINIUM SEKRAP YANG DITAMBAH SILIKON 5%

Dengan dukungan sepenuh hati dari pihak dibawah ini skripsi ini dapat diselesaikan oleh penulis. Untuk itu dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Dr.-ing.Ir.Ikhwansyah Isranuri sebagai ketua Departemen Teknik Mesin FT-USU dan dosen pembimbing penulis pada tugas sarjana ini. 2. Bapak Ir.Mulfi Hazwi,M.Sc. Dan Ir.Syahrul Abda,M.Sc selaku dosen

penguji yang telah membimbing penulis dalam menyempurnakan tugas akhir ini.

3. Ibunda tercinta Hj. Asmah A. Karim dan Ayahanda H. Muhammad Ghozali yang telah membimbing dan memberikan semangat serta menjadi motivasi bagi penulis.

4. Bapak Suprianto, ST. MT. yang telah meluangkan waktunya untuk berdiskusi dengan penulis selama penyelesaian tugas akhir ini.

5. Bapak Ir. Marlon. S, Bapak Sarjana,ST, Bapak Rustam, Muhammad Wirza, dan Hendrik Gunawan yang telah memberikan dukungan untuk menyelesaikan skripsi ini.

6. Staf dan pegawai di PT. Radio Bonita Jaya Suara Medan yang tidak sedikit memberikan dukungannya kepada penulis.

7. Teman-teman seperjuangan Teknik Mesin khususnya angkatan 2006 yang selalu memberikan kesempatan bagi penulis untuk berdiskusi, menghibur dan memberikan semangat penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Bagi pembaca diharapkan saran dan kritik demi kebaikan penulis. Semoga skripsi ini berguna bagi penulis dan juga pembacanya. Amin ya rabbal alamin.

Medan, 25 Maret 2011 Penulis

Hamdi Abdul Hakim 06 0401 053


(8)

ABSTRAK

Variasi temperatur penuangan akan mempengaruhi pembekuan coran aluminium, cacat porositas akan meningkat seiring dengan temperatur penuangan. Nilai ketangguhan, kekerasan akan mengalami penurunan karena banyaknya gas hidrogen yang terjebak didalam coran aluminium. Dalam penelitian ini digunakan Aluminium sekrap yang dapat di daur ulang yaitu kaleng bekas minuman. Pengecoran dilakukan dengan temperatur penuangan yang bervariasi yaitu 680°C, 700°C, 720°C, 740°C, dan 760°C. Dipilihnya Aluminium bekas minuman terutama yang diambil adalah bagian tutupnya karena memiliki kandungan Aluminium ±90% pada bagian tutup kaleng. Daur ulang akan menurunkan sifat mekanis dari material, oleh karena itu perlu ditambahkan beberapa unsur seperti Silikon, Copper, Magnesium, Iron, Mangan dan Zincum untuk meningkatkan kembali sifat mekanisnya. Tujuan dari penelitian ini adalah Untuk mengetahui pengaruh temperatur penuangan terhadap ketangguhan impak (Impact Toughness) dan kekerasan (Hardness) Aluminium coran. Untuk melihat struktur mikro dari coran Aluminium sekrap dengan variasi temperatur penuangan. Sebagai data awal yang dapat digunakan untuk pemanfaatan bahan Aluminium sekrap yang ditambah Silikon 5% (Al-Si) sebagai material teknik. Manfaat dari penelitian ini adalah Dengan penelitian ini penyusun dapat menerapkan ilmu dari teori yang dipelajari dengan praktek langsung dalam pengecoran Alumunium. Penyusun dapat memberi pengetahuan tentang hasil penelitian yang telah dilakukan guna referensi penelitian selanjutnya. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen, dari jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah bentuk kualitatif yaitu memaparkan secara jelas hasil eksperimen yang diperoleh dari sejumlah spesimen uji dalam bentuk angka Sampel diambil untuk dilakukan uji kekerasan (Hardness) dan ketangguhan impak (Impact toughness), dalam pengujian kekerasan dilakukan dengan mengunakan Equotip Hardness Tester dan untuk pengujian ketangguhan dilakukan dengan menggunakan Impact Charpy Test. Nilai ketangguhan impak (Impact Toughness) mencapai posisi maksimum pada temperatur tuang 700oC yaitu sebesar 19,13 Joule, kemudian ketangguhan akan terus menurun seiring pertambahan suhu temperatur tuang. Dari uji kekerasan (Hardness) equotip dilihat hasil maksimum juga pada temperatur 700oC yaitu 72 BHN. Dari hasil foto mikro dilihat bahwa semakin tinggi suhu penuangan maka cacat porositas akan semakin banyak terlihat mulai dari 680oC, 720oC, 740oC, 760oC. Tetapi tidak halnya dengan temperatur 700oC, cacat porositas tidak terlalu banyak dan menunjukkan hasil yang paling bagus diantara keempat temperatur tuang lainnya.

Kata kunci: Daur ulang, pengaruh temperatur tuang, paduan Aluminium-Silikon, , ketangguhan, kekerasan, struktur mikro.


(9)

DAFTAR ISI LEMBARAN PENGESAHAN DARI PEMBIMBING LEMBARAN PENGESAHAN DARI PEMBANDING LEMBARAN EVALUASI SEMINAR TUGAS AKHIR

KATA PENGANTAR... i

ABSTRAK ... ii

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR NOTASI ... x

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 3

1.3. Hipotesa ... 3

1.4. Tujuan ... 3

1.5. Batasan Masalah... 4

1.6. Manfaat ... 4

1.7. Sistematika Penulisan ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Riset-Riset yang Telah Dilakukan Sebelumnya... 6

2.2. Landasan Teori ... 7

2.2.1. Aluminium ... 7

2.2.2. Silikon ... 9

2.2.3. Pengecoran ... 11

2.2.3.1. Sejarah Pengecoran ... 11

2.2.3.2. Teori Pengecoran ... 11


(10)

2.2.3.4. Sifat Coran Al-Si ... 14

2.2.4.Pengujian Ketangguhan impak (Impact Toughness Test/Impact Charpy Test) ... 15

2.2.5. Pengujian Kekerasan (Hardness Test) ... 18

2.2.5.1. Metode Brinell ... 20

2.2.5.2. Metode Vickers ... 20

2.2.5.3. Metode Rockwell ... 20

2.2.5.4. Metode Mikro Hardness ... 21

2.2.6. Equotip Hardness Tester ... 21

2.2.7. Metallography Test (foto mikro) ... 22

2.2.7.1. Pemotongan (Cutting) Spesimen ... 23

2.2.7.2. Bingkai (mounting) Spesimen ... 24

2.2.7.3.Pengamplasan (Grinding) Spesimen ... 25

2.2.7.4.Pemolesan (Polishing) Spesimen ... 26

2.2.7.5.Etsa (Etching) Spesimen ... 27

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Diagram Alir Penelitian ... 29

3.2. Bahan Dan Alat Penelitian ... 30

3.2.1. Bahan yang Digunakan ... 30

3.2.2 Alat yang Digunakan ... 33

3.3. Prosedur Penelitian ... 41

BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Uji Komposisi ... 43

4.2. Hasil Uji Metalografi ... 50

4.3. Hasil Uji Ketangguhan Impak (Impact Toughness) ... 53

4.3.1. Sifat Mekanis Perpatahan ... 54


(11)

4.4.1.Mekanisme Penguatan Logam ... 57

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan ... 59 5.2. Saran ... 60


(12)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

Tabel 2.1. Pengaruh % Si terhadap sifat Aluminium ... 15 Tabel 4.1. Komposisi material Aluminium bekas kemasan minuman ... 43 Tabel 4.2. Tabel hasil pengujian impact charpy test ... 53 Tabel 4.3. Hasil uji kekerasan metode Equotip pada spesimen Aluminium Sekrap. 55


(13)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

Gambar 2.1. Alat uji Impact Charpy (Lab Ilmu Logam USU)... 16

Gamber 2.2. Spesimen uji (http://www.buzzle.com) ... 16

Gambar 2.3. Skematik kurva transisi ulet ke getas (http://www.buzzle.com) ... 17

Gambar 2.4. Bentuk dan dimensi benda uji impak berdasarkan ASTM E23-56T Gambar 2.5. Alat uji kekerasan material logam (Lab Ilmu Logam USU) ... 19

Gambar 2.6. Equotip 3 Hardness Tester (Lab Ilmu Logam USU) ... 22

Gambar 2.7. Struktur mikro dari Aluminium murni Gambar 2.8. Struktur mikro dari paduan Aluminium-Silikon. Gambar (a) merupakan paduan Al-Si tanpa perlakuan khusus. Gambar (b) merupakan paduan Al-Si dengan perlakuan termal. Gambar (c) adalah paduan Al-Si dengan perlakuan termal dan penempaan. Perhatikan bahwa semakin ke kanan, struktur mikro semakin baik Gambar 2.9. Alat uji struktur mikro yaitu mikroskop optic (Lab Ilmu Logam USU) 28 Gambar 2.10. Hasil foto mikro dari Al-Si Gambar 3.1. Kaleng bekas minuman dan bagian Tutup Kaleng (Lab Teknologi Mekanik) ... 30

Gambar 3.2. Gambar Silikon dan serbuk Silikon (Lab Foundry) ... 31

Gambar 3.3. Gambar Pasir Silika (Lab Foundry) ... 31

Gambar 3.4. Bentonite (Lab Foundry) ... 32

Gambar 3.5. Arang Kayu (Lab Foundry) ... 32

Gambar 3.6. Gabus untuk membuat die (Lab Teknologi Mekanik) ... 33


(14)

Gambar 3.8. Equotip Hardness Tester (Lab Ilmu Logam) ... 34

Gambar 3.9. Impact Charpy Test (Lab Ilmu Logam) ... 34

Gambar 3.10. Thermocouple Type-K (Lab Foundry) ... 35

Gambar 3.11. Mikroskop Optik (Lab Ilmu Logam) ... 35

Gambar 3.12. Polishing Machine (Lab Ilmu Logam) ... 36

Gambar 3.13. Ladel Peleburan (Lab Foundry) ... 36

Gambar 3.14. Crucible dan Penutupnya (Lab Foundry) ... 37

Gambar 3.15. Batu koral dan dudukannya (Lab Foundry) ... 37

Gambar 3.16. Blower dan air sprayer (Lab Foundry) ... 38

Gambar 3.17. Timbangan (Lab Foundry) ... 38

Gambar 3.18. Mikser (Lab Foundry) ... 38

Gambar 3.19. Ayakan Pasir dan Silikon (Lab Foundry) ... 39

Gambar 3.20. Wadah Pasir Cetak (Lab Foundry) ... 39

Gambar 3.21. Serokan Pasir, dan Gayung (Lab Foundry) ... 40

Gambar 3.22. Proses Penyekrapan (Lab Teknologi Mekanik) ... 40

Gambar 3.23. Gelas Ukur (Lab Foundry) ... 40

Gambar 4.1. Diagram Phasa Al-Mg Gambar 4.2. Diagram Phasa Al-Mg Sebenarnya Gambar 4.3. Diagram phasa Al-Si Gambar 4.4. Diagram Phasa Al-Si Sebenarnya Gambar 4.5. Diagram phasa Al-Fe Gambar 4.6. Diagram Al-Fe sebenarnya ... 47

Gambar 4.7. Diagram phasa Al-Fe-Si (Taylor,J.A) ... 48

Gambar 4.8. Phasa Inter-Metalik (www.azom.com) ... 49

Gambar 4.9. Foto mikro Aluminium sekrap dengan temperatur tuang 680oC (pembesaran 200x) ... 50

Gambar 4.10. Foto mikro Aluminium sekrap dengan temperatur tuang 700oC (pembesaran 200x) ... 51

Gambar 4.11. Foto mikro Aluminium sekrap dengan temperatur tuang 720oC (pembesaran 200x) ... 52

Gambar 4.12. Foto mikro Aluminium sekrap dengan temperatur tuang 740oC (Pembesaran 200x) ... 52


(15)

Gambar 4.13. Foto mikro Aluminium sekrap dengan temperatur

tuang 760oC (Pembesaran 200x) ... 52 Gambar 4.14. Grafik Energi yang diserap (E) Vs Temperatur Tuang (oC) ... 54 Gambar 4.15. Grafik kekerasan Vs temperatur tuang coran Aluminium ... 56


(16)

DAFTAR NOTASI

Simbol Arti Satuan

Skala kekerasan Rockwell

A Intan Kg

B Bola 1/16 inch Kg

C Intan Kg

D Intan Kg

E Bola 1/8 inch Kg

F Bola 1/16 inch Kg

G Bola 1/16 inch Kg

H Bola 1/8 inch Kg

K Bola 1/8 inch Kg

Kekerasan Brinell

P Beban N

D Diameter Indenter m

d Diameter Lubang m

Impak

α Sudut Permulaan Derajat

ß Sudut Akhir Derajat


(17)

ABSTRAK

Variasi temperatur penuangan akan mempengaruhi pembekuan coran aluminium, cacat porositas akan meningkat seiring dengan temperatur penuangan. Nilai ketangguhan, kekerasan akan mengalami penurunan karena banyaknya gas hidrogen yang terjebak didalam coran aluminium. Dalam penelitian ini digunakan Aluminium sekrap yang dapat di daur ulang yaitu kaleng bekas minuman. Pengecoran dilakukan dengan temperatur penuangan yang bervariasi yaitu 680°C, 700°C, 720°C, 740°C, dan 760°C. Dipilihnya Aluminium bekas minuman terutama yang diambil adalah bagian tutupnya karena memiliki kandungan Aluminium ±90% pada bagian tutup kaleng. Daur ulang akan menurunkan sifat mekanis dari material, oleh karena itu perlu ditambahkan beberapa unsur seperti Silikon, Copper, Magnesium, Iron, Mangan dan Zincum untuk meningkatkan kembali sifat mekanisnya. Tujuan dari penelitian ini adalah Untuk mengetahui pengaruh temperatur penuangan terhadap ketangguhan impak (Impact Toughness) dan kekerasan (Hardness) Aluminium coran. Untuk melihat struktur mikro dari coran Aluminium sekrap dengan variasi temperatur penuangan. Sebagai data awal yang dapat digunakan untuk pemanfaatan bahan Aluminium sekrap yang ditambah Silikon 5% (Al-Si) sebagai material teknik. Manfaat dari penelitian ini adalah Dengan penelitian ini penyusun dapat menerapkan ilmu dari teori yang dipelajari dengan praktek langsung dalam pengecoran Alumunium. Penyusun dapat memberi pengetahuan tentang hasil penelitian yang telah dilakukan guna referensi penelitian selanjutnya. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen, dari jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah bentuk kualitatif yaitu memaparkan secara jelas hasil eksperimen yang diperoleh dari sejumlah spesimen uji dalam bentuk angka Sampel diambil untuk dilakukan uji kekerasan (Hardness) dan ketangguhan impak (Impact toughness), dalam pengujian kekerasan dilakukan dengan mengunakan Equotip Hardness Tester dan untuk pengujian ketangguhan dilakukan dengan menggunakan Impact Charpy Test. Nilai ketangguhan impak (Impact Toughness) mencapai posisi maksimum pada temperatur tuang 700oC yaitu sebesar 19,13 Joule, kemudian ketangguhan akan terus menurun seiring pertambahan suhu temperatur tuang. Dari uji kekerasan (Hardness) equotip dilihat hasil maksimum juga pada temperatur 700oC yaitu 72 BHN. Dari hasil foto mikro dilihat bahwa semakin tinggi suhu penuangan maka cacat porositas akan semakin banyak terlihat mulai dari 680oC, 720oC, 740oC, 760oC. Tetapi tidak halnya dengan temperatur 700oC, cacat porositas tidak terlalu banyak dan menunjukkan hasil yang paling bagus diantara keempat temperatur tuang lainnya.

Kata kunci: Daur ulang, pengaruh temperatur tuang, paduan Aluminium-Silikon, , ketangguhan, kekerasan, struktur mikro.


(18)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Aluminium (Al) adalah unsur kimia dengan nomor atom 13 dan massa atom 26, 9815. Unsur ini mempunyai isotop alam: Al-27. Sebuah isomer dari Al-26 dapat

meluruhkan sinar dengan waktu paruh 105 tahun. Aluminium berwarna putih

keperakan, mempunyai titik lebur 659,7 oC dan titik didih 2.057 oC, serta berat jenisnya 2,699 gr.cm-3 (pada temperatur 20 oC). Termasuk dalam kelompok Boron dalam unsur kimia (Al-13) dengan massa jenis 2,7 gr.cm-3. Jari-jari atomnya adalah

117,6 pikometer (1x10-10 m). Alumunium adalah unsur terbanyak ketiga yang

ditemukan di bumi setelah Oksigen dan Silikon. Jumlahnya sekitar 7,6% dari berat kerak bumi. Aluminium mudah dilengkungkan dan dibuat mengkilat, serta larut dalam asam klorida dan asam sulfat berkonsentrasi di atas 10%, tetapi tidak larut dalam asam organik.

Aluminium ditemukan pada tahun 1825 oleh Hans Christian Oersted. Baru diakui secara pasti oleh F. Wohler pada tahun 1827. Sumber unsur ini tidak terdapat bebas, bijih utamanya adalah Bauksit. Penggunaan Aluminium antara lain untuk pembuatan kabel, kerangka kapal terbang, mobil dan berbagai produk peralatan rumah tangga. Senyawanya dapat digunakan sebagai obat, penjernih air, fotografi serta sebagai ramuan cat, bahan pewarna, ampelas dan permata sintesis (Sudira dan Sato.1992).

Terdapat beberapa sifat penting yang dimiliki Aluminium sehingga banyak digunakan sebagai Material Teknik, diantaranya:

− Penghantar listrik dan panas yang baik (konduktor).

− Mudah difabrikasi

− Ringan (besi ± 8,1 gr/cm3)

− Tahan korosi dan tidak beracun

Kekuatannya rendah, tetapi paduan (alloy) dari Aluminium bisa

meningkatkan sifat mekanisnya .

Aluminium banyak digunakan sebagai peralatan dapur, bahan konstruksi bangunan dan ribuan aplikasi lainnya dimanan logam yang mudah dibuat dan kuat.


(19)

Walau konduktivitas listriknya hanya 60% dari tembaga, tetapi Aluminium bisa digunakan sebagai bahan transmisi karena ringan. Aluminium murni sangat lunak dan tidak kuat, tetapi dapat dicampur dengan Tembaga, Magnesium, Silikon, Mangan, dan unsur-unsur lainnya untuk membentuk sifat-sifat yang menguntungkan. Campuran logam ini penting kegunaannya dalam konstruksi mesin, komponen pesawat modern dan roket. Logam ini jika diuapkan di vakum membentuk lapisan yang memiliki reflektivitas tinggi untuk cahaya yang tampak dan radiasi panas. Lapisan ini menjaga logam dibawahnya dari proses oksidasi sehingga tidak menurunkan nilai logam yang dilapisi. Lapisan ini digunakan untuk memproteksi kaca teleskop dan masih banya kegunaan lainnya.

Banyaknya penggunaan Aluminium dalam kehidupan sehari-hari baik itu dalam rumah tangga maupun industri akan membuat limbah Aluminium semakin banyak. Jika hal ini tidak di tangani denga cepat maka limbah ini akan memberikan dampak yang buruk bagi lingkungan, limbah Aluminium dapat mencemari tanah dan juga air. Oleh karena itu perlu dilakukan daur ulang (recycle) dari limbah Aluminium, hasilnya dapat digunakan dalam keperluan rumah tangga maupun dalam pembuatan material teknik.

Daur ulang adalah proses untuk menjadikan suatu bahan bekas menjadi bahan baru dengan tujuan mencegah adanya yang berguna, mengurangi penggunaan bahan baku yang baru, mengurangi penggunaa jika dibandingkan dengan proses pembuatan barang baru. Daur ulang adalah salah satu strategi pengelolaan pengumpulan, pemrosesan, pendistribusian dan pembuatan produk/material bekas pakai, dan komponen utama dalam manajemen sampah modern dan bagian ketiga adalam proses hierarki sampah Sato.1992).

Salah satu cara daur ulang adalah dengan proses peleburan. Unsur Silikon termasuk dalam salah satu campuran yang paling baik untuk Aluminium, diamana hasil paduan dari kedua unsur ini lebih ringan dibandingkan dengan besi atau baja, ketahanan korosi yang baik, dan mampu mesin yang baik.

Proses peleburan adalah salah satu cara mendaur ulang limbah Aluminium atau Aluminium sekrap, Silikon merupakan salah satu unsur pencampur yang baik karena


(20)

dapat memperbaiki sifat mekanis Aluminium. Beberapa jenis penggunan hasil paduan ini pada pembuatan material teknik seperti roda gigi, head cylinder, dan piston memiliki standar dalam kekuatan dan kekuatan tarik tertentu agar dapat digunakan dengan aman. Oleh karena itu penting kiranya dilakukan penelitian sifat kekerasan dan ketangguhan dari Aluminium daur ulang (recycle) ini.

Dari penelitian sebelumnya di Departemen Teknik Mesin yang dilakukan oleh saudara M. Wirza didapat bahwa unsur Silikon mempengaruhi nilai kekerasan dan kekuatan tarik Aluminium coran dengan kadar optimum Silikon 5,14%. Dari grafik kekerasan pada penelitian tersebut peningkatan kadar Silikon akan meningkatkan kekerasan, namun meningkatnya kekrasan tersebut disebabkan oleh bertambahnya kadar Fe didalam coran Aluminium. Pada hasil uji tarik penelitian tersebut didapat juga kadar optimum Silikon 5,14% dengan tegangan maksimum 94,31 MPa.

1.2. PERUMUSAN MASALAH

Perubahan temperatur penuangan pada proses pengecoran Aluminium akan mempengaruhi laju pembekuan dan menyebabkan tejadinya cacat porositas, sehingga akan mempengaruhi sifat mekanis yaitu ketangguhan impak (impact toughness) dan kekerasan (hardness) coran Aluminium sekrap. Semakin meningkatnya temperatur penuangan akan menghasilkan bentuk struktur mikro dan sifat mekanis yang berbeda, sebab semakin tinggi temperatur penuangan akan menyebabkan banyak gas Hidrogen yang terjebak.

1.3. HIPOTESA

Riset ini akan mengkaji bagaimana pengaruh penuangan terhadap nilai ketangguhan impak (impact toughness) dan kekerasan (hardness) coran Aluminium sekrap. Dengan memvariasikan temperatur penuangan Aluminium coran diduga nilai ketangguhan impak (impact toughness) dan kekerasan (hardness) akan menurun.

1.4. TUJUAN

1. Untuk mengetahui pengaruh temperatur penuangan terhadap ketangguhan

impak (impact toughness) dan kekerasan (hardness) Aluminium coran.

2. Melihat struktur mikro dari coran Aluminium sekrap dengan variasi temperatur penuangan.


(21)

3. Sebagai data awal yang dapat digunakan untuk pemanfaatan bahan Aluminium sekrap yang ditambah Silikon (Al-Si) sebagai material teknik.

1.5. BATASAN MASALAH

Dalam penelitian ini, bahan yang digunakan adalah Aluminium sekrap dari bekas minuman kaleng, masalah yang dibahas hanya ketangguhan dan kekerasan Aluminium sekrap ditambah 5% Silikon dengan variasi temperatur tuang yaitu : 680°C, 700°C, 720°C, 740°C, dan 760°C.

1.6. MANFAAT

1. Bidang Akademis

a. Dengan penelitian ini penyusun dapat menerapkan ilmu dari teori yang

dipelajari dengan praktek langsung dalam pengecoran Alumunium.

b. Penyusun dapat memberi pengetahuan tentang hasil penelitian yang telah dilakukan guna referensi penelitian selanjutnya.

2. Bidang Industri

Setelah mengetahui temperatur penuangan optimum dari Aluminium sekrap yang ditambah Silikon 5%, maka diharapkan dapat memberikan manfaat bagi industri pengecoran Aluminium dan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh temperatur penuangan yang sesuai dengan kebutuhan konsumen.

1.7. SISTEMATIKA PENULISAN

Tugas Akhir ini dibagi menjadi beberapa Bab dengan garis besar tiap bab adalah sebagai berikut :

Bab I Pendahuluan, Bab ini berisikan latar belakang, perumusan masalah, batasan masalah, tujuan, manfaat, dan sistematika penulisan.

Bab II Tinjauan Pustaka, Bab ini berisikan kajian pustaka dan landasan teori diantaranya mengenai Aluminium, Silikon, teori pengecoran, uji ketangguhan impak (impact toughness), uji kekerasan (hardness) dan foto mikro (metallography).

Bab III Metodologi Penelitian, Bab ini berisikan urutan dan cara yang dilakukan. Dimulai dari alat, bahan, dan proses yang dilaksanakan.


(22)

Bab IV Analisa Data dan Pembahasan, Bab ini berisikan penyajian data-data hasil penelitian peleburan Aluminum sekrap.

Bab V Kesimpulan dan Saran, Bab ini sebagai penutup berisikan kesimpulan yang diperoleh dari penelitian dan saran untuk pengembangan peleburan Aluminium-Silikon

Daftar Pustaka, Daftar pustaka berisikan literatur yang digunakan dalam penelitian dan penyusunan laporan ini.

Lampiran, pada bagian ini berisikan lampiran-lampiran dan data-data sebagai sumber yang diambil dalam skripsi ini.


(23)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. RISET-RISET YANG TELAH DILAKUKAN SEBELUMNYA

Aluminium merupakan salah satu material yang sangat banyak dipergunakan dalam bidang teknik, namun sangat jarang dipergunakan dalam kondisi Aluminium murni. Aluminium yang dijumpai dalam bidang teknik kebanyakan dalam bentuk

alloy dengan unsur penambah utama seperti Silicon, Copper, Magnesium, Iron,

Mangan dan Zincum (NADCA, 1997).

Pengecoran Aluminium akan berakibat penurunan sifat mekanis (tarik dan impak) dari logam, yang terjadi akibat peningkatan porositas ( Purnomo,2004). Porositas yang terjadi pada saat pengecoran Aluminium dapat dieleminir dengan mengontrol gas/oksigen dan variable pengecoran lainnya seperti, temperatur, laju pembekuan, laju pendinginan ( Melo,M.L.N.M.,etl., 2005) yang dapat dilakukan dengan tersedianya dapur peleburan yang memadai. Parameter pembekuan sangat dipengaruhi laju pendinginan, keadaan temperatur pada berbagai fasa berubah dengan peningkataan laju pendinginan, peningkatan laju pendinginan secara signifikan meningkatkan temperatur pengintian Aluminium ( Dobrzanski, dkk, 2006).

Penambahan Si dan Cu pada Aluminium akan meningkatkan kekerasan dan kekuatan tarik Aluminium dan penambahan unsur Ti juga dapat meningkatkan kekerasan dan menghaluskan butir dari Aluminium. Komposisi paduan dan pemilihan proses pengecoran dapat mempengaruhi struktur mikro dari Aluminium paduan. Struktur mikro dapat dirubah dengan penambahan elemen tertentu pada paduan aluminium seperti mampu cor, sifat mekanis dan mampu mesin yang baik dapat diperbaiki (Brown, 1999).

Alloy juga dapat dipadukan dengan Tembaga. Sebagai contoh

Aluminium-Silikon dipadukan dengan unsur Tembaga yang menghasilkan perbedaan pengaruh yang signifikan, yaitu pada variasi penambahan tembaga terhadap kekerasan paduan Aluminium-Silikon. Pengecoran Aluminium akan berakibat penurunan sifat mekanis (tarik dan impak) dari logam, yang terjadi akibat peningkatan porositas. Kadar Tembaga yang dibuat bervariasi untuk mendapatkan nilai optimum dari campuran. Kadar penambahan Tembaga sebanyak 5% adalah yang paling optimum untuk


(24)

meningkatkan kekerasan paduan. Dengan perlakuan pengerasan presipitasi kekerasan meningkat hingga sebesar 97,10 HBN (Sidiq Pramono, 2004).

Aluminium yang dipadukan dan di heat treatment dan melalui proses aging akan dapat meningkatkan kekerasan dan kekuatan tarik Aluminium. Penambahan Silikon dan Tembaga pada Aluminium akan meningkatkan kekerasan dan kekuatan tarik Aluminium dan penambahan unsur Titanium juga dapat meningkatkan kekerasan dan menghaluskan butir dari Aluminium (Basuki, dkk, 2005).

Sifat-sifat mekanis seperti tensile strength, hardness dan impact energy dari coran meningkat setelah dilakukan proses age hardening untuk semua kandungan mangan yang terdapat pada Aluminium alloy hingga 4% dan energi impak umumnya turun dengan peningkatan kandungan Mangan (Abdul wahab. M, 2008).

Aluminium sekrap yang selama ini memiliki nilai ekonomis yang lebih rendah jika dibandingkan dengan Aluminium murni dikarenakan proses pegecoran yang tidak sempurna. Aluminium sekrap telah digunakan untuk pembuatan sudu impeller dan

brake disc melalui proses pengecoran, dimana hasilnya bagus dengan casting yield

73,59% untuk impeller dan 85,1% untuk disc brake (Abolarin,etl, 2007).

2.2. LANDASAN TEORI 2.2.1. Aluminium

Aluminium adalah logam yang paling banyak terdapat di kerak bumi, dan unsur ketiga terbanyak setelah Oksigen dan Silikon. Aluminium terdapat di kerak bumi sebanyak kira-kira 8,07% hingga 8,23% dari seluruh massa padat dari kerak bumi, dengan produksi tahunan dunia sekitar 30 juta ton pertahun dalam bentuk bauksit dan bebatuan lain (Corrundum, Gibbsite, Boehmite, Diaspore, dan lain-lain). Sulit menemukan Aluminium murni di alam karena Aluminium merupakan logam yang cukup reaktif.

Aluminium tahan terhadap korosi karena fenomena pasivasi. Pasivasi adalah pembentukan lapisan pelindung akibat reaksi logam terhadap komponen udara sehingga lapisan tersebut melindungi lapisan dalam logam dari korosi. Selama 50 tahun terakhir, Aluminium telah menjadi logam yang luas penggunaannya setelah baja. Perkembangan ini didasarkan pada sifat-sifatnya yang ringan, tahan korosi, kekuatan dan ductility yang cukup baik (Aluminium paduan), mudah diproduksi dan cukup ekonomis (Aluminium daur ulang). Yang paling terkenal adalah penggunaan


(25)

Aluminium sebagai bahan pembuat komponen pesawat terbang, yang memanfaatkan sifat ringan dan kuatnya.

Aluminium murni adalah logam yang lunak, tahan lama, ringan, dan dapat ditempa dengan penampilan luar bervariasi antara keperakan hingga abu-abu, tergantung kekasaran permukaannya. Kekuatan tensil Aluminium murni adalah 90 MPa, sedangkan aluminium paduan memiliki kekuatan tensil berkisar 200-600 MPa. Aluminium memiliki berat sekitar satu pertiga baja, mudah ditekuk, diperlakukan dengan mesin, dicor, ditarik (drawing), dan diekstrusi. Resistansi terhadap korosi terjadi akibat fenomena pasivasi, yaitu terbentuknya lapisan Aluminium Oksida ketika Aluminium terpapar dengan udara bebas. Lapisan Aluminium Oksida ini mencegah terjadinya oksidasi lebih jauh. Aluminium paduan dengan tembaga kurang tahan terhadap korosi akibat reaksi galvanik dengan paduan Tembaga.

Aluminium juga merupakan konduktor panas dan elektrik yang baik. Jika dibandingkan dengan massanya, Aluminium memiliki keunggulan dibandingkan dengan Tembaga, yang saat ini merupakan logam konduktor panas dan listrik yang cukup baik, namun cukup berat. Aluminium murni 100% tidak memiliki kandungan unsur apapun selain Aluminium itu sendiri, namun Aluminium murni yang dijual di pasaran tidak pernah mengandung 100% Aluminium, melainkan selalu ada pengotor yang terkandung di dalamnya. Pengotor yang mungkin berada di dalam Aluminium murni biasanya adalah gelembung gas di dalam yang masuk akibat proses peleburan dan pendinginan/pengecoran yang tidak sempurna, material cetakan akibat kualitas cetakan yang tidak baik, atau pengotor lainnya akibat kualitas bahan baku yang tidak baik (misalnya pada proses daur ulang Aluminium). Umumnya Aluminium murni yang dijual di pasaran adalah Aluminium murni 99%, misalnya Aluminium Foil.

Pada Aluminium paduan, kandungan unsur yang berada di dalamnya dapat bervariasi tergantung jenis paduannya. Pada paduan 7075, yang merupakan bahan baku pembuatan pesawat terbang, memiliki kandungan sebesar 5,5% Zn, 2,5% Mg, 1,5% Cu, dan 0,3% Cr. Aluminium 2014, yang umum digunakan dalam penempaan, memiliki kandungan 4,5% Cu, 0,8% Si, 0,8% Mn, dan 1,5% Mg. Aluminium 5086 yang umum digunakan sebagai bahan pembuat badan kapal pesiar, memiliki kandungan 4,5% Mg, 0,7% Mn, 0,4% Si, 0,25% Cr, 0,25% Zn, dan 0,1% Cu.

Metoda pengolahan logam Aluminium adalah dengan cara mengelektrolisis Alumina yang terlarut dalam Cryolite. Metoda ini ditemukan oleh Hall di AS pada


(26)

tahun 1886 dan pada saat yang bersamaan oleh Heroult di Perancis. Cryolite, bijih alami yang ditemukan di Greenland sekarang ini tidak lagi digunakan untuk memproduksi Aluminium secara komersil. Penggantinya adalah cariran buatan yang merupakan campuran Natrium, Aluminium dan Kalsium Fluorida. Aluminium murni, logam putih keperak-perakan memiliki karakteristik yang diinginkan pada logam. Unsur ini ringan, tidak magnetik dan tidak mudah terpercik, merupakan logam kedua termudah dalam soal pembentukan, dan keenam dalam soal ductility. Aluminium banyak digunakan sebagai peralatan dapur, bahan konstruksi bangunan dan ribuan aplikasi lainnya dimana logam yang mudah dibuat, kuat dan ringan diperlukan.

2.2.2. Silikon

Silikon adalah suat lambang Si dan

optik dan dalam operasi plastik digunakan untuk mengisi bagian tubuh pasien dalam bentuk Silikon juga berasal dari bahasa Latin: Silex, Silicis, Flint. Pada tahun 1800, Davy menganggap Silika sebagai senyawa, tetapi suatu unsur. Sebelas tahun kemudian pada tahun 1811, Gay Lussac dan Thenard mungkin mempersiapkan Amorphous Sillikon tidak murni dengan cara memanaskankalium dengan Silikon Tetrafluorida.

Menurut Annonymous (2007), Silikon (Latin: Silicium) merupakan unsur kimia yang mempunyai simbol Si. Silikon adalah sejenis metaloid tetravalen yang kurang reaktif dibandingkan dengan analog kimianya, karbon. Ia merupakan unsur kedua paling berlimpah di dalam kerak Bumi, yaitu mencapai hampir 25.7%. Silikon di dalam tanah liat, Feldspar, Granit, Kuartza dan pasir, kebanyakannya dalam bentuk Silikon Dioksida (juga dikenali sebagai Silika) dan dalam bentuk Silikat.

Berat jenis Silikon adalah 2.57 g·cm−3 dan jari-jari atomnya 111 pikometer

(1x10-10 m). Silikon adalah suat

lambang Si dan muncul sebagian besar sebagai oksida dan sebagai silikat. Pasir, Quartz, batu kristal,


(27)

Amethyst, Agate, Flint, Jasper dan Opal adalah beberapa macam bentuk Silikon Oksida. Granit, Hornblende, Asbestos, Feldspar, Tanah liat, Mica, dsb merupakan contoh beberapa mineral Silikat.

Silikon (Si) merupakan salah satu unsur yang terdapat ada kerak bumi secara berlimpah. Di alam Silikon tidak ditemukan dalam bentuk elemen bebas, melainkan berikatan dengan Oksigen dan elemen lain. Silikon banyak ditemuka dalam bentuk Silika (SiO2). Menurut (Effendi, 2003), silika bersifat tidak larut dalam air maupun

asam dan biasanya berada dalam bentuk koloid. Silika terdapat pada hampir semua batuan dan mudah mengalami pelapukan. Sumber alami Silika adalah mineral kuarsa dan Feldspar. Sumber antropogenik silika relatif sangat kecil.

Atom Silikon (Si) mempunyai 14 buah elektron, yang terdiri dari 2 elektron pada lintasan pertama, 8 elektron pada lintasan kedua, dan 4 elektron pada lintasan ketiga atau terakhir. Jadi, atom Silikon memiliki 10 elektron yang terikat kuat kepada inti atom, dan 4 elektron valensi yang ikatannya kepada inti atom tidak kuat dan mudah lepas dengan sedikit energi tertentu. Karena atom Silikon memiliki 4 buah elektron valensi, maka ia dikenal dengan istilah atom tetravalen. Untuk menjadi stabil secara kimiawi, sebuah atom Silikon membutuhkan delapan elektron di lintasan valensinya. Maka, setiap atom Silikon akan bergabung dengan atom Silikon lainnya, sedemikian rupa sehingga menghasilkan delapan elektron di dalam lintasan valensinya. Ketika ini terjadi, maka Silikon akan membentuk benda padat, yang disebut kristal. Gambar 2.7 mengilustrasikan gambar 3 Dimensi sebuah atom Silikon yang berikatan dengan 4 atom Silikon tetangganya, sehingga jumlah total elektron atom tersebut pada lintasan valensinya menjadi tetap 8. Hal ini terjadi pula dengan atom-atom Silikon yang lainnya. Karena pusat-pusat atom yang berdekatan mempunyai muatan total positif, maka akan menarik elektron-elektron yang dimiliki bersama tersebut. Gaya-gaya ini akan mengikat kuat atom satu sama lain dengan suatu ikatan yang disebut ikatan kovalen (covalen bonds).

Silikon membentuk 25.7% kerak bumi dalam jumlah berat, dan merupakan unsur terbanyak kedua, setelah oksigen. Silikon dipersiapkan secara komersil dengan memanaskan Silika dan karbon di dalam tungku pemanas listrik, dengan menggunakan elektroda karbon. Beberapa metoda lainnya dapat digunakan untuk mempersiapkan unsur ini. Amorphous Silikon dapat dipersiapkan sebagai bubuk cokelat yang dapat dicairkan atau diuapkan. Proses Czochralski biasanya digunakan


(28)

untuk memproduksi kristal-kristal Silikon yang digunakan untuk peralatan semikonduktor. Silikon super murni dapat dipersiapkan dengan cara dekomposisi termal triklorosilan ultra murni dalam atmosfer hidrogen dan dengan proses vacuum

float zone.

2.2.3. Pengecoran

2.2.3.1. Sejarah Pengecoran

Coran dibuat dari logam yang dicairkan, dituang ke dalam cetakan, kemudian dibiarkan mendingin dan membeku. Oleh karena itu sejarah pengecoran dimulai ketika orang mengetahui bagaimana mencairkan logam dan bagaimana membuat cetakan. Hal itu terjadi kira-kira 4.000 tahun sebelum masehi, sedangkan tahun yang lebih tepat masih belum diketahui.

Awal penggunaan logam adalah ketika orang membuat perhiasan dari emas atau perak. Kemudian secara kebetulan orang menemukan tembaga mencair, selanjutnya mengetahui cara untuk menuang logam cair kedalam cetakan. Pengecoran perungu dilakukan pertama di Mesopotamia kira-kira 3.000 SM, teknik ini diteruskan ke Asia Tengah, India, dan China. Sementara itu pengecoran ini diteruskan ke Eropa pada tahun 1.500 SM.

Walaupun sejak masa kuno baja dipakai dalam bentuk tempaan, namun pada saat H. Bessemer dan W. Siemens membuat baja dari besi yang kasar, dan coran baja di produksi pada pertengahan abad ke-19.

2.2.3.2. Teori Pengecoran

Proses pengecoran merupakan proses pembuatan tertua yang sampai saat ini masih terus diterapkan, keunggulan proses pengecoran adalah kemampuannya untuk memproduksi komponen dengan bentuk kompleks secara masal. Terdapat tiga bagian utama proses pengecoran, yang pertama proses pembuatan cetakan pasir. Kedua adalah proses pembuatan inti dan yang ketiga adalah proses peleburan logam. Proses pembuatan cetakan pasir adalah hal terpenting, apabila cetakan sudah siap maka dipasangkan inti dan kemudian dilanjutkan dengan penuangan logam cair. Cairan dibiarkan beberapa lama didalam cetakan sampai membeku, selanjutnya dilakukan pembongkaran dan dilakukan proses finishing.


(29)

Ilmu pengecoran logam terus berkembang dengan pesat. Berbagai macam metode pengecoran logam telah ditemukan dan terus disempurnakan, diantaranya adalah centrifugal casting, investment casting, dan sand casting serta masih banyak lagi metode-metode lainnya.

Pengecoran adalah suatu proses manufaktur yang menggunakan logam cair dan cetakan untuk menghasilkan parts dengan bentuk yang mendekati bentuk

geometri akhir produk jadi. Logam cair akan dituangkan atau ditekan ke dalam

cetakan yang memiliki rongga sesuai dengan bentuk yang diinginkan. Setelah logam cair memenuhi rongga dan kembali ke bentuk padat, selanjutnya cetakan disingkirkan dan hasil cor dapat digunakan untuk proses sekunder.

Untuk menghasilkan tuangan yang berkualitas maka diperlukan pola yang berkualitas tinggi, baik dari segi konstruksi, dimensi, material pola, dan kelengkapan lainnya. Pola digunakan untuk memproduksi cetakan. Pada umumnya, dalam proses pembuatan cetakan, pasir cetak diletakkan di sekitar pola yang dibatasi rangka cetak kemudian pasir dipadatkan dengan cara ditumbuk sampai kepadatan tertentu. Pada lain kasus terdapat pula cetakan yang mengeras/menjadi padat sendiri karena reaksi kimia dari perekat pasir tersebut. Pada umumnya cetakan dibagi menjadi dua bagian yaitu bagian atas dan bagian bawah sehingga setelah pembuatan cetakan selesai pola akan dapat dicabut dengan mudah dari cetakan.

Inti dibuat secara terpisah dari cetakan, dalam kasus ini inti dibuat dari pasir kuarsa yang dicampur dengan Air kaca (Water Glass/Natrium Silikat), dari campuran pasir tersebut dimasukan kedalam kotak inti, kemudian direaksikan dengan gas CO2 sehingga menjadi padat dan keras. Inti diseting pada cetakan.

Kemudian cetakan diasembling dan diklem.

Proses pengecoran dilakukan melalui beberapa tahap mulai dari pembuatan cetakan, persiapan dan peleburan logam, penuangan logam cair ke dalam cetakan, pembersihan coran dan proses daur ulang pasir cetakan. Hasil pengecoran disebut dengan coran atau benda cor. Proses pengecoran bisa dibedakan atas 2 yaitu proses pengecoran dan proses pencetakan.

sembari cetakan dibuat dan diasembling, bahan-bahan logam seperti ingot,

scrap, dan bahan paduan, dilebur di bagian peleburan. Setelah logam cair dan homogen maka logam cair tersebut dituang ke dalam cetakan. Setelah itu ditunggu


(30)

hingga cairan logam tersebut membeku karena proses pendinginan. Setelah cairan membeku, cetakan dibongkar. Pasir cetak, inti, dan benda tuang dipisahkan. Pasir cetak bekas masuk ke instalasi daur ulang, inti bekas dibuang, dan benda tuang diberikan ke bagian fethling untuk dibersihkan dari kotoran dan dilakukan pemotongan terhadap sistem saluran pada benda tersebut. Setelah fethling selesai apabila benda perlu perlakuan panas maka diproses di bagian perlakuan panas.

2.2.3.3. Pembuatan coran

Untuk membuat coran, harus dilakukan beberapa proses seperti pencairan, pembuatan cetakan, penuangan, pembongkaran dan pembersihan coran. Untuk mencairkan logam bermacam-macam dapur yang dipakai. Umumnya kupola (dapur induksi frekwensi rendah) dipergunakan untuk besi cor, dapur busur listrik (dapur induksi frekwensi tinggi) digunakan untuk baja tuang dan dapur krus untuk paduan tembaga atau coran paduan ringan, karena dapur ini dapat memberikan logam cair yang baik dan sangat ekonomis untuk logam-logam tersebut.

Cetakan biasanya dibuat dengan cara memadatkan pasir. Pasir yang dipakai adalah pasir alam atau pasir buatan yang mengandung tanah lempung. Biasanya dicampurkan pengikat khusus seperti air-kaca, semen, resin furan resin fenol (minyak pengering), dan bentonit karena penggunaan zat-zat tersebut memperkuat cetakan atau mempermudah pembuatan cetakan. Selain dari cetakan pasir, dapat juga dipergunakan cetakan logam. Pada penuangan, logam cair mengalir melalui pintu cetakan, maka bentuk pintu cetakan harus dibuat sedemikian rupa sehingga tidak mengganggu aliran logam cair. Pada umumnya logam cair dituangkan dengan pengaruh gaya berat, walaupun dapat juga dipergunakan tekanan pada logam cair selama atau setelah penuangan. Pengecoran cetak adalah suatu cara pengecoran dimana logam cair di tekan ke dalam cetakan logam dengan tekanan tinggi.

Pengecoran tekanan rendah adalah suatucara pengecoran dimana diberikan tekanan yang sedikit lebih tinggi dari tekanan atmosfir pada permukaan logam dalam dapur, tekanan ini mengakibatkan mengalirnya logam cair ke atas melalui pipa kedalam cetakan. Pengecoran sentrifugal adalah suata cara pengecoran dimana cetakan diputar dan logam cair dituangkan kedalamnya, sehingga logam cair tertekan oleh gaya sentrifugal dan kemudian membeku. Coran bentuk pipa


(31)

dibuat dengan jalan tersebut. Setelah penuangan, coran di keluarkan dari cetakan dan dibersihkan, bagian-bagian yang tidak perlu dibuang dari coran. Kemudian dilakukan pemeriksaan dengan penglihatan terhadap rupa, kerusakan, dan dilakukan pemeriksaan dimensi.

Disamping itu berbagai macam pemeriksaan metalurgi dilakukan untuk memeriksa kerusakan dalam, mupamanya dengan pengujian getaran supersonik, atau pemeriksaan radiografi. Selanjutnya dilakukan pengujian kekuatan, struktur mikro dan komposisi kimia di uji pada spesimen. Mudah atau tidaknya pembuatan coran tergantung pada bentuk dan ukuran benda coran. Disamping itu coran-coran yang memerlukan ketelitian atau sudut-sudut tajam susah untuk dibuat. Oleh karena itu untuk membuat coran yang baik, perencanaan dan pembuatan coran perlu dimengerti dengan sebaik-baiknya.

2.2.3.4. Sifat coran Al-Si

Paduan Al-Si biasa disebut dengan Silumin. Penambahan unsur Mg dan Cu akan meningkatkan kekerasan pada saat panas sehingga dapat digunakan untuk permesinan. Paduan ini juga banyak digunakan sebagai elektroda terutama untuk pengelasan yang mengandung Silikon. Paduan Al-Si ini sifat fluiditasnya baik, memiliki permukaan bagus tanpa kegetasan panas dan sangat baik untuk paduan coran, memiliki ketahanan korosi yang baik, sangat ringan, koefesien pemuaian kecil. Silumin alloy Al, Si ditambah dengan Mg, Mn, Cu, cast alloy jenis ini juga ada yang no heat treatable dan high treatable dimana Cu dan Si merupakan unsur paduan utama pada non heat-treatable cost alloy.

Komposisi 5% Silikon dan Tembaga dalam Aluminium memiliki karakteristik fluiditas yang baik dan titik didih rendah, sedangkan untuk komposisi 12-13% Silikon dan Tembaga memiliki karakterisitik titik cair didih yang tinggi, penyusutan besar, permukaan bagus, dan sifat tahan korosi yang baik.


(32)

Tabel 2.1. Pengaruh % Si terhadap sifat Aluminium

Type Komposisi Karakteristik

Low Si 5% Si Cu, balance

Al

Alloy yang berfluidity baik dan titik didih rendah

High Si 12-13%Si, 0,5 Na

sisa Al

Alloy yang titik cair didih tinggi, penyusutan besar, permukaan bagus, sifat tahan korosi baik

Sumber :

2.2.4. Pengujian Ketangguhan Impak (Impact Toughness Test/Impact Charpy Test) Bahan-bahan digunakan untuk membangun struktur yang menahan suatu beban. Seorang insinyur perlu mengetahui jika bahan akan bertahan pada kondisi dimana struktur akan dipergunakan. Faktor yang penting yang mempengaruhi ketangguhan dari sebuah struktur meliputi pengujian temperatur rendah, pembebanan lebih, dan laju regangan tinggi terhadap angin atau impak (benturan) dan efek dari konsentrasi tegangan seperti takikan dan retakan. Hal tersebut cenderung untuk mendorong terjadinya perpatahan. Untuk hal yang lebih luas, interaksi kompleks dari faktor-faktor ini dapat dimasukkan dalam proses desain dengan menggunakan teori mekanisme perpatahan.

Pengujian untuk ketangguhan impak, seperti halnya pengujian Impact Charpy, telah dikembangkan sebelum teori mekanika perpatahan tersedia. Pengujian impak adalah sebuah metode untuk mengevaluasi ketangguhan relatif dari bahan-bahan teknik. Pengujian Impact Charpy secara kontinyu digunakan pada saat ini sebagai metode kontrol kualitas yang ekonomis untuk memperkirakan sensitifitas takikan dan ketangguhan impak dari bahan-bahan teknik. Hal ini biasanya digunakan untuk menguji ketangguhan logam-logam. Pengujian yang serupa dapat digunakan untuk polimer, keramik dan komposit.


(33)

Gambar 2.1. Alat uji Impact Charpy Gamber 2.2. Spesimen uji (Lab Ilmu Logam USU) (http://www.buzzle.com)

Benda uji dipatahkan dengan benturan dari sebuah palu pendulum yang berat, yang jatuh dari jarak tetap (energi potensial yang konstan) untuk membentur benda uji dengan kecepatan yang tetap (energi kinetik yang konstan). Bahan-bahan yang tangguh (tough) menyerap banyak energi ketika dipatahkan dan bahan-bahan yang getas (brittle) menyerap energi sangat sedikit.

Energi impak yang diukur dengan pengujian Charpy adalah usaha yang dilakukan untuk mematahkan benda uji. Pada Impak, spesimen berubah bentuk secara elastis sampai peluluhan tercapai (deformasi plastik); dan sebuah zona plastis berkembang pada takikan. Ketika pengujian dilanjutkan, perubahan spesimen oleh impak menyebabkan usaha pada zona plastis mengeras. Hal ini mengingkatkan tegangan dan regangan pada zona plastis sampai specimen patah. Energi impak total tergantung pada ukuran dari benda uji, dan standar ukuran benda uji yang digunakan untuk dibandingkan diantara bahan-bahan yang berbeda. Energi impak dipengaruhi oleh sejumlah faktor, seperti halnya:

- Kekuatan peluluhan dan keuletan

- Takikan


(34)

- Mekanisme perpatahan

Peningkatan kekuatan luluh oleh mekanisme tersebut kemudian akan menurunkan energi impak ketika usaha plastis yang kecil dapat terjadi sebelum regangan pada zona plastis yang cukup untuk mematahkan benda uji. Peningkatan kekuatan luluh dapat juga mempengaruhi energi impak disebabkan oleh perubahan mekanisme perpatahan.

Takikan pada benda uji mempunyai dua efek. Keduanya dapat menurunkan energi impak.Pertama, konsentrasi tegangan dari takikan menyebabkan peluluhan atau deformasi plastis terjadi pada takikan. Suatu daerah plastis dapat berkembang pada takikan, dimana akan menurunkan jumlah total deformasi plastik pada benda uji. Hal ini menurunkan usaha yang dilakukan oleh deformasi plastik sebelum perpatahan. Kedua, pembatasan deformasi pada takikan meningkatkan tegangan tarik di zona plastis. Tingkat pembatasan tergantung pada kerumitan takikan (kedalaman dan keruncingan). Peningkatan tegangan tarik mendorong perpatahan dan menurunkan usaha yang dilakukan oleh deformasi plastis sebelum perpatahan terjadi.

Gambar 2.3. Skematik kurva transisi ulet ke getas

(http://www.buzzle.com/articles/aluminum)

Transisi suhu bisa didefinisikan dengan menggunakan energi impak rata-rata antara nilai tertinggi dan nilai terendah. Suatu transisi suhu dapat juga didefinisikan


(35)

menggunakan ekspansi lateral benda uji (suatu pengukuran sejumlah deformasi plastis), atau perubahan dalam bentuk permukaan perpatahan.

Harga impak dapat dihitung dengan formula: E = P . D (Cos β – Cos α)

Dimana : E = Energi yang diserap dalam satuan (Joule) A = Sudut Pemukulan (147o rad)

B = Sudut akhir pemukulan (rad) P = Konstanta (251,3 N)

D = Konstanta (0,6495 m) Atau bisa juga dengan formula:

Hi = E/A

Dimana: E = Energi yang diserap dalam satuan (Joule)

A = Luas penampang dibawah takik dalam satuan mm2

Gambar 2.4. Bentuk dan dimensi benda uji impak berdasarkan ASTM E23-56T (http://webmineral.com/data/Aluminum.shtml)


(36)

2.2.5. Pengujian Kekerasan (Hardness Test)

Kekerasan (Hardness) adalah salah satu sifat mekanik (Mechanical

properties) dari suatu material. Kekerasan suatu material harus diketahui khususnya

untuk material yang dalam penggunaanya akan mangalami pergesekan (Frictional

force), dalam hal ini bidang keilmuan yang berperan penting mempelajarinya adalah

Ilmu Bahan Teknik (Metallurgy Engineering). Kekerasan didefinisikan sebagai kemampuan suatu material untuk menahan beban identasi atau penetrasi (penekanan). Didunia teknik, umumnya pengujian kekerasan menggunakan 4 macam metode pengujian kekerasan, yakni :

- Brinell (HB/BHN)

- Rockwell (HR/RHN)

- Vickers (HV/VHN)

- Micro Hardness (Namun jarang sekali dipakai-red)

Gambar 2.5. Alat uji kekerasan material logam (Lab Ilmu Logam USU)

Pengujian kekerasan Brinnel merupakan pengujian standar skala industri, tetapi karena penekannya terbuat dari bola baja yang berukuran besar dan beban besar maka bahan yang sangat lunak atau sangat keras tidak dapat diukur kekerasannya. Penguian yang paling banyak dipakai adalah dengan menekan alat


(37)

penekan tertentu kepada benda uji dengan beban tertentu dan dengan mengukur ukuran bekas penekanan yang terbentuk diatasnya, cara ini dinamakan cara kekerasan dengan penekanan (brinnel).

Pemilihan masing-masing skala (metode pengujian) tergantung pada :

- Permukaan material

- Jenis dan dimensi material - Jenis data yang diinginkan - Ketersedian alat uji

2.2.5.1. Metode Brinell

Pengujian kekerasan dengan metode Brinell bertujuan untuk menentukan kekerasan suatu material dalam bentuk daya tahan material terhadap bola baja (identor) yang ditekankan pada permukaan material uji tersebut (speciment). Idealnya, pengujian Brinell diperuntukan bagi material yang memiliki kekerasan

Brinell sampai 400 HB, jika lebih dati nilai tersebut maka disarankan

menggunakan metode pengujian Rockwell ataupun Vickers. Angka Kekerasan

Brinell (HB) didefinisikan sebagai hasil bagi (Koefisien) dari beban uji (F) dalam Newton yang dikalikan dengan angka faktor 0,102 dan luas permukaan bekas luka

tekan (injakan) bola baja (A) dalam milimeter persegi.

2.2.5.2. Metode Vickers

Pengujian kekerasan dengan metode Vickers bertujuan menentukan kekerasan suatu material dalam bentuk daya tahan material terhadap intan berbentuk piramida dengan sudut puncak 136 Derajat yang ditekankan pada permukaan material uji tersebut. Angka kekerasan Vickers (HV) didefinisikan sebagai hasil bagi (koefisien) dari beban uji (F) dalam Newton yang dikalikan dengan angka faktor 0,102 dan luas permukaan bekas luka tekan (injakan) bola baja (A) dalam milimeter persegi.

2.2.5.3. Metode Rockwell

Skala yang umum dipakai dalam pengujian Rockwell adalah : - HRa (Untuk material yang sangat keras).


(38)

- HRb (Untuk material yang lunak).

- HRc (Untuk material dengan kekerasan sedang).

2.2.5.4. Metode Micro Hardness

Pada pengujian ini identor-nya menggunakan intan kasar yang di bentuk menjadi piramida. Bentuk lekukan intan tersebut adalah perbandingan diagonal panjang dan pendek dengan skala 7:1. Pengujian ini untuk menguji suatu material adalah dengan menggunakan beban statis. Bentuk identor yang khusus berupa knoop meberikan kemungkinan membuat kekuatan yang lebih rapat di bandingkan dengan lekukan Vickers. Hal ini sangat berguna khususnya bila mengukur kekerasan lapisan tipis atau emngukur kekerasan bahan getas dimana kecenderungan menjadi patah sebanding dengan volume bahan yang ditegangkan. Rumus perhitungan Brinell Hardness Number(BHN) :

Dimana: P = beban penekan (Kg)

D = diameter bola penekan (mm)

d = diameter lekukan (mm)

2.2.6. Equotip Hardness Tester

Equotip Hardnes Terster adalah salah satu alat uji kekerasan (hardness)

dengan menggunakan alat uji Equotip tipe 3. Alat ini menggunakan perangkat canggih dengan perhitungan komputerisasi. Dengan metode pantulan dinamis dari bola yang terdapat pada salah satu perangkatnya, hasilnya akan langsung kelur pada layar display dan bisa dibaca. Penggunaannya sangat praktis, bisa dibawa kemana-mana (portable) dan akurat. Terdapat beberapa kelebihan-kelebihan pada alat ini, diantaranya:

- Cocok untuk hampir semua jenis logam

- Digunakan dalam pengujian untuk maintenance peralatan teknik untuk

tingkat produksi

- Bisa digunakan dalam pengujian yang memiliki dimensi yang besar

- Bisa juga digunakan untuk menguji komponen mesin yang terletak pada


(39)

Equotip 3 adalah solusi pengujian kekerasan portabel yang serba guna yang menggunakan teknik pantulan dinamis Leeb yang ditemukan oleh Proceq. Proceq telah menggabungkan teknologi saat ini dan pengetahuan Equotip yang telah diperolehnya selama lebih dari 35 tahun untuk menciptakan Equotip 3 – sebuah instrumen portabel yang menawarkan kemampuan yang beragam dan pengoperasian yang mudah.

Gambar 2.6. Equotip 3 Hardness Tester (Lab Ilmu Logam USU)

2.2.7. Metallography Test (foto mikro)

Hubungan antara struktur mikro dengan sifat mekanik logam dipengaruhi oleh kuantitas fasa, ukuran fasa dan pengaruh bentuk fasa. Paduan Al-Si memiliki kombinasi karakteristik yang baik antara lain castability, ketahanan korosi yang baik (good corossion resistance), ketahanan aus (wear resistance), dan mampu mesin yang baik (machinability). (Granger dan Elliott, 1998).


(40)

Gambar 2.8. Struktur mikro dari paduan Aluminium-Silikon. Gambar (a) merupakan paduan Al-Si tanpa perlakuan khusus. Gambar (b) merupakan paduan Al-Si dengan perlakuan termal. Gambar (c) adalah paduan Al-Si dengan perlakuan termal dan penempaan. Perhatikan bahwa semakin ke kanan, struktur mikro semakin baik

Setiap spesimen yang akan di lakukan pengujian seharusnya dilakukan foto mikro, tujuannya adalah untuk menganalisa struktur pada benda uji atau spesimen. Pengambilan foto dilakukan dengan menggunakan mikroskop optic tipe MM 10 A serta didukung oleh software-nya, sebelum dilakukan pengambilan gambar spesimen terlebih dahulu di polishing sedemikian rupa agar foto yang didapat menjadi maksimal. Adapun langkah-langkah yang harus dilakukan pada metalografi adalah sebagai berikut:

2.2.7.1. Pemotongan (Cutting) Spesimen

Secara teknis proses permesinan mulai dilakukan orang sejak diperkenalkan mesin koter (boring machine) oleh Wilkinson pada tahun 1775 yang digunakan untuk membuat komponen mesin uap James Watt. Pada saat itu konsep ketelitian dan ketepatan mulai di anut karena komponen mesin memerlukan ketelitian dan


(41)

ketepatan pembuatan yang tinggi. Dalam perkembangannya, sesuai dengan kemajuan teknologi pembuatan komponen logam yang lain.

Setelah dilakukan proses pencetakan dan spesimen dikeluarkan dari cetakan maka hal yang dilakukan selanjutnya adalah proses pemotongan. Tujuan dari proses pemotongan (Cutting) ini adalah untuk membentuk spesimen uji yang kita inginkan. Pemotongan dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan proses sekrap (shaping/planing). Proses sekrap merupakan proses yang hampir sama dengan proses bubut, dalam hal ini gerak potongannya bukan gerakan rotasi, melainkan gerakan translasi yang dilakukan oleh pahat (pada mesin sekrap) atau oleh benda kerja (pada mesin sekrap meja).

Cara kerjanya yaitu, benda kerja dipasang pada meja sementara pahat (serupa dengan pahat bubut) dipasangkan pada pemegangnya. Kedalaman potong dapat ditetapkan dengan cara menggeser pahat melalui skala pada pemutar. Gerak makan seperti halnya pada proses bubut dapat dipilih dan pada saat langkah baik berakhir di meja atau pahat bergeser sejauh harga yang dipilih tersebut. Panjang langkah pemotongan diatur sesuai dengan panjang benda kerja ditambah dengan jarak pengawalan dan jarak pengakhiran. Apabila hal ini talah ditetapkan maka perbandingan kecepatan menjadi tertentu harganya (tergantung dari konstruksi mesin). Dalam hal ini kecepatan mundur (tidak memotong) harus lebih tinggi daripada kecepatan maju (memotong). Kecepatan potong rata-rata dan kecepatan makan ditentukan oleh jumlah langkah per menit yang akan dipilih dan diatur pada mesin perkakas yang bersangkutan.

2.2.7.2. Bingkai (Mounting) Spesimen

Dalam pemilihan material untuk mounting, yang perlu diperhatikan adalah perlindungan dan pemeliharaan terhadap spesimen. Bingkai haruslah memiliki kekerasan yang cukup, meskipun kekerasan bukan merupakan suatu indikasi, dari karakteristik abrasif. Material bingkai juga harus tahan terhadap distorsi fisik yang disebabkan oleh panas selama pengamplasan, selain itu juga harus dapat melkukan penetrasi ke dalam lubang yang kecil dan bentuk permukaan yang tidak beraturan.

Spesimen yang berukuran kecil atau memiliki bentuk yang tidak beraturan akan sulit untuk ditangani khususnya ketika dilakukan pengamplasan dan pemolesan akhir. Sebagai contoh adalah spesimen yang berupa kawat, spesimen


(42)

lembaran metal tipis, potongan yang tipis, dan lain-lain.Untuk memudahkan penanganannya, maka spesimen-spesimen tersebut harus ditempatkan pada suatu media (media mounting).

Media mounting yang dipilih haruslah sesuai dengan material dan jenis reagen etsa yang akan digunakan. Pada umumnya mounting menggunakan material plastik sintetik. Materialnya dapat berupa resin (castable resin) yang dicampur dengan hardener, atau bakelit. Penggunaan castable resin lebih mudah dan alat yang digunakan lebih sederhana dibandingkan bakelit, karena tidak diperlukan aplikasi panas dan tekanan.Namun bahan castable resin ini tidak memiliki sifat mekanis yang baik (lunak) sehingga kurang cocok untuk material-material yang keras.Teknik mounting yang paling baik adalah menggunakan

thermosetting resin dengan menggunakan material bakelit. Material ini berupa

bubuk yang tersedia dengan warna yang beragam.Thermosetting mounting membutuhkan alat khusus, karena dibutuhkan aplikasi tekanan (4200 lb.in-2) dan panas (1490˚C) pada mold saat mounting.

2.2.7.3. Pengamplasan (Grinding) Spesimen

Perbedaan antara pengerindaan dan pengamplasan terletak pada batasan kecepatan dari kedua cara tersebut. Pengerindaan adalah suatu proses yang memerlukan pergerakan permukaan abrasif yang sangat cepat, sehingga menyebabkan timbulnya panas pada permukaan spesimen. Sedangkan pengamplasan adalah proses untuk mereduksi suatu permukaan dengan pergerakan permukaan abrasif yang bergerak relatif lambat sehingga panas yang dihasilkan tidak terlalu signifikan.

Pada proses ini dilakukan penggunaan partikel abrasif tertentu yang berperan sebagai alat pemotongan secara berulang-ulang. Pada beberapa proses, partikel-partikel tersebut dsisatukan sehingga berbentuk blok dimana permukaan yang ditonjolkan adalah permukan kerja. Partikel itu dilengkapi dengan partikel abrasif yang menonjol untuk membentuk titik tajam yang sangat banyak.

Pengamplasan dilakukan dengan menggunakan kertas amplas yang ukuran butir abrasifnya dinyatakan dengan mesh. Urutan pengamplasan harus dilakukan dari nomor mesh yang rendah (hingga 150 mesh) ke nomor mesh yang tinggi (180 hingga 600 mesh). Ukuran grit pertama yang dipakai tergantung pada kekasaran


(43)

permukaan dan kedalaman kerusakan yang ditimbulkan oleh pemotongan. Hal yang harus diperhatikan pada saat pengamplasan adalah pemberian air. Air berfungsi sebagai pemidah geram, memperkecil kerusakan akibat panas yang timbul yang dapat merubah struktur mikro sampel dan memperpanjang masa pemakaian kertas amplas.

2.2.7.4. Pemolesan (Polishing) Spesimen

Pemolesan bertujuan untuk memperoleh permukaan sampel yang halus bebas goresan dan mengkilap seperti cermin dan menghilangkan ketidakteraturan sampel. Permukaan sampel yang akan diamati di bawah mikroskop harus benar-benar rata. Apabila permukaan sampel kasar atau bergelombang, maka pengamatan struktur mikro akan sulit untuk dilakukan karena cahaya yang datang dari mikroskop dipantulkan secara acak oleh permukaan sampel. Perbedaan antara pengerindaan dan pengamplasan terletak pada batasan kecepatan dari kedua cara tersebut. Pengerindaan adalah suatu proses yang memerlukan pergerakan permukaan abrasif yang sangat cepat, sehingga menyebabkan timbulnya panas pada permukaan spesimen. Sedangkan pengamplasan adalah proses untuk mereduksi suatu permukaan dengan pergerakan permukaan abrasif yang bergerak relatif lambat sehingga panas yang dihasilkan tidak terlalu signifikan.

Dari proses pengamplasan yang didapat adalah timbulnya suatu sistim yang memiliki permukaan yang relatif lebih halus atau goresan yang seragam pada permukaan spesimen. Pengamplasan juga menghasilkan deformasi plastis lapisan permukaan spesimen yang cukup dalam. Proses pemolesan menggunakan partikel abrasif yang tidak melekat kuat pada suatu bidang tapi berada pada suatu cairan di dalam serat-serat kain.

Tujuannya adalah untuk menciptakan permukaan yang sangat halus sehingga bisa sehalus kaca sehingga dapat memantulkan cahaya dengan baik. Pada pemolesan biasanya digunakan pasta gigi, karena pasta gigi mengandung Zn dan Ca yang akan dapat mengasilkan permukaan yang sangat halus. Proses untuk pemolesan hampir sama dengan pengamplasan, tetapi pada proses pemolesan hanya menggunakan gaya yang kecil pada abrasif, karena tekanan yang didapat diredam oleh serat-serat kain yang menyangga partikel.


(44)

2.2.7.5. Etsa (Etching) Spesimen

Etsa dilakukan dalam proses metalografi adalah untuk melihat struktur mikro dari sebuah spesimen dengan menggunakan mikroskop optik. Spesimen yang cocok untuk proses etsa harus mencakup daerah yang dipoles dengan hati-hati, yang bebas dari deformasi plastis karena deformasi plastis akan mengubah struktur mikro dari spesimen tersebut. Etsa dapa dibagi menjadi dua jenis, yitu:

a. Etsa Kimia merupakan proses pengetsaan dengan menggunakan larutan

kimia dimana zat etsa yang digunakan ini memiliki karakteristik tersendiri sehingga pemilihannya disesuaikan dengan sampel yang akan diamati. Contohnya antara lain : Nitrid Acid / Nital (Asam Nitrit + Alkohol 95%), Picral (Asam Picric + Alkohol), Ferric chloride, Hydroflouric acid, dll. Perlu diingat bahwa waktu etsa jangan terlalu lama (umumnya sekitar 4 ± 30 detik), dan setelah dietsa, segera dicuci dengan air mengalir lalu dengan Alkohol kemudian dikeringkan dengan alat pengering.

b. Elektro Etsa (Etsa Elektrolitik) merupakan proses etsa dengan

menggunakan reaksi elektoetsa. Cara ini dilakukan dengan pengaturan tegangan dan kuat arus listrik serta waktu pengetsaan. Etsa jenis ini biasanya khusus untuk stainless steel karena dengan etsa kimia susah untuk medapatkan detil strukturnya

Etsa merupakan proses penyerangan atau pengikisan batas butir secara selektif dan terkendali dengan pencelupan ke dalam larutan pengetsa baik menggunakan listrik maupun tidak ke permukaan sampel sehingga detil struktur yang akan diamati akan terlihat dengan jelas dan tajam. Untuk beberapa material, mikrostruktur baru muncul jika diberikan zat etsa.Sehingga perlu pengetahuan yang tepat untuk memilih zat etsa yang tepat.Pengamatan struktur makro dan mikro. Pengamatan metalografi dengan mikroskop optik dapat dibagi dua, yaitu:

a. Metalografi makro yaitu pengamatan struktur dengan perbesaran 10-100

kali.

b. Metalografi mikro yaitu pengamatan struktur dengan perbesaran diatas


(45)

Gambar 2.9. Alat uji struktur mikro yaitu mikroskop optic (Lab Ilmu Logam USU)

Gambar diatas yaitu alat uji struktur mikro, yang fungsinya untuk mengambil gambar dari spesimen yang di uji dengan ukuran 200 x pembesaran (Metalografi). Berikut ini adalah contoh gambar hasil pengujian metalografi pada Al-Si.


(46)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. DIAGRAM ALIR PENELITIAN

Suhu Tuang 760 oC Peleburan

Suhu Tuang 680 oC

Suhu Tuang 700 oC

Suhu Tuang 720 oC

Suhu Tuang 740 oC

Analisa Data Kesimpulan Selesai Mulai Penuangan Desain Alat Peleburan Pengumpulan Kaleng Bekas Aluminium Sekrap Silikon Powder Spesimen Proses Permesinan Spesimen Uji Komposisi Spesimen Uji Metalografi Spesimen Uji Ketangguhan Spesimen Uji Kekerasan


(47)

3.2. BAHAN DAN ALAT PENELITIAN 3.2.1. Bahan yang digunakan

a. Aluminium Sekrap

Dalam proses peleburan ini, digunakan bahan Aluminium sekrap berbahan dasar dari kaleng bekas minuman berbahan Aluminium. Kaleng bekas tersebut didapat dari pengumpul kaleng di toko penadah bahan bekas. Bagian yang diambil adalah tutup kaleng tersebut, oleh karena itu perlu dilakukan pemisahan antara badan dan tutup kaleng. Pemisahan dapat dilakukan dengan menggunakan gunting logam atau mesin gerinda potong.

Gambar 3.1. Kaleng bekas minuman dan bagian Tutup Kaleng (Lab Teknologi Mekanik)

b. Silikon

Unsur yang dicampurkan adalah silikon, mencampurkan silikon kedalam Aluminium bisa memperbaiki sifat Aluminium tersebut dan mendapatkan sifat yang kita inginkan. Sebelum dilakukan peleburan terlebih dahulu silikon padat atau bongkahan di haluskan sampai pada besar butir yang diinginkan. Besar butiran silikon berpengaruh terhadap sifat campuran, semakin kecil besar butiran maka campuran akan semakin baik. Besar butiran serbuk silikon jika dihitung berdasarkan mesh 400, maka ukurannya adalah < 0,0025 in3.


(48)

Gambar 3.2. Gambar Silikon dan serbuk Silikon (Lab Foundry)

c. Pasir Silika

Untuk bahan cetakan digunakan pasir silika, yang sebelumnya dicampur dengan bentonit dan air, pasir silika digunakan secara bertahap untuk tiap 15 kg dalam sekali campuran. Besar butiran pasir silika jika dihitung berdasarkan mesh 40, maka ukurannya adalah < 0,025 in3.

Gambar 3.3. Gambar Pasir Silika (Lab Foundry)

d. Bentonite

Sebagai bahan perekat pasir silika digunakan Bentonite, selain Bentonite bahan lain yang bisa digunakan untuk mengikat Pasir Silika adalah air kaca atau

Water Glass. Jika cetakan dipakai dalam waktu yang cepat maka air kaca bisa

digunakan sebagai alternatif. Pengeringan air kaca ini dilakukan dengan gas karbondioksida. Bentonit ditambahkan sebanyak 5% dari jumlah pasir silika yang akan dicetak.


(49)

Gambar 3.4. Bentonite (Lab Foundry)

e. Arang

Banyak sekali bahan bakar yang digunakan dalam proses peleburan di dapur krusibel, baik itu batubara, briket, kerosin maupun arang kayu. Arang merupakan bahan bakar pengganti kerosin. Selain harga yang lebih murah, arang juga dapat menghasilkan panas yang baik untuk peleburan.

Gambar 3.5. Arang Kayu (Lab Foundry)

f. Air

Bahan ini juga sangat penting, karena pada saat pasir silika dan bentonit dicampur, perlu ditambahkan air sebanyak 400 cc untuk berat pasir cetak 15 kg, dan berlaku kelipatannya.

g. Gabus (Styrofoam)

Gabus atau Styrofoam digunakan sebagai die, sebelum gabus ditanam kedalam pasir cetak gabus terlebih dahulu di bentuk sesuai dengan bentuk yang diinginkan.


(50)

Gambar 3.6. Gabus untuk membuat die (Lab Teknologi Mekanik)

3.2.2. Alat yang digunakan

Adapun peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: a. Dapur Peleburan atau Dapur Krusibel

Dapur ini terbuat dari batu bata tahan api dan semen tahan api. Besar dan volume dari dapur peleburan sangat bervariasi, tergantung pada jumlah bahan yang akan dilebur.

Gambar 3.7. Dapur Peleburan (Lab Foundry)

b. Alat Uji Kekerasan (Brinnel Hardness tester)

Alat ini digunakan untuk menguji kekerasan (hardness tester) dari material Aluminium - Silikon hasil pengecoran yang telah melewati proses permesinan.


(51)

Gambar 3.8. Equotip Hardness Tester (Lab Ilmu Logam)

c. Alat Uji Ketangguhan (Toughness)

Alat ini digunakan untuk mengetahui ketangguhan dari suatu material dalam penelitian ini yaitu Al-Si, alat yang digunakan adalah Impact Charpy Test, sebelum dilakukan pengujian impak spesimen harus dibentuk sesuai dengan standar ASTM E23-56T.

Gambar3.9. Impact Charpy Test (Lab Ilmu Logam)

d. Thermocouple Type-K

Untuk mengukur temperatur pada logam cair digunakan alat pengukur suhu termokopel, karena termokopel dapat mencatat suhu logam cair lebih dari 3000oC. seiring dengan perkembangan teknologi pada saat sekarang ini termokopel dirancang dengan menggunakan sinar infra merah, sinar ini ditembakkan langsung ke logam cair, alat ini langsung membaca temperatur logam cair tersebut. Dalam


(52)

percobaan ini digunakan jenis termokopel tipe – K. Kabel dari alat ini hanya dapat digunakan satu kali dan maksimal dua kali penggunaan.

Gambar 3.10. Thermocouple Type-K (Lab Foundry)

e. Mikroskop Optic

Mikroskop optik digunakan untuk mengamati struktur mikro dari Aluminium Silikon dengan pembesaran diatas seratus kali.

Gambar 3.11. Mikroskop Optik (Lab Ilmu Logam)

f. Mesin polish (Polishing Machine)

Pemolesan bertujuan untuk memperoleh permukaan sampel yang halus bebas goresan dan mengkilap seperti cermin dan menghilangkan ketidakteraturan sampel. Permukaan sampel yang akan diamati di bawah mikroskop harus benar-benar rata.


(53)

Gambar 3.12. Polishing Machine (Lab Ilmu Logam)

g. Ladel (ladle)

Untuk mengeluarkan Aluminium cair yang ada dalam dapur krusibel digunakan alat menyerupai gayung yang terbuat dari besi atau disebut dengan ladel. Selain menggunakan ladel penuangan bisa dilakukan secara langsung yaitu dengan mengangkat dapur krusibel langsung dituangkan kedalam cetakan.

Gambar 3.13. Ladel Peleburan (Lab Foundry)

h. Krusibel (Crucible)

Peralatan ini dugunakan untuk melebur Aluminium, dibuat dari besi cor, dirancang sedemikian rupa agar efektif. Diberi kuping agar bisa diangkat dan dituang langsung tanpa menggunakan ladel. Akan lebih efisien jika diberikan penutup pada bagian atasnya utuk mengurangi kalor yang terbuang pada krusibel. Dimensi dari crucible ini juga bergantung pada volume cairan yang diinginkan.


(54)

Gambar 3.14. Crucible dan Penutupnya (Lab Foundry)

i. Batu Koral dan Dudukan Batu Koral

Dudukan berfungsi untuk menahan krusibel agar tidak kontak langsung ke dasar dapur. Batu koral digunakan untuk menghindari kontak langsung antara arang dengan dudukannya. Hal ini ditujukan untuk menjaga agar dudukannya tidak ikut terlebur karena panas yang dihasilkan oleh arang.

Gambar 3.15. Batu koral dan dudukannya (Lab Foundry)

j. Blower dan Air Sprayer

Panas pada tungku dijaga dengan terus menyuplai udara pada bagian bawah tungku, untuk itu digunakan blower dan air sprayer Kedua alat ini digunakan untuk menjaga panas yang dihasilkan dari hasil pembakaran arang. Tanpa alat ini, maka panas yang dihasilkan dari arang akan turun kebawah dan panas yang dihasilkan tidak optimal.


(55)

Gambar 3.16. Blower dan air sprayer (Lab Foundry)

k. Timbangan

Digunakan untuk mengukur berat Aluminium, bentonit, dan silikon yang akan digunakan dalam proses peleburan.

Gambar 3.17. Timbangan (Lab Foundry)

l. Mixer

Sebelum die ditanam kedalam pasir cetak, pasir harus dicampurkan terlebih dahulu dengan bentonit dan juga air. Untuk mencampur bahan tersebut digunakan mikser, lama waktu pencampuran lebih kurang lima menit.


(56)

m. Ayakan Pasir dan Silikon (mesh)

Ayakan digunakan untuk menyeragamkan ukuran pasir yang diinginkan, dan juga untuk membuang sampah yang ada dalam pasir silika, dalam penelitian ini digunakan mesh 40. Sebelum dilakukan pencampuran terlebih dahulu dilakukan pengayakan pasir silika. Mesh juga digunakan untuk menyeragamkan ukuran silikon, untuk mesh Silikon dugunakan mesh 400.

Gambar 3.19. Ayakan Pasir dan Silikon (Lab Foundry)

n. Wadah Pasir Cetak

Wadah pasir cetak digunakan sebagai tempat untuk pasir cetak yang telah di mikser dan didalm pasir tersebut telah ditanamkan die.

Gambar 3.20. Wadah Pasir Cetak (Lab Foundry)

o. Serokan Pasir, dan Gayung

Alat ini dugunakan untuk mengambil pasir silika, bentonit sebagai bahan untuk pembuatan pasir cetak.


(57)

Gambar 3.21. Serokan Pasir, dan Gayung (Lab Foundry)

p. Mesin Sekrap (Shaping/Planning machine)

Proses sekrap merupakan proses yang hampir sama dengan proses bubut, dalam hal ini gerak potongannya bukan gerakan rotasi, melainkan gerakan translasi yang dilakukan oleh pahat (pada mesin sekrap) atau oleh benda kerja (pada mesin sekrap meja).

Gambar 3.22. Proses Penyekrapan (Lab Teknologi Mekanik)

q. Gelas Ukur

Digunakan untuk mengukur banyaknya air yang digunakan dalam campuran pesir dan bentonit didalam mikser. Air dimasukkan sewaktu awal pengadukan pasir dan bentonit kedalam mikser.


(58)

3.3. PROSEDUR PENELITIAN

Prosedur penelitian Aluminium-Silikon adalah sebagai berikut.

1. Sebelum melakukan penelitian terlebih dahulu kaleng Aluminium bekas

minuman dipersiapkan, kaleng bekas minuman dikumpul dari tempat penampungan bahan bekas.

2. Tutup kaleng dipisahkan dari badannya dengan cara menggerinda bagian

tutup kaleng sehingga terlepas dari badan kaleng, tutup kaleng juga bisa dipisahkan dengan cara menggunting, tapi dengan cara ini bagian badan kaleng juga akan ikut.

3. Bongkahan Silikon dihaluskan dengan menggunakan martil.

4. Setelah itu serbuk Silikon disaring menggunakan mesh 400.

5. Lima buah cetakan dengan bahan Styrofoam dibentuk dengan dengan

dimensi yang telah diperhitungkan agar semua spesimen percobaan dapat diambil dari sebuah cetakan tersebut.

6. Pasir silika diayak dengan mesh 40 yang tersedia di Lab Foundry, agar sampah dan batu tidak ikut kedalam pasir.

7. Setelah diayak Pasir silika sebanyak 15 kg dicampur dengan bentonit 5% dari berat pasir yaitu 750 gr dan air sebanyak 400 cc.

8. Campuran pasir silika, air dan bentonit yang telah di mikser dimasukkan

kedalam sebuah wadah pasir cetak. Cetakan yang telah dipersiapkan sebelumnya ditanam didalam pasir cetak dan dibiarkan selama ±24 jam. Setelah melewati tahapan ini, baru dapat melanjutkan ke tahapan selanjutnya.

9. Dapur krusibel dimasukkan kedalam tungku, sebelumnya telah dimasukkan

alas dan batu koral. Setelah itu arang yang sudah disiapkan dimasukkan ke dalam dalam tungku peleburan.

10. Kerosin disiramkan sedikit pada arang untuk pembakaran mula.

11. Udara ditiupkan dari bagian bawah tungku dengan menggunakan blower yang telah di modifikasi menggunakan spray.

12. Dapur krusibel dipanaskan lebih kurang selama sepuluh menit, Aluminium sekrap yang sudah ditimbang massanya dimasukkan kedalam crucible. 13. Karena ukuran krusibel yang kecil maka Aluminium sekrap dimasukkan


(59)

14. Ditunggu suhu Aluminium mencapai 660o C , maka Silikon yang massanya lima persen dari massa Aluminium sekrap dimasukkan kedalam krusibel.

15. Jika suhu sudah mencapai 760 oC, diukur menggunakan termokopel maka

dilakukan penuangan untuk suhu penuangan yang diinginkan yaitu 760 oC. 16. Seterusnya suhu diturunkan dengan mematikan blower sementara hingga

mencapai suhu 740 oC dilakukan penuangan untuk suhu penuangan yang

diinginkan yaitu 740 oC, dan seterusnya hingga suhu penuangan terakhir

yaitu 680oC

17. Setelah kelima cetakan selesai diisi maka spesimen tersebut dibiarkan pada suhu kamar selama 24 jam.

18. Spesimen dibongkar dari pasir cetak, spesimen dimesin untuk mendapatkan dimensi yang sesuai untuk pengujian ketangguhan dan kekerasan.

19. Proses polishing dilakukan setelah spesimen dipotong dan disekrap.

20. Setelah itu dilakukan proses pengujian yaitu pengujian ketangguhan, pengujian kekerasa, pengujian komposisi, dan pengujian metalografi.

21. Setelah dilakukan pengujian maka data yang didapat dapat digunakan untuk menyelesaikan analisa pada BAB IV.


(60)

BAB IV

ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN 4.1. HASILUJI KOMPOSISI

Setelah didapatkan spesimen untuk uji komposisi maka spesimen ini langsung diuji dengan menggunakan alat spectrometer. Alat ini bekerja dengan menggunakan prinsip pantulan cahaya. Pantulan cahaya dari unsur akan langsung di-input kedalam komputer dan akan dihasilkan data hasil komposisi seperti berikut :

Tabel 4.1. Komposisi material Aluminium bekas kemasan minuman Al + Si (4.56%)

Unsur Si Fe Cu Mn Mg Zn Sr

% 4,56 2,20 0,413 0,334 2,253 0,069 0,0001

Unsur Ti Cr Ni In Sn V Al

% 0,016 0,025 0,005 0,010 0,010 0,012 90,0929 Sumber: Lampiran hasil Uji komposisi

Hasil pengujian spectrometer memperlihatkan bahwa Aluminium kemasan minuman ini memiliki kandungan Aluminium 90.0929% pada bagian tutupnya dan unsur alloy penambah utama yang terdapat pada paduan ini merupakan Mg (Magnesium).


(61)

Gambar 4.2. Diagram Phasa Al-Mg Sebenarnya (http://tptc.iit.edu)

Gambar diagram phasa Al-Mg diatas memperlihatkan penambahan Mg hingga komposisi 2.449 % Mg akan cenderung menurunkan temperatur cair dari paduan Aluminium. Penambahan Mg pada Aluminium untuk phasa biner akan menghasilkan berbagai phasa seperti Al (0-14,9%Mg), Al2Mg2 (35,0 – 35,5%Mg), Al12Mg17

(35,6-59,8%Mg), Mg (87,3-100%Mg). Unsur Mg pada paduan Aluminium alloy type 6063 dapat memperbaiki sifat mekanis hingga kisaran 0.451-0.651% (Omotoyinbo,2010).

Keberadaan Magnesium hingga 14,9% dapat menurunkan titik lebur logam paduan yang cukup drastis, dari 660oC hingga 450oC. Namun, hal ini tidak menjadikan aluminium paduan dapat ditempa menggunakan panas dengan mudah karena korosi akan terjadi pada suhu di atas 60oC. Keberadaan magnesium juga menjadikan logam paduan dapat bekerja dengan baik pada temperatur yang sangat rendah, di mana kebanyakan logam akan mengalami failure pada temperatur tersebut. (http://www.scribd.com/doc/25300537/Makalah-Aluminium)


(62)

Gambar 4.3. Diagram phasa Al-Si

Gambar 4.4. Diagram Phasa Al-Si Sebenarnya (http://www.crct.polymtl.ca)

Penambahan Silikon pada paduan Aluminium akan menurunkan koefesien ekpansi thermal, meningkatkan ketahanan korosi dan wear resistance, dan memperbaiki hasil coran dan proses pemesinan dari alloy ini. Pada saat Al-Si


(63)

mengalami pembekuan, primary Aluminium terbentuk dan tumbuh di dalam dendrit. Pada temperatur kamar, alloy hypoeutektic terdiri dari phasa primary Alumuminium yang halus dan ulet. Keras dan rapuh pada phasa eutektic Silikon, hypereutektic alloy biasanya tidak halus, partikel primary Silikon sebagai suatu phasa eutektik Silikon (Ye, 2002).

Dari diagram diatas dapat dilihat bahwa kadar Silikon mempengaruhi titik cair dari Aluminium coran. Aluminium murni mencair pada suhu ±6600C dan akan menurun dengan penambahan Silikon hingga 12.6%. setelah melewati kadar 12.6% maka titik cair Aluminiumakan terus meningkat hingga ±14140C pada 99.8% Silikon.

Unsur Fe dalam coran Aluminium biasanya sebagai impurity dan peningkatan kadar Fe didalam paduan Aluminium cenderung meningkatkan titik cair paduan tersebut. Besi (Fe) dan masuk kedalam cairan Aluminium selama proses peleburan melalui dua mekanisme dasar, yaitu :

1. Cairan Aluminium mampu untuk memisahkan besi dari perkakas yang terbuat dari baja dan peralatan dapur peleburan, dalam waktu yang lama dimana persen Fe yang dapat dicapai sekitar 2% pada peleburan normal 700oC. Pada saat temperatur peleburan mencapai 800oC maka kandungan Fe bisa mencapai 2.75%.

2. Besi dapat juga masuk kedalam cairan Aluminium melalui kotoran yang terdapat pada saat penambahan elemen lain seperti Si, atau melalui penambahan Aluminium sekrap yang mengandung besi.

Hal ini yang menyebabkan kandungan besi dalam Aluminium alloy mengalami peningkatan pada saat dilakukan peleburan ulang, dan penggunaan high pressure die casting (HPDC) dapat digunakan untuk mengontrol kandung besi hanya sampai 1,5% didalam alloy Aluminium (Taylor J.,A).

Penambahan Si pada paduan Aluminium akan menurunkan titik cair Aluminium hal ini terjadi hingga persentase Si mencapai 12.6%, jika kandungan Si melebihi 12.75% maka titik cair paduan Aluminium akan mengalami kenaikan. Diagram phasa biner Aluminium Silikon memperlihatkan bahwa titik eutektik terletak pada 12.56% Si dimana cairan akan bertransformasi menjadi dua phasa baru yaitu α+β dengan titik cair 577oC. Dari diagram phasa biner Al-Si memperlihatkan phasa yang terbentuk terdiri dari, α, β dan Liquid.


(64)

Gambar 4.5. Diagram phasa Al-Fe (www.nims.go.jp)

Gambar 4.6. Diagram Al-Fe sebenarnya (www.nims.go.jp)

Dari diagram diatas terlihat bahwa kandungan dari Fe melebihi 2.75% pada Aluminium coran. Phasa yang terbentuk adalah FCC (Face Centre Cubic). Dari hasil uji komposisi didapatkan hasil Fe sebesar 2,20% maka fasanya masih sama yaitu FCC. Titk lebur Aluminium akan mengalami peningkatan seiring dengan bertambahnya kandungan Fe didalamnya.


(65)

Gambar 4.7. Diagram phasa Al-Fe-Si (Taylor,J.A)

Besi merupakan elemen pengotor dalam paduan Aluminium coran yang bersifat merusak jika kadarnya berlebih. Kehadiran elemen ini dalam paduan Aluminium umumnya dihasilkan dari penggunaan peralatan baja dan penambahan material sekrap saat proses pengecoran. Pada kondisi kesetimbangan, kelarutan padatan besi dalam larutan padat Aluminium sangat rendah (~0.052% pada 6600C) sehingga besi akan dapat bereaksi dengan Al dan Si membentuk senyawa intermetalik yang stabil secara termodinamik yaitu Al8Fe2Si (dikenal dengan fasa-α) dan Al5FeSi

(dikenal dengan fasa-β). Dalam mikrostruktur, fasa Al8Fe2Si umumnya tampak seperti

chinese script (karakter Cina) dan fasa ini tidak terlalu memberikan pengaruh buruk terhadap sifat mekanis komponen karena bentuknya lebih kompak dan lebih tersebar dengan matriks Aluminium sehingga menghasilkan kohesi (perpaduan) yang lebih baik.

Sementara fasa Al5FeSi (fasa-β) umumnya berbentuk platelet (lempeng) tetapi

dalam dua dimensi terlihat seperti jarum. Fasa tersebut mempunyai efek menurunkan sifat mekanik dan sifat mampu cor paduan Al-Si. Fasa intermetalik ini sangat keras sehingga menyulitkan proses permesinan komponen hasil cor. Hal ini dikarenakan morfologi yang berbentuk jarum dapat berperan sebagai stress raiser (pemacu tegangan) sehingga merusak sifat mekanis komponen.


(1)

Grafik kekerasan Vs %Si coran Aluminium


(2)

KECEPATAN PENUANGAN (POURING SPEED) By : Mohammad B. Ndaliman dan Akpan P. Pius

Jurusan Teknik Mesin, Federal University of Technology, Minna, Nigeria


(3)

Gambar grafok Variasi UTS dengan Pouring Speed

Gambar grafik hubungan antara elongation dengan pouring speed


(4)

Gambar grafik Variasi UTS dengan pouring temperature

Gambar grafik hubungan elongation dengan pouring temperature

Kecepatan penuangan juga mempengaruhi kualitas coran. Kisaran kecepatan 2.0 cm/s - 2.7 cm/s memberikan permukaan akhir yang terbaik. Tingkat permukaan selesai memburuk dengan meningkatnya kecepatan.


(5)

LAMPIRAN


(6)

Foto Bentuk Patahan pembesaran 50x (Lab Ilmu Logam)

Foto Bentuk Butiran Silikon pembesaran 50x (Lab Ilmu Logam)


Dokumen yang terkait

Pengaruh Kadar Magnesium Terhadap Densitas, Kekerasan (Hardness) Dan Kekuatan Tekan Aluminium Alloy Foam Yang Menggunakan CaCO3 Sebagai Blowing Agent

1 29 115

Analisa Pengaruh Variasi Pembebanan Terhadap Laju Keausan Bahan Aluminium Sekrap dan Al-Si Dengan Menggunakan Alat Uji Keausan Tipe Pin On Disk.

3 86 96

PADA DE Analisa Heat Treatment Pada Aluminium Magnesium Silikon (Al – Mg – Si) Dengan Silikon (Si) (1%, 3%, 5%) Terhadap Sifat Fisis Dan Mekanis.

0 2 16

PENDAHULUAN Analisa Heat Treatment Pada Aluminium Magnesium Silikon (Al – Mg – Si) Dengan Silikon (Si) (1%, 3%, 5%) Terhadap Sifat Fisis Dan Mekanis.

0 1 8

TUGAS AKHIR PENELITIAN PENGARUH VARIASI TEMPERATUR PEMANASAN LOW TEMPERING , MEDIUM TEMPERING DAN HIGH TEMPERING PADA MEDIUM CARBON STEEL PRODUKSI PENGECORAN BATUR-KLATEN TERHADAP STRUKTUR MIKRO, KEKERASAN DAN KETANGGUHAN (TOUGHNESS).

0 1 5

PENGARUH TEMPERATUR PENUANGAN TERHADAP DENSITAS DAN POROSITAS PADUAN ALUMINIUM SILIKON ( AI-7%Si ) DENGAN METODE EVAPORATIVE CASTING.

3 8 44

PENGARUH TEMPERATUR PENUANGAN PADA PROSES EVAPORATIVE CASTING TERHADAP KEKUATAN TARIK DAN STRUKTUR MIKRO ALUMINIUM SILIKON ( AL - 7% SI ).

1 6 30

ANALISIS PENGARUH PENAMBAHAN UNSUR MAGNESIUM (Mg) 2% DAN 5% TERHADAP KETANGGUHAN IMPAK, TINGKAT KEKERASAN DAN STRUKTUR MIKRO PADA VELG ALUMINIUM (Al-5,68 Si) | Setia | Jurnal Nosel 8221 17225 1 SM

0 0 7

View of Pengaruh Variasi Temperatur Tuang Pengecoran Produk Pulley Terhadap Kekerasan, Ketangguhan Dan Metalografi Berbahan Baku Aluminium Bekas

0 0 9

PENGARUH TEMPERATUR PENUANGAN TERHADAP KEKERASAN DAN POROSITAS PADA CETAKAN LOGAM Sri Harmanto

0 0 10