Kompilasi Hukum Islam Dalam Hukum Privat 1. Kitab Undang-undang Hukum Perdata

belum mencapai kerampungan status badan pribadi orang belum mandiri itu berangsur-angsur mencapai kecakapan berbuat. 16 Di daerah TapanuliBatak, seseorang itu dianggap telah dewasa apabila sudah kawin dan sudah mengepalai rumah tangga sendiri yang disebut dengan nungnga manjae atau nungnga ditutung hudonna, dan yang belum dewsa disebut ndang ditutung dope hudonna atau ndang dope manjae. 17 Di Aceh, untuk orang-orang yang masih onmondig minderjarig, kecakapannya berbuat terbatas, tetapi batas-batasnya ditentukan menurut kepatutan; berakhirnya keadaan onmondig itu ditentukan “menurut akal sehat“ 18 Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa mengenai kapan seseorang dikatakan dewasa sehingga ia cakap melakukan perbuatan hukum tanpa bantuan orang lain, tidak ada ketegasan dalam hukum adat karena tidak diukur dari batas umur tetapi apabila ia telah benar-benar mandiri lepas dari tanggungan orangtua yang pada umumnya dilihat dari; apabila ia sudah kawin dan telah berumahtangga sendiri serta anggapanperlakuan masyarakat terhadap orang tersebut. 3. Hukum Islam. Dalam Hukum Islam, yang menjadi batas sehingga seseorang sudah melewati masa anak-anak dan sudah masuk kurun dewasa disebut baligh, dalam hal demikian seseorang sudah dapat dipandang sempurnya akalnya. Akil baligh itu bukan dilihat dari batas umur tertentu, melainkan dilihat dari tanda-tanda biologis, yaitu bagi anak laki-laki mulai datang mimpi telah keluar air mani dan bagi anak wanita telah datang masa kotornya haid. Sejak saat itu orang dimaksud telah dikategorikan sebagai dewasa menurut agama Islam. Oleh karena baligh sebagai tanda permulaan dewasa tidak dapat disamakan bagi semua orang karena permulaan haid tidak sama bagi semua wanita dan permulaan mimpi tidak sama bagi semua pria maka ditetapkan oleh jumhur ulama bahwa umur 15 tahun adalah permulaan baligh. 19

4. Kompilasi Hukum Islam

Kompilasi Hukum Islam menyangkut tentang hukum perkawinan, hukum kewarisan dan hukum perwakafan, yang di dalamnya ada mengatur tentang batas umur dewasa. 16 Iman Sudiyat, Op Cit halaman 78. 17 Datuk Usman, Op Cit halaman 10. 18 Iman Sudiyat, Op Cit halaman 79. 19 Ismail Muhmmad Syah, Filsafat Hukum Islam, Bumi Aksara, Jakarta, 1992, halaman 162. 17 MANGATAS NASUTION : BATAS UMUR KECAKAPAN MELAKUKAN PERBUATAN HUKUM DALAM PRAKTEK NOTARIS DI KOTA MEDAN, 2008. Dalam Bab XIV tentang pemeliharaan anak, Pasal 98 Kompilasi Hukum Islam, menyatakan : “Ayat 1 batas usia anak yang mampu berdiri sendiri atau dewasa adalah 21 Tahun, sepanjang anak tersebut tidak memiliki cacat fisik maupun mental atau belum pernah melakukan perkawinan. Ayat 2 orangtuanya mewakili anak tersebut mengenai segala perbuatan hukum didalam dan diluar pengadilan. Ayat 3 pengadilan agama dapat menunjuk salah seorang kerabat dekat yang mampu menunaikan kewajiban tersebut apabila kedua orangtuanya tidak mampu.” Pasal 107 Kompilasi Hukum Islam disebutkan bahwa perwalian hanya terhadap anak yang belum mencapai umur 21 tahun dan atau belum pernah melangsungkan perkawinan. Dari ketentuan Kompilasi Hukum Islam diatas, maka dewasa adalah mereka yang telah berumur 21 tahun atau telah kawin. Konsekuensi dari ketentuan batas umur dewasa menurut Kompilasi Hukum Islam yaitu 21 tahun, terlihat dalam beberapa ketentuan selanjutnya mengenai kewajiban seorang wali dan akibat putusnya perkawinan baik karena talak maupun karena perceraian. Wali berkewajiban menyerahkan seluruh harta orang yang berada di bawah perwaliannya, bila yang bersangkutan telah mencapai umur 21 tahun atau telah kawin Pasal 111 ayat 1 KHI. Akibat putusnya perkawinan karena perceraian ialah semua biaya hadhanah dan nafkah anak menjadi tanggungan ayah menurut kemampuannya, sekurang-kurangnya sampai anak tersebut dewasa dan dapat mengurus diri sendiri yaitu 21 tahun Pasal 158 huruf d KHI. Demikian juga halnya dalam hukum kewarisan mengenai wasiat dan hibah ditentukan sebagai berikut : Orang yang telah berumur 21 tahun, berakal sehat dan tanpa adanya paksaan dapat mewasiatkan sebagian harta bendanya kepada orang lain atau lembaga Pasal 194 ayat 1 KHI. Orang yang telah berumur sekurang-kurangnya 21 tahun, berakal sehat dan tanpa adanya paksaan dapat menghibahkan sebanyak-banyaknya 13 harta bendanya kepada orang lain atau lembaga dihadapan dua orang saksi untuk dimiliki Pasal 210 ayat 1 KHI. Pengecualian batas umur dewasa di atas adalah untuk perbuatan hukum melangsungkan perkawinan sekalipun dengan syarat harus mendapat izin dari orangtua, sebagaimana disebutkan dalam Pasal 15 Kompilasi Hukum Islam, yang berbunyi : “Ayat 1 Untuk kemaslahatan keluarga dan rumah tangga,perkawinan hanya boleh dilakukan calon mempelai yang telah mencapai umur yang ditetapkan dalam Pasal 7 Undang-Undang No.1 18 MANGATAS NASUTION : BATAS UMUR KECAKAPAN MELAKUKAN PERBUATAN HUKUM DALAM PRAKTEK NOTARIS DI KOTA MEDAN, 2008. tahun 1974, yakni calon suami sekurang-kurangnya berumur 19 tahun dan calon isteri sekurang-kurangnya berumur 16 tahun. Ayat 2 Bagi calon mempelai yang belum mencapai umur 21 tahun harus mendapat izin sebagaimana di atur dalam pasal 6 Ayat 2, 3, 4 dan 5 UU No.1 tahun 1974.”

5. Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan. Mengenai