Metodologi Penelitian Pengertian Perkawinan

5. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Dalam hal peneletian ini terdapat beberapa tujuan yang ingin di capai.yaitu; 1. Untuk memberikan pengertian serta pemahaman dari khutbah penyerahan dan khutbah penerimaan. 2. Untuk mengetahui apakah dasar masyarakat melakukan tradisi dua khutbah tersebut. 3. Untuk mengetahui tentang tinjauan hukum islam terhadap dua khutbah tersebut. Untuk memberikan kontribusi pemikiran kepada umat islam dan alim ulama khususnya masyarakat Betawi untuk mengkaji lebih jauh lagi mengenai tradisi perkawinan adat Betawi khususnya dalam hal sambutan khutbah penyerahan dan khutbah penerimaan yang terjadi khususnya pada masyarakat Srengseng Sawah.

6. Metodologi Penelitian

Untuk terciptanya sasaran yang menjadi tujuan penulis, skripsi ini maka digunakan dua metode: 1. Riset Kepustakaan Library reseach Yaitu dengan cara mengumpulkan dan membaca bahan-bahan dari buku, artikel, majalah, dan bahan informasi lainnya yang berhubungan dengan masalah yang dibahas. 2. Riset Lapangan Field Reseach Riset lapangan adalah mengadakan penelitian secara langsung di Srengseng Sawah Jakarta Selatan. Mengingat kajian ini bersifat ilmiah dan dituangkan dalam bentuk skripsi, penulis berusaha mendapatkan data yang akurat dan bukti-bukti yang benar. Untuk itu penulis menggunakan jenis penelitian kualitatif dengan pendekatan penelitian secara sosiologis empiris yaitu dengan melihat secara langsung kehidupan masyarakat Jagakarsa Kelurahan Srengseng Sawah, yang melakukan tradisi pembacaan khutbah penyerahan dan khutbah penerimaan dalam adat Betawi Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Deskriptif yaitu penelitian atau penyelidikan yang bertujuan pada pemecahan masalah yang ada pada perkawinan adat Betawi. Dalam hal ini yang dijadikan sumber data primer lima suami istri yang melaksanakan perkawinan. Adapun yang dijadikan sumber data sekunder adalah: 1. Bapak H. Ahmad Arsani, S Sos, sebagai Lurah Srengseng Sawah. 2. Bapak KH. Nur ’Ali Hamim, sebagai ulama setempat. 3. Bapak KH. Sholihin Ilyas, sebagai Ulama Betawi setempat. 4. Bapak Taufik, sebagai Konsultan Pernikahan Adat Betawi. 5. Abang Indra,sebagai pengelola perkampungan budaya Betawi Setu Babakan. 6. Masyarakat kelurahan Srengseng Sawah. Teknik pengumpulan data yang digunakan penelitian ini adalah: a Observasi,yaitu mengadakan pengamatan terhadap objek penelitian terutama tentang terjadinya upacara perkawinan adat Betawi Srengseng Sawah. b Wawancara, yaitu suatu percakapan yang diarahkan pada suatu masalah tertentu, maksudnya ada proses tanya jawab antara peneliti dan objek yang diteliti dengan tujuan mengumpulkan keterangan-keterangan dari responden.

7. Sistematika Penulisan

Skripsi ini disusun berdasarkan buku “Petunjuk penulisan skripsi Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Penulisan skripsi ini terdiri dari lima bab. Adapun perinciannya sebagai berikut: Bab I Pendahuluan, diantaranya memuat: Latar Belakang Masalah, Perumusan dan Pembatasan Masalah, Tujuan dan Kegunaan Penelitian, Metodologi Penelitian serta Sistematika Penulisan. Bab II Hukum Perkawinan dalam sistem hukum Islam, mencakup: Status Hukum Perkawinan, Rukun dan Syarat Perkawinan, segi-segi ta’abbudi dalam pemberian mahar dan harta bawaan, dan hikmah disyariatkannya perkawinan. Bab III Sistem Perkawinan Adat Betawi, diantaranya adalah: Pengertian upcara adat, Syarat dan Rukun Perkawinan Adat Betawi, Upacara Perkawinan Masyarakat Betawi dan Tradisi Pembacaan khutbah penyerahan dan khutbah penerimaan dalam perkawinan masyarakat Betawi. Bab IV Analisis tentang Tradisi Pembacaan Khutbah Penyerahan dan Khutbah Penerimaan dalam perkawinan adat Betawi, kondisi obyektif perkampungan Betawi Kelurahan Srengseng Sawah, pengertian khutbah penyerahan dan khutbah penerimaan serta tinjauan hukum islam terhadap khutbah penyerahan dan khutbah penerimaan dalam upacara perkawinan. Bab V Penutup yang berisi, Kesimpulan, Saran dan Lampiran. Dalam skripsi ini penulis ingin mengetengahkan suatu yang telah ada dalam masyarakat ini, yaitu suatu yang boleh dikatakan tradisi atau ciri khas dari perkawinan adat Betawi yang hidup dalam konteks masyarakat, sehingga hal ini dipandang perlu adanya ketegasan mengenai kejadian tersebut secara agama dalam hal ini hukum Islam. 15 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERKAWINAN

A. Pengertian dan Dasar Hukum Perkawinan

1. Pengertian Perkawinan

Nikah atau zawaj dalam bahasa arab diartikan dengan kawin. Nikah menurut bahasa adalah bergabungdan berkumpul dipergunakan juga dengan arti watha atau akad nikah, tetapi kebanyakan pemakaiannya untuk akad nikah, 1 Sebab akad adalah bolehnya bersenggama. Sedangkan nikah secara istilah terdapat perbedaan di antaranya yaitu: 2 1. Golongan Hanafiyah mendefinisikan nikah sebagai: Artinya: “Nikah itu adalah akad yang berfaidah memiliki, bersenang-senang dengan sengaja 2. Golongan As-Syafi’iyah mendefinisikan nikah sebagai: Artinya: Nikah adalah akad yang mengandung ketentuan hukum kebolehan watha dengan lafaz nikahatau tazwij yang semakna dengan keduanya 3. Golongan Malikiyah mendefinisikan nikah sebagai: 1 Peunoh Daly, Hukum Islam Suatu studi Kasus Perbandingan Dalam Kalangan Ahlus sunnah dan Negara-Negara Islam, Malaysia: Thinkers Library, 1969, Cet. Ke-1, h. 104 2 Abdur Rahman Aj-jaziri, Al-Fiqh ‘ala Mazahabil Ar-Ba’ah, Mesir: Darut Ihyat Turasi Al- ‘arabi, 1969, Juz IV, h. 1-3 Artinya: Nikah adalah akad yang mengandung ketentuan hukum semata- mata untuk membolehkan watha bersenang-senang dan menikmati apa yang ada pada diri seorang wanita yang boleh nikah dengannya . 4. Golongan Hanabilah mendefinisikan nikah sebagai: Artinya: Nikah adalah akad dengan mempergunakan lafaz nikah atau tazwij guna membolehkan manfaat, bersenang-sengang dengan wanita . Dari pengertian di atas dapat disimpulkan para ulama mutagaddimin, memandang nikah hanya dari satu segi saja yaitu kebolehan hukum antara seorang laki-laki dengan seorang wanita untuk berhubungan yang semula dilarang. Mereka tidak memperhatikan tujuan, akibat nikah tersebut terhadap hak dan kewajiban suami- istri yang timbul. 3 Para ulama Mutaakhirin dalarn mendefinisikan nikah dengan memasukkan unsur hak dan kewajiban suami-istri kedalam pengertian nikah, Muhammad Abduh Ashrah mendefinisikan nikah sebagai: Nikah adalah akad yang memberikan faedah hukum kebolehan mengadakan hubungan keluarga suami-istri antara pria dan wanita dan mengadakan tolong- menolong serta memberi batas hakekat bagi pemiliknya dan pemenuhan kebutuhan masing-masing. 4 3 Djama’an Nur, Fiqh Munakahat, Semarang: Dina Utama, 1993, Cet Ke-1, h.. 3 4 Ibid, h. 3 Dari pengertian ini berarti perkawinan mengandung akibat hukum yaitu saling mendapat hak dan kewajiban. Serta bertujuan mengadakan pergaulan yang dilandasi tolong-menolong. Oleh karena itu perkawinan termasuk syariat agama. Perkawinan menurut Islam adalah suatu perjanjian suci yang kuat dan kokoh untuk hidup bersama secara sah antara seorang pria dengan seoang wanita membentuk keluarga yang kekal, santun menyantuni, kasih mengasihi, aman tentram, bahagia dan kekal”. 5 Arti perkawinan menurut Undang-undang Republik Indonesia No. I Tahun 1974 dalam pasal I dikatakan bahwa perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Selain itu perkawinan adalah salah satu peristiwa yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat, sebab perkawinan itu tidak hanya menyangkut wanita dan pria yang bakal mempelai saja, tetapi juga orang tua. Kedua belah pihak, saudara- saudaranya, bahkan keluarga mereka masing-masing. Dengan tidak mengesampingkan unsur-unsur yang terlibat dalam lingkupnya, karena satu sama lain saling ikut melengkapi demi terciptanya keharmonisan hidup. 5 A. Zuhdi Muhdlur, Hukum Perkawinan, ttp, Al-Bayan, 1997, Cet ke-1, h. 6 “Oleh karena peristiwa perkawinan mempunyai arti yang begitu penting, makam pelaksanaannya senantiasa dimulai dan seterusnya disertai dengan berbagai upacara lengkap dengan adat istiadat yang ada dilingkungan tersebut”. 6

2. Dasar Hukum Perkawinan