Pengaruh Pemberian Daun Mengkudu Dan Daun Nimba Terhadap Rayap (Coptotermes curvignathus) (Isoptera; Rhinotermi) Di Laboratorium

(1)

PENGARUH PEMBERIAN DAUN MENGKUDU (Morinda citrifolia) DAN DAUN NIMBA (Azadirachta indica) TERHADAP MORTALITAS RAYAP (Coptotermes curvinagthus H)(Isoptera : Rhinotermi) DI LABORATORIUM

SKRIPSI

OLEH:

DEWI RIBKA

050302009/ HPT

DEPARTEMEN HAMA PENYAKIT TUMBUHAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

PENGARUH PEMBERIAN DAUN MENGKUDU (Morinda citrifolia) DAN

DAUN NIMBA (Azadirachta indica) TERHADAP MORTALITAS RAYAP (Coptotermes curvinagthus H)(Isoptera : Rhinotermi) DI LABORATORIUM

SKRIPSI

OLEH:

DEWI RIBKA

050302009/ HPT

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Dapat Meraih Gelar sarjana di Departemen Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

Disetujui Oleh Komisi Pembimbing

(Ir. Mena Uly Tarigan, MS) (Ir. Syahrial Oemry, MS)

Ketua Anggota

DEPARTEMEN HAMA PENYAKIT TUMBUHAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat dan lindungan serta karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan ini.

Adapun judul dalam penulisan Skripsi ini adalah ”Pengaruh Pemberian Daun Mengkudu Dan Daun Nimba Terhadap Rayap (Coptotermes curvignathus) (Isoptera; Rhinotermi) Di Laboratorium” sebagai salah satu syarat untuk dapat meraih gelar sarjana, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.

Penulis juga tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada Komisi Pembimbing Ir. Mena Uly Tarigan, MS sebagai Ketua dan Ir. Syahrial Oemry, MS sebagai Anggota yang telah memberikan saran kepada penulis dalam penulisan ini.

Penulis menyadari bahwa Skripsi ini masih jauh dari sempurna, untuk itu saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan. Akhir kata penulis mengharapkan agar Laporan ini dapat bermanfaat bagi penulis dan bagi yang membutuhkan.

Medan, Juni 2010


(4)

DAFTAR ISI

ABSTRACK ... i

ABSTRAK ... ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian... 6

Hipotesis Penelitian... 6

Kegunaan Penelitian ... 6

TINJAUAN PUSTAKA Biologi Rayap... 7

Kasta Rayap... 10

Perilaku Rayap ... 12

Sistem Sarang ... 13

Pengendalian ... 16

Isektisida Nabati Daun Nimba (Azadirachtaindica)... 17

Daun Mengkudu (Morindacitrifolia)... 18

BAHAN DAN METODA Tempat dan Waktu penelitian ... 20

Bahan dan Alat ... 20

Metoda Penelitian ... 20

Pelaksanaan Penelitian ... 21

Parameter yang Diamati ... 23

HASIL DAN PEMBAHASAN Persentase Mortalitas (%)... 24

Persentase Susut Bobot Bahan ... 18

KESIMPULAN Kesimpulan ... 20


(5)

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(6)

ABSTRACT

Dewi Ribka, “ The Effect of Fragrant Grass for Mortality of Flea Rice

Coptotermes curvignathus H (Isoptera: Rhinotermi) In Laboratory”. It was supervised by Ir. Mena Uly Tarigan, MS and Ir. Syahrial Oemry, MS. This research used randomized complete design non factorial with four treatments and three replication. The result showed that the giving of fragrant grass flour on each treatment has significant effect for each observation. The highest mortality percentage of C. curvinagthus was 62,67% in A4 treatment and the lowest was 38,67% in A5 treatment. The highest percentage of material weight losing was 7,33% in A0 treatment and the lowest was 2,65% in A4 treatment. The result showed that 8 gr fragrant grass treatment was the most effective treatment.


(7)

ABSTRAK

Dewi Ribka “Pengaruh Pemberian Daun Mengkudu (Morinda citrifolia) Dan Daun

Nimba (Azadirachta indica) Terhadap Mortalitas Rayap (Coptotermes curvinagthus H)(Isoptera : Rhinotermi Di Laboratorium” di bawah

bimbingan Ir. Mena Uly Tarigan, MS dan Ir.Syahrial Oemry, MS. Penelitian ini menggunakan metode Rancangan Acak Lengkap (RAL) non faktorial dengan tujuh perlakuan dan tiga ulangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian daun mengkudu dan daun nimba pada setiap perlakuan berpengaruh nyata untuk setiap mortalitas. Persentase mortalitas rayap tertinggi pada perlakuan A4 sebesar 62,67% dan terendah pada perlakuan A5 sebesar 38,67%. Persentase susut bobot bahan tertinggi terdapat pada perlakuan A0 sebesar 7,33% dan terendah pada perlakuan A4 sebesar 2,65%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan A4 paling efektif dari semua perlakuan yang ada.


(8)

RIWAYAT HIDUP

Dewi Ribka, dilahirkan di Medan pada tanggal 16 Januari 1988 dari Ayah P. Manurung dan Ibunda DRA. R. Sitorus Penulis merupakan anak keenam dari enam

bersaudara.

Tahun 1999 lulus dari SDN 060842 Medan, tahun 2002 lulus dari SLTP Negeri 19 Medan, tahun 2005 Lulus SMU Raksana Medan, dan tahun 2005 diterima sebagai mahasiswa Departemen Ilmu Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan melalui jalur SPMB.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di PTPN III SEI SILAU pada bulan Juni-Juli 2009. Melaksanakan Praktek skripsi di Laboratorium Ilmu Hama Fakultas Pertanian USU, Medan pada bulan Mei sampai Juni 2010.


(9)

DAFTAR TABEL

NO KETERANGAN HALAMAN 1 UJI Jarak Duncan (UJD) dan Rataan Mortalitas Rayap………. 17


(10)

DAFTAR GAMBAR

NO KETERANGAN HALAMAN 1. Tanaman serai Wangi ………. 10 2. Grafik 1. Presentase Mortalitas ……….. 18 3. Grafik 2. Presentase Susut Robot ……….. 19


(11)

DAFTAR LAMPIRAN

NO KETERANGAN HALAMAN

1. Bagan Percobaan ………. 23

2. Persentase Mortalitas C. curvignathus Pada 1 MSA ………….. 24 3. Persentase Mortalitas C. curvignathus Pada 2 MSA ………….. 25 4. Persentase Mortalitas C. curvignathus Pada 3 MSA ………….. 26 5. Persentase Mortalitas C. curvignathus Pada 4 MSA ………….. 27


(12)

ABSTRACT

Dewi Ribka, “ The Effect of Fragrant Grass for Mortality of Flea Rice

Coptotermes curvignathus H (Isoptera: Rhinotermi) In Laboratory”. It was supervised by Ir. Mena Uly Tarigan, MS and Ir. Syahrial Oemry, MS. This research used randomized complete design non factorial with four treatments and three replication. The result showed that the giving of fragrant grass flour on each treatment has significant effect for each observation. The highest mortality percentage of C. curvinagthus was 62,67% in A4 treatment and the lowest was 38,67% in A5 treatment. The highest percentage of material weight losing was 7,33% in A0 treatment and the lowest was 2,65% in A4 treatment. The result showed that 8 gr fragrant grass treatment was the most effective treatment.


(13)

ABSTRAK

Dewi Ribka “Pengaruh Pemberian Daun Mengkudu (Morinda citrifolia) Dan Daun

Nimba (Azadirachta indica) Terhadap Mortalitas Rayap (Coptotermes curvinagthus H)(Isoptera : Rhinotermi Di Laboratorium” di bawah

bimbingan Ir. Mena Uly Tarigan, MS dan Ir.Syahrial Oemry, MS. Penelitian ini menggunakan metode Rancangan Acak Lengkap (RAL) non faktorial dengan tujuh perlakuan dan tiga ulangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian daun mengkudu dan daun nimba pada setiap perlakuan berpengaruh nyata untuk setiap mortalitas. Persentase mortalitas rayap tertinggi pada perlakuan A4 sebesar 62,67% dan terendah pada perlakuan A5 sebesar 38,67%. Persentase susut bobot bahan tertinggi terdapat pada perlakuan A0 sebesar 7,33% dan terendah pada perlakuan A4 sebesar 2,65%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan A4 paling efektif dari semua perlakuan yang ada.


(14)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kelapa sawit merupakan tanaman utama perkebunan di Indonesia disamping karet, kakao, teh mempunyai masa depan yang cerah bagi pengusahanya di Indonesia. Tanaman kelapa sawit diperkirakan berasal Amerika Selatan, tepatnya Brasillia. Di Brassilia, tanaman ini dapat ditemukan tumbuh secara liar atau setengah liar di sepanjang tepi sungai. Kelapa sawit Afrika barat pada sekitar abad ke-16 dan ke-17 atau jauh pada periode sebelumnya. Senyawa kimia yang serupa dengan minyak sawit telah ditemukan pada makam-makam orang Mesir pada tahun 3000 SM (Pahan, 2005).

Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) juga diperkirakan berasal dari Nigeria, Afrika Barat. Tanaman ini masuk ke Indonesia pada 1848 sebanyak empat bibit yang berasal dari Mauritius, yang mana keempat bibit sawit ini ditanam di kebun Raya Bogor sebagai tanaman hias. Selanjutnya percobaan penanaman kelapa sawit dilakukan di Muara Enim (1869), Musi Hulu (1870) dan Belitung (1890). Pada tahun 1911 kelapa sawit baru dibudidayakan secara komersial dalam bentuk perkebunan di Sungai Liput (Aceh) dan Pulau Raja (Asahan) (Risza, 1994).

Kelapa sawit (Elaeis guinensis) adalah tumbuhan industri penting penghasil minyak masak, minyak industri, maupun bahan bakar keuntungan besar sehingga banyak hutan dan perkebunan lama dikonversi menjadi perkebunan kelapa sawit. Indonesia adalah penghasil minyak kelapa sawit kedua dunia setelah Indonesia akan menempati posisi pertama. Di


(15)

Kelapa sawit didatangkan ke Indonesia oleh pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1848. Beberapa bijinya ditanam di Kebun Raya Bogor, sementara sisa benihnya ditanam di tepi-tepi jalan sebagai tanaman hias di Deli, Sumatera Utara pada tahun 1870-an. Pada saat yang bersamaan meningkatlah permintaan minyak nabati akibat Revolusi Industri pertengahan abad ke-19. Dari sini kemudian muncul ide membuat perkebunan kelapa sawit berdasarkan tumbuhan seleksi dari Bogor dan Deli, maka dikenallah jenis sawit "Deli Dura"(Anonimus 2009a).

Ekspor minyak dan inti sawit dari Afrika dimulai pada abad ke-19. pada masa itu, sumber minyak hanya berasal dari tanaman kelapa sawit yang tumbuh liar dan minyak masih diekstrak dengan cara yang sederhana dan tidak efisien. Pada saat ini, perkebunan kelapa sawit telah berkembang lebih jauh sejalan dengan kebutuhan dunia akan minyak nabati dan produk industri oleochemical. Produk minyak sawit merupakan komponen penting dalam perdagangan minyak nabati dunia (Pahan, 2005).

Pengembangan industri kelapa sawit di Indonesia saat ini sangat pesat dan diperkirakan masih akan berlangsung dalam Tahun-tahun mendatang. Pengembangan kelapa sawit sampai dengan saat ini baik yang dilakukan oleh perusahaan perkebunan maupun oleh rakyat telah mengarah ke lahan - lahan marginal. Pada kenyataannya, produktivitas kelapa sawit umumnya belum sepenuhnya tercapai sesuai dengan potensinya. Hal tersebut berkaitan dengan belum optimalnya pengelolaan faktor-faktor produksinya. Disamping itu, saat ini Indonesia telah menjadi negara yang memiliki areal perkebunan kelapa sawit yang terluas di dunia (sekitar 6,5 juta ha pada tahun 2007) dan menjadi produsen terbesar menggeser Malaysia. Namun demikian, sejalan dengan perkembangan industri kelapa sawit di Indonesia tersebut hal penting yang harus menjadi perhatian dalam pengembangan industri kelapa sawit saat ini adalah penerapan Sustainable Palm Oil (Anonimus 2009b).


(16)

Pada areal perkebunan kelapa sawit dapat dijumpai beberapa jenis rayap, tetapi yang menimbulkan masalah adalah Coptotermes curvignathus Holmgren dan Macrotermes gilvus

Hagen. Rayap C.curvignathus lebih berbahaya karena menyerang jaringan hidup dan dapat mematikan tanaman kelpa sawit. Rayap ini merupakan spesies asli yang banyak terdapat pada hutan primer di Indonesia dan Malaysia, terutama di dataran rendah serta daeharah dengan penyebaran curah hujan merata sepanjang tahun C. curvignathus mudah dibedakan dengan jenis rayap lainnya dari ciri pertahanan dirinya, prajurit yang terganggu segera mengeluarkan cairan putih dari kelenjar di kepalanya untuk mempertahankan diri. Banyak jenis tanaman yang dapat diserang oleh C. curvignathus diantaranya karet, kapuk, kopi, kelapa, ubi kayu dan kelapa sawit (Ginting, C.S, Ps. Sudarto, dan Chenon. D. R., 2002).

Rayap adalah hewan tanah yang besar peranannya dalam proses dekomposisi material organik tanah dan mendekomposisi kayu yang mati. Namun rayap juga dapat merugikan, karena serangga ini ada yang menyerang bangunan, perabotan, terutema yang ter terbuat dari kayu dan buku – buku atau bahan – bahn lain yang mengandung bahan selulosa. Selain itu bila bahn atau kayu yang mati sukar diperoleh, maka rayap akan menyerang tanaman dan bila tanaman yang terserang mempunyai arti penting, rayap tersebut dikategorikan sebagai hama (Bakti, 2004).

Sebagai hama rayap hidup di bawah permukaan sampah-sampah tanaman atau di bawah permukaan tanah sekitar tempat tanaman tumbuh secara berkoloni. Rayap dapat menyerang beberapa jenis tanaman (Polypag), antara lain kelapa sawit, karet, kopi, coklat, teh, kelapa, dan tanaman yang lainnya. Penyebarannya terutama di daerah–daerah tropis sampai sub tropis. Serangan dan pengerusakannya dilakukan dengan terlebih dahulu membuat jalu –jalur dari tanah, dimulai dari pangkal batang menuju ke bagian atas sambil


(17)

merusak kulit batang tanaman. Oleh karena itu, tanaman muda atau bibit – bib it tanaman yang diserang akan mati (Kalsholven, 1981).

Rayap memiliki habitat yang unik dalam suatu ekosistem. Keberadaan koloni rayap berperan penting dalam siklus biogeoghemical (dekomposer bahan organik) seperti siklus nitrogen, karbon, sulfur, oksigen dan fosfor. Mudahnya rayap beradaptasi dengan lingkungan

mengakibatkan mereka bisa ditemui di hampir semua bentuk ekosistem (Prasetiyo dan Yusuf, 2005).

Rayap merupakan salah satu jenis serangga dalam ordo Isoptera yang tercatat ada sekitar 200 jenis dan baru 179 jenis yang sudah teridentifikasi di Indonesia. Beberapa jenis rayap di Indonesia yang secara ekonomi sangat merugikan karena menjadi hama adalah tiga jenis rayap tanah/subteran (Coptotermes curvignathus Holmgren, Macrotermes gilvus Hagen, serta Schedorhinotermes javanicus Kemner) dan satu jenis rayap kayu kering (Cryptotermes Cynocephalus Light). Tiap tahun kerugian akibat serangan rayap di Indonesia tercatat sekitar Rp 224 miliar-Rp 238 miliar (Kalsholven, 1981).

Rayap dapat menimbulkan masalah di perkebunan kelepa sawit terutama pada areal baru bekas hutan. Ada dua jenis yang menyerang kelapa sawit, yakni Coptotermes curvignathus dan macrotermes gilvus, yang menyerang batang dan pelepah daun, baik jaringan yang masih hidup maupun jaringan mati (M. Soepadiyo dan S. Haryono., 2003).

Rayap subteran Coptotermes curvignathus merupakan salah satu serangga hama utama pada kelapa sawit terutama pada kelapa sawit khususnya di lahan gambut. Serangannya dapat mematikan tanaman dan kasusnya semakin berat dengan diterapkannya zero burning dalam pembukaan lahan. Pengendaliannya sulit dilakukan karena banyaknya sisa kayuan yang merupakan bahan makanan dan tempat berkembangbiak yang sesuai. Selama ini pengendlian dilakukan dengan insektisida. Beberapa insektisida efektif menekan


(18)

serangan rayap tapi tidak mampu mencegah reinfestasi baru. Dalam jangka panjang, pengendalian secara kimiawi ini tidak efisien dan dapat mencemari lingkungan. Suatu strategi pengendalian rayap pada kelapa sawit pada kelapa sawit di lahan gambut dapat dilakukan dengan pendekatan ekologi dan hayati serta aplikasi selektif teknik-teknik pengendalian yang kompatibel dan yang memiliki dampak negatif minimal (Purba dkk, 2002).

Rayap merupakan salah satu jenis serangga yang secara ekonomi sangat merugikan. Rayap yang pada mulanya berfungsi sebagai pengurai dari sisa-sisa tumbuhan menjadi bahan organik yang berguna, sekarang menjadi salah satu hama perusak yang harus diperhitungkan keberadaannya. Penggunaan insektisida nabati yang dimodifikasi dengan berbagai jenis umpan dapat digunakan untuk mengendalikan rayap. Pemanfaatan daun sirsak dapat digunakan untuk mengendalikan rayap pada area pertanaman ataupun area pemukiman karena disamping efektif juga sangat mudah cara aplikasinya (Anonimus, 2007).

Tujuan Penelitian

Mengetahui pengaruh pemberian ekstrak daun mengkudu dengan ekstrak daun nimba terhadap pengendalian rayap (Coptotermes curvinagthus) (Isoptera : Rhinotermitide) di Laboratorium.

Hipotesa Penelitian

Dengan adanya pengaplikasian 2 (dua) insektisida nabati yang berbeda antara daun mengkudu dengan daun nimba akan menunjukkan tingkat efektifitas yang berbeda.

Kegunaan Penelitian

1. Sebagai salah satu syarat untuk dapat melakukan penelitian di Departemen Ilmu Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.


(19)

TINJAUAN PUSTAKA

Biologi Coptotermescurvignathus Holmgren

Menurut Nandika, dkk (2003) sistematika dari rayap (Coptotermescurvinagthus Holmgren) adalah sebagai berikut :

Filum : Arthropoda

Kelas : Insecta

Ordo : Isoptera

Famili : Rhinotermitidae

Genus : Coptotermes

Spesies: Coptotermes curvinagthus Holmgren

Perkembangan siklus hidup rayap dapat dilihat gamabar dibawah ini:

Gambar 1. Siklus hidup rayap

Sumber:www.e-dukasi.net/mol/mo_full.php?moid=78&fnam...diakses pada tanggal 28 oktober 2009

Rayap termasuk binatang Arthropoda, kelas insecta yang berasal dari ordo isoptera yang dalam perkembangan hidupnya mengalami metamorphosa gradual atau bertahap.


(20)

Kelompok binatang ini pertumbuhannya melalui tiga tahap yaitu telur, nimfa dan tahap dewasa. Setelah menetas dari telur nimfa akan menjadi dewasa dengan melalui beberapa instar, yaitu bentuk diantara dua masa perubahan. Bentuk ini sangat gradual, sehingga baik dari bentuk badan pada umumnya, cara hidup maupun makanan pokok antara nimfa dan dewasa adalah serupa. Pada nimfa yang bertunas sayapnya akan tumbuh lengkap pada instar terakhir, saat binatang itu mencapai kedewasaan (Hasan, 1986).

Telur yang menetas yang menjadi nimfa akan mengalami 5-8 instar. Jumlah telur rayap bervariasi, tergantung kepada jenis dan umur. Saat pertama bertelur betina mengeluarkan 4-15 butir telur. Telur rayap berbentuk silindris, dengan bagian ujung yang membulat yang berwarna putih. Panjang telur bervariasi antara 1-1,5 mm. Telur C. curvignathus akan menetas setelah berumur 8-11 hari (Anonimus 2009c).

Dalam perkembangan hidupnya berada dalam lingkugan yang sebagian besar diatur dalam koloni dan terisolir dari pengaruh nimfa sesuai dengan kebutuhan koloni. Nimfa-nimfa yang sedang tumbuh dapat diatur menjadi anggota kasta, yang diperlakukan bahwa nasib rayap dewasa an siap terbang dapat diatur (Borror dkk, 1992).

Kasta pekerja jumlahnya jauh lebih besar dari seluruh kasta yang terdapat dalam koloni rayap. Nimfa yang menetas dari telur pertama dari seluruh koloni yang baru akan berkembang menjadi kasta pekerja. Waktu keseluruhan yang dibutuhkan dari keadaan telur sampai dapat bekerja secara efektif sebagai kasta pekerja pada umumnya adalah 6-7 bulan. Umur kasta pekerja dapat mencapai 19-24 bulan (Hasan, 1986).

Kasta pekerja berikutnya berbentuk dari nimfa-nimfa yang cukup besardan mempunyai warna yang lebih gelap dibandingkan denan anggota perbentukan pertama. Kepala dilapisin dengan polisacharida yang disebut chitin dan menebal pada bagian


(21)

rahangnya. Pada segmen terakhir dari pangkal sterink terdapat alat kelamin yang tidak berkembang dengan sempurna sehingga membuat kasta pekerja ini menjadi mandul (Hasan, 1986).

Nimfa muda akan mengalami pergantian kulit sebanyak 8 kali, sampai kemudian berkembang menjadi kasta pekerja, prajurit dan calon laron (Nandika dkk, 2003).

Rayap bertubuh lunak dan berwarna putih. Sayap depan dan belakang ukurannya hampir sama dan diletakkan datar diatas abdomen pada waktu beristirahat. Bila sayap rayap terputus sepanjang sutera, hanya meninggalkan dasar sayap atau potongan yang menempel pada thoraks. Abdomen pada rayap lebih berhubungan dengan thoraks, kasta yang mandul (pekerja dan serdadu) pada rayap terdiri dari 2 kelamin. Kasta – kasta reproduktif terbentuk dari telur yang dibuahi (Borror dkk, 1992).

Kepala berwarna kuning, antena, labrum dan pronotum kuning pucat. Bentuk kepala bulat ukuran panjang sedikit lebih besar daripada lebarnya. Antena terdiri dari 15 segmen. Mandibel berbentuk seperti arit dan melengkung diujungnya, batas antara sebelah dalam dari mandibel kanan sama sekali rata. Panjang kepala dengan mandibel 2,46-2,66 mm, panjang mandibel tanpa kepala 1,40-1,44 mm dengan lebar pronotum 1,00-1,03 mm dan panjangnya 0,56 mm, panjang badan 5,5-6 mm. Bagian abdomen ditutupi dengan rambut yang menyerupai duri. Abdomen bewarna putih kekuning-kuningan (Nandika dkk,2003).


(22)

Kasta Rayap

Masyarakat rayap terdiri atas kelompok - kelompok yang disebut kasta. Masing – masing kasta mempunyai tugas sendiri - sendiri yang dilakukan dengan tekun selama hidup mereka, demi untuk kepentingan kesehjateraan, keamanan dan kelansungan hidup seluruh masyarakatnya (Hasan, 1986).

1. Kasta reproduktif

Terdiri atas reproduktif primer dan reproduktif suplementer. Kasta reproduktif primer adalah pasangan ratu dan raja yang merupakan pasangan pendiri koloni, ukuran ratu lebih besar dari raja. Kasta ini keluar meninggalkan sarang (swarming) dan disebut juga dengan laron. Kasta reproduktif primer mempunyai sepasang sayap dan mata majemuk yang jelas dan warnanya agak tua. Pada musim-musim tertentu kasta ini dihasilkan dalam jumlah yang cukp banyak (Hasan, 1986).

Kasata reproduktif suplementer adalah individu jantan dan betina, mempunyai tonjolan sayap, warnanya kurang tua dari kasta reproduktif primer dan matanya lebih kecil. Rayap suplementer terbentuk dari nimfa-nimfa dan mencapai kematangan kelamin tanpa mencapai tahap-tahap dewasa, bersayap penuh dan tanpa meninggalkan sarang. Kasta ini bertugas mengganti segmen antenanya. Biasanya dalam stadia nimfa, rayap mengalamin instar 5-8 kali. Setelah mengalami stadia nimfa, rayap memasuki stadia imago atau dewasa (Hasan, 1986).

2. Kasta prajurit

Kasta prajurit berbeda dari kasta – kasta lainnya karena perkembangan kepala dan mandibulanya. Jumlah prajurit dalam satu koloni biasanya tidak lebih dari 100% (Hasan, 1984). Kasta ini ditandai dengan bentuk tubuh kekar karena penebalan kulitnya agar mampu


(23)

melawan musuh dalam rangka tugasnya mempertahankan kelangsungan hidup koloninya. Mereka berjalan hilir mudik diantara para pekerja yang sibuk mencari dan mengangkut makanan (Tarumingkeng, 2001).

Gambar 3. Kasta Prajurit 3. Kasta Pekerja

Kasta ini membentuk sebagian besar koloni rayap. Tidak kurang dari 80% populasi dalam koloni merupakan individu – individu pekerja (Tarumingkeng, 2001). Kasta pekerja terdiri dari nimfa dan dewasa yang steril, memiliki warna yang pucat dan mengalami penebalan di bagian kutikula, tanpa sayap dan biasanya tidak memiliki mata, memiliki mandible yang relative kecil (Borror and De Long, 1971). Pada rayap terjadian pembagian polimorfismenya artinya di dalam satu spesies terdapat bermacam – macam bentuk dan tugas yang berbeda. Rayap hidup berkoloni, dalam koloni terdapat pembagian tugas kerja yaitu :

1. Ratu, yakni laron (rayap betina fertil) biasanya tubuh gemuk dan tugasnya adalah bertelur.

2. Raja, yaitu laron (rayap jantan fertil) yang tugasnya melestarikan keturunan.

3. Pekerja, rayap yang bertugas member makan ratu dan raja serta menjaga sarang dari

kerusakan. Sifat rayap pekerja dan serdadu bersifat steril (Tarumingkeng, 2001).


(24)

Perilaku Rayap

Semua rayap makan kayu dan bahan berselulosa, tetapi perilaku makan (feeding behavior ) jenis-jenis rayap bermacam-macam. Hampir semua jenis kayu potensial untuk dimakan rayap. Memang ada yang relatif awet seperti bagian teras dari kayu jati tetapi kayu jati kini semakin langka. Untuk mencapai kayu bahan bangunan yang terpasang rayap dapat "keluar" dari sarangnya melalui terowongan-terowongan atau liang-liang kembara yang dibuatnya. Bagi rayap subteran (bersarang dalam tanah tetapi dapat mencari makan sampai jauh di atas tanah), keadaan lembab mutlak diperlukan. Hal ini menerangkan mengapa kadang-kadang dalam satu malam saja rayap Macrotermes dan Odontotermes telah mampu menginvasi lemari buku di rumah atau di kantor jika fondasi bangunan tidak dilindungi. Sebaliknya, rayap kayu kering (Cryptotermes) tidak memerlukan air (lembab) dan tidak berhubungan dengan tanah. Juga tidak membentuk terowongan-terowongan panjang untuk menyerang obyeknya. Mereka bersarang dalam kayu, makan kayu dan jika perlu menghabiskannya sehingga hanya lapisan luar kayu yang tersisa, dan jika di tekan dengan jari serupa menekan kotak kertas saja (Tarumingkeng, 2007).

Pola perilaku rayap adalah kriptobiotik atau sifat selalu menyembunyikan diri, mereka hidup didalam tanah dan bila akan invasi mencari objek makanan juga menerobos di bagian dalam, bila terpaksa harus berjalan dipermukaan yang terbuka, mereka membentuk pipa pelindung dari bahn tanah atau humus (Tarumingkeng, 2004).

Setiap koloni rayap mengembangkan karakteristik tersendiri berupa bau yang kas untuk membedakannya dengan koloni yang lain. Rayap dapat menemukan sumber makanan karena mereka mampu untuk menerima dan menafsirkan setiap ransangan bau yang esensial bagi kehidupannya. Bau yang dapat dideteksi rayap berhubungan dengan sifat kimiawi feromonnya sendiri (Borror dkk, 1992).


(25)

Sistem Sarang

Membuat sarang dan hidup di dalam sarang merupakan karakteristik dari serangga social. Beberapa jenis rayap membuat sarangnya dalam bentuk lorong – lorong di dalam kayu atau atau lorong - lorong dalam tanah, tetapi jenis rayap tertentu sarangnya membentuk bukit - bukit dengan konstruksi sarang yang sangat kokoh dan sangat luas (Nandika dkk, 2003).

Berdasarkan lokasi sarang utama atau tempat tinggalnya, rayap perusak kayu dapat digolongkan dalam tipe-tipe berikut :

1. Rayap pohon, yaitu jenis-jenis rayap yang menyerang pohon yang masih hidup, bersarang dalam pohon dan tak berhubungan dengan tanah. Contoh yang khas dari rayap ini adalah Neotermes tectonae (famili Kalotermitidae), hama pohon jati.

2. Rayap kayu lembab, menyerang kayu mati dan lembab, bersarang dalam kayu, tak berhubungan dengan tanah. Contoh : Jenis-jenis rayap dari genus Glyptotermes

(Glyptotermes spp., famili Kalotermitidae).

3. Rayap kayu kering, seperti Cryptotermes spp. (famili Kalotermitidae), hidup dalam kayu mati yang telah kering. Hama ini umum terdapat di rumah-rumah dan perabot-perabot seperti meja, kursi dsb. Tanda serangannya adalah terdapatnya butir-butir ekskremen kecil berwarna kecoklatan yang sering berjatuhan di lantai atau di sekitar kayu yang diserang. Rayap ini juga tidak berhubungan dengan tanah, karena habitatnya kering.

4. Rayap subteran, yang umumnya hidup di dalam tanah yang mengandung banyak bahan kayu yang telah mati atau membusuk, tunggak pohon baik yang telah mati maupun masih hidup. Di Indonesia rayap subteran yang paling banyak merusak adalah jenis-jenis dari famili Rhinotermitidae. Terutama dari genus Coptoterme s (Coptotermes spp.) dan

Schedorhinotermes. Perilaku rayap ini mirip rayap tanah seperti Macrotermes namun perbedaan utama adalah kemampuan Coptotermes untuk bersarang di dalam kayu yang


(26)

diserangnya, walaupun tidak ada hubungan dengan tanah, asal saja sarang tersebut sekali-sekali memperoleh lembab, misalnya tetesan air hujan dari atap bangunan yang bocor.

Coptotermes pernah diamati menyerang bagian - bagian kayu dari kapal minyak yang melayani pelayaran Palembang - Jakarta. Coptotermes curvignathus Holmgren sering kali diamati menyerang pohon Pinus merkusii dan banyak meyebabkan kerugian pada bangunan.

5. Rayap tanah. Jenis-jenis rayap tanah di Indonesia adalah dari famili Termitidae. Mereka bersarang dalam tanah terutama dekat pada bahan organik yang mengandung selulosa seperti kayu, serasah dan humus. Contoh - contoh Termitidae yang paling umum menyerang bangunan adalah Macrotermes spp. (terutama M. gilvus) Odontotermes spp. dan Microtermes spp. Jenis-jenis rayap ini sangat ganas, dapat menyerang obyek-obyek berjarak sampai 200 meter dari sarangnya. Untuk mencapai kayu sasarannya mereka bahkan dapat menembus tembok yang tebalnya beberapa cm, dengan bantuan enzim yang dikeluarkan dari mulutnya. Macrotermes dan Odontotermes merupakan rayap subteran yang sangat umum menyerang bangunan di Jakarta dan sekitarnya

(Nandika dkk, 2003).

Bahan yang digunakan untuk membangun sarang sangat tergantung pada makanan dan bahan yang tersedia di habitatnya. Tanah, kotoran, dan sisa tumbuhan serta air liur merupakan bahan utama untuk pembuatan sarang. Partikel tanah yang seringkali digunakan untuk membangun sarang dan merupakan komponen yang dominan dapat diklasifikasikan menurut ukurannya, yaitu kerikil >2,00 mm, pasir kuarsa 2,0-0,2 mm, pasir halus 0,2-0,02 mm, lumpur 0,02-0,002 mm, dan liat < 0,002 mm. Sedangkan kotoran dan air liur berfungsi sebagai perekat dalam pembuatan sarang (Nandika dkk, 2003).


(27)

Pengendalian Rayap

Pengendalian rayap hingga saat ini masih mengandalkan penggunaan insektisida kimia (termisida), yang dapat diaplikasikan dalam beberapa cara yaitu melalui penyemprotan, atau pencampuran termisida dalam bentuk serbuk atau granula dengan tanah. Teknik penyuntikan pada bagian pohon atau sistem perakaran tanaman yang terserang atau dengan cara penyiraman disekitar tanaman (Nandika dkk, 2003).

Racun akut yang kebanyakan dari kelompok fosfat-organik atau organofosfat dan karbamat kurang dapat mengendalikan populasi rayap karena sifatnya yang tidak tahan lama (non persistent) di lingkungan, walaupun kekuatannya luar biasa. Salah satu contoh fosfat organic yang sering digunakan untuk soil treatment terhadap rayap penyerang bangunan adalah chlorpytifos ( Tarumingkeng, 2004).

Menurut Bakti (2004) nematoda Steinernema carpocapsae memiliki efektifitas cukup mengendalikan rayap. Umumnya nematod Steinernema carpocapsae banyak ditemukan didalam tanah, sehingga diharapkan rayap C. curvignathus yang selalu berhubungan dengan tanah akan dapat dimanfaatkan sebagai agen hayati. Pemberian nematode dengan jumlah terkecil menimbulkan 38,16% dan dengan jumlah tertinggi menimbulkan mortalitas 60,80% (Purba dkk, 2002).

Pengendalian hama terpadu (PHT) termasuk pengendalian rayap pada kelapa sawit berpedoman pada Undang- undang No.12 tahun 1992 tentang system Budidaya Tanaman, dan dalam sistem tersebut pengendalian hayati dengan memanfaatkan musuh alami hama seperti parasitoid, predator dan pathogen menjadi komponen utama, sedangkan secara kimiawi merupakan alternative terakhir (Purba dkk, 2002).

Pengumpanan adalah salah satu teknik pengendalian yang ramah lingkungan. Dilakukan dengan menginduksi racun slow action kedalam kayu umpan, dengan air trofalaksinya kayu tersebut dimakan rayap pekerja dan di sebarkan kedalam koloninya.


(28)

Teknik pengumpanan selain untuk mengendalikan juga dapat digunakan untuk mempelajari keragaman rayap tanah (Tarumingkeng, 2004).

Insektisida Nabati

Daun Nimba (Azadirachta indica)

Nimba merupakan tanaman pohon dengan tinggi 10-15 m. Batang tegak, berkayu, berbentuk bulat, permukaan kasar, dan berwarna coklat. Daun majemuk, letaknya berhadapan, berbentuk lonjong, tepi bergerigi, ujung lancip, pangkal meruncing, tulang daun menyirip, panjang 5-7 cm, lebar 3-4 cm, tangkai daun panjangnya 8-20 cm dan berwarna hijau. Bunga majemuk berkelamin du, letek diujung cabang, tangkai silindris, berwarna putih kekuningan. Buah bulat telur berwarna hijau. Biji bulat, berwarna putih, akar tunggang (Kardinan, 2004).

Ekstrak biji tanaman mimba mengandung 57 senyawa limonoid dengan zat bioaktif utama azadiraktin (C35H44O16). Senyawa aktif dari tanaman ini memiliki aktivitas insektisida, antifeedant dan penghambat perkembangan serta berpengaruh terhadap reproduksi berbagai serangga. Sediaan insektisida komersial dengan formulasi dasar ekstrak nimba (neem) telah dipasarkan di Amerika Serikat dan India. Selain bersifat sebagai insektisida, jenis-jenis tumbuhan tertentu juga memiliki sifat sebagai fungisida, virusida, nematisida, bakterisida, mitisida maupun rodentisida (Tarumingkeng, 2004).

Daun mengandung paraisin, suatu alkoloid dan komponen minyak atsiri mengandung senyawa sulfida. Nimba juga memiliki efek anti serangga atau insektisida. Keracunan dapat menyebabkan iritasi mata dan jaringan lunak, serta kemungkinan sebagai penyebab konjugtivitas dan inflamasi (Situmorang, 1990).


(29)

Gambar 4. Daun Nimba Daun Mengkudu (Morinda citrifolia)

Tanaman mengkudu berbentuk pohon dengan tinggi dapat mencapai 8 m. Mengkudu banyak dimanfaatkan sebagai pewarna dan obat. Tanaman ini tumbuh ditepi pantai, dikebun, bahkan dihalaman rumah. Tanaman dapat tumbuh cepat dan menghasilkan buah pada usia 3-4 tahun. Batang pendek dan bercabang banyak. Daun tersusun berhadapan dan bertangkai pendek. Daunnya tebal, lebar dan mengkilap. Bentuk daun lonjong menyempit kearah pangkal (Mangoting dkk, 2005).

Daun dan akarnya berkasiat untuk obat sakit perut, disentri. Beberapa kasiat lain dari mengkudu dalam sediaan jus, kapsul, lulur antara lain sebagai antibiotik, antibakteri, asterioskerosis, artrisis, sakit punggung, beri-beri, kosmetik dan antikanker. Daging buah

mengkudu juga dapat diolah jadi bahan makanan berserat tinggi (Sjabana dan Bahalwan, 2002).

Salah satu kandungan mengkudu adalah antrakuinon dan scolopetin yang aktif sebagai mikroba, terutama bakteri dan jamur. Senyawa antrakuinon dapat melawan bakteri

Staphylococcus, Bacillus subtilis dan E. coli. senyawa Scolopetin sangat efektif sebagai unsur anti peradangan dan anti alergi (Bangun dan Sarwono, 2002).


(30)

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Hama Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan. Dengan ketinggian tempat ± 25 Meter diatas permukaan laut. Pelaksanaan penelitian dilaksanakan pada bulan Mei 2010 – Juni 2010

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain rayap, kayu lapuk, daun mengkudu, daun nimba, detergen, air.

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah stoples kain kasa, karet gelang, handsprayer, gelas ukur, label nama dan kuas, blender, timbangan dan alat tulis.

Metode Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) Non Faktorial terdiri dari 7 perlakuan 3 ulangan yaitu

1. A0: Kontrol (Tanpa Perlakuan)

2. A1: Dosis Daun Mengkudu 20 gr/Liter air 3. A2: Dosis Daun Mengkudu 30 gr/Liter air 4. A3: Dosis Daun Mengkudu 50 gr/Liter air 5. A4: Dosis Daun Nimba 20 gr/Liter air 6. A5: Dosis Daun Nimba 30 gr/Liter air 7. A6: Dosis Daun Nimba 50 gr/Liter air


(31)

Jumlah Perlakuan : 7 Jumlah Ulangan : 3 Jumlah Keseluruhan : 21 Jumlah Rayap Dalam Toples : 25 ekor Jumlah rayap yang diperlukan: 625 ekor

Model Linier yang digunakan dalam Rancangan Acak Lengkap (RAL) non faktorial adalah sebagai berikut :

Yij = µ + i + €ij ; i = 1, 2, ...t

j = 1, 2, ...r

Keterangan :

Yij =Hasil pengamatan perlakuan pada taraf ke-j dengan ulangan ke-i µ = Nilai tengah sebenarnya

Ti = Pengaruh (efek) perlakuan ke-i

€ij = Efek acak pada perlakuan ke-I,ulangan ke-j Pelaksanaan Penelitian

Persiapan Media

Media tanah yang terdapat disekitar sarang rayap dan kayu lapuk, dikeringkan kemudian dimasukkan ke dalam stoples yang telah disediakan. Stoples diisi dengan tanah dan kayu sebanyak ¼ dari tinggi stoples.

Pengambilan Rayap di Lapangan

Pengambilan rayap dilakukan dengan mencangkul sarang rayap di atas tanah yang berupa gundukan di sekitar tanaman yang sudah lapuk. Kemudian diambil koloni rayap dan dibawa ke laboratorium.


(32)

Rayap – rayap yang telah diambil dari lapangan kemudian dimasukkan ke dalam stoples yang telah disediakan berisi tanah dan kayu lapuk dan setiap perlakuan berisi 25 rayap. Setelah rayap dimasukkan ke dalam stoples lalu ditutup dengan menggunakan kain kasa dan diikat dengan menggunakan karet gelang. Sebaiknya media diletakkan ditempat yang aman agar terhindar dari faktor – faktor luar.

Kemudian rayap tersebut diaplikasikan dengan menggunakan insektisida nabati sesuai dengan dosis yang telah ditentukan. Kemudian dilakukan pengamatan setelah aplikasi setiap 2 menit sekali sampai seluruh rayap mati. Jumlah rayap yang dibutuhkan 625 ekor.

Penyediaan Daun Mengkudu dan Daun Nimba

Daun mengkudu dan nimba disediakan masing – masing 20 gr, 30 gr, dan 50 gr sesuai dengan perlakuan. Daun yang digunakan adalah daun muda yang terdapat pada pucuk tanaman, kemudian dibersihkan dengan air. Lalu yang sudah bersih itu diblender hingga halus, kemudian dicampurkan kedalam 1 L air lalu ditambahkan detergen sebanyak 5 gr dan diendapkan selam 24 jam. Kemudian disaring dengan kain halus lalu disemprotkan sesuai dengan perlakuan.

Aplikasi Insektisida

Diambil kayu yang terserang oleh rayap tersebut kemudian dimasukkan kedalam stoples. Lalu disemprotkan kayu yang terserang rayap itu dengan ekstrak daun mengkudu dan ekstrak daun nimba sesuai dengan perlakuan masing – masing.


(33)

Parameter Pengamatan

Persentase kematian rayap (Mortalitas)

Pengamatan dilakukan dengan mengamati langsung selisih antara populasi serangga yang hidup dan mati. Persentase kematian rayap dihitung dengan menggunakan rumus :

M = x 100% b

a a

+

Keterangan :

M = Persentase Mortalitas a = Jumlah rayap diamati b = Jumlah rayap mati

Pengamatan dilakukan 1 minggu, 2 minggu, 3 minggu, dan 4 minggu setelah aplikasi.

Persentase Susut Bobot Bahan

Persentase susut bobot bahan dapat dihitung pada 4 minggu setelah aplikasi (MST).

Persentase Susut bobot = x 100% a

b -a

Keterangan : a = Berat awal b = Berat akhir


(34)

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. Persentase Mortalitas Rayap (%)

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa ekstrak daun mengkudu dan daun nimba menunjukkan perbedaan yang sangat nyata pada tingkat yang berbeda terhadap mortalitas C. curvinagthus setelah 2 minggu setelah aplikasi sampai dengan 4 minggu setelah aplikasi (MST). Perbedaan efektifitas tingkat konsentrasi kedua ekstrak tersebut terhadap mortalitas imago C. curvinagthus dapat dilihat dari pada Tabel 1.

Tabel 1. Persentase Mortalitas Rayap pada setiap taraf perlakuan pada Pengamatan 1, 2, 3, 4 MSA

Keterangan: Angka-angka yang diikutui oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf P= 0,05 menurut uji jarak duncans

Pada tabel 1 pengamatan 1 minggu setelah aplikasi (MSA) terlihat bahwa persentase mortalitas rayap tertinggi pada perlakuan daun nimba 50 gr/L air (A6) yang berbeda perlakuan dengan yang lainnya. Sedangkan perlakuan A2 tidak berbeda nyata dengan daun nimba 30 gr/L (A5) tetapi berbeda nyata dengan perlakuan lain

Perlakuan A6 pada tabel 1 pengamatan 1 MST memberikan persentase kematian rayap tertinggi yaitu 41,33%, kemudian perlakuan A1 dan A5 sebesar 17,33%, perlakuan A4

Perlakuan Minggu Setelah Aplikasi

I II III IV

A0(kontrol) 0.00c 0.00c 0.00c 0.00c A1(daun mengkudu 20 gr/L) 17.33b 25.33b 32.00b 40.00a A2(daun mengkudu 30 gr/L) 25.33a 36.00a 37.33b 50.67a A3(daun mengkudu 50 gr/L) 32.00a 37.33a 50.67a 53.33a A4(daun nimba 20 gr/L) 20,00b 25,33b 30,67b 36,00a A5(daun nimba 30 gr/L) 17.33b 24.00b 29.33b 38.67b A6(daun nimba 50 gr/L) 41,33a 50,67a 56,00a 62,67a


(35)

sebesar 20,00, perlakuan A2 sebesar 25,33, perlakuan A3 sebesar 32,00 sedangkan perlakuan A0 (kontrol) tidak menimbulkan kematian pada rayap. Hal ini disebabbkan karena perbedaan konsentrasi masing-masing perlakuanyang dapat mengurangi mekanisme kecepatan kematian pada rayap.

Dari tabel 1 diatas persentase mortalitas C. curvinagthus menunjukkan perbedaan yang nyata untuk masing- masing ekstrak yang digunakan pada tingkat konsentrasi yang berbeda. Pada penggunaan ekstrak daun nimba mortalitas rayap tertinggi pada perlakuan A6 sebesar 62,67% ( 4 MST). Sedangkan pada perlakuan A4 penggunaan daun nimba 20 gr/L dan A5 dengan perlakuan daun nimba 30 gr/L memiliki persentase mortalitas yang hampir sama yaitu 37,33% dan menunjukkan perbedaan tidak nyata untuk perlakuan tersebut. Hal ini disebabkan pada tingkat konsentrasi yang tinggi dapat menghambat perkembangan tubuh inangnya. Hal ini didukung oleh Tarumingkeng (2004) yang menyatakan bahwa tanaman ini memiliki aktivitas insektisida, antifedant dan penghambat perkembangan serta berpengaruh terhadap reproduksi berbagai serangga.

Pada penggunaan daun nimba persentase mortalitas rayap tertinggi terdapat pada A3 dengan perlakuan 50 gr/L yaitu sebesar 53,33% dan yang terendah pada perlakuan A1 dengan perlakuan 20 gr/L yaitu sebesar 40% (MSA). Untuk penggunaan daun mengkudu tingkat keefektifitas ekstrak tersebut pada konsentrasi 50 gr/L.

Pada semua perlakuan didapat mortalitas rayap yang tertinggi terdapat pada perlakuan A6 yaitu dengan menggunakan daun nimba 50 gr/L sebesar 62,67%. Hal ini berarti daun nimba lebih efektif dalam mengendalikan rayap dibandingkan dengan daun mengkudu. Menurut Situmorang (1990) menyatakan bahwa nimba memiliki efek anti serangga atau insektisida. Keracunan dapat menyebabkan iritasi mata atau jaringan lunak, serta kemungkinan menghambat konjugtivitas dan inflamasi.


(36)

Gambar 5. Histogram Persentase mortalitas Imago C. curvignathus untuk setiap waktu pengamatan

Gambar menjelaskan bahwa konsentrasi yang berbeda menghasilkan mortalitas larva yang berbeda. Diantara semua perlakuan, mortalitas rayap tertinggi terdapat pada perlakuan A6 yaitu daun nimba 50 gr/L sebesar 62,67% pada pengamatan 4 MSA, kemudian A3 yaitu daun mengkudu 50 gr/L sebesar 53,33%. Dalam hal ini penggunaan daun nimba sangat efektif dalam mengendalikan rayap. Hal ini sesuai dengan literatur Situmorang (1990) yang menyatakan bahwa nimba juga memiliki efek anti serangga atau insektisida. Keracunan dapat menyebabkan iritasi mata dan jaringan lunak, serta kemungkinan sebagai penyebab konjugtivitas dan inflamasi. Selain bersifat sebagai insektisida, jenis-jenis tumbuhan tertentu juga memiliki sifat sebagai fungisida, virusida, nematisida, bakterisida, mitisida maupun rodentisida.

2. Persentase Susut Bobot

Pengaruh terhadap susut bobot bahan pada setiap perlakuan menghasilkan pengaruh yang sangat nyata (Tabel 2). Hasil uju jarak Duncan dan besarnta persentase susut bobot

0,00 10,00 20,00 30,00 40,00 50,00 60,00 70,00

A0 A1 A2 A3 A4 A5 A6

Histogram Persentase Mortalitas C. curvinagthus

Minggu Setelah Aplikasi I Minggu Setelah Aplikasi II Minggu Setelah Aplikasi III Minggu Setelah Aplikasi IV


(37)

bahan pada masing-masing perlakuan selama pengamatan dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 2. Rataan persentase susut bobot bahan (%)/200gr

Perlakuan Rataan A0 8,80 A1 6,78 A2 6,22 A3 5,17 A4 7,42 A5 6,45 A6 3,88

Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf P= 0,05 menurut uji jarak Duncan

Dari tabel 2 dapat kita ketahui bahwa pengamatan terhadap persentase susut bobot pada masing-masing perlakuan mempunyai pengaruh yang nyata. Dalam hal ini perlakuan A1 (daun mengkudu 20 gr/L), A2 (30 gr/L), A3 (50 gr/L), A4 (daun nimba 20 gr/L), A5 (30 gr/L), A6 (50 gr/L) menunjukkan hasil berbeda nyata. Dimana perlakuan A6 (daun nimba 50 gr/L) memiliki nilai persentase susut bobot yang paling rendah (3,88%). Hal ini berhubungan dengan konsentrasi yang di aplikasikan yang dapat menyebabkan kematian rayap lebih cepat mati. Sedangkan persentasesusut bobot bahan yang tertinggi adalah perlakuan A0 sebesar 8,80%. Hal ini terjadi karena tidak adanya ekstrak yang diaplikasikan kedalam makanannya, sehingga rayap masih mau makan. Hal ini sesuai dengan literatur Situmorang (1990) yang menyatakan bahwa daun mengandung paraisin, suatu alkoloid dan komponen minyak atsiri mengandung senyawa sulfida. Nimba juga memiliki efek anti serangga atau insektisida. Keracunan dapat menyebabkan iritasi mata dan jaringan lunak, serta kemungkinan sebagai penyebab konjugtivitas dan inflamasi.


(38)

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dari grafik dibawah ini.

Gambar 6: Grafik Persentase Susut Bobot Bahan 4 Minggu Setelah Aplikasi (MSA)

Dari grafik tersebut dapat kita lihat bahwa perlakuan A6 lebih efektif dibandingkan dengan perlakuan yang lainnya, yang ditandai dengan nilai susut bobot bahan yang paling rendah. Sementara A0 memiliki nilai susut bobot yang paling tinggi, sehingga kita mengetahui bahwa persentase penyusutan bobot bahan banding terbalik dengan persentase nilai mortalitas imago rayap.

0,00 2,00 4,00 6,00 8,00 10,00

A0 A1 A2 A3 A4 A5 A6

P

erl

aku

an

% Susut Bobot Bahan

Tabel 2. Persentase Susut Bobot Bahan

Ulangan I Ulangan II Ulangan III


(39)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Persentase mortalitas perlakuan daun mengkudu yang lebih efektif terdapat pada perlakuan A3 dengan konsentrasi 50 gr/L yaitu sebesar 53,33% pada pengamatan 4 MSA

2. Persentase mortalitas perlakuan daun nimba yang lebih efektif terdapat pada perlakuan A6 dengan konsentrasi 50 gr/L yaitu sebesar 62,67% pada pengamatan 4 MSA

3. Tinggi dan rendahnya konsentrasi larutan yang diaplikasikan efektif dalam mengurangi intensitas serangan

4. Persentase susut bobot bahan yang tertinggi diperoleh dari perlakuan A0 sebesar 8,80%

5. Persentase susut bobot bahan yang terendah diperoleh dari perlakuan A6 sebesar 3,88%


(40)

Ekstrak daun mengkudu dan daun nimba dapat mematikan rayap C. curvinagthus di Laboratorium, maka perlu penelitian lanjutan untuk mengetahui bagaimana

perkembangannya jika diaplikasikan dilapangan

DAFTAR PUSTAKA

Anonimus, 2007. Chitosan.

Diakses pada tanggal 2 November 2009.

, 2009a. Kelapa sawit. file:///G:/baru/Kelapa_sawit.htm2009. Diakses pada tanggal 28 Oktober 2009.

, 2009b. Peningkatan Produktivitas Kelapa Sawit Menuju Sustainable Palm Oil. Diakses pada tanggal 28 Oktober 2009.

,2009c. Peningkatan Produktivitas Kelapa Sawit Menuju Sustainable Palm Oil.

Bakti, D. 2004. Pengendalian Rayap coptotermes curvinagthus Holmgren menggunakan Nematoda steinernema carpocapsae W. Dalam skala Laboratorium. Jurnal Natur Indonesia, 6(2):81-83.

Bangun, A dan B. Sarwono., 2002.Khasiat dan Manfaat mengkudu. Agromedia Pustaka, Jakarta.

Borror, Triplehorn dan johnson. 1992. Pengenalan Pelajaran Serangga. UGM Press Yogyakarta.

Borror, Delong and. 1971. An introduction to The Study of Insects. United State of America. Ginting, C.S, Ps. Sudarto, dan Chenon. D. R., 2002. Strategi Pengendalian Rayap Pada

Kelapa Sawit di Lahan Gambut. Warta PPKS. Medan

Hasan, T. 1986. Rayap dan Pemberantasannya (Penanggulangan dan Pencegahan). Yasaguna, Jakarta.

Kalshoven, L.G.H. 1981. The Pest of Crops in Indonesia. PT. Ichtiar Baru van Hoove, Jakarta.


(41)

Mangoting, D., I. Irawan dan S. Abdullah. 2005. Tanaman Lalap Berkhasiat Obat. Penebar swadaya, jakarata.

M. Soepadiyo, dan S. Haryono., 2003. Manajemen Agrobisnis Kelapa Sawit. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Nandika, D.,Y. Rismayadi. dan F. Diba, 2003.Rayap, Biologi dan Pengendalian. Muhammadiah University Press, Surakarta.

Pahan. I, 2005. Kelapa Sawit, Manejemen Hulu Hingga Hilir. Penebar Swadaya, Jakarta. Prasetiyo, K.W. dan S. Yusuf, 2005. Mencegah dan membasmi Rayap secara Ramah

Lingkungan dan Kimiawi.

Purba, Y.R., Sudharto Ps, dan R. Desmier de Chenon.2002. Strategi Pengendalian Rayap pada Lahan Gambut.Warta PPKS. Medan Sumatera Utara.

Risza, S.,1994. Seri Budidaya Kelapa Sawit. Kanisius, Yogyakarta

Situmorang, J., 1990. Petunjyk Praktikum Pathologi Serangga. PAV. Bioteknologi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Sjabana, D dan R. Bahalwan, 2002. Mengkudu. Salemba medika, Jakarta.

Tarumingkeng, R.C., 2001. Biologi Dan Perilaku Rayap http://tumoutou.net/biologi_ dan perilaku_rayap.htm. Diakses pada tanggal 29 November 2009.

Tarumingkeng, R.C., 2004.Biologi Dan Pengendalian Rayap Hama Bangunan di Indonesia.

29 November 2009.

Tarumingkeng, R.C., 2007. Biologi Dan Perilaku Rayap.


(42)

Lampiran 1. Bagaan Percobaan

A4

A6 A0

A3

A2 A5

A6

A4

A3

A2

A0 A5

A5

A0 A6 A1 A4

A2

U

S

A3 A1


(43)

Lampiran 2. Persentase mortalitas Coptotermes curvinagthus pada 1 MSA

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III

A0 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

A1 8,00 28,00 16,00 52,00 17,33

A2 20,00 36,00 20,00 76,00 25,33

A3 20,00 40,00 36,00 96,00 32,00

A4 16,00 16,00 28,00 60,00 20,00

A5 12,00 12,00 28,00 52,00 17,33

A6 24,00 60,00 40,00 124,00 41,33

Total 100,00 192,00 168,00 460,00 Rataan 14,29 27,43 24,00 21,90

Transformasi Data Arc Sin √X

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III

A0 6,42 6,42 6,42 19,26 6,42

A1 16,43 31,95 23,58 71,96 23,99

A2 26,57 36,87 26,57 90,00 30,00

A3 26,57 39,23 36,87 102,67 34,22

A4 23,58 23,58 31,95 79,10 26,37

A5 20,27 20,27 31,95 72,48 24,16

A6 29,33 50,77 39,23 119,33 39,78

Total 149,16 209,08 196,56 554,80 Rataan 21,31 29,87 28,08 26,42

Daftar Sidik Ragam

SK dB JK KT F Hit F 0,05

Perlakuan 6 1989,47 331,58 7,14 ** 2,85

Galat 14 650,01 46,43

Total 20 2639,48

KK = 25,79% FK = 14657,54 Keterangan

: ** = Sangat Nyata * = Nyata tn = Tidak Nyata


(44)

Uji Jarak Duncan

Sy = 3,93

P 2 3 4 5 6 7 8

SSR 0.05 3,03 3,18 3,27 3,33 3,37 3,39 3,41

LSR 0.05 11,92 12,51 12,86 13,10 13,26 13,34 13,41

Perlakuan A0 A1 A5 A4 A2 A3 A6

Rataan 6,42 23,99 24,16 26,37 30,00 34,22 39,78

-5,50 11,48 11,30 12,95 16,74 20,89 26,68

a

b .c


(45)

Lampiran 3. Persentase mortalitas Coptotermes curvinagthus pada 2 MSA

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III

A0 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

A1 20,00 36,00 20,00 76,00 25,33

A2 36,00 44,00 28,00 108,00 36,00

A3 40,00 32,00 40,00 112,00 37,33

A4 24,00 20,00 32,00 76,00 25,33

A5 20,00 20,00 32,00 72,00 24,00

A6 44,00 64,00 44,00 152,00 50,67

Total 184,00 216,00 196,00 596,00 Rataan 26,29 30,86 28,00 28,38

Transformasi Data Arc Sin √X

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III

A0 6,42 6,42 6,42 19,26 6,42

A1 26,57 36,87 26,57 90,00 30,00

A2 36,87 41,55 31,95 110,37 36,79

A3 39,23 34,45 39,23 112,91 37,64

A4 29,33 26,57 34,45 90,35 30,12

A5 26,57 26,57 34,45 87,58 29,19

A6 41,55 53,13 41,55 136,24 45,41

Total 206,54 225,55 214,62 646,71 Rataan 29,51 32,22 30,66 30,80

Daftar Sidik Ragam

SK dB JK KT F Hit F 0,05

Perlakuan 6 2682,73 447,12 21,22 ** 2,85

Galat 14 294,97 21,07

Total 20 2977,70

KK = 14,91% FK = 19916,00 Keterangan

: ** = Sangat Nyata * = Nyata tn = Tidak Nyata


(46)

Uji Jarak Duncan

Sy = 2,65

P 2 3 4 5 6 7 8

SSR 0.05 3,03 3,18 3,27 3,33 3,37 3,39 3,41

LSR 0.05 8,03 8,43 8,67 8,82 8,93 8,98 9,04

Perlakuan A0 A5 A1 A4 A2 A3 A6 Rataan 6,42 29,19 30,00 30,12 36,79 37,64 45,41

a

b .c


(47)

Lampiran 4. Persentase mortalitas Coptotermes curvinagthus pada 3 MSA

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III

A0 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

A1 28,00 40,00 28,00 96,00 32,00

A2 40,00 32,00 36,00 108,00 36,00

A3 44,00 60,00 48,00 152,00 50,67

A4 32,00 24,00 36,00 92,00 30,67

A5 20,00 28,00 40,00 88,00 29,33

A6 48,00 68,00 52,00 168,00 56,00

Total 212,00 252,00 240,00 704,00 Rataan 30,29 36,00 34,29 33,52

Transformasi Data Arc Sin √X

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III

A0 6,42 6,42 6,42 19,26 6,42

A1 31,95 39,23 31,95 103,13 34,38

A2 39,23 34,45 36,87 110,55 36,85

A3 41,55 50,77 43,85 136,18 45,39

A4 34,45 29,33 36,87 100,65 33,55

A5 26,57 31,95 39,23 97,74 32,58

A6 43,85 55,55 46,15 145,55 48,52

Total 224,02 247,70 241,34 713,06 Rataan 32,00 35,39 34,48 33,96

Daftar Sidik Ragam

SK dB JK KT F Hit F 0,05

Perlakuan 6 3334,91 555,82 27,78 ** 2,85

Galat 14 280,06 20,00

Total 20 3614,97

KK = 13,17% FK = 24212,36 Keterangan

: ** = Sangat Nyata * = Nyata tn = Tidak Nyata


(48)

Uji Jarak Duncan

Sy = 2,58

P 2 3 4 5 6 7 8

SSR 0.01 3,03 3,18 3,27 3,33 3,37 3,39 3,41

LSR 0.01 7,82 8,21 8,44 8,60 8,70 8,75 8,81

Perlakuan A0 A5 A4 A1 A2 A3 A6 Rataan 6,42 32,58 33,55 34,38 36,85 45,39 48,52

a

b .c


(49)

Lampiran 5. Persentase mortalitas Coptotermes curvinagthus pada 4 MSA

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III

A0 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

A1 36,00 48,00 36,00 120,00 40,00

A2 48,00 60,00 40,00 148,00 49,33

A3 32,00 68,00 32,00 132,00 44,00

A4 36,00 32,00 44,00 112,00 37,33

A5 32,00 36,00 40,00 108,00 36,00

A6 56,00 72,00 44,00 172,00 57,33

Total 240,00 316,00 236,00 792,00 Rataan 34,29 45,14 33,71 37,71

Transformasi Data Arc Sin √X

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III

A0 6,42 6,42 6,42 19,26 6,42

A1 36,87 43,85 36,87 117,59 39,20

A2 43,85 50,77 39,23 133,85 44,62

A3 34,45 55,55 34,45 124,45 41,48

A4 36,87 34,45 41,55 112,87 37,62

A5 34,45 36,87 39,23 110,55 36,85

A6 48,45 58,05 41,55 148,05 49,35

Total 241,36 285,96 239,31 766,63 Rataan 34,48 40,85 34,19 36,51

Daftar Sidik Ragam

SK dB JK KT F Hit F 0,05

Perlakuan 6 3508,04 584,67 14,32 ** 2,85

Galat 14 571,60 40,83

Total 20 4079,63

KK = 17,50% FK = 27987,05 Keterangan

: ** = Sangat Nyata * = Nyata tn = Tidak Nyata


(50)

Uji Jarak Duncan

Sy = 3,69

P 2 3 4 5 6 7 8

SSR 0.05 3,03 3,18 3,27 3,33 3,37 3,39 3,41

LSR 0.05 11,18 11,73 12,06 12,28 12,43 12,51 12,58

Perlakuan A0 A5 A4 A1 A3 A2 A6 Rataan 6,42 36,85 37,62 39,20 41,48 44,62 49,35

a

.b .c


(51)

Lampiran 6. Persentase Susut Bobot Bahan Pada 4 MSA

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III

A0 8,74 8,85 8,81 26,40 8,80

A1 8,33 7,00 5,00 20,33 6,78

A2 8,00 5,67 5,00 18,67 6,22

A3 5,67 5,00 4,83 15,50 5,17

A4 7,65 7,40 7,20 22,25 7,42

A5 5,67 6,67 7,00 19,34 6,45

A6 4,31 3,99 3,33 11,63 3,88

Total 48,37 44,58 41,17 134,12

Rataan 6,91 6,37 5,88 6,39

Transformasi Data Arc Sin √X

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III

A0 17,20 17,31 17,27 51,77 17,26

A1 16,78 15,34 12,92 45,04 15,01

A2 16,43 13,78 12,92 43,13 14,38

A3 13,78 12,92 12,70 39,39 13,13

A4 16,06 15,79 15,56 47,41 15,80

A5 13,78 14,97 15,34 44,08 14,69

A6 11,98 11,52 10,51 34,02 11,34

Total 105,99 101,62 97,23 304,83 Rataan 15,14 14,52 13,89 14,52

Daftar Sidik Ragam

SK dB JK KT F Hit F 0,05

Perlakuan 6 64,41 10,74 8,57 ** 2,85

Galat 14 17,53 1,25

Total 20 81,94

KK = 7,71% FK = 4424,96 Keterangan

: ** = Sangat Nyata * = Nyata tn = Tidak Nyata


(52)

Uji Jarak Duncan

Sy = 0,65

P 2 3 4 5 6 7 8

SSR 0.05 3,03 3,18 3,27 3,33 3,37 3,39 3,41

LSR 0.05 1,96 2,05 2,11 2,15 2,18 2,19 2,20

Perlakuan A6 A3 A2 A5 A1 A4 A0 Rataan 11,34 13,13 14,38 14,69 15,01 15,80 17,26

a

b .c


(1)

Perlakuan Total Rataan

I II III

A

0 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

A

1 28,00 40,00 28,00 96,00 32,00

A

2 40,00 32,00 36,00 108,00 36,00

A

3 44,00 60,00 48,00 152,00 50,67

A

4 32,00 24,00 36,00 92,00 30,67

A

5 20,00 28,00 40,00 88,00 29,33

A

6 48,00 68,00 52,00 168,00 56,00

Total

212,00 252,00 240,00 704,00

Rataan

30,29 36,00 34,29 33,52

Transformasi Data Arc Sin √X

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III

A

0 6,42 6,42 6,42 19,26 6,42

A

1 31,95 39,23 31,95 103,13 34,38

A

2 39,23 34,45 36,87 110,55 36,85

A

3 41,55 50,77 43,85 136,18 45,39

A

4 34,45 29,33 36,87 100,65 33,55

A

5 26,57 31,95 39,23 97,74 32,58

A

6 43,85 55,55 46,15 145,55 48,52

Total

224,02 247,70 241,34 713,06

Rataan

32,00 35,39 34,48 33,96

Daftar Sidik Ragam

SK dB JK KT F Hit F 0,05

Perlakuan 6 3334,91 555,82 27,78 ** 2,85

Galat 14 280,06 20,00

Total 20 3614,97

KK = 13,17% FK = 24212,36 Keterangan

: ** = Sangat Nyata

* = Nyata tn = Tidak Nyata


(2)

Uji Jarak Duncan

Sy = 2,58

P 2 3 4 5 6 7 8

SSR 0.01 3,03 3,18 3,27 3,33 3,37 3,39 3,41

LSR 0.01 7,82 8,21 8,44 8,60 8,70 8,75 8,81

Perlakuan

A

0

A

5

A

4

A

1

A

2

A

3

A

6

Rataan 6,42 32,58 33,55 34,38 36,85 45,39 48,52

a

b .c


(3)

Perlakuan Total Rataan

I II III

A

0 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

A

1 36,00 48,00 36,00 120,00 40,00

A

2 48,00 60,00 40,00 148,00 49,33

A

3 32,00 68,00 32,00 132,00 44,00

A

4 36,00 32,00 44,00 112,00 37,33

A

5 32,00 36,00 40,00 108,00 36,00

A

6 56,00 72,00 44,00 172,00 57,33

Total

240,00 316,00 236,00 792,00

Rataan

34,29 45,14 33,71 37,71

Transformasi Data Arc Sin √X

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III

A

0 6,42 6,42 6,42 19,26 6,42

A

1 36,87 43,85 36,87 117,59 39,20

A

2 43,85 50,77 39,23 133,85 44,62

A

3 34,45 55,55 34,45 124,45 41,48

A

4 36,87 34,45 41,55 112,87 37,62

A

5 34,45 36,87 39,23 110,55 36,85

A

6 48,45 58,05 41,55 148,05 49,35

Total

241,36 285,96 239,31 766,63

Rataan

34,48 40,85 34,19 36,51

Daftar Sidik Ragam

SK dB JK KT F Hit F 0,05

Perlakuan 6 3508,04 584,67 14,32 ** 2,85

Galat 14 571,60 40,83

Total 20 4079,63

KK = 17,50% FK = 27987,05 Keterangan

: ** = Sangat Nyata

* = Nyata tn = Tidak Nyata


(4)

Uji Jarak Duncan

Sy = 3,69

P 2 3 4 5 6 7 8

SSR 0.05 3,03 3,18 3,27 3,33 3,37 3,39 3,41

LSR 0.05 11,18 11,73 12,06 12,28 12,43 12,51 12,58

Perlakuan

A

0

A

5

A

4

A

1

A

3

A

2

A

6

Rataan 6,42 36,85 37,62 39,20 41,48 44,62 49,35

a

.b .c


(5)

Perlakuan Total Rataan

I II III

A

0 8,74 8,85 8,81 26,40 8,80

A

1 8,33 7,00 5,00 20,33 6,78

A

2 8,00 5,67 5,00 18,67 6,22

A

3 5,67 5,00 4,83 15,50 5,17

A

4 7,65 7,40 7,20 22,25 7,42

A

5 5,67 6,67 7,00 19,34 6,45

A

6 4,31 3,99 3,33 11,63 3,88

Total

48,37 44,58 41,17 134,12

Rataan

6,91 6,37 5,88 6,39

Transformasi Data Arc Sin √X

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III

A

0 17,20 17,31 17,27 51,77 17,26

A

1 16,78 15,34 12,92 45,04 15,01

A

2 16,43 13,78 12,92 43,13 14,38

A

3 13,78 12,92 12,70 39,39 13,13

A

4 16,06 15,79 15,56 47,41 15,80

A

5 13,78 14,97 15,34 44,08 14,69

A

6 11,98 11,52 10,51 34,02 11,34

Total

105,99 101,62 97,23 304,83

Rataan

15,14 14,52 13,89 14,52

Daftar Sidik Ragam

SK dB JK KT F Hit F 0,05

Perlakuan 6 64,41 10,74 8,57 ** 2,85

Galat 14 17,53 1,25

Total 20 81,94

KK = 7,71% FK = 4424,96 Keterangan

: ** = Sangat Nyata

* = Nyata tn = Tidak Nyata


(6)

Uji Jarak Duncan

Sy = 0,65

P 2 3 4 5 6 7 8

SSR 0.05 3,03 3,18 3,27 3,33 3,37 3,39 3,41

LSR 0.05 1,96 2,05 2,11 2,15 2,18 2,19 2,20

Perlakuan

A

6

A

3

A

2

A

5

A

1

A

4

A

0

Rataan 11,34 13,13 14,38 14,69 15,01 15,80 17,26

a

b .c


Dokumen yang terkait

Uji Konsentrasi Kitosan untuk Mengendalikan Rayap (Coptotermes curvignathus Holmgren) pada Tanaman Karet di Lapangan

0 92 48

Uji Efektivitas Termitisida Nabati Terhadap Mortalitas Rayap (Coptotermes curvinagthus Holmgren)(Isoptera : Rhinotermitidae) di Laboratorium

5 52 70

“Uji Efektifitas Bacillus thuringiensis dan Beauverria bassiana (Balsamo) vuillemin Terhadap Rayap (Coptotermes curvignathus Holmgren.) (Isoptera: Rhinotermi) di Laboratorium

1 35 53

Pengendalian Rayap Coptotermes curvignatus Holmgren. (Isoptera: Rhinotermitidae) dengan Menggunakan Daun Sirsak (Annona muricata L.) pada Berbagai Jenis Umpan Di Laboratorium

1 49 74

Pengaruh Cordyceps militaris Terhadap Mortalitas Rayap (Coptotermes curvignathus Holmgren) (Isoptera: Rhinotermitidae) di Laboratorium

0 14 44

Pengaruh Cordyceps militaris Terhadap Mortalitas Rayap (Coptotermes curvignathus Holmgren) (Isoptera: Rhinotermitidae) di Laboratorium

0 0 12

Pengaruh Cordyceps militaris Terhadap Mortalitas Rayap (Coptotermes curvignathus Holmgren) (Isoptera: Rhinotermitidae) di Laboratorium

0 0 2

Pengaruh Cordyceps militaris Terhadap Mortalitas Rayap (Coptotermes curvignathus Holmgren) (Isoptera: Rhinotermitidae) di Laboratorium

0 0 3

Pengaruh Cordyceps militaris Terhadap Mortalitas Rayap (Coptotermes curvignathus Holmgren) (Isoptera: Rhinotermitidae) di Laboratorium

0 1 14

Pengaruh Cordyceps militaris Terhadap Mortalitas Rayap (Coptotermes curvignathus Holmgren) (Isoptera: Rhinotermitidae) di Laboratorium

0 0 3