Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Era Globalisasi 1 sangat erat kaitanya dengan transparansi atau keterbukaan. Transparan berarti suatu keadaan di mana kondisi suatu daerah secara mudah dapat diakses, dilihat, dan diterima oleh masyarakat di daerah lain. Akibat transparansi atau keterbukaan, maka segala pengaruh luar sangat mudah memasuki sebuah negara. Demikian pula sebaliknya, transparansi telah mempengaruhi berbagai sektor dalam kehidupan, mulai dari bidang politik, ideology, pemerintahan, ekonomi, sosial budaya, teknologi informasi, maupun pertahanan dan kemanan. Bersamaan dengan perkembangan teknologi transportasi, teknologi telekomunikasi dan komputasi juga berkembang secara lebih pesat. Perkembangan teknologi informasi ini mampu menekan kebutuhan penggunaan sarana transportasi karena dalam beberapa hal dapat dilakukan melalui komunikasi teleconference via internet. Saat ini suatu keputusan penting dapat diambil secara “real-time” dengan dukungan sistem pengambilan keputusan berbasis jaringan komputer. Sistem on-line mampu membuktikan bahwa dunia saat ini memang tanpa batas borderless. 1 Globalisasi berasal dari kata global yang secara hafiah berarti umum atau mendunia. Globalisasi merupakan suatu kondisi dimana perbedaaan jarak dan letak geografis bukan lagi menjadi penghalang untuk berkomunikasi. Para remaja di Indonesia akhir-akhir ini mulai familiar dengan globalisasi teknologi dan informasi. Terbukti dengan sudah banyaknya pengguna internet, bukan hanya para remaja, orang tua dan anak-anakpun sudah ikut tergabung. Indonesia jika dibandingkan dengan negara lain di dunia ini seperti Cina, masih tertinggal jauh. Jumlah pengguna internet di Cina naik dari tahun ke tahun. Tahun lalu, hampir 513 juta jiwa penduduk menggunakan internet. Hampir separuhnya menggunakan Weibos 2 . China Internet Network Information Center CINIC melaporkan, populasi online China merupakan yang terbanyak di dunia dan meningkat 12,2 persen pada tahun sebelumnya. Dari jumlah tersebut, 48,7 persen atau hampir 250 juta orang menggunakan weibos, dibandingkan hanya sekitar 63.1 juta pada akhir tahun 2010. 3 . Perkembangan gadget saat ini sangat luar biasa, bahkan penggunannya sudah merambah jauh ke desa dan menghilangkan batas usia pemakainya. Gadget adalah suatu peranti atau instrumen yang memiliki tujuan dan fungsi praktis spesifik yang berguna yang umumnya diberikan terhadap sesuatu yang baru. Contohnya, komputer merupakan alat elektronik yang memiliki pembaruan berbentuk gadget, yaitu laptop atau notebook atau netbook dan telepon rumah merupakan alat elektronik yang memiliki pembaruan berbentuk gadget, yaitu handphone. Gadget adalah sebuah obyek alat atau barang elektronik teknologi yang memiliki ukuran kecil dari biasanya yang memilki fungsi khusus, tetapi sering dikatakan sebagai sebuah inovasi atau barang baru. Gadget kadang 2 adalah sebuah situs microblogging Cina. Mirip dengan hibrida dari Twitter dan Facebook, ini adalah salah satu situs paling populer di Tiongkok. 3 http:www.republika. co.idberita internasionalglobal diakses 10 Mei 2015 juga disebut dengan gizmos. Memiliki gadget tentu sah dan tidak salah, gadget kini bukan lagi menjadi barang tersier, bahkan untuk sebagian orang telah mejadi kebutuhan primer. Gadget boleh saja disebut pelengkap, dengan fungsi melengkapi kehidupan profesional dan keseharian manusia. Kesalahan terjadi apabila gadget beralih fungsi menjadi esensi dalam hidup. Gadget ini mempengaruhi hampir seluruh aspek kehidupan manusia. Berbicara masalah pengaruh gadget ada yang positif dan ada yang negatif terhadap remaja Indonesia. Pengaruh atau dampak positifnya yaitu sangat memudahkan remaja pelajar hingga mahasiswa dalam melakukan kegiatan mencari informasi. Selain itu remaja dapat belajar mengembangkan ketrampilan teknis dan sosial yang sangat dibutuhkan di era digital seperti sekarang ini. Mereka akan belajar beradaptasi, bersosialisasi dengan publik dan memperluas pertemanan berkat situs jejaring social meskipun sebagian besar diantara mereka tidak pernah bertemu secara langsung. Gadget juga memudahkan untuk menyelesaikan tugas-tugas secara cepat, dan dapat digunakan sebagai media berbisnis secara online. Remaja perlu mengikuti perkembangan zaman dalam era globalisasi ini, sehigga tidak menjadi gaptek gagap teknologi , apalagi dengan ukuran yang terbilang kecil sehingga mudah dibawa kemana-mana membuat gadget seolah-olah sebuah barang yang tidak terpisahkan dari pemiliknya. Selain memiliki dampak positif, Gadget juga memiliki dampak negatif bagi remaja Indonesia sebagai pengguna gadget. Banyak yang menganggap gadget tersebut adalah sebagian dari hidup mereka, sehingga dimanapun mereka sering membawa Smart Phone-nya. Seringkali uang dihabiskan untuk memenuhi kebutuhan gengsi semata. Jadilah remaja sebagai budak gadget. Selain itu gadget dapat menyebabkan unsocial condition, yaitu seorang remaja tidak mau bermain bersama teman maupun lingkungan sekitarnya. Adanya gadget membuat remaja dapat mengurung diri karena asik dengan segala aplikasi permainan di dalamnya, remaja juga susah untuk berkreatif serta menjadi malas belajar dan berkomunikasi di dunia nyata. Tingkat pemahaman bahasapun menjadi terganggu karena remaja yang eksis di dunia maya tidak memiliki aturan ejaan dan tata bahasa di situs jejaring sosial. Hal ini membuat mereka semakin sulit untuk membedakan antara berkomunikasi di situs jejaring sosial dan di dunia nyata 4 . Menurut Krech, Crutchfield, dan Ballachey dalam Rusli Ibrahim, perilaku sosial seseorang itu tampak dalam pola respons antar orang yang dinyatakan dengan hubungan timbal balik antar pribadi. Sama halnya dengan yang diutarakan oleh Baron dan Byrne dalam Rusli Ibrahim, bahwa perilaku sosial juga identik dengan reaksi seseorang terhadap orang lain. 4 http:rizkawhy.blogspot.co.id201309dampak-gadget-terhadap-perilaku- remaja.html diakses Selasa, 26 April 2016 Kedua hal di atas berkaitan dengan manusia. Manusia sebagai pengguna gadget dan juga manusia adalah makhluk hidup yang senantiasa berperilaku di dalam kehidupan social karena disamping manusia merupakan makhluk individu, manusia juga termasuk makhluk sosial. Dalam perkembangannya, gadget yang dulunya cenderung hanya dapat dimiliki oleh kaum borju karena harganya yang relatif mahal saat itu. Kini mulai dapat dimiliki oleh siapa saja karena harga gadget mulai beragam, bahkan tukang becak pun memiliki handphone untuk berkomunikasi dengan pelanggannya. Segala hal yang bertemakan pembaruan, pasti memiliki nilai praktis. Akan tetapi, tidak akan terlepas dari dampak baik dan buruk yang timbulkannya. Perkembangan gadget yang semakin pesat memang harus diwaspadai, terutama dengan munculnya istilah gadget mania atau julukan bagi pecandu gadget. Seperti yang kita ketahui, kita sedang berada dalam era globalisasi, tentunya tidak sulit untuk menemukan para gadget mania yang sudah merajalela ke semua kalangan.Menurut salah satu pakar teknologi informasi dari Institut Teknologi Bandung ITB, Dimitri Mahayana: sekitar 5-10 persen gadget mania atau pecandugadget terbiasa menyentuh gadget nya sebanyak 100-200 kali dalam sehari. Jika waktu efektif manusia beraktivitas 16 jam atau 960 menit sehari, dengan demikian orang yang kecanduan gadget akan menyentuh perangkatnya itu 4,8 menit sekali. Di Indonesia, demam perangkat ini sudah berlangsung sejak 2008, tepat ketika Facebook naik daun dan penetrasi telefon seluler di negeri ini melewati angka 50 persen. Indonesia kini bahkan telah menjadi salah satu negara dengan pengguna Facebook dan Twitter terbesar di dunia, yang penggunanya masing-masing mencapai 51 juta dan 19,5 juta orang.Ini adalah kenikmatan penduduk dunia abad ke-21. Jarak dan waktu bagaikan terbunuh oleh kemajuan teknologi informasi semacam ini. Seorang pecandu gadget akan sulit untuk menjalani kehidupan nyata, misalnya mengobrol. Perhatian seorang pecandu gadget hanya akan tertuju kepada dunia maya. Dan bahkan jika dia dipisahkan dengan gadget , maka akan muncul perasaan gelisah.Bahkan diperkirakan 80 persen pengguna gadget di Indonesia memiliki perilaku seperti itu. Mereka tidak tahan jika harus berlama-lama berpisah dengan gadget nya. Hanya sepuluh persen saja pengguna gadget di Indonesia yang mampu membatasi penggunaan gadget di saat-saat tertentu. Sebagian dari kita berdalih bahwa kebutuhan mereka akan gadget berhubungan dengan keperluan pekerjaan. Argumen ini mungkin benar, karena perangkat ini memang mengandung teknologi yang memudahkan hidup manusia. Akan tetapi, kita juga harus mengakui bahwa penggunaan gadget untuk kepentingan eksistensi dan pencitraan diri porsinya bisa jauh lebih besar ketimbang untuk kepentingan pekerjaan. Salah satu psikolog berpendapat tentang efek candu yang di timbulkan gadget bisa berupa gangguan komunikasi verbal dalam berkomunikasi secara langsung di dalam masyarakat dan juga dalam tingkatan yang lebih tinggi dapat membuat individu menjadi hiperealitas. Hiperealitas adalah kecenderungan membesarkan sebagian fakta dan sekaligus menyembunyikan fakta lain atau tanda lenyapnya realitas atau objek representasi digantikan dengan hal-hal yang bersifat fantasi, fiksi dan halusinasi. Apabila individu pengguna gadget terjangkit dalam hiperealitas maka ia akan kehilangan makna interaksi sosial 5 . Panti Asuhan sebagai lembaga yang menampung anak-anak yatim, piyatu, yatim piyatu dan dhuafa sudah saatnya memiliki peran lebih dari sekedar menjadi tempat penampungan tetapi meningkat menjadi tempat pembentukan karakter Islami yang kuat. Menyiapkan anak-anak asuhnya tidak hanya mendapatkan kasih sayang dan pendidikan formal tetapi yang lebih penting dari itu semua yaitu memiliki kompetensi religiusitas yang baik sebagai daya filter dari derasnya arus globalisasi teknologi dan informasi yang pada gilirannya akan membawa mashlahat dan tidak mendatangkan madlarat. Panti Asuhan Keluarga Yatim Muhammadiyah PAKYM Surakarta didirikan sebagai upaya untuk membantu anak – anak yatim agar tidak putus sekolah dan untuk bisa melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi. PAKYM berusaha untuk menerima anak yatim dari daerah manapun di wilayah Indonesia yang memang membutuhkan dan siap 5 httppanduputrabuana.blogspot.co.id diakses Selasa, 26 April 2016 tinggal di asrama 6 . Hal ini membawa dampak beragamnya tingkat kemampuan anak dalam hal pemahaman agama dan perbedaan perilaku. Diketahui bahwa latar belakang keluarga mereka berbeda-beda, sehingga menuntut seorang pengasuh untuk memahami dan mengerti psikologi perkembangan anak-anak yang di asuhnya. Pengetahuan dan penguasaan pengasuhan tidak cukup kalau tidak diimbangi dengan penanaman aqidah yang baik dan kuat. Faktor aqidah menjadi sangat mendasar untuk di sampaikan kepada anak-anak karena aqidah ini akan membetengi mental dan sikap mereka dalam berkehidupan bermasyarakat. Oleh karena itu, PAKYM memberikan pendidikan dan pembinaan agama kepada santri agar memiliki pemahaman yang benar dan aqidah yang kuat sehingga terhindar dari kerusakan moral sebagaimana terjadi pada kalangan remaja sekarang. Pendidikan dan pembinaan agama yang dilakukan di Panti Asuhan di lakukan secara rutin dan terjadwal. Materi yang diajarkan dalam forum pembinaan santri oleh pengasuh adalah materi-materi agama dan keMuhammadiyahan. Panti Asuhan Keluarga Yatim Muhammadiyah Surakarta dalam perkembangannya, mengajarkan berbagai tambahan pelajaran sebagai bekal santri meniti kehidupan di masyarakat nantinya. Diantara pelajaran yang diberikan yaitu membaca Al- Qur’an, kajian kitab 6 Tim penyusun, Profil PAKYM, Solo: TP, 2014, hlm. 7. riyadhus sholihin , bahasa arab, pidato, qiro’ah, tapak suci, tahfidz dan musik Islami, tenis meja, futsal dan voly. Kondisi santri Panti Asuhan Keluarga Yatim Muhammadiyah Surakarta yang berasal dari berbagai daerah, rentang usia yang berbeda dan tingkat pemahaman terhadap agama dan kematangan sikap atau perilakunya yang berbeda inilah yang mendorong penulis untuk meneliti bagaimanakah kadar religiusitas santri Panti Asuhan Keluarga Yatim Muhammadiyah Surakarta saat ini.

B. Rumusan Masalah

Dokumen yang terkait

PEMBUATAN DATABASE BANGUNAN PANTI ASUHAN KELUARGA YATIM MUHAMMADIYAH (PAKYM) SURAKARTA

0 3 7

KADAR RELIGIUSITAS SANTRI PANTI ASUHAN KELUARGA YATIM MUHAMMADIYAH SURAKARTA TAHUN 2015 Kadar Religiusitas Santri Panti Asuhan Keluarga Yatim Muhammadiyah Surakarta Tahun 2015.

0 3 16

KADAR RELIGIUSITAS SANTRI PANTI ASUHAN KELUARGA YATIM MUHAMMADIYAH SURAKARTA TAHUN 2015 Kadar Religiusitas Santri Panti Asuhan Keluarga Yatim Muhammadiyah Surakarta Tahun 2015.

0 2 16

HUBUNGAN ANTARA RELIGIUSITAS DENGAN RESILIENSI PADA REMAJA DI PANTI ASUHAN KELUARGA YATIM Hubungan Antara Religiusitas Dengan Resiliensi Pada Remaja Di Panti Asuhan Keluarga Yatim Muhammadiyah Surakarta.

0 2 17

PENDAHULUAN Hubungan Antara Religiusitas Dengan Resiliensi Pada Remaja Di Panti Asuhan Keluarga Yatim Muhammadiyah Surakarta.

0 2 9

HUBUNGAN ANTARA RELIGIUSITAS DENGAN RESILIENSI Hubungan Antara Religiusitas Dengan Resiliensi Pada Remaja Di Panti Asuhan Keluarga Yatim Muhammadiyah Surakarta.

0 1 18

PENDAHULUAN Hubungan Antara Self-Esteem Dengan Resiliensi Pada Remaja Di Panti Asuhan Keluarga Yatim Muhammadiyah Surakarta.

0 2 9

HUBUNGAN RELIGIUSITAS DENGAN KEBERMAKNAAN HIDUP PADA SANTRI PANTI ASUHAN KELUARGA YATIM Hubungan Religiusitas Dengan Kebermaknaan Hidup Pada Santri Panti Asuhan Keluarga Yatim Muhammadiyah Surakarata.

0 0 15

PENDAHULUAN Hubungan Religiusitas Dengan Kebermaknaan Hidup Pada Santri Panti Asuhan Keluarga Yatim Muhammadiyah Surakarata.

2 15 16

HUBUNGAN RELIGIUSITAS DENGAN KEBERMAKNAAN HIDUP PADA SANTRI PANTI ASUHAN KELUARGA YATIM Hubungan Religiusitas Dengan Kebermaknaan Hidup Pada Santri Panti Asuhan Keluarga Yatim Muhammadiyah Surakarata.

0 1 14