Terapi Kusta Reaksi Kusta

24 kemampuan penularan kuman dan menilai hasil pengobatan Job dan Ponnaiya, 2010; Noto dan Schreuder, 2010. Indeks bakteri umumnya mulai turun setelah setahun mendapatkan terapi MDT sebesar log 0,6-1,0 per tahun atau +1 per tahun dan berlanjut meskipun MDT telah dihentikan. Penurunan umumnya ditemukan lebih lambat pada kasus MB dibanding PB Mahajan, 2013. Pada penelitian yang dilakukan oleh Maghanoy dkk 2011 di Filipina, ditemukan 98 pasien kusta dengan IB yang tinggi ≥+4 masih tetap positif setelah 1 tahun pengobatan sedangkan pada pasien kusta dengan IB yang rendah +4, 74 masih ditemukan dengan IB positif setelah 1 tahun pengobatan.

2.9 Terapi Kusta

World Health Organization sejak tahun 1981 merekomendasikan penggunaan multidrug therapy MDT yang terdiri dari rifampisin, dapson dan klofasimin untuk pengobatan kusta. Pengobatan dengan MDT bertujuan untuk menurunkan insiden relaps pasca pengobatan, menurunkan efek samping serta menurunkan durasi pengobatan sehingga menurunkan biaya Pai dkk., 2010. Regimen PB terdiri atas rifampisin 600 mg sebulan sekali ditambah dapson 100 mghari selama 6 bulan. Regimen MB terdiri atas kombinasi rifampisin 600 mg sebulan sekali, dapson 100 mghari ditambah klofazimin 300 mgsebulan dengan lama pengobatan 12 bulan. Pengobatan baru yang juga efektif terhadap M. leprae meliputi minoksiklin, ofloksasin, klaritromisin, rifabutin, rifapentin, bromidoprim dan antibiotika golongan beta laktam Pai dkk., 2010; Yawalkar, 2009. 25

2.10 Reaksi Kusta

Salah satu komplikasi pada penyakit kusta yaitu adanya reaksi kusta yang dapat terjadi sebelum, selama dan sesudah pengobatan. Reaksi kusta merupakan episode inflamasi akut atau subakut yang dimediasi oleh proses imunologis pada perjalanan penyakit kusta yang bersifat kronis, yang dapat mengenai kulit, saraf, membran mukosa dan lokasi lain. Kar dan Sharma, 2010; Yawalkar, 2009. Terdapat 3 jenis reaksi kusta yaitu reaksi tipe 1, reaksi tipe 2 atau reaksi eritema nodosum leprosum ENL dan fenomena lucio Kar dan Sharma, 2010. Reaksi tipe 1 umumnya ditemukan pada kusta tipe borderline. Reaksi tipe 1 dapat bersifat upgrading reaksi reversal apabila terjadi peningkatan imunitas seluler sehingga terjadi pergeseran spektrum ke arah tuberkuloid atau downgrading apabila terjadi pergeseran spektrum ke arah lepromatosa. Pada reaksi reversal, lesi kulit yang telah ada menjadi lebih eritematosa dan dapat disertai timbulnya lesi baru. Lesi kulit dapat disertai dengan neuritis ringan hingga berat Lee dkk., 2012. Reaksi kusta tipe 2 atau ENL merupakan reaksi kusta yang dihubungkan dengan pembentukan kompleks imun antigen-antibodi pada jaringan sehingga menyebabkan terjadinya fokus inflamasi akut. Reaksi tipe 2 ini terutama sering ditemukan pada kusta tipe LL serta BL. Lesi dapat berupa papul kecil ataupun nodul berwarna kemerahan dan nyeri pada penekanan. Pada ENL yang berat berat dapat disertai dengan gangguan saraf, gejala sistemik dan gangguan pada organ lain Bryceson, 1990; Kar dan Sharma, 2010; Lee dkk., 2012. 26 Fenomena lusio merupakan reaksi yang ditemukan pada penderita kusta lusio diawali dengan terbentuknya plak merah kebiruan dengan halo eritematosa yang selanjutnya berkembang menjadi infark hemoragik pada bagian tengah tanpa atau disertai pembentukan bula Bryceson, 1990; Kar dan Sharma, 2010. 2.11 Stres Oksidatif 2.11.1 Definisi