BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan memegang peranan penting dalam mempersiapkan sumber daya manusia yang berkualitas. Pendidikan juga merupakan kunci bagi suatu
bangsa untuk bisa meraih masa depan dengan segala potensi yang ada. Oleh karena itu pendidikan hendaknya dikelola baik secara kualitas maupun kuantitas.
Hal tersebut dapat tercapai bila peserta didik dapat menyelesaikan tepat pada waktunya dengan hasil belajar yang baik. Berawal dari pemahaman tersebut,
terdapat tekad untuk membangun manusia Indonesia seutuhnya melalui proses pendidikan. Menurut Ansyar Rosada. A dan Amitya. K, 2004 proses belajar
mengajar disekolah dari pendidikan dasar hingga menengah belum menciptakan belajar yang bermakna. Akibatnya, salah satu tujuan pokok pembelajaran yaitu
untuk meningkatkan kemampuan belajar siswa belum sepenuhnya tercapai. Melalui pendidikan itulah diharapkan dapat tercapai peningkatankehidupan
manusia kearah yang lebih sempurna, baik secara kuantitatif maupun secara kualitatif.
Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada pasal 3 telah digariskan bahwa: ”
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak, serta peradaban
bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
1
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta
Bertanggung jawab. DIKBUD KBRI Tokyo, 2003 Untuk itu, diperlukan metode dan konsep belajar yang tepat. Kajian
pendidikan maupun psikologi pendidikan memberi penekanan yang penting dalam pembahasan tentang belajar dan mengajar. Salah satu factor penting dalam
meningkatkan kemampuan belajar siswa disekolah adalah dengan memproses informasi atau materi pembelajaran yang bermakna bagi siswa, akan membantu
siswa dalam memahami materi dengan mudah, dan materi yang dipelajari tersebut dapat mudah dimasukkan secara mendalam pada proses ingatan siswa. Oleh
karena itu, penciptaan suatu kondisi pembelajaran yang bermakna bagi siwa agar materi pelajaran dapat mudah diingat oleh siswa, merupakan hal yang penting
untuk menunjang peningkatan prestasi belajar siswa. Pembelajaran bermakna yang dimaksud adalah suatu pembelajaran yang memberi pengalaman siswa untuk
berbuat aktif, sehingga memudahkan siswa untuk mengingat dan memahami materi pelajaran Rosada. A dan Amitya. K, 2004
Selama ini terdapat konsepsi yang salah tentang sekolah. Menurut Zamroni Rosada. A dan Amitya. K, 2004 selama ini pendidikan sangat identik
dengan sekolah. Padahal sekolah tidak semata-mata menjadi tempat menuntut ilmu, tetapi juga menjadi tempat pembentukan kepribadian siswa agar menjadi
manusia yang berbudi luhur. Karena itu, proses pembelajaran di sekolah tidak boleh hanya berkonsentrasi untuk mendapatkan nilai tinggi tetapi harus mampu
membentuk siswa menjadi manusia seutuhnya dan mempunyai life skill memadai.
Sebenarnya, pemerintah telah mencanangkan metode belajar CBSA Cara Belajar Siswa Aktif dalam penerapan pendidikan formal. Namun dalam
prakteknya metode belajar ini menemui banyak hambatan seperti faktor kurikulum, guru, birokrasi, sehingga metode belajar CBSA tidak banyak
diterapkan disekolah-sekolah. Secara konseptual CBSA memiliki kaidah-kaidah yang serupa dengan metode belajar aktif, terutama kaidah yang menyebutkan
bahwa pusat pembelajaran adalah siswa. Namun, model pembelajaran aktif merupakan payung CBSA dengan kaidah pembelajaran yang lebih beragam
Rosada. A dan Amitya. K, 2004 Hasil penelitian yang dilakukan pada tahun 1984 oleh British Counsil
dan BP3K Depdikbud dalam proyek penerapan CBSA di Cianjur menyatakan bahwa, konsep dasar dari belajar aktif secara evolutif bisa dibagi menjadi tiga
tahap, yaitu versi Cianjur, versi ketrampilan proses dan versi konsorsium pendidikan Pardjono, 2000. Proyek Cianjur sebagai awal dari diterapkannya
prinsip belajar aktif, dimaksudkan untuk menerapkan prinsip-prinsip belajar kooperatif ke dalam proses pembelajaran di kelas agar siswa aktif, baik fisik
maupun mentalnya. Moegiadi, Tangyong Gardner Pardjono, 2001 Pendekatan versi ketrampilan proses pada awalnya merupakan
pendekatan pembelajaran sains pada Proyek Sains Sekolah Dasar Tahun 1980 Yulaelawati Pardjono, 2001. Semrawan, menyatakan bahwa ketrampilan proses
adalah ketrampilan untuk mengamati, menghitung, mengukur, mengelompokkan, menentukan hubungan antara ruang dan waktu, membuat hipotesis, merumuskan
penelitian dan eksperimen, mengendalikan variable, menginterpretasikan data,
menyimpulkan, meramalkan, menerapkan dan mengkomunikasikan temuan. Sedangkan versi konsorsium pendidikan yang diwakili oleh pendapat Raka Joni,
menginterpretasikan belajar aktif sebagai suatu pendekatan. Pardjono, 2001 Belajar aktif dalam kelas, tidak terlepas dengan peranan guru di dalam
kelas, yaitu mengikuti prinsip “Tut Wuri Handayani”, dimana guru berperan sebagai fasilitator dalam belajar, dengan mendorong, membimbing, memberikan
model tanpa maksud untuk mendominasi kegiatan di kelas. Dalam hal ini, peran guru berubah dari pemberi pengetahuan menjadi fasilitator bagi terjadinya proses
konstruksi pengetahuan oleh anak. Raka Joni Pardjono, 2001. Dalam perspektif global belajar aktif bisa dimulai dari Dewey yang
mengkritik proses pembelajaran tradisional sebagai proses belajar yang secara pasif menerima pengetahuan yang diberikan guru, dan pengetahuan diasumsikan
sebagai sosok informasi dan ketrampilan yang telah dihasilkan pada waktu yang lampau dengan standar tertentu. Pendidikan progresif meliputi tiga aspek
perubahan, yaitu: hakekat ilmu pengetauan, belajar dan mengajar. Menurut Dewey, Padjono, 2001 dalam belajar aktif pengetahuan merupakan pengalaman
pribadi yang diorganisasikan dan dibangun melalui proses belajar bukan dari guru. Sedangkan mengajar merupakan upaya menciptakan lingkungan agar siswa dapat
memperoleh pengetahuan melalui keterlibatan secara aktif dalam kegiatan belajar. Oleh karena itu, guru memegang peranan penting dalam metode
pembelajaran aktif. Terutama persepsi guru terhadap metode pembelajaran aktif yang diterapkan pada siswa. Guru sebagai ujung tombak dalam pelaksanaan
pendidikan merupakan pihak yang sangat berpengaruh dalam proses belajar
mengajar. Guru harus pandai membawa siswanya kepada tujuan yang hendak dicapai Sunardi, 2007
Motivasi merupakan motor penggerak bagi manusia baik dari dalam maupun dari luar. Dorongan dari dalam dapat berupa faktor-faktor mental yaitu
harapan, semangat, kebutuhan dan kepercayaan diri. Sedangkan dorongan dari luar merupakan lingkungan sekolah, sikap-sikap individu dan kelompok yang
ditunjukkan dengan harapan mereka dapat bekerjasama baik itu sikap-sikap dari pimpinan kepala sekolah terhadap guru, maupun sikap-sikap antar guru.
Wahjosumidjo Mutmainnah, 1995. Motivasi merupakan dorongan yang timbul dari diri setiap individu untuk melakukan sesuatu, ia merupakan respon dari suatu
aksi, yaitu tujuan. Motivasi memang muncul dari dalam diri manusia, namun kemunculannya karena terdorong oleh adanya unsur lain, dalam hal ini adalah
tujuan. Dimana tujuan menyangkut soal kebutuhan. Motivasi adalah alasan- alasan, dorongan-dorongan yang ada di dalam diri manusia yang menyebabkan ia
melakukan sesuatu atau berbuat sesuatu. Motivasi merupakan keinginan, hasrat, dan tenaga penggerak yang berasal dari dalam diri manusia untuk melakukan
sesuatu atau berbuat sesuatu. Motivasi berhubungan dengan faktor psikologis seseorang yang mencerminkan hubungan atau interaksi antara sikap, kebutuhan
dan kepuasan yang terjadi pada diri manusia. Motivasi timbul karena dua faktor, yaitu faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik. Faktor intrinsik adalah faktor dari
dalam diri manusia, yang dapat berupa sikap, kepribadian, pendidikan, pengalaman, pengetahuan, cita-cita. Sedang faktor-faktor ekstrinsik adalah faktor
dari luar diri manusia. Faktor ini dapat berupa gaya kepemimpinan seorang atasan,
dorongan atau bimbingan seseorang, perkembangan situasi dan sebagainya. Kedua faktor tersebut, baik faktor intrinsik maupun faktor ekstrinsik muncul
karena adanya suatu rangsangan. El Qurvida, 2007 Sunaryati Alam Purwanti, 2006 mengatakan bahwa motivasi
berprestasi bila dikaitkan dalam lingkungan akademis guru dinyatakan sebagai upaya atau dorongan yang dimiliki seorang guru untuk mewujudkan prestasi
sebagai seorang pengajar. Oleh karena itu motivasi memiliki kekuatan yang cukup besar untuk merubah keadaan seseorang, apalagi jika langsung diberikan oleh
seorang pemimpin atau kelapa sekolah memiliki keahlian dalam hal pemberian motivasi.
Nord Nugroho AE, 2006 menyebutkan bahwa persepsi merupakan proses pemberian arti pada stimulus sehingga individu akan melihat pada barang
yang sama tapi dengan cara yang berbeda-beda. Persepsi menentukan sebagian besar tingkah laku dan penyesuaian diri individu. Persepsi yang muncul akan
mempengaruhi perilaku yang tampak pada seseorang, sedangkan perilaku merupakan manifestasi dari keadaan psikologis seseorang Mappiare, 1982. Hal
ini berarti bahwa sebelum menyentuh sisi fisiologis perilaku, persepsi akan terlebih dahulu mempengaruhi sisi psikologis individu. Hal tersebut dapat
memunculkan motivasi guru dalam mengajar nantinya. Menurut Djamarah, S.B dan Aswan. Z 1995 guru dalam mengajar
mempunyai beberapa peran yaitu sebagai pengajar, pembimbing perantara sekolah dengan masyarakat, administrator, dll. Guru adalah pekerja intelektual,
berinteraksi dengan puluhan mungkin ratusan ragam karakter manusia, bergerak
di bidang jasa pendidikan dengan misi mulia yakni mencerdaskan kehidupan bangsa. Nuryadin, 2005. Guru profesional akan dapat menyelenggarakan proses
pembelajaran dan penilaian yang menyenangkan bagi siswa dan guru, sehingga dapat mendorong tumbuhnya kreativitas belajar pada diri siswa. Pemilihan model
pembelajaran yang tepat akan sangat menentukan minat dan partisipasi siswa dalam pembelajaran. Tingkat profesional guru dalam mengajar menjadi suatu
kebutuhan yang harus terpenuhi jika sekolah itu ingin maju. Guru sebagai pendidik harus mampu mengolah kreativitas pribadi dalam memunculkan cara-
cara metode baru dalam penyampaian materi pelajaran kepada peserta didik. Guru harus mampu menciptakan suasana belajar yang kondusif. Sehingga anak
didik merasa nyaman ketika menerima materi pelajaran dari guru. Karena kualitas pembelajaran sangat ditentukan oleh sejauh mana guru itu mampu berkreativitas
dalam pembelajaran sehingga anak didiknya tidak merasa bosan dan merasa jenuh dengan pembelajaran yang ada
Namun, pada saat ini guru sering menjadi sorotan dari berbagai media
massa, berkaitan dengan rendahnya mutu pendidikan, dan keberhasilan suatu sekolah. Seorang politis Amerika Serikat Hugget Catty, 2007 mengatakan guru
kurang profesional, sedang orang tua menuduh, guru tidak kompeten dan malas. Kalangan bisnis dan industripun memprotes guru karena hasil didikan mereka
dianggap tidak bermanfaat. Tuduhan dan protes ini telah merendahkan harkat dan martabat para guru. Masalah lain yang muncul yaitu rendahnya tingkat
kompetensi profesionaisme guru. Penguasaan mereka terhadap materi dan metode
pengajaran masih berada di bawah standar. Syah Catty, 2007. Ada dua hasil
penelitian resmi yang menunjukan kekurang mampuan guru, khususnya guru sekolah dasar, hasil penenlitian Badan Litbang Depdikbud RI menyimpulkan
bahwa kemampuan membaca siswa kelas VI SD di Indonesia masih rendah. Bahwa 76,95 siswa kelas VI SD tidak dapat menggunakan kamus. Yang mampu
menggunakan kamus hanya 5 secara sistematis dan benar. Bukti lain kelemahan sebagian guru kita juga ditunjukan oleh hasil penelitian psikologi yang
melibatkan responden sebanyak 1975 siswa. SD negri dan swasta di Jakarta. Kesimpulanya bahwa guru di sekolah –sekolah dasar tersebut tidak bisa
mengindentifikasi siswa berbakat. Kenyataan seperti ini cepat atau lambat akan menjatuhkan nama baik guru.
Untuk itu, guru diharapkan mampu mengembangkan kemampuanya, dalam mengajar dan diharapkan juga lebih dewasa dalam bersikap dan berpikir,
sehingga mempunyai daya kompetensi dan psikilogis yang stabil
.
Guru juga diharapkan mempunyai persepsi yang baik terhadap metode pembelajaran aktif,
sehingga mampu memotivasi diri dalam mengajar. Apabila persepsi guru terhadap metode pembelajaran aktif tersebut baik, maka mempunyai motivasi mengajar
yang tinggi. Sebaliknya apabila persepsi guru terhadap efektifitas metode pembelajaran aktif tersebut tidak baik, maka mempunyai motivasi mengajar yang
rendah. Berdasarkan uraian diatas, maka timbul suatu permasalahan dalam
penulisan ini yaitu Apakah ada hubungan antara persepsi guru terhadap metode pembelajaran aktif dengan motivasi mengajar pada guru? Mengacu dari rumusan
masalah tersebut, penulis tertarik melakukan penelitian lebih lanjut dengan
melakukan penelitian berjudul ”Hubungan Antara Persepsi Guru Terhadap Metode Pembelajaran Aktif Dengan Motivasi Mengajar Pada Guru”
B. Tujuan Penelitian