Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Indonesia sebagai negara berkembang dengan jumlah penduduk sekitar dua ratus jiwa menghadapi masalah energi yang cukup mendasar. Sebagai contoh, terjadinya penurunan produksi minyak bumi Indonesia perhari. Disisi lain kebutuhan masyarakat terhadap minyak bumi semakin tinggi. Sehingga bioetanol sebagai bentuk energi alternatif. Tumbuhan yang potensial untuk menghasilkan bioetanol adalah tanaman yang mempunyai karbohidrat tinggi, misalnya : ketela pohon, tebu, jagung, jerami. Industri tapioka merupakan salah satu industri pertanian agroindustri yang cukup banyak terdapat di Indonesia, salah satunya di Kabupaten Sukoharjo. Merupakan daerah sentra tanaman pangan terutama ketela pohon Manihot utilissima pohl sebagai bahan baku pembuatan tepung tapioka. Untuk menopang ketersediaan bahan pangan yang melimpah tersebut, di Kecamatan Polokarto ada sebuah pabrik yaitu industri pengolahan tepung tapioka. Industri tersebut menampung bahan baku yang berasal dari para petani di daerah Polokarto berkapasitas antara 2-5 ton per hari. Industri pengolahan tepung tapioka ini mempunyai efek samping berupa limbah padat dan cair. Limbah industri tapioka termasuk limbah organik, karena ditimbulkan sebagai sisa dari pengolahan ketela pohon yang merupakan salah satu bahan organik. Onggok diperoleh dari proses pemarutan dan pengepresan, apabila tidak ditangani dengan seksama onggok dapat menimbulkan potensi besar mencemari lingkungan. Sebagian besar industri topioka berlokasi dekat pemukiman penduduk padat dan ditepi sungai sehingga onggok yang dibuang disekitar lokasi industri akan berakibat fatal bagi lingkungan dan makhluk hidup yang mendiami daerah sekitar. Proses pengolahan singkong menjadi tepung tapioka, menghasilkan limbah sekitar 23 bagian atau sekitar 75 dari bahan mentahnya, limbah ini biasa disebut onggok. Warga sekitar pabrik tapioka PT. Sukoharjo Makmur Abadi, Polokarto sudah sangat akrab dengan onggok. Dalam keadaan kering onggok mengeluarkan bau tidak sedap, apalagi dalam keadaan basah saat musim hujan. Bau tidak sedap ini muncul akibat terjadinya proses pembusukan onggok yang sangat cepat. Meskipun merupakan limbah tetapi kandungan karbohidrat onggok masih tinggi yaitu mencapai 63-68, sementara kadar airnya 20. Tingginya kandungan karbohidrat dan kadar air inilah yang mempermudah akitifitas mikroba pengurai. Proses penguraian bisa bersifat aerob membutuhkan oksigen dan bisa pula bersifat anaerob tidak membutuhkan oksigen. Dalam proses penguraian ini dihasilkan bau berupa H 2 S dan NH 3 serta berbagai gas berbau menyengat lainnya. Meskipun disimpan dalam tempat khusus, bau tidak sedap ini tetap sulit dicegah penyebarannya. Limbah padat industri tapioka masih mengandung pati cukup tinggi yaitu 63. Badan penelitian dan pengkajian teknologi Indonesia bahwa kandungan patu pada ampas tapioka sebesar 67,8, analisis kandungan onggok kering yaitu karbohidrat sebesar 68, protein sebesar 1,57, lemak sebesar 0,26, serat kasar sebesar 10 dan kadar air 20 Winarno, 1988. Karbohidrat merupakan sumber energi utama manusia. Kabohidrat yang kita makan adalah tepung atau pati yang ada dalam gandum, jagung, beras, kentang, padi-padian dan juga umbi ketela pohon Fessenden, 1997. Glukosa suatu gula monokarida merupakan salah satu karbohidrat penting yang digunakan sebagai sumber tenaga bagi hewan dan tumbuhan. Upaya minimalisasi limbah dari proses pembuatan tepung singkong salah satunya dengan memanfaatkan kembali limbah. Teknologi biokonversi merupakan konversi bahan secara enzimatik melalui fermentasi yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan nilai onggok. Dalam hal tersebut, fermentasi merupakan proses perubahan-perubahan kimia dalam suatu substrat organik yang berlangsung karena aksi katalisator biokimiawi yaitu enzim yang dihasilkan oleh mikroba hidup tertentu. Pada proses ini, Saccharomyces cerevisiae merupakan organisme aerob. Organisme ini mempunyai ciri-ciri yaitu sel-selnya bundar, lonjong, memanjang dan menghasilkan pseudomiselium Pelczar dan Chan, 1988. Bioetanol merupakan biokimia dari proses fermentasi gula dari sumber karbohidrat menggunakan bantuan mikroorganisme Anonim, 2008. Asam sulfat sangat penting dalam industri dan dibuat dalam jumlah yang lebih besar daripada asam lain. Asam sulfat adalah cairan yang tidak berwarna seperti minyak dan higroskopik dengan berat jenuh 1,838 grmL Setiono dan Pudjaatmaka, 1985. Pada dasarnya untuk menunjang pembangunan yang berwawasan lingkungan, semua industri tapioka diharuskan menyusun dokumen penyajian evaluasi lingkungan PEL, sesuai keputusan menteri lingkungan hidup No. 51MENKLH61987 tentang pedoman teknis penyusunan amdal. Sehingga belum dapat beroperasi optimal dan cenderung berpotensi menimbulkan pencemaran lingkungan. Perbedaan waktu fermentasi dan dosis ragi berpengaruh terhadap kadar alkohol sari umbi ketela pohon. Kadar alkohol tertinggi sebesar 51, yaitu pada lama fermentasi 15 hari dan dosis ragi 8 gr. Sedangkan kadar alkohol terendah adalah 14,303 pada lama fermentasi 9 hari dan dosis ragi 2 gr. Sugiarti, 2007. Hasil penelitian Indah 2007, tentang pengaruh waktu fermentasi dan dosis ragi terhadap kadar alkohol hasil fermentasi ampas umbi ketela karet Manihot glaziovii muell, menunjukkan bahwa kadar alkohol tertinggi pada waktu fermentasi selama 18 hari dan dosis ragi 11 gr dengan kadar alkohol mencapai 13,8, sedangkan kadar alkohol terendah adalah 5,933 pada waktu fermentasi 12 hari dengan dosis ragi 5 gr. Berdasarkan hasil penelitian Tatik 2008, kadar bioetanol pada tepung umbi ketela pohon dengan penambahan H 2 SO 4 yang tinggi adalah pada waktu fermentasi 7 hari dengan dosis ragi 100 gr yaitu 30,60, sedangkan kadar bioetanol terendah adalah waktu fermentasi 7 hari dengan dosis ragi 50gr yaitu 13,13. Berdasarkan latar belakang dan hasil penelitian tersebut akan sangat menguntungkan jika dapat memanfaatkan tepung umbi ketela pohon sebagai bahan alternatif dalam pembuatan alkohol karena limbah tapioka mengandung karbohidrat. Sehingga diadakan penelitian lebih lanjut dengan judul “KUALITAS BIOETANOL LIMBAH TAPIOKA PADAT KERING DIHALUSKAN TEPUNG DENGAN PENAMBAHAN RAGI DAN H 2 SO 4 PADA LAMA FERMENTASI YANG BERBEDA”. B. Pembatasan Masalah Untuk menghindari meluasnya suatu permasalahan penelitian, maka perlu ada pembatasan masalah. Adapun batasan-batasan masalah adalah : 1. Subyek dalam penelitian ini adalah waktu fermentasi 5 hari, 7 hari dan 9hari dosis ragi 25gr, 50gr, 75gr dan H 2 SO 4 20ml 2. Obyek dalam penelitian ini adalah kadar alkohol pada fermentasi limbah tapioka padat kering dihaluskan. 3. Parameter penelitian adalah kadar alkohol.

C. Perumusan Masalah