Implementasi peraturan direktorat jendral bimbingan masyarakat islam no: dj.ii/542 tahun 2013 tentang pedoman penyelenggaraan kursus pra nikah (studi di bp4 dan lembaga arrahman prewedding academy)

IMPLEMENTASI
SI PERATURAN DIREKTORAT JEN
ENDERAL
BIMBINGAN MASY
SYARAKAT ISLAM NO: DJ.II/542 T
TAHUN 2013
TENTANG PEDOMAN
AN PENYELENGGARAAN KURSUS
US PRA NIKAH
(Studi di BP44 dan Lembaga Arrahman Prewedding Acade
ademy)

SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakul
ultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi
uhi Persyaratan
Memp
mperoleh Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)

Oleh:


JUNIARTI HARAHAP
1111044100046

KONSENTRASI PERADILAN AGAMA
PROGRAM
M
AM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM
FAK
AKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
U
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1436 H/2015 M
i

ABSTRAK

Juniarti Harahap. NIM 1111044100046. IMPLEMENTASI PERATURAN
DIREKTORAT JENDRAL BIMBINGAN MASYARAKAT ISLAM NO:DJ.II/542

TAHUN 2013 (Studi di Bp4 dan Lembaga Arrahman Pre Wedding Academy).
Konsentrasi Peradilan Agama, Program Studi Hukum Keluarga, Fakultas Syariah
dan Hukum, Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1436 H/2015
M.
Ditengah tingginya angka perceraian serta perselisihan rumah tangga maka
pendidikan dan pembekalan akan kehidupan rumah tangga/ setelah perkawinan
merupakan salah satu cara yang paling mungkin dilakukan kepada remaja usia
nikah khususnya kepada yang hendak menikah. Upaya tersebut akan berfungsi
ganda sebagai pembelajaran kepada semua lapisan masyarakat sebagai langkah
untuk memperbaiki mutu perkawinan dan mengurangi angka perceraian.
Berbagai macam bentuk permasalahan dalam rumah tangga yang kerap terjadi
dalam masyarakat yang melatarbelakangi pemerintah dalam hal ini Kementerian
Agama membuat peraturan yaitu pedoman penyelenggaraan kursus pra nikah.
Peraturan tersebut mengamanatkan bahwa pengetahuan tentang pernikahan harus
diberikan sedini mungkin, sejak sebelum berlangsungnya perkawinan.
Penyusunan skripsi ini, menggunakan jenis penelitian lapangan (field research).
Data primer, yaitu hasil wawancara dan dokumen yang relevan dengan tema
skripsi, sedangkan data sekunder, yaitu literatur lainnya yang relevan dengan
judul skripsi ini. Metode analisisnya adalah deskriptip analitis berdasarkan data
langsung dari subyek penelitian. Oleh karena itu, pengumpulan dan analisis data

dilakukan secara bersamaan, bukan terpisah sebagaimana penelitian kuantitatif.
Setelah dilakukan penelitian tersebut, maka diambil kesimpulan bahwa
Pelaksanaan pendidikan pra nikah terhadap lembaga penyelenggaraan belum
optimal sesuai dengan peraturan Direktur Jendral Bimbingan Masyarakat Islam
tentang pedoman penyelenggaraan pra nikah, dikarenakan faktor hukum itu
sendiri yang kurang tersosialisasi sehingga tidak berjalan sesuai dengan kenyataan
di masyarakat, mengakibatkan banyaknya faktor yang menghambat dalam
implementasi pelaksanaan pendidikan pra nikah .
Kata kunci

: Pendidikan Pra Nikah, Keluarga sakinah, Teori Penegakan
Hukum.

Pembimbing

: Kamarusdiana, S.Ag., M.H.

Daftar Pustaka : 1982 s.d 2011

v


KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan

rahmat,

hidayah

serta

kekuatan

sehingga

penulis

dapat


menyelesaikan skripsi. Shalawat serta salam kita sanjungkan kepada Nabi besar
Muhammad SAW beserta keluarga, para sahabat dan umatnya hingga akhir
zaman.
Dalam proses penyelesaian skripsi ini penulis menyadari bahwa rintangan
dan hambatan yang terus menerus datang silih berganti. Berkat bantuan dan
motivasi dari berbagai pihak maka segala kesulitan dan hambatan tersebut dapat
diatasi dan tentunya dengan izin Allah SWT, serta dengan wujud yang berbedabeda dapat diminimalisir dengan adanya nasihat dan dukungan yang diberikan
oleh keluaga dan teman-teman penulis.
Pada kesempatan kali ini penulis ingin mengucapkan terimakasih yang
tiada terhingga untuk semua pihak yang telah memberikan bantuan baik moril
maupun materil sehingga terselesaikannya skripsi ini. Tentunya kepada:
1. Bapak Asep Saepudin Jahar, MA., Ph.D selaku Dekan fakultas syariah dan
Hukum Universitas Islam Negeri UIN Syarif Hidayatullah Jakarta serta
pembantu Dekan I, II, III Fakulta Syariah dan Hukum.

vi

2. Bapak Kamarusdina, S.Ag.,M.H selaku Ketua program Studi Hukum
Keluarga serta Ibu Sri Hidayati, M.Ag. Selaku sekretaris Program Studi
Hukum Keluarga yang telah bekerja dengan maksimal.

3. Bapak Kamarusdina, S.Ag.,M.H Menjadi pembimbing skripsi yang telah
banyak membimbing, memberikan pencerahan, motifasi semangat dan
ilmunya kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
4. Seluruh dosen fakultas Syariah dan Hukum yang telah memberikan ilmuilmu yang tak ternilai harganya, seluruh staf dan karyawan perpustakaan
fakultas Syariah dan

Hukum, perpustakaan Utama UIN Syarif

Hidayatullah dan bagian tata usaha fakultas Syariah yang telah
memberikan pelayanan dengan baik.
5. Teristimewa untuk kedua orang tua penulis yaitu ayahanda Timbul
Harahap dan Ibunda Masnun Tanjung yang telah memberikan motivasi
arahan yang tak pernah jenuh serta tiada henti mendoakan penulis dalam
menempuh pendidikan. Juga kepada adik-adik penulis Romaida Rizki
Harahap, Melati Mai Saroh Harahap, Winda Ayuda Sari Harahap, Siti
Julaikha Harahap, Sarah Harahap, Farhan Alkamil Harahap yang selalu
memberikan doa, dukungan dan semangat dengan penuh keikhlasan dan
kesabaran yang tiada tara.
6. Teruntuk Fery Septo yang selama ini menyemangati jalannya penulisan
skripsi ini yang tak kenal lelah untuk memberikan dukungan penuh kepada

penulis.

vii

7. Sahabat-sahabatku yang terbaik ka Sutinah, Ka Nur Hikmah, Vemy
Zauhara, Intan Pratiwi, Zahrotul Kamilah, Mundalifah, Ai siti Wasilah,
Chaidar Alif, Muhammad Haikal, Fadly Khairuzzadhi, Andi Asraf, Hira
Hidayat, Farhan Qodumi, Hendrawan, Safira Maharani, Lilis Sumiyati,
Epi Yulianti, Kamelia Sari yang telah memberikan masukan, saran,
motivasi dan menghibur penulis.
8. Teman-teman program studi Peradilan Agama angkatan 2011 yang telah
memberikan saran dan motivasi kepada penulis.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari kesempurnaan dan banyak
yang perlu diperbaiki lebih dalam. Oleh karena itu, saran dan kritik penulis
harapkan demi kesempurnaan skripsi ini. Mudah-mudahan skripsi ini dapat
bermanfaat bagi penulis khususnya dan setiap pembaca pada umumnya serta
menjadi amal baik di sisi Allah SWT. Semoga setiap bantuan, doa, motivasi yang
telah diberikan kepada penulis mendapatkan balasan dari Allah SWT.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Jakarta, 7 April 2015


Penulis

viii

DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL...............................................................................................i
PERSETUJUAN PEMBIMBING........................................................................ii
LEMBAR PERNYATAAN..................................................................................iii
LEMBAR PENGESAHAN..................................................................................iv
ABSTRAK..............................................................................................................v
KATA PENGANTAR...........................................................................................vi
DAFTAR ISI.......................................................................................................viii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah.....................................................................1
B. Pembatasan dan Perumusan................................................................6
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian...........................................................7
D. Review Studi Terdahulu.....................................................................8
E. Metodologi Penelitian.......................................................................9
F. Sistematika Penulisan.......................................................................13

BAB II TEORI HUKUM PENEGAKAN HUKUM DAN PEMBENTUKAN
KELUARGA SAKINAH
A. Teori Penegakan Hukum...................................................................14
B. Teori Pembentukan Keluarga Sakinah..............................................26
BAB III KAJIAN UMUM TENTANG PERATURAN DIRJEN BIMAS
ISLAM, BADAN PENASIHATAN PEMBINAAN DAN
PELESTARIAN PERKAWINAN (BP4) DAN ARRAHMAN PRE
WEDDING ACADEMY

viii

A. Peraturan Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam
No:DJ.II/542 Tahun 2013.................................................................32
B. Badan Penasihatan, Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4)
...........................................................................................................37
C. Lembaga Arrahman Pre wedding Academy.....................................40
BAB IV IMPLEMENTASI KEBIJAKAN BIMAS ISLAM DI BP4 DAN
LEMBAGA ARRAHMAN PRE WEDDING ACADEMY
A. Pelaksanan Pendidikan Pra Nikah di BP4 Ciputat dan Lembaga
Arrahman Pre Wedding Academy....................................................43

B. Faktor Hambatan dan Tantangan dalam Proses Pendidikan Pra
Nikah.................................................................................................47
C. Analisis Penulis.................................................................................50
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan.......................................................................................60
B. Saran-Saran.......................................................................................61
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................63
LAMPIRAN-LAMPIRAN
1. Permohonan kesediaan menjadi dosen pembimbing
2. Permohonan melakukan wawancara di KUA Ciputat
3. Permohonan melakukan wawancara di Kementrian Agama
4. Permohonan melakukan wawancara di Lembaga Arrahman Pre
Wedding Academy

ix

5. Surat keterangan telah melakukan wawancara di KUA Ciputat
6. Surat keterangan telah melakukan wawancara di Kementrian Agama
7. Pedoman dan hasil wawancara di KUA Ciputat
8. Pedoman dan hasil wawancara di Kementrian Agama

9. Surat keterangan nota dinas
10. Peraturan Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam
Nomor:DJ.II/542 Tahun 2013
11. Brosur-brosur kegiatan di Arrahman Pre Wedding Academy

x

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Hidup berpasang-pasangan dalam Islam merupakan rahasia keberadaan
dunia ini. Segala sesuatu yang kita lihat dalam semesta ini, berupa keagungan
ciptaan Allah SWT, dibangun di atas sistem keberpasangan.1 Perkawinan
menurut hukum positif adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan
seorang wanita dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah tangga yang
bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan Yang Maha Esa.2 Untuk itu maka
suami istri perlu saling membantu melengkapi, agar masing-masing dapat
mengembangkan kepribadiannya membantu dan mencapai kesejahteraan
spritual dan material3. Firman Allah dalam surat an-Nisaa ayat 1 dijelaskan
bahwa tujuan pernikahan salah satunya adalah memperbanyak jumlah
masyarakat, diharapkan dengan adanya pernikahan menjadikan kehidupan
bangsa yang makmur penuh dengan ketakwaan kepada Allah.

           
             
    
1

Abdul Hakam, Menuju Keluarga Sakinah, (Jakarta: PT. Akbar Media Eka Sarana,
2004), cet. Ke-1, h. 32
2
Undang-Undang No 1 tahun 1974 bab 11 pasal 2 dan 3 tentang perkawinan
3
Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji Proyek
Peningkatan Kehidupan Keluarga Sakinah, Pedoman Konselor Keluarga Sakinah, (Departemen
Agama RI, 2001), h. 2

1

2

Artinya: Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah
menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah
menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah
memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. dan
bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) namaNya kamu saling meminta satu sama lain[264], dan (peliharalah)
hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan
mengawasi kamu.
Dari segi yuridis perkawinan akan menimbulkan suatu hubungan hukum
yang bersifat hak dan kewajiban antara suami dan istri secara timbal balik.
Selain hal tersebut juga merupakan suatu perbuatan keagamaan yang erat
sekali hubungannya dengan kerohanian seseorang, sebagai salah satu masalah
keagamaan maka setiap agama di dunia ini mempunyai peraturan tersendiri
tentang perkawinan. Sehingga pada prinsipnya diatur dan harus tunduk pada
ketentuan-ketentuan ajaran agama yang dianut oleh mereka yang akan
melangsungkan perkawinan.4
Rumah tangga yang bahagia dalam alqur’an disebut dengan keluarga
sakinah, dan merupakan dambaan setiap orang dan Allah menginginkan
setiap hamba-Nya yang menikah dapat mewujudkan sakinah mawaddah wa
rohmah, Karena itu Allah memberikan bimbingan kepada manusia untuk
dapat membangun perkawinan yang sakinah tersebut dalam alquran maupun
hadits. Membentuk rumah tangga yang sakinah penuh dengan ketentraman
adalah impian semua manusia normal. Tidak ada satupun yang ingin rumah
tangganya hancur berantakan atau kandas di tengah jalan. Dengan tujuan
menjadikan keluarga yang sakinah saat ini pemerintah melalui Kementerian

4

Abdurrahman dan Syahrani, Masalah-Masalah Hukum Perkawinan di Indonesia,
(Bandung: Alumni,2001), cet. Ke-IV, h. 17

3

Agama membuat regulasi yang bisa dikatakan sebagai langkah awal untuk
membenahi persoalan yang penting tersebut, Yaitu para calon pengantin
harus menjalani pembelajaran tentang pernikahan maupun keluarga yang
disebut sebagai pendidikan pra nikah.
Untuk dapat menjadi seorang business manager, orang diajar berlatih,
mencari pengalaman, dan disiapkan entah berapa lama. Anehnya untuk
menjadi suami dan kepala keluarga, untuk menjadi istri dan kepala rumah
tangga, untuk menjadi ayah dan ibu bagi anak-anak, hampir semua orang tak
pernah menuntut ilmu dan tak pernah disiapkan. Tanpa mempunyai gambaran
yang jelas tentang persoalan-persoalan dalam hubungan suami istri, tentang
kebutuhan-kebutuhan hidup dalam keluarga, tentang bagaimana membina
kerukunan, tentang bagaimana mengatasi konflik. Malahan tentang persoalan
seks pun, pengetahuan mereka biasanya hanya sekedar bagaimana cara
melakukan koitus secara simpel. Banyak pula orangtua, karena ingin
berbesanan lantas mengatur saja perkawinan anak mereka tanpa meneliti
apakah persyaratan yang mutlak perlu untuk keberhasilan perkawinan itu
terpenuhi atau tidak. Dan pula tanpa membekali ilmu yang cukup kepada
putra putrinya tentang bagaimana nanti membina keluarga yang sakinah
mawaddah wa rahmah, tegasnya hampir semua orang muda memasuki
perkawinan tanpa persiapan. Persiapan yang dibuat hanyalah mas kawin,
upacara nikah yang khidmat, resepsi yang meriah dan lainnya. Banyak sekali

4

perkawinan yang mengalami kesulitan karena dilakukan tanpa persiapan yang
berupa pendidikan bersama.5
Pertengkaran dan perselisihan yang terjadi dalam keluarga akan
menyebabkan suasana yang panas dan tegang yang dapat mengancam
keutuhan dan keharmonisan rumah tangga. Tidak jarang, pertengkaran itu
berakhir dengan perceraian dan kehancuran keluarga. Fenomena ini
merupakan salah satu hal yang paling dikhawatirkan oleh semua anggota
keluarga, termasuk di dalamnya anak-anak. Keluarga yang kuat adalah
keluarga yang mampu mengelola kesulitan-kesulitan yang dihadapi dengan
cara bervariatif maupun kreatif. Hal ini menunjukkan keluarga tersebut
merupakan keluarga yang kuat, akan tetapi keluarga tersebut bukanlah
keluarga yang tanpa ada permasalahan, namun keluarga tersebut adalah
keluarga yang tahan banting serta cenderung mampu menyelesaikan
permasalahan yang ada. Karakteristik keluarga yang kuat adalah cenderung
mampu melihat sisi positif dari suatu permasalahan, membangun suatu
kebersamaan dan komunikasi yang efektif, fleksibilitas dan mampu
mengalokasikan waktu bersama. Hal-hal yang mampu meningkatkan
kekuatan suatu keluarga adalah adanya kasih sayang, saling menghargai,
memiliki waktu bersama, saling menguatkan, berkomitment, komunikasi,
kesiapan menghadapi perubahan, spiritualitas, komunitas dan ikatan keluarga,
peran yang jelas.

5

Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji Proyek
Peningkatan Kehidupan Keluarga Sakinah, Pedoman Konselor Keluarga Sakinah, h. 116-117

5

Oleh karena itu, dalam proses pembentukan sebuah keluarga diperlukan
adanya sebuah program pendidikan yang terpadu dan terarah. Program
pendidikan dalam keluarga ini harus pula mampu memberikan deskripsi kerja
yang jelas bagi tiap individu dalam keluarga sehingga masing-masing dapat
melakukan peran

yang berkesinambungan demi

terciptanya sebuah

lingkungan keluarga yang kondusif untuk mendidik anak secara maksimal.
Di zaman modern sekarang ini, nampaknya begitu banyak hal yang dapat
memicu terjadinya konflik dalam rumah tangga, sehingga menyebabkan
banyak pasangan yang gagal dalam membentuk keluarga yang sakinah. Di
tengah tingginya potensi instabilitas rumah tangga dan banyaknya perceraian,
maka pendidikan dan pembekalan kepada pasangan yang hendak menikah
adalah salah satu cara yang paling mungkin dilakukan. Upaya tersebut akan
berfungsi ganda sebagai edukasi nilai-nilai perkawinan disemua level
masyarakat maupun sebagai langkah untuk memperbaiki mutu perkawinan
dan mengurangi perceraian. Hal ini sejalan dengan pernyataan Kementerian
Agama Republik Indonesia yang telah mengisntruksikan kepada Direktorat
Urusan Agama Islam supaya membuat terobosan program guna memperkuat
lembaga perkawinan, diantaranya lewat pendidikan pra nikah. Realitas
masyarakat di Indonesia menunjukkan bahwa dari waktu ke waktu semakin
bertambah jumlah pasangan yang tidak berhasil membangun keluarga
sakinah. Data yang tercatat angka perceraian rata-rata nasional mencapai
kurang lebih 200 ribu pasang pertahun atau sekitar 10 persen dari pernikahan
yang terjadi setiap tahun menunjukkan bahwa pasangan yang menghadapi

6

konflik perkawinan semakin bertambah dari tahun ketahun6. Untuk itulah
akhir-akhir ini marak tumbuh badan atau lembaga organisasi Islam yang
menyelenggarakan

pendidikan

pra

nikah.

Tentu

hal

ini

sangat

menggembirakan karena lembaga yang menyelenggarakan pendidikan pra
nikah tersebut ikut membantu pemerintah dalam menyiapkan pasangan
keluarga dan sekaligus ikut menghantarkan pasangan keluarga tersebut
kepada kehidupan keluarga yang diidamkan yaitu keluarga yang sakinah
mawaddah warahmah. Sebagai dasar penyelenggaraan pendidikan pra nikah
ini maka diterbitkan peraturan Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat
Islam nomor 542 tahun 2013 tentang pedoman penyelenggaraan pendidikan
pra nikah. Dalam rangka tertib administrasi dan implementasinya, bagi
lembaga penyelenggara pendidikan pra nikah harus sudah mendapatkan
akreditasi dari Kementerian Agama. Suatu hal yang menarik bagi penulis
untuk diuraikan dan membahasnya, mendorong penulis untuk melakukan
penelitian dengan mengangkat judul:
“Implementasi Peraturan Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat
Islam No:DJ.II/542 Tahun 2013 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Kursus
Pra Nikah (Studi di BP4 Ciputat dan Lembaga Arrahman Pre Wedding
Academy)” .

6

Peraturan Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam No: DJ.II/542 Tahun 2013

7

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1.

Pembatasan Masalah
Untuk

mempersempit

dan

mempermudah

penelitian

serta

memperjelas pokok-pokok masalah yang akan dibahas dan diuraikan
dalam skripsi ini, maka penulis membatasi masalah tersebut pada
implementasi peraturan Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam
No: DJ.II/542/Tahun 2013 tentang pedoman penyelenggaraan kursus pra
nikah, yang diteliti pada BP4 Ciputat dan lembaga kursus pra nikah
Arrahman pre wedding Academy di Tebet Jakarta Selatan.
2. Perumusan Masalah
Adapun rumusan dalam penelitian ini sebagai berikut:
a.

Bagaimana implementasi pelaksanaan peraturan Direktorat Jenderal
Bimbingan Masyarakat Islam No:DJ.II/542 Tahun 2013?

b.

Apa faktor hambatan dan tantangan atas pelaksanaan peraturan

tersebut?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah:
a.

mengetahui kebijakan Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat
Islam tentang kursus pra nikah dalam fungsinya sebagai pembentukan
keluarga sakinah.

b.

mengetahui implementasi kebijakan yang telah ditetapkan oleh
Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam tersebut

dalam

8

masyarakat yang dilaksanakan oleh BP4 kecamatan Ciputat dan
lembaga penyelenggara kursus pra nikah Arrahman Pre wedding
Academy di Tebet Jakarta Selatan.
2. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah:
a.

Secara teoritis penelitian ini selain dilakukan untuk memperoleh gelar
sarjana (S-1), hasil penelitian ini juga dapat dijadikan referensi bagi
peneliti selanjutnya yang ingin mengkaji tentang pendidikan pra nikah
sebagai salah satu sarana dalam memberikan pembekalan tentang
kehidupan berumah tangga.

b.

Secara praktis, penelitian ini diharapkan mampu memberikan
pemahaman kepada masyarakat khususnya remaja usia nikah dan
calon pengantin akan pentingnya mengikuti pendidikan pra nikah.

c.

Mensosialisasikan program pendidikan pra nikah yang telah di atur
oleh Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Pada Bp4
Kecamatan Ciputat dan Lembaga penyelenggara kursus Arrahman Pre
wedding Academy.

D. Review Studi Terdahulu
Hasil penelitian yang terdahulu yang berhubungan dan sesuai dengan
aspek-aspek dalam penelitian tentang pendidikan pra nikah yaitu:
1.

Bayu Noorzaman, SJAS. 2009. Tentang Peranan Penasehat,
Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan di KUA Kecamatan
Pancoran Mas Depok. Dari hasil penelitian tersebut disimpulkan

9

bahwa peneliti lebih menekankan kepada upaya mewujudkan
perkawinan yang sukses dengan menguraikan indikator sebagai alat
ukurnya. Penelitian ini sama dengan penelitian penulis dengan tujuan
mensukseskan perkawinan tetapi berbeda pada lembaga yang akan
diteliti.
2.

Zulfa Zidniyah Fitri, SAS. 2010. Tentang Peranan BP4 Kemayoran
Jakarta Pusat Terhadap Pembentukan Keluarga Sakinah. Persoalan
ini sama dengan yang akan peneliti tuliskan tetapi berbeda dalam
lembaga yang mengatasi konflik rumah tangga tersebut.

3.

Ahmad Zaki, SAS. 2011. Tentang Peran BP4 dan Tim Mediator
Dalam Membina Keluarga Sakinah (Studi Kasus Di KUA Bekasi
Barat dan PA Bekasi). Dalam penelitian ini mengatakan bahwa peran
BP4 belum maksimal karena masih tingginya angka perceraian.
Penelitian ini berbeda dengan penelitian penulis karena penelitian di
lakukan pada lembaga pemerintahan dan persoalan yang diteliti akan
berbeda.

E. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Dilihat dari sudut pandang sifat yang dihimpunnya, penelitian ini
merupakan

penelitian

menghasilkan

data

kualitatif,
deskriptif

yaitu
analitis,

prosedur
artinya

penelitian

yang

metode

yang

menggambarkan dan memberikan analisa terhadap kenyataan di lapangan

10

berupa kata-kata tertulis dari orang-orang atau pelaku yang diamati7.
Penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran tentang suatu
masyarakat atau suatu kelompok orang tertentu atau gambaran tentang
suatu gejala atau hubungan antara dua gejala atau lebih8. Penelitian ini
dilakukan kepada sebuah lembaga yang khusus mengadakan program
pendidikan pra nikah yang memiliki konselor yang ahli dibidang
perkawinan/keluarga.
2. Pendekatan Penelitian
Disamping tekhnik yang penulis gunakan, penelitian ini juga
menggunakan metode pendekatan normatif, yaitu cara mendekati masalah
yang akan diteliti dengan mengacu kepada peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
3. Kriteria dan Sumber Data
Adapun jenis dan sumber data yang digunakan adalah:
a.

Data Primer
Sumber data primer merupakan data yang diperoleh secara
langsung dari subjek penelitian. Data penelitian ini diperoleh dari hasil
wawancara dan survei yang dilakukan

penulis terhadap lembaga

pemerintahan dalam hal ini Kementerian Agama khususnya Direktorat
Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam (BIMAS Islam) yang telah
mengeluarkan peraturan mengenai pedoman penyelenggaraan kursus
7

Lexi J Maelong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung:PT. Remaja Karya, 2002), cet.
Ke-1, h. 3.
8
Soehartono, Metode Penelitian Sosial, Suatu Tekhnik Penelitian Bidang Kesejahteraan
Sosial dan Ilmu Budaya Sosial Lainnya, (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2000), cet. Ke-4. H.
35.

11

pra nikah serta data yang diperoleh dari arsip lembaga Arrahman Pre
Wedding Academy dan arsip Badan Penasihatan, Pembinaan dan
Pelestarian Perkawinan (BP4) Ciputat.
b. Data Sekunder
Data sekunder merupakan data yang diperoleh dengan jalan
mengadakan studi kepustakaan atas pembahasan yang berhubungan
dengan masalah yang diajukan yang memberikan penjelasan tentang
bahan data primer.9 Data ini bersifat pelengkap diperoleh dari
kementerian Agama serta dari tulisan-tulisan berbagai referensi pada
saat kuliah serta sumber lainnya yang relevan dengan penelitian ini,
seperti jurnal yang terkait dengan penelitian, surat kabar, majalah dan
sumber tertulis lainnya.
c. Teknik Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data, peneliti menggunakan beberapa instrumen
pengumpulan data, diantaranya adalah adalah sebagai berikut:
a) Observasi
Observasi dilakukan guna mendapatkan gambaran secara
langsung informasi yang berhubungan dengan bentuk komunikasi
yang dikembangkan. Teknik observasi paling sesuai dengan
penelitian sosial, karena pengamatan dapat dilakukan dengan melihat
kenyataan dan mengamai secara mendalam, lalu mencatat yang
dianggap penting. Peneliti tidak hanya mencatat kejadian atau
9

Ipah Farihah, Buku Panduan Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, (Jakarta:
Lembaga Penelitian UIN Jakarta dengan UIN Jakarta Press , 2006), h.45

12

peristiwa, akan tetapi juga mencatat segala sesuatu yang berkaitan
dengan masalah yang diteliti. Dalam penelitian ini yang diamati
adalah komunikasi, interaksi, pemenuhan kebutuhan, dan pemecahan
masalah.
b) Interview
Interview atau wawancara adalah teknik pengumpulan data
dengan mengajukan pertanyaan langsung oleh pewawancara kepada
responden, dan jawaban responden dicatat atau direkam. Wawancara
adalah teknik yang cukup efektif dalam meneliti, karena akan dapat
mengungkapkan

lebih

dalam

informasi

dari

partisipan,

mengkonstruksi mengenai orang, kejadian, kegiatan, organisasi,
perasaan, motivasi, dan sebagainya.10
c) Studi Dokumentasi
Dilakukan untuk pengumpulan data dengan mencari data
mengenai hal-hal atau variable yang berupa catatan, transkrip, buku,
surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, dan sebagainya.
d. Teknik Analisis Data
Proses analisa data dimulai dengan menelaah seluruh data yang
tersedia dari berbagai sumber, baik primer maupu sekunder. Setelah
dipelajari dan ditelaah maka langkah penulis berikutnya adalah
mereduksi data, dengan jalan merangkum masalah yang penulis teliti.
10

h.135.

Lexi J Maelong , Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung:PT. Remaja Karya, 2002),

13

Dalam menganalisa data penulis menggunakan pendekatan deskriptip
analisis. Dianalisis secara kualitatif dan dicari pemecahannya,
kemudian disimpulkandan digunakan untuk menjawab permasalah yang
ada. Proses analisa data dengan mendeskripsikan peraturan Dirjen
Bimas Islam No 542 tahun 2013 tentang pedoman penyelenggaraan
kursus pra nikah dan menghubungkan bagaimana implementasi
peraturan tersebut terhadap BP4 dan lembaga Arrahman Pre wedding
Academy agar diketahui bagaimana implementsi terhadap peraturan
tersebut.
e. Sistematika Penulisan
Maka penulis mengklasifikasikan permasalahan dalam lima bab
dengan sistematika penulisan sebagai berikut:
Bab pertama : pendahuluan, latar belakang masalah, pembatasan dan
perumusan, tujuan dan manfaat penelitian, metodologi
penelitian, review studi terdahulu, sistematika penulisan.
Bab kedua : teori hukum implementasi peraturan Dirjen Bimas Islam
dan pembentukan keluarga sakinah, teori penegakan
hukum, teori pembentukan keluarga sakinah.
Bab ketiga : menjelaskan

peraturan Dirjen Bimas Islam, BP4 dan

Arrahman Pre wedding Academy.
Bab empat : implementasi kebijakan BIMAS Islam proses pendidikan,
pelaksanan pendidikan Pra Nikah di BP4 Ciputat dan

14

Lembaga Arrahman Pre wedding Academy, faktor
hambatan dan tantangan, analisis penulis.
Bab lima : penutup, kesimpulan, saran-saran serta akan dilengkapi
dengan datar pustaka dan lampiran-lampiran yang
dianggap penting.

BAB II
TEORI PENEGAKAN HUKUM DAN PEMBENTUKAN
KELUARGA SAKINAH

A. Teori Penegakan Hukum
1. Hukum Sebagai Sarana Pengatur Perikelakuan
Penegakan hukum adalah proses dilakukannya upaya untuk tegaknya
atau berfungsinya norma-norma hukum secara nyata sebagai pedoman
prilaku dalam lalu lintas atau hubungan-hubungan hukum dalam
kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
Ditinjau dari sudut subjeknya penegakan hukum itu dapat dilakukan
oleh subjek yang luas dan dapat pula diartikan sebagai upaya penegakan
hukum oleh subjek dalam arti terbatas atau sempit. Dalam arti luas proses
penegakan hukum itu melibatkan semua subjek hukum dalam setiap
hubungan hukum. Siapa saja yang menjalankan aturan normatif atau
melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu dengan mendasarkan
diri pada norma aturan hukum yang berlaku, berarti dia menjalankan atau
menegakkan aturan hukum.
Sebagai sarana sosial Engineering, hukum sebagai sarana yang
ditujukan untuk mengubah perikelakuan warga masyarakat, sesuai
dengan tujuan-tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Salah satu
masalah yang dihadapi dalam bidang ini adalah apabila terjadi apa yang
dinamakan Gunnar Miyrdal sebagai softdevelopment, dimana hukum-

15

16

hukum tertentu yang dibentuk dan diterapkan, ternyata tidak efektif.
Gejala-gejala semacam itu akan timbul, apabila ada faktor-faktor tertentu
yang menjadi penghalang. Faktor-faktor tersebut dapat berasal dari
pembentuk hukum, penegak hukum, para pencari keadilan (justitiabelen),
maupun golongan lain didalam masyarakat.1 Berhasilnya atau tidaknya
penegakan hukum bergantung pada:
a. Subtansi Hukum
Sebagai sistem subtansial yang menentukan bisa atau tidaknya
hukum itu dilaksanakan. Subtansi juga berarti produk yang dihasilkan
oleh orang yang berada dalam sistem hukum yang mencakup
keputusan yang mereka keluarkan, aturan baru yang mereka susun.
Subtansi juga mencakup hukum yang hidup (living law), bukan hanya
aturan yang ada dalam kitab undang-undang (Law books). Produk
hukum yang dimaksud dalam pembahasan ini merupakan peraturan
yang ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat
Islam mengenai pedoman penyelenggaraan kursus pra nikah yang
dimaksudkan sebagai pedoman untuk para pejabat teknis di
lingkungan Direktorat Urusan Agama Islam ditingkat pusat, provinsi,
kabupaten/kota dan kantor urusan agama (KUA) kecamatan serta
badan/lembaga yang menyelenggarakan kegiatan pendidikan pra
nikah. Pedoman ini berisikan tentang mekanisme pelayanan
penyelenggaraan kursus pra nikah, terkait dengan standarisasi materi,
1

Soerjono Soekanto, Pokok-Pokok Sosiologi Hukum, (Jakarta: PT raja Grafindo
Peserta, 2006), h. 135

17

narasumber, badan atau lembaga penyelenggara, sarana dan
pembiayaan, sertifikasi dan kurikulum/silabus yang telah ditetapkan.
b. Struktur Hukum/ Pranata Hukum
Sistem struktural yang menentukan bisa atau tidaknya hukum itu
dilaksanakan dengan baik. Kewenangan lembaga penegak hukum
dijamin oleh undang-undang, sehingga dalam melaksanakan tugas dan
tanggung jawabnya terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah dan
pengaruh-pengaruh lain. Hukum tidak dapat berjalan atau tegak bila
ada aparat penegak hukum yang kredebilitas, kompeten dan
independen. Seberapa bagusnya suatu peraturan perundang-undangan
bila tidak didukung dengan aparat penegak hukum yang baik maka
keadilan serta kesejahteraan hanya angan-angan. Sesuai ketentuan
pasal 3 ayat 1 peraturan Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat
Islam bahwa penyelenggara pendidikan pra nikah adalah badan
penasihatan, pembinaan, dan pelestarian perkawinan (BP4) atau
lembaga organisasi keagamaan lainnya yang telah mendapat akreditasi
dari kementerian Agama, dengan ketentuan ini maka penyelenggara
dapat dilaksanakan oleh lembaga diluar instansi pemerintah dalam hal
ini Kantor Urusan Agama (KUA) kecamatan.
Upaya meningkatkan peran serta masyarakat, BP4 dapat
berfungsi sebagai penyelenggara sebagaimana halnya badan/lembaga
swasta lainnya karena BP4 sesuai keputusan musyawarah nasional
(Munas) ke XIV tahun 1999 menjadi organisasi yang mandiri,

18

profesional dan mitra kerja Kementerian Agama, sehingga BP4 sama
kedudukan dan fungsinya seperti organisasi lainnya, BP4 tidak lagi
menjadi lembaga resmi pemerintah yang berbasis pada dua kaki yaitu
pemerintah dan masyarakat. Oleh karena itu badan atau lembaga
penyelenggara pendidikan pra nikah termasuk BP4 harus mendapat
akreditasi dari Kementerian Agama.
c. Budaya Hukum
Kultur hukum adalah suasana pemikiran sosial dan kekuatan
sosial yang menentukan bagaimana hukum digunakan, dihindari, atau
disalahgunakan. Budaya hukum erat kaitannya dengan kesadaran
hukum masyarakat maka akan tercipta budaya hukum yang baik dan
dapat merubah pola pikir masyarakat mengenai hukum selama ini.
Secara sederhana, tingkat kepatuhan masyarakat terhadap hukum
merupakan salah satu indikator berfungsinya hukum. Baik subtansi
hukum, struktur hukum maupun budaya hukum saling keterkaitan
antara satu dengan yang lain dan tidak dapat dipisahkan. Dalam
pelaksanaannya diantara ketiganya harus tercipta hubungan yang
saling mendukung agar tercipta pola hidup aman, tertib, tentram dan
damai.
Menurut Soerjono Soekanto, penelitian hukum secara sosiologis
atau empiris, intinya adalah efektifitas hukum. Efektifitas hukum
adalah pengaruh hukum terhadap masyarakat, inti dari pengaruh
hukum terhadap masyarakat adalah prilaku warga masyarakat yang

19

sesuai dengan hukum yang berlaku. Kalau masyarakat berprilaku
sesuai dengan yang diharapkan atau yang dikehendaki oleh hukum,
maka dapat dikatakan bahwa hukum yang bersangkutan adalah
efektif.2
Agar hukum mempunyai pengaruh terhadap sikap tindak atau
prilaku, maka diperlukan kondisi tertentu yaitu:
1) Hukum

harus

pengertian

dikomunikasikan,

bersama,

supaya

tujuannya

hukum

menciptakan

benar-benar

dapat

mempengaruhi prilaku warga masyarakat, maka hukum harus
disebarkan

seluas

mungkin

sehingga

melembaga

dalam

masyarakat.
2) Diposisi untuk berperilaku, artinya hal-hal yang menjadi
pendorong bagi manusia untuk berprilaku tertentu. Ada
kemungkinan bahwa seseorang berprilaku tertentu oleh karena
perhitungan laba rugi, artinya kalau dia patuh pada hukum maka
keuntunganya lebih banyak daripada kalau dia melanggar hukum.
Bila kepatuhan hukum timbul karena pertimbangan untung rugi,
maka penegakan hukum senatisa selalu diawasi secara ketat.3
Perkembangan hukum antara aliran yang satu dengan yang
lain kerap bahkan sebagian sebagai berfungsi berpolemik, bisa

2

Soekanto Soerjono, Suatu Tinjauan Sosiologi Hukum Terhadap Masalah Masalah
Sosial, (Bandung: Alumni, 1982) h. 27
3

Darji Darmodiharjo, Pokok-pokok filsafat hukum ,(Jakarta: PT.Gramedia Pustaka
Utama, 2002) h. 35

20

positivistik, maupun dalam bentuk lain-lainnya. Hal ini berakar
dari hakikat perubahan dengan segala konsekuensinya. Kaitan
dengan penegakan hukum, walaupun polemik hukum senyataya
tidak akan pernah berakhir sepanjang kehidupan manusi masih
ada, namun proses penegakan hukum harus tidak kalah
pentingnya

berjalan dengan kritik-kritik berhukum khususnya

dalam bahasan ini dalam konteks Indonesia. Memaknai hukum
sebagai perangkat peraturan yang mengatur masyarakat, barulah
berarti apabila senyatanya didukung oleh sistem sanksi yang tegas
dan jelas.4
Hukum sebagai skema adalah hukum sebagaimana dijumpai
dalam

teks

atau perundang-undangan atau

hukum

yang

dirumuskan dengan sengaja rasional. Disini hukum sudah
mengalami pergeseran bentuk, dari hukum yang muncul secara
serta merta (interactional law) menjadi hukum yang dibuat dan
diundangkan (legislated law).5
Dalam

menjalankan fungsinya itulah hukum

sering

mendapat halangan dari berbagai faktor, sehingga hukum nampak
“mandul”. Hukum yang hidup itu merupakan bagian dari sistem
hukum yang diterapkan dalam pergaulan hidup sehari-hari.
Apabila hukum dilaksanakan oleh pejabat hukum berbeda

4

Sabian Utsman, Dasar-Dasar Sosiologi Hukum, (makna dialog antara hukum dan
masyarakat), (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), h. 227
5
Satjipto Rahardjo, Penegakan Hukum Progresif, (Jakarta: PT Kompas Media
Nusantara, 2009), h. 11

21

dengan hukum positif tertulis, maka terdapat jurang pemisah
antara hukum yang hidup dengan hukum positif tertulis.
Demikian juga apabila hukum yang dipraktikkan oleh subyek
hukum lainnya dalam bidang tertentu adalah berbeda dengan
hukum positif tertulis. 6
Penyadaran akan hukum yang berkualitas terbatas itu
menjadi penting ditengah buruknya kualitas kehidupan hukum
kita, tetapi sebenarnya kesadaran itu tidak hanya diperlukan pada
masa-masa sulit seperti sekarang, karena hal itu sudah menjadi
bagian dari realitas dunia hukum kapanpun dan dimanapun.
Hukum sama sekali tidak bisa dilepaskan dari partisipasi publik.
Kurangnya kesadaran serta partisipasi masyarakat terhadap
peraturan dikarenakan dalam produk hukum tidak dijelaskan
secara rinci sanksi bagi yang tidak mengikuti pendidikan pra
nikah bagi remaja usian nikah bahkan yang hendak menikah. Para
calon pengantin yang hendak menikah tanpa sertifikatpun boleh
melakukan pernikahan. Peraturan ini hanya bersifat anjuran yang
mengakibatkan masyarakat tidak mematuhi peraturan tersebut.
d.

Teori Pembentukan Keluarga Sakinah
keluarga sakinah adalah keluarga yang dibina atas perkawinan yang
sah, mampu memenuhi hajat hidup spritual dan material secara layak dan
seimbang, diliputu suasana kasih sayang antara anggota keluarga dan
6

Rianto Adi, Sosiologi Hukum (Kajian Hukum Secara Sosiologis), (Jakarta: Pustaka
Obor Indonesia), h. 80

22

lingkungannya dengan selaras, serasi, serta mampu mengamalkan,
menghayati dan memperdalam, nilai-nilai keimanan, ketakwaan dan
akhlak mulia.7 Keluarga sakinah adalah dambaan setiap orang yang hidup
berumah tangga yang damai dan bahagia, karena kata sakinah itu berarti
damai bahagia. Keluarga sakinah menurut islam adalah keluarga yang
mendapatkan limpahan rahmat dan berkat dari Allah, menjadi dambaan
dan idaman setiap insan sejak merencanakan pernikahan serta merupakan
tujuan utama dari pernikahan itu sendiri.8 Oleh karena itu ia tidak terjadi
secara mendadak, tetapi di topang oleh pilr-pilar yang kokoh, yang
memerlukan perjuangan serta butuh waktu dan pengorbanan terlebih
dahulu untuk mendapatkan keluarga yang penuh ketentraman. Keluarga
sakinah merupakan subsistem dari sistem sosial .
Keluarga sakinah menurut undang-undang yaitu Bab 1 pasal 1 ayat
11 dari undang-undang No. 10 Tahun 1992 tentang perkembangan
pendudukan dan pembangunan keluarga sejahtera (keluarga sakinah) itu
adalah keluarga yang tidak hanya tercukupi kebutuhan materiilnya tetapi
juga harus didasarkan pada perkawinan yang sah, tercukupi kebutuhan
spritualnya, memiliki hubungan yang harmonis antar anggota keluarga,
antar keluarga dan masyarakat, dengan lingkungannya dan sebagainya.
Membina keluarga sakinah tidak terlepas dari adanya mawaddah
warahmah, karena mawaddah adalah mencintai suami istri yang

7

Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan Hajhai Proyek
Peningkatan Keluarga Sakinah, pedoman Konselor Keluarga Sakinah, h. 97
8
Hasan Basri, Keluarga Sakinah “Membina Keluarga Sakinah”, (Jakarta: Pustaka
Antara, 1996), Cet. 4, h. 16

23

mendatangkan komitmen kedua belah pihak dengan nyaman dan aman
tanpa peduli pihak luar. Hubungan antara suami istri harus atas dasar
saling membutuhkan, seperti pakaian dan yang memakainya seperti dalam
firman Allah dalam surat al-Baqoroh ayat 187
............................

 

     

 ð  

.............

Artinya: “Mereka adalah pakaian bagimu, dan kamupun adalah pakaian
bagi mereka”.(al-Baqoroh (2) ayat 187)
Kriteria mawaddah dalam Islam menghendaki adanya kecintaan
lahir batin agar suasana pernikahan hakiki dapat dicapai dengan benar.
Apabila suasana itu mampu diwujudkan maka anak yang dihasilkan pun
merupakan belahan jiwa mereka berdua kelak menjadi pengikat erat dan
kuat bagi keduanya.9 Sedangkan rahmah adalah kasih sayang antar
keduanya sejak ikrar akad nikah hingga ajal menjemput keduanya.
Rahmah merupakan karunia agung dari Allah yang diberikan kepada
setiap makhluk-Nya yang mengharapkan. Keluarga sakinah merupakan
pilar pembentukan masyarakat ideal yang dapat melahirkan keturunan
yang shalih dan shalihah. Setiap keluarga pasti menginginkan tercapainya
kehidupan yang bahagia, sejahtera dan damai. Kehidupan rumah tangga
yang bahagia, sejahtera dan damai akan menghasilkan masyarakat yang
rukun, damai, adil dan makmur. Karena masyarakat terdiri dari keluargakeluarga, dan keluarga merupakan pusat dari semua kegiatan masyarakat.
9

Ahmad Sudirman Abbas, Problematika Pernikahan dan Solusinya, (Jakarta: PT Pima
Heza Lestari, 2006), Cet. 1, h. 52

24

Kehidupan keluarga sakinah mawaddah warahmah ini harus tertanan sejak
usia remaja, supaya kelak bersemangat dalam menciptakan ketenangan
dalam diri dan tidak hanya menjadi keinginan individu anggota keluarga
yang bersangkutan saja, melainkan sudah menjadi cita-cita dan tujuan
pembangunan nasional di Indonesia.10
Dari semua penjelasan di atas dapat diambil sebuah pengertian
bahwa keluarga sakinah adalah suatu keluarga yang dibangun atas dasar
agama, rasa saling pengertian, saling menghargai hak-hak dan kewajiban
masing-masing antara pasangan suami istri serta mengutamakan penerapan
akidah dan musyawarah dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam
membina hubungan suami istri maupun pembinaan keluarganya. Dan
untuk memperoleh situasi ini, hanya dengan jalan melalui pernikahan
ketenangan

batin

dan

rumah

tangga

diperoleh.

Tentunya

akan

menghasilkan anggota masyarakat yang baik, dan mengalir darah baru ke
urat-urat masyarakat sehingga menjadi lebih segar, kuat, maju

dan

berkembang.11 Dasar pembentukan keluarga terdapat dalam fiman Allah
SWT Q.S. Al-Ruum ayat 21 yang artinya:




 

 


 

           
         
Artinya:

10

“Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia
menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya
kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya, dan

A. Sutarmadi dan Mesraini, Administrasi Pernikahan dan Manajemen Keluarga,
(Jakarta: Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2006), h. 14
11
Fuad Shalih, Untukmu Yang Akan Menikah Dan Telah Menikah, (Jakarta: Al-Kautsar,
2009), h. 30

25

dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang.
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat
tanda-tanda bagi kaum yang berpikir”. (al-Ruum (30): 21)
1.

Kriteria Keluarga Sakinah
Dalam program pembinaan keluarga sakinah disusun kriteriakriteria umum keluarga sakinah yang terdiri dari, berikut uraian
masing-masing kriteria tersebut:12
1) Keluarga pra sakinah yaitu keluarga yang dibentuk bukan melalui
ketentuan perkawinan yang sah, tidak dapat memenhi kebutuhan
dasar spirital dan material secara minimal, seperti keimanan, shalat,
zakat, puasa, sandang, pangan, papan, dan kesehatan.
2) Keluarga sakinah I yaitu keluarga yang dibangun atas perkawinan
yang sah dan telah dapat memenuhi kebutuhan spiritual dan
materiil secara minimal tetapi masih belum bisa memenuhi
kebutuhan psikologisnya seperti kebutuhan pendidikan, bimbingan
keagamaan

dalam

keluarganya,

mengikuti

interaksi

sosial

keagamaan dengan lingkungannya.
3) Keluarga sakinah II yaitu keluarga yang dibangun atas perkawinan
yang sah dan disamping telah dapat memenuhi kebutuhan
kehidupannya

juga

telah

mampu

memahami

pentingnya

pelaksanaan ajaran agama serta bimbingan keagamaan dalam
keluarga serta mampu mengadakan interaksi sosial keagamaan
dengan lingkungannya tetapi belum mampu menghayati serta
12

Departemen Agama RI, Petunjuk Pelaksanaan Pembinaan Gerakan Keluarga
Sakinah, (Bandung: Departemen Agama Kantor Wilayah Provinsi Jawa Barat Bidang Urusan
Agama Islam, 2001), h. 21-25

26

mengembangkan nilai-nilai keimanan, ketaqwaan dan akhlakul
karimah, infaq, zakat, amal jariyah, menabung dan sebagainya.
4) Keluarga sakinah III yaitu keluarga yang dapat memenuhi seluruh
kebutuhan

keimanan,

ketaqwaan,

akhlakul

karimah,

sosial

psikologis dan pengembangan keluarganya tetapi belum mampu
menjadi suri tauladan bagi lingkungannya.
5) Keluarga sakinah III plus yaitu keluarga yang dapat memenuhi
seluruh kebutuhan keimanan, ketaqwaan, akhlakul karimah secara
sempurna, kebutuhan sosial psikologis dan pengembangannya serta
dapat menjadi suri tauladan bagi lingkungannya.
Adapun berdasarkan pengertian yang dirumuskan oleh BP4,
maka dapat diuraikan bahwa ciri-ciri keluarga sakinah adalah:13
a. Keluarga dibina atas perkawinan yang sah;
b. Keluarga mampu memenuhi kebutuhan hajat hidup baik secara
materiil maupun spiritual yang layak;
c. Keluarga mampu menciptakan suasana cinta kasih dan sayang antara
sesama anggota;
d. Keluarga mampu menanamkan dan mengamalkan nilai-nilai
keimanan, ketaqwaan, amal shaleh dan akhlakul karimah;
e. Keluarga mampu mendidik anak remaja minimal sampai dengan
sekolah menengah atas;

13

Departemen Agama RI, Modul Pelatihan Motivator Keluarga Sakinah, (Jakarta:
Departemen Agama RI Dirjen Bimas Islam Direktorat Urusan Agama Islam dan Pembinaan
Syariah, 2005), h. 49

27

f. Kehidupan sosial ekonomi keluarga mampu mencapai tingkat yang
memadai sesuai dengan ukuran masyarakat yang maju dan mandiri.
2.

Pembentukan Keluarga Sakinah
Keharmonisan hubungan suami istri merupakan faktor penentu
bagi keharmonisan masyarakat, jika kehidupan suami istri tidak
tentram,

maka

masyarakatpun

menjadi

tidak

tentram.

Kasus

perselisihan, perceraian serta kekerasan dalam rumah tangga, yang
sering terjadi dalam masyarakat salah satunya disebabkan oleh
rendahnya pengetahuan serta pemahaman tentang membentuk keluarga
sakinah, dengan beberapa cara yang dapat dilakukan agar keutuhan dan
kebahagiaan rumah tangga dapat tercipta sehingga tujuan pernikahan
dapat tercapai yaitu,14
1. Proses pembentukan keluarga sesuai dengan ajaran islam
2. melaksanakan hak dan kewajiban dalam keluarga
3. memenuhi kebutuhan biologis dalam keluarga
4. memenuhi kebutuhan psikologis dalam keluarga
5. memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga
6. menyelesaikan konflik secara islami dalam keluarga
7. mengembangkan sikap-sikap islami dalam rumah tangga
8. menerapkan nilai islami dalam mendidik anak
9. membina hubungan baik dengan keluarga besar

14

Ulfatmi, Keluarga Sakinah Dalam Persfektif Islam, (Studi Terhadap Pasangan yang
Berhasil Mempertahankan Keutuhan Perkawinan Di kota Padang), (Kementerian Agama RI,
2011), h. 63

28

Sesungguhnya pernikahan tidak hanya bertujuan untuk memenuhi
insting dan berbagai keinginan yang bersifat materi. Lebih dari itu,
terdapat berbagai tugas yang harus dipenuhi, baik segi kejiwaan,
ruhaniah, kemasyarakatan yang harus menjadi tanggung jawabnya.
Termasuk juga hal-hal lain yang diinginkan oleh insting manusia. Maka
proses awal dalam membentuk sebuah keluarga harus diperhatikan; 15
a. Memilih Istri
Anjuran dalam memilih istri karena agamanya, Rasulullah telah
mempertimbangkan bagian inisebagai landasan dalam memilih istri.
karenaperempuan yang beragama meskipun tidak cantik secara fisik,
agama

merupakan

dipertimbangkan.

masalah

Perempuan

yang
yang

sangat
baik

penting

agamanya

untuk
memiliki

keutamaan yang lebih baikdaripada kecantikan fisik. Ia dapat
menyenangkan hati dan baik prilakunya.
b. Memilih Suami
Suami yang terpuji dalam pandangan Islam adalah yang memiliki
sifat-sifat kemanusiaan yang utama, sifat kejantanan yang sempurna,
ia memendang kehidupan dengan benar, melangkah pada jalan yang
lurus, ia bukanlah orang yang memiliki kekayaan atau orang yang
memiliki fisik yang baik dan kedudukan tinggi, dengan tanpa memberi
pertolongan dengan memberikan anugrah dan unsur yang baik.

15

Ali Yusuf As-Subki, Fiqh Keluarga (Pedoman Berkeluarga dalam Islam),
(Jakarta:AMZAH, 2010) h. 37

29

Dalam suatu perjalanan rumah tangga tidak slalu berisikan senyum
dan tawa, karena pasti ada masalah-masalah yang akan datang,
keluarga yang sakinah bukan keluarga tanpa masalah, melainkan
keluarga yang mampu menghadapi dan menyelesaikan masalah
dengan baik dan kepala dingin. Karena itulah ketika hendak
melakukan perkawinan dianjurkan untuk memilih jodoh yang baik
(sholeh atau sholehah), hal ini tidak lain hanya untuk bertujuan dalam
menjadikan perkawinan yang bahagia, sakinah dan harmonis. Untuk
itu dalam upaya membina keluarga sakinah perlu diperhatikan
berbagai aspek secara menyeluruh, diantaranya peranan masingmasing suami dan istri, baik yang individual maupun yang dimiliki
bersama.16Islam memberikan tuntunan pada setiap manusia untuk
menuntun menuju keluarga sakinah yaitu dengan cara;17
1.

Di landasi oleh cinta dan kasih sayang

2.

Hubungan saling membutuhkan satu sama lain sebagaimana
suami istri disimbolkan dalam al-Quran dengan pakaian, saling
setia.

3.

Suami istri dalam bergaul memperhatikan yang secara wajar di
anggap patut.
Selain itu hal yang dapat mewujudkan keluarga sakinah juga

harus disertai dengan kesungguhan, kesabaran, dari keuletan suami