Universitas Kristen Maranatha
mampu mengukir prestasi yang gemilang di kancah internasional dengan menjuarai kompetisi 10
th
Internationaler Chorwettbewerb, di Landkreis Miltenberg, Jerman.
Selain itu, keingintahuan pengurus mengenai dominansi komponen komitmen organisasi yang dimiliki oleh para anggotanya dimana diindikasikan
memiliki kaitan dengan mengapa MCUC mengalami keadaan seperti sekarang ini, yaitu banyak absenteeism, turnover serta berbagai permasalahan lainnya
mendorong peneliti untuk melakukan penelitian ini. Pengurus MCUC memiliki keinginan untuk tetap mempertahankan bahkan ingin selalu meningkatkan prestasi
MCUC, untuk itu dibutuhkan sumber daya manusia yang memiliki komitmen yang kuat. Hingga saat ini juga masih belum terdapat data statistik mengenai
dominansi komponen komitmen organisasi pada anggota paduan suara MCUC. Berdasarkan fenomena serta alasan tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian d engan judul “Studi Deskriptif Mengenai Dominansi Komponen
Komitmen Organisasi pada Anggota Maranatha Christian University Choir di Kota Bandung
”.
1.2 Identifikasi Masalah
Bagaimana gambaran mengenai dominansi komponen komitmen organisasi yang dimiliki oleh para anggota Maranatha Christian University Choir.
Universitas Kristen Maranatha
1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud Penelitian
Maksud dari penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran mengenai komponen-komponen komitmen organisasi pada anggota Maranatha Christian
University Choir.
1.3.2 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran dominansi komponen komitmen organisasi pada anggota Maranatha Christian University
Choir melalui gambaran mengenai komponen-komponennya, yaitu affective commitment, continuance commitment, dan normative commitment.
1.4 Kegunaan Penelitian 1.4.1 Kegunaan Ilmiah
1. Memberikan informasi tambahan kepada bidang Psikologi, khususnya
Psikologi Industri dan Organisasi mengenai gambaran dominansi komponen komitmen organisasi pada organisasi paduan suara
mahasiswa. 2.
Memberikan informasi kepada peneliti lain yang tertarik untuk meneliti topik yang serupa.
Universitas Kristen Maranatha
1.4.2 Kegunaan Praktis
1. Memberikan informasi kepada para anggota Maranatha Christian
University Choir mengenai dominansi komponen komitmen organisasi yang dimiliki beserta faktor-faktor yang memengaruhinya.
2. Memberikan informasi kepada ketua serta pengurus Maranatha
Christian University Choir mengenai dominansi komponen komitmen organisasi yang ada di dalam Maranatha Christian University Choir
sehingga dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam usaha memecahkan berbagai macam permasalahan di dalam Maranatha
Christian University Choir. 3.
Memberikan informasi kepada PR III, selaku penanggungjawab mengenai kegiatan kemahasiswaan agar lebih mengetahui serta
memahami mengenai permasalahan yang dihadapi unit kegiatan Maranatha Christian University Bandung sehingga dapat memberikan
masukan sebagai bentuk intervensi lebih lanjut.
1.5 Kerangka Pikir
Anggota MCUC merupakan mahasiswa aktif yang memiliki usia antara 19 tahun hingga 23 tahun. Individu yang berada pada rentang umur tersebut ditandai
dengan adanya perjuangan antara membangun pribadi yang mandiri dan menjadi terlibat secara sosial Santrock, 2013. Masa muda merupakan periode
penyesuaian diri terhadap pola-pola kehidupan baru dan harapan-harapan sosial baru. Individu muda ini, diharapkan mampu memainkan peran baru kemudian
Universitas Kristen Maranatha
mengembangkan sikap-sikap baru, keinginan-keinginan serta nilai-nilai baru sesuai dengan tugas-tugas baru yang dimilikinya. Individu pada usia ini
diharapkan mulai menerima tanggungjawab sebagai seorang yang sudah menjadi dewasa yang mampu menyelesaikan segala permasalahannya secara mandiri serta
mengambil keputusan-keputusan yang menyangkut dengan kehidupannya secara dewasa.
Fase transisi dari SMA ke universitas dikatakan juga sebagai fase “emerging adulthood
” Santrock, 2013. Sewaktu menjadi dewasa, orang-orang muda mengalami perubahan tanggungjawab dari seorang pelajar yang sepenuhnya
tergantung kepada orangtua menjadi dewasa serta mandiri. Hal tersebut mengakibatkan mereka mampu menentukan pola hidup yang baru, memikul
tanggung jawab yang baru, serta membuat komitmen-komitmen yang baru dalam hidupnya secara mandiri. Anggota MCUC juga sedang beranjak menjadi individu
dewasa dini yang mampu menentukan pilihannya sendiri untuk bergabung di dalam MCUC, kemudian mengatur serta menentukan pola kegiatan serta
kehidupan sehari-hari secara mandiri disamping tetap bertanggungjawab terhadap tugas utamanya yaitu menjalankan kewajibannya sebagai mahasiswa serta
menyelesaikan studi di universitas. Beberapa ciri individu muda menurut Santrock 2013, diantaranya adalah
kemampuan kognitif yang mengalami perkembangan sangat baik menuju ke arah pemikiran beragam, tidak lagi berpikir secara individualistik. Kemudian individu
muda ini juga mulai menginjak ke fase mencapai prestasi achieving stage, dimana segala perilaku yang dilakukan diarahkan kepada tujuan jangka panjang
Universitas Kristen Maranatha
maupun jangka pendek, sesuai dengan goal yang ingin diraih. Niat serta kemauan dibangun untuk mencapai tujuan tersebut. Istilah kunci yang penting yang harus
dipegang pada masa dewasa awal ini adalah adjustment. Agar dapat bertahan, sebuah organisasi membutuhkan anggota yang
berkualitas, berkompeten, serta memiliki komitmen terhadap organisasi tempatnya bernaung Meyer Allen, 1997. Demikian halnya dengan para anggota MCUC
yang harus memiliki komitmen agar mampu bertahan serta mau peduli dan berjuang demi kemajuan MCUC. Keberlangsungan perkembangan dari suatu
organisasi bergantung kepada anggotanya. Pemberian gagasan serta ide untuk perkembangan organisasi serta mampu menunjukkan hasil kerja yang optimal
membuat organisasi yang sedang berada di dalam masa krisis dapat bangkit kembali.
Meyer Allen 1997 berpendapat bahwa komitmen terhadap organisasi merupakan suatu keadaan psikologis tertentu yang menimbulkan keterikatan
anggota terhadap organisasi, dan mempunyai implikasi terhadap keputusan yang diambil untuk terus menjadi anggota organisasi meskipun mengalami berbagai
kesulitan dalam tugas-tugasnya, dan ikut serta dalam pencapaian tujuan organisasi. Keadaan psikologis ini memiliki kekuatan pengikat binding force
sehingga dapat mengikat seseorang pada organisasi. Keadaan psikologis yang merupakan karakteristik hubungan antara anggota dengan organisasinya meliputi
need, want, dan ought to, dan 3 hal tersebut akan mendasari perilaku individu ketika bergabung pada suatu organisasi tertentu.
Universitas Kristen Maranatha
Meyer Allen 1997 menambahkan bahwa anggota akan tetap bertahan dalam organisasi meskipun mengalami kesulitan dan masalah dalam tugas-
tugasnya, melakukan tugas secara teratur, mau bekerja lebih banyak di luar job desc-nya, melindungi aset atau inventaris organisasi dan ikut serta dalam usaha
pencapaian tujuan organisasi apabila anggota tersebut memiliki komitmen terhadap organisasi. Setiap anggota akan menampilkan sikap dan perilaku yang
mungkin sama terhadap sebuah organisasi, walaupun memiliki dasar keterikatan komitmen organisasi yang berbeda. Komitmen terhadap organisasi tersebut dibagi
ke dalam tiga komponen oleh Meyer Allen 1997, yaitu affective commitment, continuance commitment dan normative commitment. Meyer Allen menjelaskan
bahwa pada diri setiap manusia, pasti akan memiliki ketiganya, namun seseorang memiliki satu komponen yang menjadi dasar keterikatannya untuk berkomitmen
dan akan menjadi alasan utama bagi dirinya dalam menentukan sikap. Komponen komitmen organisasi yang pertama ialah affective commitment,
yang berkaitan dengan hubungan emosional anggota organisasinya, identifikasi dengan organisasi serta keterlibatan anggota dengan kegiatan di dalam organisasi.
Anggota organisasi dengan affective commitment yang kuat akan terus menjadi anggota dalam organisasi tersebut dan juga akan menyenangi keanggotaannya di
dalam organisasi karena mereka menginginkan hal tersebut want to. Anggota akan menikmati keanggotaannya serta memutuskan untuk tetap berada di dalam
organisasi berdasarkan perasaan keterlibatan dari kontribusi yang melibatkan ikatan emosional serta afeksi terhadap organisasi. Pada anggota yang memiliki
affective commitment kuat, terdapat keyakinan bahwa terdapat kesamaan antara
Universitas Kristen Maranatha
tujuan serta nilai-nilai di dalam organisasi yang sama dengan yang dimiliki secara pribadi. Komitmen ini tidak hanya menggambarkan loyalitas pasif namun
sumbangan aktif dari anggota terhadap organisasinya, sehingga melalui komitmen ini akan terbentuk sense of belonging yang kuat terhadap organisasi karena
anggota merasakan berbagai pengalaman positif yang menimbulkan perasaan nyaman.
Anggota MCUC yang memiliki affective commitment yang kuat akan memiliki motivasi yang besar dan keinginan desire untuk memberikan
kontribusi maksimal kepada MCUC. Hal ini ditunjukkan dengan kecenderungan untuk mengerjakan tugas-tugas dengan sungguh-sungguh, tepat pada waktunya,
dan mengerjakan semua tugas tersebut dengan perasaan senang serta tulus. Anggota merasakan adanya ikatan emosional yang positif dengan organisasi,
sehingga akan berkontribusi maksimal dengan sepenuh hati pada organisasi tersebut. Tingkat affective commitment yang kuat juga dapat dilihat dari absensi
atau tingkat kehadiran, dimana tercermin dalam bentuk perilaku anggota MCUC yang akan selalu hadir dalam setiap latihan dengan senang hati tanpa paksaan.
Bentuk perilaku lain yang akan ditampilkan apabila anggota MCUC memiliki affective commitment yang kuat adalah anggota akan berusaha untuk
mengikuti segala kegiatan yang diadakan oleh MCUC seperti olahraga bersama, job, konser dan sebagainya, juga merasa bangga dan betah bekerja serta
berkegiatan bersama anggota lain di dalam MCUC. Anggota MCUC yang menunjukkan affective commitment yang lemah, memiliki kecenderungan
motivasi yang kecil dan keinginan yang kurang untuk memberikan kontribusi
Universitas Kristen Maranatha
kepada organisasi, serta tingkat kehadiran yang lebih rendah. Anggota tersebut kurang termotivasi untuk mengerjakan tugasnya, dan apabila ia mengerjakan
tugas pun, ada perasaan terpaksa dan tidak senang akan tugas yang diberikan kepadanya, sehingga hasil kerja menjadi kurang maksimal. Keterikatan emosional
pada anggota yang menunjukkan affective commitment lemah, tidak kuat terhadap MCUC.
Komponen komitmen organisasi yang kedua ialah continuance commitment, berkaitan dengan kesadaran serta pertimbangan anggota organisasi yang akan
mengalami kerugian jika meninggalkan organisasi. Anggota organisasi yang memiliki continuance commitment yang kuat akan bertahan dalam organisasi,
karena mereka membutuhkannya need to. Pertimbangan yang mendasarinya antara lain kalkulasi anggota mengenai kontribusi yang sudah ia berikan kepada
organisasi waktu, tenaga, usaha. Pertimbangan lainnya berkaitan dengan alternatif peluang mendapatkan kesempatan berorganisasi yang lebih baik di luar
organisasi yang sekarang diikutinya. Besar atau kecilnya peluang berorganisasi di luar organisasi akan mempengaruhi perkembangan continuance commitment. Di
samping kedua hal tersebut, Dunham, Grube Castaneda 1994 melihat dalam Meyer Allen, 1997 bahwa faktor usia dan lama kerja turut mempengaruhi
continuance commitment. Tingkat usia membatasi keinginan seseorang untuk berpindah-pindah organisasi. Anggota yang telah lama bergabung dalam suatu
organisasi akan merasa bahwa investasi yang telah ada tidak dapat tergantikan bila ia meninggalkan organisasi. Dengan demikian komitmen ini hanya berorientasi
pada kepentingan pribadi anggota sendiri.
Universitas Kristen Maranatha
Anggota MCUC yang memiliki continuance commitment yang kuat akan tetap bertahan di dalam organisasi untuk menghindari kerugian, walaupun di sisi
lain ia merasakan banyak waktu, tenaga, usaha, serta materi yang dikeluarkan untuk bertahan di MCUC. Keadaan lelah saat ikut aktif dalam kegiatan-kegiatan
MCUC juga tidak cukup melemahkan komitmen anggota yang memiliki continuance commitment kuat karena kerugian yang akan dialami dirasakan lebih
besar apabila mereka memutuskan untuk keluar dari MCUC. Anggota MCUC juga akan tetap bertahan di dalam MCUC walaupun ia tidak merasakan adanya
kedekatan emosional yang terjadi dengan MCUC karena yang dipikirkan hanya kepentingan untuk pribadinya sendiri yang ingin dicapai. Anggota ini akan
berpendapat bahwa keputusan untuk keluar dari MCUC, akan membawa kerugian, yaitu kehilangan kesempatan untuk dikenal sebagai mahasiswa aktif di
universitas, dikenal di kalangan anggota paduan suara mahasiswa, kehilangan kesempatan untuk jalan-jalan ke luar negeri, mendapatkan beasiswa melalui jalur
prestasi non-akademik, dan sebagainya. Berbeda dengan anggota MCUC yang memiliki continuance commitment
yang lemah yang merasa tidak memiliki kebutuhan untuk terus berada di dalam MCUC sehingga anggota ini akan meninggalkan organisasi karena merasa tidak
ada lagi keuntungan yang didapatkan apabila tetap mempertahankan keanggotaannya. Anggota juga tidak memperdulikan kerugian yang akan dialami
jika harus keluar dari MCUC. Komponen yang ketiga ialah normative commitment yang menggambarkan
perasaan keterikatan serta keyakinan untuk terus berada dalam organisasi sebagai
Universitas Kristen Maranatha
bentuk tanggung jawab dan kewajiban. Normative commitment mencerminkan seberapa besar loyalitas seorang anggota terhadap organisasi. Keputusan untuk
tetap berada di dalam organisasi karena hal tersebut dipandang sebagai suatu keharusan serta bentuk tanggungjawab terhadap organisasi. Kata kunci komponen
ini adalah ought to. Meyer Allen menjelaskan bahwa hal tersebut dilakukan dengan alasan menghindari pandangan buruk dari lingkungan yang akan muncul
apabila seseorang memutuskan untuk berhenti dari suatu organisasi, karena keyakinan bahwa bertahan di dalam organisasi yang dipilihnya sendiri merupakan
suatu perbuataan yang dipandang benar dan perbuatan moral. Anggota MCUC yang memiliki normative commitment yang kuat adalah
anggota yang merasa harus ought to berada dan menjadi bagian dalam organisasi Meyer Allen, 1997 dan yakin bahwa sudah seharusnya seorang anggota
MCUC bertanggung jawab terhadap tugasnya sebagai anggota demi mencapai tujuan organisasi. Bentuk perilaku yang muncul adalah anggota merasa terikat
dengan organisasi karena adanya keharusan atau janji obligation dan tanggung jawab akan tugas duty. Perasaan seperti ini dapat memotivasi anggota MCUC
untuk bertingkahlaku yang sesuai dan melakukan hal yang benar untuk organisasinya. Anggota akan setia serta bertanggung jawab dalam melakukan
tugasnya dengan mengerjakan tugasnya secara tepat waktu, memberikan kontribusi dengan mengikuti job, hadir dalam latihan, mengikuti konser, dan
melakukan hal yang menjadi tugas seorang anggota aktif MCUC. Sedangkan anggota yang memiliki normative commitment yang lemah tidak merasa bahwa
Universitas Kristen Maranatha
mereka memiliki keharusan atau janji, sehingga mereka mengabaikan tanggung jawab akan tugas yang diberikan oleh organisasi terhadap dirinya.
Meyer Allen 1997 mengungkapkan lebih lanjut bahwa setiap karyawan memiliki dominansi komponen komitmen yang berbeda-beda. Hal ini didasarkan
pada derajat komponen yang pasti berbeda-beda pada masing-masing anggota organisasi. Perilaku yang ditampilkan oleh masing-masing anggota mungkin
sama, namun alasan yang mendasari seseorang berperilaku demikianlah yang akan berbeda sesuai dengan derajat dominansi komponen komitmen organisasi
masing-masing individu. Komponen komitmen yang paling menonjol dari diri anggota tersebutlah yang pada akhirnya akan memberikan corak pada dominansi
komponen komitmen yang akan ditampilkan oleh anggota tersebut. Komponen yang paling menonjol itulah yang dikatakan oleh Meyer Allen, akan menjadi
dasar keterikatan komitmen seseorang terhadap organisasi dimana mereka berada. Hal tersebutlah yang akan menentukan atau menjadi alasan utama mengapa
seseorang mempertahankan keanggotaannya di dalam suatu organisasi. Perbedaan derajat komitmen tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor,
yaitu karakteristik organisasi, karakteristik individu, dan pengalaman kerja Meyer Allen, 1997. Karakteristik organisasi meliputi struktur organisasi dan
kebijakan organisasi. Struktur organisasi berpengaruh terhadap affective commitment, seperti misalnya desentralisasi dalam sebuah organisasi akan
berpengaruh terhadap kuatnya affective commitment seseorang Bateman Strasser, 1984; Morris Steers, 1980 dalam Meyer Allen, 1997.
Universitas Kristen Maranatha
Kebijakan sebuah organisasi juga menciptakan korelasi yang positif antara persepsi keadilan peraturan dan affective commitment. Sejumlah kebijakan di
dalam sebuah organisasi yang dirasakan adil dan bermanfaat bagi para anggotanya, akan menggambarkan penerimaan terhadap kebijakan tersebut
sehingga menimbulkan efek yang positif bagi affective commitment. Mengenai cara sebuah organisasi dalam menetapkan kebijakan juga memiliki hubungan
dengan affective commitment. Seperti misalnya affective commitment yang kuat diperlihatkan oleh anggota yang percaya bahwa organisasi tempat bernaungnya
tersebut memberikan penjelasan yang adekuat mengenai kebijakan organisasi yang positif Konovsky Cropanzano, 1991 dalam Meyer Allen, 1997.
Faktor kedua yang mempengaruhi derajat komitmen organisasi seorang anggota organisasi adalah karakteristik individu, meliputi usia dan lamanya
berada di dalam organisasi. Usia menunjukkan catatan biografis lamanya masa hidup seseorang yang sewaktu menjadi dewasa, orang-orang muda mengalami
perubahan tanggungjawab dari seseorang yang sepenuhnya tergantung kepada orang tua menjadi orang dewasa mandiri, maka mereka menentukan pola hidup
baru, memikul tanggung jawab baru dan membuat komitmen-komitmen yang baru Santrock, 2013. Umumnya orang-orang yang berusia lebih tua, memiliki
komitmen organisasi yang kuat dibandingkan dengan mereka yang berusia lebih muda. Seseorang yang lebih tua atau dewasa dalam usia, biasanya akan memiliki
pandangan atau pemikiran yang lebih serius dalam menanggapi konsep tanggungjawab serta komitmen dalam kehidupannya.
Universitas Kristen Maranatha
Lamanya berada di dalam organisasi merupakan lamanya seseorang bergabung menjadi bagian di dalam suatu organisasi. Berdasarkan penelitian
Mathieu dan Zajac Meyer Allen, 1997 ditemukan bahwa terdapat hubungan yang kuat antara masa jabatan dengan affective commitment. Hubungan yang kuat
antara lamanya berada di dalam organisasi dan affective commitment dapat dilihat dari seorang anggota yang sudah lama bergabung dalam suatu organiasi. Anggota
tersebut telah mengetahui seluk beluk, baik atau buruk dari organisasi yang diikutinya tersebut, maka akan muncul rasa keterikatan secara emosional antara
anggota dengan organisasi tersebut. Faktor yang terakhir yang juga memengaruhi derajat komitmen organisasi
seseorang adalah pengalaman kerja, yang meliputi tantangan tugas-tugas, relasi dengan pemimpin, dan pengalaman bersosialisasi. Pengalaman kerja yang
menyenangkan dan kepuasan kerja memiliki korelasi positif dengan normative commitment. Semakin tinggi kepuasan kerja seorang anggota yang didapatkan
melalui pengalaman kerja yang menyenangkan akan menghasilkan semakin kuatnya normative commitment karyawan tersebut.
Karakteristik tugas-tugas merupakan tantangan, yaitu sejauh mana hasil pekerjaannya menunjukkan kreatifitas dan membutuhkan tanggung jawab
Dorstein Matalon, 1989, dalam Meyer Allen, 1997. Individu yang lebih tertantang dan menganggap tugasnya menarik akan memiliki komitmen yang
lebih kuat. Ketidakjelasan peran atau kurangnya pengertian akan hak dan kewajibannya juga dapat mengurangi komitmen seseorang Meyer Allen,
1997. Selain itu, adanya konflik peran perbedaan antara tuntutan tugas dengan
Universitas Kristen Maranatha
tuntutan fisik, harapan dan nilai-nilai pribadi juga dapat mengurangi komitmen seseorang pada organisasinya, sehingga yang termasuk dalam pengalaman kerja
adalah sejauh mana individu merasa dihargai dan dibutuhkan. Semakin seseorang merasa dihargai atau dibutuhkan, maka komitmennya juga akan semakin kuat. Hal
tersebut dapat dikatakan sebagai imbalan ekstrinsik bagi seorang anggota organisasi, dimana imbalan ekstrinsik ini dapat menjadi rangsangan bagi individu
untuk mempertahankan keanggotaannya Meyer Allen, 1997. Selain itu relasi anggota dengan pemimpin atau leader di dalam sebuah
organisasi dapat juga membangun affective commitment anggota. Anggota yang diberikan kepercayaan serta kesempatan oleh pemimpinnya untuk turut andil
dalam pengambilan
keputusan-keputusan di
dalam organisasi
akan mengembangkan affective commitment yang kuat e.g., Jermier Berkers, 1979;
Rhodes Steers, 1981 dan pemimpin yang memberikan perhatian e.g., Bycio et al., 1995; DeCotiis Summers, 1987 serta bersikap adil e.g., Meyer Allen,
1990a terhadap semua anggota akan menghasilkan anggota yang memiliki affective commitment yang kuat.
Pengalaman sosialisasi yang dialami seorang anggota organisasi dikatakan dapat mempengaruhi normative commitment seseorang. Anggota yang mampu
bersosialisasi dengan baik terhadap keluarga, budaya di dalam organisasi tersebut, dan dengan segala komponen yang ada di dalam organisasi akan
menginternalisasi segala kebiasaan serta dinamika yang ada di dalam organisasi tersebut sehingga menjadi sebuah kepercayaan yang akan meningkatkan loyalitas
anggota tersebut terhadap organisasi.
Universitas Kristen Maranatha
Berdasarkan hal-hal yang dikatakan dapat mempengaruhi derajat komitmen organisasi seseorang seperti yang telah dijelaskan di atas, maka setiap orang akan
memiliki dominansi komponen komitmen organisasi yang berbeda-beda derajatnya yang akan mempengaruhi sikap mereka terhadap organisasi yang
diikutinya, seperti unjuk kerja, turnover, serta absenteeism anggota di dalam organisasi tersebut.
1.1 Bagan Kerangka Pikir