Analisis Kristalinitas dengan Difraksi Sinar X XRD

Tabel II. Hasil korelasi dari serapan inframerah pada selulosa dan kitosan Bilangan Gelombang Selulosa cm -1 Keterangan kode dari pembacaan gelombang selulosa Bilangan Gelombang Kitosan cm -1 Keterangan kode dari pembacaan gelombang kitosan Referensi 3430 -OH stretching 3430 -OH and –NH stretching Stefanescu, Daly, Negulescu 2011 2919 -CH stretching 2919 -CH stretching 1659 C=O stretching 1637 C=O stretching - - 1597 -NH bending amide II 1422 -CH bending vibration 1422 -CH and –NH bending vibrations 1374 -CH bending vibration 1378 -CH bending vibrations 1158 Anti- symetric stretching of the C-O- C bridge 1154 Anti-symetric stretching of the C-O-C bridge 1067 Skeletal vibrations involving the C-O stretching 1072 Skeletal vibrations involving the C-O stretching

H. Analisis Kristalinitas dengan Difraksi Sinar X XRD

Spektroskopi difraksi sinar-X X-ray difractionXRD merupakan salah satu metoda karakterisasi material yang paling tua dan paling sering digunakan hingga sekarang. Teknik ini digunakan untuk mengidentifikasi fasa kristalin dalam material dengan cara menentukan parameter struktur kisi serta untuk mendapatkan ukuran partikel Widyawati, 2012. XRD memberikan data-data difraksi dan kuantisasi intensitas difraksi pada sudut-sudut dari suatu bahan. Data yang diperoleh dari XRD berupa intensitas difraksi sinar-X yang terdifraksi dan sudut- sudut 2θ. Tiap pola yang muncul pada pola XRD mewakili satu bidang kristal yang memiliki orientasi tertentu Widyawati, 2012. Suatu kristal yang dikenai oleh sinar-X tersebut berupa material sampel, sehingga intensitas sinar yang ditransmisikan akan lebih rendah dari intensitas sinar datang. Berkas sinar-X yang dihamburkan ada yang saling menghilangkan interferensi destruktif dan ada juga yang saling menguatkan interferensi konstrktif Grant Suryanayana, 1998. Menurut Anggraeni 2003, derajat kristalinitas dapat ditentukan bila difraksi kristalin dipisahkan dari difraksi amorf, dengan cara menghitung perbandingan luas difraksi kristalin terhadap luas total difraksi amorf dan kristalin seperti ditunjukkan oleh Persamaan 4. Derajat kristalinitas = Luas kristalin ×100 ….…………. 4 Luas kristalin+amorf Contoh hasil difraksi sinar-X dari selulosa bakteri dan kitosan ditunjukkan pada gambar 8. Gambar 8. Difraktogram XRD dan selulosa bakteri dan kitosan Stefanescu, et. al., 2012.

I. Pengamatan Morfologi Permukaan dengan Teknik Scanning Electron

Microscopy SEM merupakan mikroskop elektron yang menampilkan gambar permukaan sampel Gambar 9. Elektron berinteraksi dengan tiap bagian permukaan sampel, elektron tersebut diemisikan dan dideteksi. Gambar yang terbentuk sama dengan jumlah elektron yang berinteraksi dengan sampel. Untuk meningkatkan resolusi dari gambar dapat dilakukan dengan cara mengecilkan diamater sumber cahaya. Diameter cahaya yang kecil akan mentransmisikan elektron pada permukaan sampel tertentu. Diameter cahaya lebar, maka interaksi yang terjadi dengan banyak objek dalam waktu yang sama makin tinggi Allen, 2008. Gambar 9. Pengamatan morfologi permukaan SEM a. Selulosa bakteri dengan perbesaran 5000x b. Film kitosan murni dengan perbesaran 6000x Goh, Rosman, Kaur, Fazilah Karim, dan Bhat, 2012; Bhuvaneshwari, Sruthi, Sivasubramanian, Kalyani, dan Sugunabai, 2011. SEM memiliki resolusi yang lebih tinggi daripada mikroskop optik. Hal ini disebabkan oleh panjang gelombang de Broglie yang dimiliki elektron lebih pendek daripada gelombang optik. Makin kecil panjang gelombang yang digunakan maka makin tinggi resolusi mikroskop. Panjang gelombang de Broglie elektron adalah : = h p…………………..…………………………………………………5 dengan h konstanta Planck dan p adalah momentum elektron. Momentum elektron dapat ditentukan dari energi kinetik melalui hubungan : K = K p 2 2m …………..………………………..………………………….6 dengan K energi kinetik elektron dan m adalah massanya Allen, 2008. Syarat agar SEM dapat menghasilkan citra yang tajam adalah permukaan benda harus bersifat sebagai pemantul elektron atau dapat melepaskan elektron sekunder ketika ditembak dengan berkas elektron. Material yang memiliki sifat demikian adalah logam. Jika permukaan logam diamati di bawah SEM maka profil permukaan akan tampak dengan jelas. Apabila material yang diamati ini seperti isolator dan bukan logam, maka agar profil permukaan bukan logam dapat diamati dengan jelas dengan SEM, permukaan material tersebut harus dilapisi dengan logam. Film tipis logam dibuat pada permukaan material tersebut. sehingga dapat memantulkan berkas elektron. Metode pelapisan yang umumnya dilakukan adalah evaporasi dan sputtering Echlin, 2009; Rice, 2012. Pada metode evaporasi, material yang akan diamati permukaannya ditempatkan dalam satu ruang chamber dengan logam pelapis. Ruang tersebut dapat divakumkan dan logam pelapis dapat dipanaskan hingga mendekati titik leleh. Logam pelapis diletakkan di atas filament pemanas. Mula-mula chamber divakumkan yang diikuti dengan pemanasan logam pelapis. Atom-atom menguap pada permukaan logam. Ketika sampai pada permukaan material yang memiliki suhu lebih rendah, atom-atom logam terkondensasi dan membentuk lapisan film tipis di permukaan material yang memiliki suhu lebih rendah, atom-atom logam terkondensasi dan membentuk lapisan film tipis di permukaan material. Ketebalan lapisan dapat dikontrol dengan mengatur lama waktu evaporasi. Agar proses ini dapat berlangsung efisien maka logam pelapis yang digunakan harus yang memiliki titik lebur rendah. Logam pelapis yang umumnya digunakan adalah emas Echlin, 2009; Rice, 2012. Prinsip kerja sputtering mirip dengan evaporasi. Namun, sputtering dapat berlangsung pada suhu rendah suhu kamar. Permukaan logam ditembak dengan ion gas berenergi tinggi sehingga terpental keluar dari permukaan logam dan mengisi ruang di dalam chamber. Ketika mengenai permukaan sampel, atom-atom logam tersebut membentuk fase padat dalam bentuk film tipis. Ketebalan lapisan dikontrol dengan mengatur lama waktu sputtering Echlin, 2009; Rice, 2012.

J. Landasan Teori

Dokumen yang terkait

Pemeriksaan Cemaran Bakteri Escherichia coli Dan Staphylococcus aureus Pada Jamu Gendong Dari Beberapa Penjual Jamu Gendong

4 120 85

Isolasi dan Karakterisasi Bakteri Asam Laktat (BAL) dari Fermentasi Air Cucian Beras

5 25 71

Aktivitas antimikroba sediaan biomaterial selulosa bakteri dari limbah ketela rambat ( Ipomoea batatas Poir) dengan penambahan kitosan terhadap Staphylococcus aureus.

0 1 115

Pengaruh pemberian sediaan biomaterial selulosa bakteri Acetobacter xylinum dari limbah air cucian beras dengan penambahan kitosan sebagai material penutup luka pada tikus galur wistar jantan.

0 2 133

Aktivitas antimikroba sediaan biomaterial selulosa bakteri dari limbah ketela pohon ( Manihot utilissima Pohl.) dengan penambahan kitosan terhadap Staphylococcus aureus.

2 3 114

Aktivitas antimikroba sediaan biomaterial selulosa bakteri dari limbah ketela rambat ( Ipomoea batatas Poir) dengan penambahan kitosan terhadap Staphylococcus aureus

0 2 113

Uji aktivitas anti mikroba sediaan biomaterial bakteri Acetobacter xylimum dari limbah air cucian beras dengan penambahan kitosan pada bakteri Staphylococcus aureus

0 0 128

PENGARUH VARIASI BIOMATERIAL SELULOSA BAKTERI Acetobacter xylinum DARI LIMBAH AIR CUCIAN BERAS TERHADAP PENYEMBUHAN LUKA PADA KULIT TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) GALUR WISTAR.

0 0 1

Aktivitas antimikroba sediaan biomaterial selulosa bakteri dari limbah ketela pohon ( Manihot utilissima Pohl.) dengan penambahan kitosan terhadap Staphylococcus aureus - USD Repository

0 1 112

Pengaruh pemberian sediaan biomaterial selulosa bakteri Acetobacter xylinum dari limbah air cucian beras dengan penambahan kitosan sebagai material penutup luka pada tikus galur wistar jantan - USD Repository

0 0 131