Aktivitas antimikroba sediaan biomaterial selulosa bakteri dari limbah ketela pohon ( Manihot utilissima Pohl.) dengan penambahan kitosan terhadap Staphylococcus aureus.

(1)

AKTIVITAS ANTIMIKROBA SEDIAAN BIOMATERIAL SELULOSA BAKTERI DARI LIMBAH KETELA POHON (Manihot utilissima Pohl.) DENGAN PENAMBAHAN KITOSAN TERHADAP Staphylococcus aureus

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)

Program Studi Farmasi

Oleh : Haris Witantyo NIM: 098114118

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

vi

HALAMAN PERSEMBAHAN

“LEBIH BAIK BERJALAN SATU

LANGKAH, DARIPADA LARI

DITEMPAT”

(Witono)

"Kita harus menghadapi mereka dengan budi bahasa yang manis dan kesabaran yang tinggi agar bisa mengalahkan mereka"

(Gregorius)

Karya ini penulis persembahkan kepada: Allah Bapa Yang Maha Kuasa dan Bunda Maria Orang tua (Mama-Sri Sulistyaningtyas & Papa-Witono) Kakak Putrantyono Dik Elisabet Deti Kurniawati Teman-teman satu tim skripsi Romo Al. Dwi Prasetyo Teman-teman OMK Paroki Gereja St. Theresia Sedayu Almamater Mereka yang mau berjuang untuk menggapai cita-cita dan tetap percaya pada-Nya I love you all, Tuhan beserta kita Sekarang dan selama-lamanya…


(7)

vii PRAKATA

Puji Syukur kepada Tuhan Yang Maha Pengasih dan Penyayang atas berkat, rahmat dan penyertaan-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Skripsi yang berjudul “Aktivitas Antimikroba Sediaan Biomaterial Selulosa Bakteri dari Limbah Ketela Pohon (Manihot utilissima Pohl.) dengan Penambahan Kitosan Terhadap Staphylococcus aureus “ ini disusun untuk memenuhi salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Strata Satu Program Studi Ilmu Farmasi (S.Farm).

Penulis mengalami berbagai kesulitan, hambatan, dan masalah dalam menyelesaikan laporan akhir ini. Namun dengan adanya bantuan dari berbagai pihak, akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi. Oleh karena itu, atas segala bantuan yang telah diberikan dengan segenap kerendahan hati penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Ipang Djunarko, M.Sc., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

2. Ibu Dr. Eli Rohaeti selaku Dosen Pembimbing Utama dan penguji yang telah memberikan bantuan, dukungan semangat, perhatian, bimbingan, perhatian serta meluangkan waktu untuk berdiskusi bersama Penulis selama proses penyusunan proposal hingga penyelesaian skripsi ini.

3. Bapak Yohanes Dwiatmaka, M.Si., selaku Dosen Penguji yang telah meluangkan waktu untuk menguji serta memberi beberapa masukan terkait skripsi Penulis.


(8)

viii

4. Bapak Prof. Dr. C.J. Soegihardjo, Apt., selaku Dosen Penguji yang telah meluangkan waktu untuk menguji serta memberi beberapa masukan terkait skripsi Penulis.

5. Ibu Rini Dwiastuti, M.Si., Apt., selaku kepala Laboratorium Farmasi, terima kasih atas ijin yang diberikan kepada penulis untuk melakukan penelitian di Laboratorium Mikrobiologi Farmasi.

6. Staf Laboratorium Mikrobiologi Balai Kesehatan Yogyakarta atas pendampingannya dalam melakukan penelitian.

7. Mbak L. Venita Kusumaningrum beserta keluarga, terima kasih atas perhatian dan nasehat-nasehat yang diberikan kepada penulis pada saat pengerjaan skripsi.

8. Arvi Mahendra dan Yustisia Larassetyaningtyas yang telah bersedia menemani penulis dalam melakukan penelitian di Laboratorium, terima kasih atas kebaikan, semangat, nasehat, dukungan serta bantuan dan masukan-masukan kepada penulis, tidak lupa terima kasih atas keakraban, suka dan duka yang telah kita alami selama pengerjaan skripsi.

9. Michael Raharja Gani, Anugerah Adhi Laksana, David Chandra Putra terima kasih karena telah membantu penulis memperoleh judul metode penelitian, data penelitian serta diskusi-diskusi dalam penyusunan skripsi. 10. Hendy Larsen, Dian Asisi, Thomas Indra Waskita, Baktiman, Elisa

Telamiana, Lia, Catur Yanuarto, Kun Charli, Saka Adhiyudha, Putut Wibisono, Augustinus Teti, Wisnu Brahmana P., Febrin Nessy Triana, Anastasia Tri P., Lia Susanti, Nindyati, Novia Sarwoningtyas, Niken Ambar


(9)

ix

Sayekti, Inggrid Sili, dan teman-teman lain yang telah memberikan kenangan, kebahagiaan, dan kebersamaan pada saat-saat itu.

11. Mbak Fransisca Devi Dju, Agatha Ratri P., Alfonsus Hepi, Adi Wirasaputra, Dessyntha, Paulus Setya Dharma, Valentinus, Widi A. Putra, serta teman-teman kakak angkatan yang telah berproses, menjalin pertemanan, dan membantu penulis dalam berorganisasi.

12. Teman-teman kelompok I TITRASI 2009 atas pertemanan, perkenalan, sebagai batu loncatan penulis awal melangkah di Farmasi.

13. B. Trifina, V. P. Pradipta, F. Kristi, R. Meita P., Rita D. V., A. Yossy K., B. C. Lalita P., Agnes Demetria, dan teman-teman lain yang sudah membuat hidup penulis menjadi lebih berwarna.

14. Semua teman-teman angkatan 2009 terima kasih khususnya kelas C atas pertemanan dan kebersamaan yang telah kita lalui.

15. Laboran-Laboran di Laboratorium Farmasi, Pak Mukminin, Pak Parlan, Mas Sigit, Mas Wagiran atas bantuan dan keramahannya selama penulis melakukan penelitian.

16. Almamater SMA N TIRTONIRMOLO beserta guru-guru, atas bimbingan pengajaran kepada penulis.

17. Keluarga besar Fakultas Farmasi Sanata Dharma yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, terima kasih telah memberikan pelajaran hidup berharga di Farmasi, sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini banyak kesalahan dan kekurangan mengingat keterbatasan kemampuan dan pengetahuan penulis.


(10)

x

Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak. Akhir kata, semoga laporan ini dapat berguna bagi pembaca terutama bagi perkembangan ilmu pengetahuan.


(11)

xi DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... ivi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ...v

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi

PRAKATA ... vi

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ...xv

DAFTAR GAMBAR ... xvi

DAFTAR PERSAMAAN ... xviii

DAFTAR LAMPIRAN ... xix

INTISARI ...xxx

ABSTRACT ... xxi

BAB I PENGANTAR ...1

A. Latar Belakang ... 1

1. Rumusan masalah ...5

2. Keaslian penelitian...5

3. Manfaat penelitian ...5

B. Tujuan ... 6


(12)

xii

A. Ketela Pohon (Manihot utilissima Pohl.) ... 7

B. Selulosa ... 8

C. Selulosa Bakteri ... 9

D. Acetobacter xylinum ... 11

E. Stphylococcus aureus ... 13

F. Kitosan ... 15

G. Gliserol ... 16

H. Antibakteri ... 17

I. Pengujian Aktivitas Antimikroba ... 18

J. Penutup Luka ... 19

K. Gugus Fungsi dengan Spektrofotometri Infra Merah ... 20

L. Foto Permukaan dengan Teknik Scanning Electron Microscopy (SEM) .. 24

M. Analisis kristanilitas dengan Difraksi Sinar X (XRD) ... 25

N. Landasan Teori ... 26

O. Hipotesis ... 27

BAB III METODE PENELITIAN ...28

A. Jenis Penelitian ... 28

B. Variabel Penelitian ... 28

1. Variabel utama ...28

2. Variabel pengacau ...28

C. Definisi Operasional ... 29

D. Alat dan Bahan ... 30


(13)

xiii

2. Bahan ...30

E. Tata Cara Penelitian ... 31

1. Determinasi tanaman ...31

2. Pemilihan bahan...31

3. Preparasi limbah cair ketela pohon ...32

4. Pembuatan membran kitosan sebagai pembanding ...32

5. Pembuatan material selulosa bakteri (S) + gliserol (G) ...32

6. Pembuatan material selulosa bakteri (S) + gliserol (G) + kitosan (K) ...34

7. Analisa karakteristik biomaterial ...35

8. Sterilisasi produk ...37

9. Pengujian aktivitas antimikroba ...37

F. Analisis Data ... 39

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ...40

A. Hasil Determinasi Tanaman ... 40

B. Hasil Pemilihan Bahan ... 40

C. Preparasi Limbah Ketela Pohon ... 41

D. Pembuatan membran kitosan sebagai pembanding ... 42

E. Pembuatan material selulosa bakteri (S)+gliserol (G) ... 44

F. Pembuatan material selulosa bakteri+gliserol+kitosan (SGK) ... 48

G. Analisis karakteristik biomaterial : ... 49

1. Analisis sifat fisik secara makroskopis. ...49

2. Analisis gugus fungsi menggunakan instrumen FT-IR ...50


(14)

xiv

4. Analisis kristalinitas dengan alat X-Ray Diffraction (XRD). ...55

H. Analisis Antimikroba ... 58

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ...71

A. Kesimpulan ... 71

B. Saran ... 71

DAFTAR PUSTAKA ...72

LAMPIRAN ...79


(15)

xv

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel I. Kandungan gizi akar ketela pohon per 100 g bahan ...20

Tabel II. Hasil korelasi dari serapan inframerah selulosa dan kitosan...23

Tabel III. Hasil pengamatan sifat fisik membran ...49

Tabel IV. Hasil pengamatan aktivitas antimikroba sampel biomaterial ...61

Tabel V. Hasil perhitungan % daya hambat selulosa+gliserol+kitosan masing-masing replikasi ...68


(16)

xvi

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Struktur selulosa bakteri ...10

Gambar 2. Struktur dinding sel bakteri Gram positif ...14

Gambar 3. Struktur dinding sel S. aureus ...15

Gambar 4. Struktur kitosan ...16

Gambar 5. Metode mengkonstruksi garis dasar dalam spektra infra merah ...21

Gambar 6. Spektra inframerah dari selulosa bakteri dan kitosan ...22

Gambar 7.a Foto SEM selulosa bakteri ...25

Gambar 7.b Foto SEM kitosan ...25

Gambar 8. Difraktogram XRD dari selulosa bakteri dan kitosan ...26

Gambar 9. Membran kitosan ...44

Gambar 10. Lapisan pelikel membran selulosa+gliserol ...46

Gambar11. Selulosa bakteri+gliserol (SG) ...47

Gambar 12. Bagan biosintesis selulosa ...47

Gambar 13. Spektra IR kitosan ...50

Gambar 14. Spektra IR selulosa bakteri + gliserol (SG) ...52

Gambar 15. Spektra IR selulosa bakteri+gliserol+kitosan (SGK) ...52

Gambar 16. Penampang cross section sampel S dan SGK perbesaran 100x ....54

Gambar 17.a. Foto permukaan SEM selulosa (S) (perbesaran 1000x) ...54

Gambar 17.b. Foto permukaan SEM SGK (perbesaran 1000x) ...54

Gambar 18.a. XRD Selulosa bakteri ketela pohon ...56


(17)

xvii

Gambar 19. Hasil pengamatan aktivitas antimikroba membran selulosa ...62

Gambar 20. Hasil pengamatan biodegradasi membran selulosa ...62

Gambar 21. Hasil pengamatan aktivitas antimikroba membran kitosan ...63

Gambar 22. Hasil pengamatan aktivitas antimikroba membran SGK ...64

Gambar 23. Hasil pengamatan aktivitas antimikroba kontrol negatif as. asetat ..69 Gambar 24. Hasil pengamatan aktivitas antimikroba kontrol positif amoxicilin 69


(18)

xviii

DAFTAR PERSAMAAN

Halaman

Persamaan 1. Rumus perhitungan absorbansi menurut hukum Lambert-Beer ...20

Persamaan 2. Rumus perhitungan absorbansi ...21

Persamaan 3. Rumus perhitungan DD ...24


(19)

xix

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Sertifikat hasil uji S. aureus ... 79

Lampiran 2. Surat pengesahan determinasi ... 80

Lampiran 3. Formula yang digunakan (per 100 mL) ... 81

Lampiran 4. Skema jalannya penelitian ... 81

Lampiran 5. Foto bahan yang digunakan ... 82

Lampiran 6. Hasil perbandingan berat ketela pohon dan air yang digunakan ... 82

Lampiran 7. Foto masing-masing sampel hasil karakterisasi secara makroskopis 83 Lampiran 8. Hasil penimbangan berat basah sampel ... 84

Lampiran 9. Hasil perhitungan konsentrasi NaOH dan HCl yang digunakan ... 84

Lampiran 10. Hasil spektra IR setiap sampel ... 85

Lampiran 11. Hasil perhitungan DD kitosan ... 86

Lampiran 12. Foto SEM setiap sampel ... 87

Lampiran 13. Hasil XRD setiap sampel ... 87

Lampiran 14. Perhitungan % daya hambat ... 89


(20)

xx

AKTIVITAS ANTIMIKROBA SEDIAAN BIOMATERIAL SELULOSA BAKTERI DARI LIMBAH KETELA POHON (Manihot utilissima Pohl.) DENGAN PENAMBAHAN KITOSAN TERHADAP Staphylococcus aureus

INTISARI

Penelitian ini bertujuan untuk membuat selulosa bakteri yang berasal dari limbah ketela pohon yang kemudian ditambahkan gliserol dan kitosan sebagai biomaterial penutup luka. Penelitian ini juga bertujuan untuk mempelajari aktivitas antimikroba biomaterial selulosa dari limbah ketela pohon yang ditambahkan kitosan terhadap Staphylococcus aureus.

Biomaterial selulosa bakteri+gliserol+kitosan (SGK) dipersiapkan melalui proses fermentasi limbah ketela pohon oleh Acetobacter xylinum selama 10 hari. Membran yang didapat kemudian direndam di dalam larutan kitosan 2% pada suhu ruang selama 7 hari. Analisis selulosa bakteri yang terbentuk meliputi analisis gugus fungsi, kristalinitas, dan pengamatan permukaan selulosa dengan SEM (Scanning Electron Microscopy). Pengujian berikutnya yaitu pengujian untuk melihat aktivitas antimikroba dengan metode difusi cakram (disk). Hasil yang diperoleh adalah % daya hambat dari sediaan selulosa-kitosan dan dibandingkan dengan kontrol positif yaitu Amoxicillin. Aktivitas antimikroba terlihat dari % daya hambat biomaterial selulosa-kitosan terhadap Staphylococcus aureus.

Biomaterial selulosa bakteri+gliserol+kitosan (SGK) menunjukkan adanya zona hambat. Selulosa bakteri tanpa penambahan kitosan tidak menunjukkan zona hambat. Aktivitas antimikroba dari SGK memiliki potensi kekuatan antimikroba sedang, dilihat dari rata-rata diameter zona hambat yang dihasilkan, yaitu sebesar 8,8 mm dengan % daya hambat yang dihasilkan yaitu sebesar 25,2%. Hal ini menunjukkan adanya potensi antimikroba pada sediaan biomaterial SGK.

Kata Kunci : aktivitas antimikroba, biomaterial selulosa bakteri, ketela pohon (Manihot utilissima Pohl.), kitosan


(21)

xxi

ACTIVITY OF ANTIMICROBIAL BACTERIAL CELLULOSE BIOMATERIAL PREPARATION FROM CASSAVA WASTE (Manihot

utilissima Pohl.) WITH ADDITION OF CHITOSAN AGAINST Staphylococcus aureus

ABSTRACT

This research aimed prepare a biomaterial wound dressing by generating bacterial cellulose from the production-waste of cassava which is added by glycerol and chitosan. This research also aimed at studying the activity of antimicrobial biomaterial cellulose derived from production-waste of cassava added with chitosant towards Staphylococcus aureus.

Cellulose biomaterial bacteria + glycerol + chitosant (SGK) were prepared after 10 days of fermentation process of production-waste of cassava by Acetobacterxylinum. Membranes obtained were then soaked into solution of 2% chitosant at room temperature for 7 days. Analysis of formed bacterial cellulose included analysis of function cluster, crystalline, and cellulose surface observation by SEM (Scanning Electron Microscopy). The next test was to find out the antimicrobial activity by disc diffusion method. The result was the percentage (%) of inhibition of cellulose-chitosan specimen compared to the positive control, Amoxicillin. Antimicrobial activity was seen from the percentage (%) of inhibition of cellulose-chitosan biomaterial against Staphylococcus aureus.

Cellulose biomaterial bacteria + glycerol + chitosan (SGK) showed that the blocking-zone occurs. Bacterial cellulose without the addition of chitosan did not show the occurrence of blocking zone. Antimicrobial activity of SGK has an averaged potential strength, seen from the average diameter of the blocking zone 8.8 mm and the percentage (%) of the blocking strength is 25.2%. This result indicated that the antimicrobial potential towards SGK biomaterials specimen occured.

Keywords: antimicrobial activity, bacterial cellulose, cassava (Manihot utilissima Pohl.), chitosan


(22)

1 BAB I PENGANTAR

A. Latar Belakang

Ketela pohon menjadi bahan pangan pokok setelah beras dan jagung di kalangan masyarakat Indonesia. Disamping, harga relatif murah, ubi kayu dapat tumbuh dimana saja sekalipun di daerah yang kurang subur asalkan beriklim tropis. Ketela pohon bisa langsung dijadikan bahan makanan, serta juga dapat dijadikan bahan dasar pada industri makanan dan bahan baku industri pakan. Selain itu digunakan pula pada industri farmasi (obat-obatan) (Najiyati, 1998).

Banyak industri pengolahan ketela pohon di Indonesia yang mengolah limbah tidak dilakukan dengan baik bisa menimbulkan berbagai permasalahan bagi lingkungan sekitar. Limbah cair sisa pengendapan pati dapat menyebabkan bau tidak sedap dan penyakit. Air sisa pengendapan pati ini sebenarnya mempunyai potensi menjadi bahan baku pada produksi nata dikarenakan kandungan karbohidrat tinggi dan zat-zat lain yang ada didalamnya (Suprapti, 2005).

Sebagian besar ubi kayu diolah secara home industry untuk pembuatan tapioka. Pada pengolahan ubi kayu ini selain dihasilkan bahan baku produk berupa tepung tapioka, juga akan dihasilkan limbah berupa limbah padat maupun limbah cair (Prayitno, 2008). Proses pembuatan tapioka memerlukan air untuk memisahkan pati dari serat. Pati yang larut dalam air harus dipisahkan. Teknologi yang ada belum mampu memisahkan seluruh pati yang terlarut dalam


(23)

air, sehingga limbah cair yang dilepaskan ke lingkungan masih mengandung pati (Hanifah, Saeni, Adijuwana, Bintoro, 1999). Limbah cair akan mengalami dekomposisi secara alami diperairan dan menimbulkan bau yang tidak sedap. Bau tersebut dihasilkan pada proses penguraian senyawa yang mengandung nitrogen, sulfur dan fosfor dari bahan berprotein (Zaitun, 1999).

Untuk menghindari pencemaran lingkungan yang dikarenakan tidak adanya proses pengolahan dan pembuangan yang tepat, maka dilakukan upaya untuk memanfaatkan limbah cair dari pembuatan tapioka. Limbah cair dari pembuatan tapioka ini dapat dimanfaatkan sebagai bahan dasar pembuatan selulosa.

Limbah cair produksi tapioka tersebut melewati proses fermentasi menggunakan Acetobacter xylinum. Produk nata de cassava berbentuk gel, tekstur kenyal, warna putih agak transparan, mengkilap atau glossy, licin, aroma netral, rasa tawar. Nata de cassava secara biokimia adalah untaian atau rajutan selulosa yang dihasilkan dan disekresikan oleh sel-sel A. xylinum yang menjerap air. Selulosa dihasilkan oleh A. xylinum melalui proses asimilasi pengubahan gula sederhana gula glukosa, menjadi senyawa karbohidrat yang lebih kompleks berupa selulosa.

Dengan cara kerja yang sama dengan membentuk nata de cassava, limbah cair dari cucian ketela pohon ini dapat digunakan dalam membentuk suatu selulosa bakteri. Selulosa bakteri ini dapat dibentuk dari bahan alam yang cukup mengandung nutrisi melalui proses fermentasi yang dilakukan oleh bakteri (Rohaeti, 2010).


(24)

Selulosa bakteri adalah selulosa yang diproduksi oleh bakteri asam asetat dan memiliki beberapa keunggulan dibandingkan selulosa yang berasal dari tumbuhan. Keunggulan tersebut di antaranya memiliki kemurnian yang tinggi, struktur jaringan yang sangat baik, kemampuan degradasi tinggi, dan kekuatan mekanik yang unik (Takayasu and Fumihiro, 1997). Selulosa bakteri ini memiliki kelemahan, yaitu mudah menyerap cairan sehingga mudah terkontaminasi oleh mikroba, selain itu menurut Seichi Tokura (2008), selulosa bakteri tidak memiliki aktivitas antimikroba untuk mencegah infeksi pada luka.

Untuk mengatasi kelemahan tersebut, maka dapat dilakukan modifikasi dengan cara penambahan suatu bahan lain pada selulosa bakteri tersebut (Ciechanska, 2004). Dalam kasus ini, modifikasi ditujukan dapat memberikan sifat bakteriostatik pada selulosa bakteri. Bahan yang ditambahkan diantaranya adalah kitosan. Kitosan adalah produk terdeasetilasi dari kitin yang merupakan polimer alami kedua terbanyak di alam setelah selulosa, yang banyak terdapat pada serangga, crustaceae, dan fungi (Sandford, 2003). Kitosan bersifat tidak toksik, biokompatibilitas, biodegrabilitas, bioadhesif, dan mudah dimodifikasi secara kimia sehingga berpotensi besar untuk diaplikasikan dalam dunia farmasi (Burkatovskaya, 2006; Kumar, Joydeep,mand Tripathi, 2004).

Selulosa bakteri yang dimodifikasi dengan kitosan, memiliki kelebihan yaitu terciptanya kombinasi dari sifat – sifat keduanya, sehingga tercipta suatu peningkatan biokompatibilitas dan bioaktivitas. Penggabungan segmen kitosan dalam selulosa dapat menciptakan suatu materi yang sesuai dengan pembuluh darah, serta adanya polisakarida dapat menciptakan efek elastisitas dan


(25)

permukaan antitrombogenik yang baik (Ciechanska, Wietecha, Kazmierczak, Kazimierczak, 2010).

Penambahan plasticizer dalam pembuatan polimer baik polimer alam maupun sintesis secara umum bertujuan untuk meningkatkan sifat mekanik polimer. Komponen utama dalam lapisan polimer biodegradable adalah polimer pembentuk massa dan plasticizer. Penambahan plasticizer ini dibutuhkan untuk menurunkan kerapuhan/kekakuan polimer yang disebabkan oleh kuatnya gaya intermolekular. Plasticizer yang digunakan adalah gliserol yang akan menyelingi ruang antar rantai polimer, mengganggu ikatan hidrogen dan meregangkan rantai polimer, sehingga kemampuan elongasi polimer akan meningkat (Gontard, Guilbert, Cuq, 1992).

Penambahan gliserol pada penelitian ini dikarenakan senyawa poliol (polihidroksi termasuk gliserol) banyak dimanfaatkan sebagai bahan pemlastis. Dengan adanya gliserol, diharapkan dapat mempengaruhi sifat fisik dan mekanis suatu polimer seperti kekuatan tarik, elastisitas kekerasan, sifat listrik dan sebagainya.

Penelitian ini merupakan suatu penelitian untuk penemuan polimer kombinasi antara selulosa bakteri-gliserol-kitosan (SGK) yang memanfaatkan limbah rumah tangga yaitu limbah cair ketela pohon (ubi kayu) sebagai material penutup luka. Penambahan gliserol dan kitosan pada penelitian ini dimaksudkan agar selulosa yang terbentuk tidak mudah rapuh, elastis, dan mampu memberikan aktivitas antimikroba. Biomaterial yang dihasilkan ini diujikan untuk mengetahui aktivitas antimikroba terhadap Staphylococcus aureus.


(26)

1. Rumusan masalah

a. Bagaimana karakteristik (gugus fungsi, struktur morfologi, dan kristalinitas) biomaterial selulosa bakteri dari limbah ketela pohon (Manihot utilissima Pohl.) dengan penambahan gliserol dan kitosan? b. Bagaimana aktivitas antimikroba biomaterial selulosa bakteri dari limbah

ketela pohon (Manihot utilissima Pohl.) dengan penambahan gliserol dan kitosan terhadap Staphylococcus aureus dilihat dari % daya hambat? 2. Keaslian penelitian

Penelitian yang terkait dengan “Aktivitas Antimikroba Sediaan Biomaterial Selulosa Bakteri dari Limbah Ketela Pohon (Manihot utilissima) dengan Penambahan Gliserol dan Kitosan Terhadap Staphylococcus aureus” pernah dilakukan oleh Seiichi Tokura dengan judul “Impregnation of silver nanopartikel into bacterial cellulose for antimicrobial wound dressing” dimana pada penelitian ini, didapatkan hasil bahwa selulosa bakteri memiliki aktivitas antimikroba terhadap Staphylococcus aureus. Namun penelitian yang menggunakan limbah ketela pohon sebagai bahan dasar selulosa bakteri ditambahkan kitosan untuk pengujian antimikroba sejauh yang peneliti ketahui belum pernah dilakukan.

3. Manfaat penelitian

a. Manfaat teoritis : Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya ilmu pengetahuan tentang pembuatan biomaterial selulosa bakteri dari limbah rumah tangga untuk keperluan biomedis.


(27)

b. Manfaat metodologis: Penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu metode pengembangan selulosa bakteri sebagai penutup luka dari limbah-limbah yang tidak digunakan.

c. Manfaat praktis: Penelitian ini diharapkan dapat menjadi alternatif penutup luka yang dibuat dari limbah ketela pohon yang bersifat ramah lingkungan.

B. Tujuan

1. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik (gugus fungsi, struktur morfologi, dan kristalinitas) biomaterial selulosa bakteri dari limbah ketela pohon dengan penambahan gliserol dan kitosan.

2. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas antimikroba biomaterial selulosa bakteri dari limbah ketela pohon dengan penambahan gliserol dan kitosan terhadap Staphylococcus aureus dilihat dari % daya hambat.


(28)

7 BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Ketela Pohon

Menurut Rukmana (1997) klasifikasi tanaman ketela pohon adalah sebagai berikut:

Kerajaan : Plantae Divisi : Spermatophyta Sub Divisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledoneae Ordo : Euphorbiales Famili : Euphorbiaceae Genus : Manihot

Spesies : Manihot utilissima Pohl.

Ketela pohon nama lain dari singkong merupakan tanaman yang mirip semak dapat tumbuh sekitar 6-8 kaki (1,83 – 2,44 meter). Tanaman ini memiliki batang tegak yang halus dan kenampakan mirip tanaman ganja. Daunnya besar, berwarna hijau tua, tangkai daun kemerahan,dan berbentuk terbagi 7. Batang mengandung getah putih, dan memiliki nodus yang merupakan tempat munculnya tanaman baru. Akarnya digunakan sebagai bahan pangan dan patinya digunakan dalam industri lem dan tapioka (Stephens, 2009).

Ketela pohon akan menghasilkan akar tuberous yang memiliki kandungan pati yang tinggi, yang berperan sebagai sumber karbohidrat utama.


(29)

Akar ketela pohon mengandung kalori dalan jumlah tinggi, vitamin, mineral, dan dietary fiber (Li, Zhu, Zeng, Zhang, Ye, Ou, Rehman, 2010). Adapun kandungan gizi ketela pohon per 100 g bahan adalah sebagai berikut :

Tabel. I Kandungan Gizi Akar Ketela Pohon per 100 g bahan (Depkes R.I. 1981)

No. Kandungan Unsur Gizi Ketela Pohon Putih

1 Kalori (kal) 146,00

2 Protein (g) 1,20

3 Lemak (g) 0,30

4 Karbohidrat (g) 34,70

5 Kalsium (mg) 33,00

6 Fosfor (mg) 40,00

7 Zat Besi (mg) 0,70

8 Vitamin A (SI) 0,00

9 Vitamin B1 (mg) 0,06

10 Vitamin C (mg) 30,00

11 Air (g) 62,50

12 Bagian yang dapat dimakan (%) 75,00

Keterangan: kal = kalori; g = gram; mg =milligram; SI = Satuan Internasional

B. Selulosa

Selulosa merupakan senyawa menyerupai serabut liat, tidak larut air, secara alami terdapat pada kayu, kapas dan pada tumbuhan lainnya. Selulosa adalah homopolimer polidispers linier, yang terdiri dari unit – unit D-glukopiranosa/ AGU yang terikat melalui ikatan β-1,4- glikosida secara selektif. Polimer ini memiliki gugus hidroksi bebas pada atom karbon C-2, C-3, dan C-6 (Klemm, Schamuderz, Heinze, 2010).

Selulosa berbentuk gel, tekstur kenyal, warna putih agak transparan, mengkilap atau glossy, licin, aroma netral, rasa tawar. Selulosa merupakan polisakarida rantai lurus. Dalam reaksi hidrolisis, selulosa menghasilkan monomer


(30)

D-glukosa. Selulosa merupakan konstituen utama pada kertas dan tali. Turunan dari selulosa antara lain : selulosa nitrat, selulosa asetat, dan etil selulosa yang secara luas digunakan pada industri plastik (Gupta, 2010).

Dari hasil pemeriksaan selulosa menggunakan sinar X mununjukkan bahwa selulosa terdiri atas rantai linear dari unit selobiosa, yang oksigen cincinnya berselang-seling dengan posisi “ke depan” dan “ke belakang”. Molekul linear ini yang mengandung rata-rata 5000 unit glukosa, beragregasi menghasilkan fibril yang terikat bersama oleh ikatan hydrogen di antara hidroksil-hidroksil pada rantai yang bersebelahan. Selulosa memiliki ikatan hidrogen yang kuat, hal ini menyebabkan tidak dapat larut dalam air, meskipun memiliki banyak gugus hidroksil dan bersifat polar (Hart, Craine, Hart, 2003).

C. Selulosa Bakteri

Selulosa yang diperoleh dari proses fermentasi adalah sejenis polisakarida mikrobial yang tersusun oleh serat selulosa yang dihasilkan oleh strain xylinum, subspesies dari Acetobacter aceti, bakteri non-patogen, yang dinamakan sebagai selulosa bakterial atau selulosa yang diperoleh dari fermentasi. Aplikasi dari selulosa bakteri sangat luas, di antaranya dalam bidang membran, elektronik, tekstil, dan terutama di bidang biomedis. Hal ini dilatarbelakangi karena keunggulannya dalam hal porositas, absorbsi terhadap air, sifat mekanik, dan biokompatibilitas (Chawla, Bajaj, Survase dan Singhal, 2009).

Keunggulan selulosa bakteri adalah dalam hal porositas, absorbsi terhadap air, sifat mekanik, dan biokompatibilitas. Sifat selulosa bakteri mirip


(31)

dengan kulit manusia, sehingga dapat digunakan sebagai kulit pengganti dalam luka bakar (Ciechańska, 2004).

Adapun struktur selulosa bakteri ditunjukkan pada Gambar 1.

Gambar 1. Struktur selulosa bakteri

(Festucci-Buselli, Otoni, and Joshi, 2007). Selulosa bakteri merupakan polimer alam yang sifatnya menyerupai hidrogel yang diperoleh dari polimer sintetik ; selulosa bakteri menunjukkan kandungan air yang tinggi (98-99%), daya serap yang baik terhadap cairan, bersifat non-allergenik, dan dapat disterilisasi tanpa mempengaruhi karakteristik

dari bahan tersebut (Ciechańska, 2004).

Selulosa bakteri tersusun oleh serat selulosa yang lebih baik yang dihasilkan oleh bakteri. Setiap serat tunggal dari selulosa bakteri mempunyai diameter 50 nm, dan selulosa bakteri terdapat dalam bentuk kumpulan serat-serat tunggal yang berdiameter sekitar 0,1-0,2 nm. Panjang seratnya tidak dapat ditentukan karena kumpulan serat-serat tunggal selulosa saling melilit satu sama


(32)

lain membentuk struktur jaringan. Sebagai pembandingnya diameter dari selulosa bentuk kristalin adalah 10 – 30 nm (Philips and Williams, 2000).

Selulosa bakteri mempunyai beberapa keunggulan antara lain: kemurnian tinggi, derajat kristalinitas tinggi, mempunyai kerapatan antara 300-900 kg/m3, kekuatan tarik tinggi, elastis, dan terbiodegradasi (Krystynowicz, 2001).

Aplikasi selulosa bakteri dalam bidang biomedis pada luka yang ingin disembuhkan dengan efektif, luka harus dijaga agar tetap dalam kondisi basah. Penutup luka yang baik, tidak mengiritasi kulit, permeable terhadap uap dan melindungi jaringan tubuh bagian dalam terhadap cedera mekanis dan infeksi. Penutup luka dari kulit babi atau kulit jenazah manusia telah digunakan, tetapi bahan tersebut mahal dan hanya digunakan untuk waktu yang singkat

(Ciechańska, 2004).

Selulosa bakteri dapat digunakan sebagai pengganti kulit untuk merawat luka bakar yang serius karena karakteristiknya yang mirip seperti kulit manusia. (Ciechanska, 2004). Selulosa bakteri juga mempunyai kerangka jaringan yang sangat baik dan hidrofilisitas yang tinggi sehingga dapat digunakan sebagai pembuluh darah buatan yang sesuai untuk pembedahan mikro (Hoenich, 2006).

D. Acetobacter xylinum

Bakteri Actobacter xylinum tumbuh baik dalam media yang memiliki pH 3 – 4. Jika pH lebih dari 4 atau kurang dari 3, proses fermentasi tidak akan bisa berjalan sempurna. Suhu optimum untuk pertumbuhan Acetobacter xylinum adalah 26 – 270C (Warisno, 2004).


(33)

Adapun klasifikasi bakteri Acetobacter xylinum (Stang, 2012) adalah sebagai berikut:

Kerajaan : Bacteria Filum : Proteobacteria Kelas : Alphaproteobacteria Ordo : Rhodospirillales Famili : Acetobacteraceae Genus : Acetobacter

Spesies : Acetobacter xylinum

Secara fisik Acetobacter xylinum mampu mengoksidasi glukosa menjadi rantai atau polimer panjang yang disebut dengan polisakarida atau selulosa berupa serat – serat putih yang secara bertahap dari lapisan tipis pada awal fermentasi hingga mencapai ketebalan sekitar 12 mm pada akhir fermentasi, kemudian disebut sebagai nata yang merupakan metabolit sekunder. Metabolit primer bakteri ini berupa asam asetat, air dan energi (Nainggolan, 2009).

Acetobacter xylinum mempunyai sifat sensitif terhadap perubahan sifat fisik misalnya adanya goncangan akan menyebabkan nata yang terbentuk di permukaan cairan menjadi turun, dan perubahan sifat kimia misalnya pH yang sangat rendah mengakibatkan pertumbuhan Acetobacter xylinum terhambat. Akibat yang ditunjukkan oleh terhambatnya pertumbuhan Acetobacter xylinum adalah nata yang dihasilkan tipis dan lunak, atau kemungkinan yang paling tidak menguntungkan adalah tidak terbentuknya nata (Endang, 1993).


(34)

Acetobacter xylinum berbentuk elips atau tongkat yang melengkung. Kultur yang masih muda merupakan bakteri gram negatif, sedangkan kultur yang sudah agak tua merupakan bakteri dengan gram yang bervariasi. Acetobacter merupakan bakteri aerob, yang memerlukan respirasi dalam metabolisme. Acetobacter dapat mengoksidasi etanol menjadi asam asetat, juga dapat mengoksidasi asetat dan laktat menjadi CO2 dan H2O (Warisno, 2004). Selulosa

bakteri mirip dengan kulit manusia, sehingga selulosa bakteri dapat digunakan

sebagai kulit pengganti dalam luka bakar (Ciechańska, 2004).

E. Stphylococcus aureus

Staphylococcus aureus merupakah salah satu bakteri Gram positif yang ditemukan saat kulit mengalami luka/infeksi (Lay & Sugyo, 1992). Ciri bakteri Gram positif adalah : memiliki struktur yang tebal (15-80 nm); dinding sel berlapis tunggal; memiliki kandungan lipid yang rendah (1-4%); dinding sel terdiri dari peptidoglikan yang lebih dari 50% bobot kering, ada asam teikoat (Pelczar & Chan, 1986)

Peptidoglikan adalah suatu polimer yang terdiri dari tiga macam bahan pembangun, yaitu asam N-asetil-glukosamin (AGA), Asam N-Asetil-Muramat (AAM) dan suatu peptida yang terdiri dari empat sampai lima asam amino, yaitu L-alanin, D-alanin, asam D-glutamat dan lisin atau diamino tinelat. Peptidoglikan ini memberikan bentuk dan kakunya dinding sel (Lay & Sugyo, 1992). Dinding sel bakteri Gram positif dapat dilihat pada Gambar 2.


(35)

Gambar 2. Struktur dinding sel bakteri Gram positif

(Lay & Sugyo, 1992). Susunan kimiawi dari peptidoglikan khas untuk masing-masing bakteri AGA dan AAM merupakan komponen tetap, akan tetapi keragaman ada pada asam amino yang ada dan sifat ikatannya. Pelczar & Chan (1986) menjelaskan bahwa perbedaan dinding sel inilah yang menyebabkan bakteri dibagi menjadi dua kelompok berdasarkan respon yang berbeda terhadap pewarnaan Gram, yaitu bakteri Gram positif dan Gram negatif.

Bakteri Gram-positif memiliki kandungan peptidoglikan yang tinggi dibandingkan dengan bakteri Gram-negatif. Bakteri gram-positif memiliki asam teikoat, polimer yang bersifat asam yang mengandung ribitol fosfat atau gliserol fosfat. Asam teikoat ini bermuatan negatif, sehingga menyebabkan muatan negatif pada permukaan sel bakteri Gram-positif (Lay & Sugyo, 1992).


(36)

Gambar 3. Struktur dinding sel S. aureus

(Araki and Ito, 1989). F. Kitosan

Kitosan adalah biopolimer yang telah diketahui dapat mempercepat penyembuhan luka (Kojima, Okamoto, Miyatake, Kitamura, Minami, 1998). Berdasarkan sifat fisika dan kimia yang dimilikinya, kitosan banyak digunakan dalam bidang farmasi, produk kosmetik, penyaringan air, perawatan kulit, dan perlindungan tanaman. Selain itu, kitosan dapat juga digunakan sebagai pasta gigi, pencuci mulut, dan permen karet kunyah. Hal ini karena kitosan dapat menyegarkan nafas, mencegah terjadinya plak pada mulut, dan mencegah kerusakan gigi. Dalam bidang teknologi jaringan, kitosan dan turunannya diaplikasikan sebagai penutup luka, sistem pengiriman obat, dan pengisi implant (Kumar, Joydeep, and Tripathi, 2004).

Gambar 4 menunjukkan struktur kitosan yang merupakan senyawa hasil deasetilasi kitin, terdiri dari unit N-asetil glukosamin dan N glukosamin. Kitosan sebagai bahan yang dapat diperbarui secara alami mempunyai sifat yang unik seperti biokompatibel, biodegradabel, non-toksik, dan kemampuan untuk pembentukan lembaran yang bagus.


(37)

Gambar 4. Struktur kitosan

(Pardosi, 2008). Kitosan mempunyai dua gugus reaktif, yaitu amino dan hidroksil yang secara kimia dapat melakukan interaksi pada temperatur ruangan. Adanya gugus amino memungkinkan untuk dilakukan beberapa modifikasi kimia (Xiaoxiao, Wang, dan Bai, 2009).

Kitosan merupakan padatan putih yang tidak larut dalam air, pelarut organik, alkali, dan asam mineral, dalam berbagai kondisi. Kitosan larut dalam asam formiat, asam asetat, dan asam organik lainnya dalam keadaan dipanaskan sambil diaduk (Manskaya, dan Drodzora, 1968). Kelarutan kitosan dalam pelarut asam anorganik adalah terbatas. Kitosan dapat larut dalam HCl 1% tetapi tidak larut dalam asam sulfat dan asam fosfat. Stabilitas larutan kitosan pada pH diatas tujuh adalah rendah akibat dari pengendapan ataupun pembentukan gel yang terjadi pada range pH alkali. Larutan kitosan membentuk kompleks poli-ion dengan hidrokoloid anionik dan menghasilkan gel (Nadarajah, 2005).

G. Gliserol

Gliserol adalah senyawa yang netral, dengan rasa manis, tidak berwarna, cairan kental dengan titik lebur 200C dan memiliki titik didih yang tinggi yaitu


(38)

2900C. Senyawa ini bermanfaat sebagai anti beku (anti freeze) dan juga merupakan senyawa yang higroskopis sehingga banyak digunakan untuk mencegah kekeringan pada tembakau, pembuatan parfum, tinta, kosmetik, makanan dan minuman lainnya (Austin, 1985).

Gliserol dapat larut sempurna dalam air dan alkohol, tetapi tidak dalam minyak. Sebaliknya banyak zat dapat lebih mudah larut dalam gliserol dibanding dalam air maupun alkohol. Oleh karena, itu gliserol merupakan pelarut yang baik Gliserol juga dapat digunakan sebagai pemlastis. Proses plastisasi polimer pada prinsipnya adalah dispersi molekul pemlastis ke dalam fase polimer. Jika pemlastis mempunyai gaya interaksi dengan polimer, proses dispersi akan berlangsung dalam skala molekul dan terbentuk larutan polimer-pemlastis yang disebut kompatibel. Suatu pemlastis akan mempengaruhi semua sifat fisik dan mekanis polimer seperti kekuatan tarik, elastisitas kekerasan, sifat listrik, dan sebagainya (Goudung, 2004).

H. Antibakteri

Antibakteri diartikan sebagai zat yang dapat menggangu pertumbuhan dan metabolisme bakteri (Clifton, 1958). Berdasarkan aktivitasnya, zat antibakteri dibedakan menjadi dua, yaitu yang memiliki aktivitas membunuh yang dikenal dengan bakterisidal seperti penisilin, basitrasin, dan neomisin, dan yang memiliki aktivitas menghambat pertumbuhan atau yang di sebut bakteriostatik seperti tetrasiklin, kloramfenikol, dan novobiosin (Pelzcar & Chan 1986).


(39)

Pelzcar dan Chan (1986) mengungkapkan bahwa mekanisme penghambatan pertumbuhan mikroba oleh senyawa antibakteri ada beberapa macam, antara lain: (1) menghambat sintesis dinding sel; (2) menghambat keutuhan permeabilitas membran sitoplasma, sehingga terjadi kebocoran zat nutrisi dari dalam sel; (3) denaturasi protein sel; (4) merusak sistem metabolisme sel dengan menghambat kerja enzim intraseluler; dan (5) menghambat sintesis protein yang menyebabkan kerusakan total sel.

Menurut Todar (1997), cakupan bakteri yang dapat dipengaruhi oleh zat antibakteri disebut dengan spektrum aksi antibakteri. Berdasarkan spektrum aksinya, zat antibakteri dibagi menjadi tiga, yaitu: (1) Spektrum sangat terbatas yaitu zat antibakteri yang efektif melawan suatu spesies bakteri tertentu; (2) spektrum terbatas yaitu zat antibakteri yang efektif melawan sebagian bakteri gram-positif atau gram-negatif; (3) spektrum luas, yaitu zat antibakteri yang efektif melawan bakteri gram-positif dan gram-negatif dalam cakupan yang luas.

I. Pengujian Aktivitas Antimikroba

Ada dua cara pengujian antibakteri, yaitu teknik dilusi dan teknik difusi. Teknik dilusi yaitu dengan mencampur zat antibakteri dengan medium yang kemudian diinokulasi dengan bakteri uji. Dasar pengamatannya adalah dengan melihat tumbuh tidaknya bakteri uji tersebut (Pelzcar dan Chan, 1986).

Ada dua cara teknik dilusi, yaitu cara penipisan lempeng agar dan cara pengenceran tabung. Pada teknik difusi, zat yang akan ditentukan aktivitas antibakterinya berdifusi pada lempeng agar yang telah ditanami bakteri. Dasar


(40)

pengamatannya adalah ada atau tidaknya zona hambatan pertumbuhan bakteri. Teknik difusi ini ada tiga macam cara, yaitu cara parit (ditch), cara lubang/cawan (hole/cup) dan cara cakram (disc) (Pelzcar dan Chan, 1986).

Ketentuan kekuatan antibiotik-antibakteri antara lain, daerah hambatan 20 mm atau lebih berarti sangat kuat, daerah hambatan 10 sampai 20 mm berarti kuat, daerah hambatan 5 sampai 10 mm berarti sedang, dan daerah hambatan 5 mm atau kurang berarti lemah (Todar, 1997).

J. Penutup Luka

Penutup luka yang ideal adalah mampu memiliki beberapa fungsi berikut. 1) Menyediakan lingkungan yang lembab bagi luka / permukaan penutup

luka.

2) melindungi luka secara fisik dari infeksi bakteri, 3) steril, murah dan mudah digunakan,

4) menyerap kelebihan eksudat tanpa kebocoran di permukaan penutup luka. 5) menyerap bau luka,

6) melindungi luka secara mekanik dan suhu,

7) mampu menyediakan pori-pori yang digunakan untuk sirkulasi pergantian udara dan cairan,

8) secara signifikan mengurangi rasa nyeri pada luka,

9) tidak toksik, tidak mengandung pirogen, tidak mensensitasi dan tidak menyebabkan alergi baik pada pasien maupun pada staf medis, dan


(41)

10) tidak menempel di luka dan ketika dilepas tidak menyebabkan rasa nyeri atau trauma pada luka (Eldin, Soliman, Hashem dan Tamer, 2008).

K.

Gugus Fungsi dengan Spektrofotometri Infra Merah

Spektrum infra merah pada dasarnya merupakan gambaran dari pita absorbansi spesifik dari gugus fungsional yang mengalami vibrasi karena pemberian energi. Interaksi antara gugus dengan atom yang mengelilinginya dapat menandai spektrum itu dalam setiap senyawa. Analisis kualitatif, dilakukan untuk mengetahui ada atau tidaknya absorpsi pada frekuensi tertentu dan merupakan penanda ada tidaknya gugus fungsional tertentu. Penggunaan spektrofotometri infra merah pada bidang kimia organik menggunakan daerah dari 650-4000 cm-1 (15,4-2,5 μm) (Sastrohamidjojo, 2007).

Gugus fungsional dalam molekul dianalisis secara kualitatif dengan melihat bentuk spektrumnya yaitu dengan melihat puncak spesifik yang menunjukkan jenis gugus funsgional. Analisis secara kuantitatif dilakukan berdasarkan hukum Lambert-Beer, ditunjukkan pada Persamaan 1.

A = log (Io/I) = a c l ………..….. (1)

Keterangan : A = absorbansi

Io = intensitas sinar masuk

I = Intensitas sinar yang ditransmisikan a = koefisien absorpsi (M-1 cm-1) c = konsentrasi zat (M)


(42)

l = panjang lintasan (cm)

Untuk mengoreksi kesalahan yang timbul akibat adanya overlap puncak absorpsi, maka garis dasar (base line) dalam spektrum infra merah harus dibuat seperti ditunjukkan pada Gambar 5, I dan Io ditentukan sebagai intesitas transmisi pada garis dasar. Absorbansi (A) pada frekuensi yang diberikan (dalam cm-1) terlihat pada Persamaan 2.

Absorbansi (A) = log (Io/I) = log (AC/AB) ……….. (2)

Keterangan :

AC = Io = intensitas sinar masuk

AB = I = intensitas sinar yang ditransmisikan

AC dan AB ditentukan dari spektrum infra merah seperti ditunjukkan pada Gambar 5.

Gambar 5. Metode mengkonstruksi garis dasar dalam spectrum infra merah

(Sastrohamidjojo, 2007). Gambar 6 menunjukkan karakteristik serapan dari selulosa bakteri menunjukkan puncak di sekitar daerah 3350 cm-1 yang menunjukkan O-H stretching dan di sekitar daerah 2916,81 cm-1 yang menunjukkan CH stretching.


(43)

Adanya pita di sekitar daerah 1649,8 cm-1 yang menunjukkan deformasi vibrasi dari molekul air yang terabsorbsi (Wonga, Kasapis dan Tan, 2009).

Adapun karakteristik serapan dari kitosan ditunjukkan dengan puncak di sekitar 1559,17 cm-1 yang menunjukkan vibrasi stretching dari gugus amino kitosan dan di sekitar daerah 1333,5 cm-1 yang menunjukkan vibrasi dari C-H. Adanya pita di sekitar 3367,1 cm-1 menunjukkan vibrasi simetrik dari amina NH. Adanya puncak di sekitar daerah 2927,41 cm-1 menunjukkan vibrasi C-H.

Gambar 6. Spektra inframerah dari selulosa bakteri dan kitosan

(Anicuta, Dobre, Stroescu dan Jipa, 2010). Adanya puncak di sekitar daerah 896,73 cm-1 dan 1154,19 cm-1 berkaitan dengan struktur sakarida dari kitosan. Adanya puncak melebar di sekitar daerah 1080,91 cm-1 menunjukkan vibrasi stretching C-O (de Souza Costa-Junior,


(44)

Pereira dan Mansur, 2009; Rao, Naidu, Subha, Sairam dan Aminabhavi, 2006). Gambar 6 menunjukkan contoh spektra inframerah dari selulosa bakteri dan kitosan.

Berdasarkan Gambar 6 maka perlu dibuat suatu tabel korelasi serapan dari spektra IR. Korelasi ini perlu dibuat untuk memudahkan dalam menginterpretasikan gugus-gugus fungsi dari spektra IR yang didapatkan. Hasil korelasi dari gugus-gugus fungsi ini disajikan pada Tabel II.

Tabel II. Hasil korelasi dari serapan inframerah selulosa dan kitosan Kode Serapan

Selulosa (cm-1)

Serapan Kitosan (cm-1)

Keterangan Kode Referensi

A 3430 3430 -OH and –NH stretching

Stefanescu et al (2011) B 2919 2919 -CH stretching

C 1659 1637 C=O stretching D - 1579 -NH bending (amide II) E 1422 1422 -CH and –NH bending

vibrations

F 1374 1378 -CH3 bending vibrations

G 1158 1154 Anti-symmetric stretching of the C-O-C bridge H 1067 1072 Skeletal vibrations

involving the C-O stretching

Parameter lain yang berpengaruh pada sifat kitosan adalah berat molekul (BM) dan derajat deasetilasi (DD). Derajat deasetilasi menunjukkan berkurangnya gugus asetil dari kitin menjadi gugus amino pada kitosan. Penentuan DD dapat dilakukan dengan beberapa metode, seperti titrimetri HBr, spektroskopi IR, X-Ray Diffraction dan spektroskopi 1H NMR. Penentuan DD dengan spektroskopi IR


(45)

dilakukan dengan metode base line. Berikut ini rumus untuk perhitungan DD seperti ditunjukkan oleh Persamaan 3.

DD = 100 –

………... (3)

Keterangan:

DD = Derajat Deasetilasi

A1655 = absorbansi pada bilangan gelombang 1655 cm-1 yang menunjukkan serapan karbonil dari amida.

A3450 = absorbansi pada bilangan gelombang 3450 cm-1 yang menunjukkan serapan hidroksil dan digunakan sebagai standar internal.

Faktor 1,33 merupakan nilai perbandingan

untuk kitosan terdeasetilasi 100% (Khan, Peh dan Chang, 2002).

L.

Foto Permukaan dengan Teknik Scanning Electron Microscop (SEM) SEM bekerja berdasarkan prinsip scan sinar elektron pada permukaan sampel, selanjutnya informasi yang diperoleh diubah menjadi gambar. Imajinasi mudahnya, gambar yang didapat mirip sebagaimana gambar pada televisi (Utami, 2007). Foto SEM dibuat berdasarkan deteksi elektron baru (elektron sekunder) atau elektron pantul yang muncul dari permukaan sampel ketika permukaan sampel tersebut di-scan dengan sinar elektron. Elektron sekunder atau elektron pantul yang terdeteksi, kemudian sinyalnya diperkuat, besar amplitudonya ditampilkan dalam gradasi gelap terang pada layar monitor CRT (cathode ray tube). Pada layar CRT tersebut, gambar struktur objek yang sudah diperbesar dapat terlihat (Utami, 2007).


(46)

SEM mempunyai resolusi tinggi dan dikenal untuk mengamati objek benda berukuran nanometer. Resolusi tinggi tersebut didapatkan untuk scan dalam arah horizontal, sedangkan scan secara vertikal atau tinggi rendahnya struktur memiliki resolusi rendah (Utami, 2007). Contoh foto hasil SEM dtunjukkan pada gambar 7.a dan 7.b.

Gambar 7.a Foto SEM Selulosa bakteri

Gambar 7.b Foto SEM kitosan

(Freire, Silvestre, Gandini, dan Neto, 2011).

M. Analisis Kristanilitas Dengan Difraksi Sinar X (XRD)

Difraksi sinar X merupakan metode analisis yang didasarkan pada hamburan cahaya pada kisi kristal yang dikenai sinar X. Teknik ini memungkinkan determinasi derajat kristalinitas sampel beserta data kristalografik lainnya (Braun, et al., 2005).

Derajat kristanilitas dari suatu polimer akan mempengaruhi aktivitas polimer tersebut, selain itu derajat kristanilitas berhubungan dengan struktur rantai polimer. Semakin linier rantai polimer maka derajat kristanilitasnya akan semakin


(47)

besar, sehingga bersifat semakin kristalin, sebaliknya apabila strukturnya bercabang maka akan cenderung bersifat amorf XRD sangat penting untuk analisis polimer karena XRD dapat memperlihatkan indeks dari struktur kristal, dan derajat kristalinitas (Rosida, 2007).

Menurut Anggraeni (2003), derajat kristalinitas dapat ditentukan dengan cara menghitung perbandingan luas difraksi kristalin terhadap luas total difraksi (amorf dan kristalin) seperti ditunjukkan oleh Persamaan 4.

Derajat kristanilitas =

x 100 %...(4) Contoh hasil difraksi sinar-X dari selulosa dan kitosan dapat dilihat dari Gambar 8.

Gambar 8. Difraktogram XRD dari selulosa bakteri dan kitosan

(Stefanescu, et. al., 2012).

N. Landasan Teori

Biomaterial selulosa bakteri dapat dibuat dari bahan dasar limbah ketela pohon melalui proses fermentasi yang dilakukan oleh bakteri Actobacter xylinum. Selulosa bakteri ini memiliki sifat bioaktif dimana dapat digunakan sebagai perawatan sementara untuk luka bakar. Namun selulosa bakteri ini mudah menyerap air dari lingkungan sekitar, sehingga kemungkinan bakteri lain tumbuh


(48)

pada biomaterial ini sangat besar. Oleh karena itu dilakukan suatu modifikasi pada selulosa bakteri dengan menambahkan bahan lain tertentu, salah satunya adalah kitosan. Kitosan bersifat sebagai bakteriostatik serta mempercepat regenerasi sel pada kulit yang rusak. Dengan penambahan kitosan ini diharapkan dapat meningkatan sifat bioaktif dari selulosa bakteri. Karakterisasi membran yang terbentuk dapat diketahui dengan dilakukan analisis karakteristik membran yang meliputi analisis gugus fungsi, serta analisis permukaan membran. Untuk mengetahui nilai aktivitas antimikroba dari membran (selulosa, selulosa-gliserol- kitosan, kitosan) maka dilakukan pengujian dengan metode difusi cakram (disk), sehingga dapat memberikan nilai aktivitas antimikroba selulosa bakteri terhadap Staphylococcus aureus yang dapat teramati dari % daya hambat.

O. Hipotesis

a. Selulosa bakteri dapat dibuat dari limbah cair ketela pohon (Manihot utilissima Pohl.) dan dapat dimodifikasi dengan penambahan gliserol dan kitosan, serta memiliki karakteristik selulosa bakteri pada umumnya.

b. Modifikasi selulosa bakteri dengan penambahan kitosan mampu memberikan aktivititas antimikroba.


(49)

28 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian yang bersifat eksperimental murni sederhana dengan rancangan acak lengkap pola searah.

B. Variabel Penelitian

Variabel dalam penelitian ini terdapat dua variabel, yaitu : 1. Variabel utama :

Variabel utama dalam penelitian ini meliputi : a. Variabel bebas :

Kitosan yang ditambahkan dalam preparasi sediaan biomaterial selulosa bakteri.

b. Variabel tergantung :

i. Karakteristik biomaterial yang dihasilkan (gugus fungsi, permukaan membran).

ii. Diameter zona hambat yang dihasilkan oleh biomaterial selulosa bakteri terhadap pertumbuhan Staphylococcus aureus. 2. Variabel pengacau :


(50)

a. Variabel pengacau terkendali : tempat tumbuh tanaman, usia tanaman, waktu panen, cara panen, media pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus (MHA), suhu inkubasi (37oC), lama inkubasi (24 jam).

b. Variabel pengacau tak terkendali : kelembaban dan kemurnian kitosan.

C. Definisi Operasional

1. Selulosa bakteri adalah adalah sejenis polisakarida mikrobial yang tersusun oleh serat selulosa yang dihasilkan oleh strain xylinum, subspesies dari Acetobacter aceti, bakteri non-patogen, yang diperoleh dari fermentasi. 2. Umbi ketela pohon adalah yang digunakan memiliki daging berwarna putih

dan kulit coklat, yang diperoleh dari tanaman ketela pohon dengan tangkai daun kemerahan dan daun hijau.

3. Limbah cair ketela pohon adalah limbah cair yang dihasilkan dari proses simulasi pembuatan tepung tapioka dengan bahan dasar ketela pohon yang dilakukan di laboratorium.

4. Kitosan yang didapat dari hasil proses deasetilasi kitin diperoleh dari Chemix dengan derajat deasetilasi 74,94%..

5. S. aureus adalah bakteri uji yang digunakan pada penelitian ini, dengan sertifikat uji dari Balai Laboratorium Kesehatan Yogyakarta.

6. Metode difusi adalah metode pengukuran daya hambat suatu bahan obat terhadap mikroorganisme tertentu dengan mengukur zona radikal yang terbentuk di sekeliling cakram (disc).


(51)

7. Antibakteri merupakan zat yang dapat menggangu pertumbuhan dan metabolisme bakteri, pada penelitian ini yang dimaksud adalah kitosan. 8. Analisis struktur morfologi merupakan analisis untuk melihat bentuk

morfologi/kenampakan dari suatu biomaterial baik kenampakan bentuk permukaan maupun kenampakan bentuk melintang.

.

D. Alat dan Bahan 1. Alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah neraca analitik model Metler PM480, pH stik Merck, karet, hot plate, thermometer model Ika – Ret BC, sendok, magnetic stirer, penggaris, Erlenmeyer, Spektrofotometer IR (IR Shimadzu Prestige-21), seperangkat instrumen SEM (Jeol JSM T300), alat XRD (Rigaku Multiflex 2 kW), pendingin (Rigaku), timbangan digital (Mettler-Toledo B.V.PC 2000), oven drying (Memmert BE 500), autoklaf (ALP Co.,Ltd. Model KT-40), magnetic stirrer-hot plate (Heidolph MR 2002), seperangkat alat gelas (Pyrex dan Duran), nampan (Lion Star dengan dimensi 230x176x39 mm), spatula, timbangan, pisau, talenan, gunting (Han Kwang Korea), blender (Moulinex), baskom, cawan petri (Pyrex), kain mori, kain warna hitam, plastik, toples, pelubang kertas, pinset, spreader, gunting, kertas karbon, koran, kertas coklat pembungkus.

2. Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah air limbah ketela pohon (yang dagingnya berwarna putih), kitosan kualitas teknis dari p.a


(52)

E.Merck®, alkohol 70 % kualitas teknis, urea dari p.a E.Merck®, asam asetat glasial kualitas teknis dari p.a.E.Merck®, gliserol, glukosa, aquades, Staphylococcus aureus ATCC 25923 yang diperoleh dari Laboratorium Mikrobiologi Balai Kesehatan Yogyakarta, starter Bakteri Acetobacter xylinum yang diperoleh dari Chemix, amoxicillin, media Mueller-Hinton Agar (MHA), Brain Heart Infusion broth (BHI broth) aquades, HCL kualitas p.a. buatan E.Merck®, NaOH kualitas p.a. buatan E.Merck®.

E. Tata Cara Penelitian

1. Determinasi tanaman

Determinasi tanaman ketela pohon (Manihot utilissima Pohl.) dilakukan di Laboratorium Biologi / Farmakognosi-Fitokimia Fakultas Farmasi USD. Determinasi tanaman ketela pohon dengan tangkai daun berwarna kemerahan, dan daun berwarna hijau dilakukan di Laboratorium Farmakognosi Fitokimia Fakultas Farmasi USD dengan berdasarkan acuan Herbarium Manihot utilissima Pohl. Collector : Emanuel M.L; Determinator : Emanuel M.L, Insula : P, Jawa; Loc : Karang Asem Baru; Altitude : 1,5 m di atas permukaan laut; dd : 6 – 12 – 1996.

2. Pemilihan bahan

Ketela yang dipilih adalah ketela pohon (Manihot utilissima Pohl.). Ketela pohon yang bagian dalamnya berwarna putih serta kulitnya berwarna coklat dan di panen pada waktu berumur 6-9 bulan. Waktu pengambilan ketela


(53)

pohon ini dilakukan pada bulan November 2012 dan Febuari 2013 di Pasar Telo, Karangkajen, Yogyakarta.

3. Preparasi limbah cair ketela pohon

Ketela pohon sebanyak 0,5 kg yang sudah dikupas kulitnya dan dicuci bersih ditampung di baskom, kemudian diblender dan diberi air 0,5 Liter. Lalu diaduk–aduk hingga air semua bercampur homogen dengan parutan ketela. Kemudian disaring dan pisahkan air dari ketela. Pada larutan cair akan terbentuk dua lapisan, yaitu lapisan bawah pati dari ketela dan lapisan atas (limbah air) dalam membuat pati. Lapisan air yang diambil yaitu lapisan atas (limbah air). Diamkan limbah tersebut selama ±12 jam, agar sari pati benar-benar sudah mengendap dan air dapat digunakan pada tahap selanjutnya. 4. Pembuatan membran kitosan sebagai pembanding

Sejumlah 2 g kitosan dilarutkan dalam 100 mL asam asetat dengan konsentrasi 2% di atas hot plate sambil diaduk dengan magnetic stirrer. Larutan kitosan lalu dituang ke atas nampan yang telah dicuci alkohol 70% dan dikeringkan lalu diletakkan selama beberapa hari di udara terbuka untuk menjamin penguapan solven secara sempurna. Setelah beberapa hari maka akan terbentuk produk membran yang transparan dan fleksibel. Membran kitosan yang terbentuk lalu disimpan di dalam toples yang sudah diberi silica gel sebelumnya (Eldin, Soliman, Hashem, Tamer, 2008).

5. Pembuatan material selulosa bakteri (S) + gliserol (G)

Sebanyak 200 mL air limbah ketela pohon hasil penyaringan dituangkan ke dalam Erlenmeyer yang telah dilengkapi dengan magnetic


(54)

stirrer, ditambahkan 20,0 g gula pasir, 1,0 g urea, dan ditambahkan gliserol sebanyak 1,0 g selanjutnya dipanaskan dan diaduk hingga larut. Bila pH larutan campuran masih berkisar antara 5-6, campuran diasamkan dengan penambahan asam asetat glasial hingga pH berkisar antara 3-4. Selanjutnya campuran didinginkan sebentar dan lalu dituangkan dalam keadaan hangat ke dalam nampan yang telah disterilkan dengan alkohol 70% dan telah ditutup sebagian dengan koran sambil didinginkan hingga tercapai suhu kamar. Campuran ditambahkan 50 mL Acetobacter xylinum, nampan ditutup rapat menggunakan koran lalu direkatkan dengan selotip dan difermentasi selama 7-14 hari pada suhu kamar.

Setelah 7-14 hari, penutup koran dibuka dan lapisan pelikel yang terbentuk diambil lalu dicuci berturut-turut dengan air PAM, dengan aquabidest, dengan air panas kemudian lapisan pelikel ini ditimbang dengan timbangan digital. Lapisan pelikel lalu direndam dengan larutan NaOH 3% selama 48 jam. Setelah 48 jam, lapisan pelikel ini dicuci kembali dengan aquades setelah dicuci dengan aquades lalu lapisan pelikel ini direndam dengan larutan HCl 3% selama kurang lebih 15 menit. Setelah 15 menit, lapisan pelikel ini lalu dicuci kembali dengan aquades dan dicek pH-nya dengan pH stik, jika pH pada pH stik sudah menunjukkan pH mendekati range pH netral, pencucian dengan aquades ini dihentikan kemudian air di lapisan pelikel ini dibuang lalu lapisan pelikel ini ditimbang. Setelah ditimbang, lapisan pelikel ini lalu dikeringkan dalam oven pada suhu 400 C selama kurang lebih 2 minggu.


(55)

Setelah 2 minggu atau setelah air pada nampan ini kering, lapisan pelikel ini dikeluarkan dari oven dan dijemur dibawah cahaya matahari selama kurang lebih 1 minggu dengan sebelumnya nampan yang berisi pelikel ini ditutup dengan kain hitam. Setelah 1 minggu atau setelah lapisan pelikel ini membentuk lembaran tipis, lapisan pelikel ini ditimbang lalu disimpan di dalam plastik dan diletakkan di dalam toples yang sudah diisi silica gel sebelumnya (Chawla, Bajaj, Survase, Singhal, 2008).

6. Pembuatan material selulosa bakteri (S) + gliserol (G) + kitosan (K) Sebanyak 200 mL air limbah ketela pohon hasil penyaringan dituangkan ke dalam Erlenmeyer yang telah dilengkapi dengan magnetic stirrer, ditambahkan 20,0 g gula pasir, 1,0 g urea, dan ditambahkan gliserol sebanyak 1,0 g selanjutnya dipanaskan dan diaduk hingga larut. Bila pH larutan campuran masih berkisar antara 5-6, campuran diasamkan dengan penambahan asam asetat glasial hingga pH berkisar antara 3-4. Selanjutnya campuran didinginkan sebentar dan lalu dituangkan dalam keadaan hangat ke dalam nampan yang telah disterilkan dengan alkohol 70% dan telah ditutup sebagian dengan koran sambil didinginkan hingga tercapai suhu kamar. Campuran ditambahkan 50 mL Acetobacter xylinum, nampan ditutup rapat menggunakan koran lalu direkatkan dengan selotip dan difermentasi selama 10 hari pada suhu kamar.

Setelah 10 hari, penutup koran dibuka dan lapisan pelikel yang terbentuk diambil lalu dicuci berturut-turut dengan air PAM, dengan aquades, dengan air panas kemudian lapisan pelikel ini ditimbang dengan timbangan


(56)

digital. Lapisan pelikel lalu direndam dengan larutan NaOH 3% selama 48 jam. Setelah 48 jam, lapisan pelikel ini dicuci kembali dengan aquades setelah dicuci dengan aquades lalu lapisan pelikel ini direndam dengan larutan HCl 3% selama kurang lebih 15 menit. Setelah 15 menit, lapisan pelikel ini lalu dicuci kembali dengan aquades dan dicek pH-nya dengan pH stik hingga menunjukkan pH mendekati range pH netral.

Kemudian ditambahkan 2 g kitosan yang telah dilarutkan dalam 100 mL asam asetat 2% dalam keadaan panas kedalam wadah yang terdapat pelikel/membran selulosa bakteri. Pelikel kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 40-500C . Setelah kering, membran selulosa-gliserol-kitosan ini dimasukkan dalam toples yang berisi silica gel (Chawla, et al., 2009).

7. Analisa karakteristik biomaterial

a. Analisis sifat fisik secara makroskopis.

Analisis ini meliputi pengamatan dari warna, tekstur, bentuk dan transparansi dari masing-masing sampel.

b. Analisis gugus fungsi menggunakan instrumen FT-IR

Analisis ini menggunakan seperangkat alat FT-IR dan dilakukan di Laboratorium Terpadu Fakutas MIPA UII. Langkah-langkahnya adalah lapisan tipis atau pelikel yang diperoleh dari hasil fermentasi dijepit pada tempat sampel kemudian diletakkan pada alat ke arah sinar inframerah. Hasilnya direkam ke dalam kertas berskala berupa alur kurva bilangan gelombang terhadap intensitas.


(57)

c. Analisis morfologi permukaan menggunakan instrumen SEM

Foto permukaan dilihat menggunakan instrumen SEM. Langkah-langkahnya adalah sebagai berikut material sampel dipotong sedemikian rupa, lalu sampel diberi doubel tape karbon kemudian sampel ditempatkan di atas tempat sampel yang terbuat dari tembaga. Sampel disepuh dengan dengan emas (coating) dengan alat ion coater selama kurang lebih 5 menit yang sebelumnya dilakukan proses pemvakuman. Selanjutnya sampel dimasukkan ke unit electron gun melalui bilik pergantian sampel. Kemudian sampel diset dengan bantuan microstage sampai mendapatkan fokus yang tepat. Tombol utama pada posisi ON dan diset detector Accelerate voltage set, 20 kilo volt.

d. Analisis kristalinitas dengan alat X-Ray Diffraction (XRD)

Analisis XRD dilakukan dengan memakai instrumen X-Ray Diffraction yang dilakukan di Laboratorium FMIPA UNY. Langkah-langkahnya adalah lembaran film dipotong dengan ukuran 2x2 cm2. Sampel tersebut kemudian dipasang di sample holder dan sampel diusahakan rata di atas sample holder. Selanjutnya, pendingin alat XRD dihidupkan dan instrumen XRD dihidupkan lalu diatur kondisi alat

dengan sudut putar 2θ = 2° sampai 80°, scan step = 0,04 dan scan speed = 4°/menit serta tegangan dan arus pada instrumen disesuaikan dengan standard measurement dari instrumen dan dirotasikan agar benar-benar terorientasi secara acak. Hasil uji ini berupa difraktrogram hubungan


(58)

8. Sterilisasi produk

Produk biomaterial yang sudah dikeringkan serta membran kitosan yang telah dibuat lalu dipotong menjadi beberapa bagian dengan ukuran 1x1 cm2 lalu dimasukkan ke dalam cawan petri dan selanjutnya dimasukkan ke dalam autoklaf dan disterilisasi pada suhu 1210C selama 15 menit. Setelah disterilisasi, produk biomaterial ini siap digunakan.

9. Pengujian aktivitas antimikroba

a. Pembuatan suspensi bakteri uji

Isolat murni Staphylococcus aureus ditambahkan ke dalam media BHI broth yang diinkubasi pada 37oC selama kurang lebih 4 jam sampai kekeruhan Brain Heart Infusion broth (BHI broth) menyamai kekeruhannya 0,5 McFarland (Christoforus, 2010).

b. Pembuatan media

Media yang digunakan untuk uji aktivitas antimikroba adalah MHA. Larutan MHA dituangkan ke dalam 5 cawan petri masing-masing sebanyak 25 mL dan dibiarkan beberapa saat hingga memadat (Christoforus, 2010).

c. Penanaman bakteri uji

Hasil suspensi bakteri uji dispread ke dalam media Mueller-Hinton Agar (MHA) dengan cara dioleskan secara merata dengan menggunakan lidi-kapas steril, lalu didiamkan kurang lebih selama 5 menit (Christoforus, 2010).

d. Pemberian kontrol positif pada bakteri uji

Sebagai kontrol positif, digunakan antibiotik Amoxicillin. Bakteri uji yang sudah ditanamkan pada Mueller-Hinton Agar kemudian diberi paper disc


(59)

Amoxicillin. Kemudian inkubasikan pada 37oC selama 24 jam (Ardhuha, F., Harapan, 2010).

e. Pemberian kontrol negatif pada bakteri uji

Sebagai kontrol negatif, digunakan asam asetat. Sebanyak 20 µl asam asetat diteteskan pada paper disk. Bakteri uji yang sudah ditanamkan pada Mueller-Hinton Agar kemudian diberi paper disk berisi asam asetat. Kemudian diinkubasikan pada 37oC selama 24 jam.

f. Pemberian biomaterial selulosa, selulosa bakteri-gliserol (SG), kitosan (K), dan selulosa bakteri-gliserol-kitosan (SGK) pada bakteri uji

Bakteri uji yang sudah ditanamkan pada Mueller-Hinton Agar kemudian diberi potongan biomaterial yang sudah disterilisasi sebelumnya. Biomaterial ini dipotong serupa dengan bentuk dan ukuran paper disc yang bertindak sebagai kontrol positif dan kontrol negatif. Diletakkan potongan biomaterial per cawan petri (Selulosa Gliserol (SG), Kitosan (K), Selulosa bakteri-Gliserol-Kitosan (SGK). Kemudian inkubasikan pada 37oC selama 24 jam.

g. Pengukuran zona hambat

Pengukuran zona hambat dilakukan dengan mengukur diameter zona hambat dalam millimeter, kemudian dihitung persentase kekuatan aktivitas daya hambat dihitung menggunakan rumus berikut :

% daya hambat =

(Ardhuha dan Harapan, 2010). (diameter zona hambat zat uji – kontrol negatif)

x 100% (zona hambat kontrol positif)


(60)

F. Analisis Data

a. Analisis karakteristik dari biomaterial yang terbentuk meliputi analisis sifat fisik secara makroskopik, organoleptis, gugus fungsi dari biomaterial, uji morfologi dan analisis kristalinitas biomaterial.

b. Analisis aktivitas antimikroba dilakukan dengan mengukur diameter zona jernih yang muncul (zona hambat) menggunakan penggaris dengan satuan millimeter, kemudian dihitung persentase daya hambat untuk setiap perlakuan {Selulosa Gliserol (SG), Kitosan (K), Selulosa bakteri-Gliserol-Kitosan (SGK), Amoxicillin, dan asam asetat}.


(61)

40 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik (struktur morfologi dan gugus fungsi) serta untuk mengetahui aktivitas antimikroba biomaterial selulosa bakteri terhadap Staphylococcus aureus dari limbah ketela pohon yang sudah ditambahkan kitosan. Aktivitas antimikroba tampak dari zona hambat yang terbentuk.

A. Hasil determinasi tanaman

Determinasi merupakan langkah penting dalam penelitian bila menggunakan tanaman sebagai sampel penelitian, agar diketahui kebenaran identitas tanaman yang digunakan. Determinasi tanaman juga menghindarkan peneliti agar tidak salah dalam pengambilan sampel.

Determinasi dilakukan dengan bantuan seorang determinator. Determinasi tanaman ketela pohon dengan tangkai daun berwarna kemerahan, dan daun berwarna hijau dilakukan di Laboratorium Farmakognosi Fitokimia Fakultas Farmasi USD dengan berdasarkan acuan Herbarium Manihot utilissima Pohl. Umbi yang digunakan memiliki daging berwarna putih dan kulit coklat, yang diperoleh dari tanaman ketela pohon dengan tangkai daun kemerahan dan daun hijau.

B. Hasil pemilihan bahan

Berdasarkan hasil pemilihan bahan penelitian, ketela pohon yang digunakan adalah ketela pohon yang bagian dalamnya berwarna putih. Ketela pohon yang bagian dalamnya berwarna putih lebih mudah didapatkan. Ketela


(62)

pohon yang dipilih adalah yang berumur sekitar 6-9 bulan dan memiliki umbi berukuran panjang ± 30 cm dan diameter 10 cm agar didapatkan kandungan pati yang sesuai dengan ketela pohon yang digunakan pada proses pembuatan tepung tapioka.

C. Preparasi limbah ketela pohon

Preparasi limbah ketela pohon ini berdasarkan pada cara pembuatan tepung tapioka ketela pohon. Simulasi pembuatan ketela pohon diawali dengan pemilihan tanaman ketela pohon. Preparasi limbah dilakukan dengan mengupas kulit umbi ketela pohon. Umbi ketela pohon yang sudah dikupas kulitnya kemudian dicuci bersih untuk menghilangkan lendir yang banyak mengandung glikosida sianogen.

Ukuran diperkecil untuk memperbesar luas permukaan agar proses filtrasi pati berjalan optimum, dengan cara dipotong-potong lalu diblender dengan menambahkan air dengan perbandingan 1:1 (ketela pohon : air). Hasil dari pemblenderan ketela pohon tersebut disaring menggunakan kain mori. Saat penyaringan, kain diperas sampai dirasa cukup untuk memeras kandungan air pada campuran tersebut. Hasil penyaringan tersebut ditampung pada tempat pengendapan. Tutup tempat pengendapan cairan tersebut agar mengurangi kontaminasi dari debu atau kotoran lain. Diamkan cairan tersebut selama 12 jam sampai terbentuk dua lapisan, yaitu pada bagian bawah terdapat padatan pati dan bagian atas limbah cair. Hasil limbah cair pada bagian atas dimasukkan ke dalam botol dan ditutup rapat, kemudian digunakan untuk pembuatan biomaterial.


(63)

Zaitun, dkk, (1999), menyatakan limbah cair hasil pengolahan tapioka ini bila tidak diolah lebih lanjut dapat mencemari lingkungan karena limbah cair ini akan mengalami dekomposisi secara alami di badan – badan perairan dan menimbulkan bau yang tidak sedap karena munculnya senyawa nitrogen, sulfur, dan fosfor dari penguraian bahan berprotein. Penelitian ini memanfaatkan limbah cair hasil pengolahan tapioka yang secara teoritis masih mengandung sisa pati amilum serta nutrisi lainnya yang dapat dipergunakan oleh mikroorganisme. Acetobacter xylinum dapat menggunakan dua sumber karbohidrat pada penelitian ini yaitu sukrosa sebagai sumber nutrisi awal, dan amilum yang kemudian dipecah menjadi monosakarida dengan enzim hidrolase.

D. Pembuatan Membran Kitosan Sebagai Pembanding

Pembuatan membran kitosan dilakukan dengan menggunakan nampan plastik dengan merk Lion Star. Larutan kitosan 2% dibuat dari 2 g kitosan dilarutkan dalam asam asetat 100 mL dengan konsentrasi 2%. Larutan yang dihasilkan tidak homogen karena kelarutan kitosan yang cukup rendah. Kemudian larutan sedikit dipanaskan menggunakan heater dan diaduk dengan magnetic stirrer. Hal yang perlu dicatat adalah dalam melarutkan kitosan tidak boleh menggunakan panas yang berlebihan, sebaiknya tidak dipanaskan. Hal ini akan berakibat larutan kitosan yang terbentuk akan mengalami Maillard reaction.

Maillard reaction merupakan reaksi kimia yang terjadi antara asam amino dengan gula pereduksi akibat adanya pengaruh suhu. Umemura, Mihara dan Kawai (2010) melaporkan efek dari Maillard reaction antara glukosa dengan dalam membran kitosan ditemukan pada membran yang dilarutkan dalam asam


(64)

asetat 1% dan dikeringkan dengan cawan petri pada suhu 500 C. Proses Mailard reaction ini dapat terjadi jika asam amino dengan gula pereduksi yang terdapat dalam senyawa berinteraksi secara kimia dengan bantuan suhu dan dalam kondisi yang kering. Warna yang terbentuk bila terjadi mailard reaction adalah coklat kehitaman, hal ini akan memperngaruhi penampilan serta penerimaan pasien bila diaplikasikan. Warna kitosan yang baik adalah berwarna kuning jernih.

Setelah serbuk putih dari kitosan terlarut dan warna larutan berubah menjadi kuning cerah, berarti larutan sudah cukup homogen. Dari hasil orientasi didapatkan bahwa kitosan dapat larut dalam asam asetat 2%. Hal ini dikarenakan kitosan memiliki gugus amino yang mudah terprotonasi yang terdapat dalam D-glukosamin unit. Gugus amino ini akan terprotonasi dengan adanya gugus asetil pada asam asetat, sehingga akan membentuk garam yang dapat larut dalam air (Inmaculada et al, 2009)

Hasil larutan tersebut dapat digunakan untuk membuat lapisan film kitosan dan sebagai bahan pelapis selulosa bakteri. Dalam penelitian ini akan dibuat membran kitosan, maka larutan dituang ke atas nampan dan didiamkan untuk diangin-anginkan selama 7-14 hari di ruang khusus untuk meminimalkan kontaminan.

Gambar 9 menunjukkan hasil dari membran kitosan 2% yang terbentuk adalah berbentuk lembaran tipis, tekstur halus, berwarna kekuningan, transparansi membran transparan, elastis. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Eldin, et al., (2008) lapisan film kitosan yang terbentuk transparan dan fleksibel.


(65)

Membran kitosan 2% diduga memberikan aktivitas antimikroba dan menghasilkan zona hambat terhadap bakteri S. aureus

Gambar 9. Membran kitosan

E. Pembuatan material selulosa bakteri (S)+gliserol (G)

Hasil dari limbah cair ketela pohon diproses lagi untuk membuat membran selulosa bakteri. Pada tahap ini, perlu dilakukan penambahan gula dan urea ke dalam larutan limbah cair. Alasan perlu dilakukan penambahan gula pasir dan urea karena sebagai sumber nutrisi tambahan bagi kehidupan bakteri Acetobacter xylinum. Gula pasir digunakan sebagai sumber karbon sedangkan urea digunakan sebagai sumber nitrogen bagi Acetobacter xylinum. Sumber karbon penting bagi bakteri karena digunakan oleh bakteri untuk proses metabolisme dari bakteri tersebut sedangkan nitrogen merupakan komponen utama penyusun protein yang digunakan untuk metabolisme sel (Chawla et. al, 2009).

Pada tahap ini dilakukan penambahan gliserol sebanyak 0,5 g untuk 100 mL limbah cair ketela pohon. Dilakukan pada saat pelarutan campuran gula dan urea dalam limbah cair. Penambahan gliserol sebanyak 0,5 g ini mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Pardosi (2008) yang menemukan bahwa dengan


(66)

pemberian 0,5 g gliserol ini sudah mampu memberikan peningkatan sifat mekanik dari selulosa bakteri.

Tanaka, Iwata, Sanguandekul, Handa, Ishizaki, (2001) melaporkan adanya pengaruh penambahan gliserol sebagai plasticizer terhadap fungsi ikatan dalam rantai – rantai polimer, yaitu berupa peningkatan mobilitas, fleksibilitas, dan elastisitas material. Gliserol dipilih sebagai plasticizer karena bahan ini bersifat biokompatibel terhadap sistem vaskular, ramah lingkungan, mudah mengalami degradasi dalam suasana aerob dan dapat menurunkan degradasi termal material seperti yang dilaporkan Carvalho, Zambon, Curvelo, Gandini, (2003).

Larutan didinginkan dan dituang pada nampan yang sudah ditutup koran sebagian. Ditunggu beberapa saat hingga dingin, kemudian masukkan 25 mL A. xylinum per 100 mL limbah cair. Hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan membran selulosa adalah kondisi lingkungan tumbuh dari bakteri Acetobacter xylinum. Dikarenakan bakteri ini hanya bisa tumbuh pada pH asam, dengan range pH 4-5. Untuk mendapatkan pH 4-5 maka setelah ditambahkan bakteri perlu adanya pengecekan pH, bila belum mencapai pH 4-5, maka perlu ditambahkan asam asetat hingga mencapai pH yang diinginkan.

Bila kondisi lingkungan bakteri baik untuk pertumbuhan bakteri, maka bakteri akan dapat memetabolisme glukosa menjadi selulosa, sehingga didapatkan membran selulosa, bila bakteri tidak tumbuh, maka tidak akan terbentuk membran, melainkan masih dalam bentuk cair.

Kemudian tutup rapat nampan dengan koran yang direkatkan selotip. Inkubasikan selama 7-14 hari. Lapisan pelikel SG akan terbentuk pada hari


(67)

ketujuh, namun akan terlihat sempurna dan lebih kuat pada hari ke 10. Hal ini sesuai dengan yang dilaporkan Gama (2012) bahwa pertumbuhan kultur Acetobacter xylinum optimum membentuk lapisan pelikel selama periode 7 – 14 hari inkubasi. Gambar 10 menunjukkan terbentuknya lapisan pelikel setelah 10 hari inkubasi dengan tekstur lembut, berwarna putih, kenyal, dan elastis yang kemudian akan dicuci.

Pelikel ini dicuci beberapa kali dengan aquadest, air panas, direndam dalam larutan NaOH 3% selama 48 jam serta HCl 3% selama 15 menit lalu dicuci kembali dengan aquadest. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dikemukakan oleh Chawla et. al. Menurut Chawla et. al. (2009) setelah pelikel selulosa bakteri terbentuk, dilakukan proses purifikasi dengan mencuci pelikel tersebut dengan aquadest, air panas, larutan NaOH 3% selama 48 jam serta HCl 3% selama 15 menit.

Gambar 10. Lapisan pelikel membran selulosa+gliserol

Setelah melewati proses pencucian, SG kemudian dikeringkan dengan menjemur dibawah kain hitam selama ± 14 hari. Pada proses pengeringan, pelikel akan mengalami penyusutan kandungan air.


(1)

a. XRD Selulosa Ketela Pohon

b. XRD Selulosa Ketela Pohon + Kitosan 2-theta (deg)

Inte

ns

ity

(

cps

)

20 40 60 80

0 1000 2000 3000 4000

2-theta (deg)

Inte

ns

ity

(

cou

nts

)

20 40 60 80

0 500 1000 1500 2000


(2)

*Peak List Selulosa Ketela Pohon + Kitosan No . 2-theta (deg) D (ang.) Height (counts) FWHM (deg) Int. I(counts deg) Int. W (deg) Size (ang.)

1 14.85(6) 5.96(2) 803(28) 6.0(2) 10289(333 12.8(9) 13.9(5) 2 23.15(2) 3.839(3 982(31) 2.02(7) 3225(54) 3.28(16) 42.0(15) 3 46.54(16) 1.950(6 252(16) 7.9(3) 4183(167) 16.6(17) 11.4(5)

Lampiran 14. Perhitungan % daya hambat

% daya hambat =

i. Replikasi 1

% daya hambat =

x 100% = 29,73 ≈ 30 % ii. Replikasi II

% daya hambat =

x 100% = 25,00% iii. Replikasi III

% daya hambat =

x 100% = 23,53 ≈ 24% iv.Replikasi IV

% daya hambat =

x 100% = 27,78 ≈ 28% v. Replikasi V

% daya hambat =

x 100% = 18,75 ≈ 19%

Rata-rata % daya hambat = 30% + 25% + 24% + 28% + 19%

= 25,2% dari amoxicillin.

(diameter zona hambat zat uji – kontrol negatif)

(zona hambat kontrol positif)


(3)

Lampiran 15. Foto instrumen yang digunakan untuk karakterisasi setiap sampel

c. IR d. Ion Coating Spuiter

a. SEM b. Pendingin XRD

c. XRD d. Pelubang kertas


(4)

91

BIOGRAFI PENULIS

Penulis skripsi dengan judul “Aktivitas Antimikroba Sediaan Biomaterial Selulosa

Bakteri dari Limbah Ketela Pohon (Manihot

utilissima Pohl.) dengan Penambahan Kitosan Terhadap Staphylococcus aureus” memiliki nama lengkap Haris Witantyo. Penulis lahir tanggal 2 Januari 1991 di Sleman. Penulis merupakan anak kedua dari pasangan Witono dan Sri Sulistyaningtyas. Penulis menyelesaikan pendidikan di TK PKK 40 Argorejo, Sedayu, Bantul (1996-1997), SDK SANG TIMUR Yogyakarta (1997-2003), SMP Pangudi Luhur Sedayu (2003-2006), SMA N 1 Kasihan (2006-2009) kemudian menempuh pendidikan di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma (2009-2013).

Selama menempuh kuliah, penulis pernah mengikuti kegiatan-kegiatan fakultas seperti Titrasi (2010 & 2011) sebagai sie keamanan, Pharmacy Performance (2010) sebagai sie acara dan sebagai anggota dalam Unit Kegiatan Fakultas (UKF) Basket (2010-2011). Selain kegiatan internal kampus, penulis juga aktif mengikuti kegiatan di luar kampus non akademik. Penulis menjabat sebagai Ketua Orang Muda Katolik (OMK) di Paroki Gereja Santa Theresia Sedayu, Bantul (2011-2013). Panitia kegiatan Futsal se-Kevikepan DIY sebagai sie perlengkapan. Menjadi perwakilan dari Orang Muda Katolik (OMK) Paroki sebagai peserta Kongres Ekaristi Keuskupan II Keuskupan Agung Semarang (2012).


(5)

xx

AKTIVITAS ANTIMIKROBA SEDIAAN BIOMATERIAL SELULOSA BAKTERI DARI LIMBAH KETELA POHON (Manihot utilissima Pohl.) DENGAN PENAMBAHAN KITOSAN TERHADAP Staphylococcus aureus

INTISARI

Penelitian ini bertujuan untuk membuat selulosa bakteri yang berasal dari limbah ketela pohon yang kemudian ditambahkan gliserol dan kitosan sebagai biomaterial penutup luka. Penelitian ini juga bertujuan untuk mempelajari aktivitas antimikroba biomaterial selulosa dari limbah ketela pohon yang ditambahkan kitosan terhadap Staphylococcus aureus.

Biomaterial selulosa bakteri+gliserol+kitosan (SGK) dipersiapkan melalui proses fermentasi limbah ketela pohon oleh Acetobacter xylinum selama 10 hari. Membran yang didapat kemudian direndam di dalam larutan kitosan 2% pada suhu ruang selama 7 hari. Analisis selulosa bakteri yang terbentuk meliputi analisis gugus fungsi, kristalinitas, dan pengamatan permukaan selulosa dengan SEM (Scanning Electron Microscopy). Pengujian berikutnya yaitu pengujian untuk melihat aktivitas antimikroba dengan metode difusi cakram (disk). Hasil yang diperoleh adalah % daya hambat dari sediaan selulosa-kitosan dan dibandingkan dengan kontrol positif yaitu Amoxicillin. Aktivitas antimikroba terlihat dari % daya hambat biomaterial selulosa-kitosan terhadap Staphylococcus aureus.

Biomaterial selulosa bakteri+gliserol+kitosan (SGK) menunjukkan adanya zona hambat. Selulosa bakteri tanpa penambahan kitosan tidak menunjukkan zona hambat. Aktivitas antimikroba dari SGK memiliki potensi kekuatan antimikroba sedang, dilihat dari rata-rata diameter zona hambat yang dihasilkan, yaitu sebesar 8,8 mm dengan % daya hambat yang dihasilkan yaitu sebesar 25,2%. Hal ini menunjukkan adanya potensi antimikroba pada sediaan biomaterial SGK.

Kata Kunci : aktivitas antimikroba, biomaterial selulosa bakteri, ketela pohon (Manihot utilissima Pohl.), kitosan


(6)

xxi

ACTIVITY OF ANTIMICROBIAL BACTERIAL CELLULOSE BIOMATERIAL PREPARATION FROM CASSAVA WASTE (Manihot

utilissima Pohl.) WITH ADDITION OF CHITOSAN AGAINST Staphylococcus aureus

ABSTRACT

This research aimed prepare a biomaterial wound dressing by generating bacterial cellulose from the production-waste of cassava which is added by glycerol and chitosan. This research also aimed at studying the activity of antimicrobial biomaterial cellulose derived from production-waste of cassava added with chitosant towards Staphylococcus aureus.

Cellulose biomaterial bacteria + glycerol + chitosant (SGK) were prepared after 10 days of fermentation process of production-waste of cassava by Acetobacterxylinum. Membranes obtained were then soaked into solution of 2% chitosant at room temperature for 7 days. Analysis of formed bacterial cellulose included analysis of function cluster, crystalline, and cellulose surface observation by SEM (Scanning Electron Microscopy). The next test was to find out the antimicrobial activity by disc diffusion method. The result was the percentage (%) of inhibition of cellulose-chitosan specimen compared to the positive control, Amoxicillin. Antimicrobial activity was seen from the percentage (%) of inhibition of cellulose-chitosan biomaterial against Staphylococcus aureus.

Cellulose biomaterial bacteria + glycerol + chitosan (SGK) showed that the blocking-zone occurs. Bacterial cellulose without the addition of chitosan did not show the occurrence of blocking zone. Antimicrobial activity of SGK has an averaged potential strength, seen from the average diameter of the blocking zone 8.8 mm and the percentage (%) of the blocking strength is 25.2%. This result indicated that the antimicrobial potential towards SGK biomaterials specimen occured.

Keywords: antimicrobial activity, bacterial cellulose, cassava (Manihot utilissima Pohl.), chitosan


Dokumen yang terkait

KADAR GLUKOSA DAN KADAR BIOETANOL PADA FERMENTASI TEPUNG UMBI KETELA POHON (Manihot utilissima pohl) DENGAN PENAMBAHAN H2SO4.

0 0 7

Pengaruh pemberian sediaan biomaterial selulosa bakteri acetobacter xylinum dari limbah ketela pohon (Manihot utilissima Pohl.) dengan penambahan kitosan sebagai material penutup luka pada tikus galur wistar jantan.

1 1 136

Uji aktivitas anti mikroba sediaan biomaterial bakteri Acetobacter xylimum dari limbah air cucian beras dengan penambahan kitosan pada bakteri Staphylococcus aureus.

0 6 130

Aktivitas antimikroba sediaan biomaterial selulosa bakteri dari limbah ketela rambat ( Ipomoea batatas Poir) dengan penambahan kitosan terhadap Staphylococcus aureus.

0 1 115

Aktivitas antimikroba sediaan biomaterial selulosa bakteri dari limbah ketela rambat ( Ipomoea batatas Poir) dengan penambahan kitosan terhadap Staphylococcus aureus

0 2 113

Pengaruh pemberian sediaan biomaterial selulosa bakteri acetobacter xylinum dari limbah ketela pohon (Manihot utilissima Pohl.) dengan penambahan kitosan sebagai material penutup luka pada tikus galur wistar jantan

0 0 134

Uji aktivitas anti mikroba sediaan biomaterial bakteri Acetobacter xylimum dari limbah air cucian beras dengan penambahan kitosan pada bakteri Staphylococcus aureus

0 0 128

PENGARUH VARIASI KOMPOSISI BIOMATERIAL SELULOSA BAKTERI DARI LIMBAH CAIR PERASAN KETELA POHON (Manihot utilissima Pohl.) TERDEPOSISI NANOPARTIKEL PERAK TERHADAP DIAMETER ZONA HAMBAT BAKTERI Staphylococcus aureus DAN Escherichia coli.

0 0 1

PENGARUH VARIASI BIOMATERIAL SELULOSA BAKTERI Acetobacter xylinum DARI LIMBAH CAIR KETELA POHON (Manihot utilissima Pohl) TERHADAP PENYEMBUHAN LUKA PADA TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) GALUR WISTAR.

0 0 1

Aktivitas antimikroba sediaan biomaterial selulosa bakteri dari limbah ketela pohon ( Manihot utilissima Pohl.) dengan penambahan kitosan terhadap Staphylococcus aureus - USD Repository

0 1 112