BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Erosi dan Sedimentasi
Erosi dan Sedimentasi merupakan proses terlepasnya butiran tanah dari induknya di suatu tempat dan terangkutnya material tersebut oleh gerakan air atau angin
kemudian diikuti dengan pengendapan material yang terdapat di tempat lain Suripin, 2002. Terjadinya erosi dan sedimentasi menurut Suripin, 2002
tergantung dari beberapa faktor yaitu karakteristik hujan, kemiringan lereng, tanaman penutup dan kemampuan tanah untuk menyerap dan melepas air ke
dalam lapisan tanah dangkal, dampak dari erosi tanah dapat menyebabkan sedimentasi di sungai sehingga dapat mengurangi daya tampung sungai.
Sejumlah bahan erosi yang dapat mengalami secara penuh dari sumbernya hingga mencapai titik control dinamakan hasil sedimen sediment
yield.Hasil sedimen tersebut dinyatakan dalam satuan berat ton atau satuan volume m3 dan juga merupakan fungsi luas daerah pengaliran.
Dapat juga dikatakan hasil sedimen adalah besarnya sedimen yang berasal dari erosi yang terjadi didaerah tangkapan air yang diukur pada
periode waktu dan tempat tertentu Asdak C., 2007.
Dari proses sedimentasi, hanya sebagian aliran sedimen di sungai yang diangkut keluar dari DAS, sedangkan yang lain mengendap di lokasi tertentu dari
sungai Gottschalk, 1948, dalam Ven T Chow, 1964 dalam Suhartanto, 2001.
Universita Sumatera Utara
Bahan sedimen hasil erosi seringkali bergerak menempuh jarak yang pendek sebelum akhirnya diendapkan. Sedimen ini masih tetap berada di lahan atau
diendapkan di tempat lain yang lebih datar atau sebagian masuk ke sungai. Persamaan umum untuk menghitung sedimentasi suatu DAS belum tersedia,
untuk lebih memudahkan dikembangkan pendekatan berdasarkan luas area. Rasio sedimen terangkut dari keseluruhan material erosi tanah disebut Nisbah
Pelepasan Sedimen Sediment Delivery RatioSDR yang merupakan fungsi dari
luas area. Perhitungan Nisbah Pelepasan Sedimen Sediment Delivery Ratio atau
cukup dikenal dengan SDR adalah perhitungan untuk memperkirakan besarnya hasil sedimen dari suatu daerah tangkapan air. Perhitungan besarnya SDR
dianggap penting dalam menentukan prakiraan yang realistis besarnya hasil sedimen total berdasarkan perhitungan erosi total yang berlangsung di
daerah tangkapan air. Perhitungan ini tergantung dari faktor-faktor yang mempengaruhi , hubungan antara besarnya hasil sedimen dan besarnya erosi
total yang berlangsung di daerah tangkapan air umumnya bervariasi.Variabilitas angka SDR dari suatu DAS akan ditentukan :
Sumber sedimen, jumlah sedimen, sistem transpor, Tekstur partikel-partikel tanah yang tererosi, lokasi deposisi sedimen dan karateristik DAS Asdak
C., 2007 Besarnya SDR dalam perhitungan-perhitungan
erosi atau hasil
sedimen untuk suatu daerah aliran sungai umumnya ditentukan dengan menggunakan grafik hubungan luas DAS
dan besarnya SDR seperti dikemukakan oleh Roehl 1962 dalam Asdak C. 2007.Hubungan luas DAS
Universita Sumatera Utara
SDR = Hasil Sedimen yang diperoleh
Erosi Total pada suatu DAS
dan besarnya SDR dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 2.1 Hubungan Luas DAS dan Sediment Delivery Ratio SDR
Sumber : Sitanala Arsyad, 2000
Sedang cara lain untuk memnetukan besarnya SDR adalah dengan menggunakan persamaan :
Sedang total sedimen yang diperbolehkan dalam suatu DAS adalah hasil
kali SDR dengan toleransi erosi untuk tanah, besarnya toleransi erosi untuk tanah menurut Thompson 1957 tergantung dari sifat tanah dan letaknya, hal ini
dapat dilihat pada Tabel 2.2
Luas SDR
2 Ha
0.10 10
0.520 0.50
50 0.390
1.00 100
0.350 5.00
500 0.250
10.00 1000
0.220 50.00
5000 0.153
100.00 10000
0,127 500,00
50.000 0,079
Universita Sumatera Utara
Tabel 2.2. Toleransi erosi untuk tanah Thompson, 1957 No
Sifat tanah dan substratum Toleransi erosi
tonhatahun
1 Tanah dangkal, di atas batuan
1,12 2
Tanah dalam, di atas batuan 2,24
3 Tanah dengan lapisan bawahnya subsoilpadat, di
atas sub stratum yang tidak terkonsolidasi telah mengalami pelapukan
4,48 4
Tanah dengan lapisan bawahnya berpermeabilitas lambat, di atas bahan yang
tidak terkonsolidasi. 8,96
5 Tanah dengan lapisan bawahnya
berpermeabilitas sedang, di atas bahan yang tidak terkonsolidasi.
11,21 6
Tanah yang lapisan bawahnya permeabel agak cepat, di atas bahan yang tidak terkonsolidasi
13,45
Sumber : Sitanala Arsyad, 2000
Hasil sedimen dari suatu daerah aliran tertentu dapat ditentukan dengan pengukuran pengangkutan sedimen terlarut suspended sediment
pada titik kontrol dari alur sungai. Sedimen yang sering dijumpai dalam sungai baik terlarut maupun tidak terlarut adalah merupakan produk dari
pelapukan batuan induk yang dipengaruhi oleh faktor lingkungan terutama perubahan iklim. Hasil pelapukan batuan-batuan tersebut dikenal sebagai
partikel-partikel tanah, oleh karena itu pengaruh dari tenaga kinetis air hujan dan aliran air permukaan terutama di daerah tropis, partikel-partikel tanah
tersebut dapat terkelupas dan terangkut ke tempat yang lebih rendah untuk kemudian masuk ke dalam sungai dan dikenal sebagai sedimen. Karena
adanya proses transport sedimen yang terjadi akibat aliran air sungai maka akan berakibat pada pendangkalan-pendangkalan dan terbentuknya tanah-
tanah baru di daerah pinggir-pinggir sungai dan delta-delta sungai.
Universita Sumatera Utara
Berdasarkan jenis sedimen dan ukuran partikel-partikel tanah serta komposisi mineral dari bahan induk yang menyusunnya dikenal berbagai jenis
sedimen seperti pasir, liat dan lainnya tergantung pada ukuran partikelnya. Kecepatan aliran sungai biasanya lebih besar pada badan sungai
dibandingkan di tempat dekat dengan permukaan tebing ataupun dasar sungai, dalam pola aliran sungai yang tidak menentu turbulance flow tenaga
momentum yang diakibatkan oleh kecepatan aliran yang tak menentu tersebut akan dipindahkan ke arah aliran air yang lebih lambat oleh gulungan-gulungan
air yang berawal dan berakhir secara tidak menentu juga. Gulungan-gulungan aliran air akan mengakibatkan terjadinya bentuk perubahan dari tenaga kinetis
yang dihasilkan oleh adanya gerakan aliran sungai menjadi tenaga panas, yang berarti bahwa ada tenaga yang hilang akibat gerakan gulungan aliran air tersebut.
Namun ada juga sebagian tenaga kinetis yang bergerak ke dasar aliran sungai yang memungkinkan terjadinya gerakan partikel-partikel besar sedimen yang
berada di dasar sungai dan dikenal sebagai sedimen merayap Asdak C.,2007. Berdasarkan pada jenis sedimen dan ukuran partikel-partikel
tanah serta komposisi mineral dari bahan induk yang menyusunnya
dikenal berbagai jenis sedimen seperti pasir, liat dan lainnya tergantung pada ukuran partikelnya. Menurut ukurannya, sedimen dibedakan menjadi beberapa
jenis seperti pada Tabel 3 Dunne Leopold, 1978 dalam Asdak C, 2007 Besarnya SDR dalam perhitungan-perhitungan erosi atau hasil sedimen
untuk suatu daerah aliran sungai umumnya ditentukan dengan menggunakan grafik hubungan luas DAS dan besarnya SDR seperti dikemukakan oleh Roehl
Universita Sumatera Utara
1962 dalam Asdak C. 2007. Hubungan luas DAS dan besarnya SDR dapat dilihat pada Tabel 2.1.
Tabel 2.3 Hubungan Luas DAS dan Sediment Delivery Ratio SDR Luas
SDR Km
Ha
2
0.10 10
0.520 0.50
50 0.390
1.00 100
0.350 5.00
500 0.250
10.00 1000
0.220 50.00
5000 0.153
100.00 10000
0,127 500,00
50.000 0,079
Sumber : Sitanala Arsyad, 2000
Sedang cara lain untuk memnetukan besarnya SDR adalah dengan menggunakan persamaan :
Hasil sedimen yang diperoleh Erosi Total pada suatu DAS
Sedang total sedimen yang diperbolehkan dalam suatu DAS adalah adalah hasil kali SDR dengan toleransi erosi untuk tanah, besarnya toleransi
erosi untuk tanah menurut Thompson 1957 tergantung dari sifat tanah dan letaknya, hal ini dapat dilihat pada Tabel 2.2
Hasil sedimen dari suatu daerah aliran tertentu dapat ditentukan dengan pengukuran pengangkutan sedimen terlarut suspended sediment pada titik
kontrol dari alur sungai. Sedimen yang sering dijumpai dalam sungai baik terlarut maupun tidak terlarut adalah merupakan produk dari pelapukan batuan induk
yang dipengaruhi oleh faktor lingkungan terutama perubahan iklim. Hasil pelapukan batuan-batuan tersebut dikenal sebagai partikel-partikel tanah, oleh
karena itu pengaruh dari tenaga kinetis air hujan dan aliran air permukaan SDR =
Universita Sumatera Utara
terutama di daerah tropis, partikel-partikel tanah tersebut dapat terkelupas dan terangkut ke tempat yang lebih rendah untuk kemudian masuk ke dalam sungai
dan dikenal sebagai sedimen. Karena adanya proses transport sedimen yang terjadi akibat aliran air sungai maka akan berakibat pada pendangkalan-
pendangkalan dan terbentuknya tanah-tanah baru di daerah pinggir-pinggir sungai dan delta-delta sungai.
Berdasarkan pada jenis sedimen dan ukuran partikel-partikel tanah serta komposisi mineral dari bahan induk yang menyusunnya dikenal berbagai jenis
sedimen seperti pasir, liat dan lainnya tergantung pada ukuran partikelnya. Menurut ukurannya, sedimen dibedakan menjadi beberapa jenis seperti pada
Tabel 2.6 Dunne Leopold, 1978 dalam Asdak C, 2007
Tabel 2.4. Jenis sedimen berdasarkan ukuran partikel Jenis Sedimen
Ukuran partikel mm
Liat 0.0039
Debu 0.0039-0.0625
Pasir 0.0625 – 2.00
Pasir besar 2.00 – 64
Sumber : Asdak C.2007
Kecepatan aliran sungai biasanya lebih besar pada badan sungai dibandingkan di tempat dekat dengan permukaan tebing ataupun dasar
sungai, dalam pola aliran sungai yang tidak menentu turbulance flow tenaga momentum yang diakibatkan oleh kecepatan aliran yang tak menentu
tersebut akan dipindahkan ke arah aliran air yang lebih lambat oleh gulungan-gulungan air yang berawal dan berakhir secara tidak menentu
juga. Gulungan-gulungan aliran air akan mengakibatkan terjadinya bentuk perubahan dari tenaga kinetis yang dihasilkan oleh adanya gerakan
aliran
Universita Sumatera Utara
sungai menjadi tenaga panas, yang berarti bahwa ada tenaga yang hilang akibat gerakan gulungan aliran air tersebut. Namun ada juga sebagian tenaga
kinetis yang bergerak ke dasar aliran sungai yang memungkinkan terjadinya gerakan partikel-partikel besar sedimen yang berada di dasar sungai dan
dikenal sebagai sedimen merayap Asdak C.,2007. Besarnya perkiraan hasil sedimen menurut Asdak C.2007 dapat ditentukan
berdasarkan persamaan sebagai berikut : Y = E SDR Ws
Dimana : Y = Hasil sedimen per satuan luas
E = Erosi Jumlah Ws = Luas Daerah Aliran Sungai.
SDR = Sediment Delivery Ratio Nisbah Pelepasan Sedimen Besarnya nilai SDR dalam perhitungan hasil sedimen suatu daerah aliran
sungai umumnya ditentukan dengan menggunakan tabel hubungan antara luas DAS dan besarnya SDR tabel 1
Untuk menghitung perkiraan besarnya erosi yang terjadi di suatu DAS dapat digunakan metode USLE, menurut Asdak C. 2007 dengan formulasi:
E = R.K.LS.C.P Dimana :
E = perkiraan besarnya erosi jumlah tonhatahun R = faktor erosivitas hujan
K = faktor erodibilitas lahan L.S = faktor panjang – kemiringan lereng
Universita Sumatera Utara
2,731M =
K 3,25 b 2 2,5 c 3
a
1,14 −
4
10 12 − +
− −
100
C = faktor tanaman penutup lahan atau pengelolaan tanaman P = faktor tindakan konservasi lahan
Adapun masing – masing faktor dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Erositas Hujan R
Erosivitas hujan adalah kemampuan air hujan sebagai penyebab terjadinya erosi yang bersumber dari laju dan distribusi tetesan air hujan, dimana keduanya
mempengaruhi besarnya energi kinetik air hujan Berdasarkan data curah hujan bulanan, faktor erosivitas hujan R dapat dihitung dengan mempergunakan
persamaan Asdak C.,2007persamaan Asdak C.,2007 R = 2.21 P
Dimana :
1.36
R : Indeks erosivitas P : Curah hujan bulanan cm
2. Erodibilitas Tanah K
Nilai erodibilitas tanah K ditentukan oleh tekstur, struktur, permeabilitas tanah dan kandungan bahan organik dalam tanah Weschemeier et all, 1971.
Penentuan nilai K dapat ditentukan dengan nomograf atau dapat pula dihitung dengan mempergunakan persamaan Hammer, 1970, sebagai berikut :
Dimana : K : Faktor erodibilitas tanah b: kode strukur tanah
M: Parameter ukuran butir c: kode permeabilitas tanah a : Prosentase bahan organik C x 1,724
Dalam mempergunakan persamaan di atas dapat dilakukan dengan ketentuan –
Universita Sumatera Utara
ketentuan sebagai berikut : 1 Bila data tekstur tanah yang tersedia hanya fraksi pasir, debu dan liat,
prosentase pasir sangat halus dapat diduga sepertiga dari prosentase pasir. 2 Bila data tekstur hasil analisa laboratorium tidak tersedia maka dapat
dipergunakan pendekatan sesuai pada Tabel 2.4. 3 Bila data bahan organik tidak tersedia, maka dapat ditentukan dari Tabel 2.5.
angka prosentase bahan organik 5 digunakan sebagai acuan maksimum.
Tabel 2.5. Penilaian Ukuran Butir – M HAMMER 1978 Kelas Tekstur
USDA
Nilai M Kelas Tekstur
USDA
Nilai M
Heavy clay 210 Loamy sand
3245 Medium clay
750 Silty clay loam 3770
Sandy clay 1215 Sandy loam
4005 Light clay
1685 Loam 4390
Sandy clay loam 2160 Silt loam
6330 Silty clay
2830 Silt 8245
Clay loam 2830 Tidak diketahui
4000 Sandy
3035
Sumber : Suripin. 2002
Tabel 2.6. Kelas Kandungan Bahan Organik Klas
Prosentase Kelas
Prosentase
Sangat rendah 1
Tinggi 3,1 – 5
Rendah 1 – 2
Sangat Tinggi 5
Sedang 2,1 - 3
Sumber : Suripin 2002
Universita Sumatera Utara
Tabel 2.7. Nilai K untuk Beberapa Jenis Tanah di Indonesia Arsyad, 1979. No.
Jenis Tanah Nilai K
1. Latosol Inceptisol, Oxic subgroup Darmaga, bahan
induk volkanik
0,04
2. Mediteran Merah Kuning Alfisol Cicalengka,
bahan induk volkanik
0,13
3. Mediteran Alfisol Wonosari, bahan induk breksi
dan batuan liat
0,21
4. Podsolik Merah Kuning Ultisol Jonggol, bahan
induk batuan liat
0,15
5. Regosol Inceptisol Sentolo, bahan induk batuan liat
0,11
6. Grumusol Vertisol Blitar, bahan induk serpih shale
0,24
7. Alluvial
0,15
Sumber : Suripin 2002
3. Kemiringan Lereng LS
Peta kemiringan lereng diperoleh dari evaluasi garis kontur pada peta topografi skala 1 : 50.000 seri A.M.S – T.725 yang dibantu dengan mempergunakan
perangkat lunak. Dalam pembuatan nilai indeks panjang dan kemiringan lereng LS ini hanya ditentukan dari kemiringan lereng saja
4. Pengelolaan Tanaman C
Dalam penentuan indeks pengelolaan tanaman ini ditentukan dari peta tata guna lahan dan keterangan tata guna lahan pada peta topografi ataupun data yang
langsung diperoleh dari lapangan.
5. Konservasi Tanah P
Sedangkan penentuan indek konservasi tanah ditentukan dari interprestasi jenis tanaman dari tata guna lahan yang dievaluasi dengan kemiringan lereng
serta pengecekan di lapangan.
6. Penentuan Bahaya Erosi
Bahaya erosi pada dasarnya adalah suatu perkiraan jumlah tanah hilang yang akan terjadi pada suatu unit lahan, bila pengelolaan tanaman dan konservasi
Universita Sumatera Utara
tanah tidak mengalami perubahan dalam jangka waktu tertentu. Erosi tanah akan dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain curah hujan
yang akan berpengaruh terhadap erosivitas hujan, erodibilitas tanah, kemiringan lereng atau indeks panjang lereng, indeks pengelolaan tanaman dan indeks
konservasi tanah. Dalam hal ini perkiraan jumlah tanah hilang maksimum yang akan terjadi pada unit lahan diperhitungkan dengan rumus yang telah
dikembangkan oleh Smith dan Wischmeier atau dikenal sebagai Universal Soil Loss Equation USLE.
Perhitungan bahaya erosi setiap unit lahan dilakukan dengan cara menumpang tindihkan faktor – faktor yang mempengaruhi erosi tersebut di atas.
Kemudian besarnya bahaya erosi dikelompokkan seperti yang terlihat pada Tabel 2.10.
Tabel 2.8. Kelas Bahaya Erosi Kelas
Bahaya erosi tonhatahun
mmtahun
I Sangat Ringan 1,75
0,1 II Ringan
1,75 – 17,50 0,1 – 1,0
III Sedang 17,50 – 46,25
1,0 – 2,5 IV Berat
46,25 - 92,50 2,5 - 5,0
V Sangat Berat 92,50
5,0
Sumber : Suripin 2002
Perhitungan besarnya debit sedimen harian menurut Suripin 2002 dihitung dengan rumus :
Qs = 0.0864 Cs Qw Qs = Debit sedimen harian tonhari
Qw = Debit aliran harian m3det Cs = Konsentrasi sediment layang mgl
Universita Sumatera Utara
2.2. Daerah Aliran Sungai
Secara umum Daerah Aliran Sunga DAS dapat didefinisikan sebagai suatu wilayah, yang dibatasi oleh batas alam, seperti punggung bukit atau
gunung, maupun batas bantuan seperti jalan atau tanggul, dimana air hujan yang turun di wilayah tersebut memberikan kontribusi aliran ke titik kontrol
outlet Suripin, 2002. Daerah Aliran Sungai merupakan suatu cekungan geohidrologi yang dibatasi oleh daerah tangkap air dan dialiri oleh suatu
badan sungai dan merupakan penghubung antara kawasan daratan di hulu dengan kawasan pesisir, sehingga kondisi di kawasan hulu akan
berdampak pada kawasan pesisir. DAS meliputi semua komponen lahan, air dan sumberdaya biotik yang merupakan suatu unit ekologi dan mempunyai
keterkaitan antar komponen. DAS mempunyai banyak sub-sistem yang juga merupakan fungsi dan bagian dari suatu konteks yang lebih luas Clark,
1996 dalam Anna S, 2001. Menurut Suranggajiwa 1978 dalam Anna S., 2001, Daerah Aliran
Sungai adalah suatu ekosistem yag merupakan kumpulan dari berbagai unsur dimana unsur-unsur utamanya adalah vegetasi, tanah, air serta manusia dan
segala daya upayanya yang dilakukan di daerah tersebut. Gunawan 1991 dalam Anna S, 2001 membagi komponen-komponen
Daerah Aliran Sungai menjadi 2 dua yaitu : a. Lingkungan Fisik, meliputi :
1 bentuk wilayah topologi, bentuk dan luas DAS 2 tanah jenis tanah, sifat kimia fisk, kelas kemampuan
3 air kualitas dan kuantitas
Universita Sumatera Utara
4 vegetasihutan jenis, kerapatan, penyebaran b. Manusia, meliputi :
1 jumlah manusia 2 kebutuhan hidup
Peningkatan jumlah manusia khususnya yang tinggal di sekitar DAS akan diikuti oleh peningkatan kebutuhan hidup yang harus dipenuhi melalui
pemanfaatan sumber daya alam yang merupakan bagian dari lingkungan fisik akan mempengaruhi perubahan perilaku manusia terutama dalam
usaha untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Perubahan perilaku yang bersifat merusaknegative akan dapat menimbulkan tekanan terhadap lingkungan
fisik, yang memiliki keterbatasan dan dikenal sebagai daya dukung lingkungan DDL. Jika tekanan semakin besar maka daya dukung
lingkungan pun akan menurun. Sungai sebagai komponen utama DAS mempunyai beberapa definisi
yaitu : Menurut Haslam, 1992 dalam Anna S., 2001 bahwa :
a Sungai atau aliran sungai adalah jumlah air yang mengalir sepanjang lintasan di darat menuju ke laut sehingga sungai merupakan suatu
lintasan dimana air yang berasal dari hulu bergabung dan menuju ke suatu arah yaitu hilir muara.
b Sungai merupakan suatu tempat kehidupan perairan membelah daratan.Menurut Sulasdi, 2000 dalam Anna S., 2001, sungai
mempunyaipotensi seimbang yang ditunjukkan oleh daya guna sungai tersebut antaralain untuk kebutuhan air baku, pertanian, energi dan lain-
Universita Sumatera Utara
lain dan sungaimampu mengakibatkan banjir, pembawa sedimentasi, serta pembawa limbahpolutan dari industri, pertanian, pemukiman dan lain-lain .
Oleh karena itu,upaya pengelolaan DAS ditujukan untuk memperbesar pemanfaatannya dansekaligus memperkecil dampak negatifnya. Kawasan
hulu sungai mempunyai peran penting yaitu selain sebagai tempat penyedia air untuk dialirkan ke daerah hilirnya bagi kepentingan pertanian,
industry dan pemukiman juga berperan sebagai pemelihara keseimbangan ekologis untuk sistem penunjang kehidupan Supriadi, 2000 dalam Anna S.,
2001 Dalam terminologi ekonomi, daerah hulu merupakan faktor produksi
dominan yang sering mengalami konflik kepentingan penggunaan lahan untuk kegiatan pertanian, pariwisata, pertambangan, pemukiman
dan lain-lain. Kemampuan pemanfaatan lahan hulu sangat terbatas, sehingga kesalahan
pemanfaatan akan berdampak negative pada daerah hilir. Konservasi daerah hulu perlu mencakup seluruh aspek-aspek yang berhubungan dengan
produksi air dan konservasi itu sendiri. Secara ekologis, hal tersebut berkaitan dengan
ekosistem tangkapan air yang merupakan rangkaian proses alami suatu siklus hidrologi yang memproduksi air permukaan dalam bentuk mata air, aliran air dan
sungai. Menurut Sugandhy 1999 dalam Anna S., 2001, jika dihubungkan
dengan penataan ruang wilayah, maka alokasi ruang dalam rangka menjaga dan memenuhi keberadaan air, kawasan resapan air, kawasan pengamanan
sumber air permukaan, kawasan pengamanan mata air, maka minimal 30
Universita Sumatera Utara
dari luas wilayah harus diupayakan adanya tutupan tegakan pohon yang dapat berupa hutan lindung, hutan produksi atau tanaman keras, hutan wisata dan
lain-lain. Oleh karena itu untuk pemeliharaan keseimbanganalamiah
sertasiklus air, maka vegetasi hutan di daerah hulu menjadi sangat penting. Dipihak lainnya, keberadaan hutan didaerah hulu sangat dominan
dipengaruhi oleh pola – pola pemanfaatan lahan local spesific land uses yang berhubungan dengan perilaku masyarakat, sehingga kepentingan masyarakat
juga harus dimasukkan sebagai faktor kunci dalam kebijakan pengelolaan lahan hulu. Pengalokasian sumber daya sangat berkaitan erat dengan
perencanaan pemanfaatan ruang, sehingga perencanaan tata ruang yang baik berarti efisiensi pengalokasian sumberdaya lahan untuk mengoptimalisasikan
kepentingan penggunaan lahan. Sesuai dengan posisinya DAS merupakan penghubung antar kawasan
daratan di hulu dengan kawasan pesisir. Sungai merupakan komponen penting dari suatu DAS yang memiliki potensi manfaat sebagai salah satu
sumber air baku sekaligus mampu mengakibatkan banjir, sedimentasi maupun pembawa limbah lainnya. Karena sifatnya yang mengalir dari hulu
ke hilir, maka dampak dari suatu kegiatan di hulu akan juga dirasakan di hilir, sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat keterkaitan ekologis hulu- hilir
dari suatu DAS.
Universita Sumatera Utara
2.3 . Pengelolaan Daerah Aliran Sungai
Pengelolaan Daerah Aliran Sungai biasanya berangkat dari satu sisi yaitu bagaimana memanfaatkan dan mendapatkan keuntungan dari adanya
Daerah Aliran Sungai, namun dalam hal ini harus diingat bahwa jika ada keuntungan berarti ada kerugian, oleh karena itu aspek pengelolaan harus
dilihat pada kedua aspek tersebut. Aspek pengelolaan sendiri haruslah memiliki tiga kriteria yaitu pemanfaatan, pelestarian dan pengendalian.
Aspek pemanfaatan yaitu bagaimana memanfaatkan dan mendapatkan keuntungan dari adanya sumber daya air tanpa memikirkan kerugian
yangakan ditimbulkan. Sedangkan aspek pelestarian dapat dilakukan agar aspek pemanfaatannya dapat berkelanjutan sehingga perlu upaya-upaya
pelestarian baik dari segi jumlah maupun segi kualitas. Menjaga daerah tangkapan hujan di daerah hulu maupun di daerah hilir merupakan salah
satu kegiatan pengelolaan, sehingga perbedaan debit pada musim kemarau dan musim hujan tidak terlalu besar. Dan terakhir adalah aspek
pengendalian dimana kita menyadari bahwa selain pembawa manfaat sumber daya air juga memiliki daya rusak fisik maupun kimia. Badan air dalam hal
ini sungai biasanya menjadi tempat pembuangan barang yang tak terpakai maupun sebagai penampung akhir hasil erosi lahan yang dapat
berakibat terjadinya sedimentasi serta berakibat pada terjadinya bencana banjir. Dalam pengelolaan Daerah Aliran Sungai haruslah melihat ketiga
aspek yang ada, karena jika salah satu aspek ditiadakan maka akan berakibat tidak adanya kelestarian dalam pemanfaatan bahkan dapat berakibat buruk. Jika
Universita Sumatera Utara
kita tidak dapat mengelola Daerah Aliran Sungai secara baik dan benar maka kita akan menerima akibatnya bahkan untuk generasi yang akan datang.
Sasaran dan tujuan utama dari sistem pengelolaan DAS adalah untuk memaksimalkan keuntungan sosial ekonomi dari segala aktivitas tataguna
lahan di Daerah Aliran Sungai tersebut. Sasaran dan tujuan tersebut harus dikaitkan dengan karakteristik DAS seperti kondisi sosial, budaya, ekonomi, fisik,
dan biologi yang akan dikelola. Namun demikian sasaran yang akan dicapai pada umumnya adalah untuk meningkatkan atau memperbaiki keadaan
DAS sehingga tingkat produktivitas di tempat tersebut tetap tinggi dan pada saat bersamaan, dampak negatif yang ditimbulkan oleh kegiatan pengelolaan
tataguna lahan tersebut di daerah hilir dapat diperkecil. Kerangka pemikiran pengelolaan DAS terdiri dari tiga dimensi pendekatan
analisis pengelolaan DAS yaitu Hufschmidt, 1986 dalam Asdak C, 2007 : a. Pengelolaan DAS sebagai proses yang melibatkan langkah-langkah
perencanaan dan pelaksanaan yang terpisah tetapi erat kaitannya. b. Pengelolaan DAS sebagai sistem perencanaan pengelolaan dan sebagai
alat implementasi program pengelolaan DAS melalui kelembagaan yang relevan dan terkait.
c. Pengelolaan DAS sebagai serial aktivitas yang masing-masing berkaitan dan memerlukan perangkat pengelolaan yang spesifik.
Secara konseptual, pengelolaan DAS dipandang sebagai suatu system perencanaan dari aktivitas pengelolaan sumberdaya termasuk tataguna lahan,
praktek pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya setempat dan praktek Pengelolaan sumberdaya di luar daerah kegiatan, dan sebagai alat implementasi
Universita Sumatera Utara
untuk menempatkan usaha-usaha pengelolaan DAS seefektif mungkin melalui elemen-elemen masyarakat dan perorangan, serta pengaturan organisasi dan
kelembagaan di daerah pelaksanaan.
Tabel 2.9. Pengelolaan DAS sebagai suatu Sistem Perencanaan
No Aktivitas Pengelolaan
Sumberdaya Alat Implementasi
Pengaturan Organisasi dan Kelembagaan
1 2
3 Pengaturan tataguna
lahan utama Pertanian, Kehutanan,
Perumputan, Pertambangan dan
Pemanfaatan sumberdaya alam
lainnya Praktek pengelolaan
di luar wilayah proyek Untuk setiap kate
gori usaha pengelolaan :
1. Peraturan –peraturan 2. Ijin dan denda
3. Harga, pajak
subsidi 4. Pinjaman dan hibah
5. Bantuan teknis 6. Pendidikan dan
7. Informasi 8. Implementasi
langsung oleh Instansi Umum
Untuk setiap kategori usaha pengelolaan :
a. Pemilikan tanah Non Organisasi
b. Kebijakan ekonomi c. Pengaturan
informal a. Perencanaan dan
Organisasi : 2. Pengelolaan
a. Jasa Pelayanan 3. Lembaga Kredit
Sumber : Asdak C., 2007
Menjadi jelas bahwa upaya pengelolaan DAS yang efektif selain memerlukan penegasan isu-isu atau permasalahan penting yang memerlukan
penanganan segera juga dilakukan upaya pembagian wewenang pengelolaan. Dengan demikian, masalah mekanisme koordinasi antar lembagaInstansi dalam
pelaksanaan program pengelolaan DAS menjadi salah satu kunci keberhasilan. Selain itu tidak kalah pentingnya adalah perumusan secara
jelas permasalahan biogeofisik antara lain kemerosotan sumberdaya hutan, tanah, dan air dan sosial ekonomi yaitu konflik kepentingan terhadap
pemanfaatan sumber daya dan peningkatan pendapatan petani Asdac C., 2007.
Universita Sumatera Utara
2.3.1. Kriteria dan Indikator Kinerja Ekosistem Daerah Aliran Sungai
Dalam pedoman pengelolaan ekosistem DAS, kriteria dan indikator kinerja DAS perlu ditentukan karena keberhasilan maupun
kegagalan hasil program pengelolaan DAS dapat dimonitoring dan dievaluasi melalui kriteria dan indikator yang ditentukan khusus untuk maksud
tersebut. Kriteria dan indikator pengelolaan DAS harus bersifat sederhana dan cukup praktis untuk dilaksanakan, terukur, dan mudah
dipahami terutama oleh para pengelola DAS dan pihak lain yang mempunyai kepentingan terhadap program pengelolaan DAS.
Penetapan kriteria dan indicator kinerja diupayakan agar relevan dengan tujuan penetapan kriteria dan indicator dan diharapkan akan mampu menentukan
bahwa program pengelolaan DAS dianggap berhasil atau belumkurangtidak berhasil. Dengan kata lain status atau “kesehatan” suatu
DAS dapat ditentukan dengan menggunakan kriteria-kriteria kondisi tata penggunaan lahan, social ekonomi, dan kriteria kelembagaan. Tabel 5
menunjukkan kriteria dan indikator untuk menentukan kinerja DAS. Tataguna, kemampuan dan kesesuaian lahan merupakan salah satu
indicator dalam upaya pengelolaan DAS. Berbagai jenis, penyebaran dan luas penggunaan lahan merupakan indicator keseimbangan penutupan lahan di dalam
DAS. Berdasarkan kemampuan lahannya dapat dianalisa apakah penggunaan lahan telah sesuai dibandingkan dengan penggunaan lahan yang ada sekarang.
Universita Sumatera Utara
Tabel 2.10. Kriteria dan Indikator Pengelolaan Daerah Aliran Sungai DAS
Kriteria Indikator
Parameter Standar
Keterangan
A. Penggun aan Lahan
1. Penutupan oleh Vegetasi
IPL = { LVPLuas D AS }
x 100 IPL 75
= baik 30
≤ IPL ≤ 7 5
= sedang IPL 30
= jelek IPL = Indek
Penutupan Laha n
LVP = Luas lah an
bervegetasi Permanen
Informasi dari P eta Land Use
2. Erosi, Indek Erosi IE
IE = {Erosi Aktualer osi
yang ditolerir } x 100 IE
≤ 1 = bai k
IE 1 = jel ek
Perhitungan ero si
merujuk pedom an
RTL- RLKT, 1998.
3. Pengelolaan lahan
Pola tanam C dan tindakan Konservasi
P C x P
≤ 0,10 = baik
0,10 ≤ C x P ≤
0,50 = sedang C x P 0,50
= jelek Perhitungan nila
i C P merujuk
pedoman RLT- RLKT, 1998
B. Tata Air 1. Debit Air
Sungai a. KRS = Qmax Qmi
n KRS 50 =
baik 50
≤ KRS ≤ 12 0 =
sedang KRS 120 =
jelek KRS = Koefisie
n Rezim Sungai
2. Kandungan Sedimen
Kadar Lumpur dalam air
Semakin menu run
semakin baik menurut mutu
peruntukan Data SPAS
3. Kandungan Pencemaran
Kadar biofisika kimia Menurut stand
ar yang berlaku
Menurut standar baku PP 82200
1 4. Nisbah hant
ar Sedimen
SDR = Total sedimen t
Total Erosi SDR 50
= normal
50 ≤ SDR ≤
75 = tdk norma
l SDR 75
= rusak
SDR = Sedimen Delivery Ratio
Data SPAS dan hasil
perhitunganpen g-
ukuran erosi.
Universita Sumatera Utara
C.Kelembag aan
1. Keberdayaa n
lembaga localadapt
2. Ketergantun gan
masyarakat kepada
pemerintah. 3. KISS
4. Kegiatan U saha
bersama Peranan lembaga loc
al dalam pengelolaan D
AS Intervensi pemerinta
h peraturan, kebijakan
. Konflik
Jumlah unit Berperan, tidak
berperan Tinggi, sedang
, rendah
Tinggi, sedang ,
rendah Bertambah,
berkurang, teta p
Data hasil pengamatan
Data hasil pengamatan
Data hasil pengamatan
Data dari Instan si
terkait.
4. Nisbah hant ar
Sedimen SDR = Total sedimen
t Total Erosi
SDR 50 =
normal 50
≤ SDR ≤ 75
= tdk norma l
SDR 75 =
rusak SDR = Sedimen
Delivery Ratio Data SPAS dan
hasil perhitunganpen
g- ukuran erosi.
D. Ekonomi 1. Ketergantun
gan penduduk
terhadap lahan 2. Tingkat
Pendapatan 3. Produktivita
s lahan
4. Jasa lingkun gan
air, wisata, ik lim
makro, umur waduk
Kontribusi pertanian terhadap total pendap
atan Pendapatan keluarga
tahun Produksi hatahun
Internalisasi, external itas,
pembiayaan pengelol aan
bersama cost sharin g
75 = ting gi
50 - 75 = sedang
50 = rendah
Garis Kemiski nan
BPS Menurun, tetap
, meningkat
Ada, tidak ada Dihitung KKt
h Data dari Instan
si terkait atau
responden Data BPS atau
responden Dalam bentuk p
ajak retribusi untuk d
ana lingkungan.
Sumber : Supriyono,2001 dan Asdak C,2007
2.3.2. Kebijakan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai
Pengelolaan sumber daya air dilaksanakan secara terpadu multisektoral, menyeluruh hulu-hilir, kualitas-kuantitas, berkelanjutan antar generasi,
berwawasan lingkungan dengan DAS satuan wilayah hidrologis sebagai kesatuan pengelolaan. Satu sungai, satu rencana, satu pengelolaan secara terpadu
dengan memperhatikan sistem pemerintahan yang sekarang desentralisasi dapat ditentukan bahwa :
Lanjutan Tabel 2.10
Universita Sumatera Utara
a. Satuan sungai dalam artian DAS yang merupakan kesatuan wilayah hidrologis yang dapat mencakup wilayah administrative yang ditetapkan
sebagai satu kesatuan wilayah yang tidak dapat dipisah-pisahkan. b. Dalam satu sungai hanya berlaku satu rencana induk dan rencana kerja yang
terpadu, menyeluruh, berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. c. Dalam satu sungai ditetapkan satu sistem pengelolaan yang dapat menjamin
keterpaduan kebijakan strategis dan perencanaan operasional dari hulu sampai hilir.
Pengembangan dan pengelolaan sumber daya air secara nasional dilakukan secara holistik, terencana dan berkelanjutan. Perencanaan,
pengembangan serta pengelolaan sumber daya air yang bersifat spesifik harus dilakukan secara terdesentralisasi dengan tetap memperhatikan kesatuan wilayah
DAS. Pendayagunaan sumberdaya air harus berdasarkan prinsip partisipasi dan
konsultasi pada masyarakat di setiap tingkatan dan mendorong pada tumbuhnya komitmen bersama antar pihak-pihak terkait stakeholder dan
penyelenggaraan seluruh kegiatanaktivitas yang layak secara sosial. Sesuai dengan definisi pengelolaan DAS yaitu upaya manusia dalam
mengendalikan hubungan timbal balik antara sumber daya alam dan manusia di dalam DAS dan segala aktivitasnya, dengan tujuan membina
kelestarian dan keserasian ekosistem serta meningkatkan kemanfaatan sumberdaya alam bagi manusia secara berkelanjutan, maka sebagai
konsekuensinya setiap peratura perundang - undangan maupun kebijakan yang mengatur tentang alokasi sumberdaya alam akan langsung berpengaruh terhadap
Universita Sumatera Utara
performance suatu DAS sebagai satuan ekosistem dengan segala komponen yang ada.
Keterpaduan pengelolaan DAS sangat diperlukan yaitu dalam upaya pendekatan ekosistem karena pengelolaan DAS ini melibatkan semua pihak yang
sangat berkepentingan dan sangat kompleks yaitu melibatkan multi sumberdaya alam dan buatan, multi kelembagaan, multi para pihak terkait stakeholder
dan bersifat lintas batas administrasi dan ekosistem. Pola pengelolaan DAS bertumpu pada mekanisme koordinasi dan kooperasi.
Fungsi koordinasi adalah proses pengendalian berbagai kegiatan,kebijakan atau keputusan berbagai organisasi dan kelembagaan sehingga tercapai
keselarasan dalam pencapaian tujuan dan sasaran yang disepakati. Dua aspek penting dalam koordinasi adalah aspek koordinasi kebijakan dan
koordinasi kegiatan atau program. Koordinasi kebijakan secara umum menyerupai koordinasi dalam
perumusan kebijakan dan pengambilan keputusan. Karena pengelolaan DAS melibatkan banyak sector maka akan terjadi tumpang tindih kebijakan
dan bahkan tabrakan kepentingan antar departemen sektoral. Untuk mencegah permasalahan tersebut menurut Asdak C. 2007 maka perlu
dilakukan koordinasi dalam perumusan kebijakan yaitu : a. Koordinasi kebijakan preventif, yaitu pencegahan sedini mungkin
terjadinya tabrakan kepentingan antara berbagai instansi yang terkait. b. Koordinasi strategis, lebih diarahkan kepada upaya penyelarasan antara
suatu kebijakan tertentu dengan kepentingan strategis pencapaian tujuan umum yang telah disepakati bersama.
Universita Sumatera Utara
Koordinasi program secara umum lebih berkaitan dengan koordinasi kegiatan administrasi, menurut C. Asdak 2007 dibedakan menjadi :
a. Koordinasi administrasi prosedural, pada umumnya diarahkan untuk menciptakan keselarasan berbagai prosedur dan metoda
administratif. b. Koordinasi
administrasi substansial, yang diarahkan
untuk menciptakan keselarasan kerja dan kegiatan sinergi, bagi setiap unit
organisasi termasuk individu dalam rangka tercapainya efisiensi, efektivitas, dan produktivitas pelaksanaan kebijakan demi tercapainya
tujuan akhir yang telah disepakati bersama.
2.3.3. Strategi Pengelolaan Daerah Aliran Sungai
Sumber daya alam merupakan modal penting dalam menggerakkan pembangunan di suatu daerah, sehingga pengelolaan sumber daya alam
menjadi masalah strategis untuk diputuskan secar adil, transparan dan berkelanjutan. Sesuai semangat yang terkandung dalam UU No. 32 tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah, maka strategi pengelolaan DAS yang bersifat lintas regional adalah :
a. Membangun kesepakatan dan kesepahaman antar daerah dalam pengelolan DAS lintas regional.
Masing-masing daerah memahami konsep mekanisme hidrologis yang terjadi secara alamiah dalam pemanfaatan sumberdaya alam, dimana
mekanisme hidrologis ini menekankan adanya karakteristik antara satu wilayah dengan wilayah lainnya.Mekanisme ini
akan memperkecil
Universita Sumatera Utara
pengaruh penguasaan sumberdaya dalam secara eksklusif oleh daerah-daerah yang memiliki sumber daya alam berlebih.
Komitmen bersama untuk membangun sistem pengelolaan DAS yang berkelanjutan dan untuk memperoleh keseimbangan dan keserasian
antara kepentingan ekonomi,ekologi dan sosial.Komitmen bersama ini adalah
langkah b. Membangun legislasi yang kuat.
Kebijakan publik dalam pengelolaan sumber daya alam akan memiliki kekuatan pengendalian perilaku masyarakat public apabila dikukuhkan oleh
sistem yang legal hukum yang tegas dan jelas. Legalisasi pengelolaan DAS mengatur perilaku manusia dalam hubungannya terhadap
pengelolaan sumber daya alam Legalisasi memberikan power dan kewenangan.
c. Meningkatkan peran institusi kelembagaan Kelembagaan merupakan suatu system hokum yang kompleks, rumit,
yang mencakup ideologi, hukum, adat istiadat, aturan, kebiasaaan yang tidak terlepas dari lingkungan. Kelembagaan mengatur apa yang dapat
dilakukan atau yang tidak dapat dilakukan dilarang oleh individu perorangan atau organisasi atau dalam kondisi yang bagaimana individu
itu dapat mengerjalan sesuatu. Oleh karena itu kelembagaan adalah suatu alat atau instrumen yang mengatur hubungan antara individu.
Penataan institusi dalam pengelolaan DAS menjadi sangat sentral, dan salah satu produk institusi yang sangat penting adalah perumusan
kebijakan publik. Kebijakan publik dalam pengelolaan DAS diperlukan
Universita Sumatera Utara
untuk menghadapi permasalahan yang kompleks dalam mengatur perilaku masyarakat dalam menjalankan sistemnya.
2.3.4. Peran Serta Masyarakat
Pengertian peran serta masyarakat dalam kerangka pemerintahan dan pembangunan oleh berbagai orang sangat berbeda, hal ini dapat dijelaskan sebagai
berikut : a.
Sikap kerja sama masyarakat dengan cara mendatangi rapat-rapat tentang pembangunan, mengajukan pertanyaan dan lain-lain, dianggap
merupakan wujud bahwa masyarakat telah berperan serta b.
Pengorganisasian oleh kelompok masyarakat seperti pertemuan- pertemuan dimana aparat pemerintah dapat memberikan ceramah tentang
pembangunan, peneliti menyampaikan hasil penelitiannya dan
lain-lainnya, dianggap sebagai wujud peran serta masyrakat c.
Perorangan, kelompok, masyarakat atau lembaga yang aktif dalam menyediakan informasi
yang diperlukan untuk merencanakan
program pembangunan yang efektif, juga dianggap sebagai bukti masyarakat telah berperanserta..
d. Masyarakat secara langsung atau melalui wakilnya berperan serta dalam
pengambilan keputusan mengenai segala sesuatu yang menyangkut dirinya seperti tujuan pembangunan, metode pelaksanaannya dan cara-
cara evaluasinya adalah merupakan wujud dari peran serta lainnya e.
Masyarakat memberikan kontribusi langsung dalam bentuk pembiayaan
pembangunan sebagai ungkapan masyarakat dalam berperan serta.
Universita Sumatera Utara
Dari kelima bentuk peran serta di atas yang menumbuhkan rasa tanggung jawab dan merupakan wujud peran serta yang cukup sesuai adalah
dimana masyarakat berperan serta dalam membuat keputusan, sehingga mereka akan berusaha mematuhi atau mengikuti setiap keputusan yang telah
mereka tentukan sendiri. Peran serta masyarakat sangatlah penting untuk pengelolaan suatu
DAS, tidak hanya pada infrastrukur saja, tetapi melalui efisiensi penggunaan air sekitar DAS baik untuk air irigasi maupun domestik, pembuatan
sumur- sumur resapan di setiap perumahanperkebunan, pembuatan penampung
hujan, pencegahan erosi di lahan pertanian dengan membangun terasering dan penanaman tumbuhan yang mempunyai nilai ekonomis
sehingga bermanfaat bagi Daerah Aliran Sungai serta bagi masyarakat pemakai. Dalam hal ini pengelolaan DAS diartikan sebagai upaya
mengendalikan hubungan timbal balik antara manusia beserta segala aktivitasnya dengan sumber daya alam tanah, air dan vegetasi di dalam wilayah DAS,
sehingga diperoleh manfaat yang optimal, lestari dalam ekossitem yang serasi, agar diperoleh manfaat yang optimal maka saah satu asas
pengelolaan DAS adalah kebersamaan yaitu kebersamaan dari seluruh komponen
yang terkait stakeholders dari DAS yang bersangkutan, kebersamaan berupa tanggung jawab dalam menjaga agar sumber daya alam
tanah, air dan vegetasi dalam DAS memberi manfaat yang optimal dan lestari.
2.3.5. Kelembagaan 36 Konsep Metode SWOT
Permasalahan utama dalam pengelolaan DAS dan konservasi tanah berkaitan dengan masalah kelembagaan berupa :
Universita Sumatera Utara
a. Perbedaan sistem nilai value masyarakat berkenaan dengan
kelangkaan sumber daya, sehingga penanganan persoalan di Jawa berbeda dengan di luar Jawa.
b. Orientasi ekonomi yang kuat tidak diimbangi komitmen terhadap
perlindungan fungsi lingkungan
yang berimplikasi pada munculnya persoalan dalam implementasi tata ruang.
c. Persoalan laten berkaitan dengan masalah agraria dan
d. Kekosongan lembagainstansi pengontrol pelaksanaan program.
Menurut Asdak C. 2007, dalam keterkaitan biofisik wilayah hulu- hilir suatuDAS, hal-hal tersebut di bawah ini perlu menjadi perhatian :
a. Kelembagaan yang efektif seharusnya mampu merefleksikan keterkaitan lingkungan biofisik dan sosek dimana lembaga tersebut
beroperasi. b. Apabila aktivitas pengelolaan di bagian hulu DAS akan menimbulkan
dampak yang nyata pada lingkungan biofisik dan atau sosek di bagian hilir dari DAS yang sama, maka perlu adanya desentralisasi pengelolaan
DAS yang melibatkan bagian hulu dan hilir sebagai satu kesatuan perencanaan dan pengelolaan.
Externalities, adalah dampak positifnegatif suatu aktivitasprogram dan atau kebijakan yang dialamidirasakan di luar daerah dimana program
kebijakan dilaksanakan. Dampak tersebut seringkali tidak terinternalisir
dalam perencanaan kegiatan. Dapat dikemukakan bahwa negative externalities dapat mengganggu tercapainya keberlanjutan pengelolaan DAS bagi :
1 masyarakat di luar wilayah kegiatan spatial externalities,
Universita Sumatera Utara
2 masyarakat yang tinggal pada periode waktu tertentu setelah kegiatan berakhir temporal externalities, dan
3 kepentingan berbagai sector ekonomi yang berada di luar lokasi kegiatan sectoral externalities.
Peran strategis DAS sebagai unit perencanaan dan pengelolaan sumberdaya semakin nyata pada saat DAS tidak dapat berfungsi optimal
sebagai media pengatur tata air dan penjamin kualitas air yang dicerminkan dengan terjadinya banjir, kekeringan dan tingkat sedimentasi yang
tinggi.Dalam prosesnya maka kejadian-kejaian tersebut merupakan fenomena yang timbul sebagai akibat dari terganggunya fungsi DAS sebagai satu
kesatuan sistem hidrologi yang melibatkan kompleksitas proses yang berlaku pada DAS. Salah satu indikator dominan yang menyebabkan terganggunya fungsi
hidrologi DAS adalah terbentuknya lahan kritis.
2.4. Konsep Metode SWOT
Analisis Matriks SWOT Strength, Weakness, Opportunity, Threat adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi instansi
pengelola DAS. Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan strength dan peluang oppurtunities, namun secara bersamaan dapat
meminimalkan kelemahan weakness dan ancaman Threat. Proses pengambilan keputusan strategis selalu berkaitan dengan
pengembangan misi, tujuan, strategi dan kebijakan perusahaan. Dengan demikian perencana strategis strategic planner harus menganalisis faktor-faktor strategis
instansi pengelola DAS kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman dalam
Universita Sumatera Utara
kondisi yang ada saat ini. Hal ini disebut analisis situasi dan model yang paling popular untuk analisis situasi adalah analisis SWOT.
Penelitian menunjukkan bahwa kinerja perusahaan dapat ditentukan oleh kombinasi faktor internal dan eksternal. Analisis SWOT membandingkan antara
faktor eksternal peluang dan ancaman dengan faktor internal kekuatan dan kelemahan seperti yang terlihat pada Gambar 2.7.
Kuadran 1:
Ini merupakan situasi yang sangat menguntungkan. Perusahaan tersebut memiliki peluang dan kekuatan sehingga dapat memanfaatkan peluang yang ada. Strategi
yang harus diterapkan dalam kondisi ini adalah mendukung kebijakan pertumbuhan yang agresif Growth oriented strategy
Kuadran 2:
Meskipun menghadapi berbagai ancaman, perusahaan ini masih memiliki kekuatan dari segi internal. Strategi yang harus diterapkan adalah menggunakan
kekuatan untuk memanfaatkan peluang jangka panjang dengan cara strategi diversifikasi produkpasar
Kuadran 3:
Perusahaan menghadapi peluang pasar yang sangat besar, tetapi dilain pihak menghadapai beberapa kendalakelemahan internal. Fokus strategi ini adalah
meminimalkan maasalah-masalah internal perusahaan sehingga dapat merebut peluang pasar yang lebih baik.
Kuadran 4:
Ini merupakan situasi yang sangat tidak menguntungkan, perusahaaan tersebut
menghadapai berbagai ancaman dan kelemahan internal.
Universita Sumatera Utara
Sumber : Fredy Rangkuti 2005
Gambar 2.1. Diagram Analisis SWOT
Alat yang dipakai untuk menyusun faktor-faktor strategis perusahaan adalah matrik SWOT. Maktrik ini dapat menggambarkan secara jelas bagaimana
peluang dan ancaman eksternal yang dihadapi perusahaan dapat disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan yang dimilikinya. Matrik ini dapat menghasilkan
empat set kemungkinan alternatif strategis yang dijelaskan dalam Tabel 2.8. Untuk memperoleh informasi yang sangat diperlukan dalam menyusun
perencanaan strategis perusahaan dalam penelitian ini, dilakukan survei dengan menggunakan survei SWOT Balanced Scorecard Development Tool. Menurut
Freddy Rangkuti 2011, konsep SWOT Balance Score Development Tools dibanding konsep manajemen strategis biasa memiliki beberapa keunggulan,
yaitu: 1. Memiliki 3 tiga perspektif tambahan selain perspektif finansial.
KEKUATAN KELEMAHA
N
PELUANG ANCAMAN
Faktor Internal
Faktor Eksternal
Analisis SWOT
Kuadran I
Kuadran II Kuadran IV
Kuadran III
Universita Sumatera Utara
2. Menggunakan indicator lagging indikator ukuran hasil dan indicator leading indikator pemacu kinerja. Indikator ukuran hasil adalah pengukuran
yang menjelaskan sesuatu telah terjadi. 3. Hubungan sebab akibat. Jika kita memiliki sejumlah indikator dimana
indikator kinerja sekarang menjadi indikasi kinerja yang baik di masa depan dari indikator yang lain, maka kita telah membangun peta hubungan sebab-
akibat. 4. Penerapan SWOT BSC secara berjenjang diseluruh organisasi. Umumnya
perusahaan induk dengan beberapa unit bisnis pada awalnya akan menciptakan SWOT BSC bagi tingkat perusahaan, kemudian membangun
kartu nilai tingkat unit bisnis di tingkat anak perusahaan Strategic Business Unit atau SBU.
5. Pembelajaran double loop learning. Perusahaan yang telah mengembangkan
SWOT BSC dapat mempergunakannya untuk mengontrol kesuksesan strategi awal single loop learning sebagai dasar pertimbangan ketika strategi
tersebut ditantang oleh informasi baru yang diperoleh dari lingkungan bisnis double loop learning.
Tabel 2.11. Matrik Analisis SWOT
Faktor Internal
Faktor Eksternal
Kekuatan S
Tentukan faktor-faktor kekuatan internal
Kelemahan W
Tentukan faktor-faktor kelemahan internal
PeluangO
Tentukan Faktor peluang
Eksternal
Strategi SO
Menggunakan semua kekuatan yang dimiliki
untuk memanfaatkan peluang yang ada
Strategi WO
Mengatasi semua kelemahan dengan
memanfaatkan semua peluang yang ada
Universita Sumatera Utara
Pengelolaan Sedimentasi Sungai Percut
Ancaman T
Tentukan Faktor ancaman
Eksternal
Strategi ST
Menggunakan semua kekuatan untuk
menghindari ancaman
Srategi WT
Menekan semua kelemahan dan mencegah semua
ancaman
Sumber: Rangkuti, 2005, h.31
2.5. Kerangka konseptual Strategi Pengelolaan Kerangka konseptual ini terdiri dari aliran proses berpikir sistematis yang
diawali dari latar belakang penelitian, perumusan masalah, analisis permasalahan serta saransolusi alternatif terhadap permasalahan tersebut. Sebagai ilustrasi
tentang proses alur pikir atau kerangka konseptual yang akan digunakan ditunjukkan pada gambar 2.2.
Gambar 2.2. Kerangka Konseptual Penelitian
BAB III
Analisis SWOT
Strategi Pengelolaan Sedimentasi Sungai Percut Realisasi Kinerja
Target Kinerja
Kesimpulan dan Rekomendasi
GAP
Faktor-Faktor Internal
Faktor-Faktor Eksternal
Universita Sumatera Utara
METODE PENELITIAN
Menurut Nazir 1988:51-52 dalam Arikunto S,1988 metode penelitian merupakan suatu kesatuan sistem dalam penelitian yang terdiri dari prosedur dan
teknik yang perlu dilakukan dalam usaha penelitian.Prosedur adalah suatu usaha yang dilakukan oleh peneliti untuk menentukan urut-urutan pekerjaan dalam
penelitian, sedangkan teknik penelitian memberikan alat-alat ukur apa yang diperlukan dalam melaksanakan suatu penelitian.
Ditinjau dari permasalahan dan tujuan dalam meneliti, maka metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif. Metode deskriptif adalah
pencarian fakta dengan interpretasi yang tepat. Penelitian deskriptif mempelajari masalah-masalah dalam masyarakat, tatacara yang berlaku dalam masyarakat serta
situasi-situasi tertentu, termasuk tentang hubungan, kegiatan-kegiatan, sikap- sikap, pandangan-pandangan serta proses-proses yang sedang berlangsung dan
pengaruh-pengaruh dari suatu fenomena. Dalam metode deskriptif penulis bisa saja membandingkan fenomena-fenomena tertentu sehingga merupakan studi
komparatif. Pendekatan penelitian yang sesuai dengan tujuan penelitian ini adalah
Pendekatan survei, yaitu suatu pendekatan penelitian yang pada umumnya digunakan untuk mengumpulkan data yang luas dan banyak. Van Dalen 1873
dalam Arikunto S.1998 mengatakan bahwa pendekatan survey merupakan bagian dari metode penelitian deskriptif yang bertujuan untuk mencari kedudukan
Universita Sumatera Utara
status,fenomena gejala dan menentukan kesamaan status dengan cara membandingkan standar yang sudah ditentukan.
Metode penelitian adalah langkah dan prosedur yang akan dilakukan dalam pengumpulan data atau informasi guna meneliti masalah dan menguji
hipotesis penelitian. Dalam mengumpulkan data diperlukan untuk menyusun penelitian ini, penulis menggunakan metodologi penelitian sebagai berikut :
3.1. Metode Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Pengamatan observation, dengan melakukan pengamatan langsung di
lapangan oleh peneliti. 2. Wawancara interview, wawancara secara langsung kepada instansi
terkait yang dianggap perlu sebagai bahan analisis dalam penelitian ini. Dalam hal ini adalah
a. Bappeda Provinsi Sumatra Utara 2 orang
b. Balai Wilayah Sungai Sumatera II 6 orang
c. Dinas PSDA Provinsi Sumatera Utara 2 orang
d. Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara 2 orang
e. Dinas Penataaan Ruang Provinsi Sumatera Utara 2 orang
f. Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara 2 orang
g. Dinas Pengairan Kabupaten Deli Serdang 2 orang
h. Dinas Pekerjaan Umum Kota Medan 3 orang
i. Camat Percut Sei Tuan 3 orang
j. Nelayan 22 orang
Universita Sumatera Utara
3. Studi Dokumentasi, cara pengambilan data dapat melalui surat menyurat atau datang langsung dengan memfotocopy data yang diperlukan terkait
dengan hasil analisis konsultan yang dilakukan oleh PT. Alles Klar Prima pada tahun 2009, Balai Wilayah Sungai Sumatra II Dirjend. SDA
Kementerian Pekerjaan Umum, Badan Pusat Statistik BPS Sumatera Utara dan Bappeda Provinsi Sumatera Utara yang dimaksud.
Adapun data-data yang dihimpun : a. Keadaan alamlingkungan dan ciri-ciri fisik physical setting,
meliputi ; 1. Topografipeta wilayah
2. Iklim dan curah hujan 3. Ciri-ciri tanah, keasaman, karakter dan kontur tanah dan
sebagainya. 4. Sumber air dan kandungan mineralnya
b. Keadaan sosial Ekonomieconomic setting, meliputi ; 1. Kegiatan-kegiatan ekonomi yang ada
2. Industri non-pertanian, UKM 3. Potensi-potensi ekonomi yang bisa dikembangkan
4. Luas lahan yang diolah oleh petani 5. Komoditi-komoditi yang dihasilkan
c. Keadaan sosial budaya dan politik social-cultural setting, meliputi ;
1. Perkembangan penduduk dan populasi 2. Fasilitas-fasilitas pelayanan umum pendidikan dan kesehatan
Universita Sumatera Utara
3. Latar belakang budaya yang dipengaruhi 4. Organisasi-organisasi kemasyarakatan yang ada
d. Keadaan administrasikelembagaan institutional setting, meliputi; 1. Kebijakan-kebijakan pembangunan yang ada
2. Lembaga-lembaga swadaya masyarakat 3. Rencana-rencana pembangunan yang sedang dan akan
dilaksanakan
Gambar. 3.1. Analisis Data sekunder
3.2. Jenis dan Sumber Data
Jenis dan Sumber Data pada penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Data Primer, diperoleh langsung dari pengamatan observation dan
wawancara interview. 2. Data Sekunder, diperoleh dari studi dokumentasi.
Universita Sumatera Utara
3.3. Populasi dan Sampel
Responden dalam penelitian ini yaitu pejabat struktural yang ada di masing-masing instansidinas yang berjumlah 24 dua puluh empat orang serta
nelayan 22 dua puluh dua orang. Sehingga jumlah sampel pada penelitian ini adalah 46 empat puluh enam orang.
3.4. Metode Pengolahan Data dan Analisis Data
Perumusan alternatif strategi pengelolaan sedimentasi dimuara Sungai Percut terhadap potensi ekonomi di Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli
Serdang dilakukan dengan menggunakan matriks. Proses perumusan alternatif strategi melalui tiga tahap yaitu :
1 Tahap pengumpulan data Input Stage; 2 Tahap analisis Matching Stage; dan
3 Tahap pengambilan keputusan Decision Stage.
3.4.1. Proses Perumusan Alternatif Strategi 1. Tahap Pengumpulan Data
Tahap ini pada dasarnya tidak hanya sekedar kegiatan pengumpulan data, tetapi juga merupakan suatu kegiatan pengklasifikasian dan pra analsis. Pada
tahap ini data dapat dibedakan menjadi dua, yaitu data eksternal dan data internal. Penjelasan mengenai data eksternal dan internal telah disebutkan pada bab
kerangka pemikiran. Data eksternal dan internal organisasi yang teridentifikasi akan dirangkum
dalam suatu matriks Internal Factor Evaluation IFE dan External Factor
Universita Sumatera Utara
Evaluation EFE dimana data-data tersebut merupakan faktor strategis. Matriks IFE digunakan untuk mengetahui kekuatan paling besar dan terkecil yang dimiliki
maupun kelemahan terbesar dan terkecil yang dimiliki pengelolaan sedimentasi dimuara Sungai Percut, sedangkan Matriks EFE digunakan untuk mengetahui
peluang terbesar dan terkecil yang dimiliki perdesaan dan ancaman terbesar maupun ancaman yang tidak mempengaruhi perdesaan. Setelah diketahui
kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman yang ada pada kedua desa maka kita dapat mengetahui bagaimana efektivitas strategi yang dilakukan oleh pemerintah
desa selama ini juga dapat menentukan strategi yang dapat memanfaatkan faktor internal dan eksternal yang ada sehingga dapat lebih meningkatkan pengelolaan
sedimentasi dimuara Sungai Percut.
2. Tahap Analisis
Setelah mengumpulkan semua informasi yang berpengaruh terhadap pengelolaan sedimentasi dimuara Sungai Percut, tahap selanjutnya adalah
memanfaatkan semua informasi tersebut dalam model-model kuantitatif untuk menganalsis perumusan strategi. Model-model yang dapat digunakan sebagai alat
analisis adalah matriks SWOT Strength, Weakness, Opprtunities, Threats David, 2009.
Matriks SWOT merupakan alat analisis penting yang dapat membantu pemerintah desa dalam mengembangkan empat macam strategi, yaitu strategi
kekuatan-peluang S-O strategies, strategi kelemahan-peluang W-O strategies, strategi kelemahanancaman W-T strategies dan strategi kekuatan-ancaman S-T
strategies. Masing-masing strategi dijabarkan sebagai berikut :
Universita Sumatera Utara
a. Strategi S-O, startegi ini dibuat berdasarkan jalan pikiran pemerintah desa yaitu dengan memanfaatkan seluruh kekuatan untuk memanfaatkan
peluang. b. Strategi S-T, menggunakan kekuatan perdesaan untuk mengatasi ancaman.
c. Strategi W-O, strategi ini diterapkan berdasarkan pemanfaatan peluang yang ada dengan meminimalkan kelemahan yang ada.
d. Strategi W-T, strategi ini berdasarkan pada kegiatan yang bersifat defensif dan berusaha meminimalkan kelemahan yang ada serta menghindari
ancaman.
3. Tahap Pengambilan Keputusan
Tahap terakhir adalah tahap pengambilan keputusan. Setelah berhasil mengembangkan sejumlah alternatif strategi, perangkat desa harus mampu
mengevaluasi dan kemudian memilih strategi terbaik, yang paling cocok dengan kondisi internal perdesaan serta lingkungan eksternal. Untuk itu alat analisis yang
dapat digunakan adalah Quantitative Strategic Planning Matrix QSPM.
3.4.2. Matriks IFE dan EFE
Menurut David 2009 tahapan dalam membuat matriks IFEEFE adalah sebagai berikut :
1 Menuliskan daftar semua kelemahan, kekuatan, peluang dan ancaman suatu pengelolaan sedimentasi dimuara Sungai Percut dengan dibuat
secara rinci pada kolom pertama. 2 Memberikan bobot terhadap daftar yang telah dibuat untuk menunjukkan
relative tingkat kepentingan faktor dalam menuju kesuksesan organisasi. Pembobotan berkisar antara 0.00 tidak penting sampai 1.00 sangat
Universita Sumatera Utara
penting yang diletakkan pada kolom kedua. Total bobot yang diberikan harus sama dengan satu.
3 Menentukan rating tiap faktor yang menunjukkan keefektifan strategi suatu organisasi dalam merespon faktor-faktor tersebut pada kolom ketiga.
Untuk matriks IFE, 1 = kelemahan utama, 2 = kelemahan minor, 3 = kekuatan minor dan 4 = kekuatan utama sedangkan untuk matriks EFE, 4
= respon tinggi, 3 = respon diatas rata-rata, 2 = respon rata-rata dan 1 = respon kurang. Setiap rating digandakan dengan masing-masing bobot
untuk memperoleh skor pembobotan. 4 Menjumlahkan skor tersebut sehingga diperoleh total skor pembobotan.
Total skor pembobotan antara 1 sampai dengan 4 dengan nilai 1 pada matriks IFE menunjukkan kondisi internal pengelolaan sedimentasi
dimuara Sungai Percut yang sangat buruk, sedangkan nilai 4 mengindikasikan bahwa situasi internal pengelolaan sedimentasi dimuara
Sungai Percut sangat baik. Nilai 2.5 pada matriks IFE menunjukkan bahwa situasi pengelolaan sedimentasi dimuara Sungai Percut berada pada tingkat
rata-rata sedangkan nilai 2.5 menggambarkan pengelolaan sedimentasi dimuara Sungai Percut mampu merespon situasi eksternal secara rata-rata
untuk matriks EFE. Nilai 1 pada matriks EFE menunjukkan bahwa pengelolaan sedimentasi dimuara Sungai Percut tidak mampu
memanfaatkan peluang untuk menghindari ancaman. Nilai 4 mengindikasikan bahwa pengelolaan sedimentasi dimuara Sungai Percut
saat ini telah dengan sangat baik memanfaatkan peluang untuk menghadapi ancaman.
Universita Sumatera Utara
3.4.3. Penentuan Bobot Setiap Variabel
Penentuan bobot setiap variabel dilakukan dengan cara penilaian bobot faktor strategis eksternal dan internal organisasi kepada informan yang telah
dipilih, yang mengetahui betul kondisi dan permasalahan pada suatu organisasi. Penentuan bobot untuk matriks IFE dan matriks EFE dilakukan dengan
menggunakan metode Paired Comparison Scales David, 2009. Metode tersebut digunakan untuk memberikan penilaian setiap faktor penentu eksternal dan
internal. Untuk menentukkan bobot setiap variabel digunakan skala 1, 2 dan 3.
Skala yang digunakan untuk pengisian kolom adalah : 1 = jika indikator horisontal kurang penting daripada indikator vertikal
2 = jika indikator horisontal sama penting dari pada indikator vertikal 3 = jika indikator horisontal lebih penting daripada indikator vertical
3.5. Matriks SWOT
Setelah menganalisis dengan matriks IFE dan EFE maka dilakukan berbagai kombinasi dengan menggunakan matriks SWOT. Matriks SWOT
memiliki kelebihan dan kelemahan diantaranya : 1 strategi dapat diperiksa secara berurutan atau bersamaan; 2 tidak ada batas jumlah strategi yang dapat diperiksa
atau dievaluasi; dan 3 membutuhkan ketelitian dalam memadukan faktor-faktor eksternal dan internal yang terkait dalam proses keputusan.
Analisis SWOT didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan Strengths dan peluang Opportunities, namun secara bersamaan dapat
meminimalkan kelemahan Weaknesses dan ancaman Threats. Proses
Universita Sumatera Utara
pengambilan keputusan strategis selalu berkaitan dengan pengembangan misi, tujuan, strategi dan kebijakan pengelolaan sedimentasi dimuara Sungai Percut.
Dengan demikian perencana strategis Strategic Planning harus menganalisis faktor-faktor strategis perdesaan kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman
dalam kondisi yang saat ini. Hal tersebut disebut dengan analisis situasi. Analisis SWOT dituangkan ke dalam matriks SWOT yang menghasilkan 4
kemungkinan alternatif strategi, yaitu strategi SO, strategi WO, strategi ST dan strategi WT Tabel 3.4.
Tabel 3.1. Matriks SWOT
Analisis Internal Analisis Eksternal
Kekuatan S Daftar 5-10 faktor-
faktor kekuatan
Kelemahan W Daftar 5-10 faktor-
faktor kelemahan
Peluang O Daftar 5-10 faktor-faktor
peluang S – O Strategi
Gunakan kekuatan untuk
Memanfaatkan peluang W – O Strategi
Atasi kelemahan dengan
Memanfaatkan peluang
Ancaman T Daftar 5-10 faktor-faktor
ancaman S – T Strategi
Gunakan kekuatan untuk menghindari ancaman
W – T Strategi Meminimalkan
kelemahan dan menghindari
ancaman
Sumber : David, 2009
Terdapat delapan tahapan dalam membentuk matriks SWOT, yaitu : 1. Menuliskan peluang eksternal pengelolaan sedimentasi dimuara Sungai
Percut yang menentukan 2. Menuliskan ancaman eksternal pengelolaan sedimentasi dimuara Sungai
Percut yang menentukan 3. Menuliskan kekuatan internal pengelolaan sedimentasi dimuara Sungai
Percut yang menentukan
Universita Sumatera Utara
4. Menuliskan kelemahan internal pengelolaan sedimentasi dimuara Sungai Percut yang menentukan
5. Menyesuaikan kekuatan internal dengan peluang eksternal untuk strategi SO 6. Menyesuaikan kelemahan internal dengan peluang eksternal untuk strategi
WO 7. Menyesuaikan kekuatan internal dengan ancaman eksternal untuk strategi ST
8. Menyesuaikan kelemahan internal dengan ancaman eksternal untuk strategi WT
BAB IV
Universita Sumatera Utara
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Penelitian dilaksanakan di muara Sungai Percut, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara. Kota Percut Sei Tuan merupakan Ibukota Kecamatan Percut Sei
Tuan yang merupakan bagian dari Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara.
Kecamatan Percut Sei Tuan merupakan salah satu kecamatan yang terletak di Kabupaten Deli Serdang, Propinsi Sumatera Utara. Kecamatan ini berada pada
ketinggian 10 – 20 meter dari permukaan air laut. Banyaknya curah hujan adalah berkisar 30 sampai dengan 243 mm perbulan, dengan periodik tertinggi pada
bulan September dan Oktober dan dengan temperatur udara perbulan minimum 24°C dan maksimal 34°C. Pusat pemerintahannya berada di jalan Medan – Batang
Kuis Desa Bandar Kalipha. Batas-batas administrasi kota Percut Sei Tuan adalah : 1. Sebelah Utara
: Selat Malaka 2. Sebelah Selatan
: Kota Medan 3. Sebelah Timur
: Kecamatan Pantai Cermin 4. Sebelah Barat
: Kecamatan Tanjung Merawan Wilayah Kecamatan Percut Sei Tuan mempunyai luas 190.79 km² yang
terdiri dari 20 desa dan 2 kelurahan, 5 desa diantaranya merupakan desa pantai dengan ketinggian dari permukaan laut berkisar dari 0-23 mdpl dengan curah
hujan rata-rata 247 per tahun BPS 2011.
Universita Sumatera Utara
Luas lahan basah Percut Sei Tuan ± 2800 ha yang merupakan HPK Hutan Produksi Konversi dan HPT Hutan Produksi Terbatas Komite Nasional
Pengelolaan Ekosistem Lahan Basah 2011. Sebanyak 6 dari luas lahan basah tersebut berupa hutan bakau ± 168 ha dan 10.67 berupa areal pertambakan ±
297.3 ha Dinas Kehutanan 2011. Sepanjang lokasi penelitian yang berada di daerah muara Sungai Percut
terdapat berbagai aktivitas masyarakat pada Sungai Percut yang merupakan daerah pemukiman penduduk serta aktivitas lainnya seperti TPI Tempat
Pelelangan Ikan, pelabuhan dan jalur transportasi air. Serta daerah ini, selain banyak dilalui oleh kapal-kapal nelayan juga merupakan tempat mencari makan
bagi berbagai jenis burung, baik burung lokal maupun migran serta tempat penangkapan ikan.
Sungai Percut bermula pada pegunungan dari Gunung Barus dengan elevasi 1.905 m, Gunung Kalinjohang dengan elevasi 1.680 m dan Gunung Takur-
Takur dengan elevasi 1.524 m, mengalir ke daerah rendah menuju utara pada bagian Timur Kota Medan. Daerah Aliran Sungai ini memiliki perkiraan luas
18.600 Ha dengan bercirikan panjang, sungai yang sempit dan kelandaian yang curam. Topografi dari DAS ini juga berubah pada Timbang Deli yaitu dari
perbukitan ke dataran rendah. Sungai ini melintasi Kabupaten Deli Serdang.
Universita Sumatera Utara
4.2. Kondisi Sosial Ekonomi 4.2.1 Jumlah dan Pertumbuhan Penduduk
Penduduk merupakan aset daerah, karena merupakan subyek sekaligus obyek dari pembangunan. Oleh karenanya faktor penduduk berkompetensi untuk
ditinjau sehubungan dengan pembangunan suatu daerah, demi terwujudnya pembangunannya. .Penduduk wilayah Kecamatan Percut Sei Tuan merupakan
masyarakat yang beraneka ragam agama, suku bangsa, dan adat-istiadat yang berbeda-beda. Seluruh penduduk berjumlah 343.718 jiwa. Untuk lebih jelasnya
dapat dilihat pada tabel 4.1. berikut:
Tabel 4.1 Luas DesaKelurahan, Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk Kecamatan Percut Sei Tuan
No Desa Kelurahan
Luas Km2 Jumlah
Kepadatan KM2
1 Amplas
3.10 6.896
2.224 2
Kenangan 1.27
26.925 21.200
3 Tembung
5.35 38.451
7.187 4
Sumber Rejo Timur
4.16 19.386
4.660 5
Sei Rotan
5.16 20.935
5.035 6
Bandar Klippa
18.48 28.964
1.567 7
Bandar Khalipah
7.25 30.733
4.890 8
Medan Estate`
6.90 9.885
1.432 9
Laut Dendang
1.70 13.992
8.230 10
Sampali
23.93 24.835
1.037 11
Bandar Setia
3.50 17.117
4.890 12
Kolam
5.98 14.564
2.435 13
Saentis
24.00 14.951
622 14
Cinta Rakyat
1.48 12.418
8.390 15
Cinta Damai
11.76 4.979
423 16
Pematang Lalang
20.10 3.507
174 17
Percut
10.63 12.706
1.195 18
Tanjung Rejo
19.00 9.287
488 19
Tanjung Selamat
16.32 6.589
403 20
Kenangan Baru
0.72 26.598
36.941
Jumlah
190.79 343.718
1.801
Sumber: Kantor Camat Percut Sei Tuan 2011
Universita Sumatera Utara
4.2.2 Mata Pencaharian
Mata pencaharian merupakan cara atau alat untuk memperoleh nafkah guna mempertahankan hidup manusia, bahkan lebih jauh dapat dikatakan bahwa
dengan mata pencaharian manusia dapat memperoleh tingkat kesejahteraan dan penghidupan yang layak. Mata pencaharian penduduk kecamatan Percut Sei Tuan
sangat beraneka ragam, yakni dapat dilihat pada tabel 4.2. berikut:
Tabel 4.2 Jenis Mata Pencarian Penduduk Kecamatan Percut Sei Tuan No
Mata Pencaharian Jumlah
Persentase
1 PNS
6.532 7.89
2 ABRI 402
0.48 3 Karyawan Swasta
20.414 24.68
4 Petani 14.871
17.97 5 Pedagang
17.286 20.89
6 Nelayan 506
0.61 7 Konstruksi
15.347 18.55
8 Jasa 2.332
2.81 9 Pensiunan
4.969 6.00
Jumlah 82.709
100.00
Sumber: Kantor Camat Percut Sei Tuan Tahun 2011
Sektor pertanian sampai saat ini masih merupakan basis ekonomi rakyat di pedesaan, menguasai hajat hidup sebagian besar penduduk di Kecamatan Percut
Sei Tuan. Pada tahun 2011, dari total pekerjaan umur 15 tahun ke atas di Kecamatan ini adalah sebanyak 82.709 jiwa dan 14.871 atau 17.97 nya adalah
disektor pertanian. Sumbangan sektor pertanian terhadap perekonomian Kecamatan Percut
Sei Tuan sangat dominan terutama tanaman bahan makanan dan perkebunan. Hasil produksi sektor pertanian dari daerah ini adalah padi, jagung, kacang tanah,
kacang kedelai, kacang hijau, ubi kayu, ubi jalar, kacang panjang, sawi, cabe,
Universita Sumatera Utara
bayam, terung, paria, kangkung, semangka, dan timun dengan luas panen 27.802
hektar dan hasil produksi untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 4.3 berikut: Tabel 4.3 Persentase Hasil Panen Penduduk Kecamatan Percut Sei Tuan
No Desa Kelurahan
Luas Panen Ha Produksi Ton
Persentase
1 Padi
10.085 73.986
30.08 2
Jagung 15.599
148.190 60.26
3 Kacang Hijau
48 47
0.019 4
Kacang Kedelai 9
15.70 0.006
5 Kacang Tanah
156 568.20
0.23 6
Ubi Kayu 294
6.468 2.63
7 Ubi Jalar
29 579
0.23 8
Kacang Pajang 210
2099 0.85
9 Sawi
584 4.718
1.91 10
Cabai 89
385 0.15
11 Bayam
363 3.663
1.48 12
Terung 56
1295 0.52
13 Paria
6 130
0.052 14
Kangkung 17
120 0.048
15 Semangka
107 648
0.26 16
Timun 150
2.98 1.21
Jumlah 27.802
245.891.9 100
Sumber: Kantor Camat Percut Sei Tuan Tahun 2011
4.3. Karakteristik Sosial Ekonomi Masyarakat Percut Sei Tuan
Mata pencaharian sebagian besar masyarakat di sekitar Kecamatan Percut Sei Tuan adalah sebagai nelayan, petani, pedagang, pensiunan, dan buruh, baik itu
buruh tani maupun buruh bangunan.
4.4. Sosial Budaya Masyarakat Percut Sei Tuan
Penduduk yang berdiam di desa-desa sekitar Kecamatan Percut Sei Tuan sebagian besar adalah bersuku Jawa, Melayu dan Batak. Pada umumnya tingkat
pendidikan masyarakat di desa-desa studi tergolong masih rendah. Sebagian masyarakat hanya lulusan SD 26,67 dan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama
38,33. Sedangkan untuk tingkat SLTA sebesar 11,67 dan tingkat sarjana
Universita Sumatera Utara
1,67. Rendahnya tingkat pendidikan ini diakibatkan oleh minimnya jumlah sekolah yang ada dan sulit serta mahalnya transportasi mengakibatkan sebagian
besar anak usia sekolah lebih banyak menghabiskan waktunya untuk membantu orang tua baik bersawah, berkebun, melaut maupun menjadi buruh. Kondisi ini
juga didukung oleh rendahnya kesadaran orang tua untuk menyekolahkan anaknya.
4.5. Kondisi Fisik Kawasan Sungai Percut
DAS Percut mepunyai luas 402,37 km2 dan mempunyai 18 anak sungai seperti yang terdapat pada tabel berikut:
Tabel 4.4. Anak Sungai DAS Percut No.
Nama Sungai Panjang km
1 S. Kera 3,49
2 S. Ibus 12,42
3 S. Karang 7,03
4 L. Bekujung 1,04
5 L. Betala 1,72
6 S. Sungsang 4,34
7 L. Pagarbatu 2,09
8 L. Bekum 4,57
9 L. Timan 5,36
10 L. Jabi 9,64
11 L. Serembakdua 4,26
12 S. Percut 37,53
13 S. Seruai 36,40
14 S. Terusan 9,70
15 S. Pegatalah 7,06
16 S. Busuk 11,26
17 S. Merah 3,25
Sumber: Laporan Penyusunan Rancangan Rencana Pola WS Belawan-Ular- Padang TA. 2012 PT. Alles Klar Prima
Universita Sumatera Utara
Untuk Sungai Percut, berdasarkan peta topografi wilayah, maka dapat diidentifikasi karakteristik kelerengan untuk lahan Sungai Percut yang bersumber
dari bentukan file DEM Digital Elevation Model. Kemiringan lereng di WS Sungai Percut dapat diklasifikasikan ke dalam kelas kemiringan 0-8, 8-15, 15-
25, 25-40 dan 40. Adapun luasan masing-masing kelas kemiringan lereng pada Sungai Percut adalah seperti pada table 4.5 berikut:
Tabel 4.5. Tingkat Kelerengan DAS Percut No.
Kelerengan Luas km
2
1 0 - 8 Datar 328,49
2 8 - 15 Landai 25,26
3 15 - 25 Agak Curam 29,70 4 25 - 40 Curam
17,17 5 40 Sangat Curam 1,75
Total 402,37
Sumber: Laporan Penyusunan Rancangan Rencana Pola WS Belawan-Ular- Padang TA. 2012 PT. Alles Klar Prima
Berdasarkan Peta Rupa Bumi dari Bakosurtanal tahun 2011, sebaran tata guna lahan peruntukan lahan di Sungai Percut dapat dilihat pada Tabel 4.6.
Tabel 4.6. Penggunaan Lahan DAS Percut Tata Guna Lahan
Luas ha Luas km
2
Belukar 2,97
0,74 Hutan belukar rawa
8,30 2,07
Hutan lahan kering skunder 44,97
11,21 Hutan mangrove skunder
3,73 0,93
Pemukiman 99,08
24,69 Perairan
2,04 0,51
Perkebunan 39,95
9,95 Pert. lahan kering campur semak 42,07
10,48 Pertanian lahan kering
80,94 20,17
Universita Sumatera Utara
Tata Guna Lahan Luas ha
Luas km
2
Sawah 41,00
10,22 Tambak
36,27 9,04
Jumlah 401,32
100,00
Sumber: Laporan Penyusunan Rancangan Rencana Pola WS Belawan-Ular- Padang TA. 2012 PT. Alles Klar Prima
Karakteristik fisik geologi tanah DAS Percut dominan adalah Younger Alluvium dengan luas mencapai 126,84 km2. Sebaran karakteristik geologi tanah
dominan pada DAS Percut ini adalah: Younger Alluvium, Toba Tuffs, Medan Formation, Mentar Unit.
Sungai Percut merupakan wilayah lahan yang memiliki karakteristik jenis
tanah dan geologi golongan Younger Alluvium 126,84 km
2
Tabel 4.7. Sebaran Formasi Geologi Tanah DAS Percut
Tabel 4.7. adalah persentase sebaran karakteristik jenis tanah dan geologi di Sungai Percut.
No. Formasi Geologi
Luas km
2
1 Baong Formation
0,41 0,10
2 Barus Volcanic
11,06 2,75
3 Belumai Member
0,00 0,00
4 Kualu Formation
0,37 0,09
5 Medan Formation
109,29 27,16
6 Menden Microdiorite
6,75 1,68
7 Mentar Unit
84,20 20,93
8 Singkut Unit
7,96 1,98
9 Toba Tuffs
55,49 13,79
10 Younger Alluvium 126,84
31,52
Jumlah 402,37
100,00
Sumber : Laporan Penyusunan Rancangan Rencana Pola WS Belawan-Ular- Padang TA. 2012 PT. Alles Klar Prima
Berdasarkan Peta Rupa Bumi dari Bakosurtanal tahun 2011, sebaran zona penggunaan lahan peruntukan lahan di Sungai Percut dapat dilihat pada Tabel
4.8.
Universita Sumatera Utara
Tabel 4.8. Sebaran Isian Penggunaan Lahan Sungai Percut No
Zona Penggunaan Lahan Luasan Area ha
1995 2008
1 Perairan
1.53 2.04
2 Budaya lainnya
8.45 13.23
3 Hutan rimba
65.62 57.76
4 Perkebunan kebun
14.78 39.95
5 Permukiman dan Tempat Kegiatan
64.37 99.08
6 Sawah
30.80 41.67
7 Semak belukar alang alang
2.138 2.97
8 Tegalan ladang
60.60 33.25
Sumber: Laporan Penyusunan Rancangan Rencana Pola WS Belawan-Ular- Padang TA. 2012 PT. Alles Klar Prima
Untuk sebaran karakteristik fisik jenis tanah dominan DAS Percut adalah Asosiasi Kandiudults Dystrudepts dengan luas 107,75 km2 atau 26,78 dari luas
total DAS Percut. Dengan rincian tata guna lahan pada tabel 4.9.
Tabel 4.9. Sebaran Karakteristik Jenis Tanah DAS Percut No.
Tata Guna Lahan Luas km
2
1 Asosiasi Dystrudepts Hydrudands
90,01 22,37
2 Asosiasi Hapludands Dystrudepts
18,57 4,62
3 Asosiasi Hapludults Dystrudepts
25,57 6,35
4 Asosiasi Hydrudands Hapludands
105,80 26,29
5 Asosiasi Kandiudults Dystrudepts
107,75 26,78
6 Asosiasi Udipsamments Endoaquents
54,67 13,59
Jumlah 402,37
100,00
Sumber : Laporan Penyusunan Rancangan Rencana Pola WS Belawan-Ular- Padang TA. 2012 PT. Alles Klar Prima
Universita Sumatera Utara
4.6. Analisis Kondisi Lingkungan di Sungai Percut
Erosi dan sedimentasi merupakan salah satu permasalahan yang mengancam kelestarian fungsi sumber daya air serta keberlangsungan manfaat
yang diperoleh dari upaya pengembangan dan pengelolaan sumber daya air yang telah dilaksanakan, selain itu juga menimbulkan meningkatnya potensi daya rusak
akibat menurunnya kapasitas tampungan sungai akibat sedimentasi. Beberapa isu terkait dengan erosi dan sedimentasi yang terjadi, antara lain:
1. Maraknya penebangan liar illegal logging di kawasan hutan lindung. 2. Banyaknya kegiatan pertanian di daerah hulu yang tidak mengindahkan
kaidah-kaidah konservasi, termasuk kegiatan pembukaan hutan secara ilegal untuk lahan pertanian.
a. Erosi Pendugaan erosi lahan dilakukan dengan menggunakan metode
USLE Universal Soil Loss Equation, A = R K Ls Cp;
Dimana A : dugaan erosi lahan tonhath,
R : indeks erosivitas hujan, K : faktor erodibilitas lahan,
Ls : faktor lereng dan panjang lereng, Cp : tingkatan pengelolaan lahan.
Tanah yang terkelupas karena proses erosi akan terbawa oleh aliran air menuju kawasan yang lebih rendah. Besar kecilnya tanah yang terbawa
aliran air sangat tergantung pada karakteristik wilayah sungai. Makin rapat
Universita Sumatera Utara
penutupan lahan, makin baik sistem konservasi lahan, maka kadar tanah yang terbawa aliran biasanya menjadi makin kecil. Kandungan tanah
dalam aliran ini disebut sebagai muatan sedimen. Muatan sedimen dapat dihitung dengan cara mengambil sampel air yang keluar dari suatu wilayah
sungai yang disebut sebagai hasil sedimen sediment yield. Perbandingan antara erosi dengan hasil sedimen disebut sediment delivery ratio. Nilai
maksimum adalah 1, bila semua tanah yang tererosi terbawa seluruhnya oleh aliran air menuju ke muara. Berdasarkan analisis erosi lahan, di setiap
DAS mempunyai nilai erosi lahan yang berbeda-beda, dimana nilainya sangat dipengaruhi oleh topografi dan kondisi pengelolaan DAS.
b. Sedimentasi Sedimentasi adalah pengendapan material hasil proses erosi, baik
berupa erosi permukaan, erosi parit, atau jenis erosi tanah lainnya. Sedimen umumnya mengendap di bagian bawah kaki bukit, di daerah
genangan banjir, di saluran air dan sungai. Berdasarkan analisa yang telah dilakukan.
PT. Alles Klar Prima memprediksi besaran erosi dan sedimentasi dengan menggunakan model AVSWAT Arc View Soil And Water
Assessment Tool 2000 yang telah banyak diaplikasikan pada beberapa DAS di Indonesia yang pada dasarnya menggunakan metode Universal
Soil Loss Equation USLE. Pembahasan hasil pemodelan AVSWAT 2000 Dalam perhitungan
prediksi ini yang ingin di dapatkan adalah nilai keluaran berupa limpasan, erosi, dan sedimen pada setiap titik outlet. Dimana faktor – faktor yang
Universita Sumatera Utara
mempengaruhi nilai tersebut dalam perhitungan kali ini berdasarkan input adalah jenis tanah, tata guna lahan, curah hujan dan debit.
Perkiraan hasil sedimen di DAS Percut dengan model SWAT diperhitungkan dari erosi yang terjadi di unit lahan, kemudian erosi yang
terjadi di setiap unit lahan terssebut akan di bawa oleh limpasan permukaan sampai ke anak sungai utama sebagai erosi masing-masing sub
DAS, dimana sebagian akan terdeposisi di cekungan – cekungan permukaan lahan, besarnya sedimen yang berasal dari erosi tersebut
kemudian mengalami proses transportasi sedimen melalui anak sungai tributary channel sebelum akhirnya sampai ke sungai utama main chan-
nel. Dalam proses transportasi sedimen di anak sungai dan sungai utama tersebut besarnya desposisi dan degradasi sedimen di sungai akan
diperhitungkan, kemudian total hasil sedimen di DAS Percut dihitung pada titik pengamatan di outlet Sungai Percut.
Sehingga diperoleh erosi lahan pada DAS Percut sebesar 21,50 tonhathn, luas DAS 40.237,428 Ha, SDR ,079 serta besarnya sedimen 68,346.59 tonthn.
Sumber : Laporan Penyusunan Rancangan Rencana Pola WS Belawan-Ular- Padang TA. 2012 PT. Alles Klar Prima
E ro
si L
ah an
T on
H a
bl n
Universita Sumatera Utara
Gambar 4.1. Tingkat erosi lahan DAS Percut 2007-2011 merata dalam perbulan
4.7. Anatomi penyebab tidak terkelolanya sedimentasi di muara sungai
Anatomi proses terjadinya sedimentasi di daerah aliran sungai diakibatkan oleh beberapa faktor yaitu faktor alam, faktor aktivitas masyarakat dan faktor
kegiatan pemerintah yang semuanya dapat terjadi secara bersamaan atau secara
sepihak.
Gambar 4.2 Proses terjadinya Sedimentasi
4.7.1. Faktor Alam
Terjadinya sedimentasi di daerah aliran sungai yang diakibatkan oleh alam dapat berupa kondisi:
a. struktur geologi di sepanjang aliran sungai yang tidak mendukung dimana daya dukung tanah tidak mampu meresap aliran air permukaan tanah run of
Faktor Masyarakat
Faktor Pemerintah
Faktor Alam
Sedimentasi
Universita Sumatera Utara
akan mempengaruhi kecepatan aliran membawa buturan-butiran tanah ke tempat yang lebih rendah selanjutnya terbawa ke sungai,
b. kondisi tutupan lahan di daerah tangkapan air chastmen area mengalami perubahanterganggu seiring dengan laju pertumbuhan penduduk yang tidak
mengindahkan kaidah konservasi dan tidak mengikuti tata ruang wilayah yang sudah ada di hulu daerah aliran sungai,
c. kemiringan lahan topografi daerah aliran sungai, semakin tinggi kemiringan muka tanah akan mempengaruhi tingginya laju erosi tanah ditambah dengan
tutupan lahan yang sudah terganggu, d. tingginya curah hujan terutama di daerah hulu.
4.7.2. Faktor Masyarakat
Faktor kegiatan masyarakan merupakan penyumbang terbesar terjadinya sedimentasi, dimana kegiatan masyarakat kurang memperdulikan lingkungan dan
resiko yang akan terjadi. Kegiatan masyarakat yang menyebabkan erosi yaitu: a. alih pungsi lahan,
b. pola tanam yang tidak sesuai dengan kondisi lahan terutama di daerah pegunungan terasering,
c. pembukaan lahan baru tanpa memperdulikan tataguna lahan sesuai dengan peruntukannya.
4.7.3. Faktor Pemerintah
Besarnya sedimentasi yang terjadi di DAS Percut sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor erosi yaitu tingkat curah hujan yang terjadi, faktor tanah,
faktor panjang dan kelerengan lereng yang merupakan faktor alam dan faktor pengelolaan tanaman dan konservasi lahan yang merupakan faktor manusianya.
Universita Sumatera Utara
Besarnya sedimentasi juga sangat dipengaruhi oleh peningkatan jumlah penduduk dimana kondisi tersebut akan berakibat terjadinya perubahan tata
guna lahan yaitu penambahan areal pemukiman serta pembukaan lahan untuk pemenuhan kebutuhannya, disamping faktor-faktor tersebut kendala yang
dihadapi oleh pemerintah dalam melaksanakan pengelolaan sumber daya air juga dipenguruhi oleh kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan oleh pemerintah yaitu:
a. belum tersedianya rencana menyeluruh terhadap pengelolaan sumber daya air yang menjadi acuan dan pedoman yang melibatkan antar
kementerianlembaga pemerintah, b. kurangnya koordinasi antar lembagainstansi dalam melakukan kegiatan
pengelolaan sumber daya air, c. pembagian tugas dan tanggung jawab lembagainstansi yang kurang jelas
sesuai dengan kewenangannya, d. keterbatasan sumber daya manusia untuk melakukan kajian atau
perencanaan sesuai dengan kondisi alam yang ada, e. kurangnya sarana dan prasarana pengelolaan sumber daya air sesuai
dengan fungsinya, f. keterbatasan alokasi anggaran pemerintah melalui APBN maupun APBD
untuk menangani pengelolaan sumber daya air yang meliputi beberapa aspek yaitu aspek konservasi sumber daya air, aspek pemanfaatan sumber
daya air, aspek daya rusak air, sistim informasi sumber daya air dan peran serta masyarakat.
4.8. Kebijakan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai untuk mengoptimalkan
Universita Sumatera Utara
pengelolaan sedimentasi di muara sungai 4.8.1. Analisis Upaya Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Percut
Air yang merupakan sumber daya alam yang selalu terbarukan renewable, adalah karunia Tuhan Yang Maha Kuasa yang dibutuhkan oleh
semua mahluk hidup. Dalam mensyukuri rahmat Tuhan tersebut Bangsa Indonesia telah sepakat mencantumkannya dalam Undang-Undang Dasar 1945
pasal 33 ayat 3 yang bunyinya : ”Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai Negara dan dimanfaatkan untuk sebesar-
besarnya kemakmuran rakyat”. Dalam ketentuan peraturan perundang-undangan berikutnya. Negara mempercayakan pengelolaan sumber daya air kepada
pemerintah pusat dan daerah ataupun badan hukum tertentu yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah.
UU No. 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup salah satu pasalnya yaitu pasal 10 pada butir d menyatakan : ”Dalam rangka pengelolaan
lingkungan hidup pemerintah berkewajiban untuk mengembangkan dan menerapkan kebijaksanaan nasional pengelolaan lingkungan hidup yang
menjamin terpeliharanya daya dukung dan daya tampung liangkungan hidup”. UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, seperti pada pasal 18
menyebutkan ayat 1 : ”pemerintah menetapkan dan mempertahankan kecukupan luasan hutan dan pentupan lahan untuk setiap Daerah Aliran Sungai
dan atau pulau, guna optimalisasi manfaat lingkungan, manfaat sosial, dan manfaat ekonomi masyarakat setempat”, ayat 2 : ”Luas kawasan hutan yang
harus dipertahankan sebagaimana dimaksud ayat 1 minimal 30 tiga puluh
Universita Sumatera Utara
persen dari luas Daerah Aliran Sungai dan atau pulau dengan sebaran yang proporsional”.
UU No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air, mengamanatkan bahwa pelestarian sumber daya air dilakukan dengan konservasi sumber daya air, tujuan
dari konservasi sumber daya air adalah : a. Konservasi sumber daya air untuk menjaga kelangsungan keberadaan daya
dukung, daya tampung, dan fungsi sumber daya air. b. Konservasi sumber daya air dilakukan melalui kegiatan perlindungan dan
pelestarian sumber air, pengawetan air, serta pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air dengan mengacu pada pola pengelolaan
sumber daya air yang ditetapkan pada setiap wilayah sungai. c. Ketentuan tentang konservasi sumber daya air menjadi salah satu acuan
dalam perencanaan tata ruang. Perlindungan dan pelestarian sumber air ditujukan untuk melindungi dan
melestarikan sumber air beserta lingkungan keberadaannya terhadap kerusakan atau gangguan yang disebabkan oleh daya alam, termasuk kekeringan dan yang
disebabkan oleh tindakan manusia. Perlindungan dan pelestarian sumber air dilakukan melalui:
a. Pemeliharaan kelangsungan fungsi resapan air dan daerah tangkapan air; b. Pengendalian pemanfaatan sumber air;
c. Pengisian air pada sumber air; d. Pengaturan prasarana dan sarana sanitasi;
e. Perlindungan sumber air dalam hubungannya dengan kegiatan pembangunan dan pemanfaatan lahan pada sumber air;
Universita Sumatera Utara
f. Pengendalian pengolahan tanah di daerah hulu; g. Pengaturan daerah sempadan sumber air;
h. Rehabilitasi hutan dan lahan; danatau i. Pelestarian hutan lindung, kawasan suaka alam, dan kawasan pelestarian
alam. Upaya perlindungan dan pelestarian sumber air dijadikan dasar dalam
penatagunaan lahan baik secara vegetatif danatau sipil teknis melalui pendekatan sosial, ekonomi, dan budaya.
Kawasan Sungai Percut berperan sebagai kawasan yang memberikan perlindungan kawasan di bawahnya. Hal ini dikarenakan kawasan Sungai Percut
merupakan kawasan resapan air yang meliputi ; sempadan sungai dan kawasan sekitar mata air. Sehingga sebagai salah satu kawasan prioritas konservasi
lindung, dalam pembangunan dan pengelolaannya diperlukan langkah-langkah untuk memelihara dan mewujudkan kelestarian fungsi lingkungan hidup dan
mencegah timbulnya kerusakan lingkungan hidup. Upaya pembangunan dan pengelolaan Kawasan Sungai Percut dilakukan
dengan pelestarian fungsi dan tatanan lingkungan hidup alam, lingkungan hidup sosial dan lingkungan hidup buatan untuk meningkatkan kualitas dan fungsinya.
Mengingat Kawasan Sungai Percut berada dalam kebijakan lintas administratif, sehingga dalam upaya pelestarian fungsi dan tatanan kawasan perlu diserasikan
satu sama lain. Kondisi kelembagaan kawasan Sungai Percut, dalam pembangunan,
diperlukan lembaga-lembaga yang berperan dalam mengkoordinasi dan mengawasi pelaksanaan atau perencanaan pembangunan sehingga pembangunan
Universita Sumatera Utara
dapat terlaksana secara terarah, terencana, dan terpola serta berwawasan lingkungan. Kelembagaan yang dimaksud adalah lembaga yang berkaitan dengan
pelayanan masyarakat, baik lembaga pemerintah maupun lembaga swasta yang menunjang pembangunan.
Kelembagaan kaitannya dengan penyusunan RTRW Kawasan Sungai Percut adalah lembaga-lembaga yang terlibat baik secara langsung maupun tidak
langsung yang memiliki kewenangan dalam perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan pembangunan di dalam kawasan.
4.8.2. Analisa Pengelolaan Sedimentasi di muara Sungai Percut Terhadap Potensi Ekonomi Dengan Menggunakan Analisis
SWOT
Analisis SWOT dilakukan dengan mengukur kekuatan, kelemahan pada sektor yang ada dan sekaligus mengukur peluang dan tantanganancaman yang
akan dihadapi nantinya setelah menentukan kekuatan, kelemahan, peluang dan tantangan pada setiap sektor maka dapat ditentukan kebijakan yang paliang
unggul dan potensial untuk dilakukan dan dikembangkan lebih lanjut. Selain itu juga dapat Mengidentifikasikan strategi untuk meningkatkan kekuatan dan
peluang sekaligus dalam upaya untuk mengurangi kelmahan dan tantangan sebagai bahan dalam perumusan kebijakan.
Cara penentuan faktor-faktor strategi internal dan eksternal adalah sebagai berikut:
1. Dalam sel Kekuatan S, mengidentifikasi beberapa kekuatan yang ada dalam pengelolaan Sedimentasi Sungai baik yang ada sekarang maupun
yang akan datang.
Universita Sumatera Utara
2. Dalam sel Kelemahan W, mengidentifikasi beberapa kelemahan yang ada yaitu kelemahan dalam mencapai keberhasilan upaya pengelolaan
Sedimentasi Sungai. 3. Dalam sel Peluang O, mengidentifikasi beberapa peluang eksternal yang
akan didapatkan dalam upaya pengelolaan Sedimentasi Sungai. 4. Dalam sel Ancaman T, mengidentifikasi juga beberapa tantangan yang
akan dihadapi dalam upaya pengelolaan Sedimentasi Sungai. 5. Mengidentifikasi kemungkinan strategis dari upaya pengelolaan
Sedimentasi Sungai berdasarkan pertimbangan kombinasi empat faktor strategis tersebut, yaitu strategi SO, ST, WO dan WT.
a. Faktor internal
1. Kekuatan Strength a. Ketersediaan Kebijakan Pengelolaan Sedimentasi Sungai
b. Ketersediaan instansi-instansi yang melakukan pengelolaan Sedimentasi Sungai
c. Komitmen instansi terhadap upaya pengelolaan yang tinggi d. Ketersediaan lahan yang memadai dan dukungan masyarakat.
2. Kelemahan Weakness a. Kurangnya koordinasi antar instansi pengelola Sedimentasi Sungai
b. Keterbatasan sumber daya manusia yang berkualitas c. Kondisi perekonomian masyarakat dengan tingkat pendapatan rendah
d. Kurangnya pengawasan dan penegakan hukum bagi pelanggaran terhadap UU dan Peraturan Pemerintah.
e. Penguasaan teknologi yang masih lemahkurang
Universita Sumatera Utara
f. Sarana dan prasarana yang belum memadai.
b. Faktor eksternal
3. Peluang Opportunity a. Teknologi, ilmu pengetahuan dan komunikasi yang menunjang
b. Sumber daya alam yang memadai c. Partisipasi masyarakat semakin meningkat
d. Adanya akses pasar terhadap hasil pertanian masyarakat e. Peluang investasi yang besar
4. Tantangan Threat a. Kelembagaan yang kurang memadai
b. Kondisi geografis dan iklim c. Kondisi lahan dengan tingkat bahaya erosi dan sedimentasi yang tinggi
d. Peningkatan jumlah penduduk dan peningkatan penggunaan lahan untuk permukiman
e. Dampak otonomi daerah yang menuntut peningkatan PAD dengan pemanfaatan SDA.
4.8.3. Matriks Evaluasi Faktor Internal IFEAnalisis S - W
Analisis lingkungan internal ini dilakukan melalui identifikasi faktor internal dari pihak yang terkait pengelolaan sedimentasi dimuara Sungai Percut
untuk mengetahu kekuatan strengths dan kelemahan weakness. Selain di identifikasi, maka dilanjutkan dengan memberikan pembobotan dan rating.
Pembobotan dilakukan dengan menggunakan metode paired comparison pada faktor-faktor kunci internal sehingga diperoleh bobot dari masing-masing faktor.
Pemberian rating untuk menunjukkan apakah faktor-faktor tersebut merupakan
Universita Sumatera Utara
kekuatan yang besar atau yang kecil bagi pengelolaan sedimentasi dimuara Sungai Percut. Hasil pemberian bobot dan rating dari faktor-faktor internal pengelolaan
sedimentasi dimuara Sungai Percut dapat dilihat pada Tabel 4.10. dan hasil perhitungannya pada Lampiran 3.
Tabel 4.10. Bentuk Matriks IFE Internal Factor Evaluation Faktor-faktor Internal
Bobot Rating Skor
Kekuatan 1. Ketersediaan Kebijakan Pengelolaan Sedimentasi
Sungai 2. Ketersediaan instansi-instansi yang melakukan
pengelolaan Sedimentasi Sungai 3. Komitmen instansi terhadap upaya pengelolaan
yang tinggi 4. Ketersediaan lahan yang memadai dan dukungan
masyarakat. 5. Peran serta masyarakat dalam pengelolaan
sedimentasi 0,11
0,12 0,12
0,13 0,05
4 4
4 4
3 0,44
0,48 0,48
0,52 0,24
Total Kekuatan 2,16
6. Sarana dan prasarana yang belum memadai. 0,10
2 0,20
Total Kelemahan 0,88
Total 3,04
4.8.4. Matriks Evaluasi Faktor Eksternal EFEAnalisis O - T
Analisis matriks EFE merupakan hasil identifikasi faktor-faktor eksternal berupa peluang oportunities dan ancaman threat yang berpengaruh pada
pengelolaan sedimentasi dimuara Sungai Percut. Pembobotan didasarkan pada tingkat kepentingan dari faktor-faktor eksternal tersebut terhadap perdesaan
dengan menggunakan metode ”Paired Comparison”. Pemberian rating untuk menunjukkan apakah faktor-faktor tersebut merupakan kekuatan yang besar atau
kecil bagi pengelolaan sedimentasi dimuara Sungai Percut. Hasil pemberian bobot dapat dan rating dari faktor-faktor eksternal pihak yang terkait pengelolaan
Universita Sumatera Utara
sedimentasi dimuara Sungai Percut dapat dilihat pada Tabel 4.11. dan hasil perhitungannya pada Lampiran 3.
Tabel 4.11. Bentuk Matriks EFE Eksternal Factor Evaluation Faktor-faktor Eksternal
Bobot Rating
Skor
Peluang Opportunity 1. Teknologi, ilmu pengetahuan dan komunikasi yang
menunjang 2. Sumber daya alam yang memadai
3. Partisipasi masyarakat semakin meningkat 4. Adanya akses pasar terhadap hasil pertanian
masyarakat 5. Peluang investasi yang besar
0,10 0,11
0,09 0,13
0,11 4
4 3
4
4 0,40
0,44 0,27
0,52
0,44
Faktor-faktor Eksternal Bobot
Rating Skor
Total Peluang 2,07
Tantangan Threat 1. Kelembagaan yang kurang memadai
2. Kondisi geografis dan iklim 3. Kondisi lahan dengan tingkat bahaya erosi dan
sedimentasi yang tinggi 4. Peningkatan jumlah penduduk dan peningkatan
penggunaan lahan untuk permukiman. 5. Dampak otonomi daerah yang menuntut
peningkatan PAD dengan pemanfaatan SDA. 0,08
0,08 0,13
0,11 0,06
1 2
2
2 2
0,08 0,16
0,26
0,22 0,12
Total Ancaman 0,84
Total
2,91
4.8.5. Analisis kekuatan–Kelemahan–Peluang-Ancaman Strategi Pengelo - laan Sedimentasi Di Muara Sungi Percut Terhadap Potensi Ekonomi
Di Kecamatan Percut Sei Tuan
Dalam menentukan alternatif kebijakan maka berdasarkan hasil analisis SWOT terhadap pengelolaan Sedimentasi Sungai Percut dan kondisi Sedimentasi
Sungai Percut didapatkan beberapa asumsi yaitu :
c. Strategi – SO Kekuatan Terhadap Peluang
Universita Sumatera Utara
Dengan peraturankebijakan yang jelas, tegas dan transparan dan dukungan partisipasi masyarakat dapat menciptakan iklim yang kondusif bagi
tumbuhnya investasi Dalam melakukan upaya pengelolaan setiap instansi harus menerapkan konsep partisipasi agar dapat diaksanakan dengan baik Dalam
memanfaatkan lahan dengan menerapkan teknologi konservasi lahan akan dapat
menunjang upaya pengelolaan Sedimentasi Sungai Percut yang berkelanjutan. d.
Strategi – ST Kekuatan Terhadap Ancaman
Dengan komitmen instansi yang kuat dapat meningkatkan kelembagaan yang kuat dalam mendukung upaya pengelolaan Sedimentasi Sungai dengan
adanya peraturan dan kebijakan pengelolaan Sedimentasi Sungai yang jelas dan diikuti dengan implementasi yang tegas dapat mengendalikan erosi dan
sedimentasi serta menahan penggunaan lahan yang tidak mendukung upaya pengelolaan Sedimentasi Sungai dengan ketersediaan lahan dan komitmen
instansi dapat meningkatkan PAD dengan memanfaatkan SDA secara berkelanjutan. Dengan adanya mengelola sedimentasi yang baik diharapkan
menghasilkan pertambahan lahan pesisir ke arah laut serta dapat dimanfaatkan sebagai bahan material bangunan yang berguna sebagai pengembangan wilayah.
e. Strategi – WO Kelemahan Terhadap Ancaman
Untuk meningkatkan SDM dan penguasaan teknologi dilakukan diklat atau pendidikan tambahan Peningkatan perkonomian masyarakat dapat dilakukan
dengan penguasaan teknologi dan peningkatan akses pasar terhadap hasil usahanya Pemberdayaan SDM untuk pemanfaatan SDA secara berkelanjutan.
Dalam upaya peningkatan pengawasan dan penegakan hukum maka harus dilakukan dengan melibatkan partisipasi masyarakat.
Universita Sumatera Utara
f. Strategi – WT Kelemahan Terhadap Ancaman
Dengan ketersediaan data dan informasi yang ada diupayakan peningkatan koordinasi antar instansi Untuk mengurangi tingkat erosi dan
sedimentasi yang tinggi harus diupayakan peningkatan SDM dalam penguasaan teknologi konservasi yang sesuai dan memadai.
Dengan peningkatan jumlah penduduk dan untuk meningkatkan PAD dengan pemanfaatan SDA harus diimbangidiikuti dengan peningkatan
perekonomian pendapatan masyarakat Berdasarkan asumsi tersebut diatas maka dapat diberikan beberapa alternatif
kebijakan pengelolaan Sungai Percut sebagai berikut : 1. Untuk penegakan peraturan kebijakan yang jelas, tegas dan
transparan harus selalu dilakukan sosialisasi dan harus didukung masyarakat sehingga akan dapat menciptakan iklim yang kondusif
bagi tumbuhnya investasi. 2. Dalam melakukan upaya pengelolaan setiap instansi harus melakukan
pengawasan dengan meningkatkan konsep partisipasi agar dapat dilaksanakan dengan baik
3. Dengan peningkatan jumlah penduduk dan untuk meningktkan pendapatan asli daerah PAD dengan pemanfaatan sumber daya alam
secara berkelanjutan harus diimbangidiikuti dengan peningkatan perekonomianpendapatan masyarakat.
4. Peningkatan perekonomian masyarakat dapat dilakukan dengan peningkatan sumber daya manusia dalam penguasaan teknologi
melalui pelatihan secara langsung dilapanganlokasi dengan bantuan
Universita Sumatera Utara
tenaga ahli dari pemerintah serta peningkatan akses pasar terhadap hasil usahanya.
5. Untuk mengurangi tingkat erosi dan sedimentasi yang tinggi harus diupayakan peningkatan sumber daya manusia dalam penguasaan
teknologi konservasi yang sesuai dan memadai serta pembuatan zona proteksi di daerah rawan erosi kritis.
4.8.6. Matriks Internal Eksternal
Berdasarkan hasil evaluasi faktor internal dan faktor eksternal, maka dapat diproyeksikan hasilnya ke dalam matriks internal eksternal sebagai tahap
pencocokkan strategi perusahaan. Dari pembahasan sebelumnya telah didapatkan nilai IFAS adalah 3,00 dan nilai EFAS adalah 2,91. Pada Gambar 4.7 posisi
perusahaan dapat dilihat dengan menggunakan Matriks IE. Kuat 3,00 – 4,00 Kuat 2,00-2,99 Kuat 1-1,99
4,00 3,00
2,00 1,00
Pertumbuhan g. Konsentrasi
integrasi vertikal Pertumbuhan
h. Konsentrasi integrasi horisontal
Penghematan i. Perubahan
haluan Stabilitas
j. Hati-hati Pertumbuhan dan
Stabilitas k. Konsentrasi integrasi
horizontal l. Tidak ada perubahan
profit strategi Penghematan
m. Divestasi
Pertumbuhan n. Diversifikasi
konsentrik Pertumbuhan
o. Diversifikasi konglomerat
Penghematan p. Bangkrut
q. Likuidasi
Gambar 4.3. Matriks IE hasil penelitian
T abe
l N ia
li IF
A S
B er
bob ot
Tinggi 4,00 3,00-4,00
3,00 Sedang
2,00-2,99 2,00
Rendah 1,00-1,99
1,00
Universita Sumatera Utara
4.9. Hasil Analisis SWOT
Dari perhitungan nilai IFAS dan EFAS diperoleh hasil yaitu untuk nilai IFAS adalah 3,00 dan nilai EFAS adalah 3,00. Setelah mengetahui kedua nilai
tersebut maka dapat disusun diagram analisis SWOT untuk mengetahui posisi relatif dari perusahaan berada di kuadran pertama, kedua, ketiga atau keempat.
Perhitungan analisis SWOT adalah sebagai berikut: 1. Jumlah dari hasil perkalian bobot dan rating pada peluang dan ancaman
diselisihkan untuk mendapatkan titik Y Peluang
= 2,07 Ancaman
= 0,84 Titik Y
= Peluang – Ancaman = 2,07 – 0,84
= 1,23 2. Jumlah dari hasil perkalian bobot dan rating pada kekuatan dan kelemahan
diselisihkan untuk mendapatkan titik X Kekuatan
= 2,12 Kelemahan
= 0,88 Titik X
= Kekuatan – Kelemahan = 2,12 – 0,88
= 1,24 Dari perhitungan diatas maka dapat ditentukan posisi relatif perusahaan
terletak pada koordinat 1,32 ; 1,24 yaitu pada kuadran pertama Gambar 4.2.
Universita Sumatera Utara
yang berarti perusahaan memiliki kekuatan dan peluang sehingga strategi pengelolaan sedimentasi dimuara Sungai Percut dapat memanfaatkan peluang
yang ada dengan menggunakan kekuatan yang dimiliki oleh strategi pengelolaan sedimentasi dimuara Sungai Percut. Strategi yang sesuai dengan posisi relatif
strategi adalah strategi agresif yang mendukung potensi ekonomi di Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang.
Peluang
Ancaman
Gambar 4.4. P osisi Relatif Strategi
1,24 1,23
Kekuatan Kelemahant
Perubahan Haluan
Bertahan
Agresif
Diversifikasi
Universita Sumatera Utara
Tabel 4.12. Matriks SWOT dan Rumusan Strategi Pengelolaan Sedimentasi Di Sungai Percut Terhadap Potensi Ekonomi Di Kecamatan Percut
Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang.
Kekuatan Kelemahan
Faktor Internal
Faktor Eksternal 1. Ketersediaan Kebijakan
Pengelolaan Sedimentasi Sungai
2. Ketersediaan instansi- instansi yang melakukan
pengelolaan Sedimentasi Sungai
3. Komitmen instansi terhadap upaya
pengelolaan yang tinggi 4. Ketersediaan lahan yang
memadai dan dukungan masyarakat.
1. Kurangnya koordinasi antar
instansi pengelola Sedimentasi Sungai
2. Keterbatasan sumber daya manusia yang berkualitas
3. Kondisi perekonomian masyarakat dengan tingkat pendapatan rendah
4. Kurangnya pengawasan dan
penegakan hukum terhadap pelanggaran UU dan PP
5. Penggunaan teknologi yang masih lemahkurang
6. Sarana dan prasarana yang belum memadai.
Peluang Kekuatan Terhadap
Peluang Kelemahan Terhadap Peluang
1. Teknologi konservasi
lahan dan ilmu pengetahuan
yang menunjang
2. Sumber daya alam yang
memadai
3. Partisipasi masyaraka
t semakin meningkat.
4. Adanya akses
pasar terhadap hasil
pertanian masyarakat
5. Peluang investasi yang
besar.
1. Dengan peraturankebijakan yang
jelas, tegas dan transparan dan dukungan partisipasi
masyarakat dapat menciptakan iklim yang
kondusif bagi tumbuhnya investasi
2. Dalam melakukan
upaya pengelolaan setiap
instansi harus
menerapkan konsep partisipasi agar dapat
diaksanakan dengan baik 3. Dalam memanfaatkan
lahan dengan
menerapkan teknologi konservasi lahan akan
dapat menunjang upaya pengelolaan Sedimentasi
Sungai
yang berkelanjutan.
1. Untuk meningktakan SDM dan penguasaan teknologi dilkukan diklat
atau pendidikan tambahan
2. Peningkatan perkonomian masyarakat dapat
dilakukan dengan penguasaan teknologi dan
peningkatan akses pasar terhadap
hasil usahanya
3. Pemanfaatan SDM untuk pemanfaatan SDA secara
berkelanjutan.
4. Dalam upaya
peningkatan pengawasan dan penegakan hukum
maka harus dilakukan dengan melibat kan partisipasi masyarakat.
Tantangan Kekuatan Terhadap
Ancaman Kelemahan Terhadap Ancaman
1.
Kelembagaan yang
kurang
memadai
2.
Kondisi iklim
dan
geografis
3.
Kondisi lahan
1.
Dengan komitmen instansi yang kuat
dapat meningkatkan kelembagaan yang kuat
dalam mendukung upaya pengelolaan Sedimentasi
Sungai
2.
Dengan adanya peraturan
1.
Dengan ketersediaan data dan informasi yang ada diupayakan
peningkatan koordinasi antar instansi
2.
Guna mengurangi tingkat erosi dan sedimentasi yang tinggi harus
diupayakan peningkatan SDM dalam penguasaan teknologi konservasi
yang sesuai dan memadai.
Universita Sumatera Utara
dengan tingkat bahaya
erosi dan sedimentasi
yang tinggi
4.
Peningkatan jumlah
penduduk dan penggunaan
lahan untuk permukiman
5.
Dengan otonomi
daerah yang menuntut
peningkatan PAD
Pendapatan Asli Daerah
dengan pemanfaatan
SDA.
6.
Besarnya tingkat
sedimentasi di muara Sungai
Percut dan kebijakan
pengelolaan Sedimentasi Sungai yang jelas dan
diikuti dengan
implementasi yang tegas dapat mengendalikan
erosi dan
sedimentasi serta menahan penggunaan
lahan yang
tidak mendukung upaya
pengelolaan.
3.
Dengan ketersediaan lahan dan komitmen
instansi dapat
meningkatkan PAD
dengan memanfaatkan
SDA secara berkelanjutan
4.
Pemanfaatan hasil pengerukan sedimentasi
Sungai Percut untuk
pengembangan wilayah serta dapat digunakan
sebagai bahan bangunan
3.
Dengan peningkatan
jumlah penduduk dan untuk meningkatan
PAD dengan pemanfaatan SDA harus diimbangidiikuti dengan
peningkatan perekonomian pendapatan masyarakat.
Universita Sumatera Utara
4.10. Pilihan yang Terbaik
Dalam upaya pengelolaan Sungai Percut secara optimal upaya yang harus dilaksanakan adalah memanfaatkan sumber daya alam secara berkelanjutan untuk
meningkatkan perkeonomian masyarakat melalui pelaksanaan pengelolaan tanaman dan konservasi lahan yang sesuai dan memadai dengan cara
meningkatkan sumberdaya manusianya melalui pelatihan secara langsung di lapangan dengan bantuan pemerintah atau perguruan tinggi setempat, serta
pembuatan zonasi daerah rawan erosi melalui Perda dibarengi dengan pengawasan dan penegakan hukum secara tegas dan transparan terhadap setiap
kebijakan yang dikeluarkan melalui sosialisasi dan partisipasi masyarakat dalam pengawasan dan pelaksanaannya.
4.10.1. Analisis Erosi Dan Sedimentasi Terkait Pengelolaan Lahan Di Sungai Percut Menuju Pemanfaatan Secara Berkelanjutan
Permasalahan erosi dan sedimentasi di Sungai Percut yang frekuensi dan cakupannya meningkat disebabkan oleh perubahan alih fungsi lahan dan
maraknya pemanfaatan lahan di kawasan resapan air tanpa memperhatikan dampaknya terhadap kawasan yang lebih luas. Pemanfaatan lahan di kawasan
yang berfungsi sebagai resapan air telah merusak keseimbangan sistem tata air wilayah, dari data yang didapatkan pada kawasan Sungai Percut telah terjadi
perubahan alih fungsi lahan yang cukup meningkat selama 14 tahun terakhir 1995-2008, peningkatan lahan perkebunan bertambah 63,00 dari 14.78 ha
menjadi 39.95 ha, sawah 24,86 dari 30.80 ha menjadi 41.67 ha serta pemukiman 35,03 dari 64.37 ha menjadi 99.08 ha disisi lain telah terjadi
penurunan untuk tegalan 82,28 dari 60.60 ha menjadi 33.25, hutan rimba
Universita Sumatera Utara
15,13 dari 65.62 ha menjadi 57.76 ha akan menyebabkan meningkatnya tekanan pada lingkungan pada Sungai Percut. Hal ini terlihat pada Tabel 4.8.
Menurur Arsyad S. 2008, sebenarnya meningkatnya kebutuhan lahan berkorelasi positif dengan meningkatnya kegiatan pembangunan yang terkait erat
dengan tata ruang tetapi dalam pemanfaatannya, lahan sebagai sumber daya yang mewadahi kehidupan dan penghidupan serta terikat pada bentuk dan luasannya
yang relatif tetap, kerap menimbulkan berbagai permasalahan seperti berikut ini : a. Jumlah populasi penduduk yang tidak terkendali menyebabkan
perubahan penggunaan lahan relatif cepat. b. Benturan antar kepentingan pada setiap sektor kegiatan.
c. Pendirian bangunan yang tidak terkendali dan tidak sesuai peruntukannya seperti pendirian bangunan di kawasan bantaran sungai.
d. Kegiatan manusia yang mengeluarkan limbah tidak diimbangi dengan upaya antisipasinya sehingga mempercepat degradasi lahan.
Pemanfaatan lahan juga dipengaruhi oleh persepsi masyarakat yang memandang lahan sebagai faktor produksi dengan tuntutan produksi yang tinggi
guna memenuhi kebutuhan masyarakat yang semakin meningkat. Kajian spasial dalam pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya lahan, memungkinkan tendensi
dominasi kegiatan pada aspek ekonomi. Akibatnya terjadi eksploitasi sumberdaya lahan tanpa mengindahkan perhitungan pada aspek lingkungan yang berdampak
pada percepatan degradasi lingkungan. Keraf 2002 mengemukakan bahwa pembangunan sekarang ini yang lebih menekankan pada pertumbuhan ekonomi
memperlihatkan nilai yang positif, namun apabila diukur secara kualitatif menyeluruh holistik pada semua aspek sesungguhnya merupakan pertumbuhan
Universita Sumatera Utara
yang negatif. Hal ini disebabkan tidak diperhitungkannya nilai dari dampak kerusakan lingkungan beserta ikutannya yang intangible nilai manfaat yang
secara tidak langsung dapat dirasakan yang dapat menimbulkan korban jiwa maupun kerugian materi yang relatif besar.
Usaha-usaha pencegahan erosi dan sedimentasi diperlukan untuk meminimalisir dampak negatif yang mungkin terjadi. Adapun usaha pencegahan
erosi dan sedimentasi melalui tindakan konservasi sumberdaya lahan dapat dilakukan dengan cara-cara berikut ini Arsyad, 1989:
a. Vegetatif : Penggunaan tanaman dan tumbuhan atau bagian-bagian tumbuhan atau sisa-sisanya untuk mengurangi daya tumbuk butir
hujan yang jatuh, mengurangi jumlah dan kecepatan aliran permukaan yang pada akhirnya mengurangi erosi tanah.
b. Mekanik : semua perlakuan fisikmekanik yang diberikan terhadap tanah dan pembuatan bangunan untuk mengurangi aliran permukaan
dan erosi, dan meningkatkan kemampuan penggunaan tanah. c. Kimia : penggunaan preparat kimia baik berupa senyawa sintetik
maupun berupa bahan alami yang telah diolah, dalam jumlah yang relatif sedikit untuk meningkatkan stabilitas agregat tanah dan
mencegah erosi. Adapun pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya lahan secara
berkesinambungan akan tercapai apabila dilakukan hal-hal berikut ini dikembangkan dari Mitchell, Setiawan dan Rahmi, 2003 :
Universita Sumatera Utara
Pertama, pemanfaatan sumber daya lahan diupayakan dengan mensinkronkan dan mengintegrasikan kegiatan antar sektor terkait. Hal ini
berarti upaya kegiatan pada 4 aspek pengelolaan lahan sumberdaya tanah, hutan, pertanian, dan sumberdaya air dilakukan secara terpadu.
Kedua, pemberian bobot nilai kegiatan yang relatif sama pada 3 aspek pembangunan berkelanjutan yaitu aspek ekologi, ekonomi, dan demografi. Hal
ini berarti kajian suatu kegiatan pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya lahan dinilai secara seimbang dengan memperhitungkan semua aspek yang bernilai
tangible dan intangible dalam suatu pendekatan yang menyeluruh. Ketiga, sumberdaya lahan pada setiap daerah dikelola sesuai dengan
karakteristik di daerahnya. Hal ini berarti bahwa tingkatan persoalan pengelolaan sumberdaya lahan berbeda-beda, karena itu pilihan pengelolaannya pun berbeda-
beda pula. Konsekuensinya setiap pemerintah daerah secara inovatif merumuskan bentuk-bentuk pilihan pengelolaan sumberdaya lahan sesuai kondisi dan
persoalan di daerahnya masing-masing. Keempat, karena pengelolaan sumberdaya lahan terkait dengan penataan
dan perizinan ruang maka pengelolaan sumberdaya lahan akan mungkin dilakukan apabila didukung oleh rencana tata ruang yang jelas. Hal ini berarti
bahwa pengelolaan sumberdaya lahan berdasarkan tata ruang harus didukung oleh sistem informasi dan data dasar yang lengkap tentang sumberdaya lahan di
Indonesia.
Universita Sumatera Utara
Dengan demikian pengelolaan sumberdaya lahan menuju pemanfaatan secara berkesinambungan akan tercapai, bukan hanya untuk dimanfaatkan oleh
generasi sekarang namun dapat dimanfaatkan pula oleh generasi yang akan datang.
4.10.2. Analisis Pengelolaan Lingkungan Sungai Percut terkait Daya Dukung Lingkungan dan Rencana Tata Ruang
Sungai Percut dalam perkembangannya lahan di kawasan tersebut telah banyak mengalami perubahan alih fungsi lahan sehingga daya dukung
lingkungan di Sungai Percut menjadi menurun. Menurut Arsyad S. 2008, perhatian terhadap daya dukung lingkungan merupakan kunci bagi perwujudan
ruang hidup yang nyaman dan berkelanjutan. Daya dukung lingkungan merupakan kemampuan lingkungan untuk mengakomodasi kegiatan-kegiatan
yang ada, serta kemampuan lingkungan dalam mentolerir dampak negatif yang ditimbulkan.
Perhatian terhadap daya dukung lahan seyogyanya tidak terbatas pada lokasi dimana sebuah kegiatan berlangsung, namun harus mencakup wilayah
yang lebih luas dalam satu ekosistem. Dengan demikian, keseimbangan ekologis yang terwujud juga tidak bersifat lokal, namun merupakan keseimbangan dalam
satu ekosistem. Terkaitnya daya dukung, terhadap beberapa hal penting yang harus
perhatikan dalam pemanfaatan lahan. a. Ketersediaan sumberdaya alam dan sumberdaya buatan yang
dibutuhkan dalam pelaksanaan kegiatan yang akan dikembangkan. Dalam konteks ini ketersediaan tersebut harus diperhitungkan secara
Universita Sumatera Utara
cermat, agar pemanfaatan sumberdaya alam dapat dijaga pada tingkat yang memungkinkan upaya pelestarian.
b. Jenis kegiatan yang akan dikembangkan harus sesuai dengan karakteristik geomorfologis lokasi jenis tanah, kemiringan, struktur
batuan. Hal ini dimaksudkan agar lahan dapat didorong untuk dimanfaatkan secara tepat sesuai dengan sifat fisiknya.
c. Intensitas kegiatan yang akan dikembangkan dilihat dari luas lahan yang dibutuhkan dan skala produksi yang ditetapkan. Hal ini sangat
terkait dengan pemenuhan kebutuhan sumberdaya alam dan sumberdaya buatan sebagaimana telah disampaikan di atas. Intensitas
kegiatan yang tinggi akan membutuhkan sumberdaya dalam jumlah besar yang mungkin tidak sesuai dengan ketersediaannya.
d. Dampak yang mungkin timbul dari kegiatan yang akan dikembangkan terhadap lingkungan sekitar dan kawasan lain dalam satu ekosistem,
baik dampak lingkungan maupun dampak sosial. Hal ini dimaksudkan agar pengelola kegiatan yang memanfaatkan lahan
dapat menyusun langkah-langkah antisipasi untuk meminimalkan dampak yang timbal.
e. Alternatif metoda penanganan dampak yang tersedia untuk memastikan bahwa dampak yang mungkin timbul oleh kegiatan yang
akan dikembangkan dapat diselesaikan tanpa mengorbankan kepentingan lingkungan, ekonomi dan sosial budaya masyarakat.
Universita Sumatera Utara
f. Konversi pemanfaatan lahan yang tidak terkontrol. g. Konversi pemanfaatan lahan dari satu jenis pemanfaatan menjadi
pemanfaatan lainnya perla diperhatikan secara khusus. Beberapa isu penting yang kita hadapi saat ini antara lain sebagai berikut :
5. Konversi lahan-lahan berfungsi lindung menjadi lahan budidaya yang berakibat pada menurunnya kemampuan kawasan dalam melindungi
kekayaan plasma nutfah dan menurunnya keseimbangan tata air wilayah. 6. Konversi lahan pertanian produktif menjadi lahan non pertanian laju alih
fungsinya dapat mengganggu keseimbangan lingkungan. 7. Konversi ruang terbuka hijau di kawasan perkotaan menjadi lahan
terbangun telah menurunkan kualitas lingkungan kawasan perkotaan. Permasalahan tersebut di atas terjadi akibat kurangnya perhatian terhadap
kepentingan yang lebih luas. Untuk mengatasinya diperlukan perangkat pengendalian yang mampu mengarahkan agar pemanfaatan lahan tetap sesuai
dengan rencana yang telah ditetapkan. Pengaturan pemanfaatan lahan yang tidak efisien. Dalam perspektif
penataan ruang, pemanfaatan lahan perlu diatur agar secara keseluruhan memberikan manfaat terbaik bagi masyarakat sekaligus menekan eksternalitas
yang mungkin timbul. Dalam perspektif ini, pengaturan pemanfaatan lahan dimaksudkan untuk membentuk struktur ruang dan pola pemanfaatan ruang yang
efisien, untuk menekan biaya yang dikeluarkan oleh masyarakat dalam menjalankan aktivitas dan memperoleh pelayanan yang dibutuhkan.
Universita Sumatera Utara
Selain memperhatikan terhadap daya dukung lingkungan yang merupakan kunci bagi perwujudan ruang hidup yang nyaman dan berkelanjutan, pengelolaan
Sungai Percut juga memperhatikan Rencana Tata Ruang Propinsi Sumatera Utara.
Menurut Arsyad S. 2008, rencana tata ruang disusun dengan memperhatikan kepentingan seluruh pemangku kepentingan. Dengan demikian
penerapan rencana tata ruang secara konsisten akan meminimalkan konflik kepentingan antar pemangku kepentingan. Disamping itu pelaksanaan
pembangunan berdasarkan rencana tata ruang akan menciptakan keterpaduan lintas sektor dan lintas wilayah.
Disamping akomodasi kepentingan pemangku kepentingan dalam proses penyusunan rencana tata ruang, upaya untuk meminimalkan konflik kepentingan
antar-pihak pemanfaat ruang harus terus-menerus dilaksanakan dalam tahap pemanfaatan ruang. Dalam pemanfaatan ruang seluruh pemanfaat ruang harus
memiliki komitmen yang tegas bahwa rencana tata ruang adalah dokumen kesepakatan seluruh pemangku kepentingan yang harus dipatuhi dan
dilaksanakan. Proses penyusunan rencana tata ruang yang partisipatif dan cara pandang
bahwa rencana tata ruang merupakan komitmen yang harus dipenuhi menunjukkan bahwa penyelenggaraan penataan ruang sangat menekankan pada
pentingnya keterpaduan antar sektor, antar-daerah, dan antar-pemangku kepentingan. Keterpaduan ini tidak hanya terbatas pada upaya untuk menyatukan
berbagai kepentingan dalam satu wilayah yang luas, tetapi juga dalam
Universita Sumatera Utara
pengembangan berskala makro seperti dalam penyediaan ruang terbuka hijau di kawasan perkotaan.
Pengelolaan lingkungan Sungai Percut yang berbasis Rencana Tata Ruang telah terjadi penyimpangan-penyimpangan yang nyata dari penggunaan lahan
sekarang land use bila dibandingkan dengan Rencana Tata Ruang Propinsi Sumatera Utara. Penyimpangan tersebut antara lain disebabkan oleh :
1. Belum adanya kebijakan operasional yang mengintegrasikan penatagunaan tanah dengan pelaksanaan rencana umum tata ruang
wilayah; disamping itu belum dirumuskan hubungan antara hak atas tanah hak keperdataan dengan rencana tata ruang wilayah yang
seringkali tidak sejalan; pengintegrasian tersebut membutuhkan diterbitkannya berbagai peraturan pemerintah;
2. Kurangnya disiplin dan pengawasan dalam pelaksanaan penatagunaan tanah dan penataan ruang, dalam hal ini partisipasi masyarakat yang
diorganisasikan secara tertib sangat dibutuhkan; 3. Rencana umum tata ruang kabupatenkota sering tidak konsisten dengan
rencana umum tata ruang provinsi dan selanjutnya rencana umum tata ruang provinsi kadang kala tidak konsisten dengan tata ruang nasional;
4. Rencana umum tata ruang sering kali berubah dalam jangka waktu yang pendek terutama sebagai akibat pengaruh mekanisme pasar dan tujuan-
tujuan jangka pendek yang seringkali mengorbankan tujuan-tujuan jangka panjang.
Universita Sumatera Utara
Dari beberapa uraian diatas Pengelolaan Lingkungan Sungai Percut yang terkait dengan Daya Dukung Lingkungan dan Rencana Tata Ruang yang dapat
disimpulkan hal-hal sebagai berikut : 1. Kebutuhan lahan untuk menampung berbagai aktivitas masyarakat yang
terus berkembang diperlukan upaya efisiensi pemanfaatan lahan melalui pengaturan alokasi berdasarkan rencana tata ruang.
2. Rencana tata ruang yang berkualitas merupakan prasyarat bagi penyelenggaraan penataan ruang yang berkualitas. Hal ini perlu dibarengi
dengan upaya pengendalian pemanfaatan ruang yang tegas dan konsisten untuk menjamin agar pemanfaatan ruang tetap sesuai dengan rencana
tata ruang. 3. Dalam rangka pengendalian perlu dikembangkan perangkat Rencana
Detail Tata Ruang RDTR, peraturan zonasi zoning regulation, dan mekanisme insentif-disinsentif.
4. Rencana tata ruang, dan proses penataan ruang secara keseluruhan, sejauh ini belum mampu sepenuhnya memenuhi harapan terwujudnya
ruang wilayah yang nyaman, produktif, dan berkelanjutan. Hal ini ditunjukkan oleh masih adanya permasalahan terkait pemanfaatan lahan
yang tidak memperhatikan daya dukung lingkungan, konversi pemanfaatan lahan yang tidak terkendali, dan inefisiensi pengaturan
fungsi ruang. Untuk itu diperlukan langkah-langkah yang sistematis yang diharapkan mampu mengefektifkan penyelenggaraan penataan
ruang, termasuk dalam pengaturan pemanfaatan lahan.
Universita Sumatera Utara
4.10.3. Analisis Pemanfaatan Material Hasil Pengerukan Sebagai Bahan Timbunan Dari Pada Material Timbunan Tanah Didatangkan.
Berdasarkan analisa harga satuan terdapat keuntungan dengan mempergunakan material hasil pengerukan digunakan sebagai timbunan daripada
tanah didatangkan antara lain: a. Pelaksanaanya sangat mudah.
b. Butiran pasir hasil pengerukan cepat padat. c. Biaya yang dibutuhkan relative lebih murah.
d. Dampak negative kepada masyarakat di sekitar lokasi relative sedikit. e. Tidak memerlukan banyak lahan sebagai jalan akses mobilisasi.
EXESTING ELEVATOR M
DISTANCE M 6.00
4.00 2.00
0.00 -2.00
5.00 40.00
40.00 4.00
3.00 3.00
3.00 2.00
5.00 3.00
3.00 2.00
2 .76
8 2
.74 2
2 .63
5 2
.53 2
2 .35
6 .53
2 2
.21 5
.87 5
2 .26
1 2
.76 1
4 .38
9 3
.43 5
3 .90
5 1
.06 1
.78 6
.65 4
SECTION PE 1 + 52
2 .85
3 .14
5
3.00 5.00
1.00 -1.00
4 .50
6
+ 2.156 MUKA AIR NORMAL
Gambar 4.5. Potongan Melintang Sungai Percut Sebelum Dikeruk
EXESTING ELEVATOR M
DISTANCE M DISTANCE M
6.00 4.00
2.00 0.00
-2.00
5.00 40.00
40.00 4.00
3.00 3.00
3.00 2.00
5.00 3.00
3.00 2.00
2 .76
8 2
.74 2
2 .63
5 2
.53 2
2 .35
6 .53
2 2
.21 5
.87 5
2 .26
1 2
.76 1
4 .38
9 3
.43 5
3 .90
5 1
.06 1
.78 6
.65 4
SECTION PE 1 + 52
+ 4.285 MUKA AIR MAKSIMUM
40.00 40.00
2 .85
2 .46
1 3
.14 5
3.00 5.00
4 .85
7 4
.85 7
2 .87
6 2
.56 7
2 .56
7 .75
4 .75
4 2
.56 7
2 .56
7 4
.85 7
4 .85
7
1.00 -1.00
4 .50
6
+ 2.156 MUKA AIR NORMAL + 1.089 MUKA AIR MINIMUM
20.00 20.00
5.00 5.00
1 : 1 1 : 1
2.56 2.31
2.56 2.31
2.00 2.00
Gambar 4.6. Rencana Potongan Melintang Sungai Percut Setelah Dikeruk
Universita Sumatera Utara
Berdasarkan perbandingan data cross tahun 2000 dan 2006 yang dilakukan oleh PT. Adhi Karya Persero, Tbk dengan interval 6 tahun diperoleh
volume sedimentasi yang mengendap di sekitar 130.888 m³ dengan panjang tinjauan 3.132 km. Dengan rata-rata luas tampang sedimentasi 42 m² jika di
konversi di tinjau tiap section sungai berarti selama 6 tahun terjadi peningkatan sedimentasi setinggi 1,2 m. Data rincian pengukuran terlampir pada lembar
lampiran 4. Perhitungan selisih harga satuan timbunan hasil galian normalisasi Sungai
Percut dengan timbunan tanah didatangkan sebagai berikut:
Tabel 4.13. Perhitungan Selisih Harga Satuan Timbunan Hasil Galian Normalisasi Sungai Percut dengan Timbunan Tanah
Didatangkan
No Jenis Material Satuan
Volume Galian m³
Harga Satuan Per m³ Rp
1. 2.
Material hasil pengerukan
sungai dibuat jadi timbunan
Timbunan tanah didatangkan
m³
m³ 1,00
1,00 57,009.00
135,360.00
Dasar perhitungan harga satuan untuk material hasil pengerukan sungai dibuat jadi timbunan timbunan tanah didatangkan terlampir pada lembar lampiran
5. Dari hasil perhitungan ini diperoleh timbunan dari hasil galianpengerukan Sungai Percut jauh lebih murah dari pada tanah timbunan didatangkan dengan
selisih Rp 78,351,-
Universita Sumatera Utara
Berdasarkan hasil wawancara dengan petani nelayan kelompok swadaya masyarakat RAPI Rawa Pesisir di Kecamatan Percut dengan jumlah anggota 22
Nelayan dapat dijelaskan sebagai berikut :
4.11. Dampak Negative Terhadap Ekonomi Pendapatan Nelayan
1. Biaya operasional biaya yang diperlukan untuk melaut per trip
Jumlah hari kerja efektif dalam 1 satu bulan bagi nelayan adalah 20 trip diperlukan rincian biaya sebagai berikut :
a. Bahan Bakar Solar 50 litertrip Rp. 5.000 = Rp. 250.000,- b. Konsumsi
= Jumlah
= Rp. 400.000,- Rp. 150.000,- +
2. Nilai produksi minimum rata-rata nelayan per trip a. Udang 8 kg Rp. 40.000
= Rp. 320.000,- b. Ikan Campuran 5 kg Rp. 4.000
= Rp. 220.000,- c. Guritasotongcumi-cumi 20 kg Rp.8.000 =
Jumlah = Rp. 700.000,-
Rp. 160.000,- +
Keuntungan minimum dari penjualan = Rp. 700.000 – Rp. 400.000
= Rp. 300.000. 3. Sistem pembagian hasil
Kebutuhan tenaga kerja dalam 1 boat minimum diperlukan 2 dua orang dengan kesepakatan dari keuntungan penjualan dengan uraian 40 empat puluh
persen untuk pemilik boat dan 60 enam puluh persen untuk nelayan. Dengan data hasil wawancara diatas maka pembagian keuntungan untuk nelayan = 60 x
Rp. 300.000 = Rp. 180.000. Dengan kondisi 2 dua orang nelayan, maka penghasilan minimum seorang nelayan Rp. 90.000,-trip kondisi normal
Universita Sumatera Utara
Dalam perkembangnya, pendapatan para nelayan di Desa Pantai Percut dalam setiap melakukan penangkapan ikan tidak dapat ditentukan hal ini
tergantung kepada faktor musim, harga ikan maupun faktor pendukung lainnya, seperti kelengkapan alat yang digunakan, status perahu, dan beban tanggungan.
Dengan adanya pendangkalan akibat tingginya sedimentasi dan pengaruh pasang surut, maka keberangkatan nelayan akan tertunda selama 3-4 jam hal ini
biasanya terjadi dua kali dalam seminggu sehingga mengurangi jumlah pendapatan nelayan dengan jumlah jam kerja bagi nelayan dalam 1 satu trip
yang semula 15 jam menjadi 11 jam yang mengakibatkan penurunan jalapukat yang semula 5 lima kali menjadi 4 empat kali.
Perhitungan penurunan penghasilan nelayan dengan kondisi sedimentasi yang menyebabkan pendangkalan dapat di uraikan sebagai berikut :
r. Dengan mengunakan data hasil wawancara, nilai produksi minimum rata- rata nelayan per trip Rp. 700.000,- 5 kali penurunan jala dengan
tertundanya keberangkatan nelayan akibat kondisi pendangkalanpasang surut yang terjadi maka terjadi penurunan penghasilan menjadi
Rp.560.000,- 4 kali penurunan jala. Hal ini terjadi dua kali dalam seminggu.
s. Keuntungan minimum dari penjualan = Rp. 560.000 – Rp. 400.000 = Rp. 160.000.
t. Pembagian keuntungan dari nelayan = 60 x Rp. 160.000 = Rp. 96.000,- Rp. 48.000,-orang
u. Kondisi ini terjadi dalam 8 trip dari 20 trip dalam sebulan
Universita Sumatera Utara
Sehingga pendapatan masyarakat nelayan di Desa Pantai Percut Kecamatan Percut Sei Tuan relatif kecil dalam kondisi normal, yaitu sebesar Rp.
90.000,- per trip untuk nelayan perahu motor. Pendapatan ini adalah pendapatan bersih per nelayan, tetapi karena yang bekerja untuk memenuhi kebutuhan
keluarga hanya ia sendiri, maka pendapatan ini merupakan pendapatan keluarga, baik untuk perahu motor mupun perahu layar, demikian juga nelayan ini hanya
dapat bekerja kelaut untuk menangkap ikan paling banyak 20 trip sebulan maka pendapatan ini harus digunakan selama sebulan tiga puluh atau tiga puluh satu
hari jadi pendapatannya rata-rata perbulan jadi kecil. Dengan diperhitungkan dalam kondisi normal untuk perahu motor adalah
Rp. 90.000,-orang x 12 trip melaut = Rp. 1.080.000,- kondisi terjadinya pendangkalan Rp. 48.000,-orang x 8 trip melaut = Rp. 384.000,- pendapatan rata-
rata perharinya adalah Rp. 1.080.000+384.00030 hari = Rp. 48.800,-. Dengan tanggungan rata-rata 5 orang.
Kalau diperhitungkan dalam kondisi normal untuk perahu motor adalah Rp. 90.000,-orang x 20 trip melaut = Rp. 1.800.000,- , maka pendapatan rata-rata
perharinya adalah Rp. 1.800.000,-30 hari = Rp. 60.000,-. Dengan tanggungan rata-rata 5 orang.. Sehingga total penurunan penghasilan perbulan hari untuk
perahu motor = Rp. 1.800.000 – Rp.1.464.000 = Rp. 336.000,- Pendapatan nelayan perahu motor tertinggi sebesar Rp. 55.000,-hari dan
terendah Rp. 48.800,-hari. Pendapatan tersebut digunakan untuk memenuhi konsumsi maupun kebutuhan hidup lainnya para nelayan beserta keluarganya,
dengan beban tanggungan masing-masing sebesar 5 lima orang setiap rumah tangga nelayan perahu motor. Dengan pendapatan yang rendah dan beban
Universita Sumatera Utara
tanggungan rumah tangga yang besar mengakbatkan sulitnya bagi para nelayan untuk meningkatkan kesejahteraannya. Hal ini terungkap dari kondisi sosial
ekonomi para nelayan dengan rumah yang sangat sederhana, kebutuhan mandi dan cuci bahkan jambanwc menggunakan air sungai yang tersedia.
4.12.1. Umum 4.12. Kelembagaan Pengelola Sumber Daya Air Di Sungai Percut
Pemanfaatan sumber daya air SDA terus meningkat baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya seiring dengan laju perlumbuhan penduduk dan
pesatnya pembangunan permukiman, perindustrian maupun infrastruktur lainnya. Peningkatan pemanfaatan air ini mengakibatkan air yang termasuk dalam barang
umum public goods tidak bisa terus menerus tersedia secara melimpah dan bisa secara bebas digunakan tanpa mempedulikan anggota masyarakat lainnya.
Air menjadi sumber daya alam yang langka di beberapa wilayah sehingga untuk mencegah kelangkaan SDA di WS Belawan-Ular-Padang, maka perlu
adanya sistem pengelolaan yang memadai dengan tetap memegang prinsip bahwa air adalah barang umum public goods. Prinsip umum dari public goods adalah
setiap orangkomponen masyarakat boleh memanfaatkan namun tidak ada satupun yang boleh memonopolinya sehingga dalam hal ini peran pemerintah menjadi
sangat besar untuk mengatur pemanfaatan SDA yang ada di WS Belawan-Ular- Padang.
Pengelolaan SDA yang memadai tidak hanya menyangkut masalah- masalah fisik semata, namun juga berkaitan erat dengan pembiayaan dan
kelembagaan yang akan berperan. Kelembagaan pengelola sumber daya air sangat
Universita Sumatera Utara
diperlukan guna melaksanakan pengelolaan sumber daya air secara benar, efisien, efektif dan lestari. Mengingat sumber daya air merupakan suatu aset yang
mengalir, artinya pengelolaan di daerah hulu akan mempengaruhi daerah hilirnya, maka pengelolaannya dilakukan secara terpadu dalam satu kesatuan wilayah
sungai. Sistem pengelolaan ini dilakukan dengan mengikutsertakan dan memperhatikan kepentingan semua pihak yang terkait termasuk peran serta
masyarakat. Pengelolaan sumber daya air yang serba komplek dan terkait dengan
banyak sektor ini memerlukan dukungan sistem kelembagaan yang kuat dan terstruktur. Ditinjau dari segi fungsinya, sistem kelembagaan dalam pengelolaan
sumber daya air secara garis besar meliputi lima unsur, yaitu: 1.
2.
Regulator , yaitu institusi pengambil keputusan yang dalam hal ini
adalah para pejabat yang berwenang menetapkan kebijakankeputusan misalnya di daerah adalah Gubernur, BupatiWalikota dan para Kepala
DinasBadan terkait yang menjadi sub ordinatnya.
Operator , yaitu lembaga yang dibentuk dan berfungsi untuk
melaksanakan operasi atau pengelolaan sumber daya air sehari-hari, sumber air dan prasarana yang ada dalam satu wilayah sungai, misalnya
Balai Wilayah Sungai ataupun badan usaha untuk pengelolaan air pada perairan umum, Balai Pengelolaan DAS untuk pengelolaan DAS.
Lembaga ini dibentuk oleh regulator dan tidak memiliki kewenangan publik. Peran lembaga ini, terutama diperlukan ketika terjadi
ketidakseimbangan antara permintaan atau kebutuhan air dengan kemampuan menyediakan air
Universita Sumatera Utara
3.
4.
Developer , yaitu lembaga yang berfungsi melaksanakan pembangunan
prasarana dan sarana pengairan baik dari unsur pemerintah misal Balai Wilayah Sungai, BUMN, BUMD maupun lembaga non pemerintah
investor.
5.
User atau Penerima manfaat, yaitu masyarakat baik perorangan
maupun kelompok masyarakat industri dan dunia usaha yang mendapat manfaat langsung maupun tak langsung dari jasa pengelolaan sumber
daya air.
Wadah Koordinasi , yaitu wadah koordinasi yang berfungsi untuk
menerima, menyerap dan menyalurkan aspirasi dan keluhan semua unsur stakeholders. Wadah ini bersifat independen yang bertugas
menyampaikan masukan kepada regulator sekaligus menyiapkan usulan penyelesaian masalah-masalah sumber daya air. Keanggotaan badan ini
terdiri atas unsur pemerintah dan non pemerintah dalam jumlah yang seimbang.
Dalam
4.12.2. Dinas PU PSDA Provinsi Sumatera Utara
melaksanakan
a. Perencanaan kebijakan teknis pembangunan dan pengelolaan SDA lintas kabupatenkota.
teknis pembangunan tersebut, Dinas Pekerjaan Umum PSDA mempunyai fungsi:
b. Penyediaan dukungan danatau bantuan untuk kerja sama antar kabupatenkota dalam pengembangan sarana dan prasarana.
c. Penyediaan dukunganbantuan untuk pengelolaan SDA permukaan, pelaksanaan operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi dan drainase
Universita Sumatera Utara
lintas kabupatenkota berserta bangunan-bangunan pelengkapnya. d. Pelaksanaan pembangunan dan perbaikan jaringan irigasi utama
lintas kabupatenkota beserta bangunan pelengkapnya. e. Penyusunan rencana penyediaan air irigasi.
Balai Wilayah
4.12.3. Balai Wilayah Sungai Sumatera II
Sungai a. Melaksanakan penyusunan pola dan rencana pengelolaan sumber
daya air pada wilayah sungai; Sumatera II menyelenggarakan fungsi:
b. Melaksanakan penyusunan rencana dan pelaksanaan pengelolaan kawasan lindung sumber air pada wilayah sungai;
c. Melaksanakan pengelolaan sumber daya air yang meliputi konservasi sumber daya air, pengembangan sumber daya air,
pendayagunaan sumber daya air dan pengendalian daya rusak air pada wilayah sungai;
d. Melaksanakan penyiapan rekomendasi teknis dalam pemberian ijin atas penyediaan, peruntukkan, penggunaan dan pengusahaan sumber
daya air pada wilayah sungai; e. Melaksanakan operasi dan pemeliharaan SDA pada wilayah sungai;
f. Melaksanakan pengelolaan sistem hidrologi; g. Melaksanakan penyelenggaraan data dan informasi sumber daya air;
h. Melaksanakan fasilitas kegiatan tim koordinasi pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai;
i. Melaksanakan pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan SDA; j. Melaksanakan ketata usahaan balai wilayah sungai
Universita Sumatera Utara
4.12.4. Instansi yang Terkait
Instansi yang terkait dalam rangka mendukung pengelolaan SDA yang dilaksanakan Balai Wilayah Sungai Sumatera II dan Dinas PU PSDA
Provinsi Sumatera Utara adalah sebagai berikut: Tabel 4.14. Instansi yang Terkait dengan Pengelolaan SDA di
No.
Sungai Percut
Instansi Tugas dan Tanggung Jawab
1 Direktorat Jenderal Sumber Daya Air
Bertanggungjawab dalam perencanaan, pengelolaan air permukaan. Dapat membantu dalam pengembangan air
bawah tanah. Bertanggungjawab dalam semua pekerjaan sungai dan pengendalian banjir dan untuk pekerjaan
drainase di daerah.
2 Direktorat Jenderal Rehabilitasi Lahan dan
Perhutanan Sosial RLPS Bertanggungjawab untuk konservasi tanah dan rehabilitasi
lahan dalam kawasan hutan 3 Dinas Kehutanan Provinsi
KabupatenKota Bertanggungjawab dalam perencanaan, pengawasan dan
evaluasi dari pengelolaan daerah tangkapan air. 4 Dinas Pertanian Tanaman
Pangan ProvinsiKabupaten Kota
Memberikan panduan teknis terhadap petani pengguna air tentang pola atau sistem pertanaman yang hemat dan
efektif dalam penggunaan air. 5 Dinas Perkebunan
Provinsi KabupatenKota Memberikan rekomendasi dalam pengaturan macam
komoditas perkebunan maupun areal yang akan dikembangkannya dengan memperhatikan kebutuhan
tanaman tersebut akan air.
6 Balai Pengelolaan DAS Wampu Sei Ular
Bertanggungjawab untuk konservasi tanah dan rehabilitasi lahan dalam kawasan hutan pada daerah aliran sungai.
7 Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi
KabupatenKota Bertanggungjawab dalam pengaturan, pengendalian dan
perkiraan pengembangan perikanan. 8 Dinas Perindustrian dan
Perdagangan Provinsi KabupatenKota
Memberikan panduan teknis pada industri dalam semua bidang produksi, pemasaran dan pengendalian
lingkungan. 10 Departemen Energi dan
Sumber Daya Mineral ProvinsiKabupatenKota
a.
Memberikan arahan teknis untuk pemerintah provinsi
b.
Memberikan persetujuan dalam eksploitasi air tanah
c.
Mengawasi kegiatan PT. PLN dan berkoordinasi dengan Dirjen SDA datam mengendalikan perijinan
penggunaan air 11 Dinas Pertambangan
ProvinsiKabupatenKota Menetapkan alokasi dan pencabutan jadwal pengambilan
air tanah setelah disetujui oleh Kementerian ESDM 12 Badan Pengendalian
Dampak Lingkungan atau Badan Lingkungan
Hidup ProvinsiKabupaten Kota
d.
Membantu GubernurBupatiWalikota dalam mengelota dampak lingkungan termasuk mencegah
dan mengendalikan polusi dan kerusakan lingkungan
e.
Membantu GubernurBupatiWalikota dalam rehabilitasi kualitas lingkungan
Universita Sumatera Utara
No. Instansi
Tugas dan Tanggung Jawab
13 Badan Perencanaan Pembangunan Provinsi
KabupatenKota Bertanggungjawab untuk perencanaan detail tata guna
lahan dan kawasan pada tingkat provinsi kabupatenkota 14 Perusahaan Daerah Air
Minum PDAM Bertanggungjawab untuk menyediakan air untuk
perkotaan dan industri 17 Dinas-Dinas Teknis yang
ada di KabupatenKota Membantu BupatiWalikota dalam melaksanakan tugas-
tugas terkait dengan pemanfaatan, konservasi dan pengendalian daya rusak air
Sumber: Pola PSDA WS BUP TA.2012
4.12.5. Wadah Koordinasi
1. Air merupakan kebutuhan pokok bagi kelangsungan kehidupan masyarakat
dan daerah alirannya melewati batas-batas wilayah administrasi. Di sisi lain pengelolaan SDA sangat terkait dengan kepentingan banyak sektor. Terkait
dengan hal tersebut, maka perlu dibentuk suatu wadah koordinasi yang beranggotakan wakil dari pihak-pihak yang terkait baik dari unsur
pemerintah maupun non pemerintah dengan jumlah yang seimbang. Wadah koordinasi tersebut merupakan institusi tempat segenap pemilik kepentingan
dalam bidang SDA melakukan koordinasi dalam rangka mengintegrasikan kepentingan berbagai sektor, wilayah dan para pemilik kepentingan dalam
bidang SDA. Wadah koordinasi tersebut berupa:
a. Tim Koordinasi Pengelolaan Sumber Daya Air TKPSDA Wilayah
Sungai Belawan-Ular-Padang sebagai wadah koordinasi dalam pengelolaan Sumber Daya Air, mempunyai fungsi:
Konsultasi dengan pihak terkait yang diperlukan guna keterpaduan pengelolaan Sumber Daya Air pada wilayah sungai lintas provinsi
serta tercapainya kesepahaman antar sektor, antar wilayah dan antar pemilik kepentingan.
Lanjutan Tabel 4.14
Universita Sumatera Utara
b.
c. Pengintegrasian dan penyelarasan kepentingan antar sektor, antar
wilayah serta antar pemilik kepentingan dalam pengelolaan sumber daya air pada Wilayah Sungai Belawan-Ular-Padang.
Pemantauan dan evaluasi pelaksanaan program dan rencana kegiatan pengelolaan sumber daya air pada Wilayah Sungai
Belawan-Ular-Padang.
a. Sedangkan tugas Tim Koordinasi Pengelolaan Sumber Daya Air
TKPSDA ádalah mengkoordinasi pengelolaan sumber daya air melalui:
b. Pembahasan rancangan pola dan rancangan rencana pengelolaan
sumber daya air pada Wilayah Sungai Belawan-Ular-Padang guna perumusan bahan pertimbangan untuk penetapan pola dan rencana
pengelolaan sumber daya air;
c. Pembahasan rancangan program dan rancangan rencana kegiatan
pengelolaan sumber daya air pada Wilayah Sungai Belawan-Ular- Padang guna perumusan bahan pertimbangan untuk penetapan
program dan rencana kegiatan sumber daya air;
d. Pembahasan usulan rencana alokasi air dari setiap sumber air pada
Wilayah Sungai Belawan-Ular-Padang guna perumusan bahan pertimbangan untuk penetapan rencana alokasi air;
Pembahasan rencana pengelolaan sistem informasi hidrologi. Hidrometeorologi pada wilayah sungai Belawan-Ular-Padang
untuk mencapai keterpaduan pengelolaan sistem informasi;
Universita Sumatera Utara
e.
f. Pembahasan rancangan pendayagunaan sumber daya manusia,
keuangan, peralatan dan kelembagaan untuk mengoptimalkan kinerja pengelolaan sumber daya air pada Wilayah Sungai
Belawan-Ular-Padang;
2. Pemberian pertimbangan kepada Menteri mengenai pelaksanaan
pengelolaan sumber daya air pada Wilayah Sungai Belawan-Ular- Padang.
Dewan Sumber Daya Air Dewan SDA
a. Dewan Sumber Daya Air merupakan wadah koordinasi pengelolaan
sumber daya air yang mempunyai tugas pokok membantu Gubernur dalam melakukan koordinasi:
b. Penyusunan dan perumusan kebijaksanaan serta strategis
pengelolaan Sumber Daya Air
c. Penyusunan program dan kegiatan pengelolaan Sumber Daya Air
Penyusunan dan perumusan kebijaksanaan pengelolaan sistem informasi hidrologi, hidrometeorologi dan hidrogeologi
Pemantuan dan evaluasi pelaksanaan tindak lanjut penetapan Wilayah Sungai dan cekungan air tanah.
a. Fungsi Dewan Sumber Daya Air adalah menyelenggarakan fungsi
koordinasi pengelolaan sumber daya air melalui: Konsultasi dengan pihak terkait guna keterpaduan dan
pengintegrasian kebijakan serta tercapainya kesepahaman dan keselarasan kepentingan antarsektor, antarwilayah dan antarpemilik
kepentingan.
Universita Sumatera Utara
b.
c. Pemantauan dan evaluasi pelaksanaan kebijakan nasional
pengelolaan Sumber Daya Air.
d. Konsultasi dengan pihak terkait guna pemberian pertimbangan
untuk penetapan wilayah sungai dan cekungan air tanah.
e. Konsultasi dengan pihak terkait guna keterpaduan kebijakan sistem
informasi hidrologi, hidrometeorologi, dan hidrogeologi. Pemantauan dan evaluasi pelaksanaan kebijakan sistem informasi
hidrologi, hidrometeorologi, dan hidrpgen
Universita Sumatera Utara
No. Sub Aspek
Hasil Analisis SasaranTarget yang
Ingin Dicapai Strategi Terpilih
Kebijakan yang dilakukan LembagaInstansi
Terkait Waktu
Pelaksanaan Umum
Operasional 1
Analisis Erosi Dan Sedimentasi
Terkait Pengelolaan
Lahan Di Sungai Percut
-
Berkurang potensi resapan air dari 283,78
mmtahun tahun 1995 menjadi 146,47
mmtahun tahun 2008 akibat pengurangan luas
lahan resapan dari 22.901,25 ribu ha tahun
1995 menjadi 11.408,88 ribu ha tahun
2008
-
Mengembalikan fungsi resapan
dengan mempertahankan
vegetasi
-
Penghijauan daerah resapan
dan tangkapan air rehabilitasi
lahan
-
Menyusun rencana rehabilitasi hutan dan
lahan kritis
-
Menetapkan kawasan daerah resapan dan
tangkapan air
-
Menetapkan Perda pelestarian daerah
resapan dan tangkapan air.
-
Pemantauan dan pengawasan
pelaksanaan kegiatan
-
Melakukan kegiatan
rehabilitasi hutan pada
seluruh kabupaten
kota di sekitar Sungai Percut
seluas 5,46 ribu Ha,
-
Penyusunan grand design
rehabilitasi hutan
BP DAS dan Dinas Kehutanan Provinsi
KabupatenKota 2015
-
Pengolahan lahan tidak sesuai dengan kaidah
konservasi dan peningkatan nilai
koefisien limpasan permukaan dengan
rerata sebesar 0,63 tahun 1995 menjadi
0,67 tahun 2008 yang terjadi di Sungai Percut
-
Mendorong pengolahan lahan
yang sesuai dengan kaidah konservasi
dan mengembalikan fungsi hutan
-
Pengolahan lahan sesuai
kaidah konservasi
-
Sosialisasi kepada masyarakat tentang
pemanfaatan lahan untuk budidaya
tanaman produktif di kawasan hutan
dengan sistem agroforestry dengan
cakupan 30.
-
Pembuatan peraturan pengolahan
tanahlahan budidaya di hulu.
-
Pemantauan dan pengawasan
pelaksanaan
kegiatan.
-
Penerapan system
terasering sengkedan,
pembuatan talud penahan
tanah, perkuatan
tebing untuk mencegah
longsor dan erosi.
Dinas Kehutanan ProvinsiKabupaten
Kota, Dinas Pertanian ProvinsiKabupaten
Kota
Tabel 4.15. Matrik Strategi Pengelolaan Sedimentasi di Muara Sungai Percut
Universita Sumatera Utara
-
Terjadi penebangan liar yang mengakibatkan
peningkatan lahan kritis di DAS Deli sebesar
4,69 ribu ha. Berkurangnya
bencana banjir, lahan kritis, kekeringan,
pencemaran air dan lain-lain
-
Penegakan hukum
-
Sosialisasi peraturan
perundang- undangan
-
Rehabilitasi lahan kritis
-
Pemberdayaan masyarakat.
-
Menetapkan Perda pelestarian dan
konservasi
-
Penegakan hokum terhadap pelaku
penebangan liar.
-
Menimbulkan rasa kesadaran
masyarakat akan aturan.
-
Mengikutsertakan masyarakat dalam
usaha konservasi.
-
Pemantauan dan pengawasan
pelaksanaan kegiatan.
-
Penghijauan yang dilakukan
di awal musim hujan.
BP DAS, Dinas Kehutanan Provinsi
KabupatenKota, Bappeda Provinsi
KabupatenKota, LSM, Masyarakat
2015
Peningkatan nilai rerata besaran erosi lahan dari
6,504 tonhatahun menjadi 57,86
tonhatahun dengan luasan total 12.298,5 ha di
Sungai Percut
-
Mengurangi laju erosi
-
Perbaikan lingkungan
lahan
-
Implementasi program
konservasi dan rehabilitasi
lahan
-
Menetapkan Perda pelestarian dan
konservasi
-
Penegakan hukum terkait pelaku
pengrusakan lingkungan
-
Mengikutsertakan masyarakat dalam
usaha konservasi
-
Pemantauan dan penga-wasan
pelaksanaan kegiatan
-
Mengurangi kemiringan
lahan dengan bangunan
pengendali sedimen
-
Penghijauan seluas 5,46
ribu ha yang dilakukan di
awal musim hujan
BWS Sumatera II, BP DAS, Dinas Kehutanan
Provinsi KabupatenKota,
Bappeda Provinsi KabupatenKota, LSM,
Masyarakat 2015
2 Analisis
Pengelolaan Lingkungan
Sungai Percut terkait Daya
Dukung Lingkungan dan
Terjadi konflik kepentingan pemakaian
air
-
Terwujudnya pola alokasi air
-
Mengurangi konflik kepentingan dalam
pemakaian air
-
Terbit Perda alokasi
-
Mewujudkan zona
pemanfaatan SDA ke dalam
peta RTRW ProvinsiKabupat
-
Penetapan zona pemanfaatan sumber
air ke dalam peta Tata Ruang Provinsi
Sumatera Utara dan RTRW
Pemda Provinsi Kabupaten, Balai
Wilayah Sungai Sumatera II, Dinas
PSDA
Universita Sumatera Utara
Rencana Tata Ruang
dan hak guna air bagi pengguna air
en Kota
-
Mewujudkan daerah sempadan
sungai dan mata air
-
Antisipasi konflik
pemakaian air
-
Memperkuat peran masyarakat
terhadap lingkungan
sungai KabupatenKota
-
Penetapan Perda tentang kawasan
sempadan sungai di kawasan padat
penduduk dan kawasan sumber air
-
Penetapan Perda tentang alokasi dan
hak guna air bagi pengguna yang
sudah ada dan pengguna baru
-
Sosialisasi terhadap masyarakat di sekitar
sungai untuk tidak membuang sampah
di badan sungai
-
Pelibatan masyarakat dalam penentuan
alokasi air dan sempadan sungai dan
sumber air
-
Pemantauan dan penga-wasan
pelaksanaan kegiatan
3 Analisis
Pemanfaatan Material Hasil
Pengerukan Sebagai Bahan
Timbunan Dari Pada Material
Timbunan Tanah Didatangkan
-
Tingginya tingkat sedimentasi di muara
Sungai Percut sebesar 119 tontahun dengan
luas 18.600 ha. Sehingga diperoleh
tingkat sedimentasinya 6,408 tonhath
-
Pemanfaatan material hasil
pengerukan sebagai bahan tanah
timbunan
-
Adanya Tempat
Penimbunan Hasil
Pengerukan
-
Pemantauan dan pengawasan
pelaksanaan kegiatan Dibentuknya
badan pengelolaan hasil
pengerukan sedimentasi
Pemda Provinsi KabupatenKota, Balai
Wilayah Sungai Sumatera II, Masyarakat
2014
Universita Sumatera Utara
4
Pemberdayaan Stakeholder dan
Lembaga Pengelola Sumber Daya Air
-
Kurangnya peran serta masyarakat dalam
kelemba-gaan pengelolaan sumber daya air
-
Kurangnya kordinasi antar pihak yang terkait dalam
pengelolaan sumber daya air
-
Lembagawadah koordinasi
Pengelolaan SDA terbentuk
-
Meningkatnya koordinasi antar pihak
dalam pengelolaan sumber daya air
-
Pengembangan kelembagaan
wadah Koordinasi
Pengelolaan SDA
-
Meningkatkan Koordinasi
dalam kegiatan pengelolaan
SDA
-
Pembuatan dan penetapan Perda
tentang pelibatan masyarakat,
stakeholders dalam setiap kegiatan
pengelolaan sumber daya air
-
Memfasilitasi kegiatan pelibatan masyarakat
dalam pertemuan konsultasi masyarakat
-
Mengembangkan koordinasi antar
lembaga dan masyarakat
-
Melibatkan masyarakat dalam kegiatan
pengelolaan sumber daya air
-
Membentuk wadah koordinasi antar pihak
terkait
-
Melakukan koordinasi antar pihak terkait
dalam pengelolaan informasi sumber daya
air Pemda Provinsi
KabupatenKota, Balai Wilayah Sungai Sumatera
II, Masyarakat
2015
5
Pelibatan dan Peningkatan Peran
Masyarakat
-
Rendahnya tingkat kesadaran masyarakat
terhadap lingkungan dan sumber daya air seperti:
pembuangan sampah di sungai, pengambilan
humus hutan di Kab. Deli Serdang
-
Meningkatnya kesadaran masyarakat
untuk berpartisipasi dalam pengelolaan
sumber daya air
-
Meningkatkan peran masyarakat
sebagai bagian dalam pengelolaan
SDA
-
Meningkatkan peran masyarakat sebagai
bagian dalam pengelolaan SDA
Pemda Provinsi KabupatenKota, Balai
Wilayah Sungai Sumatera II, Masyarakat
2015
Universita Sumatera Utara
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN