Erosi dan Sedimentasi TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Erosi dan Sedimentasi

Erosi dan Sedimentasi merupakan proses terlepasnya butiran tanah dari induknya di suatu tempat dan terangkutnya material tersebut oleh gerakan air atau angin kemudian diikuti dengan pengendapan material yang terdapat di tempat lain Suripin, 2002. Terjadinya erosi dan sedimentasi menurut Suripin, 2002 tergantung dari beberapa faktor yaitu karakteristik hujan, kemiringan lereng, tanaman penutup dan kemampuan tanah untuk menyerap dan melepas air ke dalam lapisan tanah dangkal, dampak dari erosi tanah dapat menyebabkan sedimentasi di sungai sehingga dapat mengurangi daya tampung sungai. Sejumlah bahan erosi yang dapat mengalami secara penuh dari sumbernya hingga mencapai titik control dinamakan hasil sedimen sediment yield.Hasil sedimen tersebut dinyatakan dalam satuan berat ton atau satuan volume m3 dan juga merupakan fungsi luas daerah pengaliran. Dapat juga dikatakan hasil sedimen adalah besarnya sedimen yang berasal dari erosi yang terjadi didaerah tangkapan air yang diukur pada periode waktu dan tempat tertentu Asdak C., 2007. Dari proses sedimentasi, hanya sebagian aliran sedimen di sungai yang diangkut keluar dari DAS, sedangkan yang lain mengendap di lokasi tertentu dari sungai Gottschalk, 1948, dalam Ven T Chow, 1964 dalam Suhartanto, 2001. Universita Sumatera Utara Bahan sedimen hasil erosi seringkali bergerak menempuh jarak yang pendek sebelum akhirnya diendapkan. Sedimen ini masih tetap berada di lahan atau diendapkan di tempat lain yang lebih datar atau sebagian masuk ke sungai. Persamaan umum untuk menghitung sedimentasi suatu DAS belum tersedia, untuk lebih memudahkan dikembangkan pendekatan berdasarkan luas area. Rasio sedimen terangkut dari keseluruhan material erosi tanah disebut Nisbah Pelepasan Sedimen Sediment Delivery RatioSDR yang merupakan fungsi dari luas area. Perhitungan Nisbah Pelepasan Sedimen Sediment Delivery Ratio atau cukup dikenal dengan SDR adalah perhitungan untuk memperkirakan besarnya hasil sedimen dari suatu daerah tangkapan air. Perhitungan besarnya SDR dianggap penting dalam menentukan prakiraan yang realistis besarnya hasil sedimen total berdasarkan perhitungan erosi total yang berlangsung di daerah tangkapan air. Perhitungan ini tergantung dari faktor-faktor yang mempengaruhi , hubungan antara besarnya hasil sedimen dan besarnya erosi total yang berlangsung di daerah tangkapan air umumnya bervariasi.Variabilitas angka SDR dari suatu DAS akan ditentukan : Sumber sedimen, jumlah sedimen, sistem transpor, Tekstur partikel-partikel tanah yang tererosi, lokasi deposisi sedimen dan karateristik DAS Asdak C., 2007 Besarnya SDR dalam perhitungan-perhitungan erosi atau hasil sedimen untuk suatu daerah aliran sungai umumnya ditentukan dengan menggunakan grafik hubungan luas DAS dan besarnya SDR seperti dikemukakan oleh Roehl 1962 dalam Asdak C. 2007.Hubungan luas DAS Universita Sumatera Utara SDR = Hasil Sedimen yang diperoleh Erosi Total pada suatu DAS dan besarnya SDR dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 2.1 Hubungan Luas DAS dan Sediment Delivery Ratio SDR Sumber : Sitanala Arsyad, 2000 Sedang cara lain untuk memnetukan besarnya SDR adalah dengan menggunakan persamaan : Sedang total sedimen yang diperbolehkan dalam suatu DAS adalah hasil kali SDR dengan toleransi erosi untuk tanah, besarnya toleransi erosi untuk tanah menurut Thompson 1957 tergantung dari sifat tanah dan letaknya, hal ini dapat dilihat pada Tabel 2.2 Luas SDR 2 Ha 0.10 10 0.520 0.50 50 0.390 1.00 100 0.350 5.00 500 0.250 10.00 1000 0.220 50.00 5000 0.153 100.00 10000 0,127 500,00 50.000 0,079 Universita Sumatera Utara Tabel 2.2. Toleransi erosi untuk tanah Thompson, 1957 No Sifat tanah dan substratum Toleransi erosi tonhatahun 1 Tanah dangkal, di atas batuan 1,12 2 Tanah dalam, di atas batuan 2,24 3 Tanah dengan lapisan bawahnya subsoilpadat, di atas sub stratum yang tidak terkonsolidasi telah mengalami pelapukan 4,48 4 Tanah dengan lapisan bawahnya berpermeabilitas lambat, di atas bahan yang tidak terkonsolidasi. 8,96 5 Tanah dengan lapisan bawahnya berpermeabilitas sedang, di atas bahan yang tidak terkonsolidasi. 11,21 6 Tanah yang lapisan bawahnya permeabel agak cepat, di atas bahan yang tidak terkonsolidasi 13,45 Sumber : Sitanala Arsyad, 2000 Hasil sedimen dari suatu daerah aliran tertentu dapat ditentukan dengan pengukuran pengangkutan sedimen terlarut suspended sediment pada titik kontrol dari alur sungai. Sedimen yang sering dijumpai dalam sungai baik terlarut maupun tidak terlarut adalah merupakan produk dari pelapukan batuan induk yang dipengaruhi oleh faktor lingkungan terutama perubahan iklim. Hasil pelapukan batuan-batuan tersebut dikenal sebagai partikel-partikel tanah, oleh karena itu pengaruh dari tenaga kinetis air hujan dan aliran air permukaan terutama di daerah tropis, partikel-partikel tanah tersebut dapat terkelupas dan terangkut ke tempat yang lebih rendah untuk kemudian masuk ke dalam sungai dan dikenal sebagai sedimen. Karena adanya proses transport sedimen yang terjadi akibat aliran air sungai maka akan berakibat pada pendangkalan-pendangkalan dan terbentuknya tanah- tanah baru di daerah pinggir-pinggir sungai dan delta-delta sungai. Universita Sumatera Utara Berdasarkan jenis sedimen dan ukuran partikel-partikel tanah serta komposisi mineral dari bahan induk yang menyusunnya dikenal berbagai jenis sedimen seperti pasir, liat dan lainnya tergantung pada ukuran partikelnya. Kecepatan aliran sungai biasanya lebih besar pada badan sungai dibandingkan di tempat dekat dengan permukaan tebing ataupun dasar sungai, dalam pola aliran sungai yang tidak menentu turbulance flow tenaga momentum yang diakibatkan oleh kecepatan aliran yang tak menentu tersebut akan dipindahkan ke arah aliran air yang lebih lambat oleh gulungan-gulungan air yang berawal dan berakhir secara tidak menentu juga. Gulungan-gulungan aliran air akan mengakibatkan terjadinya bentuk perubahan dari tenaga kinetis yang dihasilkan oleh adanya gerakan aliran sungai menjadi tenaga panas, yang berarti bahwa ada tenaga yang hilang akibat gerakan gulungan aliran air tersebut. Namun ada juga sebagian tenaga kinetis yang bergerak ke dasar aliran sungai yang memungkinkan terjadinya gerakan partikel-partikel besar sedimen yang berada di dasar sungai dan dikenal sebagai sedimen merayap Asdak C.,2007. Berdasarkan pada jenis sedimen dan ukuran partikel-partikel tanah serta komposisi mineral dari bahan induk yang menyusunnya dikenal berbagai jenis sedimen seperti pasir, liat dan lainnya tergantung pada ukuran partikelnya. Menurut ukurannya, sedimen dibedakan menjadi beberapa jenis seperti pada Tabel 3 Dunne Leopold, 1978 dalam Asdak C, 2007 Besarnya SDR dalam perhitungan-perhitungan erosi atau hasil sedimen untuk suatu daerah aliran sungai umumnya ditentukan dengan menggunakan grafik hubungan luas DAS dan besarnya SDR seperti dikemukakan oleh Roehl Universita Sumatera Utara 1962 dalam Asdak C. 2007. Hubungan luas DAS dan besarnya SDR dapat dilihat pada Tabel 2.1. Tabel 2.3 Hubungan Luas DAS dan Sediment Delivery Ratio SDR Luas SDR Km Ha 2 0.10 10 0.520 0.50 50 0.390 1.00 100 0.350 5.00 500 0.250 10.00 1000 0.220 50.00 5000 0.153 100.00 10000 0,127 500,00 50.000 0,079 Sumber : Sitanala Arsyad, 2000 Sedang cara lain untuk memnetukan besarnya SDR adalah dengan menggunakan persamaan : Hasil sedimen yang diperoleh Erosi Total pada suatu DAS Sedang total sedimen yang diperbolehkan dalam suatu DAS adalah adalah hasil kali SDR dengan toleransi erosi untuk tanah, besarnya toleransi erosi untuk tanah menurut Thompson 1957 tergantung dari sifat tanah dan letaknya, hal ini dapat dilihat pada Tabel 2.2 Hasil sedimen dari suatu daerah aliran tertentu dapat ditentukan dengan pengukuran pengangkutan sedimen terlarut suspended sediment pada titik kontrol dari alur sungai. Sedimen yang sering dijumpai dalam sungai baik terlarut maupun tidak terlarut adalah merupakan produk dari pelapukan batuan induk yang dipengaruhi oleh faktor lingkungan terutama perubahan iklim. Hasil pelapukan batuan-batuan tersebut dikenal sebagai partikel-partikel tanah, oleh karena itu pengaruh dari tenaga kinetis air hujan dan aliran air permukaan SDR = Universita Sumatera Utara terutama di daerah tropis, partikel-partikel tanah tersebut dapat terkelupas dan terangkut ke tempat yang lebih rendah untuk kemudian masuk ke dalam sungai dan dikenal sebagai sedimen. Karena adanya proses transport sedimen yang terjadi akibat aliran air sungai maka akan berakibat pada pendangkalan- pendangkalan dan terbentuknya tanah-tanah baru di daerah pinggir-pinggir sungai dan delta-delta sungai. Berdasarkan pada jenis sedimen dan ukuran partikel-partikel tanah serta komposisi mineral dari bahan induk yang menyusunnya dikenal berbagai jenis sedimen seperti pasir, liat dan lainnya tergantung pada ukuran partikelnya. Menurut ukurannya, sedimen dibedakan menjadi beberapa jenis seperti pada Tabel 2.6 Dunne Leopold, 1978 dalam Asdak C, 2007 Tabel 2.4. Jenis sedimen berdasarkan ukuran partikel Jenis Sedimen Ukuran partikel mm Liat 0.0039 Debu 0.0039-0.0625 Pasir 0.0625 – 2.00 Pasir besar 2.00 – 64 Sumber : Asdak C.2007 Kecepatan aliran sungai biasanya lebih besar pada badan sungai dibandingkan di tempat dekat dengan permukaan tebing ataupun dasar sungai, dalam pola aliran sungai yang tidak menentu turbulance flow tenaga momentum yang diakibatkan oleh kecepatan aliran yang tak menentu tersebut akan dipindahkan ke arah aliran air yang lebih lambat oleh gulungan-gulungan air yang berawal dan berakhir secara tidak menentu juga. Gulungan-gulungan aliran air akan mengakibatkan terjadinya bentuk perubahan dari tenaga kinetis yang dihasilkan oleh adanya gerakan aliran Universita Sumatera Utara sungai menjadi tenaga panas, yang berarti bahwa ada tenaga yang hilang akibat gerakan gulungan aliran air tersebut. Namun ada juga sebagian tenaga kinetis yang bergerak ke dasar aliran sungai yang memungkinkan terjadinya gerakan partikel-partikel besar sedimen yang berada di dasar sungai dan dikenal sebagai sedimen merayap Asdak C.,2007. Besarnya perkiraan hasil sedimen menurut Asdak C.2007 dapat ditentukan berdasarkan persamaan sebagai berikut : Y = E SDR Ws Dimana : Y = Hasil sedimen per satuan luas E = Erosi Jumlah Ws = Luas Daerah Aliran Sungai. SDR = Sediment Delivery Ratio Nisbah Pelepasan Sedimen Besarnya nilai SDR dalam perhitungan hasil sedimen suatu daerah aliran sungai umumnya ditentukan dengan menggunakan tabel hubungan antara luas DAS dan besarnya SDR tabel 1 Untuk menghitung perkiraan besarnya erosi yang terjadi di suatu DAS dapat digunakan metode USLE, menurut Asdak C. 2007 dengan formulasi: E = R.K.LS.C.P Dimana : E = perkiraan besarnya erosi jumlah tonhatahun R = faktor erosivitas hujan K = faktor erodibilitas lahan L.S = faktor panjang – kemiringan lereng Universita Sumatera Utara 2,731M = K 3,25 b 2 2,5 c 3 a 1,14 − 4 10 12 − + ฀ − ฀฀ − 100 C = faktor tanaman penutup lahan atau pengelolaan tanaman P = faktor tindakan konservasi lahan Adapun masing – masing faktor dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. Erositas Hujan R

Erosivitas hujan adalah kemampuan air hujan sebagai penyebab terjadinya erosi yang bersumber dari laju dan distribusi tetesan air hujan, dimana keduanya mempengaruhi besarnya energi kinetik air hujan Berdasarkan data curah hujan bulanan, faktor erosivitas hujan R dapat dihitung dengan mempergunakan persamaan Asdak C.,2007persamaan Asdak C.,2007 R = 2.21 P Dimana : 1.36 R : Indeks erosivitas P : Curah hujan bulanan cm

2. Erodibilitas Tanah K

Nilai erodibilitas tanah K ditentukan oleh tekstur, struktur, permeabilitas tanah dan kandungan bahan organik dalam tanah Weschemeier et all, 1971. Penentuan nilai K dapat ditentukan dengan nomograf atau dapat pula dihitung dengan mempergunakan persamaan Hammer, 1970, sebagai berikut : Dimana : K : Faktor erodibilitas tanah b: kode strukur tanah M: Parameter ukuran butir c: kode permeabilitas tanah a : Prosentase bahan organik C x 1,724 Dalam mempergunakan persamaan di atas dapat dilakukan dengan ketentuan – Universita Sumatera Utara ketentuan sebagai berikut : 1 Bila data tekstur tanah yang tersedia hanya fraksi pasir, debu dan liat, prosentase pasir sangat halus dapat diduga sepertiga dari prosentase pasir. 2 Bila data tekstur hasil analisa laboratorium tidak tersedia maka dapat dipergunakan pendekatan sesuai pada Tabel 2.4. 3 Bila data bahan organik tidak tersedia, maka dapat ditentukan dari Tabel 2.5. angka prosentase bahan organik 5 digunakan sebagai acuan maksimum. Tabel 2.5. Penilaian Ukuran Butir – M HAMMER 1978 Kelas Tekstur USDA Nilai M Kelas Tekstur USDA Nilai M Heavy clay 210 Loamy sand 3245 Medium clay 750 Silty clay loam 3770 Sandy clay 1215 Sandy loam 4005 Light clay 1685 Loam 4390 Sandy clay loam 2160 Silt loam 6330 Silty clay 2830 Silt 8245 Clay loam 2830 Tidak diketahui 4000 Sandy 3035 Sumber : Suripin. 2002 Tabel 2.6. Kelas Kandungan Bahan Organik Klas Prosentase Kelas Prosentase Sangat rendah 1 Tinggi 3,1 – 5 Rendah 1 – 2 Sangat Tinggi 5 Sedang 2,1 - 3 Sumber : Suripin 2002 Universita Sumatera Utara Tabel 2.7. Nilai K untuk Beberapa Jenis Tanah di Indonesia Arsyad, 1979. No. Jenis Tanah Nilai K 1. Latosol Inceptisol, Oxic subgroup Darmaga, bahan induk volkanik 0,04 2. Mediteran Merah Kuning Alfisol Cicalengka, bahan induk volkanik 0,13 3. Mediteran Alfisol Wonosari, bahan induk breksi dan batuan liat 0,21 4. Podsolik Merah Kuning Ultisol Jonggol, bahan induk batuan liat 0,15 5. Regosol Inceptisol Sentolo, bahan induk batuan liat 0,11 6. Grumusol Vertisol Blitar, bahan induk serpih shale 0,24 7. Alluvial 0,15 Sumber : Suripin 2002

3. Kemiringan Lereng LS

Peta kemiringan lereng diperoleh dari evaluasi garis kontur pada peta topografi skala 1 : 50.000 seri A.M.S – T.725 yang dibantu dengan mempergunakan perangkat lunak. Dalam pembuatan nilai indeks panjang dan kemiringan lereng LS ini hanya ditentukan dari kemiringan lereng saja

4. Pengelolaan Tanaman C

Dalam penentuan indeks pengelolaan tanaman ini ditentukan dari peta tata guna lahan dan keterangan tata guna lahan pada peta topografi ataupun data yang langsung diperoleh dari lapangan.

5. Konservasi Tanah P

Sedangkan penentuan indek konservasi tanah ditentukan dari interprestasi jenis tanaman dari tata guna lahan yang dievaluasi dengan kemiringan lereng serta pengecekan di lapangan.

6. Penentuan Bahaya Erosi

Bahaya erosi pada dasarnya adalah suatu perkiraan jumlah tanah hilang yang akan terjadi pada suatu unit lahan, bila pengelolaan tanaman dan konservasi Universita Sumatera Utara tanah tidak mengalami perubahan dalam jangka waktu tertentu. Erosi tanah akan dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain curah hujan yang akan berpengaruh terhadap erosivitas hujan, erodibilitas tanah, kemiringan lereng atau indeks panjang lereng, indeks pengelolaan tanaman dan indeks konservasi tanah. Dalam hal ini perkiraan jumlah tanah hilang maksimum yang akan terjadi pada unit lahan diperhitungkan dengan rumus yang telah dikembangkan oleh Smith dan Wischmeier atau dikenal sebagai Universal Soil Loss Equation USLE. Perhitungan bahaya erosi setiap unit lahan dilakukan dengan cara menumpang tindihkan faktor – faktor yang mempengaruhi erosi tersebut di atas. Kemudian besarnya bahaya erosi dikelompokkan seperti yang terlihat pada Tabel 2.10. Tabel 2.8. Kelas Bahaya Erosi Kelas Bahaya erosi tonhatahun mmtahun I Sangat Ringan 1,75 0,1 II Ringan 1,75 – 17,50 0,1 – 1,0 III Sedang 17,50 – 46,25 1,0 – 2,5 IV Berat 46,25 - 92,50 2,5 - 5,0 V Sangat Berat 92,50 5,0 Sumber : Suripin 2002 Perhitungan besarnya debit sedimen harian menurut Suripin 2002 dihitung dengan rumus : Qs = 0.0864 Cs Qw Qs = Debit sedimen harian tonhari Qw = Debit aliran harian m3det Cs = Konsentrasi sediment layang mgl Universita Sumatera Utara

2.2. Daerah Aliran Sungai

Secara umum Daerah Aliran Sunga DAS dapat didefinisikan sebagai suatu wilayah, yang dibatasi oleh batas alam, seperti punggung bukit atau gunung, maupun batas bantuan seperti jalan atau tanggul, dimana air hujan yang turun di wilayah tersebut memberikan kontribusi aliran ke titik kontrol outlet Suripin, 2002. Daerah Aliran Sungai merupakan suatu cekungan geohidrologi yang dibatasi oleh daerah tangkap air dan dialiri oleh suatu badan sungai dan merupakan penghubung antara kawasan daratan di hulu dengan kawasan pesisir, sehingga kondisi di kawasan hulu akan berdampak pada kawasan pesisir. DAS meliputi semua komponen lahan, air dan sumberdaya biotik yang merupakan suatu unit ekologi dan mempunyai keterkaitan antar komponen. DAS mempunyai banyak sub-sistem yang juga merupakan fungsi dan bagian dari suatu konteks yang lebih luas Clark, 1996 dalam Anna S, 2001. Menurut Suranggajiwa 1978 dalam Anna S., 2001, Daerah Aliran Sungai adalah suatu ekosistem yag merupakan kumpulan dari berbagai unsur dimana unsur-unsur utamanya adalah vegetasi, tanah, air serta manusia dan segala daya upayanya yang dilakukan di daerah tersebut. Gunawan 1991 dalam Anna S, 2001 membagi komponen-komponen Daerah Aliran Sungai menjadi 2 dua yaitu : a. Lingkungan Fisik, meliputi : 1 bentuk wilayah topologi, bentuk dan luas DAS 2 tanah jenis tanah, sifat kimia fisk, kelas kemampuan 3 air kualitas dan kuantitas Universita Sumatera Utara 4 vegetasihutan jenis, kerapatan, penyebaran b. Manusia, meliputi : 1 jumlah manusia 2 kebutuhan hidup Peningkatan jumlah manusia khususnya yang tinggal di sekitar DAS akan diikuti oleh peningkatan kebutuhan hidup yang harus dipenuhi melalui pemanfaatan sumber daya alam yang merupakan bagian dari lingkungan fisik akan mempengaruhi perubahan perilaku manusia terutama dalam usaha untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Perubahan perilaku yang bersifat merusaknegative akan dapat menimbulkan tekanan terhadap lingkungan fisik, yang memiliki keterbatasan dan dikenal sebagai daya dukung lingkungan DDL. Jika tekanan semakin besar maka daya dukung lingkungan pun akan menurun. Sungai sebagai komponen utama DAS mempunyai beberapa definisi yaitu : Menurut Haslam, 1992 dalam Anna S., 2001 bahwa : a Sungai atau aliran sungai adalah jumlah air yang mengalir sepanjang lintasan di darat menuju ke laut sehingga sungai merupakan suatu lintasan dimana air yang berasal dari hulu bergabung dan menuju ke suatu arah yaitu hilir muara. b Sungai merupakan suatu tempat kehidupan perairan membelah daratan.Menurut Sulasdi, 2000 dalam Anna S., 2001, sungai mempunyaipotensi seimbang yang ditunjukkan oleh daya guna sungai tersebut antaralain untuk kebutuhan air baku, pertanian, energi dan lain- Universita Sumatera Utara lain dan sungaimampu mengakibatkan banjir, pembawa sedimentasi, serta pembawa limbahpolutan dari industri, pertanian, pemukiman dan lain-lain . Oleh karena itu,upaya pengelolaan DAS ditujukan untuk memperbesar pemanfaatannya dansekaligus memperkecil dampak negatifnya. Kawasan hulu sungai mempunyai peran penting yaitu selain sebagai tempat penyedia air untuk dialirkan ke daerah hilirnya bagi kepentingan pertanian, industry dan pemukiman juga berperan sebagai pemelihara keseimbangan ekologis untuk sistem penunjang kehidupan Supriadi, 2000 dalam Anna S., 2001 Dalam terminologi ekonomi, daerah hulu merupakan faktor produksi dominan yang sering mengalami konflik kepentingan penggunaan lahan untuk kegiatan pertanian, pariwisata, pertambangan, pemukiman dan lain-lain. Kemampuan pemanfaatan lahan hulu sangat terbatas, sehingga kesalahan pemanfaatan akan berdampak negative pada daerah hilir. Konservasi daerah hulu perlu mencakup seluruh aspek-aspek yang berhubungan dengan produksi air dan konservasi itu sendiri. Secara ekologis, hal tersebut berkaitan dengan ekosistem tangkapan air yang merupakan rangkaian proses alami suatu siklus hidrologi yang memproduksi air permukaan dalam bentuk mata air, aliran air dan sungai. Menurut Sugandhy 1999 dalam Anna S., 2001, jika dihubungkan dengan penataan ruang wilayah, maka alokasi ruang dalam rangka menjaga dan memenuhi keberadaan air, kawasan resapan air, kawasan pengamanan sumber air permukaan, kawasan pengamanan mata air, maka minimal 30 Universita Sumatera Utara dari luas wilayah harus diupayakan adanya tutupan tegakan pohon yang dapat berupa hutan lindung, hutan produksi atau tanaman keras, hutan wisata dan lain-lain. Oleh karena itu untuk pemeliharaan keseimbanganalamiah sertasiklus air, maka vegetasi hutan di daerah hulu menjadi sangat penting. Dipihak lainnya, keberadaan hutan didaerah hulu sangat dominan dipengaruhi oleh pola – pola pemanfaatan lahan local spesific land uses yang berhubungan dengan perilaku masyarakat, sehingga kepentingan masyarakat juga harus dimasukkan sebagai faktor kunci dalam kebijakan pengelolaan lahan hulu. Pengalokasian sumber daya sangat berkaitan erat dengan perencanaan pemanfaatan ruang, sehingga perencanaan tata ruang yang baik berarti efisiensi pengalokasian sumberdaya lahan untuk mengoptimalisasikan kepentingan penggunaan lahan. Sesuai dengan posisinya DAS merupakan penghubung antar kawasan daratan di hulu dengan kawasan pesisir. Sungai merupakan komponen penting dari suatu DAS yang memiliki potensi manfaat sebagai salah satu sumber air baku sekaligus mampu mengakibatkan banjir, sedimentasi maupun pembawa limbah lainnya. Karena sifatnya yang mengalir dari hulu ke hilir, maka dampak dari suatu kegiatan di hulu akan juga dirasakan di hilir, sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat keterkaitan ekologis hulu- hilir dari suatu DAS. Universita Sumatera Utara

2.3 . Pengelolaan Daerah Aliran Sungai

Pengelolaan Daerah Aliran Sungai biasanya berangkat dari satu sisi yaitu bagaimana memanfaatkan dan mendapatkan keuntungan dari adanya Daerah Aliran Sungai, namun dalam hal ini harus diingat bahwa jika ada keuntungan berarti ada kerugian, oleh karena itu aspek pengelolaan harus dilihat pada kedua aspek tersebut. Aspek pengelolaan sendiri haruslah memiliki tiga kriteria yaitu pemanfaatan, pelestarian dan pengendalian. Aspek pemanfaatan yaitu bagaimana memanfaatkan dan mendapatkan keuntungan dari adanya sumber daya air tanpa memikirkan kerugian yangakan ditimbulkan. Sedangkan aspek pelestarian dapat dilakukan agar aspek pemanfaatannya dapat berkelanjutan sehingga perlu upaya-upaya pelestarian baik dari segi jumlah maupun segi kualitas. Menjaga daerah tangkapan hujan di daerah hulu maupun di daerah hilir merupakan salah satu kegiatan pengelolaan, sehingga perbedaan debit pada musim kemarau dan musim hujan tidak terlalu besar. Dan terakhir adalah aspek pengendalian dimana kita menyadari bahwa selain pembawa manfaat sumber daya air juga memiliki daya rusak fisik maupun kimia. Badan air dalam hal ini sungai biasanya menjadi tempat pembuangan barang yang tak terpakai maupun sebagai penampung akhir hasil erosi lahan yang dapat berakibat terjadinya sedimentasi serta berakibat pada terjadinya bencana banjir. Dalam pengelolaan Daerah Aliran Sungai haruslah melihat ketiga aspek yang ada, karena jika salah satu aspek ditiadakan maka akan berakibat tidak adanya kelestarian dalam pemanfaatan bahkan dapat berakibat buruk. Jika Universita Sumatera Utara kita tidak dapat mengelola Daerah Aliran Sungai secara baik dan benar maka kita akan menerima akibatnya bahkan untuk generasi yang akan datang. Sasaran dan tujuan utama dari sistem pengelolaan DAS adalah untuk memaksimalkan keuntungan sosial ekonomi dari segala aktivitas tataguna lahan di Daerah Aliran Sungai tersebut. Sasaran dan tujuan tersebut harus dikaitkan dengan karakteristik DAS seperti kondisi sosial, budaya, ekonomi, fisik, dan biologi yang akan dikelola. Namun demikian sasaran yang akan dicapai pada umumnya adalah untuk meningkatkan atau memperbaiki keadaan DAS sehingga tingkat produktivitas di tempat tersebut tetap tinggi dan pada saat bersamaan, dampak negatif yang ditimbulkan oleh kegiatan pengelolaan tataguna lahan tersebut di daerah hilir dapat diperkecil. Kerangka pemikiran pengelolaan DAS terdiri dari tiga dimensi pendekatan analisis pengelolaan DAS yaitu Hufschmidt, 1986 dalam Asdak C, 2007 : a. Pengelolaan DAS sebagai proses yang melibatkan langkah-langkah perencanaan dan pelaksanaan yang terpisah tetapi erat kaitannya. b. Pengelolaan DAS sebagai sistem perencanaan pengelolaan dan sebagai alat implementasi program pengelolaan DAS melalui kelembagaan yang relevan dan terkait. c. Pengelolaan DAS sebagai serial aktivitas yang masing-masing berkaitan dan memerlukan perangkat pengelolaan yang spesifik. Secara konseptual, pengelolaan DAS dipandang sebagai suatu system perencanaan dari aktivitas pengelolaan sumberdaya termasuk tataguna lahan, praktek pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya setempat dan praktek Pengelolaan sumberdaya di luar daerah kegiatan, dan sebagai alat implementasi Universita Sumatera Utara untuk menempatkan usaha-usaha pengelolaan DAS seefektif mungkin melalui elemen-elemen masyarakat dan perorangan, serta pengaturan organisasi dan kelembagaan di daerah pelaksanaan. Tabel 2.9. Pengelolaan DAS sebagai suatu Sistem Perencanaan No Aktivitas Pengelolaan Sumberdaya Alat Implementasi Pengaturan Organisasi dan Kelembagaan 1 2 3 Pengaturan tataguna lahan utama Pertanian, Kehutanan, Perumputan, Pertambangan dan Pemanfaatan sumberdaya alam lainnya Praktek pengelolaan di luar wilayah proyek Untuk setiap kate gori usaha pengelolaan : 1. Peraturan –peraturan 2. Ijin dan denda 3. Harga, pajak subsidi 4. Pinjaman dan hibah 5. Bantuan teknis 6. Pendidikan dan 7. Informasi 8. Implementasi langsung oleh Instansi Umum Untuk setiap kategori usaha pengelolaan : a. Pemilikan tanah Non Organisasi b. Kebijakan ekonomi c. Pengaturan informal a. Perencanaan dan Organisasi : 2. Pengelolaan a. Jasa Pelayanan 3. Lembaga Kredit Sumber : Asdak C., 2007 Menjadi jelas bahwa upaya pengelolaan DAS yang efektif selain memerlukan penegasan isu-isu atau permasalahan penting yang memerlukan penanganan segera juga dilakukan upaya pembagian wewenang pengelolaan. Dengan demikian, masalah mekanisme koordinasi antar lembagaInstansi dalam pelaksanaan program pengelolaan DAS menjadi salah satu kunci keberhasilan. Selain itu tidak kalah pentingnya adalah perumusan secara jelas permasalahan biogeofisik antara lain kemerosotan sumberdaya hutan, tanah, dan air dan sosial ekonomi yaitu konflik kepentingan terhadap pemanfaatan sumber daya dan peningkatan pendapatan petani Asdac C., 2007. Universita Sumatera Utara

2.3.1. Kriteria dan Indikator Kinerja Ekosistem Daerah Aliran Sungai

Dalam pedoman pengelolaan ekosistem DAS, kriteria dan indikator kinerja DAS perlu ditentukan karena keberhasilan maupun kegagalan hasil program pengelolaan DAS dapat dimonitoring dan dievaluasi melalui kriteria dan indikator yang ditentukan khusus untuk maksud tersebut. Kriteria dan indikator pengelolaan DAS harus bersifat sederhana dan cukup praktis untuk dilaksanakan, terukur, dan mudah dipahami terutama oleh para pengelola DAS dan pihak lain yang mempunyai kepentingan terhadap program pengelolaan DAS. Penetapan kriteria dan indicator kinerja diupayakan agar relevan dengan tujuan penetapan kriteria dan indicator dan diharapkan akan mampu menentukan bahwa program pengelolaan DAS dianggap berhasil atau belumkurangtidak berhasil. Dengan kata lain status atau “kesehatan” suatu DAS dapat ditentukan dengan menggunakan kriteria-kriteria kondisi tata penggunaan lahan, social ekonomi, dan kriteria kelembagaan. Tabel 5 menunjukkan kriteria dan indikator untuk menentukan kinerja DAS. Tataguna, kemampuan dan kesesuaian lahan merupakan salah satu indicator dalam upaya pengelolaan DAS. Berbagai jenis, penyebaran dan luas penggunaan lahan merupakan indicator keseimbangan penutupan lahan di dalam DAS. Berdasarkan kemampuan lahannya dapat dianalisa apakah penggunaan lahan telah sesuai dibandingkan dengan penggunaan lahan yang ada sekarang. Universita Sumatera Utara Tabel 2.10. Kriteria dan Indikator Pengelolaan Daerah Aliran Sungai DAS Kriteria Indikator Parameter Standar Keterangan A. Penggun aan Lahan 1. Penutupan oleh Vegetasi IPL = { LVPLuas D AS } x 100 IPL 75 = baik 30 ≤ IPL ≤ 7 5 = sedang IPL 30 = jelek IPL = Indek Penutupan Laha n LVP = Luas lah an bervegetasi Permanen Informasi dari P eta Land Use 2. Erosi, Indek Erosi IE IE = {Erosi Aktualer osi yang ditolerir } x 100 IE ≤ 1 = bai k IE 1 = jel ek Perhitungan ero si merujuk pedom an RTL- RLKT, 1998. 3. Pengelolaan lahan Pola tanam C dan tindakan Konservasi P C x P ≤ 0,10 = baik 0,10 ≤ C x P ≤ 0,50 = sedang C x P 0,50 = jelek Perhitungan nila i C P merujuk pedoman RLT- RLKT, 1998 B. Tata Air 1. Debit Air Sungai a. KRS = Qmax Qmi n KRS 50 = baik 50 ≤ KRS ≤ 12 0 = sedang KRS 120 = jelek KRS = Koefisie n Rezim Sungai 2. Kandungan Sedimen Kadar Lumpur dalam air Semakin menu run semakin baik menurut mutu peruntukan Data SPAS 3. Kandungan Pencemaran Kadar biofisika kimia Menurut stand ar yang berlaku Menurut standar baku PP 82200 1 4. Nisbah hant ar Sedimen SDR = Total sedimen t Total Erosi SDR 50 = normal 50 ≤ SDR ≤ 75 = tdk norma l SDR 75 = rusak SDR = Sedimen Delivery Ratio Data SPAS dan hasil perhitunganpen g- ukuran erosi. Universita Sumatera Utara C.Kelembag aan 1. Keberdayaa n lembaga localadapt 2. Ketergantun gan masyarakat kepada pemerintah. 3. KISS 4. Kegiatan U saha bersama Peranan lembaga loc al dalam pengelolaan D AS Intervensi pemerinta h peraturan, kebijakan . Konflik Jumlah unit Berperan, tidak berperan Tinggi, sedang , rendah Tinggi, sedang , rendah Bertambah, berkurang, teta p Data hasil pengamatan Data hasil pengamatan Data hasil pengamatan Data dari Instan si terkait. 4. Nisbah hant ar Sedimen SDR = Total sedimen t Total Erosi SDR 50 = normal 50 ≤ SDR ≤ 75 = tdk norma l SDR 75 = rusak SDR = Sedimen Delivery Ratio Data SPAS dan hasil perhitunganpen g- ukuran erosi. D. Ekonomi 1. Ketergantun gan penduduk terhadap lahan 2. Tingkat Pendapatan 3. Produktivita s lahan 4. Jasa lingkun gan air, wisata, ik lim makro, umur waduk Kontribusi pertanian terhadap total pendap atan Pendapatan keluarga tahun Produksi hatahun Internalisasi, external itas, pembiayaan pengelol aan bersama cost sharin g 75 = ting gi 50 - 75 = sedang 50 = rendah Garis Kemiski nan BPS Menurun, tetap , meningkat Ada, tidak ada Dihitung KKt h Data dari Instan si terkait atau responden Data BPS atau responden Dalam bentuk p ajak retribusi untuk d ana lingkungan. Sumber : Supriyono,2001 dan Asdak C,2007

2.3.2. Kebijakan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai

Pengelolaan sumber daya air dilaksanakan secara terpadu multisektoral, menyeluruh hulu-hilir, kualitas-kuantitas, berkelanjutan antar generasi, berwawasan lingkungan dengan DAS satuan wilayah hidrologis sebagai kesatuan pengelolaan. Satu sungai, satu rencana, satu pengelolaan secara terpadu dengan memperhatikan sistem pemerintahan yang sekarang desentralisasi dapat ditentukan bahwa : Lanjutan Tabel 2.10 Universita Sumatera Utara a. Satuan sungai dalam artian DAS yang merupakan kesatuan wilayah hidrologis yang dapat mencakup wilayah administrative yang ditetapkan sebagai satu kesatuan wilayah yang tidak dapat dipisah-pisahkan. b. Dalam satu sungai hanya berlaku satu rencana induk dan rencana kerja yang terpadu, menyeluruh, berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. c. Dalam satu sungai ditetapkan satu sistem pengelolaan yang dapat menjamin keterpaduan kebijakan strategis dan perencanaan operasional dari hulu sampai hilir. Pengembangan dan pengelolaan sumber daya air secara nasional dilakukan secara holistik, terencana dan berkelanjutan. Perencanaan, pengembangan serta pengelolaan sumber daya air yang bersifat spesifik harus dilakukan secara terdesentralisasi dengan tetap memperhatikan kesatuan wilayah DAS. Pendayagunaan sumberdaya air harus berdasarkan prinsip partisipasi dan konsultasi pada masyarakat di setiap tingkatan dan mendorong pada tumbuhnya komitmen bersama antar pihak-pihak terkait stakeholder dan penyelenggaraan seluruh kegiatanaktivitas yang layak secara sosial. Sesuai dengan definisi pengelolaan DAS yaitu upaya manusia dalam mengendalikan hubungan timbal balik antara sumber daya alam dan manusia di dalam DAS dan segala aktivitasnya, dengan tujuan membina kelestarian dan keserasian ekosistem serta meningkatkan kemanfaatan sumberdaya alam bagi manusia secara berkelanjutan, maka sebagai konsekuensinya setiap peratura perundang - undangan maupun kebijakan yang mengatur tentang alokasi sumberdaya alam akan langsung berpengaruh terhadap Universita Sumatera Utara performance suatu DAS sebagai satuan ekosistem dengan segala komponen yang ada. Keterpaduan pengelolaan DAS sangat diperlukan yaitu dalam upaya pendekatan ekosistem karena pengelolaan DAS ini melibatkan semua pihak yang sangat berkepentingan dan sangat kompleks yaitu melibatkan multi sumberdaya alam dan buatan, multi kelembagaan, multi para pihak terkait stakeholder dan bersifat lintas batas administrasi dan ekosistem. Pola pengelolaan DAS bertumpu pada mekanisme koordinasi dan kooperasi. Fungsi koordinasi adalah proses pengendalian berbagai kegiatan,kebijakan atau keputusan berbagai organisasi dan kelembagaan sehingga tercapai keselarasan dalam pencapaian tujuan dan sasaran yang disepakati. Dua aspek penting dalam koordinasi adalah aspek koordinasi kebijakan dan koordinasi kegiatan atau program. Koordinasi kebijakan secara umum menyerupai koordinasi dalam perumusan kebijakan dan pengambilan keputusan. Karena pengelolaan DAS melibatkan banyak sector maka akan terjadi tumpang tindih kebijakan dan bahkan tabrakan kepentingan antar departemen sektoral. Untuk mencegah permasalahan tersebut menurut Asdak C. 2007 maka perlu dilakukan koordinasi dalam perumusan kebijakan yaitu : a. Koordinasi kebijakan preventif, yaitu pencegahan sedini mungkin terjadinya tabrakan kepentingan antara berbagai instansi yang terkait. b. Koordinasi strategis, lebih diarahkan kepada upaya penyelarasan antara suatu kebijakan tertentu dengan kepentingan strategis pencapaian tujuan umum yang telah disepakati bersama. Universita Sumatera Utara Koordinasi program secara umum lebih berkaitan dengan koordinasi kegiatan administrasi, menurut C. Asdak 2007 dibedakan menjadi : a. Koordinasi administrasi prosedural, pada umumnya diarahkan untuk menciptakan keselarasan berbagai prosedur dan metoda administratif. b. Koordinasi administrasi substansial, yang diarahkan untuk menciptakan keselarasan kerja dan kegiatan sinergi, bagi setiap unit organisasi termasuk individu dalam rangka tercapainya efisiensi, efektivitas, dan produktivitas pelaksanaan kebijakan demi tercapainya tujuan akhir yang telah disepakati bersama.

2.3.3. Strategi Pengelolaan Daerah Aliran Sungai

Sumber daya alam merupakan modal penting dalam menggerakkan pembangunan di suatu daerah, sehingga pengelolaan sumber daya alam menjadi masalah strategis untuk diputuskan secar adil, transparan dan berkelanjutan. Sesuai semangat yang terkandung dalam UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, maka strategi pengelolaan DAS yang bersifat lintas regional adalah : a. Membangun kesepakatan dan kesepahaman antar daerah dalam pengelolan DAS lintas regional. Masing-masing daerah memahami konsep mekanisme hidrologis yang terjadi secara alamiah dalam pemanfaatan sumberdaya alam, dimana mekanisme hidrologis ini menekankan adanya karakteristik antara satu wilayah dengan wilayah lainnya.Mekanisme ini akan memperkecil Universita Sumatera Utara pengaruh penguasaan sumberdaya dalam secara eksklusif oleh daerah-daerah yang memiliki sumber daya alam berlebih. Komitmen bersama untuk membangun sistem pengelolaan DAS yang berkelanjutan dan untuk memperoleh keseimbangan dan keserasian antara kepentingan ekonomi,ekologi dan sosial.Komitmen bersama ini adalah langkah b. Membangun legislasi yang kuat. Kebijakan publik dalam pengelolaan sumber daya alam akan memiliki kekuatan pengendalian perilaku masyarakat public apabila dikukuhkan oleh sistem yang legal hukum yang tegas dan jelas. Legalisasi pengelolaan DAS mengatur perilaku manusia dalam hubungannya terhadap pengelolaan sumber daya alam Legalisasi memberikan power dan kewenangan. c. Meningkatkan peran institusi kelembagaan Kelembagaan merupakan suatu system hokum yang kompleks, rumit, yang mencakup ideologi, hukum, adat istiadat, aturan, kebiasaaan yang tidak terlepas dari lingkungan. Kelembagaan mengatur apa yang dapat dilakukan atau yang tidak dapat dilakukan dilarang oleh individu perorangan atau organisasi atau dalam kondisi yang bagaimana individu itu dapat mengerjalan sesuatu. Oleh karena itu kelembagaan adalah suatu alat atau instrumen yang mengatur hubungan antara individu. Penataan institusi dalam pengelolaan DAS menjadi sangat sentral, dan salah satu produk institusi yang sangat penting adalah perumusan kebijakan publik. Kebijakan publik dalam pengelolaan DAS diperlukan Universita Sumatera Utara untuk menghadapi permasalahan yang kompleks dalam mengatur perilaku masyarakat dalam menjalankan sistemnya.

2.3.4. Peran Serta Masyarakat

Pengertian peran serta masyarakat dalam kerangka pemerintahan dan pembangunan oleh berbagai orang sangat berbeda, hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut : a. Sikap kerja sama masyarakat dengan cara mendatangi rapat-rapat tentang pembangunan, mengajukan pertanyaan dan lain-lain, dianggap merupakan wujud bahwa masyarakat telah berperan serta b. Pengorganisasian oleh kelompok masyarakat seperti pertemuan- pertemuan dimana aparat pemerintah dapat memberikan ceramah tentang pembangunan, peneliti menyampaikan hasil penelitiannya dan lain-lainnya, dianggap sebagai wujud peran serta masyrakat c. Perorangan, kelompok, masyarakat atau lembaga yang aktif dalam menyediakan informasi yang diperlukan untuk merencanakan program pembangunan yang efektif, juga dianggap sebagai bukti masyarakat telah berperanserta.. d. Masyarakat secara langsung atau melalui wakilnya berperan serta dalam pengambilan keputusan mengenai segala sesuatu yang menyangkut dirinya seperti tujuan pembangunan, metode pelaksanaannya dan cara- cara evaluasinya adalah merupakan wujud dari peran serta lainnya e. Masyarakat memberikan kontribusi langsung dalam bentuk pembiayaan pembangunan sebagai ungkapan masyarakat dalam berperan serta. Universita Sumatera Utara Dari kelima bentuk peran serta di atas yang menumbuhkan rasa tanggung jawab dan merupakan wujud peran serta yang cukup sesuai adalah dimana masyarakat berperan serta dalam membuat keputusan, sehingga mereka akan berusaha mematuhi atau mengikuti setiap keputusan yang telah mereka tentukan sendiri. Peran serta masyarakat sangatlah penting untuk pengelolaan suatu DAS, tidak hanya pada infrastrukur saja, tetapi melalui efisiensi penggunaan air sekitar DAS baik untuk air irigasi maupun domestik, pembuatan sumur- sumur resapan di setiap perumahanperkebunan, pembuatan penampung hujan, pencegahan erosi di lahan pertanian dengan membangun terasering dan penanaman tumbuhan yang mempunyai nilai ekonomis sehingga bermanfaat bagi Daerah Aliran Sungai serta bagi masyarakat pemakai. Dalam hal ini pengelolaan DAS diartikan sebagai upaya mengendalikan hubungan timbal balik antara manusia beserta segala aktivitasnya dengan sumber daya alam tanah, air dan vegetasi di dalam wilayah DAS, sehingga diperoleh manfaat yang optimal, lestari dalam ekossitem yang serasi, agar diperoleh manfaat yang optimal maka saah satu asas pengelolaan DAS adalah kebersamaan yaitu kebersamaan dari seluruh komponen yang terkait stakeholders dari DAS yang bersangkutan, kebersamaan berupa tanggung jawab dalam menjaga agar sumber daya alam tanah, air dan vegetasi dalam DAS memberi manfaat yang optimal dan lestari.

2.3.5. Kelembagaan 36 Konsep Metode SWOT

Permasalahan utama dalam pengelolaan DAS dan konservasi tanah berkaitan dengan masalah kelembagaan berupa : Universita Sumatera Utara a. Perbedaan sistem nilai value masyarakat berkenaan dengan kelangkaan sumber daya, sehingga penanganan persoalan di Jawa berbeda dengan di luar Jawa. b. Orientasi ekonomi yang kuat tidak diimbangi komitmen terhadap perlindungan fungsi lingkungan yang berimplikasi pada munculnya persoalan dalam implementasi tata ruang. c. Persoalan laten berkaitan dengan masalah agraria dan d. Kekosongan lembagainstansi pengontrol pelaksanaan program. Menurut Asdak C. 2007, dalam keterkaitan biofisik wilayah hulu- hilir suatuDAS, hal-hal tersebut di bawah ini perlu menjadi perhatian : a. Kelembagaan yang efektif seharusnya mampu merefleksikan keterkaitan lingkungan biofisik dan sosek dimana lembaga tersebut beroperasi. b. Apabila aktivitas pengelolaan di bagian hulu DAS akan menimbulkan dampak yang nyata pada lingkungan biofisik dan atau sosek di bagian hilir dari DAS yang sama, maka perlu adanya desentralisasi pengelolaan DAS yang melibatkan bagian hulu dan hilir sebagai satu kesatuan perencanaan dan pengelolaan. Externalities, adalah dampak positifnegatif suatu aktivitasprogram dan atau kebijakan yang dialamidirasakan di luar daerah dimana program kebijakan dilaksanakan. Dampak tersebut seringkali tidak terinternalisir dalam perencanaan kegiatan. Dapat dikemukakan bahwa negative externalities dapat mengganggu tercapainya keberlanjutan pengelolaan DAS bagi : 1 masyarakat di luar wilayah kegiatan spatial externalities, Universita Sumatera Utara 2 masyarakat yang tinggal pada periode waktu tertentu setelah kegiatan berakhir temporal externalities, dan 3 kepentingan berbagai sector ekonomi yang berada di luar lokasi kegiatan sectoral externalities. Peran strategis DAS sebagai unit perencanaan dan pengelolaan sumberdaya semakin nyata pada saat DAS tidak dapat berfungsi optimal sebagai media pengatur tata air dan penjamin kualitas air yang dicerminkan dengan terjadinya banjir, kekeringan dan tingkat sedimentasi yang tinggi.Dalam prosesnya maka kejadian-kejaian tersebut merupakan fenomena yang timbul sebagai akibat dari terganggunya fungsi DAS sebagai satu kesatuan sistem hidrologi yang melibatkan kompleksitas proses yang berlaku pada DAS. Salah satu indikator dominan yang menyebabkan terganggunya fungsi hidrologi DAS adalah terbentuknya lahan kritis.

2.4. Konsep Metode SWOT

Analisis Matriks SWOT Strength, Weakness, Opportunity, Threat adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi instansi pengelola DAS. Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan strength dan peluang oppurtunities, namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan weakness dan ancaman Threat. Proses pengambilan keputusan strategis selalu berkaitan dengan pengembangan misi, tujuan, strategi dan kebijakan perusahaan. Dengan demikian perencana strategis strategic planner harus menganalisis faktor-faktor strategis instansi pengelola DAS kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman dalam Universita Sumatera Utara kondisi yang ada saat ini. Hal ini disebut analisis situasi dan model yang paling popular untuk analisis situasi adalah analisis SWOT. Penelitian menunjukkan bahwa kinerja perusahaan dapat ditentukan oleh kombinasi faktor internal dan eksternal. Analisis SWOT membandingkan antara faktor eksternal peluang dan ancaman dengan faktor internal kekuatan dan kelemahan seperti yang terlihat pada Gambar 2.7. Kuadran 1: Ini merupakan situasi yang sangat menguntungkan. Perusahaan tersebut memiliki peluang dan kekuatan sehingga dapat memanfaatkan peluang yang ada. Strategi yang harus diterapkan dalam kondisi ini adalah mendukung kebijakan pertumbuhan yang agresif Growth oriented strategy Kuadran 2: Meskipun menghadapi berbagai ancaman, perusahaan ini masih memiliki kekuatan dari segi internal. Strategi yang harus diterapkan adalah menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang jangka panjang dengan cara strategi diversifikasi produkpasar Kuadran 3: Perusahaan menghadapi peluang pasar yang sangat besar, tetapi dilain pihak menghadapai beberapa kendalakelemahan internal. Fokus strategi ini adalah meminimalkan maasalah-masalah internal perusahaan sehingga dapat merebut peluang pasar yang lebih baik. Kuadran 4: Ini merupakan situasi yang sangat tidak menguntungkan, perusahaaan tersebut menghadapai berbagai ancaman dan kelemahan internal. Universita Sumatera Utara Sumber : Fredy Rangkuti 2005 Gambar 2.1. Diagram Analisis SWOT Alat yang dipakai untuk menyusun faktor-faktor strategis perusahaan adalah matrik SWOT. Maktrik ini dapat menggambarkan secara jelas bagaimana peluang dan ancaman eksternal yang dihadapi perusahaan dapat disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan yang dimilikinya. Matrik ini dapat menghasilkan empat set kemungkinan alternatif strategis yang dijelaskan dalam Tabel 2.8. Untuk memperoleh informasi yang sangat diperlukan dalam menyusun perencanaan strategis perusahaan dalam penelitian ini, dilakukan survei dengan menggunakan survei SWOT Balanced Scorecard Development Tool. Menurut Freddy Rangkuti 2011, konsep SWOT Balance Score Development Tools dibanding konsep manajemen strategis biasa memiliki beberapa keunggulan, yaitu: 1. Memiliki 3 tiga perspektif tambahan selain perspektif finansial. KEKUATAN KELEMAHA N PELUANG ANCAMAN Faktor Internal Faktor Eksternal Analisis SWOT Kuadran I Kuadran II Kuadran IV Kuadran III Universita Sumatera Utara 2. Menggunakan indicator lagging indikator ukuran hasil dan indicator leading indikator pemacu kinerja. Indikator ukuran hasil adalah pengukuran yang menjelaskan sesuatu telah terjadi. 3. Hubungan sebab akibat. Jika kita memiliki sejumlah indikator dimana indikator kinerja sekarang menjadi indikasi kinerja yang baik di masa depan dari indikator yang lain, maka kita telah membangun peta hubungan sebab- akibat. 4. Penerapan SWOT BSC secara berjenjang diseluruh organisasi. Umumnya perusahaan induk dengan beberapa unit bisnis pada awalnya akan menciptakan SWOT BSC bagi tingkat perusahaan, kemudian membangun kartu nilai tingkat unit bisnis di tingkat anak perusahaan Strategic Business Unit atau SBU. 5. Pembelajaran double loop learning. Perusahaan yang telah mengembangkan SWOT BSC dapat mempergunakannya untuk mengontrol kesuksesan strategi awal single loop learning sebagai dasar pertimbangan ketika strategi tersebut ditantang oleh informasi baru yang diperoleh dari lingkungan bisnis double loop learning. Tabel 2.11. Matrik Analisis SWOT Faktor Internal Faktor Eksternal Kekuatan S Tentukan faktor-faktor kekuatan internal Kelemahan W Tentukan faktor-faktor kelemahan internal PeluangO Tentukan Faktor peluang Eksternal Strategi SO Menggunakan semua kekuatan yang dimiliki untuk memanfaatkan peluang yang ada Strategi WO Mengatasi semua kelemahan dengan memanfaatkan semua peluang yang ada Universita Sumatera Utara Pengelolaan Sedimentasi Sungai Percut Ancaman T Tentukan Faktor ancaman Eksternal Strategi ST Menggunakan semua kekuatan untuk menghindari ancaman Srategi WT Menekan semua kelemahan dan mencegah semua ancaman Sumber: Rangkuti, 2005, h.31 2.5. Kerangka konseptual Strategi Pengelolaan Kerangka konseptual ini terdiri dari aliran proses berpikir sistematis yang diawali dari latar belakang penelitian, perumusan masalah, analisis permasalahan serta saransolusi alternatif terhadap permasalahan tersebut. Sebagai ilustrasi tentang proses alur pikir atau kerangka konseptual yang akan digunakan ditunjukkan pada gambar 2.2. Gambar 2.2. Kerangka Konseptual Penelitian BAB III Analisis SWOT Strategi Pengelolaan Sedimentasi Sungai Percut Realisasi Kinerja Target Kinerja Kesimpulan dan Rekomendasi GAP Faktor-Faktor Internal Faktor-Faktor Eksternal Universita Sumatera Utara METODE PENELITIAN Menurut Nazir 1988:51-52 dalam Arikunto S,1988 metode penelitian merupakan suatu kesatuan sistem dalam penelitian yang terdiri dari prosedur dan teknik yang perlu dilakukan dalam usaha penelitian.Prosedur adalah suatu usaha yang dilakukan oleh peneliti untuk menentukan urut-urutan pekerjaan dalam penelitian, sedangkan teknik penelitian memberikan alat-alat ukur apa yang diperlukan dalam melaksanakan suatu penelitian. Ditinjau dari permasalahan dan tujuan dalam meneliti, maka metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif. Metode deskriptif adalah pencarian fakta dengan interpretasi yang tepat. Penelitian deskriptif mempelajari masalah-masalah dalam masyarakat, tatacara yang berlaku dalam masyarakat serta situasi-situasi tertentu, termasuk tentang hubungan, kegiatan-kegiatan, sikap- sikap, pandangan-pandangan serta proses-proses yang sedang berlangsung dan pengaruh-pengaruh dari suatu fenomena. Dalam metode deskriptif penulis bisa saja membandingkan fenomena-fenomena tertentu sehingga merupakan studi komparatif. Pendekatan penelitian yang sesuai dengan tujuan penelitian ini adalah Pendekatan survei, yaitu suatu pendekatan penelitian yang pada umumnya digunakan untuk mengumpulkan data yang luas dan banyak. Van Dalen 1873 dalam Arikunto S.1998 mengatakan bahwa pendekatan survey merupakan bagian dari metode penelitian deskriptif yang bertujuan untuk mencari kedudukan Universita Sumatera Utara status,fenomena gejala dan menentukan kesamaan status dengan cara membandingkan standar yang sudah ditentukan. Metode penelitian adalah langkah dan prosedur yang akan dilakukan dalam pengumpulan data atau informasi guna meneliti masalah dan menguji hipotesis penelitian. Dalam mengumpulkan data diperlukan untuk menyusun penelitian ini, penulis menggunakan metodologi penelitian sebagai berikut :

3.1. Metode Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Pengamatan observation, dengan melakukan pengamatan langsung di lapangan oleh peneliti. 2. Wawancara interview, wawancara secara langsung kepada instansi terkait yang dianggap perlu sebagai bahan analisis dalam penelitian ini. Dalam hal ini adalah a. Bappeda Provinsi Sumatra Utara 2 orang b. Balai Wilayah Sungai Sumatera II 6 orang c. Dinas PSDA Provinsi Sumatera Utara 2 orang d. Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara 2 orang e. Dinas Penataaan Ruang Provinsi Sumatera Utara 2 orang f. Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara 2 orang g. Dinas Pengairan Kabupaten Deli Serdang 2 orang h. Dinas Pekerjaan Umum Kota Medan 3 orang i. Camat Percut Sei Tuan 3 orang j. Nelayan 22 orang Universita Sumatera Utara 3. Studi Dokumentasi, cara pengambilan data dapat melalui surat menyurat atau datang langsung dengan memfotocopy data yang diperlukan terkait dengan hasil analisis konsultan yang dilakukan oleh PT. Alles Klar Prima pada tahun 2009, Balai Wilayah Sungai Sumatra II Dirjend. SDA Kementerian Pekerjaan Umum, Badan Pusat Statistik BPS Sumatera Utara dan Bappeda Provinsi Sumatera Utara yang dimaksud. Adapun data-data yang dihimpun : a. Keadaan alamlingkungan dan ciri-ciri fisik physical setting, meliputi ; 1. Topografipeta wilayah 2. Iklim dan curah hujan 3. Ciri-ciri tanah, keasaman, karakter dan kontur tanah dan sebagainya. 4. Sumber air dan kandungan mineralnya b. Keadaan sosial Ekonomieconomic setting, meliputi ; 1. Kegiatan-kegiatan ekonomi yang ada 2. Industri non-pertanian, UKM 3. Potensi-potensi ekonomi yang bisa dikembangkan 4. Luas lahan yang diolah oleh petani 5. Komoditi-komoditi yang dihasilkan c. Keadaan sosial budaya dan politik social-cultural setting, meliputi ; 1. Perkembangan penduduk dan populasi 2. Fasilitas-fasilitas pelayanan umum pendidikan dan kesehatan Universita Sumatera Utara 3. Latar belakang budaya yang dipengaruhi 4. Organisasi-organisasi kemasyarakatan yang ada d. Keadaan administrasikelembagaan institutional setting, meliputi; 1. Kebijakan-kebijakan pembangunan yang ada 2. Lembaga-lembaga swadaya masyarakat 3. Rencana-rencana pembangunan yang sedang dan akan dilaksanakan Gambar. 3.1. Analisis Data sekunder

3.2. Jenis dan Sumber Data

Jenis dan Sumber Data pada penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Data Primer, diperoleh langsung dari pengamatan observation dan wawancara interview. 2. Data Sekunder, diperoleh dari studi dokumentasi. Universita Sumatera Utara

3.3. Populasi dan Sampel

Responden dalam penelitian ini yaitu pejabat struktural yang ada di masing-masing instansidinas yang berjumlah 24 dua puluh empat orang serta nelayan 22 dua puluh dua orang. Sehingga jumlah sampel pada penelitian ini adalah 46 empat puluh enam orang.

3.4. Metode Pengolahan Data dan Analisis Data

Perumusan alternatif strategi pengelolaan sedimentasi dimuara Sungai Percut terhadap potensi ekonomi di Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang dilakukan dengan menggunakan matriks. Proses perumusan alternatif strategi melalui tiga tahap yaitu : 1 Tahap pengumpulan data Input Stage; 2 Tahap analisis Matching Stage; dan 3 Tahap pengambilan keputusan Decision Stage.

3.4.1. Proses Perumusan Alternatif Strategi 1. Tahap Pengumpulan Data

Tahap ini pada dasarnya tidak hanya sekedar kegiatan pengumpulan data, tetapi juga merupakan suatu kegiatan pengklasifikasian dan pra analsis. Pada tahap ini data dapat dibedakan menjadi dua, yaitu data eksternal dan data internal. Penjelasan mengenai data eksternal dan internal telah disebutkan pada bab kerangka pemikiran. Data eksternal dan internal organisasi yang teridentifikasi akan dirangkum dalam suatu matriks Internal Factor Evaluation IFE dan External Factor Universita Sumatera Utara Evaluation EFE dimana data-data tersebut merupakan faktor strategis. Matriks IFE digunakan untuk mengetahui kekuatan paling besar dan terkecil yang dimiliki maupun kelemahan terbesar dan terkecil yang dimiliki pengelolaan sedimentasi dimuara Sungai Percut, sedangkan Matriks EFE digunakan untuk mengetahui peluang terbesar dan terkecil yang dimiliki perdesaan dan ancaman terbesar maupun ancaman yang tidak mempengaruhi perdesaan. Setelah diketahui kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman yang ada pada kedua desa maka kita dapat mengetahui bagaimana efektivitas strategi yang dilakukan oleh pemerintah desa selama ini juga dapat menentukan strategi yang dapat memanfaatkan faktor internal dan eksternal yang ada sehingga dapat lebih meningkatkan pengelolaan sedimentasi dimuara Sungai Percut.

2. Tahap Analisis

Setelah mengumpulkan semua informasi yang berpengaruh terhadap pengelolaan sedimentasi dimuara Sungai Percut, tahap selanjutnya adalah memanfaatkan semua informasi tersebut dalam model-model kuantitatif untuk menganalsis perumusan strategi. Model-model yang dapat digunakan sebagai alat analisis adalah matriks SWOT Strength, Weakness, Opprtunities, Threats David, 2009. Matriks SWOT merupakan alat analisis penting yang dapat membantu pemerintah desa dalam mengembangkan empat macam strategi, yaitu strategi kekuatan-peluang S-O strategies, strategi kelemahan-peluang W-O strategies, strategi kelemahanancaman W-T strategies dan strategi kekuatan-ancaman S-T strategies. Masing-masing strategi dijabarkan sebagai berikut : Universita Sumatera Utara a. Strategi S-O, startegi ini dibuat berdasarkan jalan pikiran pemerintah desa yaitu dengan memanfaatkan seluruh kekuatan untuk memanfaatkan peluang. b. Strategi S-T, menggunakan kekuatan perdesaan untuk mengatasi ancaman. c. Strategi W-O, strategi ini diterapkan berdasarkan pemanfaatan peluang yang ada dengan meminimalkan kelemahan yang ada. d. Strategi W-T, strategi ini berdasarkan pada kegiatan yang bersifat defensif dan berusaha meminimalkan kelemahan yang ada serta menghindari ancaman.

3. Tahap Pengambilan Keputusan

Tahap terakhir adalah tahap pengambilan keputusan. Setelah berhasil mengembangkan sejumlah alternatif strategi, perangkat desa harus mampu mengevaluasi dan kemudian memilih strategi terbaik, yang paling cocok dengan kondisi internal perdesaan serta lingkungan eksternal. Untuk itu alat analisis yang dapat digunakan adalah Quantitative Strategic Planning Matrix QSPM.

3.4.2. Matriks IFE dan EFE

Menurut David 2009 tahapan dalam membuat matriks IFEEFE adalah sebagai berikut : 1 Menuliskan daftar semua kelemahan, kekuatan, peluang dan ancaman suatu pengelolaan sedimentasi dimuara Sungai Percut dengan dibuat secara rinci pada kolom pertama. 2 Memberikan bobot terhadap daftar yang telah dibuat untuk menunjukkan relative tingkat kepentingan faktor dalam menuju kesuksesan organisasi. Pembobotan berkisar antara 0.00 tidak penting sampai 1.00 sangat Universita Sumatera Utara penting yang diletakkan pada kolom kedua. Total bobot yang diberikan harus sama dengan satu. 3 Menentukan rating tiap faktor yang menunjukkan keefektifan strategi suatu organisasi dalam merespon faktor-faktor tersebut pada kolom ketiga. Untuk matriks IFE, 1 = kelemahan utama, 2 = kelemahan minor, 3 = kekuatan minor dan 4 = kekuatan utama sedangkan untuk matriks EFE, 4 = respon tinggi, 3 = respon diatas rata-rata, 2 = respon rata-rata dan 1 = respon kurang. Setiap rating digandakan dengan masing-masing bobot untuk memperoleh skor pembobotan. 4 Menjumlahkan skor tersebut sehingga diperoleh total skor pembobotan. Total skor pembobotan antara 1 sampai dengan 4 dengan nilai 1 pada matriks IFE menunjukkan kondisi internal pengelolaan sedimentasi dimuara Sungai Percut yang sangat buruk, sedangkan nilai 4 mengindikasikan bahwa situasi internal pengelolaan sedimentasi dimuara Sungai Percut sangat baik. Nilai 2.5 pada matriks IFE menunjukkan bahwa situasi pengelolaan sedimentasi dimuara Sungai Percut berada pada tingkat rata-rata sedangkan nilai 2.5 menggambarkan pengelolaan sedimentasi dimuara Sungai Percut mampu merespon situasi eksternal secara rata-rata untuk matriks EFE. Nilai 1 pada matriks EFE menunjukkan bahwa pengelolaan sedimentasi dimuara Sungai Percut tidak mampu memanfaatkan peluang untuk menghindari ancaman. Nilai 4 mengindikasikan bahwa pengelolaan sedimentasi dimuara Sungai Percut saat ini telah dengan sangat baik memanfaatkan peluang untuk menghadapi ancaman. Universita Sumatera Utara

3.4.3. Penentuan Bobot Setiap Variabel

Penentuan bobot setiap variabel dilakukan dengan cara penilaian bobot faktor strategis eksternal dan internal organisasi kepada informan yang telah dipilih, yang mengetahui betul kondisi dan permasalahan pada suatu organisasi. Penentuan bobot untuk matriks IFE dan matriks EFE dilakukan dengan menggunakan metode Paired Comparison Scales David, 2009. Metode tersebut digunakan untuk memberikan penilaian setiap faktor penentu eksternal dan internal. Untuk menentukkan bobot setiap variabel digunakan skala 1, 2 dan 3. Skala yang digunakan untuk pengisian kolom adalah : 1 = jika indikator horisontal kurang penting daripada indikator vertikal 2 = jika indikator horisontal sama penting dari pada indikator vertikal 3 = jika indikator horisontal lebih penting daripada indikator vertical

3.5. Matriks SWOT

Setelah menganalisis dengan matriks IFE dan EFE maka dilakukan berbagai kombinasi dengan menggunakan matriks SWOT. Matriks SWOT memiliki kelebihan dan kelemahan diantaranya : 1 strategi dapat diperiksa secara berurutan atau bersamaan; 2 tidak ada batas jumlah strategi yang dapat diperiksa atau dievaluasi; dan 3 membutuhkan ketelitian dalam memadukan faktor-faktor eksternal dan internal yang terkait dalam proses keputusan. Analisis SWOT didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan Strengths dan peluang Opportunities, namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan Weaknesses dan ancaman Threats. Proses Universita Sumatera Utara pengambilan keputusan strategis selalu berkaitan dengan pengembangan misi, tujuan, strategi dan kebijakan pengelolaan sedimentasi dimuara Sungai Percut. Dengan demikian perencana strategis Strategic Planning harus menganalisis faktor-faktor strategis perdesaan kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman dalam kondisi yang saat ini. Hal tersebut disebut dengan analisis situasi. Analisis SWOT dituangkan ke dalam matriks SWOT yang menghasilkan 4 kemungkinan alternatif strategi, yaitu strategi SO, strategi WO, strategi ST dan strategi WT Tabel 3.4. Tabel 3.1. Matriks SWOT Analisis Internal Analisis Eksternal Kekuatan S Daftar 5-10 faktor- faktor kekuatan Kelemahan W Daftar 5-10 faktor- faktor kelemahan Peluang O Daftar 5-10 faktor-faktor peluang S – O Strategi Gunakan kekuatan untuk Memanfaatkan peluang W – O Strategi Atasi kelemahan dengan Memanfaatkan peluang Ancaman T Daftar 5-10 faktor-faktor ancaman S – T Strategi Gunakan kekuatan untuk menghindari ancaman W – T Strategi Meminimalkan kelemahan dan menghindari ancaman Sumber : David, 2009 Terdapat delapan tahapan dalam membentuk matriks SWOT, yaitu : 1. Menuliskan peluang eksternal pengelolaan sedimentasi dimuara Sungai Percut yang menentukan 2. Menuliskan ancaman eksternal pengelolaan sedimentasi dimuara Sungai Percut yang menentukan 3. Menuliskan kekuatan internal pengelolaan sedimentasi dimuara Sungai Percut yang menentukan Universita Sumatera Utara 4. Menuliskan kelemahan internal pengelolaan sedimentasi dimuara Sungai Percut yang menentukan 5. Menyesuaikan kekuatan internal dengan peluang eksternal untuk strategi SO 6. Menyesuaikan kelemahan internal dengan peluang eksternal untuk strategi WO 7. Menyesuaikan kekuatan internal dengan ancaman eksternal untuk strategi ST 8. Menyesuaikan kelemahan internal dengan ancaman eksternal untuk strategi WT BAB IV Universita Sumatera Utara HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Penelitian dilaksanakan di muara Sungai Percut, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara. Kota Percut Sei Tuan merupakan Ibukota Kecamatan Percut Sei Tuan yang merupakan bagian dari Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara. Kecamatan Percut Sei Tuan merupakan salah satu kecamatan yang terletak di Kabupaten Deli Serdang, Propinsi Sumatera Utara. Kecamatan ini berada pada ketinggian 10 – 20 meter dari permukaan air laut. Banyaknya curah hujan adalah berkisar 30 sampai dengan 243 mm perbulan, dengan periodik tertinggi pada bulan September dan Oktober dan dengan temperatur udara perbulan minimum 24°C dan maksimal 34°C. Pusat pemerintahannya berada di jalan Medan – Batang Kuis Desa Bandar Kalipha. Batas-batas administrasi kota Percut Sei Tuan adalah : 1. Sebelah Utara : Selat Malaka 2. Sebelah Selatan : Kota Medan 3. Sebelah Timur : Kecamatan Pantai Cermin 4. Sebelah Barat : Kecamatan Tanjung Merawan Wilayah Kecamatan Percut Sei Tuan mempunyai luas 190.79 km² yang terdiri dari 20 desa dan 2 kelurahan, 5 desa diantaranya merupakan desa pantai dengan ketinggian dari permukaan laut berkisar dari 0-23 mdpl dengan curah hujan rata-rata 247 per tahun BPS 2011. Universita Sumatera Utara Luas lahan basah Percut Sei Tuan ± 2800 ha yang merupakan HPK Hutan Produksi Konversi dan HPT Hutan Produksi Terbatas Komite Nasional Pengelolaan Ekosistem Lahan Basah 2011. Sebanyak 6 dari luas lahan basah tersebut berupa hutan bakau ± 168 ha dan 10.67 berupa areal pertambakan ± 297.3 ha Dinas Kehutanan 2011. Sepanjang lokasi penelitian yang berada di daerah muara Sungai Percut terdapat berbagai aktivitas masyarakat pada Sungai Percut yang merupakan daerah pemukiman penduduk serta aktivitas lainnya seperti TPI Tempat Pelelangan Ikan, pelabuhan dan jalur transportasi air. Serta daerah ini, selain banyak dilalui oleh kapal-kapal nelayan juga merupakan tempat mencari makan bagi berbagai jenis burung, baik burung lokal maupun migran serta tempat penangkapan ikan. Sungai Percut bermula pada pegunungan dari Gunung Barus dengan elevasi 1.905 m, Gunung Kalinjohang dengan elevasi 1.680 m dan Gunung Takur- Takur dengan elevasi 1.524 m, mengalir ke daerah rendah menuju utara pada bagian Timur Kota Medan. Daerah Aliran Sungai ini memiliki perkiraan luas 18.600 Ha dengan bercirikan panjang, sungai yang sempit dan kelandaian yang curam. Topografi dari DAS ini juga berubah pada Timbang Deli yaitu dari perbukitan ke dataran rendah. Sungai ini melintasi Kabupaten Deli Serdang. Universita Sumatera Utara 4.2. Kondisi Sosial Ekonomi 4.2.1 Jumlah dan Pertumbuhan Penduduk Penduduk merupakan aset daerah, karena merupakan subyek sekaligus obyek dari pembangunan. Oleh karenanya faktor penduduk berkompetensi untuk ditinjau sehubungan dengan pembangunan suatu daerah, demi terwujudnya pembangunannya. .Penduduk wilayah Kecamatan Percut Sei Tuan merupakan masyarakat yang beraneka ragam agama, suku bangsa, dan adat-istiadat yang berbeda-beda. Seluruh penduduk berjumlah 343.718 jiwa. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 4.1. berikut: Tabel 4.1 Luas DesaKelurahan, Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk Kecamatan Percut Sei Tuan No Desa Kelurahan Luas Km2 Jumlah Kepadatan KM2 1 Amplas 3.10 6.896 2.224 2 Kenangan 1.27 26.925 21.200 3 Tembung 5.35 38.451 7.187 4 Sumber Rejo Timur 4.16 19.386 4.660 5 Sei Rotan 5.16 20.935 5.035 6 Bandar Klippa 18.48 28.964 1.567 7 Bandar Khalipah 7.25 30.733 4.890 8 Medan Estate` 6.90 9.885 1.432 9 Laut Dendang 1.70 13.992 8.230 10 Sampali 23.93 24.835 1.037 11 Bandar Setia 3.50 17.117 4.890 12 Kolam 5.98 14.564 2.435 13 Saentis 24.00 14.951 622 14 Cinta Rakyat 1.48 12.418 8.390 15 Cinta Damai 11.76 4.979 423 16 Pematang Lalang 20.10 3.507 174 17 Percut 10.63 12.706 1.195 18 Tanjung Rejo 19.00 9.287 488 19 Tanjung Selamat 16.32 6.589 403 20 Kenangan Baru 0.72 26.598 36.941 Jumlah 190.79 343.718 1.801 Sumber: Kantor Camat Percut Sei Tuan 2011 Universita Sumatera Utara

4.2.2 Mata Pencaharian

Mata pencaharian merupakan cara atau alat untuk memperoleh nafkah guna mempertahankan hidup manusia, bahkan lebih jauh dapat dikatakan bahwa dengan mata pencaharian manusia dapat memperoleh tingkat kesejahteraan dan penghidupan yang layak. Mata pencaharian penduduk kecamatan Percut Sei Tuan sangat beraneka ragam, yakni dapat dilihat pada tabel 4.2. berikut: Tabel 4.2 Jenis Mata Pencarian Penduduk Kecamatan Percut Sei Tuan No Mata Pencaharian Jumlah Persentase 1 PNS 6.532 7.89 2 ABRI 402 0.48 3 Karyawan Swasta 20.414 24.68 4 Petani 14.871 17.97 5 Pedagang 17.286 20.89 6 Nelayan 506 0.61 7 Konstruksi 15.347 18.55 8 Jasa 2.332 2.81 9 Pensiunan 4.969 6.00 Jumlah 82.709 100.00 Sumber: Kantor Camat Percut Sei Tuan Tahun 2011 Sektor pertanian sampai saat ini masih merupakan basis ekonomi rakyat di pedesaan, menguasai hajat hidup sebagian besar penduduk di Kecamatan Percut Sei Tuan. Pada tahun 2011, dari total pekerjaan umur 15 tahun ke atas di Kecamatan ini adalah sebanyak 82.709 jiwa dan 14.871 atau 17.97 nya adalah disektor pertanian. Sumbangan sektor pertanian terhadap perekonomian Kecamatan Percut Sei Tuan sangat dominan terutama tanaman bahan makanan dan perkebunan. Hasil produksi sektor pertanian dari daerah ini adalah padi, jagung, kacang tanah, kacang kedelai, kacang hijau, ubi kayu, ubi jalar, kacang panjang, sawi, cabe, Universita Sumatera Utara bayam, terung, paria, kangkung, semangka, dan timun dengan luas panen 27.802 hektar dan hasil produksi untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 4.3 berikut: Tabel 4.3 Persentase Hasil Panen Penduduk Kecamatan Percut Sei Tuan No Desa Kelurahan Luas Panen Ha Produksi Ton Persentase 1 Padi 10.085 73.986 30.08 2 Jagung 15.599 148.190 60.26 3 Kacang Hijau 48 47 0.019 4 Kacang Kedelai 9 15.70 0.006 5 Kacang Tanah 156 568.20 0.23 6 Ubi Kayu 294 6.468 2.63 7 Ubi Jalar 29 579 0.23 8 Kacang Pajang 210 2099 0.85 9 Sawi 584 4.718 1.91 10 Cabai 89 385 0.15 11 Bayam 363 3.663 1.48 12 Terung 56 1295 0.52 13 Paria 6 130 0.052 14 Kangkung 17 120 0.048 15 Semangka 107 648 0.26 16 Timun 150 2.98 1.21 Jumlah 27.802 245.891.9 100 Sumber: Kantor Camat Percut Sei Tuan Tahun 2011

4.3. Karakteristik Sosial Ekonomi Masyarakat Percut Sei Tuan

Mata pencaharian sebagian besar masyarakat di sekitar Kecamatan Percut Sei Tuan adalah sebagai nelayan, petani, pedagang, pensiunan, dan buruh, baik itu buruh tani maupun buruh bangunan.

4.4. Sosial Budaya Masyarakat Percut Sei Tuan

Penduduk yang berdiam di desa-desa sekitar Kecamatan Percut Sei Tuan sebagian besar adalah bersuku Jawa, Melayu dan Batak. Pada umumnya tingkat pendidikan masyarakat di desa-desa studi tergolong masih rendah. Sebagian masyarakat hanya lulusan SD 26,67 dan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama 38,33. Sedangkan untuk tingkat SLTA sebesar 11,67 dan tingkat sarjana Universita Sumatera Utara 1,67. Rendahnya tingkat pendidikan ini diakibatkan oleh minimnya jumlah sekolah yang ada dan sulit serta mahalnya transportasi mengakibatkan sebagian besar anak usia sekolah lebih banyak menghabiskan waktunya untuk membantu orang tua baik bersawah, berkebun, melaut maupun menjadi buruh. Kondisi ini juga didukung oleh rendahnya kesadaran orang tua untuk menyekolahkan anaknya.

4.5. Kondisi Fisik Kawasan Sungai Percut

DAS Percut mepunyai luas 402,37 km2 dan mempunyai 18 anak sungai seperti yang terdapat pada tabel berikut: Tabel 4.4. Anak Sungai DAS Percut No. Nama Sungai Panjang km 1 S. Kera 3,49 2 S. Ibus 12,42 3 S. Karang 7,03 4 L. Bekujung 1,04 5 L. Betala 1,72 6 S. Sungsang 4,34 7 L. Pagarbatu 2,09 8 L. Bekum 4,57 9 L. Timan 5,36 10 L. Jabi 9,64 11 L. Serembakdua 4,26 12 S. Percut 37,53 13 S. Seruai 36,40 14 S. Terusan 9,70 15 S. Pegatalah 7,06 16 S. Busuk 11,26 17 S. Merah 3,25 Sumber: Laporan Penyusunan Rancangan Rencana Pola WS Belawan-Ular- Padang TA. 2012 PT. Alles Klar Prima Universita Sumatera Utara Untuk Sungai Percut, berdasarkan peta topografi wilayah, maka dapat diidentifikasi karakteristik kelerengan untuk lahan Sungai Percut yang bersumber dari bentukan file DEM Digital Elevation Model. Kemiringan lereng di WS Sungai Percut dapat diklasifikasikan ke dalam kelas kemiringan 0-8, 8-15, 15- 25, 25-40 dan 40. Adapun luasan masing-masing kelas kemiringan lereng pada Sungai Percut adalah seperti pada table 4.5 berikut: Tabel 4.5. Tingkat Kelerengan DAS Percut No. Kelerengan Luas km 2 1 0 - 8 Datar 328,49 2 8 - 15 Landai 25,26 3 15 - 25 Agak Curam 29,70 4 25 - 40 Curam 17,17 5 40 Sangat Curam 1,75 Total 402,37 Sumber: Laporan Penyusunan Rancangan Rencana Pola WS Belawan-Ular- Padang TA. 2012 PT. Alles Klar Prima Berdasarkan Peta Rupa Bumi dari Bakosurtanal tahun 2011, sebaran tata guna lahan peruntukan lahan di Sungai Percut dapat dilihat pada Tabel 4.6. Tabel 4.6. Penggunaan Lahan DAS Percut Tata Guna Lahan Luas ha Luas km 2 Belukar 2,97 0,74 Hutan belukar rawa 8,30 2,07 Hutan lahan kering skunder 44,97 11,21 Hutan mangrove skunder 3,73 0,93 Pemukiman 99,08 24,69 Perairan 2,04 0,51 Perkebunan 39,95 9,95 Pert. lahan kering campur semak 42,07 10,48 Pertanian lahan kering 80,94 20,17 Universita Sumatera Utara Tata Guna Lahan Luas ha Luas km 2 Sawah 41,00 10,22 Tambak 36,27 9,04 Jumlah 401,32 100,00 Sumber: Laporan Penyusunan Rancangan Rencana Pola WS Belawan-Ular- Padang TA. 2012 PT. Alles Klar Prima Karakteristik fisik geologi tanah DAS Percut dominan adalah Younger Alluvium dengan luas mencapai 126,84 km2. Sebaran karakteristik geologi tanah dominan pada DAS Percut ini adalah: Younger Alluvium, Toba Tuffs, Medan Formation, Mentar Unit. Sungai Percut merupakan wilayah lahan yang memiliki karakteristik jenis tanah dan geologi golongan Younger Alluvium 126,84 km 2 Tabel 4.7. Sebaran Formasi Geologi Tanah DAS Percut Tabel 4.7. adalah persentase sebaran karakteristik jenis tanah dan geologi di Sungai Percut. No. Formasi Geologi Luas km 2 1 Baong Formation 0,41 0,10 2 Barus Volcanic 11,06 2,75 3 Belumai Member 0,00 0,00 4 Kualu Formation 0,37 0,09 5 Medan Formation 109,29 27,16 6 Menden Microdiorite 6,75 1,68 7 Mentar Unit 84,20 20,93 8 Singkut Unit 7,96 1,98 9 Toba Tuffs 55,49 13,79 10 Younger Alluvium 126,84 31,52 Jumlah 402,37 100,00 Sumber : Laporan Penyusunan Rancangan Rencana Pola WS Belawan-Ular- Padang TA. 2012 PT. Alles Klar Prima Berdasarkan Peta Rupa Bumi dari Bakosurtanal tahun 2011, sebaran zona penggunaan lahan peruntukan lahan di Sungai Percut dapat dilihat pada Tabel 4.8. Universita Sumatera Utara Tabel 4.8. Sebaran Isian Penggunaan Lahan Sungai Percut No Zona Penggunaan Lahan Luasan Area ha 1995 2008 1 Perairan 1.53 2.04 2 Budaya lainnya 8.45 13.23 3 Hutan rimba 65.62 57.76 4 Perkebunan kebun 14.78 39.95 5 Permukiman dan Tempat Kegiatan 64.37 99.08 6 Sawah 30.80 41.67 7 Semak belukar alang alang 2.138 2.97 8 Tegalan ladang 60.60 33.25 Sumber: Laporan Penyusunan Rancangan Rencana Pola WS Belawan-Ular- Padang TA. 2012 PT. Alles Klar Prima Untuk sebaran karakteristik fisik jenis tanah dominan DAS Percut adalah Asosiasi Kandiudults Dystrudepts dengan luas 107,75 km2 atau 26,78 dari luas total DAS Percut. Dengan rincian tata guna lahan pada tabel 4.9. Tabel 4.9. Sebaran Karakteristik Jenis Tanah DAS Percut No. Tata Guna Lahan Luas km 2 1 Asosiasi Dystrudepts Hydrudands 90,01 22,37 2 Asosiasi Hapludands Dystrudepts 18,57 4,62 3 Asosiasi Hapludults Dystrudepts 25,57 6,35 4 Asosiasi Hydrudands Hapludands 105,80 26,29 5 Asosiasi Kandiudults Dystrudepts 107,75 26,78 6 Asosiasi Udipsamments Endoaquents 54,67 13,59 Jumlah 402,37 100,00 Sumber : Laporan Penyusunan Rancangan Rencana Pola WS Belawan-Ular- Padang TA. 2012 PT. Alles Klar Prima Universita Sumatera Utara

4.6. Analisis Kondisi Lingkungan di Sungai Percut

Erosi dan sedimentasi merupakan salah satu permasalahan yang mengancam kelestarian fungsi sumber daya air serta keberlangsungan manfaat yang diperoleh dari upaya pengembangan dan pengelolaan sumber daya air yang telah dilaksanakan, selain itu juga menimbulkan meningkatnya potensi daya rusak akibat menurunnya kapasitas tampungan sungai akibat sedimentasi. Beberapa isu terkait dengan erosi dan sedimentasi yang terjadi, antara lain: 1. Maraknya penebangan liar illegal logging di kawasan hutan lindung. 2. Banyaknya kegiatan pertanian di daerah hulu yang tidak mengindahkan kaidah-kaidah konservasi, termasuk kegiatan pembukaan hutan secara ilegal untuk lahan pertanian. a. Erosi Pendugaan erosi lahan dilakukan dengan menggunakan metode USLE Universal Soil Loss Equation, A = R K Ls Cp; Dimana A : dugaan erosi lahan tonhath, R : indeks erosivitas hujan, K : faktor erodibilitas lahan, Ls : faktor lereng dan panjang lereng, Cp : tingkatan pengelolaan lahan. Tanah yang terkelupas karena proses erosi akan terbawa oleh aliran air menuju kawasan yang lebih rendah. Besar kecilnya tanah yang terbawa aliran air sangat tergantung pada karakteristik wilayah sungai. Makin rapat Universita Sumatera Utara penutupan lahan, makin baik sistem konservasi lahan, maka kadar tanah yang terbawa aliran biasanya menjadi makin kecil. Kandungan tanah dalam aliran ini disebut sebagai muatan sedimen. Muatan sedimen dapat dihitung dengan cara mengambil sampel air yang keluar dari suatu wilayah sungai yang disebut sebagai hasil sedimen sediment yield. Perbandingan antara erosi dengan hasil sedimen disebut sediment delivery ratio. Nilai maksimum adalah 1, bila semua tanah yang tererosi terbawa seluruhnya oleh aliran air menuju ke muara. Berdasarkan analisis erosi lahan, di setiap DAS mempunyai nilai erosi lahan yang berbeda-beda, dimana nilainya sangat dipengaruhi oleh topografi dan kondisi pengelolaan DAS. b. Sedimentasi Sedimentasi adalah pengendapan material hasil proses erosi, baik berupa erosi permukaan, erosi parit, atau jenis erosi tanah lainnya. Sedimen umumnya mengendap di bagian bawah kaki bukit, di daerah genangan banjir, di saluran air dan sungai. Berdasarkan analisa yang telah dilakukan. PT. Alles Klar Prima memprediksi besaran erosi dan sedimentasi dengan menggunakan model AVSWAT Arc View Soil And Water Assessment Tool 2000 yang telah banyak diaplikasikan pada beberapa DAS di Indonesia yang pada dasarnya menggunakan metode Universal Soil Loss Equation USLE. Pembahasan hasil pemodelan AVSWAT 2000 Dalam perhitungan prediksi ini yang ingin di dapatkan adalah nilai keluaran berupa limpasan, erosi, dan sedimen pada setiap titik outlet. Dimana faktor – faktor yang Universita Sumatera Utara mempengaruhi nilai tersebut dalam perhitungan kali ini berdasarkan input adalah jenis tanah, tata guna lahan, curah hujan dan debit. Perkiraan hasil sedimen di DAS Percut dengan model SWAT diperhitungkan dari erosi yang terjadi di unit lahan, kemudian erosi yang terjadi di setiap unit lahan terssebut akan di bawa oleh limpasan permukaan sampai ke anak sungai utama sebagai erosi masing-masing sub DAS, dimana sebagian akan terdeposisi di cekungan – cekungan permukaan lahan, besarnya sedimen yang berasal dari erosi tersebut kemudian mengalami proses transportasi sedimen melalui anak sungai tributary channel sebelum akhirnya sampai ke sungai utama main chan- nel. Dalam proses transportasi sedimen di anak sungai dan sungai utama tersebut besarnya desposisi dan degradasi sedimen di sungai akan diperhitungkan, kemudian total hasil sedimen di DAS Percut dihitung pada titik pengamatan di outlet Sungai Percut. Sehingga diperoleh erosi lahan pada DAS Percut sebesar 21,50 tonhathn, luas DAS 40.237,428 Ha, SDR ,079 serta besarnya sedimen 68,346.59 tonthn. Sumber : Laporan Penyusunan Rancangan Rencana Pola WS Belawan-Ular- Padang TA. 2012 PT. Alles Klar Prima E ro si L ah an T on H a bl n Universita Sumatera Utara Gambar 4.1. Tingkat erosi lahan DAS Percut 2007-2011 merata dalam perbulan

4.7. Anatomi penyebab tidak terkelolanya sedimentasi di muara sungai

Anatomi proses terjadinya sedimentasi di daerah aliran sungai diakibatkan oleh beberapa faktor yaitu faktor alam, faktor aktivitas masyarakat dan faktor kegiatan pemerintah yang semuanya dapat terjadi secara bersamaan atau secara sepihak. Gambar 4.2 Proses terjadinya Sedimentasi

4.7.1. Faktor Alam

Terjadinya sedimentasi di daerah aliran sungai yang diakibatkan oleh alam dapat berupa kondisi: a. struktur geologi di sepanjang aliran sungai yang tidak mendukung dimana daya dukung tanah tidak mampu meresap aliran air permukaan tanah run of Faktor Masyarakat Faktor Pemerintah Faktor Alam Sedimentasi Universita Sumatera Utara akan mempengaruhi kecepatan aliran membawa buturan-butiran tanah ke tempat yang lebih rendah selanjutnya terbawa ke sungai, b. kondisi tutupan lahan di daerah tangkapan air chastmen area mengalami perubahanterganggu seiring dengan laju pertumbuhan penduduk yang tidak mengindahkan kaidah konservasi dan tidak mengikuti tata ruang wilayah yang sudah ada di hulu daerah aliran sungai, c. kemiringan lahan topografi daerah aliran sungai, semakin tinggi kemiringan muka tanah akan mempengaruhi tingginya laju erosi tanah ditambah dengan tutupan lahan yang sudah terganggu, d. tingginya curah hujan terutama di daerah hulu.

4.7.2. Faktor Masyarakat

Faktor kegiatan masyarakan merupakan penyumbang terbesar terjadinya sedimentasi, dimana kegiatan masyarakat kurang memperdulikan lingkungan dan resiko yang akan terjadi. Kegiatan masyarakat yang menyebabkan erosi yaitu: a. alih pungsi lahan, b. pola tanam yang tidak sesuai dengan kondisi lahan terutama di daerah pegunungan terasering, c. pembukaan lahan baru tanpa memperdulikan tataguna lahan sesuai dengan peruntukannya.

4.7.3. Faktor Pemerintah

Besarnya sedimentasi yang terjadi di DAS Percut sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor erosi yaitu tingkat curah hujan yang terjadi, faktor tanah, faktor panjang dan kelerengan lereng yang merupakan faktor alam dan faktor pengelolaan tanaman dan konservasi lahan yang merupakan faktor manusianya. Universita Sumatera Utara Besarnya sedimentasi juga sangat dipengaruhi oleh peningkatan jumlah penduduk dimana kondisi tersebut akan berakibat terjadinya perubahan tata guna lahan yaitu penambahan areal pemukiman serta pembukaan lahan untuk pemenuhan kebutuhannya, disamping faktor-faktor tersebut kendala yang dihadapi oleh pemerintah dalam melaksanakan pengelolaan sumber daya air juga dipenguruhi oleh kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan oleh pemerintah yaitu: a. belum tersedianya rencana menyeluruh terhadap pengelolaan sumber daya air yang menjadi acuan dan pedoman yang melibatkan antar kementerianlembaga pemerintah, b. kurangnya koordinasi antar lembagainstansi dalam melakukan kegiatan pengelolaan sumber daya air, c. pembagian tugas dan tanggung jawab lembagainstansi yang kurang jelas sesuai dengan kewenangannya, d. keterbatasan sumber daya manusia untuk melakukan kajian atau perencanaan sesuai dengan kondisi alam yang ada, e. kurangnya sarana dan prasarana pengelolaan sumber daya air sesuai dengan fungsinya, f. keterbatasan alokasi anggaran pemerintah melalui APBN maupun APBD untuk menangani pengelolaan sumber daya air yang meliputi beberapa aspek yaitu aspek konservasi sumber daya air, aspek pemanfaatan sumber daya air, aspek daya rusak air, sistim informasi sumber daya air dan peran serta masyarakat.

4.8. Kebijakan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai untuk mengoptimalkan

Universita Sumatera Utara pengelolaan sedimentasi di muara sungai 4.8.1. Analisis Upaya Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Percut Air yang merupakan sumber daya alam yang selalu terbarukan renewable, adalah karunia Tuhan Yang Maha Kuasa yang dibutuhkan oleh semua mahluk hidup. Dalam mensyukuri rahmat Tuhan tersebut Bangsa Indonesia telah sepakat mencantumkannya dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 33 ayat 3 yang bunyinya : ”Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai Negara dan dimanfaatkan untuk sebesar- besarnya kemakmuran rakyat”. Dalam ketentuan peraturan perundang-undangan berikutnya. Negara mempercayakan pengelolaan sumber daya air kepada pemerintah pusat dan daerah ataupun badan hukum tertentu yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah. UU No. 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup salah satu pasalnya yaitu pasal 10 pada butir d menyatakan : ”Dalam rangka pengelolaan lingkungan hidup pemerintah berkewajiban untuk mengembangkan dan menerapkan kebijaksanaan nasional pengelolaan lingkungan hidup yang menjamin terpeliharanya daya dukung dan daya tampung liangkungan hidup”. UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, seperti pada pasal 18 menyebutkan ayat 1 : ”pemerintah menetapkan dan mempertahankan kecukupan luasan hutan dan pentupan lahan untuk setiap Daerah Aliran Sungai dan atau pulau, guna optimalisasi manfaat lingkungan, manfaat sosial, dan manfaat ekonomi masyarakat setempat”, ayat 2 : ”Luas kawasan hutan yang harus dipertahankan sebagaimana dimaksud ayat 1 minimal 30 tiga puluh Universita Sumatera Utara persen dari luas Daerah Aliran Sungai dan atau pulau dengan sebaran yang proporsional”. UU No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air, mengamanatkan bahwa pelestarian sumber daya air dilakukan dengan konservasi sumber daya air, tujuan dari konservasi sumber daya air adalah : a. Konservasi sumber daya air untuk menjaga kelangsungan keberadaan daya dukung, daya tampung, dan fungsi sumber daya air. b. Konservasi sumber daya air dilakukan melalui kegiatan perlindungan dan pelestarian sumber air, pengawetan air, serta pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air dengan mengacu pada pola pengelolaan sumber daya air yang ditetapkan pada setiap wilayah sungai. c. Ketentuan tentang konservasi sumber daya air menjadi salah satu acuan dalam perencanaan tata ruang. Perlindungan dan pelestarian sumber air ditujukan untuk melindungi dan melestarikan sumber air beserta lingkungan keberadaannya terhadap kerusakan atau gangguan yang disebabkan oleh daya alam, termasuk kekeringan dan yang disebabkan oleh tindakan manusia. Perlindungan dan pelestarian sumber air dilakukan melalui: a. Pemeliharaan kelangsungan fungsi resapan air dan daerah tangkapan air; b. Pengendalian pemanfaatan sumber air; c. Pengisian air pada sumber air; d. Pengaturan prasarana dan sarana sanitasi; e. Perlindungan sumber air dalam hubungannya dengan kegiatan pembangunan dan pemanfaatan lahan pada sumber air; Universita Sumatera Utara f. Pengendalian pengolahan tanah di daerah hulu; g. Pengaturan daerah sempadan sumber air; h. Rehabilitasi hutan dan lahan; danatau i. Pelestarian hutan lindung, kawasan suaka alam, dan kawasan pelestarian alam. Upaya perlindungan dan pelestarian sumber air dijadikan dasar dalam penatagunaan lahan baik secara vegetatif danatau sipil teknis melalui pendekatan sosial, ekonomi, dan budaya. Kawasan Sungai Percut berperan sebagai kawasan yang memberikan perlindungan kawasan di bawahnya. Hal ini dikarenakan kawasan Sungai Percut merupakan kawasan resapan air yang meliputi ; sempadan sungai dan kawasan sekitar mata air. Sehingga sebagai salah satu kawasan prioritas konservasi lindung, dalam pembangunan dan pengelolaannya diperlukan langkah-langkah untuk memelihara dan mewujudkan kelestarian fungsi lingkungan hidup dan mencegah timbulnya kerusakan lingkungan hidup. Upaya pembangunan dan pengelolaan Kawasan Sungai Percut dilakukan dengan pelestarian fungsi dan tatanan lingkungan hidup alam, lingkungan hidup sosial dan lingkungan hidup buatan untuk meningkatkan kualitas dan fungsinya. Mengingat Kawasan Sungai Percut berada dalam kebijakan lintas administratif, sehingga dalam upaya pelestarian fungsi dan tatanan kawasan perlu diserasikan satu sama lain. Kondisi kelembagaan kawasan Sungai Percut, dalam pembangunan, diperlukan lembaga-lembaga yang berperan dalam mengkoordinasi dan mengawasi pelaksanaan atau perencanaan pembangunan sehingga pembangunan Universita Sumatera Utara dapat terlaksana secara terarah, terencana, dan terpola serta berwawasan lingkungan. Kelembagaan yang dimaksud adalah lembaga yang berkaitan dengan pelayanan masyarakat, baik lembaga pemerintah maupun lembaga swasta yang menunjang pembangunan. Kelembagaan kaitannya dengan penyusunan RTRW Kawasan Sungai Percut adalah lembaga-lembaga yang terlibat baik secara langsung maupun tidak langsung yang memiliki kewenangan dalam perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan pembangunan di dalam kawasan. 4.8.2. Analisa Pengelolaan Sedimentasi di muara Sungai Percut Terhadap Potensi Ekonomi Dengan Menggunakan Analisis SWOT Analisis SWOT dilakukan dengan mengukur kekuatan, kelemahan pada sektor yang ada dan sekaligus mengukur peluang dan tantanganancaman yang akan dihadapi nantinya setelah menentukan kekuatan, kelemahan, peluang dan tantangan pada setiap sektor maka dapat ditentukan kebijakan yang paliang unggul dan potensial untuk dilakukan dan dikembangkan lebih lanjut. Selain itu juga dapat Mengidentifikasikan strategi untuk meningkatkan kekuatan dan peluang sekaligus dalam upaya untuk mengurangi kelmahan dan tantangan sebagai bahan dalam perumusan kebijakan. Cara penentuan faktor-faktor strategi internal dan eksternal adalah sebagai berikut: 1. Dalam sel Kekuatan S, mengidentifikasi beberapa kekuatan yang ada dalam pengelolaan Sedimentasi Sungai baik yang ada sekarang maupun yang akan datang. Universita Sumatera Utara 2. Dalam sel Kelemahan W, mengidentifikasi beberapa kelemahan yang ada yaitu kelemahan dalam mencapai keberhasilan upaya pengelolaan Sedimentasi Sungai. 3. Dalam sel Peluang O, mengidentifikasi beberapa peluang eksternal yang akan didapatkan dalam upaya pengelolaan Sedimentasi Sungai. 4. Dalam sel Ancaman T, mengidentifikasi juga beberapa tantangan yang akan dihadapi dalam upaya pengelolaan Sedimentasi Sungai. 5. Mengidentifikasi kemungkinan strategis dari upaya pengelolaan Sedimentasi Sungai berdasarkan pertimbangan kombinasi empat faktor strategis tersebut, yaitu strategi SO, ST, WO dan WT.

a. Faktor internal

1. Kekuatan Strength a. Ketersediaan Kebijakan Pengelolaan Sedimentasi Sungai b. Ketersediaan instansi-instansi yang melakukan pengelolaan Sedimentasi Sungai c. Komitmen instansi terhadap upaya pengelolaan yang tinggi d. Ketersediaan lahan yang memadai dan dukungan masyarakat. 2. Kelemahan Weakness a. Kurangnya koordinasi antar instansi pengelola Sedimentasi Sungai b. Keterbatasan sumber daya manusia yang berkualitas c. Kondisi perekonomian masyarakat dengan tingkat pendapatan rendah d. Kurangnya pengawasan dan penegakan hukum bagi pelanggaran terhadap UU dan Peraturan Pemerintah. e. Penguasaan teknologi yang masih lemahkurang Universita Sumatera Utara f. Sarana dan prasarana yang belum memadai.

b. Faktor eksternal

3. Peluang Opportunity a. Teknologi, ilmu pengetahuan dan komunikasi yang menunjang b. Sumber daya alam yang memadai c. Partisipasi masyarakat semakin meningkat d. Adanya akses pasar terhadap hasil pertanian masyarakat e. Peluang investasi yang besar 4. Tantangan Threat a. Kelembagaan yang kurang memadai b. Kondisi geografis dan iklim c. Kondisi lahan dengan tingkat bahaya erosi dan sedimentasi yang tinggi d. Peningkatan jumlah penduduk dan peningkatan penggunaan lahan untuk permukiman e. Dampak otonomi daerah yang menuntut peningkatan PAD dengan pemanfaatan SDA.

4.8.3. Matriks Evaluasi Faktor Internal IFEAnalisis S - W

Analisis lingkungan internal ini dilakukan melalui identifikasi faktor internal dari pihak yang terkait pengelolaan sedimentasi dimuara Sungai Percut untuk mengetahu kekuatan strengths dan kelemahan weakness. Selain di identifikasi, maka dilanjutkan dengan memberikan pembobotan dan rating. Pembobotan dilakukan dengan menggunakan metode paired comparison pada faktor-faktor kunci internal sehingga diperoleh bobot dari masing-masing faktor. Pemberian rating untuk menunjukkan apakah faktor-faktor tersebut merupakan Universita Sumatera Utara kekuatan yang besar atau yang kecil bagi pengelolaan sedimentasi dimuara Sungai Percut. Hasil pemberian bobot dan rating dari faktor-faktor internal pengelolaan sedimentasi dimuara Sungai Percut dapat dilihat pada Tabel 4.10. dan hasil perhitungannya pada Lampiran 3. Tabel 4.10. Bentuk Matriks IFE Internal Factor Evaluation Faktor-faktor Internal Bobot Rating Skor Kekuatan 1. Ketersediaan Kebijakan Pengelolaan Sedimentasi Sungai 2. Ketersediaan instansi-instansi yang melakukan pengelolaan Sedimentasi Sungai 3. Komitmen instansi terhadap upaya pengelolaan yang tinggi 4. Ketersediaan lahan yang memadai dan dukungan masyarakat. 5. Peran serta masyarakat dalam pengelolaan sedimentasi 0,11 0,12 0,12 0,13 0,05 4 4 4 4 3 0,44 0,48 0,48 0,52 0,24 Total Kekuatan 2,16 6. Sarana dan prasarana yang belum memadai. 0,10 2 0,20 Total Kelemahan 0,88 Total 3,04

4.8.4. Matriks Evaluasi Faktor Eksternal EFEAnalisis O - T

Analisis matriks EFE merupakan hasil identifikasi faktor-faktor eksternal berupa peluang oportunities dan ancaman threat yang berpengaruh pada pengelolaan sedimentasi dimuara Sungai Percut. Pembobotan didasarkan pada tingkat kepentingan dari faktor-faktor eksternal tersebut terhadap perdesaan dengan menggunakan metode ”Paired Comparison”. Pemberian rating untuk menunjukkan apakah faktor-faktor tersebut merupakan kekuatan yang besar atau kecil bagi pengelolaan sedimentasi dimuara Sungai Percut. Hasil pemberian bobot dapat dan rating dari faktor-faktor eksternal pihak yang terkait pengelolaan Universita Sumatera Utara sedimentasi dimuara Sungai Percut dapat dilihat pada Tabel 4.11. dan hasil perhitungannya pada Lampiran 3. Tabel 4.11. Bentuk Matriks EFE Eksternal Factor Evaluation Faktor-faktor Eksternal Bobot Rating Skor Peluang Opportunity 1. Teknologi, ilmu pengetahuan dan komunikasi yang menunjang 2. Sumber daya alam yang memadai 3. Partisipasi masyarakat semakin meningkat 4. Adanya akses pasar terhadap hasil pertanian masyarakat 5. Peluang investasi yang besar 0,10 0,11 0,09 0,13 0,11 4 4 3 4 4 0,40 0,44 0,27 0,52 0,44 Faktor-faktor Eksternal Bobot Rating Skor Total Peluang 2,07 Tantangan Threat 1. Kelembagaan yang kurang memadai 2. Kondisi geografis dan iklim 3. Kondisi lahan dengan tingkat bahaya erosi dan sedimentasi yang tinggi 4. Peningkatan jumlah penduduk dan peningkatan penggunaan lahan untuk permukiman. 5. Dampak otonomi daerah yang menuntut peningkatan PAD dengan pemanfaatan SDA. 0,08 0,08 0,13 0,11 0,06 1 2 2 2 2 0,08 0,16 0,26 0,22 0,12 Total Ancaman 0,84 Total 2,91 4.8.5. Analisis kekuatan–Kelemahan–Peluang-Ancaman Strategi Pengelo - laan Sedimentasi Di Muara Sungi Percut Terhadap Potensi Ekonomi Di Kecamatan Percut Sei Tuan Dalam menentukan alternatif kebijakan maka berdasarkan hasil analisis SWOT terhadap pengelolaan Sedimentasi Sungai Percut dan kondisi Sedimentasi Sungai Percut didapatkan beberapa asumsi yaitu :

c. Strategi – SO Kekuatan Terhadap Peluang

Universita Sumatera Utara Dengan peraturankebijakan yang jelas, tegas dan transparan dan dukungan partisipasi masyarakat dapat menciptakan iklim yang kondusif bagi tumbuhnya investasi Dalam melakukan upaya pengelolaan setiap instansi harus menerapkan konsep partisipasi agar dapat diaksanakan dengan baik Dalam memanfaatkan lahan dengan menerapkan teknologi konservasi lahan akan dapat menunjang upaya pengelolaan Sedimentasi Sungai Percut yang berkelanjutan. d. Strategi – ST Kekuatan Terhadap Ancaman Dengan komitmen instansi yang kuat dapat meningkatkan kelembagaan yang kuat dalam mendukung upaya pengelolaan Sedimentasi Sungai dengan adanya peraturan dan kebijakan pengelolaan Sedimentasi Sungai yang jelas dan diikuti dengan implementasi yang tegas dapat mengendalikan erosi dan sedimentasi serta menahan penggunaan lahan yang tidak mendukung upaya pengelolaan Sedimentasi Sungai dengan ketersediaan lahan dan komitmen instansi dapat meningkatkan PAD dengan memanfaatkan SDA secara berkelanjutan. Dengan adanya mengelola sedimentasi yang baik diharapkan menghasilkan pertambahan lahan pesisir ke arah laut serta dapat dimanfaatkan sebagai bahan material bangunan yang berguna sebagai pengembangan wilayah.

e. Strategi – WO Kelemahan Terhadap Ancaman

Untuk meningkatkan SDM dan penguasaan teknologi dilakukan diklat atau pendidikan tambahan Peningkatan perkonomian masyarakat dapat dilakukan dengan penguasaan teknologi dan peningkatan akses pasar terhadap hasil usahanya Pemberdayaan SDM untuk pemanfaatan SDA secara berkelanjutan. Dalam upaya peningkatan pengawasan dan penegakan hukum maka harus dilakukan dengan melibatkan partisipasi masyarakat. Universita Sumatera Utara

f. Strategi – WT Kelemahan Terhadap Ancaman

Dengan ketersediaan data dan informasi yang ada diupayakan peningkatan koordinasi antar instansi Untuk mengurangi tingkat erosi dan sedimentasi yang tinggi harus diupayakan peningkatan SDM dalam penguasaan teknologi konservasi yang sesuai dan memadai. Dengan peningkatan jumlah penduduk dan untuk meningkatkan PAD dengan pemanfaatan SDA harus diimbangidiikuti dengan peningkatan perekonomian pendapatan masyarakat Berdasarkan asumsi tersebut diatas maka dapat diberikan beberapa alternatif kebijakan pengelolaan Sungai Percut sebagai berikut : 1. Untuk penegakan peraturan kebijakan yang jelas, tegas dan transparan harus selalu dilakukan sosialisasi dan harus didukung masyarakat sehingga akan dapat menciptakan iklim yang kondusif bagi tumbuhnya investasi. 2. Dalam melakukan upaya pengelolaan setiap instansi harus melakukan pengawasan dengan meningkatkan konsep partisipasi agar dapat dilaksanakan dengan baik 3. Dengan peningkatan jumlah penduduk dan untuk meningktkan pendapatan asli daerah PAD dengan pemanfaatan sumber daya alam secara berkelanjutan harus diimbangidiikuti dengan peningkatan perekonomianpendapatan masyarakat. 4. Peningkatan perekonomian masyarakat dapat dilakukan dengan peningkatan sumber daya manusia dalam penguasaan teknologi melalui pelatihan secara langsung dilapanganlokasi dengan bantuan Universita Sumatera Utara tenaga ahli dari pemerintah serta peningkatan akses pasar terhadap hasil usahanya. 5. Untuk mengurangi tingkat erosi dan sedimentasi yang tinggi harus diupayakan peningkatan sumber daya manusia dalam penguasaan teknologi konservasi yang sesuai dan memadai serta pembuatan zona proteksi di daerah rawan erosi kritis.

4.8.6. Matriks Internal Eksternal

Berdasarkan hasil evaluasi faktor internal dan faktor eksternal, maka dapat diproyeksikan hasilnya ke dalam matriks internal eksternal sebagai tahap pencocokkan strategi perusahaan. Dari pembahasan sebelumnya telah didapatkan nilai IFAS adalah 3,00 dan nilai EFAS adalah 2,91. Pada Gambar 4.7 posisi perusahaan dapat dilihat dengan menggunakan Matriks IE. Kuat 3,00 – 4,00 Kuat 2,00-2,99 Kuat 1-1,99 4,00 3,00 2,00 1,00 Pertumbuhan g. Konsentrasi integrasi vertikal Pertumbuhan h. Konsentrasi integrasi horisontal Penghematan i. Perubahan haluan Stabilitas j. Hati-hati Pertumbuhan dan Stabilitas k. Konsentrasi integrasi horizontal l. Tidak ada perubahan profit strategi Penghematan m. Divestasi Pertumbuhan n. Diversifikasi konsentrik Pertumbuhan o. Diversifikasi konglomerat Penghematan p. Bangkrut q. Likuidasi Gambar 4.3. Matriks IE hasil penelitian T abe l N ia li IF A S B er bob ot Tinggi 4,00 3,00-4,00 3,00 Sedang 2,00-2,99 2,00 Rendah 1,00-1,99 1,00 Universita Sumatera Utara

4.9. Hasil Analisis SWOT

Dari perhitungan nilai IFAS dan EFAS diperoleh hasil yaitu untuk nilai IFAS adalah 3,00 dan nilai EFAS adalah 3,00. Setelah mengetahui kedua nilai tersebut maka dapat disusun diagram analisis SWOT untuk mengetahui posisi relatif dari perusahaan berada di kuadran pertama, kedua, ketiga atau keempat. Perhitungan analisis SWOT adalah sebagai berikut: 1. Jumlah dari hasil perkalian bobot dan rating pada peluang dan ancaman diselisihkan untuk mendapatkan titik Y Peluang = 2,07 Ancaman = 0,84 Titik Y = Peluang – Ancaman = 2,07 – 0,84 = 1,23 2. Jumlah dari hasil perkalian bobot dan rating pada kekuatan dan kelemahan diselisihkan untuk mendapatkan titik X Kekuatan = 2,12 Kelemahan = 0,88 Titik X = Kekuatan – Kelemahan = 2,12 – 0,88 = 1,24 Dari perhitungan diatas maka dapat ditentukan posisi relatif perusahaan terletak pada koordinat 1,32 ; 1,24 yaitu pada kuadran pertama Gambar 4.2. Universita Sumatera Utara yang berarti perusahaan memiliki kekuatan dan peluang sehingga strategi pengelolaan sedimentasi dimuara Sungai Percut dapat memanfaatkan peluang yang ada dengan menggunakan kekuatan yang dimiliki oleh strategi pengelolaan sedimentasi dimuara Sungai Percut. Strategi yang sesuai dengan posisi relatif strategi adalah strategi agresif yang mendukung potensi ekonomi di Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang. Peluang Ancaman Gambar 4.4. P osisi Relatif Strategi 1,24 1,23 Kekuatan Kelemahant Perubahan Haluan Bertahan Agresif Diversifikasi Universita Sumatera Utara Tabel 4.12. Matriks SWOT dan Rumusan Strategi Pengelolaan Sedimentasi Di Sungai Percut Terhadap Potensi Ekonomi Di Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang. Kekuatan Kelemahan Faktor Internal Faktor Eksternal 1. Ketersediaan Kebijakan Pengelolaan Sedimentasi Sungai 2. Ketersediaan instansi- instansi yang melakukan pengelolaan Sedimentasi Sungai 3. Komitmen instansi terhadap upaya pengelolaan yang tinggi 4. Ketersediaan lahan yang memadai dan dukungan masyarakat. 1. Kurangnya koordinasi antar instansi pengelola Sedimentasi Sungai 2. Keterbatasan sumber daya manusia yang berkualitas 3. Kondisi perekonomian masyarakat dengan tingkat pendapatan rendah 4. Kurangnya pengawasan dan penegakan hukum terhadap pelanggaran UU dan PP 5. Penggunaan teknologi yang masih lemahkurang 6. Sarana dan prasarana yang belum memadai. Peluang Kekuatan Terhadap Peluang Kelemahan Terhadap Peluang 1. Teknologi konservasi lahan dan ilmu pengetahuan yang menunjang 2. Sumber daya alam yang memadai 3. Partisipasi masyaraka t semakin meningkat. 4. Adanya akses pasar terhadap hasil pertanian masyarakat 5. Peluang investasi yang besar. 1. Dengan peraturankebijakan yang jelas, tegas dan transparan dan dukungan partisipasi masyarakat dapat menciptakan iklim yang kondusif bagi tumbuhnya investasi 2. Dalam melakukan upaya pengelolaan setiap instansi harus menerapkan konsep partisipasi agar dapat diaksanakan dengan baik 3. Dalam memanfaatkan lahan dengan menerapkan teknologi konservasi lahan akan dapat menunjang upaya pengelolaan Sedimentasi Sungai yang berkelanjutan. 1. Untuk meningktakan SDM dan penguasaan teknologi dilkukan diklat atau pendidikan tambahan 2. Peningkatan perkonomian masyarakat dapat dilakukan dengan penguasaan teknologi dan peningkatan akses pasar terhadap hasil usahanya 3. Pemanfaatan SDM untuk pemanfaatan SDA secara berkelanjutan. 4. Dalam upaya peningkatan pengawasan dan penegakan hukum maka harus dilakukan dengan melibat kan partisipasi masyarakat. Tantangan Kekuatan Terhadap Ancaman Kelemahan Terhadap Ancaman 1. Kelembagaan yang kurang memadai 2. Kondisi iklim dan geografis 3. Kondisi lahan 1. Dengan komitmen instansi yang kuat dapat meningkatkan kelembagaan yang kuat dalam mendukung upaya pengelolaan Sedimentasi Sungai 2. Dengan adanya peraturan 1. Dengan ketersediaan data dan informasi yang ada diupayakan peningkatan koordinasi antar instansi 2. Guna mengurangi tingkat erosi dan sedimentasi yang tinggi harus diupayakan peningkatan SDM dalam penguasaan teknologi konservasi yang sesuai dan memadai. Universita Sumatera Utara dengan tingkat bahaya erosi dan sedimentasi yang tinggi 4. Peningkatan jumlah penduduk dan penggunaan lahan untuk permukiman 5. Dengan otonomi daerah yang menuntut peningkatan PAD Pendapatan Asli Daerah dengan pemanfaatan SDA. 6. Besarnya tingkat sedimentasi di muara Sungai Percut dan kebijakan pengelolaan Sedimentasi Sungai yang jelas dan diikuti dengan implementasi yang tegas dapat mengendalikan erosi dan sedimentasi serta menahan penggunaan lahan yang tidak mendukung upaya pengelolaan. 3. Dengan ketersediaan lahan dan komitmen instansi dapat meningkatkan PAD dengan memanfaatkan SDA secara berkelanjutan 4. Pemanfaatan hasil pengerukan sedimentasi Sungai Percut untuk pengembangan wilayah serta dapat digunakan sebagai bahan bangunan 3. Dengan peningkatan jumlah penduduk dan untuk meningkatan PAD dengan pemanfaatan SDA harus diimbangidiikuti dengan peningkatan perekonomian pendapatan masyarakat. Universita Sumatera Utara

4.10. Pilihan yang Terbaik

Dalam upaya pengelolaan Sungai Percut secara optimal upaya yang harus dilaksanakan adalah memanfaatkan sumber daya alam secara berkelanjutan untuk meningkatkan perkeonomian masyarakat melalui pelaksanaan pengelolaan tanaman dan konservasi lahan yang sesuai dan memadai dengan cara meningkatkan sumberdaya manusianya melalui pelatihan secara langsung di lapangan dengan bantuan pemerintah atau perguruan tinggi setempat, serta pembuatan zonasi daerah rawan erosi melalui Perda dibarengi dengan pengawasan dan penegakan hukum secara tegas dan transparan terhadap setiap kebijakan yang dikeluarkan melalui sosialisasi dan partisipasi masyarakat dalam pengawasan dan pelaksanaannya. 4.10.1. Analisis Erosi Dan Sedimentasi Terkait Pengelolaan Lahan Di Sungai Percut Menuju Pemanfaatan Secara Berkelanjutan Permasalahan erosi dan sedimentasi di Sungai Percut yang frekuensi dan cakupannya meningkat disebabkan oleh perubahan alih fungsi lahan dan maraknya pemanfaatan lahan di kawasan resapan air tanpa memperhatikan dampaknya terhadap kawasan yang lebih luas. Pemanfaatan lahan di kawasan yang berfungsi sebagai resapan air telah merusak keseimbangan sistem tata air wilayah, dari data yang didapatkan pada kawasan Sungai Percut telah terjadi perubahan alih fungsi lahan yang cukup meningkat selama 14 tahun terakhir 1995-2008, peningkatan lahan perkebunan bertambah 63,00 dari 14.78 ha menjadi 39.95 ha, sawah 24,86 dari 30.80 ha menjadi 41.67 ha serta pemukiman 35,03 dari 64.37 ha menjadi 99.08 ha disisi lain telah terjadi penurunan untuk tegalan 82,28 dari 60.60 ha menjadi 33.25, hutan rimba Universita Sumatera Utara 15,13 dari 65.62 ha menjadi 57.76 ha akan menyebabkan meningkatnya tekanan pada lingkungan pada Sungai Percut. Hal ini terlihat pada Tabel 4.8. Menurur Arsyad S. 2008, sebenarnya meningkatnya kebutuhan lahan berkorelasi positif dengan meningkatnya kegiatan pembangunan yang terkait erat dengan tata ruang tetapi dalam pemanfaatannya, lahan sebagai sumber daya yang mewadahi kehidupan dan penghidupan serta terikat pada bentuk dan luasannya yang relatif tetap, kerap menimbulkan berbagai permasalahan seperti berikut ini : a. Jumlah populasi penduduk yang tidak terkendali menyebabkan perubahan penggunaan lahan relatif cepat. b. Benturan antar kepentingan pada setiap sektor kegiatan. c. Pendirian bangunan yang tidak terkendali dan tidak sesuai peruntukannya seperti pendirian bangunan di kawasan bantaran sungai. d. Kegiatan manusia yang mengeluarkan limbah tidak diimbangi dengan upaya antisipasinya sehingga mempercepat degradasi lahan. Pemanfaatan lahan juga dipengaruhi oleh persepsi masyarakat yang memandang lahan sebagai faktor produksi dengan tuntutan produksi yang tinggi guna memenuhi kebutuhan masyarakat yang semakin meningkat. Kajian spasial dalam pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya lahan, memungkinkan tendensi dominasi kegiatan pada aspek ekonomi. Akibatnya terjadi eksploitasi sumberdaya lahan tanpa mengindahkan perhitungan pada aspek lingkungan yang berdampak pada percepatan degradasi lingkungan. Keraf 2002 mengemukakan bahwa pembangunan sekarang ini yang lebih menekankan pada pertumbuhan ekonomi memperlihatkan nilai yang positif, namun apabila diukur secara kualitatif menyeluruh holistik pada semua aspek sesungguhnya merupakan pertumbuhan Universita Sumatera Utara yang negatif. Hal ini disebabkan tidak diperhitungkannya nilai dari dampak kerusakan lingkungan beserta ikutannya yang intangible nilai manfaat yang secara tidak langsung dapat dirasakan yang dapat menimbulkan korban jiwa maupun kerugian materi yang relatif besar. Usaha-usaha pencegahan erosi dan sedimentasi diperlukan untuk meminimalisir dampak negatif yang mungkin terjadi. Adapun usaha pencegahan erosi dan sedimentasi melalui tindakan konservasi sumberdaya lahan dapat dilakukan dengan cara-cara berikut ini Arsyad, 1989: a. Vegetatif : Penggunaan tanaman dan tumbuhan atau bagian-bagian tumbuhan atau sisa-sisanya untuk mengurangi daya tumbuk butir hujan yang jatuh, mengurangi jumlah dan kecepatan aliran permukaan yang pada akhirnya mengurangi erosi tanah. b. Mekanik : semua perlakuan fisikmekanik yang diberikan terhadap tanah dan pembuatan bangunan untuk mengurangi aliran permukaan dan erosi, dan meningkatkan kemampuan penggunaan tanah. c. Kimia : penggunaan preparat kimia baik berupa senyawa sintetik maupun berupa bahan alami yang telah diolah, dalam jumlah yang relatif sedikit untuk meningkatkan stabilitas agregat tanah dan mencegah erosi. Adapun pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya lahan secara berkesinambungan akan tercapai apabila dilakukan hal-hal berikut ini dikembangkan dari Mitchell, Setiawan dan Rahmi, 2003 : Universita Sumatera Utara Pertama, pemanfaatan sumber daya lahan diupayakan dengan mensinkronkan dan mengintegrasikan kegiatan antar sektor terkait. Hal ini berarti upaya kegiatan pada 4 aspek pengelolaan lahan sumberdaya tanah, hutan, pertanian, dan sumberdaya air dilakukan secara terpadu. Kedua, pemberian bobot nilai kegiatan yang relatif sama pada 3 aspek pembangunan berkelanjutan yaitu aspek ekologi, ekonomi, dan demografi. Hal ini berarti kajian suatu kegiatan pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya lahan dinilai secara seimbang dengan memperhitungkan semua aspek yang bernilai tangible dan intangible dalam suatu pendekatan yang menyeluruh. Ketiga, sumberdaya lahan pada setiap daerah dikelola sesuai dengan karakteristik di daerahnya. Hal ini berarti bahwa tingkatan persoalan pengelolaan sumberdaya lahan berbeda-beda, karena itu pilihan pengelolaannya pun berbeda- beda pula. Konsekuensinya setiap pemerintah daerah secara inovatif merumuskan bentuk-bentuk pilihan pengelolaan sumberdaya lahan sesuai kondisi dan persoalan di daerahnya masing-masing. Keempat, karena pengelolaan sumberdaya lahan terkait dengan penataan dan perizinan ruang maka pengelolaan sumberdaya lahan akan mungkin dilakukan apabila didukung oleh rencana tata ruang yang jelas. Hal ini berarti bahwa pengelolaan sumberdaya lahan berdasarkan tata ruang harus didukung oleh sistem informasi dan data dasar yang lengkap tentang sumberdaya lahan di Indonesia. Universita Sumatera Utara Dengan demikian pengelolaan sumberdaya lahan menuju pemanfaatan secara berkesinambungan akan tercapai, bukan hanya untuk dimanfaatkan oleh generasi sekarang namun dapat dimanfaatkan pula oleh generasi yang akan datang. 4.10.2. Analisis Pengelolaan Lingkungan Sungai Percut terkait Daya Dukung Lingkungan dan Rencana Tata Ruang Sungai Percut dalam perkembangannya lahan di kawasan tersebut telah banyak mengalami perubahan alih fungsi lahan sehingga daya dukung lingkungan di Sungai Percut menjadi menurun. Menurut Arsyad S. 2008, perhatian terhadap daya dukung lingkungan merupakan kunci bagi perwujudan ruang hidup yang nyaman dan berkelanjutan. Daya dukung lingkungan merupakan kemampuan lingkungan untuk mengakomodasi kegiatan-kegiatan yang ada, serta kemampuan lingkungan dalam mentolerir dampak negatif yang ditimbulkan. Perhatian terhadap daya dukung lahan seyogyanya tidak terbatas pada lokasi dimana sebuah kegiatan berlangsung, namun harus mencakup wilayah yang lebih luas dalam satu ekosistem. Dengan demikian, keseimbangan ekologis yang terwujud juga tidak bersifat lokal, namun merupakan keseimbangan dalam satu ekosistem. Terkaitnya daya dukung, terhadap beberapa hal penting yang harus perhatikan dalam pemanfaatan lahan. a. Ketersediaan sumberdaya alam dan sumberdaya buatan yang dibutuhkan dalam pelaksanaan kegiatan yang akan dikembangkan. Dalam konteks ini ketersediaan tersebut harus diperhitungkan secara Universita Sumatera Utara cermat, agar pemanfaatan sumberdaya alam dapat dijaga pada tingkat yang memungkinkan upaya pelestarian. b. Jenis kegiatan yang akan dikembangkan harus sesuai dengan karakteristik geomorfologis lokasi jenis tanah, kemiringan, struktur batuan. Hal ini dimaksudkan agar lahan dapat didorong untuk dimanfaatkan secara tepat sesuai dengan sifat fisiknya. c. Intensitas kegiatan yang akan dikembangkan dilihat dari luas lahan yang dibutuhkan dan skala produksi yang ditetapkan. Hal ini sangat terkait dengan pemenuhan kebutuhan sumberdaya alam dan sumberdaya buatan sebagaimana telah disampaikan di atas. Intensitas kegiatan yang tinggi akan membutuhkan sumberdaya dalam jumlah besar yang mungkin tidak sesuai dengan ketersediaannya. d. Dampak yang mungkin timbul dari kegiatan yang akan dikembangkan terhadap lingkungan sekitar dan kawasan lain dalam satu ekosistem, baik dampak lingkungan maupun dampak sosial. Hal ini dimaksudkan agar pengelola kegiatan yang memanfaatkan lahan dapat menyusun langkah-langkah antisipasi untuk meminimalkan dampak yang timbal. e. Alternatif metoda penanganan dampak yang tersedia untuk memastikan bahwa dampak yang mungkin timbul oleh kegiatan yang akan dikembangkan dapat diselesaikan tanpa mengorbankan kepentingan lingkungan, ekonomi dan sosial budaya masyarakat. Universita Sumatera Utara f. Konversi pemanfaatan lahan yang tidak terkontrol. g. Konversi pemanfaatan lahan dari satu jenis pemanfaatan menjadi pemanfaatan lainnya perla diperhatikan secara khusus. Beberapa isu penting yang kita hadapi saat ini antara lain sebagai berikut : 5. Konversi lahan-lahan berfungsi lindung menjadi lahan budidaya yang berakibat pada menurunnya kemampuan kawasan dalam melindungi kekayaan plasma nutfah dan menurunnya keseimbangan tata air wilayah. 6. Konversi lahan pertanian produktif menjadi lahan non pertanian laju alih fungsinya dapat mengganggu keseimbangan lingkungan. 7. Konversi ruang terbuka hijau di kawasan perkotaan menjadi lahan terbangun telah menurunkan kualitas lingkungan kawasan perkotaan. Permasalahan tersebut di atas terjadi akibat kurangnya perhatian terhadap kepentingan yang lebih luas. Untuk mengatasinya diperlukan perangkat pengendalian yang mampu mengarahkan agar pemanfaatan lahan tetap sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan. Pengaturan pemanfaatan lahan yang tidak efisien. Dalam perspektif penataan ruang, pemanfaatan lahan perlu diatur agar secara keseluruhan memberikan manfaat terbaik bagi masyarakat sekaligus menekan eksternalitas yang mungkin timbul. Dalam perspektif ini, pengaturan pemanfaatan lahan dimaksudkan untuk membentuk struktur ruang dan pola pemanfaatan ruang yang efisien, untuk menekan biaya yang dikeluarkan oleh masyarakat dalam menjalankan aktivitas dan memperoleh pelayanan yang dibutuhkan. Universita Sumatera Utara Selain memperhatikan terhadap daya dukung lingkungan yang merupakan kunci bagi perwujudan ruang hidup yang nyaman dan berkelanjutan, pengelolaan Sungai Percut juga memperhatikan Rencana Tata Ruang Propinsi Sumatera Utara. Menurut Arsyad S. 2008, rencana tata ruang disusun dengan memperhatikan kepentingan seluruh pemangku kepentingan. Dengan demikian penerapan rencana tata ruang secara konsisten akan meminimalkan konflik kepentingan antar pemangku kepentingan. Disamping itu pelaksanaan pembangunan berdasarkan rencana tata ruang akan menciptakan keterpaduan lintas sektor dan lintas wilayah. Disamping akomodasi kepentingan pemangku kepentingan dalam proses penyusunan rencana tata ruang, upaya untuk meminimalkan konflik kepentingan antar-pihak pemanfaat ruang harus terus-menerus dilaksanakan dalam tahap pemanfaatan ruang. Dalam pemanfaatan ruang seluruh pemanfaat ruang harus memiliki komitmen yang tegas bahwa rencana tata ruang adalah dokumen kesepakatan seluruh pemangku kepentingan yang harus dipatuhi dan dilaksanakan. Proses penyusunan rencana tata ruang yang partisipatif dan cara pandang bahwa rencana tata ruang merupakan komitmen yang harus dipenuhi menunjukkan bahwa penyelenggaraan penataan ruang sangat menekankan pada pentingnya keterpaduan antar sektor, antar-daerah, dan antar-pemangku kepentingan. Keterpaduan ini tidak hanya terbatas pada upaya untuk menyatukan berbagai kepentingan dalam satu wilayah yang luas, tetapi juga dalam Universita Sumatera Utara pengembangan berskala makro seperti dalam penyediaan ruang terbuka hijau di kawasan perkotaan. Pengelolaan lingkungan Sungai Percut yang berbasis Rencana Tata Ruang telah terjadi penyimpangan-penyimpangan yang nyata dari penggunaan lahan sekarang land use bila dibandingkan dengan Rencana Tata Ruang Propinsi Sumatera Utara. Penyimpangan tersebut antara lain disebabkan oleh : 1. Belum adanya kebijakan operasional yang mengintegrasikan penatagunaan tanah dengan pelaksanaan rencana umum tata ruang wilayah; disamping itu belum dirumuskan hubungan antara hak atas tanah hak keperdataan dengan rencana tata ruang wilayah yang seringkali tidak sejalan; pengintegrasian tersebut membutuhkan diterbitkannya berbagai peraturan pemerintah; 2. Kurangnya disiplin dan pengawasan dalam pelaksanaan penatagunaan tanah dan penataan ruang, dalam hal ini partisipasi masyarakat yang diorganisasikan secara tertib sangat dibutuhkan; 3. Rencana umum tata ruang kabupatenkota sering tidak konsisten dengan rencana umum tata ruang provinsi dan selanjutnya rencana umum tata ruang provinsi kadang kala tidak konsisten dengan tata ruang nasional; 4. Rencana umum tata ruang sering kali berubah dalam jangka waktu yang pendek terutama sebagai akibat pengaruh mekanisme pasar dan tujuan- tujuan jangka pendek yang seringkali mengorbankan tujuan-tujuan jangka panjang. Universita Sumatera Utara Dari beberapa uraian diatas Pengelolaan Lingkungan Sungai Percut yang terkait dengan Daya Dukung Lingkungan dan Rencana Tata Ruang yang dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut : 1. Kebutuhan lahan untuk menampung berbagai aktivitas masyarakat yang terus berkembang diperlukan upaya efisiensi pemanfaatan lahan melalui pengaturan alokasi berdasarkan rencana tata ruang. 2. Rencana tata ruang yang berkualitas merupakan prasyarat bagi penyelenggaraan penataan ruang yang berkualitas. Hal ini perlu dibarengi dengan upaya pengendalian pemanfaatan ruang yang tegas dan konsisten untuk menjamin agar pemanfaatan ruang tetap sesuai dengan rencana tata ruang. 3. Dalam rangka pengendalian perlu dikembangkan perangkat Rencana Detail Tata Ruang RDTR, peraturan zonasi zoning regulation, dan mekanisme insentif-disinsentif. 4. Rencana tata ruang, dan proses penataan ruang secara keseluruhan, sejauh ini belum mampu sepenuhnya memenuhi harapan terwujudnya ruang wilayah yang nyaman, produktif, dan berkelanjutan. Hal ini ditunjukkan oleh masih adanya permasalahan terkait pemanfaatan lahan yang tidak memperhatikan daya dukung lingkungan, konversi pemanfaatan lahan yang tidak terkendali, dan inefisiensi pengaturan fungsi ruang. Untuk itu diperlukan langkah-langkah yang sistematis yang diharapkan mampu mengefektifkan penyelenggaraan penataan ruang, termasuk dalam pengaturan pemanfaatan lahan. Universita Sumatera Utara 4.10.3. Analisis Pemanfaatan Material Hasil Pengerukan Sebagai Bahan Timbunan Dari Pada Material Timbunan Tanah Didatangkan. Berdasarkan analisa harga satuan terdapat keuntungan dengan mempergunakan material hasil pengerukan digunakan sebagai timbunan daripada tanah didatangkan antara lain: a. Pelaksanaanya sangat mudah. b. Butiran pasir hasil pengerukan cepat padat. c. Biaya yang dibutuhkan relative lebih murah. d. Dampak negative kepada masyarakat di sekitar lokasi relative sedikit. e. Tidak memerlukan banyak lahan sebagai jalan akses mobilisasi. EXESTING ELEVATOR M DISTANCE M 6.00 4.00 2.00 0.00 -2.00 5.00 40.00 40.00 4.00 3.00 3.00 3.00 2.00 5.00 3.00 3.00 2.00 2 .76 8 2 .74 2 2 .63 5 2 .53 2 2 .35 6 .53 2 2 .21 5 .87 5 2 .26 1 2 .76 1 4 .38 9 3 .43 5 3 .90 5 1 .06 1 .78 6 .65 4 SECTION PE 1 + 52 2 .85 3 .14 5 3.00 5.00 1.00 -1.00 4 .50 6 + 2.156 MUKA AIR NORMAL Gambar 4.5. Potongan Melintang Sungai Percut Sebelum Dikeruk EXESTING ELEVATOR M DISTANCE M DISTANCE M 6.00 4.00 2.00 0.00 -2.00 5.00 40.00 40.00 4.00 3.00 3.00 3.00 2.00 5.00 3.00 3.00 2.00 2 .76 8 2 .74 2 2 .63 5 2 .53 2 2 .35 6 .53 2 2 .21 5 .87 5 2 .26 1 2 .76 1 4 .38 9 3 .43 5 3 .90 5 1 .06 1 .78 6 .65 4 SECTION PE 1 + 52 + 4.285 MUKA AIR MAKSIMUM 40.00 40.00 2 .85 2 .46 1 3 .14 5 3.00 5.00 4 .85 7 4 .85 7 2 .87 6 2 .56 7 2 .56 7 .75 4 .75 4 2 .56 7 2 .56 7 4 .85 7 4 .85 7 1.00 -1.00 4 .50 6 + 2.156 MUKA AIR NORMAL + 1.089 MUKA AIR MINIMUM 20.00 20.00 5.00 5.00 1 : 1 1 : 1 2.56 2.31 2.56 2.31 2.00 2.00 Gambar 4.6. Rencana Potongan Melintang Sungai Percut Setelah Dikeruk Universita Sumatera Utara Berdasarkan perbandingan data cross tahun 2000 dan 2006 yang dilakukan oleh PT. Adhi Karya Persero, Tbk dengan interval 6 tahun diperoleh volume sedimentasi yang mengendap di sekitar 130.888 m³ dengan panjang tinjauan 3.132 km. Dengan rata-rata luas tampang sedimentasi 42 m² jika di konversi di tinjau tiap section sungai berarti selama 6 tahun terjadi peningkatan sedimentasi setinggi 1,2 m. Data rincian pengukuran terlampir pada lembar lampiran 4. Perhitungan selisih harga satuan timbunan hasil galian normalisasi Sungai Percut dengan timbunan tanah didatangkan sebagai berikut: Tabel 4.13. Perhitungan Selisih Harga Satuan Timbunan Hasil Galian Normalisasi Sungai Percut dengan Timbunan Tanah Didatangkan No Jenis Material Satuan Volume Galian m³ Harga Satuan Per m³ Rp 1. 2. Material hasil pengerukan sungai dibuat jadi timbunan Timbunan tanah didatangkan m³ m³ 1,00 1,00 57,009.00 135,360.00 Dasar perhitungan harga satuan untuk material hasil pengerukan sungai dibuat jadi timbunan timbunan tanah didatangkan terlampir pada lembar lampiran 5. Dari hasil perhitungan ini diperoleh timbunan dari hasil galianpengerukan Sungai Percut jauh lebih murah dari pada tanah timbunan didatangkan dengan selisih Rp 78,351,- Universita Sumatera Utara Berdasarkan hasil wawancara dengan petani nelayan kelompok swadaya masyarakat RAPI Rawa Pesisir di Kecamatan Percut dengan jumlah anggota 22 Nelayan dapat dijelaskan sebagai berikut :

4.11. Dampak Negative Terhadap Ekonomi Pendapatan Nelayan

1. Biaya operasional biaya yang diperlukan untuk melaut per trip

Jumlah hari kerja efektif dalam 1 satu bulan bagi nelayan adalah 20 trip diperlukan rincian biaya sebagai berikut : a. Bahan Bakar Solar 50 litertrip Rp. 5.000 = Rp. 250.000,- b. Konsumsi = Jumlah = Rp. 400.000,- Rp. 150.000,- + 2. Nilai produksi minimum rata-rata nelayan per trip a. Udang 8 kg Rp. 40.000 = Rp. 320.000,- b. Ikan Campuran 5 kg Rp. 4.000 = Rp. 220.000,- c. Guritasotongcumi-cumi 20 kg Rp.8.000 = Jumlah = Rp. 700.000,- Rp. 160.000,- + Keuntungan minimum dari penjualan = Rp. 700.000 – Rp. 400.000 = Rp. 300.000. 3. Sistem pembagian hasil Kebutuhan tenaga kerja dalam 1 boat minimum diperlukan 2 dua orang dengan kesepakatan dari keuntungan penjualan dengan uraian 40 empat puluh persen untuk pemilik boat dan 60 enam puluh persen untuk nelayan. Dengan data hasil wawancara diatas maka pembagian keuntungan untuk nelayan = 60 x Rp. 300.000 = Rp. 180.000. Dengan kondisi 2 dua orang nelayan, maka penghasilan minimum seorang nelayan Rp. 90.000,-trip kondisi normal Universita Sumatera Utara Dalam perkembangnya, pendapatan para nelayan di Desa Pantai Percut dalam setiap melakukan penangkapan ikan tidak dapat ditentukan hal ini tergantung kepada faktor musim, harga ikan maupun faktor pendukung lainnya, seperti kelengkapan alat yang digunakan, status perahu, dan beban tanggungan. Dengan adanya pendangkalan akibat tingginya sedimentasi dan pengaruh pasang surut, maka keberangkatan nelayan akan tertunda selama 3-4 jam hal ini biasanya terjadi dua kali dalam seminggu sehingga mengurangi jumlah pendapatan nelayan dengan jumlah jam kerja bagi nelayan dalam 1 satu trip yang semula 15 jam menjadi 11 jam yang mengakibatkan penurunan jalapukat yang semula 5 lima kali menjadi 4 empat kali. Perhitungan penurunan penghasilan nelayan dengan kondisi sedimentasi yang menyebabkan pendangkalan dapat di uraikan sebagai berikut : r. Dengan mengunakan data hasil wawancara, nilai produksi minimum rata- rata nelayan per trip Rp. 700.000,- 5 kali penurunan jala dengan tertundanya keberangkatan nelayan akibat kondisi pendangkalanpasang surut yang terjadi maka terjadi penurunan penghasilan menjadi Rp.560.000,- 4 kali penurunan jala. Hal ini terjadi dua kali dalam seminggu. s. Keuntungan minimum dari penjualan = Rp. 560.000 – Rp. 400.000 = Rp. 160.000. t. Pembagian keuntungan dari nelayan = 60 x Rp. 160.000 = Rp. 96.000,- Rp. 48.000,-orang u. Kondisi ini terjadi dalam 8 trip dari 20 trip dalam sebulan Universita Sumatera Utara Sehingga pendapatan masyarakat nelayan di Desa Pantai Percut Kecamatan Percut Sei Tuan relatif kecil dalam kondisi normal, yaitu sebesar Rp. 90.000,- per trip untuk nelayan perahu motor. Pendapatan ini adalah pendapatan bersih per nelayan, tetapi karena yang bekerja untuk memenuhi kebutuhan keluarga hanya ia sendiri, maka pendapatan ini merupakan pendapatan keluarga, baik untuk perahu motor mupun perahu layar, demikian juga nelayan ini hanya dapat bekerja kelaut untuk menangkap ikan paling banyak 20 trip sebulan maka pendapatan ini harus digunakan selama sebulan tiga puluh atau tiga puluh satu hari jadi pendapatannya rata-rata perbulan jadi kecil. Dengan diperhitungkan dalam kondisi normal untuk perahu motor adalah Rp. 90.000,-orang x 12 trip melaut = Rp. 1.080.000,- kondisi terjadinya pendangkalan Rp. 48.000,-orang x 8 trip melaut = Rp. 384.000,- pendapatan rata- rata perharinya adalah Rp. 1.080.000+384.00030 hari = Rp. 48.800,-. Dengan tanggungan rata-rata 5 orang. Kalau diperhitungkan dalam kondisi normal untuk perahu motor adalah Rp. 90.000,-orang x 20 trip melaut = Rp. 1.800.000,- , maka pendapatan rata-rata perharinya adalah Rp. 1.800.000,-30 hari = Rp. 60.000,-. Dengan tanggungan rata-rata 5 orang.. Sehingga total penurunan penghasilan perbulan hari untuk perahu motor = Rp. 1.800.000 – Rp.1.464.000 = Rp. 336.000,- Pendapatan nelayan perahu motor tertinggi sebesar Rp. 55.000,-hari dan terendah Rp. 48.800,-hari. Pendapatan tersebut digunakan untuk memenuhi konsumsi maupun kebutuhan hidup lainnya para nelayan beserta keluarganya, dengan beban tanggungan masing-masing sebesar 5 lima orang setiap rumah tangga nelayan perahu motor. Dengan pendapatan yang rendah dan beban Universita Sumatera Utara tanggungan rumah tangga yang besar mengakbatkan sulitnya bagi para nelayan untuk meningkatkan kesejahteraannya. Hal ini terungkap dari kondisi sosial ekonomi para nelayan dengan rumah yang sangat sederhana, kebutuhan mandi dan cuci bahkan jambanwc menggunakan air sungai yang tersedia.

4.12.1. Umum 4.12. Kelembagaan Pengelola Sumber Daya Air Di Sungai Percut

Pemanfaatan sumber daya air SDA terus meningkat baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya seiring dengan laju perlumbuhan penduduk dan pesatnya pembangunan permukiman, perindustrian maupun infrastruktur lainnya. Peningkatan pemanfaatan air ini mengakibatkan air yang termasuk dalam barang umum public goods tidak bisa terus menerus tersedia secara melimpah dan bisa secara bebas digunakan tanpa mempedulikan anggota masyarakat lainnya. Air menjadi sumber daya alam yang langka di beberapa wilayah sehingga untuk mencegah kelangkaan SDA di WS Belawan-Ular-Padang, maka perlu adanya sistem pengelolaan yang memadai dengan tetap memegang prinsip bahwa air adalah barang umum public goods. Prinsip umum dari public goods adalah setiap orangkomponen masyarakat boleh memanfaatkan namun tidak ada satupun yang boleh memonopolinya sehingga dalam hal ini peran pemerintah menjadi sangat besar untuk mengatur pemanfaatan SDA yang ada di WS Belawan-Ular- Padang. Pengelolaan SDA yang memadai tidak hanya menyangkut masalah- masalah fisik semata, namun juga berkaitan erat dengan pembiayaan dan kelembagaan yang akan berperan. Kelembagaan pengelola sumber daya air sangat Universita Sumatera Utara diperlukan guna melaksanakan pengelolaan sumber daya air secara benar, efisien, efektif dan lestari. Mengingat sumber daya air merupakan suatu aset yang mengalir, artinya pengelolaan di daerah hulu akan mempengaruhi daerah hilirnya, maka pengelolaannya dilakukan secara terpadu dalam satu kesatuan wilayah sungai. Sistem pengelolaan ini dilakukan dengan mengikutsertakan dan memperhatikan kepentingan semua pihak yang terkait termasuk peran serta masyarakat. Pengelolaan sumber daya air yang serba komplek dan terkait dengan banyak sektor ini memerlukan dukungan sistem kelembagaan yang kuat dan terstruktur. Ditinjau dari segi fungsinya, sistem kelembagaan dalam pengelolaan sumber daya air secara garis besar meliputi lima unsur, yaitu: 1. 2. Regulator , yaitu institusi pengambil keputusan yang dalam hal ini adalah para pejabat yang berwenang menetapkan kebijakankeputusan misalnya di daerah adalah Gubernur, BupatiWalikota dan para Kepala DinasBadan terkait yang menjadi sub ordinatnya. Operator , yaitu lembaga yang dibentuk dan berfungsi untuk melaksanakan operasi atau pengelolaan sumber daya air sehari-hari, sumber air dan prasarana yang ada dalam satu wilayah sungai, misalnya Balai Wilayah Sungai ataupun badan usaha untuk pengelolaan air pada perairan umum, Balai Pengelolaan DAS untuk pengelolaan DAS. Lembaga ini dibentuk oleh regulator dan tidak memiliki kewenangan publik. Peran lembaga ini, terutama diperlukan ketika terjadi ketidakseimbangan antara permintaan atau kebutuhan air dengan kemampuan menyediakan air Universita Sumatera Utara 3. 4. Developer , yaitu lembaga yang berfungsi melaksanakan pembangunan prasarana dan sarana pengairan baik dari unsur pemerintah misal Balai Wilayah Sungai, BUMN, BUMD maupun lembaga non pemerintah investor. 5. User atau Penerima manfaat, yaitu masyarakat baik perorangan maupun kelompok masyarakat industri dan dunia usaha yang mendapat manfaat langsung maupun tak langsung dari jasa pengelolaan sumber daya air. Wadah Koordinasi , yaitu wadah koordinasi yang berfungsi untuk menerima, menyerap dan menyalurkan aspirasi dan keluhan semua unsur stakeholders. Wadah ini bersifat independen yang bertugas menyampaikan masukan kepada regulator sekaligus menyiapkan usulan penyelesaian masalah-masalah sumber daya air. Keanggotaan badan ini terdiri atas unsur pemerintah dan non pemerintah dalam jumlah yang seimbang. Dalam

4.12.2. Dinas PU PSDA Provinsi Sumatera Utara

melaksanakan a. Perencanaan kebijakan teknis pembangunan dan pengelolaan SDA lintas kabupatenkota. teknis pembangunan tersebut, Dinas Pekerjaan Umum PSDA mempunyai fungsi: b. Penyediaan dukungan danatau bantuan untuk kerja sama antar kabupatenkota dalam pengembangan sarana dan prasarana. c. Penyediaan dukunganbantuan untuk pengelolaan SDA permukaan, pelaksanaan operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi dan drainase Universita Sumatera Utara lintas kabupatenkota berserta bangunan-bangunan pelengkapnya. d. Pelaksanaan pembangunan dan perbaikan jaringan irigasi utama lintas kabupatenkota beserta bangunan pelengkapnya. e. Penyusunan rencana penyediaan air irigasi. Balai Wilayah

4.12.3. Balai Wilayah Sungai Sumatera II

Sungai a. Melaksanakan penyusunan pola dan rencana pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai; Sumatera II menyelenggarakan fungsi: b. Melaksanakan penyusunan rencana dan pelaksanaan pengelolaan kawasan lindung sumber air pada wilayah sungai; c. Melaksanakan pengelolaan sumber daya air yang meliputi konservasi sumber daya air, pengembangan sumber daya air, pendayagunaan sumber daya air dan pengendalian daya rusak air pada wilayah sungai; d. Melaksanakan penyiapan rekomendasi teknis dalam pemberian ijin atas penyediaan, peruntukkan, penggunaan dan pengusahaan sumber daya air pada wilayah sungai; e. Melaksanakan operasi dan pemeliharaan SDA pada wilayah sungai; f. Melaksanakan pengelolaan sistem hidrologi; g. Melaksanakan penyelenggaraan data dan informasi sumber daya air; h. Melaksanakan fasilitas kegiatan tim koordinasi pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai; i. Melaksanakan pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan SDA; j. Melaksanakan ketata usahaan balai wilayah sungai Universita Sumatera Utara

4.12.4. Instansi yang Terkait

Instansi yang terkait dalam rangka mendukung pengelolaan SDA yang dilaksanakan Balai Wilayah Sungai Sumatera II dan Dinas PU PSDA Provinsi Sumatera Utara adalah sebagai berikut: Tabel 4.14. Instansi yang Terkait dengan Pengelolaan SDA di No. Sungai Percut Instansi Tugas dan Tanggung Jawab 1 Direktorat Jenderal Sumber Daya Air Bertanggungjawab dalam perencanaan, pengelolaan air permukaan. Dapat membantu dalam pengembangan air bawah tanah. Bertanggungjawab dalam semua pekerjaan sungai dan pengendalian banjir dan untuk pekerjaan drainase di daerah. 2 Direktorat Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial RLPS Bertanggungjawab untuk konservasi tanah dan rehabilitasi lahan dalam kawasan hutan 3 Dinas Kehutanan Provinsi KabupatenKota Bertanggungjawab dalam perencanaan, pengawasan dan evaluasi dari pengelolaan daerah tangkapan air. 4 Dinas Pertanian Tanaman Pangan ProvinsiKabupaten Kota Memberikan panduan teknis terhadap petani pengguna air tentang pola atau sistem pertanaman yang hemat dan efektif dalam penggunaan air. 5 Dinas Perkebunan Provinsi KabupatenKota Memberikan rekomendasi dalam pengaturan macam komoditas perkebunan maupun areal yang akan dikembangkannya dengan memperhatikan kebutuhan tanaman tersebut akan air. 6 Balai Pengelolaan DAS Wampu Sei Ular Bertanggungjawab untuk konservasi tanah dan rehabilitasi lahan dalam kawasan hutan pada daerah aliran sungai. 7 Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi KabupatenKota Bertanggungjawab dalam pengaturan, pengendalian dan perkiraan pengembangan perikanan. 8 Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi KabupatenKota Memberikan panduan teknis pada industri dalam semua bidang produksi, pemasaran dan pengendalian lingkungan. 10 Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral ProvinsiKabupatenKota a. Memberikan arahan teknis untuk pemerintah provinsi b. Memberikan persetujuan dalam eksploitasi air tanah c. Mengawasi kegiatan PT. PLN dan berkoordinasi dengan Dirjen SDA datam mengendalikan perijinan penggunaan air 11 Dinas Pertambangan ProvinsiKabupatenKota Menetapkan alokasi dan pencabutan jadwal pengambilan air tanah setelah disetujui oleh Kementerian ESDM 12 Badan Pengendalian Dampak Lingkungan atau Badan Lingkungan Hidup ProvinsiKabupaten Kota d. Membantu GubernurBupatiWalikota dalam mengelota dampak lingkungan termasuk mencegah dan mengendalikan polusi dan kerusakan lingkungan e. Membantu GubernurBupatiWalikota dalam rehabilitasi kualitas lingkungan Universita Sumatera Utara No. Instansi Tugas dan Tanggung Jawab 13 Badan Perencanaan Pembangunan Provinsi KabupatenKota Bertanggungjawab untuk perencanaan detail tata guna lahan dan kawasan pada tingkat provinsi kabupatenkota 14 Perusahaan Daerah Air Minum PDAM Bertanggungjawab untuk menyediakan air untuk perkotaan dan industri 17 Dinas-Dinas Teknis yang ada di KabupatenKota Membantu BupatiWalikota dalam melaksanakan tugas- tugas terkait dengan pemanfaatan, konservasi dan pengendalian daya rusak air Sumber: Pola PSDA WS BUP TA.2012

4.12.5. Wadah Koordinasi

1. Air merupakan kebutuhan pokok bagi kelangsungan kehidupan masyarakat dan daerah alirannya melewati batas-batas wilayah administrasi. Di sisi lain pengelolaan SDA sangat terkait dengan kepentingan banyak sektor. Terkait dengan hal tersebut, maka perlu dibentuk suatu wadah koordinasi yang beranggotakan wakil dari pihak-pihak yang terkait baik dari unsur pemerintah maupun non pemerintah dengan jumlah yang seimbang. Wadah koordinasi tersebut merupakan institusi tempat segenap pemilik kepentingan dalam bidang SDA melakukan koordinasi dalam rangka mengintegrasikan kepentingan berbagai sektor, wilayah dan para pemilik kepentingan dalam bidang SDA. Wadah koordinasi tersebut berupa: a. Tim Koordinasi Pengelolaan Sumber Daya Air TKPSDA Wilayah Sungai Belawan-Ular-Padang sebagai wadah koordinasi dalam pengelolaan Sumber Daya Air, mempunyai fungsi: Konsultasi dengan pihak terkait yang diperlukan guna keterpaduan pengelolaan Sumber Daya Air pada wilayah sungai lintas provinsi serta tercapainya kesepahaman antar sektor, antar wilayah dan antar pemilik kepentingan. Lanjutan Tabel 4.14 Universita Sumatera Utara b. c. Pengintegrasian dan penyelarasan kepentingan antar sektor, antar wilayah serta antar pemilik kepentingan dalam pengelolaan sumber daya air pada Wilayah Sungai Belawan-Ular-Padang. Pemantauan dan evaluasi pelaksanaan program dan rencana kegiatan pengelolaan sumber daya air pada Wilayah Sungai Belawan-Ular-Padang. a. Sedangkan tugas Tim Koordinasi Pengelolaan Sumber Daya Air TKPSDA ádalah mengkoordinasi pengelolaan sumber daya air melalui: b. Pembahasan rancangan pola dan rancangan rencana pengelolaan sumber daya air pada Wilayah Sungai Belawan-Ular-Padang guna perumusan bahan pertimbangan untuk penetapan pola dan rencana pengelolaan sumber daya air; c. Pembahasan rancangan program dan rancangan rencana kegiatan pengelolaan sumber daya air pada Wilayah Sungai Belawan-Ular- Padang guna perumusan bahan pertimbangan untuk penetapan program dan rencana kegiatan sumber daya air; d. Pembahasan usulan rencana alokasi air dari setiap sumber air pada Wilayah Sungai Belawan-Ular-Padang guna perumusan bahan pertimbangan untuk penetapan rencana alokasi air; Pembahasan rencana pengelolaan sistem informasi hidrologi. Hidrometeorologi pada wilayah sungai Belawan-Ular-Padang untuk mencapai keterpaduan pengelolaan sistem informasi; Universita Sumatera Utara e. f. Pembahasan rancangan pendayagunaan sumber daya manusia, keuangan, peralatan dan kelembagaan untuk mengoptimalkan kinerja pengelolaan sumber daya air pada Wilayah Sungai Belawan-Ular-Padang; 2. Pemberian pertimbangan kepada Menteri mengenai pelaksanaan pengelolaan sumber daya air pada Wilayah Sungai Belawan-Ular- Padang. Dewan Sumber Daya Air Dewan SDA a. Dewan Sumber Daya Air merupakan wadah koordinasi pengelolaan sumber daya air yang mempunyai tugas pokok membantu Gubernur dalam melakukan koordinasi: b. Penyusunan dan perumusan kebijaksanaan serta strategis pengelolaan Sumber Daya Air c. Penyusunan program dan kegiatan pengelolaan Sumber Daya Air Penyusunan dan perumusan kebijaksanaan pengelolaan sistem informasi hidrologi, hidrometeorologi dan hidrogeologi Pemantuan dan evaluasi pelaksanaan tindak lanjut penetapan Wilayah Sungai dan cekungan air tanah. a. Fungsi Dewan Sumber Daya Air adalah menyelenggarakan fungsi koordinasi pengelolaan sumber daya air melalui: Konsultasi dengan pihak terkait guna keterpaduan dan pengintegrasian kebijakan serta tercapainya kesepahaman dan keselarasan kepentingan antarsektor, antarwilayah dan antarpemilik kepentingan. Universita Sumatera Utara b. c. Pemantauan dan evaluasi pelaksanaan kebijakan nasional pengelolaan Sumber Daya Air. d. Konsultasi dengan pihak terkait guna pemberian pertimbangan untuk penetapan wilayah sungai dan cekungan air tanah. e. Konsultasi dengan pihak terkait guna keterpaduan kebijakan sistem informasi hidrologi, hidrometeorologi, dan hidrogeologi. Pemantauan dan evaluasi pelaksanaan kebijakan sistem informasi hidrologi, hidrometeorologi, dan hidrpgen Universita Sumatera Utara No. Sub Aspek Hasil Analisis SasaranTarget yang Ingin Dicapai Strategi Terpilih Kebijakan yang dilakukan LembagaInstansi Terkait Waktu Pelaksanaan Umum Operasional 1 Analisis Erosi Dan Sedimentasi Terkait Pengelolaan Lahan Di Sungai Percut - Berkurang potensi resapan air dari 283,78 mmtahun tahun 1995 menjadi 146,47 mmtahun tahun 2008 akibat pengurangan luas lahan resapan dari 22.901,25 ribu ha tahun 1995 menjadi 11.408,88 ribu ha tahun 2008 - Mengembalikan fungsi resapan dengan mempertahankan vegetasi - Penghijauan daerah resapan dan tangkapan air rehabilitasi lahan - Menyusun rencana rehabilitasi hutan dan lahan kritis - Menetapkan kawasan daerah resapan dan tangkapan air - Menetapkan Perda pelestarian daerah resapan dan tangkapan air. - Pemantauan dan pengawasan pelaksanaan kegiatan - Melakukan kegiatan rehabilitasi hutan pada seluruh kabupaten kota di sekitar Sungai Percut seluas 5,46 ribu Ha, - Penyusunan grand design rehabilitasi hutan BP DAS dan Dinas Kehutanan Provinsi KabupatenKota 2015 - Pengolahan lahan tidak sesuai dengan kaidah konservasi dan peningkatan nilai koefisien limpasan permukaan dengan rerata sebesar 0,63 tahun 1995 menjadi 0,67 tahun 2008 yang terjadi di Sungai Percut - Mendorong pengolahan lahan yang sesuai dengan kaidah konservasi dan mengembalikan fungsi hutan - Pengolahan lahan sesuai kaidah konservasi - Sosialisasi kepada masyarakat tentang pemanfaatan lahan untuk budidaya tanaman produktif di kawasan hutan dengan sistem agroforestry dengan cakupan 30. - Pembuatan peraturan pengolahan tanahlahan budidaya di hulu. - Pemantauan dan pengawasan pelaksanaan kegiatan. - Penerapan system terasering sengkedan, pembuatan talud penahan tanah, perkuatan tebing untuk mencegah longsor dan erosi. Dinas Kehutanan ProvinsiKabupaten Kota, Dinas Pertanian ProvinsiKabupaten Kota Tabel 4.15. Matrik Strategi Pengelolaan Sedimentasi di Muara Sungai Percut Universita Sumatera Utara - Terjadi penebangan liar yang mengakibatkan peningkatan lahan kritis di DAS Deli sebesar 4,69 ribu ha. Berkurangnya bencana banjir, lahan kritis, kekeringan, pencemaran air dan lain-lain - Penegakan hukum - Sosialisasi peraturan perundang- undangan - Rehabilitasi lahan kritis - Pemberdayaan masyarakat. - Menetapkan Perda pelestarian dan konservasi - Penegakan hokum terhadap pelaku penebangan liar. - Menimbulkan rasa kesadaran masyarakat akan aturan. - Mengikutsertakan masyarakat dalam usaha konservasi. - Pemantauan dan pengawasan pelaksanaan kegiatan. - Penghijauan yang dilakukan di awal musim hujan. BP DAS, Dinas Kehutanan Provinsi KabupatenKota, Bappeda Provinsi KabupatenKota, LSM, Masyarakat 2015 Peningkatan nilai rerata besaran erosi lahan dari 6,504 tonhatahun menjadi 57,86 tonhatahun dengan luasan total 12.298,5 ha di Sungai Percut - Mengurangi laju erosi - Perbaikan lingkungan lahan - Implementasi program konservasi dan rehabilitasi lahan - Menetapkan Perda pelestarian dan konservasi - Penegakan hukum terkait pelaku pengrusakan lingkungan - Mengikutsertakan masyarakat dalam usaha konservasi - Pemantauan dan penga-wasan pelaksanaan kegiatan - Mengurangi kemiringan lahan dengan bangunan pengendali sedimen - Penghijauan seluas 5,46 ribu ha yang dilakukan di awal musim hujan BWS Sumatera II, BP DAS, Dinas Kehutanan Provinsi KabupatenKota, Bappeda Provinsi KabupatenKota, LSM, Masyarakat 2015 2 Analisis Pengelolaan Lingkungan Sungai Percut terkait Daya Dukung Lingkungan dan Terjadi konflik kepentingan pemakaian air - Terwujudnya pola alokasi air - Mengurangi konflik kepentingan dalam pemakaian air - Terbit Perda alokasi - Mewujudkan zona pemanfaatan SDA ke dalam peta RTRW ProvinsiKabupat - Penetapan zona pemanfaatan sumber air ke dalam peta Tata Ruang Provinsi Sumatera Utara dan RTRW Pemda Provinsi Kabupaten, Balai Wilayah Sungai Sumatera II, Dinas PSDA Universita Sumatera Utara Rencana Tata Ruang dan hak guna air bagi pengguna air en Kota - Mewujudkan daerah sempadan sungai dan mata air - Antisipasi konflik pemakaian air - Memperkuat peran masyarakat terhadap lingkungan sungai KabupatenKota - Penetapan Perda tentang kawasan sempadan sungai di kawasan padat penduduk dan kawasan sumber air - Penetapan Perda tentang alokasi dan hak guna air bagi pengguna yang sudah ada dan pengguna baru - Sosialisasi terhadap masyarakat di sekitar sungai untuk tidak membuang sampah di badan sungai - Pelibatan masyarakat dalam penentuan alokasi air dan sempadan sungai dan sumber air - Pemantauan dan penga-wasan pelaksanaan kegiatan 3 Analisis Pemanfaatan Material Hasil Pengerukan Sebagai Bahan Timbunan Dari Pada Material Timbunan Tanah Didatangkan - Tingginya tingkat sedimentasi di muara Sungai Percut sebesar 119 tontahun dengan luas 18.600 ha. Sehingga diperoleh tingkat sedimentasinya 6,408 tonhath - Pemanfaatan material hasil pengerukan sebagai bahan tanah timbunan - Adanya Tempat Penimbunan Hasil Pengerukan - Pemantauan dan pengawasan pelaksanaan kegiatan Dibentuknya badan pengelolaan hasil pengerukan sedimentasi Pemda Provinsi KabupatenKota, Balai Wilayah Sungai Sumatera II, Masyarakat 2014 Universita Sumatera Utara 4 Pemberdayaan Stakeholder dan Lembaga Pengelola Sumber Daya Air - Kurangnya peran serta masyarakat dalam kelemba-gaan pengelolaan sumber daya air - Kurangnya kordinasi antar pihak yang terkait dalam pengelolaan sumber daya air - Lembagawadah koordinasi Pengelolaan SDA terbentuk - Meningkatnya koordinasi antar pihak dalam pengelolaan sumber daya air - Pengembangan kelembagaan wadah Koordinasi Pengelolaan SDA - Meningkatkan Koordinasi dalam kegiatan pengelolaan SDA - Pembuatan dan penetapan Perda tentang pelibatan masyarakat, stakeholders dalam setiap kegiatan pengelolaan sumber daya air - Memfasilitasi kegiatan pelibatan masyarakat dalam pertemuan konsultasi masyarakat - Mengembangkan koordinasi antar lembaga dan masyarakat - Melibatkan masyarakat dalam kegiatan pengelolaan sumber daya air - Membentuk wadah koordinasi antar pihak terkait - Melakukan koordinasi antar pihak terkait dalam pengelolaan informasi sumber daya air Pemda Provinsi KabupatenKota, Balai Wilayah Sungai Sumatera II, Masyarakat 2015 5 Pelibatan dan Peningkatan Peran Masyarakat - Rendahnya tingkat kesadaran masyarakat terhadap lingkungan dan sumber daya air seperti: pembuangan sampah di sungai, pengambilan humus hutan di Kab. Deli Serdang - Meningkatnya kesadaran masyarakat untuk berpartisipasi dalam pengelolaan sumber daya air - Meningkatkan peran masyarakat sebagai bagian dalam pengelolaan SDA - Meningkatkan peran masyarakat sebagai bagian dalam pengelolaan SDA Pemda Provinsi KabupatenKota, Balai Wilayah Sungai Sumatera II, Masyarakat 2015 Universita Sumatera Utara

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN