3. Lakon-lakon dalam Tarian Jathilan
Pertunjukan  jathilan  didukung  oleh  para  anggota,  terdiri  dari pawang  sebagai  pimpinan  pertunjukan  dan  pengendali  pertunjukan,
pemain  musik,  penari,  dan  penonton.  Pawang  membawa  perlengkapan yang berupa sesaji yang terdiri dari bunga, minuman, minyak wangi, dan
kemenyan.  Peralatan  yang  digunakan  berupa  seperangkat  alat  musik, terdiri  dari:  kendhang,  saron,  demung,  gong,  dan  kethuk  kenong.  Untuk
pertunjukan  jathilan  masa  sekarang  kadang  ditemui  keyboard  dan  drum untuk penunjang iringan musik.
Bagi  para  penari  jathilan,  penari  kuda  mengambarkan  para prajurit  Mataram  yang  sedang  melakukan  latihan  perang.  Penari  ini
dibagi  menjadi  dua  kelompok  setiap  kelompok  mempunyai  seorang pemimpin.  Adapun  penari  kuda  ini  berjumlah  delapan  orang  dan
dilengkapi dengan kuda kepang dan sebuah pedang. Penari jathilan yang menari  berpasangan  lurus,  kemudian  membentuk  lingkaran  dan  kembali
lurus  berpasangan  selanjutnya  perang-perangan.  Perlengkapan  penari, terdiri  dari  seperangkat  pakaian,  kuda  kepang,  cambuk,  dan  topeng.
Topeng digunakan penari dalam pertunjukkan jathilan untuk melakonkan karakter tertentu, seperti lucu dan seram. Ardhi, 2009.
Rasers  dalam  Dewi,  2007  menjelaskan  pertunjukan  seperti lakon-lakon  adalah  peninggalan  seremoni  lengkap  yang  sudah  punah.
Pertunjukan  tersebut,  dewasa  ini  dipakai  dalam  upacara  perkawinan, sunatan,  dan  simbolis  berkaitan  dengan  dualism  di  dalam  alam  semesta
14
yang  masih  muncul  atau  masih  bisa  dilihat  di  dalamnya.  Rias  muka realitis,  serba  tebal  terutama  merah  pipi,  ditambah  kumis  untuk  semua
pemain  kuda.  Kostum  yang  dipakai  berupa  blangkoniket  dengan cundhuk bulu, sumping, kalung bunga  ronce, memakai baju hem, kelat
bahu, gelang, sabuk, timang, sampur, kain dan celana panji. Saat menari, posisi  kaki dalam tarian  ini adalah terbuka, untuk posisi lengan rata-rata
sedang.  Tangan  kiri  selalu  nekem  menggambarkan  orang  naik  kuda memegang kendali pada pangkal leher kudanya. Sedangkan tangan kanan
memegang pedang yang dibuat dari bambu. Gerak tari pokok yang selalu ada  yaitu  pacak  gulu,  siring  dan  ngiclik  serta njondhil.  Adapun  bentuk-
bentuk tarian yang di mainkan oleh penari kuda yaitu : 1.  Sembahan
2.  Langkahan 3.  Jogetan Pincangan
4.  Perang ProTelon 5.
Lilingan 6.  Perang Individu
7. Ndadi
Lakon  Buto,  Barongan  dan  Anoman  merupakan  tokoh pengganggu  prajurit  dalam  latihan  berperang.  Buto  dengan  sosok
seramnya  merupakan  memedi  atau  setan,  Barongan  merupakan  hewan aneh dengan kepala macan berbadan banteng, Kethek merupakan monyet
15
liar  yang  selalu  menggangu  para  prajurit  dan  juga  sering  menganggu Barongan.
4. Kelompok Jathilan Turonggo Jati Manunggal di Dusun Kepuh
Berawal  pada  tahun  2004  dari  kegiatan  di  malam  Suro, masyarakat  Kepuh  setiap tahunnya rutin mengadakan  kegiatan tirakatan.
Dalam acara tirakatan tersebut, masyarakat Kepuh gemar untuk memutar musik-musik  jathilan.  Ketertarikan  masyarakat  Kepuh  dengan  musik-
musik  jathilan  beserta  kesenian  jathilan  sangatlah  besar.  Melihat  hal tersebut,  bapak  Tukiyar  yang  merupakan  warga  Kepuh  berinisiatif
membuat  jaran  kepang  dari  anyaman  bambu.  Jaran  kepang  yang dihasilkan oleh bapak Tukiyar cukup bagus dan mendapat perhatian dari
warga  Kepuh.  Beberapa  pemuda  Kepuh  yang  melihat  hal  tersebut menjadi tertarik berlatih njathil dengan diiringi musik-musik jathilan dari
kaset. Melihat ketertarikan para pemuda terhadap kesenian jathilan, para sesepuh  warga  Kepuh  bermaksud  untuk  membentuk  suatu  kelompok
kesenian jathilan di Dusun Kepuh. Untuk menanggapi kegemaran warga Kepuh terhadap kesenian jathilan, diadakanlah rapat yang dihadiri warga
Kepuh.  Dalam  rapat  tersebut  membahas  sehubungan  dengan  rencana dibentukknya  kelompok  jathilan  di  Dusun  Kepuh,  usulan  tersebut
disambut baik oleh warga Kepuh. Pada  tahun  2004  resmi  terbentuk  kelompok  jathilan  Turonggo
Jati  Manunggal.  Banyak  berbagai  usulan  nama-nama  kelompok  jathilan 16
yang  muncul,  namun  atas  kesepakatan  bersama  dipilihlah  nama Turonggo  Jati  Manunggal.  Dalam  peresmian  kelompok  jathilan
Turonggo  Jati  Manunggal,  terpilih  Mbah  Sarno  sebagai  ketua  dan  Pak Oni sebagai wakil ketua.
Setelah peresmian Turonggo Jati Manunggal, para pemuda Kepuh aktif berlatih  njathil. Semangat untuk berlatih njathil membuahkan  hasil
yang  memuaskan,  dalam  acara  pekan  budaya,  kelompok  jathilan Turonggo  Jati  Manunggal  selalu  mendapat  kesempatan  untuk  pentas
dalam acara tersebut. Kelompok jathilan Turonggo Jati Manunggal  juga sering pentas njathil untuk acara-acara  yang ada di Dusun Kepuh seperti
sunatan, pernikahan, peringatan hari raya, dan lain-lain. Dalam  perkembangannya,  memasuki  tahun  2007  kelompok
jathilan Turonggo Jati Manunggal mengalami kemunduran. Hal tersebut dikarenakan para  pemuda  mulai  bosan  dengan  tarian  yang  monoton  dan
musik  yang  kurang  beragam.  Awal  tahun  2008  mulai  ada  tarian  dan musik  jathilan  kreasi baru.  Semangat  untuk  njathil  kembali  muncul  dan
semakin banyak pemuda di Dusun Kepuh yang tertarik untuk bergabung dalam  kelompok  jathilan  Turonggo  Jati  Manunggal.  Melihat  kelompok
jathilan  Turonggo  Jati  Manunggal  semakin  berkembang  pesat, memunculkan  beberapa  pihak  mulai  tertarik  untuk  mengkomersilkan
kelompok jathilan Turonggo Jati Manunggal melalui suatu label tertentu. Dengan  ada  tawaran  tersebut,  kelompok  jathilan  Turonggo  Jati
Manunggal  menjadi  bersemangat  untuk  berlatih  njathil  dan  tak  segan 17