Subjek Penelitian Hasil Analisis Data Penelitian

kesenian jathilan adalah satu paket  III.PK 147-149 “mati gaya” jika tidak kesurupan  III.PR 386-398

IV. Motivasi yang mendorong penari jathilan sehingga tetap mau

njathil hingga kesurupan Aspek Pikiran Aspek Perasaan Aspek Perilaku  +Kesurupan sebagai kebiasaan dan menjadi sebuah panggilan  IV.PK 195-197  +Njathil hingga kesurupan karena memang suka njathil dan sudah terbiasa njathil  IV.PK 202-207  NPerasaan biasa kesurupan dirasakan sangat familiar sehingga menjadi tidak ada perasaan khusus  IV.PR 216-219  +Merasa bangga jika kesurupan namun takut dikira sombong jika terlalu membanggakan kesurupan  IV.PR 412-417  +Jika sedang berbeban berat setelah kesurupan merasa “plong”  IV.PR 232-239  +Rasa tidak enak jika tidak ikut kesurupan  IV.PR 202-207  NTidak ada pengaruh bagi perilaku  IV.PL 222-227  +Bisa semakin bersemangat dalam bekerja dan dalam hal lain  IV.PL 232-239  +Semakin dekat dengan masyarakat  IV.PL 232-239 47

V. Dampak kesehatan dari kesurupan

Aspek Pikiran Aspek Perasaan Aspek Perilaku  +Njathil dan kesurupan rasanya “capek” namun bisa “rileks” dan “fresh”  V.PK 32-42  +Tidak mengalami gangguan pencernaan  V.PK 250-251  +Tidak mengalami gangguan pencernaan  V.PK 254-264  +Njathil dan kesurupan rasanya juga “capek” namun bisa “plong” dan “fresh”  V.PK 180- 190  -Njathil dan tidak kesurupan rasanya “capek banget”  V.PK 32-42  -Njathil dan tidak kesurupan rasanya “capek banget”  V.PK 180-190  -Berdampak pada kesehatan atau fisik yang menjadi muntah-  +Awalnya merasa takut, karna sudah menjadi kebiasaan maka perasaan takut tersebut hilang  V.PR 272-275  NTidak ada pengaruh dalam keseharian  V.PL 305-307  +Njathil dan kesurupan dapat menjadikan penyemangat hidup  V.PL 439-448  +Masyarakat menghargai profesi subjek  V.PL 456-467  +Membuat semakin akrab karena kesurupan yang dialami subjek dan terbiasa “tulung tinulung” bantu membantu  V.PL 456-467 48 muntah  V.PK 254-264  -Merasa “lemes” dan “bleng” sebelum kesurupan  V.PK 21-23 Catatan: + untuk penilaian positif; - untuk penilaian negatif; dan N untuk penilaian netral. Pada tabel 3 terkait dengan konsep kesurupan secara umum, Fn meyakini dalam pikirannya bahwa kesurupan dalam kesenian jathilan merupakan hal yang penting dan dijadikan tujuan utama dari serangkaian tarian jathilan. Fn meyakini bahwa kesenian jathilan menjadi sesuatu yang unik karena adanya fenomena kesurupan. Pemikiran tersebut disertai dengan perasaan yang dominan dirasakan oleh Fn yaitu senang dan bangga bisa njathil hingga kesurupan. Fenomena kesurupan yang dialami Fn sempat dipandang masyarakat sebagai suatu hal yang menakutkan namun lambat laun kesurupan yang dialaminya menjadi hal yang tidak lagi menakutkan karena masyarakat mulai terbiasa menjumpai Fn yang sering mengalami kesurupan dalam pentas kesenian jathilan. Paradigma dari masyarakat tersebut, membuat Fn semakin bersemangat dan bertanggung jawab atas profesi yang digelutinya. Dari kesurupan yang dialaminya, Fn mengaku menjadi lebih bersemangat dalam melakukan berbagai hal dalam kesehariannya dan dari berbagai hal yang terjadi pada fenomena kesurupan dalam pentas kesenian jathilan, hal tersebut tidak berdampak buruk dalam kesehidupan harian Fn. 49 Terkait dengan konsep kesurupan yang tidak sesungguhnya, Fn meyakini dalam pikirannya bahwa kesurupan pura-pura itu memang diyakini ada dan ia mengaku pernah melakukan kesurupan pura-pura. Fn meyakini bahwa kesurupan pura-pura tidak seharusnya dilakukan karena ia menganggap bahwa kesurupan pura-pura merupakan hal yang tidak baik. Jika dikaitkan dengan segi perasaan, Fn merasa bingung saat tidak mengalami kesurupan sewaktu pentas njathil. Fn melakukan kesurupan pura-pura untuk menutupi rasa sungkan dan salah tingkah. Fn takut jika penonton mengetahui bahwa ia tidak mengalami kesurupan yang sesungguhnya. Terlepas dari hal tersebut, ia mengaku tidak ada dampak buruk atau negatif pada kehidupan sosialnya. Masyarakat menghargai profesi Fn sebagai penari jathilan yang sering terlibat kesurupan, hal tersebut membuat rasa kekeluargaan Fn dengan masyarakat menjadi semakin dekat karena nilai “lebih” dari kesurupan yang dialami Fn. Terkait dengan konsep kesurupan sebagai kesatuan dalam kesenian jathilan, Fn memandang kesurupan dalam kesenian jathilan sebagai suatu kesatuan atau satu paket. Fn meyakini bahwa dalam rangkaian pertunjukan jathilan yang terdiri dari tarian-tarian, didalamnya juga terdapat prosesi kesurupan. Dari segi perasaan, Fn merasa bangga, puas, dan senang jika mengalami kesurupan. Sebaliknya, ia merasa minder dan “mati gaya” jika tidak mengalami kesurupan. Dalam kaitannya dengan kehidupan sehari-hari, Fn mengaku bahwa fenomena kesurupan yang dialaminya bisa memunculkan 50 semangat baru untuk diri pribadi dan dapat menambah keakraban untuk kehidupan bermasyarakat. Terkait dengan motivasi yang mendorong Fn sehingga tetap mau njathil hingga kesurupan, Fn mengaku bahwa hal yang memotivasinya sehingga tetap njathil hingga kesurupan karena adanya suatu panggilan yang menggerakkan dirinya untuk njathil hingga kesurupan. Njathil hingga kesurupan merupakan sebuah kebiasaan dan menjadi kegemarannya. Dari segi perasaan, Fn merasakan perasaan yang biasa karena kesurupan dirasakan sangat familiar sehingga menjadi tidak ada perasaan khusus. Di sisi lain, ia merasa bangga jika mengalami kesurupan. Perasaan bangga tersebut tidak begitu ditunjukkan oleh Fn karena adanya perasaan takut dianggap sombong oleh masyarakat. Terkadang perasaan tidak enak muncul didalam diri Fn ketika tidak mengalami kesurupan. Satu hal yang juga dirasa cukup menarik adalah ketika sedang berbeban berat, Fn merasakan adanya perasaan “plong” lega setelah mengalami kesurupan. Dari berbagai perasaan yang unik tersebut, Fn mengaku dapat semakin bersemangat dalam bekerja dan dalam hal lain serta menjadi semakin dekat dengan masyarakat. Terkait dengan konsep aneka dampak kesehatan dari fenomena kesurupan, Fn meyakini dalam pikirannya bahwa dari fenomena kesurupan membuat badan terasa “capek” namun bisa membuat “rileks” tenang, nyaman , “fresh” segar, semangat , dan “plong” lega. Fn juga mengaku tidak mengalami gangguan pencernaan sehubungan dengan berbagai hal yang dimakan saat kesurupan, seperti beling, dupa, dan kemenyan. Di sisi lain, 51 terkadang dari fenomena kesurupan yang dialami membuatnya menjadi muntah-muntah, “lemes”, dan “bleng” tidak sadar. Dari aspek perasaan, Fn mengaku bahwa pada awalnya ia merasa takut untuk kesurupan. Namun, karena sudah menjadi kebiasaan maka lambat laun perasaan takut tersebut hilang. Dalam aspek perilaku, dampak kesehatan dari fenomena kesurupan yang dialami Fn yang sering memakan hal-hal yang ekstrim tidak biasa, ternyata tidak berpengaruh buruk terhadap kesehariannya. Selain itu, masyarakat juga menghargai profesi Fn sebagai penari jathilan yang sering mengalami kesurupan, sehingga dapat menjadikan penyemangat hidup dan membuat Fn semakin akrab dengan masyarakat karena masyarakat menghargai kesurupan yang dialaminya sewaktu njathil. Tabel 4 Tabel Analisa Subjek 2

I. Kesurupan secara umum

Aspek Pikiran Aspek Perasaan Aspek Perilaku  +Kesurupan melibatkan kinerja alam bawah sadar  I.PK 23-27  +Kesurupan di Kepuh tidak direkayasa dan beda dengan jathilan- jathilan yang lain jathilan-jathilan  NSebelum kesurupan merasa biasa-biasa saja  I.PR 70-73  +Sebelum kesurupan merasa senang, tidak ada perasaan takut dan susah  I.PR 94- 102  +Bisa menghibur masyarakat  I.PL 136-138  +Lingkungan sekitar mendukung profesi subjek  I.PL 140-153  +Menjadi semakin akrab dengan “tonggo teparo” 52 yang lain makan makanan yang enak- enak saat kesurupan namun tidak terjadi untuk di Kepuh  I.PK 36-49  +Merokok dalam kesurupan merupakan adegan kesurupan yang direkayasa dan hal tersebut tidak terjadi di Kepuh  I.PK 55-64  +Setelah kesurupan merasa biasa saja dan tidak ada perasaan takut  I.PR 105- 113  +Suatu kebanggaan karena bisa ikut njathil  I.PR 131- 134  +Seorang yang kesurupan tidak ada perasaan malu  I.PR 17-21  +Saat kesurupan tidak merasakan apapun, hilang kesadaran  I.PR 79-84 tetangga sekitar dan menjadikan penyemangat  I.PL 140-153

II. Kesurupan yang tidak sesungguhnya kesurupan pura-pura

Aspek Pikiran Aspek Perasaan Aspek Perilaku  +Subjek belum pernah mengalami kesurupan pura-pura, njathil selama sembilan tahun selalu mengalami kesurupan yang sesungguhnya  II.PK 157-162  +Kesurupan pura- pura itu ada. Yang  +Selama sembilan tahun njathil merasa senang, tidak terbebani oleh hal apapun, yang ada hanya perasaan senang karena sejak kecil sudah mengalir darah seni dari orangtua  II.PR  +Semangat kerja selalu ada walau terasa lelah setelah kesurupan  II.PL 224-244  +Ada sebagian kecil orang yang fanatik dengan agama dan menganggap profesi 53 melakukan kesurupan pura-pura itu hanya orang-orang yang tidak punya nyali dan kesurupan yang makan-makanan enak itu kesurupan yang direkayasa kesurupan yang sekedar mencari sensasi  II.PK 164-181 197-210 subjek bersekutu dengan setan namun keakraban subjek dengan masyarakat justru bertambah  II.PL 224-244

III. Kesurupan dalam kesatuan dalam kesenian jathilan

Aspek Pikiran Aspek Perasaan Aspek Perilaku  +Kesurupan dalam jathilan merupakan satu kesatuan dan ciri khas jathilan tersebut terletak pada peristiwa kesurupan  III.PK 249-254  +Merasa senang dan bangga terhadap peristiwa kesurupan yang dialami  III.PR 273-275  +Merasa bangga selama sembilan tahun njathil dan tidak pernah mengalami kesurupan pura-pura  III.PR 281-302  -Setelah tersadar sari kesurupan merasa bingung beberapa saat seperti terbangun dari tidur  III.PR 265- 274  +Menjadi semakin akrab dengan masyarakat  III.PL 281-302  +Menjadi sering berkumpul bersama masyarakat sehingga dapat memunculkan semangat  III.PL 281-302 54

IV. Motivasi yang mendorong penari jathilan sehingga tetap mau

njathil hingga kesurupan Aspek Pikiran Aspek Perasaan Aspek Perilaku  +Njathil hingga kesurupan merupakan sebuah hobi dan keinginan untuk melestarikan kebudayaan Jawa  IV.PK 306-318  +Merasa bangga karena dengan njathil hingga kesurupan juga dapat melestarikan kebudayaan Jawa  IV.PR 324-329  +Masyarakat banyak yang mendukung profesi subjek sehingga dapat menjadi penyemangat  IV.PL 335-351 V. Dampak kesehatan dari kesurupan Aspek Pikiran Aspek Perasaan Aspek Perilaku  +Tidak ada dampak yang membahayakan untuk kesehataan  V.PK 363-366  -Adegan dalam kesurupan membuat badan lecet dan terasa perih  V.PK 30-35  -Setelah njathil badan terasa “capek”  V.PK 219-221  +Tidak merasa takut terhadap kondisi kesehatan maka subjek tidak pernah memeriksakan kesehatannya ke dokter  V.PR 368- 379  +Tidak merasa takut terhadap kondisi kesehatan  V.PR 386-387  +Merasa bangga dan tidak punya rasa takut terhadap adegan kesurupan yang dialami  V.PR  +Bisa menambah keakraban dengan masyarakat  V.PL 408-414 55 392-394 Catatan: + untuk penilaian positif; - untuk penilaian negatif; dan N untuk penilaian netral. Pada tabel 4 terkait dengan konsep kesurupan secara umum, Pt meyakini dalam pikirannya bahwa fenomena kesurupan melibatkan kinerja alam bawah sadar. Dalam artian segala sesuatu yang dilakukan selama mengalami kesurupan sepenuhnya tidak disadarinya. Menurut Pt, kesurupan di Dusun Kepuh berbeda dengan kesurupan yang ada dijathilan lain. Kesurupan di Dusun Kepuh tidaklah direkayasa, semua berjalan dengan natural. Pt menuturkan bahwa adegan seperti merokok dan makan makanan yang enak-enak saat kesurupan merupakan kesurupan yang direkayasa dan hal tersebut tidak terjadi di Dusun Kepuh. Pada aspek perasaan, Pt mengaku sebelum dan sesudah kesurupan ia merasa senang dan tidak ada perasaan takut. Walaupun saat kesurupan ia mengalami hilang kesadaran dan tidak merasa malu atas apa yang dilakukan, Pt tetap merasa bangga bisa njathil hingga kesurupan. Dalam kaitannya dengan kehidupan bermasyarakat, Pt merasa profesinya didukung oleh masyarakat sekitar. Kesenian jathilan yang melibatkan kesurupan dapat menghibur masyarakat. Selain itu, kegiatan njathil hingga kesurupan dapat menjadikan penyemangat hidup bagi Pt dan dapat menambah keakraban dengan masyarakat. Terkait dengan konsep kesurupan yang tidak sesungguhnya, Pt mengaku bahwa selama sembilan tahun njathil selalu mengalami kesurupan yang sesungguhnya. Pt meyakini dalam pikirannya bahwa kesurupan pura- 56 pura itu memang ada, kesurupan pura-pura hanya dilakukan oleh orang-orang yang tidak punya nyali dan kesurupan yang memakan makanan enak itu adalah kesurupan yang direkayasa atau kesurupan yang sekedar mencari sensasi. Dari segi perasaan, Pt mengaku bahwa ia tidak merasa terbebani oleh hal apapun dan ia merasa senang menekuni profesi penari jathilan karena darah seni telah mengalir sejak kecil dari orangtuanya. Dari aspek perilaku, setelah mengalami kesurupan Pt sering mengalami kelelahan, walaupun begitu ia menuturkan bahwa semangat kerja dalam dirinya selalu ada. Di sisi lain, ada sebagian kecil orang yang fanatik dengan agama dan menganggap profesi Pt bersekutu dengan setan, namun hal tersebut tidaklah menjadi penghalang dan tidak menyurutkan niatnya untuk tetap njathil hingga kesurupan. Selain itu, keakraban Pt dengan masyarakat justru bertambah. Terkait dengan konsep kesurupan sebagai kesatuan dalam kesenian jathilan, Pt memandang bahwa kesurupan dalam jathilan merupakan satu kesatuan dan ciri khas jathilan tersebut terletak pada fenomena kesurupan. Dari aspek perasaan, Pt mengaku bahwa setelah tersadar dari kesurupan Pt merasa bingung beberapa saat seperti terbangun dari tidur. Namun demikan, ia merasa senang dan bangga karena selama sembilan tahun njathil tidak pernah melakukan kesurupan pura-pura. Dalam aspek perilaku, Pt mengaku bahwa dengan kegiatan njathil hingga kesurupan yang telah dilakukan, menjadikannya semakin akrab dan semakin dihargai oleh masyarakat. Terkait dengan motivasi yang mendorong Pt tetap mau njathil hingga kesurupan, Pt meyakini dalam pikirannya bahwa kegiatan njathil hingga 57 kesurupan merupakan sebuah hobi dan keinginan untuk melestarikan kebudayaan Jawa. Dalam aspek perasaan, Pt merasa bangga karena dengan njathil hingga kesurupan dapat menyalurkan hobi sekaligus melestarikan kebudayaan Jawa. Hal tersebut didukung oleh keadaan dimana masyarakat sekitar juga menghargai profesi Pt sebagai penari jathilan sehingga dukungan tersebut menjadi penyemangat hidup baginya. Terkait dengan konsep aneka dampak kesehatan dari fenomena kesurupan, Pt menuturkan bahwa adegan dalam kesurupan membuat badan lecet, terasa perih dan membuat badan terasa “capek”. Meski begitu, Pt mengaku tidak ada dampak yang membahayakan bagi kesehatannya. Dalam aspek perasaan, Pt merasa bangga dan tidak punya rasa takut terhadap kondisi kesehatan setelah melakukan adegan kesurupan. Oleh karena itu, ia tidak pernah memeriksakan kondisi kesehatan ke dokter. Melihat dari aspek perilaku, Pt mengaku bahwa dari kegiatan njathil hingga kesurupan yang dilakukannya justru dapat menambah keakraban dengan masyarakat. Tabel 5 Tabel Analisa Subjek 3

I. Kesurupan secara umum

Aspek Pikiran Aspek Perasaan Aspek Perilaku  +Kesurupan sebuah hal yang wajar  I.PK 6-12  +Kesurupan  +Sebelum dan setelah kesurupan merasa senang dan tidak ada perasaan  +Berdampak positif karena bisa menambah keakraban dengan 58 merupakan suatu hal yang sakral  I.PK 16-25  +Kesurupan di Kepuh kesurupan yang sesungguhnya dan tidak direkayasa  I.PK 16-25  +Saat kesurupan pikiran kosong dan dalam kondisi tidak sadar sehingga tidak mengetahui apa yang terjadi pada diri sendiri  I.PK 6-12 takut  I.PR 32-38  +Saat kesurupan tidak merasakan apapun karena tidak sadar  I.PR 32-38 masyarakat dan bisa menghibur masyarakat  I.PL 61-69  -Berdampak dalam hal ekonomi kinerja subjek yang menurun selama satu sampai dua hari sehingga pendapatan berkurang karena badan masih terasa lelah  I.PL 44- 57

II. Kesurupan yang tidak sesungguhnya kesurupan pura-pura

Aspek Pikiran Aspek Perasaan Aspek Perilaku  +Kesurupan pura- pura itu kesurupan yang salah  II.PK 72-82  -Banyak grup jathilan ditempat lain yang melibatkan kesurupan yang pura- pura  II.PK 72-82  -Subjek pernah melakukan kesurupan pura-pura karena sewaktu njathil  +Merasa minder dan malu jika melakukan kesurupan pura-pura maka subjek berusaha agar kepura-puraan kesurupan tersebut tidak diketahui penonton  II.PR 112-127  +Merasa malu jika melakukan kesurupan pura-pura  II.PR 140-153  +Tidak berdampak buruk dalam keseharian  II.PL 130-136  +Hubungan subjek dan masyarakat menjadi semakin dekat karena sering bertemu diacara jathilan  II.PL 140-153 59 sedang banyak pikiran dan kurang fokus dalam menari  II.PK 103-109 III. Kesurupan dalam kesatuan dalam kesenian jathilan Aspek Pikiran Aspek Perasaan Aspek Perilaku  +Tujuan njathil hingga kesurupan untuk menghibur penonton  III.PK 158-172  +Sesepuh pawang mengusahakan agar penari bisa kesurupan namun kesurupan tersebut tidak diharuskan terjadi terutama untuk penari perempuan  III.PK 176-190  +Kesurupan diharapakan dapat menghibur penonton  III.PK 176-190  +Tidak ada tujuan negatif dari kegiatan kesurupan  III.PK 176-190  +Tidak diharuskan mengalami  +Dengan kesurupan merasa senang dan tidak ada perasaan sedih  III.PR 250- 267  +Merasa senang bisa njathil hingga kesurupan  III.PR 296-302  +Njathil dan kesurupan membuat badan “capek” dan kinerja menjadi kurang maksimal namun tetep merasa senang  III.PR 296-302  +Saat kesurupan tidak merasakan apapun  III.PR 218-222  +Saat kesurupan tidak merasakan apapun, berada dalam  +Persatuan dan keakraban dengan masyarakat semakin terjalin kuat  III.PL 176-190  +Belajar melatih kekompakan dengan para penari dan penonton  III.PL 176-190  +Tidak berdampak buruk untuk keseharian  III.PL 288-292  +Apapun yang terjadi saat pentas njathil, kehidupan bermasyarakat tetap berjalan dengan baik  III.PL 303-310  +Kebersamaan semakin erat karena jathilan Kepuh adalah milik semua 60 kesurupan, kesurupan yang dipaksakan merupakan kesurupan yang pura-pura  III.PK 192-213  +Kesurupan dalam kesenian jathilan bukan merupakan suatu keharusan  III.PK 158-172  -Kesurupan dalam kesenian jathilan merupakan hal yang terpisah-pisah bukan suatu kesatuan  III.PK 192-213 kondisi tidak sadar  III.PR 244-249  +Merasa minder saat melakukan kesurupan pura-pura  III.PR 270-271  +Jika tidak kesurupan merasa malu dan minder bahkan sampai pertunjukan berakhir perasaan malu dan minder tersebut tetap ada  III.PR 278- 286 warga Kepuh  III.PL 303-310

IV. Motivasi yang mendorong penari jathilan sehingga tetap mau

njathil hingga kesurupan Aspek Pikiran Aspek Perasaan Aspek Perilaku  +Berawal dari penasaran dan ingin tau rasanya kesurupan  IV.PK 315-327  +Njathil hingga kesurupan merupakan suatu bentuk tanggungjawab terhadap profesi yang dilakoni subjek  IV.PK 315-327  +Merasa senang dan bangga saat kesurupan  IV.PR 353-380  +Merasa bangga dan senang jika bisa mengalami kesurupan  IV.PR 389-392  +Merasa malu dan minder saat melakukan kesurupan pura-pura  IV.PR  +Lebih percaya diri untuk “srawung” bersosialisasi dengan masyarakat dan mempererat tali silaturahmi  IV.PL 418-426  +Dampak positif= dengan masyarakat menjadi semakin 61  +Njathil hingga kesurupan karena ingin menunjukkan rasa tanggungjawab sebagai anggota kelompok jathilan di Kepuh  IV.PK 663-667  +Berawal dari rasa penasaran ingin merasakan kesurupan dan sekarang menganggap kesurupan dalam kesenian jathilan sebagai suatu tanggungjawab dan kewajiban sebagai seorang penari jathilan  IV.PK 332-350 353-380 akrab, bisa kenal dengan penonton setempat dimana subjek pentas  IV.PL 430-477  -Dampak negatif= kadang ribut dengan penonton jika saat kesurupan melakukan hal-hal yang tidak berkenan dihati penonton  IV.PL 430-477  -Masalah menjadi panjang jika sudah terpancing emosi. Tiga-empat hari masalah baru dapat selesai menjadi tidak akur  IV.PL 503-513

V. Dampak kesehatan dari kesurupan

Aspek Pikiran Aspek Perasaan Aspek Perilaku  +Njathil dan kesurupan membuat badan “capek” dan kinerja menjadi kurang maksimal namun tetep merasa senang  V.PK 296-  +Saat kesurupan sebatas makan menyan atau kembang tidaklah ada perasaan apapun  V.PR 569- 577  +Merasa takut walau  +Masyarakat mendukung apa yang dilakukan subjek dan dapat menambah solodaritas antar masyarakat  V.PL 62 302  +Berdampak buruk untuk kesehatan karena kesurupan makan makanan yang ekstrim namun kondisi kesehatan subjek baik-baik saja  V.PK 517-545  -Merasa “capek” setelah kesurupan  V.PK 44-57  -Kondisi fisik menjadi lelah setelah kesurupan  V.PK 683-693 sebenarnya tidak perlu takut karena kesurupan yang dialami subjek tidak berdampak buruk untuk kesehatan subjek  V.PR 582- 587  +Merasa bangga jika kesurupan makan beling  V.PR 412- 613  +Makan beling saat kesurupan merupakan suatu kebanggan karena belum tentu semua penari dapat melakukan hal tersebut  V.PR 614-618  +Tidak ada perasaan yang menonjol, tidak membuat sombong  V.PR 619-624  +Merasa lelah dan jadi malas bekerja namun tetap menjadi lebih semangat karena kesurupan yang dialami subjek dijalani 683-693 63 dengan tulus  V.PR 643-657  +Walau fisik lelah namun tetap merasa senang  V.PR 683- 693  +Merasa kasihan pada diri sendiri dan malu jika melakukan kesurupan pura-pura  V.PR 401-412  -Merasa takut berdampak buruk untuk kesehatan terkait dengan adengan kesurupan yang dialami subjek  V.PR 550-562  -Merasa takut terjadi gangguan pencernaan jika saat kesurupan makan beling  V.PR 569-577 Catatan: + untuk penilaian positif; - untuk penilaian negatif; dan N untuk penilaian netral. Pada tabel 5 terkait dengan konsep kesurupan secara umum, As meyakini dalam pikirannya bahwa kesurupan merupakan sebuah hal yang sakral. Fenomena kesurupan dihayati sebagai sesuatu yang sangat bernilai 64 dan mengandung unsur magis dari suatu bagian kebudayaan Jawa. As menuturkan bahwa saat kesurupan, pikiran menjadi kosong dan berada dalam kondisi tidak sadar sehingga tidak dapat mengetahui apa yang terjadi kepada diri sendiri. As juga menuturkan bahwa fenomena kesurupan di Dusun Kepuh merupakan kesurupan yang sesungguhnya dan tidak direkayasa. Dalam aspek perasaan, As mengaku sebelum dan sesudah kesurupan ia merasa senang dan tidak ada perasaan takut. Saat kesurupan, As tidak merasakan apapun karena berada dalam kondisi tidak sadar. Menggali dari aspek perilaku, dari kegiatan njathil hingga kesurupan yang dilakukannya ternyata dapat menambah keakraban dengan masyarakat dan bisa menghibur masyarakat. Walau demikian, kegiatan njathil hingga kesurupan yang dilakukan As ternyata juga berdampak negatif dalam hal ekonomi karena kinerjanya menurun sehingga pendapatan berkurang. Hal ini disebabkan karena setelah njathil hingga kesurupan badannya terasa lelah. Terkait dengan konsep kesurupan yang tidak sesungguhnya, As beranggapan bahwa kesurupan pura-pura itu adalah kesurupan yang salah. Ia mengaku pernah melakukan kesurupan pura-pura karena sewaktu njathil sedang banyak pikiran dan kurang fokus dalam menari. As juga menuturkan bahwa banyak grup jathilan di tempat lain yang melibatkan kesurupan pura- pura. Dalam aspek perasaan, As merasa malu dan minder jika melakukan kesurupan pura-pura. Ia selalu berusaha agar kepura-puraan kesurupan tersebut tidak diketahui penonton. Dalam aspek perilaku, kegiatan njathil hingga kesurupan yang dialaminya tidak berdampak buruk dalam kegiatan 65 sehari-hari. Hubungan As dengan masyarakat menjadi semakin dekat karena kerap bertemu dalam kegiatan jathilan. Terkait dengan konsep kesurupan sebagai kesatuan dalam kesenian jathilan, As meyakini dalam pikirannya bahwa tidak ada tujuan negatif dari kegiatan njathil hingga kesurupan. Sebaliknya, tujuan positif dari kegiatan njathil hingga kesurupan adalah untuk menghibur penonton. As menuturkan bahwa sesepuh pawang sebenarnya mengusahakan agar penari bisa kesurupan, namun kesurupan tersebut tidak diharuskan terjadi terutama untuk penari perempuan. As juga meyakini bahwa kesurupan yang dipaksakan merupakan kesurupan pura-pura. Melihat realita tersebut, ia menilai bahwa kesurupan dalam kesenian jathilan bukan merupakan suatu keharusan. Kesurupan dalam kesenian jathilan merupakan hal yang terpisah-pisah bukan suatu kesatuan. Terlepas dari berbagai pandangan tersebut, ia tetap merasa bangga bisa njathil hingga kesurupan. Melihat dari aspek perilaku, As mengaku bahwa persatuan dan keakraban dengan masyarakat semakin terjalin kuat. Dari kegiatan njathil hingga kesurupan, dapat melatih kekompakan dengan para penari dan penonton. Apapun yang terjadi saat pentas njathil hal positif ataupun negatif, kehidupan bermasyarakat tetap berjalan dengan baik dan tidak berdampak buruk untuk kesehariannya. Terkait dengan motivasi yang mendorong As sehingga tetap mau njathil hingga kesurupan, ia mengaku bahwa pada awalnya hanya ingin merasakan bagaimana rasanya kesurupan namun seiring berjalannya waktu, njathil hingga kesurupan merupakan suatu bentuk tanggung jawab terhadap 66 profesi yang dilakoninya sebagai anggota kelompok jathilan di Kepuh. Dalam aspek perasaan, As merasa senang dan bangga bisa njathil hingga kesurupan. Selain itu, ia merasa malu dan minder saat melakukan kesurupan pura-pura. Dalam aspek perilaku, As menjadi lebih percaya diri untuk bersosialisasi dengan masyarakat, semakin akrab, semakin mempererat tali silaturahmi dan bisa mengenal penonton di mana ia pentas. Di sisi lain, terkadang muncul dampak negatif dari fenomena kesurupan yang tidak terkontrol. As menuturkan bahwa terkadang ia menjadi ribut dengan penonton jika saat kesurupan ia melakukan hal-hal yang tidak berkenan dihati penonton. Tak jarang masalah menjadi panjang apabila sudah terpancing emosi. Terkait dengan konsep aneka dampak kesehatan dari fenomena kesurupan, As meyakini dalam pikirannya bahwa kegiatan njathil hingga kesurupan berdampak buruk bagi kesehatan karena kesurupan umumnya memakan makanan yang ekstrim namun kondisinya ternyata tetap baik-baik saja. As menuturkan bahwa njathil dan kesurupan membuat badan “capek” dan kinerja menjadi kurang maksimal namun ia tetap merasa senang. Dalam aspek perasaan, As merasa bangga jika kesurupan memakan beling karena menurutnya belum tentu semua penari dapat melakukan hal tersebut. Walau demikian, ia tidak menyombongkan tentang apa yang dilakukan selama kesurupan. Dalam kegiatan njathil hingga kesurupan, terkadang As merasa takut terjadi gangguan pencernaan dan takut berdampak buruk untuk kesehatan. Kondisi fisik menjadi lelah dan terkadang menjadi malas bekerja 67 tidaklah menyurutkan semangatnya karena ia mengaku bahwa kesurupan yang dialaminya dijalani dengan tulus, maka tak jarang ia merasa kasihan dan malu pada diri sendiri jika sampai tidak kesurupan atau melakukan kesurupan pura-pura. Dalam kehidupan bermasyarakat, As mengaku masyarakat setempat mendukung apa yang dilakukannya. Oleh karena itu, hal tersebut dapat menambah solidaritas antar masyarakat. Kesimpulan umum Terkait dengan konsep kesurupan secara umum, ketiga subjek memiliki pemikiran yang positif. Hal tersebut terlihat dari adanya keyakinan dalam pikiran mereka bahwa kesurupan dalam kesenian jathilan merupakan hal yang penting. Fenomena kesurupan diyakini sebagai sesuatu yang sakral, sangat bernilai, dan mengandung unsur magis dari suatu kebudayaan Jawa. Fenomena kesurupan di Dusun Kepuh diyakini ketiga subjek sebagai kesurupan yang tidak direkayasa. Fenomena kesurupan di Dusun Kepuh merupakan kesurupan yang sesungguhnya. Pemikiran tersebut disertai dengan perasaan yang positif oleh ketiga subjek yaitu senang dan bangga. Ketiga subjek merasa senang dan bangga bisa njathil hingga kesurupan. Mereka tidak merasakan adanya perasaan takut saat mengalami kesurupan. Dari pemikiran dan adanya perasaan yang positif, maka memunculkan perilaku yang positif pula. Hal tersebut terlihat dari munculnya perilaku yang menjadi lebih bersemangat dalam melakukan berbagai hal dan dapat menambah keakraban dalam kehidupan bermasyarakat. 68 Terkait dengan konsep kesurupan yang tidak sesungguhnya, ketiga subjek memiliki pemikiran yang negatif tentang kesurupan pura-pura tidak sesungguhnya. Mereka meyakini dalam pikiran mereka bahwa kesurupan pura-pura itu ada dan banyak dilakukan penari jathilan. Menurut mereka, kesurupan pura-pura merupakan kesurupan yang salah dan hal yang tidak baik untuk dilakukan. Pt mengaku belum pernah melakukan kesurupan pura- pura, namun Fn dan As pernah melakukan kesurupan pura-pura. Pemikiran yang negatif terkait dengan kesurupan pura-pura tersebut membuat Fn dan As merasa bingung, malu, dan minder saat tidak mengalami kesurupan sewaktu pentas njathil. Mereka melakukan kesurupan pura-pura untuk menutupi rasa sungkan dan salah tingkah. Di sisi lain, Pt merasa senang dan tidak terbebani hal apapun karena ia belum pernah mengalami kesurupan pura-pura. Dari pemikiran negatif terhadap kesurupan pura-pura yang merupakan hal yang salah dan tidak seharusnya dilakukan, membuat ketiga subjek tetap mengusahakan untuk selalu mengalami kesurupan sesungguhnya disetiap pentas njathil. Ketiga subjek menuturkan bahwa terlepas dari berbagai hal yang terjadi selama pentas kesenian jathilan, tidaklah ada dampak buruk atau negatif. Kesurupan yang dialami ketiga subjek membuat mereka semakin dipandang “lebih” oleh masyarakat sehingga mereka menjadi semakin akrab dengan masyarakat dan kekeluargaan semakin terjalin erat. Terkait dengan konsep kesurupan sebagai kesatuan dalam kesenian jathilan, Fn dan Pt memiliki pemikiran yang positif. Hal tersebut terlihat dari adanya keyakinan dalam pikiran Fn dan Pt yang meyakini bahwa kesurupan 69 dalam kesenian jathilan merupakan suatu kesatuan atau satu paket. Namun, As memiliki pemikiran yang berbeda dengan Fn dan Pt. As meyakini bahwa kesurupan dalam kesenian jathilan merupakan hal yang terpisah-pisah atau bukan suatu kesatuan. Walaupun terjadi perbedaan pemikiran, ketiga subjek merasakan perasaan yang sejalan dengan aspek pikiran. Ketiga subjek mengaku merasa bangga, puas, dan senang jika mengalami kesurupan. Sebaliknya, mereka merasa minder dan “mati gaya” jika tidak mengalami kesurupan. Hal tersebut diikuti dengan adanya dampak positif dalam kehidupan sehari-hari, mereka mengaku bahwa fenomena kesurupan yang dialami mereka bisa memunculkan semangat baru untuk diri pribadi dan dapat menambah keakraban untuk kehidupan bermasyarakat. Terkait dengan motivasi yang mendorong subjek tetap mau njathil hingga kesurupan, ketiga subjek memiliki pemikiran yang positif. Hal tersebut terlihat dari adanya keyakinan dalam pikiran mereka bahwa hal yang memotivasi tetap njathil hingga kesurupan karena hal tersebut merupakan suatu panggilan, suatu bentuk tanggung jawab, dan adanya sutu keinginan untuk tetap melestarikan kebudayaan Jawa. Hal tersebut diikuti dengan perasaan yang positif yang dirasakan ketiga subjek yaitu merasa senang dan bangga jika mengalami kesurupan. Sebaliknya, mereka merasa malu dan minder jika tidak mengalami kesurupan. Dari pemikiran dan adanya perasaan yang positif, maka memunculkan perilaku yang positif pula. Dalam kaitannya dengan kehidupan sehari-hari, ketiga subjek mengaku dapat semakin 70 bersemangat dalam bekerja, semakin percaya diri untuk bersosialisasi dan menjadi semakin dekat dengan masyarakat. Terkait dengan konsep aneka dampak kesehatan dari fenomena kesurupan, Fn dan Pt memiliki pemikiran yang positif. Hal tersebut terlihat dari adanya keyakinan dalam pikiran Fn dan Pt yang meyakini bahwa fenomena kesurupan tidak memunculkan dampak negatif seperti gangguan pencernaan dan hal-hal yang membahayakan untuk kesehatan. Namun lain halnya dengan As. As meyakini dalam pikirannya bahwa dari fenomena kesurupan dapat memunculkan dampak buruk bagi kesehatan. Walaupun terjadi perbedaan pemikiran, ketiga subjek mengaku bahwa kondisi kesehatannya tetap baik-baik saja. Dari aspek perasaan, Fn dan As terkadang dihinggapi rasa takut akan adanya dampak buruk bagi kesehatan. Berbeda dengan Pt, Pt mengaku bangga dan tidak merasa takut akan kondisi kesehatannya. Walaupun terjadi perbedaan pemikiran dan berbagai perasaan yang dirasakan ketiga subjek, mereka memiliki berbagai dampak bagi perilaku yang sejalan. Dampak kesehatan dari fenomena kesurupan yang dialami ketiga subjek yang sering memakan hal-hal yang ekstrim tidak biasa, ternyata tidak berpengaruh buruk terhadap keseharian mereka. Masyarakat menghargai profesi mereka sebagai penari jathilan yang sering mengalami kesurupan. Hal tersebut dapat menjadikan penyemangat hidup, menambah solidaritas antar masyarakat, dan dapat menambah keakraban dengan masyarakat. 71

D. Pembahasan

Makna menurut Frankl 1984 adalah kesadaran akan adanya suatu kesempatan atau kemungkinan yang ada dalam realitas. Makna adalah hal-hal yang oleh seseorang dipandang penting dan dirasakan berharga. Makna juga memberikan nilai khusus bagi seseorang. Makna menurut Malik 2012 dalam artikelnya adalah pemahaman yang membuat sesuatu berarti dalam hidup, yang serta merta merombak alam berfikir dan menemukan nilai baru, kita tak mungkin hidup tanpa nilai. Nilai ini menambah kualitas kita, sehingga dapat lebih mudah berkreasi dan menjalani hidup. Dari pemahaman tersebut maka peneliti mencoba menjelaskan bahwa sebuah pemaknaan terhadap fenomena kesurupan meliputi aspek pikiran, perasaan, dan perilaku. Dalam memaknai sesuatu tentunya tidak lepas dari apa yang kita pikirkan, apa yang kita rasakan, dan bagaimana dampak bagi perilaku kita. Aspek pikiran, perasaan, dan perilaku akan menjadi satu kesatuan yang membentuk ketiga subjek dalam memaknai fenomena kesurupan yang mereka alami pada pentas kesenian jathilan dalam kelompok Turonggo Jati Manunggal di Dusun Kepuh. Dari hasil analisis data, dapat diketahui bahwa ketiga subjek memiliki pemaknaan positif terhadap fenomena kesurupan. Pemaknaan positif terhadap fenomena kesurupan tersebut meliputi tiga hal, yaitu: 1 Kesurupan sebagai sesuatu yang penting dan berharga, 2 Kesurupan merupakan sebuah nilai yang dapat menambah kualitas hidup; 3 Kesurupan dilakukan dengan tulus dan dari keinginan sendiri. 72 Ketiga subjek memaknai fenomena kesurupan sebagai sesuatu yang penting dan berharga. Hal tersebut tampak dalam pikiran mereka bahwa kesurupan mereka yakini sebagai suatu hal yang diutamakan dalam kesenian jathilan. “Tujuan utamanya mungkin jathilan itu kesurupan ya. Jathilan itu emang kalo dijathilan saya mungkin dari awalnya udah kesurupan jadinya ya mungkin itu sisi apa ya sisi tujuan utamanya dari jathilan ya kesurupan dari segi uniknya mungkin kesurupan” Fn I.PK,8-9; FnI.PK, 13-16. Bagi penari jathilan dalam kelompok jathilan Turonggo Jati Manunggal di Dusun Kepuh, kesenian jathilan mereka yakini sebagai kesenian yang sakral dan mengandung unsur magis dari suatu kebudayaan asli Indonesia khususnya Jawa. Hal tersebut terwujud dalam tari-tarian yang dinamis dan melibatkan fenomena kesurupan sebagai satu kesatuan yang tak terpisahkan. “Ya kalau untuk di Kepuh kesurupan itu sakral mbak, sakral itu ya kesurupan beneran, gak maen-maen. Dijathilan-jathilan lain selain Kepuh mungkin banyak yang kesurupannya cuma main- main ya mbak tapi ya tadi itu kalau di Kepuh kesurupannya tidak direkayasa macem-macem” As I.PK, 16-25. Kesenian jathilan merupakan kesenian tradisional bagi kebudayaan Jawa. Pertunjukkan kesenian jathilan di jaman dulu selalu melibatkan kesurupan yang sesungguhnya. Seiring berjalannya waktu, esensi kesurupan dari sebuah pertunjukan jathilan mulai luntur. Di jaman sekarang banyak kesenian jathilan di luar jathilan Turonggo Jati Manunggal yang melibatkan kesurupan pura-pura dan memposisikan kesurupan sebagai sekedar hiburan 73 dalam suatu pentas kesenian jathilan. Lain halnya dengan kesurupan dalam kelompok jathilan Turonggo Jati Manunggal di Dusun Kepuh, sampai saat ini para penari jathilan tetap mempertahankan kesurupan yang sesungguhnya. Bagi ketiga subjek, kesurupan pura-pura mereka yakini sebagai kesurupan yang salah dan tidak seharusnya dilakukan. Setiap pentas berlangsung, ketiga subjek selalu mengupayakan diri mereka untuk bisa mengalami kesurupan sesungguhnya. Jika ada halangan dan gagal untuk bisa mengalami kesurupan sesungguhnya, mereka terpaksa untuk melakukan kesurupan pura-pura karena mereka akan dihantui rasa malu dan sungkan jika ada penonton yang mengetahui bahwa mereka tidak mengalami kesurupan saat pentas jathilan. “Kesurupan pura-pura itu ya seharusnya tidak dilakukan mbak, namanya juga pura-pura kan ya bohong ya jadi semua yang bohong itu pasti gak baik, termasuk kesurupan” Fn II.PK, 61-67. “Ya itu ya gimana ya…ya kita aslinya tetep anu ke minder ya sama sama pawang-pawangnya otomatis sama pawangnya itu otomatis minder karena kan kita cuma pura-pura to, tapi kita tetep berusaha…berusaha menepis nganu itu, ya kita biasa aja. Iya..kita tetep malu aslinya malu kalo sampai diketahui gitu cuma pura-pura itu tetep ya malu gitu. Tapi kan kita tetep berusaha, saya kan tetep berusaha gimana supaya tidak bisa diketahui bahwa kalo saya itu pura-pura” As II.PR, 112- 127. Njathil hingga kesurupan membuat diri ketiga subjek menjadi lebih berharga. Pada dasarnya mereka mengaku bahwa selalu ada keinginan dan upaya untuk mengalami kesurupan setiap pentas njathil. Dari hal tersebut, dapat terlihat bahwa betapa fenomena kesurupan dimaknai sebagai sesuatu 74 yang penting dan berharga karena ketiga subjek ingin tetap melestarikan budaya Jawa dalam sebuah kesenian jathilan yang memang melibatkan unsur kesurupan yang sesungguhnya. Pemaknaan tersebut sesuai dengan teori makna yang dikemukakan Frankl bahwa sebuah makna adalah sesuatu yang dianggap penting dan berharga. “Yo kita yo bangga juga mbak yang jelas wong orang kita bisa apa ya istilahnya itu bisa melestarikan kebudayaan Jawa gitu yang jelas kita juga bangga” Pt IV.PR, 324-329. Selain memaknai fenomena kesurupan sebagai sesuatu yang penting dan berharga, ketiga subjek juga memaknai fenomena kesurupan sebagai sebuah nilai yang dapat menambah kualitas hidup. Hal tersebut tampak dalam pikiran mereka yang meyakini bahwa banyak hal positif yang didapat dari kesurupan dalam kesenian jathilan sekalipun dalam kenyataannya rasa lelah dan cidera fisik setelah kesurupan kerap menghampiri mereka. Ketiga subjek merasa senang dan puas bisa njathil hingga kesurupan. Terasa sebagai sebuah prestasi yang membanggakan bisa melestarikan kebudayaan Jawa sekaligus dapat menghibur masyarakat yang menonton pertunjukkan jathilan dengan kesurupan yang sesungguhnya. Ketiga subjek merasa bahwa masyarakat menghargai profesi subjek sebagai penari jathilan. Seringnya ketiga subjek mengalami kesurupan memunculkan perasaan bangga, puas, dan senang , selain itu seringnya terlibat dalam kegiatan jathilan juga membuat ketiga subjek semakin dekat dengan masyarakat. Dengan adanya penghargaan dan “dipandang lebih” oleh 75