Implementasi Kebijakan Pembuatan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) Pada Kantor Penanaman Modal Dan Pelayanan Terpadu (KPMPT) Kota Sukabumi
1.1 Latar Belakang Laporan KKL
Pemerintahan yang baik (good governance) merupakan issue yang paling mengemuka dalam pengelolaan administrasi publik dewasa ini sejalan dengan penyelenggaraan otonomi daerah. Atas dasar tekad dan semangat untuk perwujudan good governance itu maka bebena tugas dan tanggung jawab Kantor Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Kota Sukabumi sebagai perangkat daerah pada Pemerintah Kota Sukabumi dirasakan semakin berat, karena aparatur daerah dituntut untuk mewujudkan administrasi negara yang mampu mendukung kelancaran dan keterpaduan pelaksanaan tugas dan fungsi penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan pembinaan kemasyarakatan.
Dalam rangka pemenuhan atas tuntutan itu, maka diperlukan pengembangan dan penetapan sistem serta prosedur kerja yang cepat, tepat, jelas dan nyata serta dapat dipertanggungjawabkan sehingga penyelenggaraan tugas-tugas pada Kantor Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Kota Sukabumi harus bisa berlangsung secara berdayaguna dan berhasil guna.
Selanjutnya untuk mempertanggungjawabkan keberhasilan dalam melaksanakan Akuntabuilitas Kinerja Instansi Pemerintah (AKIP) tersebut maka disusun Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (AKIP) yang didalamnya berisi konstelasi perencanaan stratejik dan
(2)
implementasinya serta tolok ukur keberhasilan berbagai indikator yang telah ditetapkan untuk mencapai visi dan misi organisasi.
Pemerintah dalam rangka mewujudkan tata pemerintahan yang baik, bersih dan berwibawa, dihadapkan pada pelaksanaan tugas yang sangat luas dan kompleks. Pemerintah memiliki hak dan wewenang untuk mengatur kehidupan warga negaranya. Pada dasarnya penyelenggaraan pemerintahan mengemban tiga fungsi hakiki yaitu pelayanan (service), pemberdayaan (empowerment), dan pembangunan (development). Jadi selain melaksanakan pembangunan, pemerintah juga memberikan pelayanan publik.
Institusi pemerintah sebagai pelayan masyarakat perlu menemukan dan memahami cara yang profesional dalam rangka pemenuhan kebutuhan masyarakat. Dalam konteks pemerintahan, kebutuhan masyarakat menjadi tuntutan dan tanggung jawab pemerintah. Oleh karena itu, pemerintahan perlu diselenggarakan secara dinamis, tanggap, cepat dan tepat sasaran.
Kantor Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Kota Sukabumi dibentuk Peraturan Daerah Kota Sukabumi Nomor 6 Tahun 2008 tentang Urusan Pemerintahan Kota Sukabumi dan (Lembaran Daerah Kota Sukabumi Tahun 2008 Nomor 6); berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2008 tentang Pembentukan dan Susunan Organisasi Perangkat Daerah Kota Sukabumi. Adapun tugas pokok, fungsi dan tata kerja yang dijabarkan dalam Peraturan Walikota Sukabumi Nomor 32 Tahun 2008 yaitu sebagai lembaga teknis daerah yang mempunyai tugas pokok
(3)
melaksanakan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah bidang penanaman modal dan pelayanan terpadu. Surat Keputusan Walikota Nomor 04 Tahun 2009 tentang Pelimpahan Kewenangan Pelayanan Perizinan Kepada Kantor Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu sukabumi.
Pelayanan terhadap masyarakat selama ini diupayakan oleh pemerintah selaku penyelenggara administrasi negara. telah mengubah paradigma sentralisasi pemerintah ke arah desentralisasi dengan pemberian otonomi daerah yang nyata luas dan bertanggung jawab kepada daerah. Hal ini berarti fungsi pelayanan pun telah didesentralisasikan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah.
Perubahan paradigma di atas menuntut pemerintah daerah untuk membuktikan kesanggupannya dalam melaksanakan unsur-unsur pemerintahan lokal sesuai dengan keinginan dan kebutuhan masyarakat lokal. Dalam mengurus rumah tangga daerah dan pelayanan kepada masyarakat, kinerja pemerintah daerah melalui kapasitas satuan kerja perangkat daerah (SKPD) perlu ditingkatkan.
Pelayanan yang optimal yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat misalnya dalam pembuatan akta kelahiran, Izin Mendirikan Bangunan (IMB), berbagai perizinan lainnya, sampai pada pengadaan sarana dan prasarana umum.
Salah satu bentuk layanan masyarakat yang penting adalah layanan di bidang IMB. Adapun tujuan dari IMB ini adalah terwujudnya tertib bangunan yang aman, nyaman, serasi, dan seimbang. Hal ini berarti,
(4)
setiap kegiatan mendirikan bangunan harus mempunyai surat Izin Mendirikan Bangunan yang didapat melalui permohonan.
Kota Sukabumi telah menunjukkan perkembangan yang pesat, khususnya di bidang pelaksanaan pembangunan. Setelah mengalami perubahan status pemerintahan melalui peraturan Walikota Sukabumi Nomor 32 Tahun 2008 tentang kedudukan, Tugas Pokok, fungsi, dan Tata Kerja Kantor Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Kota Sukabumi.
Penetapan status Kota Sukabumi telah membawa perubahan yang sangat besar pada perkembangan pembangunan di Kota Sukabumi. Wilayah Kota Sukabumi tidak terlalu luas dan tidak mempunyai lahan agraris. Akan tetapi Kota Sukabumi memiliki peran dan posisi yang cukup strategis dalam mengembangkan potensinya sebagai kota jasa seperti perdagangan, perhubungan serta pendidikan, yang berbatasan langsung dengan Cianjur dan Bogor.
Dilihat dari fungsi kota dan letak geografis, kondisi tersebut juga mendorong lajunya tingkat pertumbuhan kota yang menimbulkan berbagai permasalahan klasik, sebagaimana dialami oleh kota-kota yang tengah berkembang. Laju pertumbuhan penduduk yang cukup tinggi, terutama yang diakibatkan adanya urbanisasi dan pendatang, menimbulkan masalah yaitu pesatnya pertumbuhan bangunan fisik. Bangunan-bangunan tersebut tidak hanya ditujukan untuk tempat tinggal akan tetapi juga untuk bangunan usaha industri.
Banyak para pendatang yang membuka usaha dan dampak selanjutnya adalah tingginya kebutuhan tempat bermukim serta pesatnya
(5)
pertumbuhan bangunan fisik. Hal ini menimbulkan banyaknya masyarakat yang memohon pengajuan surat Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dengan harapan pelayanan prima secara dinamis dan tanggap, cepat serta tepat sasaran yang dilaksanakan oleh aparatur pemerintah khususnya aparatur pemerintah Kantor Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Kota
Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Sukabumi Nomor 11 Tahun 1994 tentang IMB di Kota Sukabumi, sesungguhnya IMB merupakan upaya pemerintah Kota Sukabumi yang bukan hanya untuk mendisiplinkan masyarakat yang hendak membangun, tetapi lebih jauh lagi merupakan upaya pemerintah Kota Sukabumi untuk melakukan penataan fisik perkotaan.
Hal ini diupayakan agar kota tetap tertata dengan baik, aman, nyaman, serasi, dan seimbang. Akan tetapi pada kenyataannya masih banyak bangunan-bangunan liar yang tidak memiliki IMB di Kota Sukabumi. Masyarakat tidak mau mengajukan permohonan mendapatkan surat IMB disebabkan persepsi masyarakat untuk memohon IMB, bahwa birokrasinya atau pelayanannya sangat berbelit-belit, lamban dan mahal. Selain itu, sering kali ketika masyarakat mengajukan permohonan surat IMB tidak selesai tepat pada waktunya.
Berbagai penyalahgunaan kekuasaan dan wewenang seringkali dilakukan oleh aparatur pemerintah di balik misi melayani serta menciptakan kesejahteraan, kemakmuran dan ketentraman masyarakat. Hampir setiap hari, banyak keluhan masyarakat tentang kurang lancarnya pelayanan umum pemerintah kepada masyarakat, praktek calo atau pihak
(6)
ketiga untuk memperlancar pengurusan, pungutan liar, atau tarif yang dikenakan melebihi ketentuan.
Fenomena tersebut menunjukan keterbatasan kemampuan pemerintah dalam mengoptimalisasikan fungsi pelayanan masyarakat. Hal ini juga semakin memperburuk persepsi masyarakat tentang keberadaan pemerintah. Apabila dibandingkan dengan sistem pelayanan oleh pihak swasta, organisasi pelayanan pemerintah atau birokrasi pemerintah sering dikatakan lamban, mahal dan inefisien. Di lain pihak, pelayanan sektor swasta dianggap lebih cepat, efisien, inovatif dan berkualitas.
Lemahnya pelayanan aparatur pemerintah mengakibatkan tidak optimalnya fungsi pelayanan kepada masyarakat. Kurang puasnya masyarakat terhadap pelayanan yang diberikan, menyebabkan timbulnya keluhan dan kritik dari masyarakat. Permasalahan lainnya di Kota Sukabumi adalah biaya pelayanan pembuatan surat IMB yang tidak jelas, aparat yang kurang transparan atau kurang terbuka walaupun telah ada peraturan yang mengikat. Biaya pembuatan surat IMB menjadi lebih besar karena biaya-biaya lain yang secara tidak resmi dipungut oleh aparatur. Lebih buruk lagi, apabila ingin mendapatkan pelayanan yang lebih cepat, harus mengeluarkan biaya ekstra, hal ini menunjukan bahwa aparatur kurang mentaati peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Sebagai organisasi pelayanan publik, berdasarkan konsep kedudukan dan fungsi birokrasi sebagai pelayan masyarakat, maka Kantor Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Kota Sukabumi, diharapkan mampu memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat.
(7)
Yaitu pelayanan yang sesuai dengan keinginan, kebutuhan, harapan dan tuntutan masyarakat.
Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis tertarik untuk meneliti lebih jauh mengenai kualitas pelayanan publik dalam pelayanan perizinan IMB dengan judul penelitian sebagai berikut:
”Implementasi Kebijakan Dalam Pembuatan Ijin Mendirikan Bangunan (IMB) Pada Kantor Penanaman Modal Dan Pelayanan Terpadu (KPMPT) Kota Sukabumi“.
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, maka untuk mempermudah arah dan pembahasan, penulis mengidentifikasikan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana komunikasi para implementor yang dapat menentukan keberhasilan implementasi kebijakan pembuatan IMB pada Kantor Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Kota Sukabumi?
2. Bagaimana sumber daya dalam implementasi pembuatan IMB pada Kantor Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Kota Sukabumi? 3. Bagaimana disposisi antar organisasi terkait dengan
kegiatan-kegiatan pelaksanaan dalam menentukan keberhasilan implementasi kebijakan pembuatan IMB pada Kantor Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Kota Sukabumi?
(8)
4. Bagaimana struktur birokrasi dalam menentukan keberhasilan implementasi kebijakan pembuatan IMB pada Kantor Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Kota Sukabumi?
1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian
Maksud dari KKL ini adalah untuk mengetahui implementasi kebijakan pembuatan IMB pada Kantor Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Kota Sukabumi?
Sedangkan Tujuan KKL adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui komunikasi para implementor yang dapat menentukan keberhasilan kebijakan pembuatan IMB pada Kantor Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Kota Sukabumi.
2. Untuk mengetahui sumber daya dalam mengimplementasikan kebijakan pembuatan IMB pada Kantor Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Kota Sukabumi.
3. Untuk mengetahui disposisi antar organisasi terkait dengan kegiatan-kegiatan pelaksanaan dalam menentukan keberhasilan implementasi kebijakan pembuatan IMB pada Kantor Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Kota Sukabumi.
4. Untuk mengetahui struktur birokrasi dalam menentukan keberhasilan implementasi kebijakan pembuatan IMB pada Kantor Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Kota Sukabumi.
(9)
1.4 Kegunaan Laporan KKL
Peneliti berharap bahwa hasil dari laporan KKL ini dapat memiliki kegunaan sebagai berikut:
1. Bagi kepentingan peneliti, yaitu diharapkan dapat memberikan manfaat serta menambah wawasan, pengetahuan dan pemahaman tentang implementasi kebijakan Pembuatan IMB pada Kantor Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu di Kota Sukabumi.
2. Bagi kegunaan teoritis, dalam rangka mengembangkan konsep-konsep atau teori-teori melalui penelitian ke lapangan. Dimana dalam laporan KKL ini, diharapkan akan memberikan sumbangan ilmu serta dapat dijadikan bahan tinjauan awal untuk melakukan laporan KKL serupa dimasa yang akan dating.
3. Bagi kegunaan praktis, hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran, informasi atau solusi kepada Kantor Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Kota Sukabumi dalam Pelayanan pembuatan IMB.
1.5 Kerangka Pemikiran
Kebijakan mengandung suatu unsur tindakan untuk mencapai tujuan. Umumnya tujuan tersebut ingin dicapai oleh seseorang, kelompok ataupun pemerintah. Kebijakan tentu mempunyai hambatan-hambatan tetapi harus mencari peluang-peluang untuk mewujudkan tujuan yang diinginkan. Kebijakan pada dasarnya adalah suatu tindakan berpola yang mengarah pada tujuan tertentu dan bukan sekedar keputusan untuk
(10)
melakukan sesuatu. Kebijakan sebagai suatu program pencapaian tujuan, nilai-nilai dan tindakan-tindakan yang terarah (Islamy, 1997:14). Apabila dikaitkan dengan dengan kebijakan publik, maka kata pelaksanaan kebijakan publik dapat diartikan sebagai aktivitas penyelesaian atau pelaksanaan kebijakan publik yang telah ditetapkan/disetujui dengan penggunaan sarana (alat) untuk mencapai tujuan kebijakan.
Pengertian implementasi menurut Van Meter dan Van Horn adalah: “Implementasi adalah tindakan-tindakan yang dilakukan baik oleh individu-individu/pejabat-pejabat atau kelompok-kelompok pemerintah atau swasta yang diarahkan pada tercapainya tujuan-tujuan yang telah digariskan dalam keputusan kebijakan” (Meter dan Horn dalam Wahab, 2005:65).
Berdasarkan pengertian diatas, implementasi merupakan tindakan-tindakan yang dilakukan oleh pemerintah untuk mencapai tujuan yang telah di tetapkan dalam suatu keputusan kebijakan. Akan tetapi pemerintah dalam membuat kebijakan juga harus mengkaji terlebih dahulu apakah kebijakan tersebut dapat memberikan dampak yang buruk atau tidak bagi masyarakat. Hal tersebut bertujuan agar suatu kebijakan tidak bertentangan dengan masyarakat apalagi sampai merugikan masyarakat.
Berdasarkan pengertian implementasi menurut George C. Edward III yang dikutip oleh Agustino, mengemukakan beberapa hal yang dapat mempengaruhi keberhasilan suatu pelaksanaan, yaitu:
1. communication 2. Resources 3. Dipositions
4. Bureaucratic structure
(Edward III dalam Agustino, 1980:10).
(11)
1. Komunikasi
komunikasi merupakan salah-satu variabel penting yang mempengaruhi implementasi kebijakan publik, komunikasi sangat menentukan keberhasilan pencapaian tujuan dari implementasi kebijakan publik”. Implementasi yang efektif akan terlaksana, jika para pembuat keputusan mengetahui mengenai apa yang akan mereka kerjakan. Infromasi yang diketahui para pengambil keputusan hanya bisa didapat melalui komunikasi yang baik.
2. Sumber daya
Keberhasilan implementasi kebijakan sangat tergantung dari kemampuan memanfaatkan sumber daya yang tersedia. Manusia merupakan sumber daya yang terpenting dalam menentukan keberhasilan suatu implementasi kebijakan. Setiap tahap implementasi menuntut adanya sumber daya manusia yang berkualitas sesuai dengan pekerjaan yang diisyaratkan oleh kebijakan yang telah ditetapkan secara apolitik. Selain sumber daya manusia, sumber daya finansial dan waktu menjadi perhitungan penting dalam keberhasilan implementasi kebijakan.
3. Disposisi
Merupakan salah-satu faktor yang mempunyai konsekuensi penting bagi implementasi kebijakan yang efektif. Jika para pelaksana mempunyai kecenderungan atau sikap positif atau adanya dukungan terhadap implementasi kebijakan maka terdapat kemungkinan yang
(12)
besar implementasi kebijakan akan terlaksana sesuai dengan dengan perencanaan.
4. Struktur birokrasi
Birokrasi diciptakan sebagai instrumen dalam menangani keperluan-keperluan publik dalam institusi yang dominan dalam implementasi kebijakan publik yang mempunyai kepentingan yang berbeda-beda dalam setiap hierarkinya.
Izin didefinisikan oleh Ateng Syafrudin sebagai berikut ”izin yang jenisnya beraneka ragam yang dibuat dalam proses dan prosedur tetentu tergantung dari wewenang pemberi izin, macam izin, dan struktur organisasi instansi yang menerbitkannya” (Syafrudin, 1992:5). Sedangkan menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1985 tentang Pengadilan Tata Usaha Negara pasal 1 ayat 3 menjelaskan izin adalah:
”Merupakan suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh badan atau pejabat tata usaha negara yang berisi tindakan hukum tata usaha negara berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang bersifat kongkret, individual, final, yang menimbulakan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata” (UU No 5 Tahun 1985, pasal 1 ayat 3).
Dari kedua pendapat tersebut izin merupakan suatu keputusan tertulis yang dikeluarkan oleh suatu instansi tertentu dengan tujuan tertentu yang bersifat kongkret dan menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata. Ketika sebuah izin diterbitkan mengandung arti bahwa pemohon diperkenankan untuk melakukan tindakan tertentu yang dilarang. Hal ini berlaku sebagai pengawasan khusus demi kepentingan umum.
(13)
Berkaitan dengan hal tersebut Ateng Syafrudin berpendapat bahwa ”Izin bertujuan dan berarti menghilangkan halangan hal yang dilarang menjadi boleh, penolakan atas izin memerlukan perumusan yang limitatif” (Syafrudin, 1992:134).
Sejalan dengan pendapat di atas, menurut Loekman Soetrisno, IMB merupakan ”suatu penegakan disiplin tertib membangun, selain memfungsikan kembali dari segala peraturan yang ada, yang menyangkut IMB juga penerapan sanksi hukum administratif” (Soetrisno, 1983: 3).
Dari kedua pendapat yang dikemukakan di atas, implementasi kebijakan pembuatan IMB dapat didefinisikan bahwa IMB merupakan suatu upaya pemerintah dalam mendisiplinkan warganya dalam hal ini membangun, serta masyarakat wajib untuk mendapatkan surat IMB, dalam memohon surat IMB tersebut, tentu saja di dalamnya terkandung sanksi hukum administratif bagi pihak-pihak yang melanggarnya.
Institusi yang berwenang menerbitkan surat IMB di Kota Sukabumi adalah Kantor Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu. Sebagaimana dimaklumi bahwa Kantor Penanaman Modal dan Pelayanan terpadu Kota Sukabumi merupakan sebuah lembaga baru yang penetapannya tertuang dalam Peraturan Daerah Kota Sukabumi Nomor 6 tahun 2008 tentang Pembentukan dan Susunan Organisasi Perangkat Pemerintah Kota Sukabumi, tentang tugas pokok, fungsi dan tatakerja Kantor Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Kota Sukabumi.
Kantor Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Kota Sukabumi yang diberi wewenang dan bertanggung jawab dalam merumuskan dan
(14)
melaksanakan kebijakan teknis operasional di bidang promosi, investasi, kerjasama dan perijinan serta melaksanakan urusan ketatausahaan. Kantor Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Kota Sukabumi dituntut memiliki visi, misi, strategi serta program yang jelas, terarah dan terpadu yang dapat memenuhi kehendak dan partisipasi masyarakat, khususnya dunia usaha dan dunia industri.
Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, maka Definisi Operasional dalam penelitian ini adalah:
1. Implementasi adalah suatu proses dari sebuah kebijakan yang di buat oleh KPMPT dalam meningkatkan pelayan publik, sehigga kebijakan pembuatan IMB dapat berjalan dengan tujuan yang diharapkan.
2. Kebijakan adalah suatu program untuk mencapai tujuan, nilai-nilai yang dilakukan melalui tindakan-tindakan yang terarah di KPMPT dalam pembuatan IMB.
3. Implementasi Kebijakan adalah suatu proses yang dinamis dimana pelaksana kebijakan melaksanakan suatu aktivitas atau kegiatan dan implementasi itu harus diterapkan pada praktek di KPMPT dalam pembuatan IMB.
4. Izin Mendirikan Bangunan (IMB) adalah izin untuk mendirikan bangunan yang dikeluarkan oleh KPMPT Kota Sukabumi.
5. Implementasi Kebijakan pembuatan IMB adalah suatu usaha pada kantor KPMPT dalam meningkatkan pelayanan masyarakat Kota
(15)
Sukabumi dalam pembuatan IMB. Mengukur suatu keberhasilan implementasi tersebut dilihat dalam indikator sebagai berikut:
a) Komunikasi adalah suatu proses atau tindakan, oleh satu orang atau lebih, yang mengirim dan menerima pesan yang terdistori oleh gangguan, terjadi dalam suatu konteks tertentu, mempunyai pengaruh tertentu, dan ada kesempatan untuk melakukan umpan balik dalam KPMPT Kota Sukabumi.
b) Sumber daya adalah aparatur yang melaksanakan suatu proses atau tujuan dari KPMPT Kota Sukabumi agar berjalan sesuai dengan Kantor tersebut.
c) Disposisi adalah suatu proses pengarahan dari aparatur KPMPT dalam proses pembuatan IMB agar berjalan secara efektif dan efisien.
d) Struktur birokrasi adalah suatu penempatan jabatan sesuai dengan tugas pokok dan fungsi dalam pembuatan IMB pada KPMPT Kota Sukabumi.
(16)
Bagan 1.1
Model Kerangka Pemikiran
1.6 Metode dalam Laporan KKL 1.6.1 Metode penelitian
Sesuai dengan masalah yang diteliti, berhubungan dengan yang terjadi sekarang, maka dasar-dasar yang digunakan untuk mencari kebenaran dalam penelitian adalah berdasarkan suatu Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian adalah metode penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Metode penelitian deskriptif menurut Mohammad Nazir adalah:
”Metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Tujuan dari penelitian deskriptif ini Kantor Penanaman
Modal dan Pelayanan Terpadu
Terciptanya pelayanan pembuatan IMB yang
optimal 1. Komunikasi 2. Sumber daya 3. Disposisi
4. Struktur Birokrasi Implementasi
Kebijakan Pembuatan Izin
Mendirikan Bangunan (IMB)
(17)
sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki” (Nazir, 1988: 63).
Metode ini menggambarkan atau menjelaskan sesuatu hal kemudian diklasifikasikan sehingga dapat diambil kesimpulan. Adapun tujuan dari metode penelitian deskriptif menurut Soehartono ”untuk memberikan gambaran tentang suatu masyarakat atau suatu kelompok orang tertentu atau gambaran tentang suatu gejala atau hubungan antara dua gejala atau lebih” (Soehartono, 2002: 35).
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran mengenai kualitas pelayana publik, serta mendeskripsikan sejumlah konsep yang berkenaan dengan masalah peningkatan kualitas pelayanan publik.
1.6.2 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini melalui:
1. Observasi, yaitu cara menghimpun data dengan melakukan observasi di instansi Kantor Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Kota Sukabumi.
2. Studi Pustaka, yaitu cara menghimpun bahan-bahan keterangan yang dilakukan dengan mempelajari buku-buku yang berhubungan dengan masalah dari Kantor Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu dalam Pembuatan IMBdi Kota Sukabumi.
(18)
1.6.3 Teknik Analisis Data
Suatu kegiatan yang mengacu pada penelaahan atau pengujian yang sistematik mengenai suatu hal dalam rangka menentukan bagian-bagian, hubungan diantara bagian-bagian, dan hubungan bagian dalam keseluruhan. Menurut Bodgan & Biklen bahwa:
“Analisis data kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain” (Bodgan dan Biklen dalam Moleong, 2005: 248).
Ada tiga unsur utama dalam proses analisis data pada penelitian kualitatif yaitu:
1. Reduksi data sebagai proses pemilihan, penyederhanaan, klasifikasi data kasar dari hasil penggunaan teknik dan alat pengumpulan data di lapangan. Reduksi data sudah dilakukan semenjak pengumpulan data reduksi dilaksanakan secara bertahap dengan cara membuat ringkasan dan menelusuri tema yang tersebar. Setiap data dipilih disilang melalui komentar informasi yang berbeda untuk menggali informasi dalam wawancara dan observasi.
2. Penyajian data merupakan suatu upaya penyusunan sekumpulan informasi menjadi pernyataan. Data kualitatif dijadikan dalam bentuk teks yang pada mulanya terpencar dan terpisah menurut sumber informasi dan pada saat diperolehnya informasi tersebut. Kemudian data diklasifikasikan menurut pokok-pokok permasalahan yang
(19)
pembuatan IMB pada Kantor Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu dalam Meningkatkan Pelayanan Publik.
3. Menarik kesimpulan berdasarkan reduksi, interpretasi dan penyajian data yang telah dilakukan pada tahap sebelumnya selaras dengan mekanisme logika pemikiran induktif, maka penarikan kesimpulan akan bertolak belakang dengan hal-hal yang khusus sampai pada rumusan kesimpulan yang sifatnya umum. (Nasution, 2003:128-130).
1.7 Lokasi dan Jadwal Penelitian
Kantor Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Kota Sukabumi Jl.Mayawati Atas No.11 Kota Sukabumi Kode Pos 43113Telp./Fax (0266) 212171.
Tabel 1.1 Jadwal Penulisan WAKTU
KEGIATAN
Tahun 2011
Juni Juli Agust Sept Nov
Pemilihan Lokasi KKL Bimbingan Laporan KKL Pelaksanan KKL
Bimbingan Laporan KKL dengan dosen pembimbing
(20)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Implementasi
Implementasi dimaksudkan membawa ke suatu hasil (akibat) melengakapi dan menyelesaikan. Implementasi juga dimaksudkan menyediakan sarana (alat) untuk melaksanakan sesuatu, memberikan hasil yang bersifat praktis terhadap sesuatu. Pressman dan Wildavsky mengemukakan bahwa : “implimentation as to carry out, accomplish, fullfil, produce, complete” maksudnya: membawa, menyelesaikan, mengisi, menghasilkan, melengkapi (Pressman dan Wildavsky,1978:21).
Jadi Implementasi dapat dimaksudkan sebagai suatu aktivitas yang berkaitan dengan penyelesaian suatu pekerjaan dengan penggunaan sarana (alat) untuk memperoleh hasil. Apabila dikaitkan dengan dengan kebijakan publik, maka kata implementasi kebijakan publik dapat diartikan sebagai aktivitas penyelesaian atau pelaksanaan kebijakan publik yang telah ditetapkan/disetujui dengan penggunaan sarana (alat) untuk mencapai tujuan kebijakan.
Pengertian implementasi dikemukakan oleh Solichin Abdul Wahab dalam bukunya Analisis Kebijakan: Dari Formulasi ke Implementasi Kebijaksanaan Negara yaitu:
“Implementasi adalah tindakan-tindakan yang dilakukan oleh individu atau pejabat-pejabat-pejabat kelompok-kelompok pemerintah atau swasta yang diarahkan pada tercapainya tujuan-tujuan yang telah digariskan dalam keputusan kebijakan” ( Wahab, 2001:65).
(21)
Implementasi merupakan tindakan-tindakan untuk mencapai tujuan yang telah digariskan dalam keputusan kebijakan. Tindakan tersebut dilakukan baik oleh individu, pejabat pemerintah ataupun swasta. Dunn mengistilahkannya implementasi secara lebih khusus, menyebutnya dengan istilah implementasi kebijakan dalam bukunya yang berjudul Analisis Kebijakan Publik. Menurutnya implementasi kebijakan (Policy Implementation) adalah pelaksanaan pengendalian aksi-aksi kebijakan di dalam kurun waktu tertentu (Dunn, 2003:132).
Implementasi merupakan tindakan-tindakan untuk mencapai tujuan yang telah digariskan dalam keputusan kebijakan. Tindakan tersebut dilakukan baik oleh individu, pejabat pemerintah ataupun swasta. Dunn mengistilahkannya implementasi secara lebih khusus, menyebutnya dengan istilah implementasi kebijakan dalam bukunya yang berjudul Analisis Kebijakan Publik. Menurutnya implementasi kebijakan (Policy Implementation) adalah pelaksanaan pengendalian aksi-aksi kebijakan di dalam kurun waktu tertentu (Dunn, 2003:132). Berkaitan dengan faktor yang mempengaruhi implementasi kebijakan suatu program, Subarsono dalam bukunya yang berjudul Analisis Kebijakan Publik (Konsep, Teori dan Aplikasi), mengutip pendapat G. Shabbir Cheema dan Dennis A. Rondinelli mengemukakan bahwa terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi implementasi kebijakan program-program pemerintah yang bersifat desentralistis. Faktor- faktor tersebut diantaranya:
1) Kondisi lingkungan
Lingkungan sangat mempengaruhi implementasi kebijakan, yang dimaksud lingkungan ini mencakup lingkungan sosio kultural serta keterlibatan penerima program.
(22)
2) Hubungan antar organisasi
Dalam banyak program, implementasi sebuah program perlu dukungan dan koordinasi dengan instansi lain. Untuk itu diperlukan koordinasi dan kerjasama antar instansi bagi keberhasilan suatu program.
3) Sumberdaya organisasi untuk implementasi program
Implementasi kebijakan perlu didukung sumberdaya baik sumberdaya manusia (human resources) maupun sumberdaya non-manusia (non human resources).
4) Karakteristik dan kemampuan agen pelaksana
Yang dimaksud karakteristik dan kemampuan agen pelaksana adalah mencakup struktur birokrasi, norma-norma, dan pola-pola hubungan yang terjadi dalam birokrasi, yang semuanya itu akan mempengaruhi implementasi suatu program.
( Subarsono, 2005:101).
Berdasarkan pendapat dari G. Shabbir Cheema dan Dennis A. Rondinelli tersebut terdapat faktor yang menentukan keberhasilan suatu implementasi kebijakan yang diterapkan. Apabila kita ingin mengetahui kebijakan yang diterapkan, kegagalan atau keberhasilannya bisa diukur oleh faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kebijakan. Pemerintah Pusat dalam melaksanakan kebijakan dapat melakukan upaya untuk mendorong Pemerintahan Daerah dalam program-program pembangunan dan pelayanan yang sejalan dengan kebijaksanaan nasional. Khususnya untuk membantu pembiayaannya, Pemerintah Pusat bisa memberi bantuan berbentuk subsidi yaitu transfer dana dari anggaran dan pembukuan pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah. Alokasi oleh Pemerintah Pusat kepada Pemerintahan Daerah mengandung tujuan yang berbeda-beda yang mempengaruhi bentuk dan lingkupannya. Pengertian subsidi dikemukakan oleh Subarsono dalam bukunya yang berjudul Analisis Kebijakan Publik (Konsep, Teori dan Aplikasi). Yang dimaksud subsidi adalah semua bantuan financial pemerintah kepada individu, perusahaan,
(23)
dan organisasi. Maksud dari subsidi adalah untuk memberikan bantuan pembiayaan terhadap berbagai aktivitas (Subarsono, 2005:109).
2.2 Pengertian Kebijakan
Berdasarkan pengertian yang dikemukakan oleh Dye tersebut kebijakan publik maksudnya adalah apapun yang pemerintah pilih untuk melakukan atau tidak melakukan suatu tindakan. Pendapat yang senada dengan Dye adalah pendapat Edward III dan Sharkansky mengemukakan kebijakan publik adalah :
“What government say and do, or not todo. It is the goals or purpose of government programs. ( apa yang dikatakan dan dilakukan, atau tidak dilakukan. Kebijakan merupakan serangkaian tujuan dan sasaran dari program-program pemerintah)” (Edward III dan Sharkansky dalam Widodo, 2001:190).
Pendapat Edward III dan Sharkansky juga mengisyaratkan adanya apa yang dilakukan atau tidak dilakukan. Hal ini berkaitan dengan tujuan dan sasaran yang termuat dalam program-program yang telah dibuat oleh pemerintah. Solichin Abdul Wahab dalam bukunya yang berjudul Analisis Kebijakan: Dari Formulasi ke Implementasi Kebijaksanaan Negara mengutip pendapat Friedrich mengartikan kebijakan:
“Kebijakan adalah suatu tindakan yang mengarah pada tujuan yang diusulkan oleh seseorang, kelompok atau pemerintah dalam lingkungan tertentu sehubungan dengan adanya hambatan-hambatan tertentu seraya mencari peluang-peluang untuk mencapai tujuan atau mewujudkan sasaran yang diinginkan” (Friedrich dalam Wahab, 1997:3).
Kebijakan mengandung suatu unsur tindakan untuk mencapai tujuan. Umumnya tujuan tersebut ingin dicapai oleh seseorang, kelompok ataupun pemerintah. Kebijakan tentu mempunyai hambatan-hambatan
(24)
tetapi harus mencari peluang-peluang untuk mewujudkan tujuan yang diinginkan. Robert T. Nakamura dan Frank Smallwood mengemukakan pengertian kebijakan publik yaitu A set of instruction from policy makers to policy implementers that spell out both goals ang the mean for achieving those goals ( Nakamura, 1980:31).
Berdasarkan pengertian di atas, kebijakan publik merupakan serangkaian instruksi dari para pembuat keputusan kepada pelaksana kebijakan yang mengupayakan baik tujuan-tujuan dan cara-cara untuk mencapai tujuan tersebut. Kebijakan publik ini dipengaruhi oleh beberapa lingkungan yaitu lingkungan pembuatan, lingkungan implementasi, dan lingkungan evaluasi. Kartasasmita juga mengemukakan pengertian kebijakan merupakan upaya untuk memahami dan mengartikan:
1. apa yang dilakukan (atau tidak dilakukan) oleh pemerintah mengenai suatu masalah.
2. apa yang menyebabkan atau yang mempengaruhinya. 3. apa pengaruh dan dampak dari kebijakan tersebut. (Widodo, 2001:189).
Berdasarkan pendapat di atas, kebijakan bukan hanya mengenai apa yang dilakukan atau tidak dilakukan oleh pemerintah, melainkan juga apa yang menyebabkan atau yang mempengaruhinya sampai suatu kebijakan timbul. Kebijakan lahir untuk memecahkan masalah atau isu yang berkembang di masyarakat, sehingga dapat diketahui pengaruh dan dampaknya dari kebijakan tersebut. Miriam Budiardjo mengemukakan pengertian kebijakan (policy) adalah suatu kumpulan keputusan yang diambil oleh seorang pelaku atau oleh kelompok politik dalam usaha
(25)
memilih tujuan-tujuan dan cara-cara untuk mencapai tujuan itu (Budiardjo, 2000:56).
Berdasarkan pengertian di atas kebijakan merupakan suatu kumpulan keputusan. Keputusan tersebut diambil oleh seorang pelaku atau oleh kelompok politik yaitu dalam hal ini pemerintah, yaitu berusaha untuk memilih tujuan dan cara untuk mencapai tujuan yang ingin dicapai. Dahlan Thaib dan Jazim Hamidi dalam bukunya Teori dan Hukum Konstitusi, mengemukakan pengertian kebijakan adalah segala tindakan atau perilaku seseorang maupun penguasa dalam ketatanegaraan (Thaib, 2001:77).
Inu Kencana Syafie dalam bukunya yang berjudul Pengantar Ilmu Pemerintahan mengutip pendapat Harold Laswell, kebijakan adalah:
“Tugas intelektual pembuatan keputusan meliputi penjelasan tujuan, penguraian kecenderungan, penganalisaan keadaan, proyeksi pengembangan masa depan dan penelitian, penilaian dan penelitian, serta penilaian dan pemilihan kemungkinan” (Laswell dalam Syafie, 1992:35)
Menurut pendapat Harold Laswell tersebut, kebijakan diartikannya sebagai tugas intelektual pembuatan keputusan yang meliputi berbagai hal yaitu: penjelasan mengenai tujuan yang ingin dicapai dari suatu kebijakan yang telah dibuat, penguraian kecenderungan untuk memilih beberapa tujuan yang sesuai dengan keadaan, pengembangan dampak dan kinerja kebijakan di masa depan, melakukan penelitian dan evaluasi. Anderson mengartikan kebijakan publik sebagai serangkaian tindakan yang mempunyai tujuan tertentu yang diikuti dan dilaksanakan oleh pelaku
(26)
atau sekelompok pelaku guna memecahkan masalah tertentu (Anderson dalam Widodo, 2001:190).
Berdasarkan pengertian di atas, maka dapat ditemukan elemen yang terkandung dalam kebijakan publik sebagaimana apa yang dikemukakan oleh Anderson dalam buku Joko Widodo yang berjudul Good Governance telaah dari Dimensi: Akuntabilitas dan Kontrol Birokrasi pada Era Desentralisasi dan Otonomi Daerah. Elemen tersebut antara lain mencakup:
1. Kebijakan selalu mempunyai tujuan atau berorientasi pada tujuan tertentu.
2. Kebijakan berisi tindakan atau pola tindakan pejabat-pejabat pemerintah.
3. Kebijakan adalah apa yang benar-benar dilakukan oleh pemerintah, dan bukan apa yang bermaksud akan dilakukan. 4. Kebijakan publik bersifat positif (merupakan tindakan pemerintah
mengenai sesuatu masalah tertentu) dan bersifat negatif (keputusan pejabat pemerintah untuk tidak melakukan sesuatu). 5. Kebijakan publik (positif), selalu berdasarkan pada peraturan
perundangan tertentu yang bersifat memaksa (otoritatif). ( Widodo, 2001;190)
Berdasarkan pengertian dan elemen yang terkandung dalam kebijakan sebagaimana disebutkan di atas, maka kebijakan publik dibuat dalam kerangka untuk memecahkan masalah dan untuk mencapai tujuan dan sasaran tertentu yang diinginkan. Kebijakan publik ini berkaitan dengan apa yang senyatanya dilakukan oleh pemerintah dan bukan sekedar apa yang ingin dilakukan
Suatu negara memerlukan suatu kebijakan untuk mengarahkan tindakan-tindakan agar tujuan yang diinginkan dapat tercapai. Hal ini sejalan dengan pendapat yang dikemukakan oleh Solichin Abdul Wahab
(27)
dalam bukunya yang berjudul Analisis Kebijakan: Dari Formulasi ke Implementasi Kebijaksanaan Negara.
“Kebijakan adalah suatu tindakan yang mengarah pada tujuan yang diusulkan oleh seseorang, kelompok atau pemerintah dalam lingkungan tertentu sehubungan dengan adanya hambatan-hambatan tertentu seraya mencari peluang-peluang untuk mencapai tujuan atau mewujudkan sasaran yang diinginkan” (Wahab, 1997:3)
Kebijakan mengandung suatu unsur tindakan untuk mencapai tujuan. Umumnya tujuan tersebut ingin dicapai oleh seseorang, kelompok ataupun pemerintah. Kebijakan tentu mempunyai hambatan-hambatan tetapi harus mencari peluang-peluang untuk mewujudkan tujuan yang diinginkan . M.Irfan Islamy juga mengemukakan pengertian kebijakan dalam bukunya yang berjudul Prinsip-Prinsip Perumusan Kebijakan Negara, Kebijakan adalah suatu program pencapaian tujuan, nilai-nilai dan tindakan-tindakan yang terarah (Islamy, 1997:14).
Berdasarkan pengertian di atas suatu kebijakan berisi suatu program untuk mencapai tujuan, nilai-nilai yang dilakukan melalui tindakan-tindakan yang terarah. Wiliiam N. Dunn menyebut istilah kebijakan publik dalam bukunya yang berjudul Analisis Kebijakan Publik, pengertiannya sebagai berikut:
“Kebijakan Publik (Public Policy) adalah Pola ketergantungan yang kompleks dari pilihan-pilihan kolektif yang saling tergantung, termasuk keputusan-keputusan untuk tidak bertindak, yang dibuat oleh badan atau kantor pemerintah” (Dunn, 2003:132)
Kebijakan diciptakan untuk mengatur kehidupan masyarakat untuk mencapai tujuan yang telah disepakati bersama. Menurut Fredrickson dan Hart kebijakan adalah:
(28)
“Suatu tindakan yang mengarah pada tujuan yang diusulkan oleh seseorang, kelompok atau pemerintah dalam lingkungan tertentu sehubungan dengan adanya hambatan-hambatan tertentu sambil mencari peluang-peluang untuk mencapai tujuan / mewujudkan sasaran yang diinginkan” (Fredrickson dan Hart dalam Tangkilisan, 2003:12)
Adapun menurut Woll kebijakan merupakan aktivitas pemerintah untuk memecahkan masalah di masyarakat baik secara langsung maupun melalui berbagai lembaga yang mempengaruhi kehidupan masyarakat (Woll dalam Tangkilisan, 2003:2). Dari kedua definisi di atas dapat disimpulkan bahwa kebijakan merupakan tindakan-tindakan atau keputusan yang dibuat oleh pemerintah, dimana tindakan atau keputusan dimaksud memiliki pengaruh terhadap masyarakatnya.
Kebijakan sebenarnya telah sering kita dengar dalam kehidupan sehari-hari, istilah kebijakan seringkali disamakan dengan istilah kebijaksanaan. Jika diuraikan terdapat perbedaan antara kebijakan dengan kebijaksanaan. Adapun pengertian kebijaksanaan lebih ditekankan kepada pertimbangan dan kearifan seseorang yang berkaitan dengan dengan aturan-aturan yang ada. Sedangkan kebijakan mencakup seluruh bagian aturan-aturan yang ada termasuk konteks politik, karena pada dasarnya proses pembuatan kebijakan sesungguhnya merupakan suatu proses politik. Menurut M. Irafan Islamy berpendapat bahwa:
“Kebijaksanaan memerlukan pertimbangan-pertimbangan yang lebih jauh lagi (lebih menekankan kepada kearifan seseorang), sedangkan kebijakan mencakup aturan-aturan yang ada di dalamnya sehingga policy lebih tepat diartikan sebagai kebijakan, sedangkan kebijaksanaan merupakan pengertian dari kata wisdom”. (Islamy, 1997:5).
(29)
Berdasarkan pendapat tersebut, kebijakan pada dasarnya suatu tindakan yang mengarah kepada tujuan tertentu dan bukan hanya sekedar keputusan untuk melakukan sesuatu. Kebijakan seyogyanya diarahkan pada apa yang senyatanya dilakukan oleh pemerintah dan bukan sekedar apa yang ingin dilakukan oleh pemerintah. Menurut Brian W. Hogwood and Lewis A. Gunn secara umum kebijakan dikelompokan menjadi tiga, yaitu:
1. Proses pembuatan kebijakan merupakan kegiatan perumusan hingga dibuatnya suatu kebijakan.
2. Proses implementasi merupakan pelaksanaan kebijakan yang sudah dirumuskan.
3. Proses evaluasi kebijakan merupakan proses mengkaji kembali implementasi yang sudah dilaksanakan atau dengan kata lain mencari jawaban apa yang terjadi akibat implementasi kebijakan tertentu dan membahas antara cara yang digunakan dengan hasil yang dicapai
(Lewis A. Gunn dalam Tangkilisan, 2003:5).
Dengan adanya pengelompokan tersebut, maka akan memudahkan untuk membuat suatu kebijakan dan meneliti kekurangan apa yang terjadi. Adapun menurut Woll terdapat tingkatan pengaruh dalam pelaksanaan kebijakan yaitu:
1. Adanya pilihan kebijakan atau keputusan dari tindakan pemerintah yang bertujuan untuk mempengaruhi kehidupan rakyat.
2. Adanya output kebijakan dimana kebijakan yang diterapkan untuk melakukan pengaturan/penganggaran, pembentukan personil dan membuat regulasi dalam bentuk program yang akan mempengaruhi kehidupan rakyat.
3. Adanya dampak kebijakan yang merupakan efek pilihan kebijakan yang mempengaruhi masyarakat.
(Woll dalam Tangkilisan, 2003:2)
Berdasarkan tingkat pengaruh dalam pelaksanaan kebijakan di atas, pada dasarnya kebijakan bertujuan untuk mempengaruhi kehidupan
(30)
rakyat. Dengan demikian dalam membuat sebuah kebijakan pemerintah harus dapat melakukan suatu tindakan yang merupakan suatu bentuk dari pengalokasian nilai-nilai masyarakat itu sendiri.
2.3 Pengertian Implementasi Kebijakan
Program kebijakan yang telah diambil sebagai alternatif pemecahan masalah harus diimplementasikan, yakni dilaksanakan oleh badan-badan administrasi maupun agen-agen pemerintah di tingkat bawah. Van Mater dan Van Horn menguraikan batasan implementasi sebagai:
“Policy implementation encompasses those avtions by public and private individuals (or groups) that are directed at the achievements of objectives see forth in prior policy decisions . This includes both one time efoort to transform decisions into operational terms, as well as continuing efforts to achieve the large and small changes mandated by policy decisions” (Van Mater dan Van Horn dalam Widodo, 2001:192).
Van Mater dan Van Horn menjelaskan bahwa Implementasi kebijakan menekankan pada suatu tindakan-tindakan, baik yang dilakukan oleh pihak pemerintah maupun individu (atau kelompok) swasta, yang diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan dalam suatu keputusan kebijakan sebelumnya. Tindakan-tindakan ini, pada suatu saat berusaha untuk mentransformasikan keputusan-keputusan menjadi pola-pola operasional, serta melanjutkan usaha-usaha tersebut untuk mencapai perubahan baik yang besar maupun yang kecil yang diamanatkan oleh keputusan-keputusan kebijakan tertentu. Patton dan
(31)
Sawicki mengemukakan pengertian implementasi dalam buku Hersel Nogi S. Tangkilisan yang berjudul Kebijakan Publik yang Membumi:
“Implementasi berkaitan dengan berbagai kegiatan yang diarahkan untuk merealisasikan program, dimana pada posisi ini eksekutif mengatur cara untuk mengorganisir, menginterpretasikan dan menerapkan kebijakan yang telah diseleksi” (Patton dan Sawicki dalam Tangkilisan, 2003:9).
Berdasarkan pengertian di atas, implementasi berkaitan dengan berbagai kegiatan yang diarahkan untuk merealisasikan program, dimana pada posisi ini eksekutif mengatur cara untuk mengorganisir. Seorang eksekutif mampu mengatur secara efektif dan efisien sumber daya, unit-unit dan teknik yang dapat mendukung pelaksanaan program, serta melakukan interpretasi terhadap perencanaan yang telah dibuat, dan petunjuk yang dapat diikuti dengan mudah bagi realisasi program yang dilaksanakan. Mazmanian dan Sabatier menjelaskan makna implementasi dengan mengatakan bahwa
“Memahami apa yang senyatanya terjadi sesudah suatu program dinyatakan berlaku atau dirumuskan yang mencakup baik usaha-usaha untuk mengadministrasikannya maupun untuk menimbulkan dampak nyata pada masyarakat atau kejadian-kejadian” (Widodo, 2001:192).
Definisi di atas, menekankan bahwa implementasi tidak hanya melibatkan perilaku badan-badan administratif yang bertanggungjawab untuk melaksanakan program dan menimbulkan ketaatan pada diri kelompok sasaran, tetapi juga menyangkut jaringan kekuatan politik, ekonomi dan sosial yang langsung atau tidak langsung dapat mempengaruhi perilaku dari semua pihak yang terlibat, dan pada akhirnya
(32)
berpengaruh dan berdampak baik yang diharapkan maupun yang tidak diharapkan dari suatu program.
Dunn mengistilahkannya implementasi secara lebih khusus, menyebutnya dengan istilah implementasi kebijakan dalam bukunya yang berjudul Analisis Kebijakan Publik. Menurutnya implementasi kebijakan (Policy Implementation) adalah pelaksanaan pengendalian aksi-aksi kebijakan di dalam kurun waktu tertentu (Dunn, 2003:132).
Berdasarkan pengertian di atas implementasi kebijakan merupakan pelaksanaan dari pengendalian aksi kebijakan dalam kurun waktu tertentu. Budi Winarno dalam bukunya yang berjudul Teori dan Proses Kebijakan Publik menjelaskan pengertian implementasi kebijakan, sebagai berikut :
“Implementasi kebijakan merupakan alat administrasi hukum dimana berbagai aktor, organisasi, prosedur, dan teknik yang bekerja bersama-sama untuk menjalankan kebijakan guna meraih dampak atau tujuan yang diinginkan” (Winarno, 2005:101).
Berdasarkan pendapat Winarno tersebut, implementasi kebijakan dipandang dalam pengertian yang luas, merupakan fenomena yang kompleks yang mungkin dapat dipahami sebagai proses keluaran (output) maupun hasil, yang melibatkan aktor, organisasi prosedur dan teknik untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Pendapat Budi Winarno tersebut sejalan dengan pendapat Riant Nugroho Dwijowijoto dalam bukunya yang berjudul Kebijakan Publik Formulasi, Implementasi dan Evaluasi. Ia mengemukakan bahwa:
“Implementasi kebijakan pada prinsipnya adalah cara agar sebuah kebijakan dapat mencapai tujuannya. Tidak lebih dan tidak kurang.
(33)
langkah yang ada, yaitu langsung mengimplementasikan dalam bentuk program-program atau melalui formulasi kebijakan derivate atau turunan dari kebijakan publik tersebut” (Dwijowijoto, 2004:158).
Implementasi kebijakan menurut pendapat di atas, tidak lain berkaitan dengan cara agar kebijakan dapat mencapai tujuan. Diimplementasikan melalui bentuk program-program serta melalui derivate. Derivate atau turunan dari kebijakan publik yang dimaksud yaitu melalui proyek intervensi dan kegiatan intervensi. Mazmanian dan Sabatier lebih lanjut menjelaskan lebih rinci proses implementasi kebijakan dengan mengemukakan bahwa:
“Implementasi kebijakan adalah pelaksanaan keputusan kebijakan dasar, biasanya dalam bentuk undang-undang, namun dapat pula berbentuk perintah-perintah atau keputusan-keputusan yang penting atau keputusan badan peradilan. Lazimnya keputusan tersebut mengidentifikasikan masalah yang ingin diatasi, menyebutkan secara tegas tujuan/sasaran yang ingin dicapai, dan berbagai cara untuk menstrukturkan/mengatur proses implementasinya. Proses ini berlangsung setelah melalui sejumlah tahapan tertentu. Kemudian output kebijakan dalam bentuk pelaksanaan keputusan oleh badan pelaksana, kesediaan dilaksanakannya keputusan tersebut oleh kelompok sasaran, dampak nyata, dampak keputusan dipersepsikan oleh badan-badan yang mengambil keputusan, dan akhirnya perbaikan-perbaikan penting terhadap keputusan tersebut” (Mazmanian dan Sabatier dalam Widodo, 2001:193).
Berdasarkan pendapat Mazmanian dan Sabatier tersebut, implementasi merupakan pelaksanaan kebijakan dasar, biasanya dalam bentuk undang-undang, namun dapat pula berbentuk perintah-perintah atau keputusan-keputusan yang penting atau keputusan badan peradilan. Keputusan tersebut dibuat untuk mengatasi permasalahan yang terjadi. Sehingga apabila telah melalui suatu proses akan dihasilkan suatu output
(34)
kebijakan dan akan diketahui dampak nyata dan dampak keputusan tersebut bagi kelompok sasaran.
Menurut Darwin Terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam persiapan proses implementasi yang perlu dilakukan, setidaknya terdapat empat hal penting dalam proses implementasi kebijakan, yaitu pendayagunaan sumber, pelibatan orang atau sekelompok orang dalam implementasi, interpretasi, manajemen program, dan penyediaan layanan dan manfaat pada publik (Widodo, 2001:194).
Persiapan proses implementasi kebijakan agar suatu kebijakan dapat mewujudkan tujuan yang diinginkan harus mendayagunakan sumber yang ada, melibatkan orang atau sekelompok orang dalam implementasi, menginterpretasikan kebijakan, program yang dilaksanakan harus direncanakan dengan manajemen yang baik, dan menyediakan layanan dan manfaat pada publik. Mengenai keterlibatan berbagai aktor dalam implementasi, Randall B. Ripley dan Grace A. Franklin mengemukakan sebagai berikut :
“Implementation process involve many important actors holding diffuse and competing goals and expetations who work within a contexts of an increasingly large and complex mix of government programs that require participation fron numerous layers and units of government and who are affected by powerful factors beyond their control ”(Ripley, 1986:11).
Berdasarkan pendapat Randall B. Ripley dan Grace A. Franklin tersebut, dijelaskan bahwa kompleksitas implementasi bukan saja ditunjukkan oleh banyaknya aktor atau unit organisasi yang terlibat, tetapi juga dikarenakan proses implementasi dipengaruhi oleh berbagai variabel
(35)
organisasional, dan masing-masing variabel pengaruh tersebut juga saling berinteraksi satu sama lain.
Berkaitan dengan faktor yang mempengaruhi implementasi kebijakan suatu program, Subarsono dalam bukunya yang berjudul Analisis Kebijakan Publik (Konsep, Teori dan Aplikasi), mengutip pendapat G. Shabbir Cheema dan Dennis A. Rondinelli mengemukakan bahwa terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi implementasi kebijakan program-program pemerintah yang bersifat desentralistis. Faktor- faktor tersebut diantaranya:
1. Kondisi lingkungan
Lingkungan sangat mempengaruhi implementasi kebijakan, yang dimaksud lingkungan ini mencakup lingkungan sosio cultural serta keterlibatan penerima program.
2. Hubungan antar organisasi
Dalam banyak program, implementasi sebuah program perlu dukungan dan koordinasi dengan instansi lain. Untuk itu diperlukan koordinasi dan kerjasama antar instansi bagi keberhasilan suatu program.
3. Sumberdaya organisasi untuk implementasi program
Implementasi kebijakan perlu didukung sumberdaya baik sumberdaya manusia (human resources) maupun sumberdaya non-manusia (non human resources).
4 Karakteristik dan kemampuan agen pelaksana
Yang dimaksud karakteristik dan kemampuan agen pelaksana adalah mencakup struktur birokrasi, norma-norma, dan pola-pola hubungan yang terjadi dalam birokrasi, yang semuanya itu akan mempengaruhi implementasi suatu program.
(Cheema dan Rondinelli dalam Subarsono, 2005:101).
Berdasarkan faktor-faktor diatas, yaitu kondisi lingkungan, hubungan antar organisasi, sumberdaya organisasi untuk implementasi program, karakteristik dan kemampuan agen pelaksana merupakan hal penting dalam mempengaruhi suatu implementasi program. faktor-faktor tersebut akan menghasilkan kinerja dan dampak suatu program yaitu
(36)
sejauh mana suatu program dapat mencapai sasaran yang telah ditetapkan, mengetahui bagaimana perubahan kemampuan administratif pada organisasi lokal, serta berbagai keluaran dan hasil yang lain.
Jones dalam buku Joko Widodo yang berjudul Good Governance telaah dari Dimensi : Akuntabilitas dan Kontrol Birokrasi pada Era Desentralisasi dan Otonomi Daerah, mengemukakan aktivitas implementasi kebijakan publik, terdapat tiga macam aktivitas, antara lain:
1. Organizations; The establishments or rearrangments of resources, units, and methods for puting a policy into effect. 2. Interpretation; The translation of language (often contained in a
statue) into acceptable and feasible plans and directives.
3. Applications; The routine provision of service, payments, or other agree upon objectives or instruments.
(Jones dalam Widodo, 2001:194).
Berdasarkan pendapat Jones tersebut, tiga macam aktivitas implementasi kebijakan publik terdiri dari : Aktivitas pengorganisasian merupakan suatu upaya menetapkan dan menata kembali sumber daya, unit-unit dan metode-metode yang mengarah pada upaya mewujudkan (merealisasikan kebijakan menjadi hasil) sesuai dengan apa yang menjadi tujuan dan sasaran kebijakan.
Aktivitas interpretasi merupakan aktivitas (penjelasan) substansi dari suatu kebijakan dalam bahasa yang lebih operasional dan mudah dipahami, sehingga substansi kebijakan dapat dilaksanakan dan diterima oleh para pelaku dan sasaran kebijakan. Aktivitas aplikasi merupakan aktivitas penyediaan pelayanan secara rutin, pembayaran atau lainnya sesuai dengan tujuan dan sarana kebijakan yang ada.
(37)
2.4 Izin Mendirikan Bangunan (IMB) 2.4.1 Pengertian Izin
Izin didefinisikan oleh Ateng Syafrudin sebagai berikut ”izin yang jenisnya beraneka ragam yang dibuat dalam proses dan prosedur tetentu tergantung dari wewenang pemberi izin, macam izin, dan struktur organisasi instansi yang menerbitkannya” (Syafrudin, 1992:5). Sedangkan menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1985 tentang Pengadilan Tata Usaha Negara pasal 1 ayat 3 menjelaskan izin adalah:
”Merupakan suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh badan atau pejabat tata usaha negara yang berisi tindakan hukum tata usaha negara berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang bersifat kongkret, individual, final, yang menimbulakan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata” (UU No 5 Tahun 1985, pasal 1 ayat 3).
Dari kedua pendapat tersebut izin merupakan suatu keputusan tertulis yang dikeluarkan oleh suatu instansi tertentu dengan tujuan tertentu yang bersifat kongkret dan menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata. Ketika sebuah izin diterbitkan mengandung arti bahwa pemohon diperkenankan untuk melakukan tindakan tertentu yang dilarang. Hal ini berlaku sebagai pengawasan khusus demi kepentingan umum. Berkaitan dengan hal tersebut Ateng Syafrudin berpendapat bahwa ”izin bertujuan dan berarti menghilangkan halangan hal yang dilarang menjadi boleh, penolakan atas izin memerlukan perumusan yang limitatif” (Syafrudin, 1992:134).
(38)
2.5.2 Pengertian Izin Mendirikan Bangunan
Salah satu bentuk pelayanan pemerintah daerah adalah IMB. Loekman Soetrisno, menjelaskan IMB sebagai ”suatu penegakan disiplin tertib membangun, selain memfungsikan kembali dari segala peraturan yang ada, yang menyangkut IMB juga penerapan sanksi hukum administratif” (Soetrisno, 1983:3). Dari pendapat tersebut dapat diketahui bahwa IMB merupakan suatu upaya pemerintah dalam mendisiplinkan warganya dalam hal ini mendirikan bangunan, tentu saja di dalamnya terkandung sanksi hukum administratif bagi pihak-pihak yang melanggarnya.
Utrecht mengemukakan dimensi-dimensi yang terkandung dalam IMB adalah:
1. IMB adalah suatu ketetapan;
2. IMB diterbitkan oleh administrasi negara yang berwenang;
3. IMB harus sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
4. IMB harus sesuai dengan tata kota dan tata ruang;
5. IMB harus memperhatikan faktor-faktor lain berupa keselamatan lingkungan;
6. Bahan-bahan yang digunakan untuk mendirikan bangunan harus sesuai dengan bahan-bahan yang diperkenankan dalam IMB; (Utrecht, 1990: 8-9).
Sejalan dengan pendapat di atas, Kusumaatmadja menguraikan alasan-alasan mengapa sebuah IMB perlu dilakukan pemerintah:
1. pengamanan dari berbagai bentuk bahaya yang disebabkan oleh kondisi tanah dan kontruksi bangunan;
2. penataan bangunan agar tercipta kenyamanan, iklim lingkungan yang layak huni;
3. pemukiman yang dapat memberikan kesan bersih dan sehat dari berbagai bentuk polusi;
4. menghindari pemukiman yang kumuh yang menjadikan tidak layak huni karena timbul berbagai bentuk bencana seperti banjir,
(39)
(Kusumaatmadja, 1995:3).
IMB sesungguhnya merupakan upaya pemerintah yang dimaksudkan bukan hanya untuk mendisiplinkan warga yang hendak membangun, tetapi lebih jauh lagi merupakan upaya pemerintah untuk melakukan penataan fisik perkotaan, agar kota dapat tetap tertata dengan baik.
(40)
3.1 Letak Geografis dan Keadaan Orbitasi Kota Sukabumi 3.1.1 Sejarah Kota Sukabumi
Secara historis keberadaan Kota Sukabumi berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 tahun 1950 tentang pembentukan kota-kota kecil dalam Lingkungan Provinsi Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, meliputi daerah Kota Mojokerto, Pasuruan, Probolinggo,Blitar, Salatiga, Magelang, dan Sukabumi berstatus kota kecil. Kemudian dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 1 tahun 1957 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah, status Kota Kecil Sukabumi berubah menjadi Kotapraja Sukabumi. Sebutan Kotapraja berubah lagi menjadi Kotamadya Sukabumi dengan diberlakukannya Undang-Undang no 18 tahun 1965 yang mulai berlaku pada tanggal 17 Januari 1965.
Setelah diberlakukannya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah, sebutan Kotamadya Sukabumi berubah lagi menjadi Kotamadya Daerah Tingkat II Sukabumi. Selanjutnya seiring dengan era Revormasi, keberadaan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 sudah tidak sesuai lagi dan digantikan dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, Maka sebutan Kotamadya daerah Tingkat II Sukabumi diubah kembali menjadi Kota Sukabumi.
(41)
3.1.2 Letak Geografis
Penetapan status Kota Sukabumi telah membawa perubahan yang sangat besar pada perkembangan pembangunan di Kota Sukabumi. Wilayah Kota Sukabumi tidak terlalu luas dan tidak mempunyai lahan agraris. Akan tetapi Kota Sukabumi memiliki peran dan posisi yang cukup strategis dalam mengembangkan potensinya sebagai kota jasa seperti perdagangan, perhubungan serta pendidikan, yang berbatasan langsung dengan Cianjur dan Bogor.
Dilihat dari fungsi kota dan letak geografis, kondisi tersebut juga mendorong lajunya tingkat pertumbuhan kota yang menimbulkan berbagai permasalahan klasik, sebagaimana dialami oleh kota-kota yang tengah berkembang. Laju pertumbuhan penduduk yang cukup tinggi, terutama yang diakibatkan adanya urbanisasi dan pendatang, menimbulkan masalah yaitu pesatnya pertumbuhan bangunan fisik. Bangunan-bangunan tersebut tidak hanya ditujukan untuk tempat tinggal akan tetapi juga untuk bangunan usaha industri.
3.2. Gambaran Umum Kantor Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Kota Sukabumi
Kantor adalah Lembaga teknis yang merupakan unsur pendukung tugas Kepala Daerah di bidang Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu, dipimpin oleh seorang Kepala Kantor berkedudukan dibawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Daerah melalui Sekertaris Daerah.
(42)
Kantor Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Kota Sukabmi Mempunyai Tugas Pokok dan fungsi yaitu melaksanakan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan Daerah bidang penanaman modal dan pelayanan terpadu. Dalam melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksud dalam pasak 3, Kantor menyelenggarakan fungsi:
a. Perumusan kebijakan teknis bidang penanaman modal dan pelyanan terpadu
b. Pemberian dukungan atas penyelengaraan Pemerintahan Daerah bidang penanaman Modal dan pelayanan terpadu
c. Pembinaan dan pelaksanaan tugas bidang penanaman modal dan pelayanan terpadu
d. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Kepala Daerah di bidang penanaman modal dan pelayanan terpadu.
3.2.1 Visi dan Misi Kantor Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Kota Sukabumi
Visi adalah cara pandang jauh ke depan kemana instansi pemerintah harus dibawa agar dapat eksis, antisipatif dan inovatif. Visi adalah suatu gambaran yang menantang tentang keadaan masa depan yang diinginkan oleh instansi pemerintah. Dengan memperhatikan Tugas Pokok dan Fungsi yang dimiliki serta kondisi dan proyeksi kecenderungan perkembangan di masa yang akan datang, maka
Visi Kantor Penanaman Modal Kota Sukabumi yaitu:
(43)
Pernyataan visi diatas dimulai dari adanya Fungsi utama pemerintah yaitu memberikan pelayanan, menyelenggarakan pembangunan, dan menyelenggarakan pemerintahan untuk mengatur dan mengurus masyarakatnya dengan menciptakan ketentraman dan ketertiban yang mengayomi dan mensejahterakan masyarakatnya. Pemerintahan daerah pada dasarnya mempunyai dua peran, yaitu sebagai lembaga penyedia pelayanan dan sebagai institusi politik, pelaksanaan kedua peran tersebut harus terintegrasi. Dalam memberikan pelayanan publik, Pemerintahan Daerah harus mengetahui dan memahami kebutuhan, serta memperhatikan aspirasi masyarakat pemilihnya.Penyediaan pelayanan, disesuaikan dengan kebijakan publik yang ditetapkan oleh pemerintah daerah atau pemerintah, artinya penyelenggaraan pelayanan harus didasarkan pada aturan hukum dan Peraturan Perundang-undangan yang ditetapkan oleh Daerah atau DPRD. Visi dari Kantor Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Kota Sukabumi dapat berjalan sesuai dengah harapan apabila seluruh rangkaian dari Program, Kebijakan, Sasaran, Tujuan dan Misi dapat berjalan secara konkrit dan mendukung sesuai dengan tahapan-tahapan rencana stratejik.
Misi adalah suatu yang harus dilaksanakan oleh instansi pemerintah agar tujuan organisasi dapat terlaksana dan berhasil dengan baik. Dengan pernyataan misi tersebut, diharapkan seluruh pegawai dan pihak yang berkepentingan dapat mengenal instansi pemerintah, dan
(44)
mengetahui peran dan program-programnya serta hasil yang akan diperoleh di masa mendatang.
Misi dari Kantor Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Kota Sukabumi yaitu:
a. Misi Kesatu: Meningkatkan kualitas pelayanan;
b. Misi Kedua: Meningkatkan minat investor dan kerjasama pembangunan dunia usaha khususnya di Kota Sukabumi.
3.2.2 Tujuan dan Sasaran Kantor Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Kota Sukabumi
Tujuan merupakan penjabaran/implementasi dari pernyataan misi. Tujuan adalah sesuatu (apa) yang akan dicapai atau dihasilkan pada jangka waktu 1 (satu) sampai dengan 5 (lima) tahunan. Tujuan merupakan target-target yang bersifat kuantitatif dari suatu organisasi, dan pencapaian target-target ini merupakan ukuran keberhasilan kinerja suatu organisasi.
Adapun sasaran merupakan penjabaran dari tujuan, yaitu sesuatu yang akan dicapai/dihasilkan oleh instansi pemerintah dalam jangka waktu tahunan, semesteran, triwulan atau bulanan. Sasaran diusahakan dalam bentuk kuantitatif sehingga dapat diukur. Adapun bentuk tujuan dan sasaran yang akan dicapai sebagai wujud dari berjalannya misi guna mewujudkan visi,adalah sebagai berikut:
(45)
Tujuan : Terwujudnya KPMPT sebagai fasilitator pelayanan publik yang terpercaya di Kota Sukabumi
Sasaran : Penyederhanaan mekanisme perijinan dengan sistem pelayanan yang prima. Indikator sasaran ini yaitu 100% perijinan dapat diterbitkan sesuai dengan jumlah perijinan yang mendaftar (dengan catatan berkas perijinan yang masuk telah lengkap persyaratannya).
Misi kedua : Meningkatkan minat investor dan kerjasama pembangunan dunia usaha khususnya di Kota Sukabumi.
Tujuan : Terwujudnya iklim investasi yang kondusif di Kota
Sukabumi dalam menarik investor dalam pengembangan usaha di Kota Sukabumi
Sasaran : Meningkatkan sosialisasi tentang investasi di Kota Sukabumi.
Kantor Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Kota Sukabumi dibentuk Peraturan Daerah Kota Sukabumi Nomor 6 Tahun 2008 tentang Urusan Pemerintahan Kota Sukabumi dan (Lembaran Daerah Kota Sukabumi Tahun 2008 Nomor 6); berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2008 tentang Pembentukan dan Susunan Organisasi Perangkat Daerah Kota Sukabumi. Adapun tugas pokok, fungsi dan tata kerja yang dijabarkan dalam Peraturan Walikota Sukabumi Nomor 32 Tahun 2008 yaitu sebagai lembaga teknis daerah yang mempunyai tugas pokok melaksanakan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah bidang penanaman modal dan pelayanan terpadu. Surat Keputusan Walikota
(46)
Nomor 04 Tahun 2009 tentang Pelimpahan Kewenangan Pelayanan Perizinan Kepada Kantor Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu sukabumi.
3.2.3 Program
Perencanaan kinerja merupakan proses penyusunan rencana kerja sebagai penjabaran dari sasaran dan program yang telah ditetapkan dalam rencana stratejik, yang akan dilaksanakan oleh instansi pemerintah melalui berbagai kegiatan tahunan. Untuk melaksanakan kebijakan yang merupakan perwujudan dari visi dan misi Kantor Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Kota Sukabumi, maka ditetapkan program dan kegiatan dalam bentuk Program Kerja Tahun 2009 sebagai berikut :
1. Program Perencanaan Promosi dan Kerjasama Investasi, kegiatannya yaitu:
Kegiatan Koordinasi Perencanaan dan Pengembangan Modal
2. Program Peningkatan Iklim Investasi dan Realisasi Investasi, kegiatannya yaitu :
a. Kegiatan Memfasilitasi dan Koordinasi Kerjasama di Bidang Investasi;
b. Kegiatan Penyusunan Sistem Informasi Penanaman Modal di Daerah;
c. Kegiatan Kajian Kebijakan Penanaman Modal.
Pada Tahun 2009 dari visi,misi, tujuan,sasaran, kebijakan dan programberdasarkan Rencana Strategis Kantor Penanaman Modal dan
(47)
Pelayanan Terpadu Kota Sukabumi Tahun 2009-2013 telah dilaksanakan 2 (dua) program dengan 4 (empat) kegiatan. Adapun hasil penilaian kinerja internalterhadap capaian dari Renstra tersebut yaitu :
1. Sebagai kantor yang baru terbentuk, maka dalam evaluasi kinerja dalam akuntabilitas kinerja di Kantor Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Kota Sukabumi Tahun 2009 tidak dapat dilakukan karena tidak ada tahun pembanding (tahun 2008).
2. Pada umumnya program-program yang dilaksanakan di Kantor Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Kota Sukabumi pada Tahun 2009 telah sesuai dengan visi,misi, dan sasaran yang ditetapkan di Rencana Strategis Kantor Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Kota Sukabumi Tahun 2009-2013.
3. Pencapaian Rencana Tingkat Capaian (target) dari indikator kinerja output (keluaran) dan indikator kinerja outcome (dampak) kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan di Kantor Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Kota Sukabumi Tahun 2009 telah mencapai 100%.
4. Dari analisis keuangan, pada sisi Anggaran Pendapatan di Kantor Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Kota Sukabumi pada Tahun 2009 penggunaan anggaran telah efektif dan efisien (realisasi penerimaan pendapatan naik 37% dari target yang telah ditetapkan). Sehingga secara umum dapat dinyatakan bahwa dari anggaran yang telah ditetapkan di APBD Kota Sukabumi Tahun 2009, pelaksanaan kinerja Kantor Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Kota
(48)
Sukabumi Tahun 2009 secara fungsional berdampak positif dalam memberikan kontribusi terhadap pencapaian target yang telah ditetapkan.
5. Dalam analisis efisiensi dan efektifitas kegiatan-kegiatan yang dilakukan di Kantor Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Kota Sukabumi pada Tahun 2009 telah efektif dan efisien.
3.3 Stuktur Organisasi dan Tata Kerja Kantor Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Kota Sukabumi
Dalam menyelenggarakan tugas pokok tersebut, Kantor Penanaman Modal Dan Pelayanan kota sukabumi mempunyai fungsi sbb: a. Perumusan kebijakan teknis bidang Penanaman Modal dan
Pelayanan Terpadu.
b. Pemberian dukungan atas penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Bidang Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu.
c. Pembinaan dan pelaksanaan tugas bidang Penanaman modal dan Pelayanan Terpadu.
d. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Kantor Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu.
Dalam Peraturan Walikota Nomor 32 Tahun 2008 tentang Kedudukan, tugas pokok, fungsi dan tata kerja Kantor Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Kota Sukabumi pada Pasal 5,6,7,8,9,dan 10 disebutkan bidang tugas unsur-unsur kantor di Kantor Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu.
(49)
Gambar 3.1
Struktur Organisasi Kantor Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Kota Sukabumi
Sumber : KPMPT Kota Sukabumi 2010
3.3.1 Kepala Kantor Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Kota Sukabumi
Tugas jabatan dan struktural Kepala Kantor Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Kota Sukabumi seperti yang disebutkan dan dijelaskan dalam pasal 5 Keputusan Walikota Sukabumi Nomor 6 Tahun 2008 yaitu, tentang bidang dan tugas unsur-unsur kantor.
Untuk menyelenggarakan tugas jabatan dan struktural tersebut, sebagaimana dijelaskan pada pasal 56 ayat (1) dalam Keputusan
JABATAN FUNGSIONAL
SEKSI BINA PROGRAM DAN INFORMASI IRMA RAHMANIAH, ST
KEPALA KANTOR Drs.H. YOYO SUBAGIO., M.Si
SUB.BAG. TATA USAHA ENDANG TOIB, S.IP
SEKSI PELAYANAN PERIZINAN Ir.AGUS TARYONO. S SEKSI PENANAMAN MODAL
(50)
Walikota Sukabumi Nomor 6 Tahun 2008, Kepala Kantor Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Kota Sukabumi dibantu oleh:
1. Bagian Tata Usaha;
2. Bidang Penanaman Modal; 3. Bidang Pelayanan Perizinan; 4. Bidang Program dan Informasi;
5. Kelompok Jabatan Fungsional (Keputusan Walikota Sukabumi Nomor 6 Tahun 2008).
3.3.2 Subbagian Tata Usaha
Bagian Tata Usaha dalam pasal 6 Keputusan Walikota Sukabumi Nomor 6 Tahun 2008 dipimpin oleh seorang Kepala Bagian yang mempunyai tugas pokok melaksanakan sebagian tugas di bidang ketatausahaan dan program, untuk melaksanakan tugas pokok tersebut Bagian Tata Usaha mempunyai fungsi sebagai berikut:
a. Penyususnan rencana Kerja Subbagian Tata Usaha
b. Pemberian Pelayanan dan Pengelolaan administrasi umum, perlengkapan, kepegawaian, perencanaan, dan keuangan di lingkungan kantor
c. Penyediaan dan pengolahan data untuk penyusunan rencana strategis, rencana kerja, dan penyelenggaraan tugas kantor secara terpadu.
d. Pengkoordinasian penyusunan rencana kerja dan penyelenggaraaan e. Penyusunan anggaran dan penatausahaan keuangan kantor
(51)
f. Pengumpulan peraturan-peraturan di bidang penanaman modal dan pelayanan terpadu
g. Penyelenggaraan pengadaan, pemeliharaan, dan pengelolaan perlengkapan barang kantor.
h. Pembinaan dan pengendalian bidang administrasi umum, perlengkapan, kepegawaian, perencanaan, dan keuangan.
i. Penyelenggaraan dan pengelolaan sistem informasi keuangan. j. Pengelolaan kebersihan, keamanan, dan ketertiban kantor.
k. Pengkoordinasian dan konsultasi dengan dinas/instansi terkait untuk kelancaran dalam pelaksanaan tugas.
l. Evaluasi dan pelaporan pelaksanaan kegiatan Subbagian Tata Usaha; dan
m. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh atasan.
Untuk menyelenggarakan tugas dan fungsi Bagian Tata Usaha tersebut, sebagaimana dijelaskan pada pasal 57 ayat (1) dalam Keputusan Walikota Sukabumi Nomor 6 Tahun 2008, Bagian Tata Usaha Kantor Penanaman Modal dan Pelayan Terpadu Kota Sukabumi dibantu oleh:
a) Pengelola Administrasi Umum dan Kepegawaian dan b) Pengelola Administrasi keuangan.
(52)
3.3.3 Seksi Penanaman Modal
Seksi Penanaman Modal dipimin oleh seorang Kepala Seksi, mempunyai tugas membantu dan bertanggung jawab kepada kepala Kantor dalam hal:
a. Penyusunan rencana skerja seksi Penanaman Modal
b. Penyiapan bahan rencana pengembangan/ peningkatan penanaman modal
c. Pengkajian terhadap upaya-upaya dalam menarik investasi
d. Penyiapan pelaksanaan perjanjian kerja sama antara Pemerintah daerah dengan pihak ketiga dalam bidang penanaman modal
e. Fasilitas penyelenggaraan kerja sama dalam dunia usaha f. Fasilitas penyelenggaraan promosi penanaman modal
g. Pengkoordinasian dan konsultsi dengan dinas/instansi terkait untuk kelancaran dalam pelaksanaan tugas.
h. Evaluasi dan pelaporan pelaksanaan kegiatan penanaman modal; dan
i. Pelaksanaan tugas lainyang diberikan oleh atasan
Dalam pelaksanaan tugas sebagai mana dimaksud pada ayat (1). Kepala Seksi Penanaman Modal dibantu oleh:
a. Pengelola Investasi Daerah; b. Pengelola Fasilitas Kerjasama
(53)
3.3.4 Seksi pelayanan Perizinan
Seksi pelayanan perizinan dipimpin oleh seorang kepala seksi, mempunyai tugas membantu dan bertanggung jawab kepada kepala kantor dalam hal;
a. Penyusunan rencana kerja seksi Pelayanan Perizinan
b. Penyampaian bahan perumusan kebijakan teknis pelayanan perizinan
c. Penerimaan berkas permohonan, pengecekan kelengkapan administrasi, dan persyaratan teknis sesuai dengan ketentuan yang berlaku
d. Pemprosesan penyelesaian penerbitan dokumen perizinan
e. Evaluasi dan pelaporan pelaksanaan kegiatan pelayanan perizinan; dan
f. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan atasan.
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kepala seksi Pelayanan perizinan dibantu oleh;
a. Pengelola Pelayanan Perizinan
b. Pengelola pelayanan Nonperizinan; dan c. Petugas administasi
3.3.5 Seksi Bina Program dan Informasi
Seksi bina Program dan informasi dipimpin oleh seorang kepala seksi, mempunyai tugas membantu dan bertanggung jawab kepada kepala kantor dalam hal:
(54)
a. Penyusunan rencana kerja seksi bina program dan Informasi
b. Penyiapa bahan pembinaan penanaman modal dan pelayanan perizinan
c. Penyiapan bahan dan pengolahan data penyusunan layanan informasi
d. Penyusunan dan pengembangan sistem informasi administrasi perizinan
e. Evaluasi dan pelaporan pelaksanaan kegiatan pelayanan program dan informasi; dan
f. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh atasan.
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala seksi bina program dan nformasi dibantu oleh:
a. Pengelola sistem informasi b. Pengelola Rencana Program
3.3.6 Kelompok Jabatan Fungsional
Kelompok jabatan fungsional mempunyai tugas pokok melaksanakan sebagian kegiatan kantor secara profesional sesuai dengan kebutuhan. Kelompok Jabatan Fungsional sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dalam melaksanaka tugas pokoknya bertanggung jawab kepada Kepala Kantor.
a. Kelompok Jabatan Fungsional sebagaimana dimaksud dalam pasal 10, terdiri atas sejumlah tenaga dalam jenjang Jbatan Fungsional
(55)
yang terbagi dalam berbagai kelompk sesuai dengan bidang keahliannya.
b. Setiap Kelompok Jabatan Fungsional sebagaimana dimaksd pada ayat (1), dipimpin oleh seorang tenaga fungsional senior yang ditunjuk di antara tenaga fungsional yang ada dilinkungan kantor. c. Jumlah, jenis dan jenjang Jabatan Fungsional sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), diatur sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
3.4 Gambaran Umum Izin Mendirikan Bangunan (IMB)
Berdasarkan Perda Kotamadya Sukabumi Nomor 11 tahun 1994 tentang Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dalam wilayah Kotamadya Sukabumi Izin Mendirikan Bangunan (IMB) adalah izin untuk mendirikan bangunan yang dikeluarkan oleh Walikota atau Pejabat yang berwenang. IMB merupakan salah satu syarat mendirikan bangunan dan perizinan lainnya, sampai pada pengadaan sarana dan prasarana umum.
Kebijakan dan program IMB dibuat dalam kurun waktu 12 hari kerja apabila berkas dinyatakan lengkap sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Masyarakat yang ingin mendirikan bangunan harus memiliki kepastian hukum atas kelayakan, kenyamanan, keamanan sesuai dengan fungsinya. Ternyata, IMB tidak hanya diperlukan untuk mendirikan bangunan baru saja, tetapi juga dibutuhkan untuk membongkar,
(56)
merenovasi, menambah, mengubah, atau memperbaiki yang mengubah bentuk atau struktur bangunan.
Tujuan diperlukannya IMB adalah untuk menjaga ketertiban, keselarasan, kenyamanan, dan keamanan dari bangunan itu sendiri terhadap penghuninya maupun lingkunan sekitarnya. IMB sendiri dikeluarkan oleh pemerintah setempat (kelurahan hingga Kota/Kabupaten), khususnya Kantor Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu dalam pengurusan IMB diperlukan pengetahuan akan peraturan-peraturannya sehingga dalam mengajukan IMB masyarakat tidak kesuliatan ketika membuat IMB.
3.4.1 Persyaratan dalam pembuatan IMB
Permohonan IMB diajukan secara tertulis kepada Kantor Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu dengan mengisi formulir yang telah disediakan dengan persyaratan sebagai berikut :
1. Foto copy pemilik tanah yang sah/ sertifikat/ akta dari tanah yang akan berlaku, rangkap tiga (tga)
2. Surat pernyataan/ persetujuan bermatrai dari pemilik tanah apabila yang akan dipakai milik orang lain.
3. Surat persetujuan/ perjanjian sewa menyewa dari pemilik tanah apabila tanah yang akan dipergunakan adalah tanah sewa.
4. Foto copy Kartu Tanda Penduduk (KTP) yang masih berlaku rangkap 3 (tiga)
(1)
81
4. Struktur Birokrasi dalam kebijakan pembuatan IMB pada KPMPT Kota Sukabumi harus lebih meningkatkan pola-pola
hubungan dan mentaati peraturan yang ada untuk dapat menciptakan pegawai yang professional dan handal.
(2)
IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PEMBUATAN
IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN (IMB)
PADA KANTOR PENANAMAN MODAL DAN PELAYANAN TERPADU
(KPMPT) KOTA SUKABUMI
LAPORAN KULIAH KERJA LAPANGAN
Diajukan sebagai Laporan Kuliah Kerja Lapangan
Di Kantor Penanaman Modal Dan Pelayanan Terpadu
pada Program Studi Ilmu Pemerintahan
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Komputer Indonesia
Disusun Oleh:
Dean Fahreza T
41708007
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN
UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA
BANDUNG
(3)
82
DAFTAR PUSTAKA
Agustino, Leo. (2006). Politik dan Kebijakan Publik. Bandung:IAPI
Anwar, M. Khoirul. (2004). Aplikasi Sistem Informasi Manajemen Bagi Pemerintahan Di Era Otonomi Daerah, SIMDA. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Black, James.(2009). Metode dan Masalah Penelitian Sosial. Bandung: Refika Aditama.
Dwijowijoto, Riant Nugroho. (2006). Kebijakan Publik:Formulasi, Implementasi, dan Evaluasi. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo. Edward III, George C. 1980. Implementing Public Policy.Washington DC:
Congresional Quarterly Press.
Islamy, M. Irfan. (1995). Prinsip-Prinsip Perumusan Kebijakan Negara. Jakarta: Sinar Grafika.
Moenir, H.A.S (1995). Manajemen Pelayanan Umum di Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara.
Sinambela, Lijan Poltak. (2007). Reformasi Pelayanan Publik Teori, Kebijakan, dan Implementasi. Jakarta: Bumi Aksara
Soehartono, Iarawan. (2002). Metode Penelitian Sosial: Suatu Teknik Penelitian Bidang Kesejahtraan Sosial dan Ilmu Sosial Lainnya. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Sugiyono. (2007). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: CV. Alfabeta.
Syafrudin, Ateng. (1992). Pengurusan Perizinan. Bandung: Pusat Pendidikan dan Pelatihan St Aloysius.
Tachjan. (2006). Implementasi Kebijakan Publik. Bandung: AIPI
Tangkilisan, Hessel Nogi S (2003). Kebijakan Publik yang Membumi. Yogyakarta: Yayasan Pembaruan Aministrasi Publik Indonesia (YPAPI) & Lukman Offset.
Utrecht, E. (1990). Pengantar Hukum Administrasi Negara. Jakarta: Ikhtiar baru.
(4)
83
Wahab, Solichin Abdul. (2005). Analisis Kebijaksanaan:Dari Formulasi ke Implementasi Kebijaksanaan Negara. Jakarta: PT. Bumi Aksara. Widodo, Joko. (2001). Good Governance Telaah dari Dimensi :
Akuntabilitas dan Kontrol Birokrasi pada Era Desentralisasi dan Otonomi Daerah: Surabaya: Insan Cendekia.
Jimung, Martin. (2005). Politik Lokal Dan Pemerintah Daerah Dalam Perspektif Otonomi Daerah. Yogyakarta: Yayasan Pustaka Nusatama
Winarno, B.(1996). Teori dan Proses Kebijakan Publik. Yogyakarta:Media Presisndo.
Bagong, Suyanto. (2005). Metode penelitian social: berbagai alternative pendekatan. Jakarta:Prenada Media.
Black, James. (2001). Metode dan Masalah Penelitian Sosial. Bandung:Refika Aditama.
Dokumen-dokumen
Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2003, tentang Pedoman Organisasi Perangkat Daerah
Peraturan Daerah Kota Sukabumi Nomor 11 Tahun 1994 tentang Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dalam wilayah kotamadya daerah Tingkat II sukabumi.
Keputusan Walikota Sukabumi Nomor 6 Tahun 2008 yaitu, tentang bidang dan tugas unsur-unsur kantor.
Peraturan Walikota Nomor 32 Tahun 2008 tentang Kedudukan, tugas pokok, fungsi dan tata kerja Kantor Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Kota Sukabumi
(5)
iii
KATA PENGANTAR
Segala puji dan puja bagi Allah SWT, Pencipta langit dan bumi serta segala apa-apa yang ada di sekitarnya. Shalawat dan salam semoga dilimpahkan kepada Nabi Muhamad SAW, keluarganya, para sahabatnya dan kepada seluruh pengikutnya hingga hari kiamat.
Dengan penuh rasa syukur kehadirat Allah SWT atas segala karunia dan hidayah-Nya, penulis telah dapat menyusun dan menyelesaikan laporan Kuliah Kerja Lapangan dengan judul ”IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PEMBUATAN IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN (IMB) KANTOR PENANAMAN MODAL DAN PELAYANAN TERPADU KOTA SUKABUMI“. Laporan KKL ini, dimaksudkan sebagai salah satu syarat untuk memenuhi Tugas Mata KKL (Kuliah Kerja Lapangan) pada Program Studi Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Komputer Indonesia.
Penulis sadari tidak sedikit hambatan yang dihadapi dalam penyusunan laporan ini. Atas bantuan dan dorongan yang telah diberikan, maka tanpa ragu penulis mengucapkan terimakasih yang tidak terhigga kepada pihak yang telah banyak membantu baik moril maupun materil. Ucapan terimakasih ini terutama disampaikan kepada :
1. Prof. Dr. Samugyo Ibnu Redjo, MA, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Komputer Indonesia.
2. Nia Karniawati, S.IP., M.Si, selaku Ketua Program Studi dan Dosen Wali Ilmu Pemerintahan di Universitas Komputer Indonesia.
3. Tatik Fidowaty, S.IP., M.Si pembimbing utama yang telah memberikan bimbingan, dan saran-saran serta motivasinya kepada penulis.
4. Bapak Rudi Juhayat, SH Kepala Kantor Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Kota Sukabumi yang dengan keramah-tamahan
(6)
iv
telah banyak memberikan bantuan dan masukan kepada penulis dalam penyusunan Laporan KKL ini.
5. Bapak Endang Toyib, S.IP selaku Kepala Sub Tata Usaha Kantor Penanaman Modal dan pelayanan Terpadu Kota Sukabumi yang dengan keramah-tamahan telah banyak memberikan bantuan dan masukan kepada penulis dalam penyusunan Laporan KKL ini.
6. Kedua Orang Tua penulis yang selalu memberikan doa, dukungan, dan motivasi bagi penulis.
7. Gita Allawiyah yang selalu memberikan dukungan dan motifasi kepada penulis.
8. Sahabat-sahabat angkatan 2008 Ilmu Pemerintahan universitas Komputer Indonesia.
9. Pihak yang telah mendukung dan membantu terselesaikannya penulisan laopran KKL ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu, semoga menjadi amal baik di hari nanti.
Akhir kata penulis ucapkan mohon maaf yang sebesar-besarnya atas segala kekurangan dalam penusunan penulisan, besar harapan penulis semoga Laporan KKL ini dapat berguna umumnya bagi kita semua dan khususnya penulis sendiri.
Bandung , November 2011