Gambar 3.21. Hasil transformasi wavelet kontinu sinyal sinusoidal dan derau putih dengan wavelet Gauss 4
3.7. Analisis Sinyal
Non Stasioner Nyata
Analisis sinyal non stasioner nyata yang diteliti adalah gempa Tarutung tanggal 19 Mei 2008 Tabel 3.1. Dari hasil kejadian gempa tarutung tercatat lebih
dari 20 kali gempa susulan dan gempa ini menimbulkan kehancuran. Dalam analisa sinyal seismik dengan transformasi wavelet kontinu digunakan slice frekuensi 10 -
70 Hz dalam kisaran [19].
3.7.1. Sinyal seismik gempa bumi Tarutung
Hasil dari transformasi wavelet kontinu sinyal seismik gempa Tarutung, menggunakan wavelet Gauss 4, wavelet Haar, wavelet Morlet,dan wavelet Mexh.
Dan sensor yang yang merekam yaitu sensor GSI, SISI, PSI. Berikut hasil analisa berdasarkan sensor seismik
Universitas Sumatera Utara
3.8.1.1.Sensor GSI Sensor GSI merupakan sensor yang berada di daerah Gunung Sitoli. Sinyal
seismik yang diteliti berdurasi 10 menit. Hasil pengolahan dengan transformasi wavelet kontinu untuk sinyal seismik rekaman sensor GSI. Kerapatan spektral
sinyal seismik gempa Tarutung 19 Mei 2008 ini memberikan gambaran lokasi frekuensi maksimalnya. Dari hasil kerapatan spektral daya seismik pada Gambar
3.22 mengestimasi spektral sinyal yang menghasilkan frekuensi maksimal 0.0486 Hz Lampiran F.
Gambar 3.22. Kerapatan spektral daya data seismik gempa Tarutung sensor GSI
Universitas Sumatera Utara
Gambar 3.23 terlihat hubungan skala dengan frekuensi dari sinyal seismik Tarutung sensor GSI dilingkari warna merah. Dengan frekuensi 60 Hz didapat skala
bernilai 104 dengan analisa wavelet Gauss 4 Lampiran G.
Gambar 3.23. Hubungan skala dengan frekuensi dari sinyal seismik gempa Tarutung sensor GSI
Gambar 3.24 merupakan hasil transformasi wavelet kontinu untuk sinyal
seismik rekaman GSI dengan menggunakan wavelet Gauss 4. Gambar tersebut terlihat bahwa amplitudo maksimum dilingkari dengan warna merah terletak sekitar
waktu 2000 ms dan skala yang dihasilkan 104 satuan skala Lampiran H .
Gambar 3.24. Hasil transformasi wavelet kontinu data seismik sensor GSI dengan wavelet Gauss 4
Universitas Sumatera Utara
Gambar 3.25 merupakan hasil transformasi wavelet kontinu sinyal seismik sensor GSI dengan wavelet Mexh. Dalam hal ini garis horizontal pada Gambar 3.25
menunjukkan nilai skala yaitu 52 satuan skala yang dihasilkan dari frekuensi 60 Hz Lampiran I.
Gambar 3.25. Hasil transformasi wavelet kontinu data seismik sensor GSI dengan wavelet Mexh
Universitas Sumatera Utara
Gambar 3.26 merupakan hasil transformasi sinyal seismik gempa Tarutung 19 Mei 2008 dengan wavelet Morlet. Gambar 3.26 terlihat amplitudo frekuensi
dilingkari dengan warna merah berada pada kisaran waktu 2000 ms dan skala yang dihasilkan 128 satuan skala Lampiran J.
Gambar 3.26. Hasil transformasi wavelet kontinu data seismik sensor GSI dengan wavelet Mortlet
Universitas Sumatera Utara
Gambar 3.27 merupakan hasil transformasi wavelet kontinu untuk sinyal seismik gempa Tarutung 19 Mei 2008 sensor GSI dengan wavelet Haar. Gambar
tersebut menunjukkan amplitudo maksimum berada pada kisaran waktu 2000 ms dilingkari dengan warna merah. Skala yang dihasilkan besar yaitu 128 satuan skala,
hal ini menunjukkan resolusi frekuensinya baik Lampiran K.
Gambar 3.27. Hasil transformasi wavelet kontinu data seismik sensor GSI dengan wavelet Haar
Universitas Sumatera Utara
Gambar 3.28 merupakan hasil filter sinyal seismik gempa Tarutung tanggal 19 Mei 2008 dengan wavelet Gauss 4. Hasil filter sinyal ini menunjukkan adanya
perubahan dari sinyal seismik awal dilingkari dengan warna hitam dengan sinyal hasil filter dengan wavelet Gauss 4 dilingkari dengan warna merah.
Perubahan sinyal yang terjadi merupakan gambaran dari hasil transformasi dan spektrum yang dihasilkan dari analisa transformasi wavelet kontinu dengan
wavelet Gauss 4 .
Gambar 3.28. Hasil filter sinyal seismik gempa Tarutung dengan wavelet Gauss 4
Universitas Sumatera Utara
Gambar 3.29 merupakan analisa sinyal seismik gempa Tarutung sensor GSI dengan wavelet Mexh. Gambar tersebut menunjukkan adanya perubahan sinyal awal
dilingkari dengan warna hitam dengan sinyal hasil filter dilingkari dengan warna merah, amplitudo yang dihasilkan pun berbeda dengan analisa wavelet Gauss 4.
Hasil amplitudo maksimum dengan analisa wavelet Mexh berkisar ± 3 µms sedangkan hasil analisa wavelet Gauss 4 ± 6 µms.
Gambar 3.29. Hasil filter sinyal seismik gempa Tarutung dengan wavelet Mexh
Demikian juga dengan analisa sinyal seismik gempa Tarutung dengan wavelet Morlet dan wavelet Haar. Analisa sinyal seismik dengan wavelet Morlet
menunjukkan adanya perubahan dari sinyal awal pada Gambar 3.30 dilingkari dengan warna hitam dengan hasil filter sinyal dilingkari dengan warna merah.
Hasil filtering sinyal dengan wavelet Morlet ini menujukkan perubahan amplitudo sinyal yaitu ± 2x10
6
ms dari sinyal awalnya ± 10 x10
5
ms
Universitas Sumatera Utara
Gambar 3.30. Hasil filter sinyal seismik gempa Tarutung dengan wavelet Morlet
Analisa sinyal seismik gempa Tarutung dengan wavelet Haar juga menunjukkan perubahan sinyal yang berbeda antara sinyal awal pada Gambar 3.31
dilingkari dengan warna hitam dengan sinyal hasil filter diwarnai dengan warna merah. Perbedaan ini juga terjadi pada amplitudo sinyal awal dengan sinyal hasil
filter. Hasil filter sinyal seismik dengan wavelet Haar ± 4x10
6
ms.
Gambar 3.31. Hasil filter sinyal seismik gempa Tarutung dengan wavelet Haar
Universitas Sumatera Utara
Hasil analisa sinyal seismik gempa Tarutung tanggal 19 Mei 2008 dengan wavelet Gauss 4, wavelet Mexh, wavelet Morlet dan wavelet Haar memiliki
perbedaan. Perbedaan analisa sinyal seismik dapat dilihat pada Tabel 3.2 dan Tabel 3.3. Tabel 3.2 memperlihatkan adanya perbedaan skala yang dihasilkan dari jenis
wavelet yang digunakan.
Tabel 3.2. Hasil analisa data seismik gempa Tarutung 19 Mei 2008 sensor GSI dengan transformasi wavelet kontinu
Sensor seismik
Jenis wavelet
Slice frekuensi Hz
Skala Amplitudo
maksimumms
GSI Gauss4
60 104
2000
GSI Mexh
60 52
2000
GSI Morlet
60 128
2000
GSI Haar
60 128
2000
Dari tabel 3.2 ini dapat kita perhatikan adanya hasil analisa data seismic gempa Tarutung 19 Mei 2008 menggunakan sensor GSI dengan transformasi wavelet
kontinu yang berbeda yaitu Gauss 4, Mexh, Morlet, dan Haar.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 3.3 merupakan hasil filter sinyal yang bervariasi dari jenis wavelet Gauss 4, Mexh, Morlet dan Haar.
Tabel 3.3. Hasil filter sinyal seismik gempa Tarutung 19 Mei 2008 dengan transformasi wavelet kontinu
Sensor Seismik
Jenis Wavelet
Amplitudo Sinyal Awal
µms Amplitudo
Sinyal Filter
µms
GSI Gauss4
± 10 ± 6
GSI Mexh
± 10 ± 3
GSI Morlet
± 10 ± 2
GSI Haar
± 10 ± 4
Dari tabel 3.3 ini dapat kita perhatikan hasil filter sinyal seismic gempa Tarutung 19 Mei 2008 dengan transformasi wavelet kontinu yang berbeda yaitu
Gauss 4, Mexh, Morlet, dan Haar, dimana hasil amlitudo sinyal awal berbeda dengan hasil amplitude sinyal filter.
Universitas Sumatera Utara
3.8.1.2.Sensor SISI Hasil analisa sinyal seismik sensor SISI Lampiran K mempunyai kerapatan
spektral daya yang dihasilkan dari data seismik rekaman SISI Gambar 3.32 menghasilkan frekuensi maksimal 0.0591 Hz. Gambar 3.32 merupakan hasil
kerapatan spektral daya seismik gempa bumi Tarutung 19 Mei 2008 sensor SISI.
Gambar 3.32. Kerapatan spektral daya sinyal seismik gempa bumi Tarutung sensor SISI
Analisis jenis wavelet Gauss 4 dengan slice frekuensi 70 Hz didapat skalanya 108. Seperti yang terlihat pada hubungan skala dengan frekuensi dilingkari dengan
warna merah Gambar 3.33. Gambar 3.33 merupakan hubungan skala dan frekuensi sinyal seismik gempa bumi Tarutung sensor SISI. Gambar tersebut diperoleh skala
yang dihasilkan 128 satuan skala dengan wavelet Morlet.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 3.33. Hubungan skala dan frekuensi sinyal seismik gempa bumi Tarutung sensor SISI
Gambar 3.34 merupakan hasil transformasi wavelet kontinu sinyal seismik gempa Tarutung sensor SISI dengan wavelet Gauss 4. Gambar tersebut
menunjukkan puncak amplitudo waktu gempa terkonsentrasi antara waktu 4000 ms dilingkari dengan warna merah.
Gambar 3.34. Hasil transformasi wavelet kontinu dari sinyal seismik Tarutung sensor SISI dengan wavelet Gauss 4
Universitas Sumatera Utara
Gambar 3.35 merupakan hasil Transformasi wavelet kontinu sinyal seismik gempa Tarutung dengan wavelet Mexh. Gambar tersebut terlihat perubahan
amplitudo maksimum dan waktu tiba gelombang P.
Gambar 3.35. Hasil transformasi wavelet kontinu sinyal seismik gempa Tarutung sensor SISI dengan wavelet Mexh
Gambar 3.36 merupakan hasil transformasi wavelet kontinu sinyal seismik gempa bumi Tarutung sensor SISI dengan wavelet Morlet. Pada gambar tersebut
dilingkari dengan warna merah menunjukkan amplitudo maksimum.
Gambar 3.36. Hasil transformasi wavelet kontinu sinyal seismik gempa bumi Tarutung sensor SISI dengan wavelet Morlet
Universitas Sumatera Utara
Gambar 3.37 merupakan hasil transformasi sinyal seismik gempa Tarutung sensor SISI dengan wavelet Haar. Gambar tersebut memberikan informasi waktu
tiba gelombang P dan spektrum amplitudo maksimum.
Gambar 3.37. Hasil transformasi wavelet kontinu sinyal seismik gempa bumi Tarutung sensor SISI dengan wavelet Haar
Universitas Sumatera Utara
Tabel 3.4 terlihat adanya perubahan skala dan waktu yang dihasilkan dari analisa transformasi wavelet kontinu. Perubahan ini terjadi bergantung pada jenis
wavelet yang digunakan. Dengan menggunakan slice frekuensi yang sama 70 Hz, didapat hubungan skala dan frekuensi.
Tabel 3.4. Hasil analisa spektral data seismik gempa Tarutung 19 Mei 2008 sensor SISI dengan transformasi wavelet kontinu
Sensor seismik
Jenis wavelet Slicefrekuensi
Hz Skala
Amplitudo maksimumms
SISI Gauss4
70 108
5000
SISI Mexh
70 54
5000
SISI Morlet
70 128
4000
SISI Haar
70 128
4000
Universitas Sumatera Utara
Gambar 3.38 merupakan hasil filter sinyal seismik gempa Tarutung sensor SISI dengan wavelet Gauss 4. Hasil filter sinyal seismik gempa Tarutung sensor SISI
dengan Wavelet Gauss 4 menujukkan frekuensi mengandung perubahan yang kontinu dalam fungsi waktu dengan kisaran amplitudo -4 – 4 µms.
Gambar 3.38. Hasil filter sinyal seismik gempa Tarutung sensor SISI dengan wavelet Gauss 4
Universitas Sumatera Utara
Gambar 3.39 terlihat bahwa frekuensi mengandung perubahan yang kontinu dalam fungsi waktu. Gelombang Primer P yang dilingkari dengan warna hitam
belum kelihatan jelas dibanding dengan hasil filter sinyal dilingkari dengan warna merah yang menunjukkan kejelasan pada pembacaan gelombang Primer P. Hasil
filter sinyal amplitudonya ± 4x10
6
ms dan sinyal awal amplitudonya ± 6x10
5
ms.
Gambar 3.39. Hasil filter sinyal seismik gempa Tarutung sensor SISI dengan wavelet Mexh
Universitas Sumatera Utara
Gambar 3.40. merupakan hasil filter sinyal seismik gempa tarutung sensor SISI dengan wavelet Morlet. Pada gambar tersebut terlihat adanya perubahan sinyal
seismik gempa Tarutung yang terekam pada sensor SISI. Perubahan ini dapat terlihat jelas pada sinyal yang dilingkari dengan warna hitam dan sinyal yang dilingkari
dengan warna merah.
Gambar 3.40. Hasil filter sinyal seismik gempa Tarutung sensor SISI dengan wavelet Morlet
Universitas Sumatera Utara
Gambar 3.41. merupakan hasil filter sinyal seismik gempa Tarutung 19 Mei 2008 sensor SISI dengan transformasi wavelet Haar. Gambar tersebut menunjukkan
perubahan tinggi amplitudo. Perubahan waktu tiba gelombang Primer juga terjadi pada analisa ini seperti yang dilingkari warna hitam dan warna merah.
Gambar 3.41. Hasil filter sinyal seismik gempa Tarutung sensor SISI dengan wavelet Haar
Universitas Sumatera Utara
Hasil perubahan sinyal seismik gempa Tarutung 19 Mei 2008 sensor SISI dapat dilihat dalam Tabel 3.5.
Tabel 3.5. Hasil filter sinyal seismik gempa Tarutung 19 Mei 2008 sensor SISI dengan transformasi wavelet kontinu
Sensor seismik
enis wavelet
Amplitudo sinyal awal ms
Amplitudo sinyal filter ms
SISI Gauss4
± 6x10 ± 4x10
5 6
SISI Mexh
± 6x10 ± 4x10
5
SISI
6
Morlet ± 6x10
± 4x10
5
SISI
6
Haar ± 6x10
± 4x10
5 6
3.8.1.3.Sensor PSI Sinyal seismik gempa Tarutung 19 Mei 2008 pada sensor PSI Lampiran M
mempunyai kerapatan spektral daya yang dihasilkan dalam analisa sinyal seismik rekaman sensor SISI ini mendapatkan frekuensi maksimal 0.0496 kHz. Dengan
analisa sinyal seismik dengan slice frekuensi 60 Hz menghasilkan nilai skala yang bervariasi, tergantung jenis wavelet yang digunakan. Hasil analisa dengan wavelet
Gauss 4 diperoleh skala 106 dilingkari dengan warna merah pada Gambar 3.42, analisa wavelet Mexh didapat skala 53 , analisa sinyal seismik dengan wavelet Morlet
skalanya 128, dan analisa sinyal seismik dengan wavelet Haar skalanya 128.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 3.42. Kerapatan spektral daya data seismik gempa bumi Tarutung sensor PSI
Gambar 3.43 merupakan hubungan skala dengan frekuensi sinyal seismik gempa Tarutung 19 Mei 2008 sensor PSI dengan wavelet Gauss 4. Pada gambar ini
skala yang dihasilkan dengan wavelet Gauss 4 bernilai 106 satuan skala dilingkari dengan warna merah.
Gambar 3.43. Hubungan skala dengan frekuensi data seismik gempa bumi Tarutung sensor PSI
Universitas Sumatera Utara
Gambar 3.43 merupakan hasil transformasi wavelet kontinu data seismik gempa bumi Tarutung sensor PSI dengan wavelet Gauss 4. Hasil transformasi pada
gambar tersebut menunjukkan adanya perubahan warna dilingkari dengan warna merah. Perubahan ini mendeteksi amplitudo maksimum yang terjadi pada sinyal
seismik dengan analisis wavelet Gauss 4 terletak sekitar 4000 ms.
Gambar 3.44. Hasil transformasi wavelet kontinu data seismik gempa bumi Tarutung sensor PSI dengan wavelet Gauss 4
Universitas Sumatera Utara
Transformasi wavelet Mexh untuk sinyal seismik menunjukkan puncak amplitudo gempa sekitar 4000 ms dilingkari dengan warna merah pada Gambar
3.45.
Gambar 3.45. Transformasi wavelet kontinu data seimik gempa bumi Tarutung sensor PSI dengan Wavelet Mexh
Universitas Sumatera Utara
Gambar 3.46 merupakan hasil transformasi wavelet kontinu data seismik gempa Tarutung sensor PSI dengan wavelet Morlet. Dari gambar tersebut terlihat
bahwa amplitudo maksimum dilingkari dengan warna merah terletak sekitar 4000 ms dengan frekuensi 60 Hz. Skala yang dihasilkan dengan analisa wavelet 128
satuan skala.
Gambar 3.46. Hasil transformasi wavelet kontinu data seismik gempa bumi Tarutung sensor PSI dengan wavelet Morlet
Universitas Sumatera Utara
Gambar 3.47 merupakan hasil transformasi sinyal seismik dengan wavelet Haar. Dari gambar tersebut dapat informasi spektral yang menunjukkan amplitudo
maksimum terletak sekitar 4000 ms dilingkari dengan warna merah.
Gambar 3.47. Hasil transformasi wavelet kontinu data seismik gempa bumi Tarutung sensor PSI dengan wavelet Haar
Hasil analisa spektral akan menghasilkan skala yang bervariasi tergantung pada jenis wavelet yang digunakan. Perubahan ini dapat dilihat pada Tabel 3.6. Tabel
3.6 merupakan hasil analisa spektral data seismik dengan transformais wavelet kontinu. Pada tabel tersebut dapat dilihat bahwa analisa sinyal dengan transformasi
wavelet menghasilkan perubahan skala a dan kesamaan waktu b yang dihasilkan oleh analisa sinyal seismik untuk sensor PSI dengan wavelet Gauss 4, Mexh, Morlet dan
Haar.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 3.6. Hasil analisa spektral data seismik gempa Tarutung 19 Mei 2008 sensor SISI dengan transformasi wavelet kontinu
Sensor seismik
Jenis wavelet
Slice frekuensi Hz
Skala a Waktu b
ms
PSI Gauss4
70 108
4000 PSI
Mexh 70
54 4000
PSI Morlet
70 128
4000 PSI
Haar 70
128 4000
Gambar 3.48 merupakan hasil filter sinyal seismik gempa Tarutung 19 Mei 2008 dengan wavelet Mexh. Pada gambar tersebut memperlihatkan pola perubahan
sinyal dan perubahan besar amplitudo awal dilingkari dengan warna hitam dengan amplitudo hasil sinyal seismik dilingkari dengan warna merah. Besar amplitudo
hasil filter sinyal ± 1,5 µms.
Gambar 3.48. Hasil filter sinyal seismik gempa Tarutung sensor PSI dengan wavelet Gauss 4
Universitas Sumatera Utara
Gambar 3.49 merupakan hasil filter sinyal seismik gempa Tarutung sensor PSI dengan wavelet Mexh. Pada gambar tersebut terlihat bahwa perubahan amplitudo
dari kondisi awal sekitar ± 1000 ms dilingkari dengan warna hitam menjadi kondisi baru sekitar ±1.5 µms dilingkari dengan warna merah.
Gambar 3.49. Hasil filter sinyal seismik gempa Tarutung sensor PSI dengan wavelet Mexh
Universitas Sumatera Utara
Gambar 3.50 merupakan hasil filter sinyal seismik gempa Tarutung sensor PSI dengan wavelet Morlet. Pada gambar tersebut memperlihatkan amplitudo sinyal
awal ± 1000 ms dilingkari dengan warna hitam berubah menjadi kondisi baru dimana amplitudonya sekitar ± 6000 ms dilingkari dengan warna merah.
Gambar 3.50. Hasil filter sinyal seismik gempa Tarutung sensor PSI dengan wavelet Morlet
Universitas Sumatera Utara
Gambar 3.51 merupakan hasil filter sinyal seismik gempa Tarutung sensor PSI dengan wavelet Haar. Pada gambar tersebut terlihat adanya perubahan dari sinyal
awal pada gambar dilingkari dengan warna hitam dengan sinyal yang dilingkari dengan warna merah.
Gambar 3.51. Hasil filter sinyal seismik gempa Tarutung sensor PSI dengan wavelet Haar
Perubahan ini bervariasi bergantung pada penggunaan jenis wavelet dengan Gauss 4, Mexh, Morlet dan Haar, seperti pada Tabel 3.7
Tabel 3.7. Hasil filter sinyal seismik gempa Tarutung 19 Mei 2008 sensor PSI dengan transformasi wavelet kontinu
Sensor seismik
Jenis wavelet
Amplitudo sinyal awal µms
Amplitudo sinyal filter ms
PSI Gauss4
± 1 × 10 ± 2 × 10
4 3
PSI Mexh
± 1 × 10 ± 1.5 ×10
4
PSI
4
Morlet ± 1 × 10
± 6×10
4
PSI
3
Haar ± 1 × 10
± 8×10
4 3
Universitas Sumatera Utara
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN