mencari kondisi yang optimal antara kesederhanaan simplicity dan keandalan
reliability untuk mencapai tujuan dari model. Model yang sederhana biasanya lebih mudah, tetapi tidak memberikan informasi yang cukup untuk
menggambarkan proses yang terjadi. Model yang kompleks dapat menggambarkan proses yang jauh lebih baik, akan tetapi memiliki masalah yang
lebih besar untuk mendapatkan nilai yang tepat karena jumlah parameter yang banyak dan kesulitan dalam penanganan modelnya.
Kompleksitas dari model dapat dikurangi dengan hanya memilih dan menggunakan mekanisme yang penting-pentingnya saja. Hal ini sering
dilakukan dengan cara membandingkan konstanta waktu. Mekanisme dengan tetapan waktu yang lebih besar dari proses diabaikan, sedangkan mekanisme
dengan tetapan waktu yang lebih kecil dari prosesnya adalah pada kondisi tunak steady state.
Langkah awal dari permodelan adalah dengan menentukan jenis model abstrak yang akan diterapkan sejalan dengan tujuan dan ciri sistem, melalui
pendekatan model kotak gelap black box model dan model terstruktur
structured model. Model kotak gelap black box hanya dapat menggambarkan sistem melalui fenomena yang terjadi dan tidak bersifat mekanistik
non- mechanistic, sehingga model kotak gelap disebut juga dengan model tidak
terstruktur unstructured model. Melalui pendekatan ini tidak dimungkinkan
untuk melakukan ekstrapolasi scale up, sehingga berangsur berubah menjadi
model terstruktur structured model atau menurut Kossen dan Oosterhuits
1991 disebut juga dengan model kotak abu-abu gray box model.
Model kotak abu-abu merupakan kumpulan dari model kotak gelap-kotak gelap yang menjadi elemen sistem dan tersusun dalam sistem yang saling
berinteraksi. Dalam bioreaktor interaksi antar elemen-elemen itu terdapat dalam persamaan-persamaan kinetik, persamaan-persamaan perpindahan dan lain-
lain. Kebanyakan kejadian fenomena biologis menunjukkan model-model
matematik non-linear, misalnya model sederhana persamaan Monod. Untuk menyelesaikannya diperlukan berbagai macam tehnik pelinieran Kossen dan
Oosterhuits, 1991.
2.2. Ciri dan Jenis Limbah Industri
Pengetahuan mengenai sifat-sifat limbah akan sangat membantu dalam penetapan metode penanganan dan pembuangan limbah secara efektif. Secara
ringkas Eckenfelder 1989 menyebutkan beberapa kandungan air limbah yang harus dihilangkan sebelum dibuang sesuai dengan jenis industri yang
menghasilkannya. Kandungan itu adalah adalah sebagai berikut : 1 Bahan organik terlarut, yang dapat menyebabkan penurunan oksigen
terlarut dalam air. Untuk mempertahankan oksigen terlarut minimal dalam badan air penerima, maka jumlah bahan organik terlarut harus
disesuaikan dengan kapasitas badan air penerima atau pembatasan spesifik pada efluen.
2 Padatan tersuspensi. Pengendapan padatan pada badan air akan mengganggu kehidupan normal organisme air. Apabila hal ini terjadi,
lapisan lumpur yang mengandung padatan organik, kemudian terdekomposisi akan menyebabkan penurunan oksigen dan
memproduksi gas-gas yang berbau. 3 Zat organik renik. Senyawa-senyawa fenol dan organik lain yang
terkandung dalam limbah industri dalam jumlah sedikit yang dapat menimbulkan rasa dan bau tidak sedap dalam air.
4 Logam berat, sianida dan senyawa-senyawa beracun. Pembatasan terhadap bahan-bahan ini telah diatur oleh EPA
Environmental Protection Agency sebagai bahan-bahan beracun organik dan
anorganik. 5 Warna dan kekeruhan. Hasil buangan ini lebih mengarah pada masalah
estetika, sehingga beberapa tujuan dari pemanfaatan air tidak perlu menghilangkan sifat-sifat ini.
6 Nitrogen dan fosfor. Senyawa-senyawa buangan ini tidak diinginkan karena menyebabkan eutrofikasi dan merangsang pertumbuhan alga
yang tidak diinginkan. 7 Senyawa-senyawa yang tahan terhadap biodegradasi.
8 Minyak dan bahan mengapung. Senyawa-senyawa ini dapat
menyebabkan kondisi yang tidak dapat ditembus oleh cahaya. 9 Bahan mudah menguap, misalnya senyawa hidrogen sulfida atau
senyawa-senyawa organik lain yang mudah menguap. Setiap industri mempunyai limbah yang berbeda dalam jumlah dan mutunya.
Penyusun limbah cair agroindustri sebagian besar adalah bahan organik.
Limbah cair pengolahan pangan umumnya mempunyai kandungan nitrogen yang tinggi, BOD dan padatan tersuspensi tinggi, dan berlangsung dengan proses
dekomposisi cepat. Beberapa jenis limbah seperti pada pengolahan bit, mempunyai warna yang intensif. Selain kandungan organik, dalam limbah dapat
juga mengandung pencemar lain seperti larutan alkali, kalor, dan insektisida seperti pada limbah dari pengolahan buah dan sayuran Jenie dan Rahayu,
1993. Seperti halnya pada industri pengolahan yang lain, operasi pengolahan ikan menghasilkan limbah cair yang mengandung pencemar organik, senyawa-
senyawa koloid dan partikel. Penggunaan air dalam jumlah yang banyak pada industri perikanan
menyebabkan keluaran limbah dalam jumlah yang banyak pula terhadap lingkungan, karena pada dasarnya air yang digunakan untuk proses pengolahan
dalam industri perikanan untuk perebusan, pemasakan awal precooking dan
pencucian akan dibuang kembali setelah digunakan. Besarnya beban cemaran yang terkandung didalamnya sangat tergantung pada jenis operasi pengolahan
yang dilakukan. Gonzales 1996 membagi derajat pencemaran tersebut menjadi pencemaran kecil misalnya: hasil dari operasi pencucian, ringan misal:
hasil dari pemfilletan ikan dan berat misal: cairan yang mengandung darah yang dibuang dari tangki-tangki penyimpanan ikan.
Menurut River et al. 1998
jumlah debit air limbah pada efluen banyak berasal dari proses pengolahan dan pencucian. Setiap operasi pengolahan ikan akan menghasilkan cairan dari
pemotongan, pencucian, dan pengolahan produk. Cairan ini mengandung darah dan potongan-potongan kecil daging ikan dan kulit, isi perut, kondensat dari
operasi pemasakan, dan air pendinginan dari kondensor. Ciri penggunaan air dan aliran efluen spesifik yang diteliti oleh River
et al 1998 dari beberapa jenis pengolahan hasil perikanan dapat dilihat pada Tabel 1.
Park et al. 2001 menyatakan bahwa pada industri perikanan yang mengolah
cumi-cumi dan ikan menghasilkan nilai BOD 1000 – 5000 mgl dan volume limbah cairnya pada tingkat yang lebih tinggi karena adanya perubahan dalam
cara-cara mengolah yang disebabkan adanya peningkatan pemanfaatan ikan- ikan bernilai ekonomis rendah. Proses pembersihan, pemotongan dan
pengemasan jenis ikan ini menghasilkan campuran yang kompleks dari bahan padatan terlarut dan limbah cair yang telah terkontaminasi, misalnya pada cairan
tinta cumi-cumi yang dibuang selama pengolahan selain mengandung
konsentrasi padatan organik yang tinggi juga mengandung protein terlarut yang tinggi, sehingga menghasilkan beban BOD yang tinggi.
Tabel 1. Nilai rata-rata aliran efluen industri perikanan berdasarkan jenis konsumsi dan laju alir
spesifik. Jenis Konsumsi Air
Laju Alir Spesifik Air Limbah Proses
Pencucian Pengolahan
m
3
ton bahan baku
m
3
ton produk
Pengalengan Ikan cakalang dan
tuna 4,7 95,3 3,2
22,1 Pembuatan filet
salmon 15,4 84,6 13,4
20,2 Pengolahan udang-
udangan Crustacea
28,6 71,4 13,1 98,2
Sumber : River et al. 1998
Penggunaan air pada setiap unit pengolahan berasal dari dua arus utama: yaitu air yang digunakan untuk proses dan air yang digunakan untuk mencuci
peralatan dan lantai. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 1. Air untuk mencuci dapat dikurangi dengan sistem pencucian silang
countercurrent washing system, penghilangan padatan sisa-sisa potongan sebelum pencucian, atau dengan
menggunakan deterjen sesuai dengan persyaratan minimum. Hal ini dapat direncanakan mulai sejak tahap yang paling awal yaitu pada tahap perancangan
proses dan pabrik, perubahan reaksi atau dengan pengendalian arus masukan dan limbah.
Pencemar yang ada dalam limbah cair perikanan yang menjadi beban pencemaran pada umumnya dapt bersifat fisikokimiawi maupun campuran dari
senyawa-senyawa organik. Beban cemaran organik yang tinggi dalam limbah cair perikanan mengandung senyawa nitrogen yang tinggi, yang merupakan
protein larut air setelah mengalami peluluhan leaching selama pencucian,
pelelehan defrost dan proses pemasakan Battistoni et al., 1992; Mendez et al.,
1992; Veranita, 2001. Limbah cair ini dikeluarkan dalam jumlah yang tidak sama setiap harinya. Pada waktu tertentu dikeluarkan dalam jumlah yang banyak
tetapi encer, terutama mengandung protein dan garam. Pada waktu yang lain dikeluarkan limbah cair dalam jumlah sedikit tetapi pekat, yang mengandung
protein dan lemak. Beban cemaran limbah cair yang berbeda-beda tersebut
tergantung jenis pengolahannya. Limbah cair dari proses produksi tepung ikan fishmeal juga dibagi menjadi limbah volume tinggi konsentrasi pencemar
rendah dan volume rendah konsentrasi pencemar tinggi. Limbah cair yang bervolume tinggi konsentrasi pencemar rendah terdiri dari air yang digunakan
untuk pembongkaran, transportasi dan penanganan ikan, dengan volume limbah mencapai 900 kgton ikan dan mengandung padatan terlarutnya yang terdiri dari
darah, daging, lemak dan minyak sebesar 5.000 mgl. Dari air dari pengepresan stickwater yang dihasilkan mengandung BOD 56.000 – 112.000 mgl dengan
konsentrasi padatan yang mengandung mayoritas protein sebesar 6, volumenya diperkirakan mencapai 550 lton ikan Islam
et al., 2004. Beban limbah yang berasal dari perubahan fisikokimia efluen juga dapat
diukur sebagai parameter tingkat pencemaran, misalnya pH, kandungan padatan, suhu, dan bau. Efluen dari industri pengolahan ikan pada umumnya
mempunyai pH mendekati 7 atau alkali Battistoni dan Fava, 1995; Gonzales, 1996. Hal ini umumnya disebabkan karena adanya dekomposisi dari bahan-
bahan yang mengandung protein dan banyaknya senyawa-senyawa amonia. Menurut Islam
et al. 2004 beberapa industri mengandung limbah dengan kandungan alkali yang tinggi pH = 11,0 atau keasaman yang tinggi pH = 3,5.
Padatan tersuspensi dari limbah cair perikanan pada umumnya cukup tinggi dan perlu dicermati karena dapat terjadi pengendapan pada saluran dan badan
air penerima. Kandungan padatan tersuspensi ini sangat beragam dari setiap jenis industri pengolahan, mulai dari 0,7 – 0,78 kgt pada industri pengolahan
rajungan sampai mencapai 3,8 - 17 kgt pada industri pengalengan tuna Middlebrooks, 1979. Kandungan padatan ini tidak hanya tergantung pada
derajat kontaminasi, akan tetapi juga tergantung pada mutu air yang digunakan untuk proses. Dari suatu analisis pada air limbah pengolahan filet ikan diperoleh
bahwa 65 dari total padatan yang ada dalam efluen berasal dari air yang digunakan Gonzales
et al., 1983 dalam Gonzales, 1996. Bau didalam air limbah sangat penting sehubungan dengan persepsi dan
penerimaan umum yang tidak baik terhadap berbagai instalasi pengolahan limbah. Meskipun bau ini pada umumnya tidak berbahaya, akan tetapi dapat
menyebabkan keresahan stres dan gangguan pernafasan nausea. Bau yang timbul dari limbah cair perikanan disebabkan oleh dekomposisi bahan-bahan
organik yang menghasilkan senyawa amina mudah menguap, diamina dan amonia.
Limbah cair industri perikanan pada umumnya tidak dibuang diatas suhu lingkungan, kecuali limbah cair yang berasal dari proses pemasakan dan
sterilisasi dari industri pengalengan. Suhu badan air penerima harus tidak meningkat lebih dari 2
C atau 3 C, sebab akan mempengaruhi keseimbangan
populasi organisme yang hidup didalamnya dan menurunkan kelarutan oksigen, yang kemudian dapat mengancam kelangsungan hidup beberapa bentuk
kehidupan air. Oleh karena itu pembuangan limbah cair industri pengalengan tidak boleh sampai merubah suhu badan air penerima lebih dari 3
C. Zat-zat pencemar yang ada dalam limbah cair perikanan yang bersifat
organik dapat diukur dari BOD, COD, lemak dan kandungan hara yaitu nitrogen dan fosfor. Limbah cair dari proses pengolahan perikanan memiliki kandungan
yang tinggi terhadap COD, zat hara nitrogen, minyak dan lemak, terutama pada saat proses penyiangan usus dan isi perut, serta proses pemasakan Mendez
et al., 1992. Battistoni et al 1992 menyebutkan bahwa pada efluen limbah cair
industri pengolahan ikan herring dan salmon memiliki nilai BOD lebih dari 2500 mgl. Hal yang sama disebutkan oleh Park
et al 2001 bahwa nilai BOD limbah cair dari efluen suatu industri pengolahan cumi-cumi berkisar dari 1000 mgl
sampai 5000 mgl. Selanjutnya menurut Islam et al. 2004 beberapa pabrik
pengolahan ikan di Jepang memperlihatkan nilai BOD rata-rata mencapai 750 mgl untuk tuna, 240 mgl untuk kamaboko dan 3.625 mgl untuk surimi. Ada
tiga dari produk-produk industri perikanan tersebut yang limbahnya memiliki nilai BOD yang tertinggi, yaitu pabrik surimi, kamaboko dan tepung ikan, dengan nilai
BOD secara berturut-turut 8.204 mgl, 6.776 mgl dan 18.400 mgl, dengan penggunaan air sebesar 3 lkg ikan atau 273 lkg surimi. Untuk memproduksi
surimi pencucian yang sangat ekstensif dilakukan untuk menghilangkan lemak dan senyawa-senyawa larut air, seperti protein sarkoplasma, pikmen, senyawa-
senyawa amina, vitamin dan enzim Lin et al, 1995.
Lemak dalam efluen limbah cair perikanan sering juga ditemukan terutama pada satuan operasi proses pengolahan, misalnya pengukusan pada
pengalengan dan pengepresan pada pembuatan tepung ikan. Minyak dan lemak dalam limbah cair ini biasanya mengapung sehingga menghambat perpindahan
oksigen ke dalam air dan juga merusak nilai-nilai estetika lingkungan perairan. Dalam jangka panjang lemak yang melekat pada saluran limbah dapat
mengurangi kapasitas saluran yang pada akhirnya dapat menyumbat saluran.
2.3. Perubahan Biologis Limbah Organik