Sesuai dengan prinsip penyisihan nutrien secara bertahap, yaitu proses perubahan biologis metanogenesis, nitrifikasi dan denitrifikasi, maka tahapan
yang dibutuhkan untuk berjalannya proses tersebut diperlukan kondisi anaerobik, aerobik dan anoksik. Hal ini sesuai dengan kondisi yang dibutuhkan oleh
mikroorganisme untuk berjalannya proses tersebut. Konfigurasi yang digunakan untuk unit pengolahan limbah sangat beragam.
Morales 1991 melaporkan beberapa konfigurasi unit pengolahan limbah yang berbeda dan dijadikan contoh, yaitu:
a. Proses Bardenpho.
Bardenpho proses menggunakan dua zone anoksik untuk penghilangan nitrogen. Penghilangan fosfor dicapai dengan
mengkombinasikan teknik biologis keterkaitan anaerobik zone, presipitasi kimia dengan alum, dan penyaringan efluen.
b. Proses Anaerobik-Anoksik-Oksik Aerobik A
2
O Proses A
2
O menggunakan susunan konfigurasi anaerobik- anoksik-aerobik dalam reaksi transformasinya. Proses ini
dimaksudkan untuk penghilangan nitrogen dan sekaligus fosfor secara biologis.
c. Proses VIP
Virginia Initiative Plant. Konfigurasi VIP dimaksudkan untuk menghilangkan nitrogen dan
fosfor biologis dengan kecepatan tinggi. d. Proses
Anaerobik-Oksik Aerobik AO
Proses AO berbeda dengan proses A
2
O. Pada proses AO tidak terdapat zone anoksik atau resirkulasi campuran aliran
mixed liquor. Kemampuan sistem untuk menghilangkan fosfor secara
biologis dimungkinkan karena adanya zone anaerobik. Utomo
et al. 2000 dalam laporan penelitiannya menyatakan bahwa untuk konfigurasi reaktor pengolahan limbah agroindustri karet yang terbaik
adalah anaerobik-anoksik-aerobik. Dari konfigurasi ini mampu menurunkan COD dan indikator-indikator cemaran lain sampai 90.
2.5. Proses Perubahan Nitrogen
2.5.1. Proses amonifikasi Dalam lingkungan akuatik, organisme pengurai akan menguraikan
senyawa-senyawa organik berprotein, menghasilkan amonia. Proses
degradasi senyawa organik berikatan N sehingga terjadi pembebasan amonia disebut amonifikasi Barnes dan Bliss, 1983. Amonifikasi dapat terjadi pada
sedimen, air, tanah dan juga proses perlakuan biologis. Degradasi senyawa organik kompleks bernitrogen seperti protein, menghasilkan senyawa karbon
organik sebagai penyedia energi dan berfungsi sebagai substrat untuk sintesis. Sebagian amonia yang dibebaskan digunakan dalam pertumbuhan
sel bakteri yang baru dan sisanya dibebaskan dalam bentuk NH
4 +
. Ada tiga macam proses pembentukan amonia;
1 Dari senyawa ekstraselular yang mengandung senyawa nitrogen organik, secara kimia atau biokimiawi misal: urea.
2 Dari sel-sel bakteri selama respirasi endogen. 3 Dari sel-sel yang mati dan lisis.
Keberadaan senyawa amonium dan amonia yang terlarut dalam air sangat tergantung pada pH, dengan reaksi keseimbangan sebagai berikut Jorgensen
dan Johnsen, 1989:
Pada pH 7 dan dibawahnya amonia akan terionisasi sedang pada pH yang lebih tinggi proporsi amonia terdeionisasi akan meningkat. Amonia terdeionisasi
bersifat toksik terhadap ikan, sedangkan amonia terionisasi bersifat hara terhadap alga dan tanaman air, selain juga meningkatkan kebutuhan oksigen
terlarut DO. Amonia bebas menjadi toksik terhadap ikan pada konsentrasi 1mgl Verstraete dan van Vaerenbergh, 1986.
Pada pH 7,0 99 dari amonia total terdapat dalam bentuk tidak terdisosiasi NH
4 +
. Sedangkan pada pH diatas 9,0 proses disosiasi amonium menjadi amonia lebih dari 20 menjadi sangat penting Verstraete dan van
Vaerenbergh, 1986. Amonium yang tidak terionisasi merupakan gas yang sangat mudah menguap dari air. Gas yang toksik ini kelarutannya dalam air
tergantung pada pH dan suhu. Selanjutnya menurut Barnes dan Bliss 1983 pada pH 7 sebanyak 99 amonium NH
4 +
itu berada dalam rentang suhu 0 – 25
o
C. Pada pH 8 proporsi NH
4 +
mempunyai rentang 99 pada suhu 0
o
C dan 95 pada suhu 25
o
C. Menurut Carta-Escobar
et al. 2005 laju penurunan senyawa organik pada tahap pra-penyimpanan pada pembebanan bahan organik konsentrasi tinggi dan
NH
4 +
+ OH
-
NH
3
+ H
2
O
NH
4 +
+
2 3
O
2
NO
2 -
+ 2 H
+
+ H
2
O Nitrosomonas
NO
2 -
+
2 1
O
2
NO
3 -
Nitrobacter
pH tinggi tidak dapat mendegradasi bahan organik tersebut walau dengan hidrolisis alkali. Dengan mendiamkan bahan organik selama 30 jam tanpa aerasi
dapat memberikan hidrolisis yang menyebabkan laju konsumsi substrat meningkat. Dalam hal ini menandakan bahwa proses amonifikasi penting dalam
meningkatkan laju proses penyisihan bahan-bahan organik dalam limbah. 2.5.2. Proses nitrifikasi
Pada proses nitrifikasi terdapat dua tahap proses, yang dilakukan oleh dua tipe bakteri kemotrofi bakteri yang memperoleh energi dari reaksi eksotermis
nitrifikasi. Proses tahap pertama ion amonia dikonversi menjadi nitrit oleh bakteri
Nitrosomonas. Pada proses tahap kedua nitrit diubah menjadi nitrat oleh bakteri
Nitrobacter. Selain itu Kostyal et al. 1997 melaporkan adanya aktivitas mikroorganisme
Nitrosospira dalam proses nitrifikasi air limbah industri kertas. Secara umum reaksi nitrifikasi tersebut menurut Jorgensen dan Johnsen 1989
adalah sebagai berikut:
Secara stoikiometrik, kebutuhan oksigen pada seluruh reaksi nitrifikasi adalah 4,56 mg O
2
mg NH
4 +
. Karena kebutuhan oksigen tersebut merupakan hasil dari pertumbuhan bakteri autotrofik, maka menurut Wiesmann 1994 bahwa
kebutuhan O
2
ternyata lebih rendah dari nilai stoikiometri tersebut, yaitu 4,3 mg O
2
mg NH
4 +
. Beberapa faktor lingkungan yang mempengaruhi laju proses nitrifikasi, yaitu:
1 Reaksi bersifat aerobik, sehingga apabila konsentrasi O
2
turun dibawah 2 mgl, laju reaksi menjadi turun drastis.
2 pH optimum reaksi antara 8 dan 9, dan pH dibawah 6 akan menghentikan reaksi.
3 Organisme nitrifikasi cenderung menempel pada sedimen atau
permukaan zat padat. 4 Laju pertumbuhan organisme nitrifikasi lebih rendah dari pertumbuhan
dekomposer heterofilik, sehingga jika konsentrasi zat organik mudah urai
tinggi, bakteri heterotrop akan menghambat pertumbuhan nitrifier dan proses nitrifikasi terhambat.
5 Suhu optimal antara 20 – 25 C.
Menurut Davies 2005 jika oksigen dalam air limbah terlalu rendah, proses respirasi akan terhambat sehingga energi tidak akan tersedia untuk
pertumbuhan. Pada suhu 20
o
C air limbah dalam kondisi jenuh udara dapat menyimpan oksigen sekitar 9,2 mg O
2
l. Konsentrasi oksigen dalam limbah tidak menjadi pembatas jika konsentrasi antara 1,5 – 2,0 mg O
2
l untuk bakteri dalam flok dan sekitar 0,6 mgO
2
l bagi bakteri terdispersi. Dibawah batas konsentrasi yang kritis ini proses respirasi menurun sangat cepat, dan pertumbuhan bakteri
berfilamen menjadi dominan. Bakteri nitrifikasi termasuk organisme yang sensitif terhadap penghambatan
oleh senyawa-senyawa organik, sehingga proses nitrifikasi diperkirakan merupakan tahap paling sensitif pada pengolahan air limbah. Oleh karena itu
pada pengolahan air limbah industri sering tidak terjadi proses nitrifikasi atau tidak lengkap Kostyal
et al., 1997. Proses nitrifikasi dari setiap kondisi berjalan sangat spesifik. Menurut Henze
et al 1987 bahwa setiap perbedaan konfigurasi reaktor akan memberikan hasil yang berbeda meskipun reaktor dioperasikan
pada kondisi lingkungan, SRT solid retention time, pemasukan dan lain-lainnya
sama. Menurut Rittmann
et al. 1994, dalam rangka menjaga proses nitrifikasi berjalan dengan baik populasi mikroba dalam sistem pengolahan limbah cair
pasti akan selalu terjadi pencampuran antara bakteri nitrifikasi ototrof dan bakteri heterotrof. Sebab pemberian pasokan oksigen yang cukup untuk pertumbuhan
ototrof yang tumbuhnya lebih lambat dari heterotrof, dan umur lumpur yang panjang untuk mempertahankan kestabilan proses nitrifikasi akan memberikan
suasana yang lebih baik juga bagi pertumbuhan heterotrof. Dalam kehidupan bersama antara organisme ototrof dan heterotrof dalam sistem menyebabkan
kompetisi terhadap penggunaan oksigen terlarut, nitrogen dan ruang. Interaksi ini dapat menghasilkan kerjasama yang menguntungkan misalnya: heterotrof
menghasilkan senyawa organik yang menstimulasi pertumbuhan ototrof Steinmuller dan Bock, 1976; dan Par dan Umbreit, 1972
dalam Rittmann et al., 1994. Heterotrof menghasilkan polimer ekstraselular yang dapat meningkatkan
pembentukan agregat flok kedua tipe bakteri tersebut. Nitrifier menghasilkan dan
melepaskan produk-produk mikrobial terlarut yang dapat meningkatkan pasokan
hara bagi heterotrof Furumai dan Rittmann, 1992 dalam Rittmann et al., 1994.
Selain itu interaksi ini dapat juga menyebabkan efek negatif misalnya: heterotrof menguraikan senyawa organik yang dapat menghambat pertumbuhan
nitrifier Richardson, 1985
dalam Rittmann et al., 1994. 2.5.3. Proses denitrifikasi
Pada proses nitrifikasi terjadi penurunan jumlah nitrogen-amonia pada badan air, sehingga terjadi penurunan kebutuhan baik oksigen biologis BOD maupun
kimiawi COD yang berhubungan dengan proses oksidasinya. Hal ini pada kenyataannya tidak menurunkan jumlah massa nitrogennya, melainkan yang
terjadi adalah perubahan bentuk senyawa nitrogen tersebut. Akibatnya proses nitrifikasi saja tidak dapat dianggap mampu mengatasi masalah eutrofikasi,
sebab untuk mencegahnya perlu adanya penyisihan ketersediaan hara dalam lingkungan perairan. Salah satu cara untuk meminimalkan ketersediaan nitrogen
adalah membebaskannya ke atmosfir sebagai gas nitrogen melalui proses denitrifikasi biologis.
Denitrifikasi dapat terjadi karena aktivitas berbagai jenis mikroorganisme yang pada umumnya juga banyak terdapat pada sistem pengolahan limbah cair,
yaitu termasuk didalamnya Achromobacter, Aerobacter, Alcaligenes, Bacillus,
Flavobacterium, Micrococcus, Proteus dan Pseudomonas Grady dan Lim, 1980 ; Verstraete dan van Vaerenbergh, 1986; Metcalf dan Eddy, 1991. Jenis
mikroorganisme ini digolongkan kedalam kelompok kemoheterotrof, yaitu
kelompok mikroorganisme yang kebutuhan haranya diperoleh dari penguraian senyawa-senyawa organik. Senyawa-senyawa organik ini diuraikan menjadi
senyawa yang lebih sederhana melalui proses oksidasi, sehingga molekul- molekul organik tersebut menjadi berukuran lebih kecil dan dalam kondisi
teroksidasi yang lebih tinggi. Molekul-molekul yang lebih kecil ini berfungsi sebagai senyawa antara yang berperan dalam proses biosintesis sel sebagai
pemasok karbon dan energi. Pada proses metabolisme senyawa protein diuraikan dulu menjadi asam amino. Pemecahan senyawa yang lebih besar ini
menjadi unit yang lebih kecil terjadi di luar sel. Bakteri-bakteri ini bersifat aerob fakultatif yang menggunakan sistem respirasi
sitokrom untuk menghasilkan energi dengan fosforilasi perpindahan elektron. Jika ada oksigen, oksigen ini digunakan sebagai penerima elektron. Tetapi jika
oksigen tidak tersedia, maka bakteri ini menggunakan nitrat dengan sistem sitokrom Verstraete dan van Vaerenbergh, 1986. Bakteri-bakteri ini tidak
bersifat anaerob fakultatif sebab organisme ini tidak dapat menggunakan senyawa-senyawa organik sebagai penerima elektron atau memperoleh energi
dari fosforilasi tingkat substrat Verstraete dan van Vaerenbergh, 1986. Nitrogen dibutuhkan oleh mikroorganisme untuk pembentukan protein dan
asam-asam nukleat. Nitrogen ini dapat diperoleh mikroorganisme dalam bentuk organik maupun anorganik, umumnya dalam bentuk-bentuk ion amonium dan ion
nitrat. Ion amonium dapat diasimilasi langsung oleh sel melalui proses aminasi molekul asam keto menjadi asam glutamat. Kemudian senyawa amino
dipindahkan ke asam-asam keto yang lain melalui transaminasi, sehingga membentuk asam amino yang lain. Saat asam-asam amino tersebut terbentuk,
nitrogen dengan mudah tergabung kedalam protein dan asam nukleat Grady dan Lim, 1980.
Pada proses denitrifikasi, nitrogen-nitrat N-NO
3
- berfungsi sebagai terminal
penerima hidrogen pada proses respirasi mikrobial sebagai pengganti ketiadaan oksigen molekuler. Pada proses reduksi N-NO
3
- terdapat dua tipe sistem enzim
yang berperan, yaitu asimilasi dan disimilasi. Proses asimilasi reduksi nitrat terjadi jika tidak tersedia sumber N yang lain selain nitrat. Dalam kondisi ini N-
NO
3
- dikonversi menjadi N-amonia untuk digunakan sebagai komponen sel
dalam biosintesis. Pada proses disimilasi reduksi nitrat terjadi pada saat N- NO
3
- dikonversi menjadi gas nitrogen. Konversi ini melalui beberapa senyawa
antara yaitu HNO
2
, NO, dan N
2
O. Proses denitrifikasi memerlukan penyumbang elektron yang berasal dari bahan organik atau senyawa-senyawa tereduksi
seperti sulfida atau hidrogen Van Loosdrecht dan Jetten, 1998. Fungsi nitrat sebagai terminal penerima elektron dalam respirasi mikrobial dapat dilihat pada
Gambar 4. Langkah-langkah dalam reaksi penurunan bilangan oksidasi nitrat adalah sebagai berikut:
NO
3 _
NO
2 _
NO N
2
O N
2
Bakteri-bakteri denitrifikasi memanfaatkan potensial redoks positif tersebut, yaitu dari nitrat E
o
NO
3 _
NO
2 _
= +0,43 V, nitrit E
o
NO
2 _
NO = +0,35 V, nitric oxide E
o
NO N
2
O = +1,175 V, nitrous oxide E
o
N
2
O N
2
= +1,355 V, untuk memenuhi kebutuhan energi melalui proses sintesa ATP dan transpor elektron
Einsle dan Kroneck, 2004. Sekuen penurunan bilangan oksidasi nitrogen selama proses denitrifikasi tersebut dikatalisis oleh beberapa peran sistem
enzim, yaitu nitrat reduktase, nitrit reduktase, nitric oxide reductase dan nitrous oxide reduktase Einsle dan Kroneck, 2004.
Karena N-NO
3
- berperan sebagai penerima elektron, konsentrasinya dapat
juga disetarakan dengan basis oksigen, yaitu setiap mg N-NO
3
- setara dengan
2,86 mg O
2
dalam menerima sejumlah elektron yang sama Grady dan Lim, 1980.
Gambar 4. Diagram rute aliran elektron pada respirasi mikrobial Grady dan Lim, 1980
Proses denitrifikasi sangat dipengaruhi oleh nisbah ketersediaan sumber karbon dan nitrogen Dold
et al, 1980 dan Zayed dan Winter, 1998. Nisbah CODMLVSS berada pada selang 1,43 dan 1,48 mg CODmg MLVSS
merupakan nisbah yang terbaik dalam memberikan keseimbangan energi, untuk sintesis lumpur dan konsumsi oksigen pada reaksi sintesis Dold
et al., 1980; Henze
et al., 1987; Munch et al., 1999 . Nisbah COD dan nitrat juga dapat mempengaruhi efisiensi penyisihan nitrat. Nisbah CODnitrat yang baik berkisar
antara 5 sampai 6 merupakan nisbah optimal untuk penyisihan nitrogen. Pada
Substrat
NADH
2
Flavin
Quinon
Cytochrome b
Cytochrome c
Cytochrome a ATP
ATP
ATP
ATP Produk
Fermentasi
NO
3 -
NO
2 -
NO
2 -
NO
H
2
O O
2
Respirasi Anoksik
Respirasi Aerobik
nisbah yang rendah, nitrit terbentuk menandakan proses denitrifikasi terhambat Zayed dan Winter, 1998. Menurut Beschkov
et al. 2004 proses denitrifikasi dapat juga dipercepat dengan pemberian medan listrik yang tetap
constant electric field. Dalam penelitiannya medan listrik statik dapat mempercepat
reduksi nitrat dengan mengurangi waktu dalam fase lag pertumbuhan bakteri denitrifikasi.
Carrera et al. 2003 dalam penelitiannya menyebutkan bahwa laju
denitrifikasi yang diperoleh dengan sistem lumpur-ganda lebih tinggi dibandingkan dengan sistem lumpur-tunggal. Selain itu disebutkan pula bahwa
suhu berpengaruh penting pada laju denitrifikasi. Koefisien suhu yang diperoleh pada selang antara 10 – 25
C adalah 1,10 dan pada selang 6 – 10 C adalah
1,37. Secara keseluruhan proses nitrifikasi-denitrifikasi tersebut dapat ditulis
sebagai berikut :
Pada alur proses nitrifikasi dan denitrifikasi yang lazim tersebut, dilaporkan
juga terdapat proses yang tidak lazim. Menurut Van de Graaf et al. 1990 dalam
Muller et al. 1995 amonia dan nitrat secara simultan dapat dikonversi menjadi
gas nitrogen pada kondisi anoksik. Proses denitrifikasi tersebut terjadi pada kondisi adanya oksigen. Diantara bakteri-bakteri tersebut ditemukan bakteri-
bakteri spesies heterotrof seperti Thiosphaera pantotropha dan nitrifier ototrof.
Menurut Einsle dan Kroneck 2004, proses perubahan nitrogen anorganik ini termasuk didalamnya senyawa nitrat, nitrit dan amonium menjadi N
2
melalui jalur oksidasi amonia anaerobik yang disebut proses Anammox. Persamaan
reaksi proses anammox ini adalah sebagai berikut: NH
4 +
+ NO
2
-
N
2
+ H
2
O
2.6. Kinetika Pertumbuhan Mikroorganisme