menunjukkan potensi aktif. Dengan menempatkan perempuan dalam posisi politik, maka perwakilan politik perempuan dapat terealisasi. Karena itu, caleg perempuan di
Tewah pada Pemilu Legislatif Tahun 2009 di Kabupaten Gunung Mas adalah rekruitmen politik yang membuka kesempatan perwakilan politik perempuan. Mereka
difasilitasi oleh partai untuk terlibat aktif dalam politik praktis yang sebenarnya dapat mereka gunakan sebagai media yang dapat membawa mereka mencapai tujuan
politik. Tetapi karena rekruitmen mendadak yang dilakukan kepada mereka dalam kondisi politik yang singkat, maka sangatlah tidak mudah bagi mereka untuk
merepresentasikan diri sebagai perwakilan politik perempuan, yang kolektif dapat mengambil keputusan politik dan lolos ke kursi DPRD Kabupaten Gunung Mas.
B. PELUANG POLITIK PADA PEMILU LEGISLATIF TAHUN 2009
TIDAK DIMANFAATKAN SECARA MAKSIMAL
Diberlakukannya UU No 2 Tahun 2008 tentang partai politik yang mengakomodir 30 keterwakilan perempuan dalam pendirian dan pembentukan
partai politik dan kepengurusan partai politik, selanjutnya pasal 53 dan pasal 55 UU No 10 Tahun 2008, ditentukan minimal 30 keanggotaan perempuan di parlemen
memang sangat berpengaruh terhadap partisipasi politik perempuan di Kelurahan Tewah. Pemilu Legislatif Tahun 2009 di Kabupaten Gunung Mas diwarnai kehadiran
perempuan yang dikatakan sebagai implementasi dari diberlakukannya UU yang memberikan kesempatan dan jaminan bagi kehadiran perempuan di dunia politik.
Tersedianya “motor politik” dalam hal ini partai politik, yang telah menyiapkan kuota bagi perempuan, pada hakikatnya adalah menjembatani politik
perempuan kepada peluang yang dapat saja menjadi sebuah kesuksesan. Apabila dicermati, pada PemiluLegislatif Tahun 2009 di Kabupaten Gunung Mas, khususnya
di Kelurahan Tewah, para caleg perempuan di tempat ini cukup mendapatkan kesempatan yang bagus. Terdapat 30 partai yang memiliki Pengurus Anak Cabang
PAC, memberikan kesempatan yang banyak bagi perempuan yang ingin menjadi caleg untuk memilih partai yang dapat mensukseskan cita-cita politiknya. Pemikiran
ini dilatarbelakangi pula dengan situasi politik yang baik, dengan dibukanya kesempatan
bagi perempuan
yang berminat
untuk mencalonkan
diri, mengkampanyekan visi dan misinya untuk konstituen, sehingga melalui itu
konstituen menerima kehadiran caleg perempuan tidak sebagai pelengkap syarat belaka, melainkan benar-benar hadir sebagai pelaku politik yang memperjuangkan
aspirasi masyarakat kelak jika terpilih. Jikalau saja para caleg perempuan ini menggunakan kesempatan dengan kesiapan politik yang cermat, tidak menutup
kemungkinan mereka dapat lolos. UU No 10 Tahun 2008, yang merupakan solusi untuk keterwakilan
perempuan dalam rangka pemilihan wakil-wakil rakyat, baik di tingkat pusat parlemen maupun di tingkat daerah DPRD, memberikan pijakan kuat bagi langkah
politik caleg perempuan. Permasalahan yang kemudian muncul dari para caleg perempuan adalah kerap terjadi adalah kendala dari perempuan itu sendiri, yang
selanjutnya disebut faktor internal Nantri, 2004. Salah satunya perempuan sering kurang percaya diri, sehingga tidak siap mental dan psikologis untuk memasuki dan
melaksanakan fungsi-fungsi jabatan sebagai perumus kebijakan maupun pengambil keputusan. Hal ini dapat kita pelajari dari pengalaman kebanyakan caleg perempuan
di Kelurahan Tewah yang gagal mendapatkan kursi Legislatif untuk tingkat Kabupaten Gunung Mas. Ketika mereka bersedia direkrut oleh pihak partai bahkan
dicalonkan oleh partai untuk bersaing meraih posisi politik di kursi legislatif, secara umum bukan karena mereka memiliki kepercayaan diri untuk berpolitik, tetapi
mereka melakukan aksi politik karena sekedar melengkapi syarat demi ketentuan UU.Peluang politik yang tersedia tidak dimanfaatkan secara maksimal. Padahal
Pemilu legislatif Tahun 2009 sangat potensial bagi caleg perempuan untuk mendapatkan kesuksesan politik mereka. Karena pada Pemilu legislatif Tahun 2009
wajah politik berubah dengan kehadiran kaum perempuan di partai-partai politik besar maupun partai-partai politik yang baru. Sistem politik telah memperkenalkan
konsep yang berubah dengan memperkenalkan figur-figur perempuan. Caleg perempuan di Kelurahan Tewah secara umum dapat dikatakan sebagi
caleg perempuan yang telah melakukan partisipasi politik secara aktif. Meskipun mereka tidak lolos, paling tidak hal lain yang perlu dilihat dari sisi pembelajaran
politik, adalah mereka telah memberanikan diri untuk tampil di ruang publik. Kehadiran mereka dalam Pemilu Legislatif Tahun 2009 di kabupaten Gunung Mas,
memberikan pula pelajaran bagi perempuan di daerah itu, bahwa perempuan sekarang telah mengalami peningkatan dalam partisipasi politik dalam upaya peningkatan
keterwakian perempuan di bidang politik. Kehadiran para caleg perempuan yang fenomenal ini menyemarakkan pesta
demokrasi masyarakat di Kelurahan Tewah. Pemenuhan kuota dengan kehadiran UU No 2 Tahun 2008 dan Pasal 53 serta pasal 55 UU No 10 Tahun 2008, membawa
perempuan di Kelurahan Tewah untuk terlibat dan mencalonkan diri. Peluang politik
ini dapat dilihat dalam dua pembagian. Peluang yang pertama adalah: Pemilu Legislatif 2009 di Kabupaten Gunung Mas, adalah pemilu yang diharapkan sebagai
sarana yang dapat mengantar perempuan ke kursi legislatif mewujudkan cita-cita politiknya. Peluang yang kedua adalah: Pemilu Legislatif Tahun 2009 di kabupaten
Gunung Mas, adalah sebuah pengalaman yang berharga dan sebagai tindakan partisipatif dengan tujuan yang beragam. Misalnya keinginan untuk coba-coba ikut
berpolitik, ikut mensukseskan kandidat lain dari partai yang sama. Seperti yang sudah disampaikan dalam bab sebelumnya. Dari beragam motivasi politik yang telah
diungkapkan para caleg perempuan di Kelurahan Tewah, memberikan gambaran posisi perwakilan politik perempuan. Bahwa perempuan yang ikut menjadi Caleg
pada Pemilu Legislatif 2009 di Kelurahan Tewah memiliki beragam motivasi politik. Pemilu Legislatif Tahun 2009 adalah pemilu Legislatif kedua yang pernah
dilaksanakan di kabupaten Gunung Mas, semenjak terbentuknya Kabupaten Gunung Mas, yaitu sesuai dengan Undang-Undang nomor 5 tahun 2002 tentang pembentukan
Kabupaten di Provinsi Kalimantan Tengah. Pemilu Legislatif yang pertama dilaksanakan pada tahun 2004. Kondisi ini tentunya turut mempengaruhi kondisi
politik di Kelurahan Tewah. Kondisi yang dimaksud adalah para perempuan yang mengikuti bursa Pemilu Legislatif Tahun 2009 dengan menjadi caleg perempuan,
tentunya masih memiliki pengalaman politik yang minim. Keikutsertaan mereka sebagai bagian dari partai pengusung dengan memenuhi tuntutan kuota perempuan
yang harus dipenuhi, secara umum adalah pengalaman pertama mereka berpolitik. Artinya para caleg perempuan, belum memiliki pengalaman dalam berpartai dan
dalam bentuk komunikasi politik. Meskipun mereka menyadari akan “kekurangan”
mereka, namun partisipasi politik secara aktif sebagai calon legislatif perempuan telah memberikan pembelajaran politik yang dapat dijadikan pengalaman politik.
Pengalaman dari para caleg perempuan ini tentunya sangat berguna bagi mereka dalam memikirkan langkah politik selanjutnya.
Proses menjadi caleg perempuan dialami para caleg perempuan di Kelurahan Tewah dalam pengalaman dan motivasi politik mereka yang beragam. Kegagalan
mereka dalam memperoleh kursi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Tingkat II Kabupaten Gunung Mas adalah karena berbagai faktor yang turut mempengaruhi
langkah politik mereka. Adapun yang dapat dilihat sebagi faktor yang turut mempengaruhi kegagalan politik mereka adalah: Pengalaman mereka dalam
berpolitik yang masih minim, dalam hal ini pengalaman mereka dalam berpartai dan memahami seperti apa sebenarnya politik itu; Pengalaman berorganisasi yang belum
memadai; Kesiapan dana yang masih belum memadai; Motivasi politik yang masih belum jelas; Fokus politik yang masih kabur, sehingga strategi politik pun kabur. Dari
hal-hal seperti inilah banyak pembelajaran yang didapatkan bagi langkah selanjutnya. Kegagalan caleg perempuan di Kelurahan Tewah untuk lolos ke kursi Dewan
Perwakilan Rakyat tingkat II Kabupaten Gunung Mas, adalah gambaran kesiapan perempuan di daerah itu dalam menyikapi politik praktis. Diakui kalau mereka yang
telah mencalonkan diri pada Pemilu Legislatif Tahun 2009, sebagai pemenuhun kuota UU yang telah berlaku sebagai jaminan politik bagi perwakilan politik perempuan,
masih tidak siap untuk mengimplementasikan representasi perempuan yang siap untuk berpolitik dan memperjuangkan hak-hak politiknya. Jikalau dilihat dari kondisi
pesta demokrasi pada Pemiihan Umum Legislatif 2009, perempuan yang selama ini
dalam sikap “biasa-biasa” dalam partisipasi politik, maka pada Pemilu Legislatif 2009 telah mendapatkan tempat dalam mengaktualisasikan represrentasi politik
perempuan. Sebagai figur yang dikenal dalam keseharian dan memiliki keluarga yang luas extended familiy, maka peluang untuk mendapatkan suara konstituen terbuka,
namun logika ini tentunya dilihat pula dari segi keseriusan dalam mengambil sikap politik. Tentunya pendekatan dan upaya kampanye sangat mempengaruhi pilihan
konstituen. Ketika caleg perempuan ini tidak memiliki waktu, daya dan dana yang cukup dalam mengkampanyekan diri, maka tentu akan mempengaruhi hasil
pemilihan, dan itu terbukti ketika mereka gagal untuk lolos ke keursi DPRD Tingkat II Kabupaten Gunung Mas.
Sikap politik yang serius dan upaya dalam pencapaian target politik, adalah bagian dari strategi politik yang mempengaruhi tercapainya sebuah tujuan politik.
Kebanyakan pengalaman caleg perempuan di Kelurahan Tewah, mereka direkrut oleh partai politik karena mereka ingin coba-coba untuk berpolitik dan mereka bersedia
karena melengkapi ketentuan UU, demi kenalan atau kerabat mereka sebagai kandidat dari partai yang sama, dengan motivasi kenalan ataupun kerabat mereka
dapat lolos. Kondisi Partisipasi politik yang demikian tidak dapat dikatakan sebagai upaya representasi dari perwakilan politik perempuan.
Sistem keterwakilan politik perempuan yang dikaitkan dengan affirmatif Actions, sebagai langkah dari solusi mengejar keterbelakangan perempuan dari kaum
pria yang menjadi bagian dari UU No 10 Tahun 2008 telah diaplikasi oleh para caleg perempuan di Kelurahan Tewah dengan cara menjadi anggota partai dan
mencalonkan diri dalam persaingan meraih kursi legislatif untuk Kabupaten Gunung Mas.
Keterwakilan perempuan yang dituangkan dalam UU No 10 Tahun 2008 dihadirkan dalam rangka pemilihan wakil-wakil rakyat, baik di tingkat pusat
parlemen maupun di tingkat daerah DPRD, sangat penting bagi realisasi politik keterwakilan perempuan atau yang dikenal pula dengan istilah feminisasi politik.
Ketika partai telah memenuhi persyaratan dengan merekrut perempuan dalam kuota 30 dalam komposisi partai, maka upaya feminisasi politik dijalankan dalam wujud
keikutsertaan perempuan sesuai dengan UU yang berlaku. Dalam bentuk pencalonan perempuan di Kelurahan Tewah sebagai calon anggota legislatif, maka proses
feminisasi politik di tempat ini sudah dimulai. Meskipun yang kemudian menjadi hasil dari upaya feminisasi politik itu, belum dapat dicapai dengan baik disebabkan
kegagalan para caleg perempuan di tempat itu mendapatkan kursi legislatif karena minimnya suara yang mereka dapatkan.
Peluang perempuan yang cukup baik pada Pemilu Legislatif Tahun 2009, memberikan harapan politik yang baik bagi caleg perempuan. Dari peluang yang
tersedia itu, maka pemanfaatan peluang menjadi bagian yang penting pula. Permasalahan yang muncul adalah ketika mereka tidak siap untuk bersaing dalam
berpolitik. Disadari kalau dalam dunia politik praktis dalam merebut kursi legislatif, maka setiap orang yang telah memilih sikap politik dengan mencalonkan diri, harus
siap pula menerima segala konsekuensi dari politik yang diikuti. Adanya kesadaran awal dari para caleg perempuan di Kelurahan Tewah, bahwa mereka tentu tidak
mudah untuk meraih kursi legislatif. Memenuhi keperluan politik sebagai upaya
mencapai tujuan politik memang tidak hanya membutuhkan sarana politik saja, tetapi beragam kesiapan politik dalam representasi politik yang siap untuk bersaing.
Aplikasi politik yang telah dilakukan para caleg perempuan di Kelurahan Tewah, adalah reaksi politik yang baru mereka jalani. Kegagalan mendapatkan kursi
legislatif di Kabupaten Gunung Mas, tidak hanya dilihat sebagai kegagalan politik perempuan di tempat ini. Tetapi proses politik yang telah dialami itu adalah proses
pembelajaran politik yang baik bagi kaum perempuan yang berminat di bidang politik, bahkan memiliki rencana politik ke depan. Representasi para caleg
perempuan di Kelurahan Tewah pada Pemilu Legislatif Tahun 2009 di Kabupaten Gunung Mas dapat dijadikan momentum politik yang baik, guna proses politik yang
baik ke depan. Dari proses yang sudah dilalui, mereka dapat belajar dan berbenah diri dalam menentukan langkah politik selanjutnya. Sehingga representasi perempuan
dalam berpolitik, benar-benar representasi yang berkualitas dalam memperjuangkan kepentingan-kepentingan politik yang bertujuan menciptakan wajah politik yang baik
di Negara Indonesia. Pemilu Legislatif tahun 2009 yang telah memberikan peluang kepada kaum perempuan, membuka pikiran politik warga masyarakat, bahwa pada
kondisi dewasa ini, semua warga negara berhak memperoleh hak politiknya dan dijamin dalam mempergunakan hak politiknya.
Pemilu Legislatif Tahun 2009 adalah langkah nyata dalam upaya memperjuangkan kesetaraan gender yang tentunya masih harus terus diperjuangkan.
Langkah ini adalah langkah bagi pemberdayaan kaum perempuan di bidang politik. Hal yang perlu untuk ditindaklanjuti kemudian dari wacana ini adalah, bagaimana
kaum perempuan dapat mempergunakan momentum ini ke depannya. Para caleg
perempuan di Kelurahan Tewah yang telah mengalami kegagalan politik, menjadi pembelajaran bagi kaum perempuan di tempat ini maupun seluruh perempuan yang
berjuang di bidang politik. Peluang politik yang mengaplikasikan demokrasi dengan menempatkan
perempuan memiliki hak dalam memenuhi perwakilan politik mereka, adalah demokrasi yang dibangun dalam pengembangan eksistensi perempuan yang
diharapkan optimal. Para caleg perempuan di Kelurahan Tewah yang telah gagal dalam meraih kursi legislatif pada Pemilu Legislatif Tahun 2009 di Kabupaten
Gunung Mas, mengalami proses demokrasi politik yang harus terus dilanjutkan.
C. PEROLEHAN SUARA YANG MINIMUM