BAB IV ANALISIS TERHADAP FAKTOR PENYEBAB TIDAK
TERPILIHNYA 11 ORANG CALEG PEREMPUAN
A. CALEG PEREMPUAN DI KELURAHAN TEWAH MENGALAMI
REKRUTMEN POLITIK MENDADAK
Perempuan dan Politik di Tewah Pada Pemilu Dewan Perwakilan Rakyat 2009 di Kabupaten gunung Mas adalah bagian dari realitas perjalanan kehidupan
politik perempuan di Indonesia. Hanya saja yang sangat signifikan dari kondisi politik perempuan di tempat ini adalah karena 11 orang yang mencalonkan diri tidak
ada yang lolos ke kursi DPRD Kabupaten Gunung Mas untuk periode 2009-2014. Memperhatikan upaya perempuan yang telah menjadi caleg pada Pemilu Legislatif
Tahun 2009, maka dilihat perempuan di tempat ini mendapat peluang dan kesempatan untuk ikut serta berperan aktif dalam kegiatan politik. Keterlibatan ini
adalah aktualisasi dari perwakilan politik perempuan itu sendiri. Perempuan yang mengalami rekruitmen politik telah menemukan media politik, guna kelanjutan
motivasi maupun tujuan politik yang dimiliki. Perempuan di Kelurahan Tewah yang mencalonkan diri pada Pemilu
Legislatif Tahun 2009 di Kabupaten Gunung Mas adalah para pelaku politik yang telah menggunakan hak politiknya. Partai yang mengajak mereka untuk turut aktif
dalam kegiatan politik, membuka seleksi kepemimpinan selection of leadership, karena tujuan dari rekruitmen itu sendiri sebenarnya merupakan fungsi dari partai,
yakni sebagai perluasan lingkup partisipasi politik, yang dilaksanakan melalui kontak pribadi, persuasi dan sebagainya, sebagaimana yang dikatakan oleh Miriam Budiarjo.
Kelanjutan dari rekruitmen politik bagi perempuan di tempat ini sudahkah sebagai representasi politik yang memperjuangkan keterwakilan mereka dalam upaya
penguatan hak-hak politik. Aktualisasi politik yang dilakukan perempuan yang ikut mencalonkan diri
pada Pemilu Legislatif Tahun 2009 di Kabupaten Gunung Mas, dalam rekruimen politik adalah aksi politik. Menurut Chusnul
Mar‟iyyah ketika berbicara tentang politik maka berbicara tentang power yang dapat dikelompokan dalam pengertian
ability kemampuan, capacity kecakapan, faculty kemampuan, potential kesanggupan, skill kepandaian. Ketika dihubungkan dengan aksi politik yang
dilakukan oleh perempuan di Kelurahan Tewah, sudahkah dalam diri mereka terdapat kemampuan, kecakapan, kesanggupan dan kepandaian sebagai modal dasar mereka
terlibat dalam dunia politik nyata yang mereka jalani. Sedangkan menurut Lovenduski politik terdiri atas person, proses, hubungan, lembaga dan prosedur yang
dapat membuat keputusan-keputusan berwibawa. Selanjutnya ia katakan bahwa tidak semua yang disebut politik oleh banyak orang dimasukkan dalam deskripsi politik.
Bagian lain yang menentukan proses dari keterwakilan perempuan dalam politik adalah lembaga-lembaga dari perwakilan politik itu sendiri.
Dari konsep politik yang demikian apa yang dapat dipahami dari perwakilan politik yang terjadi pada perempuan di Tewah yang mencalonkan diri dan tidak lolos.
Jika konsep politik digambarkan sedemikian rupa oleh Chusnul Mar‟iyyah dan Lovenduski, maka aktualisasi politik perempuan yang ikut mencalonkan diri di
Pemilu Legislatif Tahun 2009 Kabupaten Gunung Mas, apakah memiliki muatan politik yang selaras dengan apa yang sudah dikonsepkan atau justru sebaliknya?.
Pertanyaan ini muncul dari rekruitmen politik terhadap mereka, yang selanjutnya menggali apakah keberadaan mereka benar-benar merupakan kelompok perempuan
yang telah memperjuangkan keterwakilan mereka dalam dunia politik. Jika aktualisasi politik yang sudah mereka lakukan memuat konsep politik di atas, lalu
aksi politik seperti apa yang sudah dilakukan, guna melihat rekruitmen terhadap mereka sebagai kelompok perwakilan politik perempuan ?
Representasi perempuan dalam sistem politik adalah hal yang baik bagi demokrasi. Karena dengan adanya representasi perempuan membuat semangat dalam
representasi politik. Reformasi politik di indonesia telah memberikan harapan yang besar bagi kaum perempuan. Munculah berbagai usaha pemberdayaan hak-hak politik
perempuan. Keadaan ini mendukung kebangkitan kaum perempuan dalam merepresentasikan kelompoknya dalam perwakilan politik. Sebagaimana yang
dikatakan oleh Lovenduski bahwa perwakilan politik sebuah kelompok dapat dipahami sebagai kehadiran anggota-anggota kelompok tersebut dalam lembaga-
lembaga politik formal. Dalam teori perwakilan politik yang menyatakan bahwa para wakil bertindak demi kelompok yang mereka wakili. Representasi perempuan di
Tewah pada Pemilu Legislatif 2009 adalah tidak seperti dalam teori. Representasi mereka adalah karena proses rekruitmen politik yang dijalankan pada mereka, tanpa
mereka dipersiapkan secara konsep politik. Menurut Lovenduski perwakilan politik perempuan dapat saja terwujud
dengan adanya pemilihan. Dikatakan demikian, karena pemilihan berfungsi sebagai
pasar yang sempurna dimana semua permintaan politik dibuka. Pemilu Legislatif Tahun
2009 di Kabupaten Gunung Mas adalah “pasar politik” yang dapat dijadikan momentum yang baik bagi perempuan di kelurahan Tewah yang mencalonkan diri,
untuk melakukan tindakan politik yang merepresentasikan suara perempuan yang diharapkan dapat mengubah wajah politik ke arah yang lebih baik. Pemilihan yang
merupakan “pasar politik” seharusnya dapat dipergunakan dengan baik, guna menunjukkan kepribadian politik yang dimiliki perempuan. Maka dapat dikatakan
bahwa perwakilan politik perempuan dalam rekruitmen politik, adalah langkah awal bagi perempuan itu sendiri untuk mengaktualkan kemampuan politik. Sehingga
kehadiran mereka benar-benar diperhitungkan dan dipentingkan dalam keputusan- keputusan politik. Mengenai gagasan bahwa perwakilan politik perempuan tidaklah
selalu mewakili kepentingan mereka, adalah juga gagasan yang harus dinilai ulang. Karena jika ada pengabaian dari kepentingan yang harus diperjuangkan untuk orang
banyak, maka akan terjadi peregeseran substansi dari perwakilan politik perempuan itu sendiri.
Rekruitmen politik adalah pintu masuk bagi perwakilan politik perempuan dalam realitas perempuan dan politik di Kelurahan Tewah pada Pemilu Legislatif
Tahun 2009 di Kabupaten Gunung Mas, memberikan fakta bahwa sebuah perwakilan politik adalah adanya kesiapan dari person atau kelompok yang direkrut, guna
representasi politik mereka dapat terjadi dan tidak hanya sekedar sebuah lompatan politik yang dapat mematahkan tujuan politik dari kelompok yang diwakili. Dengan
adanya perempuan, maka mereka dapat mewakili kelompok yang merujuk kembali kepada proses keterlibatan kolektif. Mereka dapat berbicara untuk organisasi mereka
dan dapat menyampaikan aspirasi internal dalam representasi politik yang proporsional.
Perempuan yang mencalonkan diri dari Kelurahan Tewah Pada Pemilu Legislatif Tahun 2009 di Kabupaten Gunung Mas, menunjukkan kompleksitas dari
politik perempuan itu sendiri. Integrasi perempuan dalam wacana politik sebenarnya diajukan untuk mendukung tuntutan atas perwakilan perempuan dalam politik.
Eksistensi perempuan dalam wacana politik tentu tidak selalu memiliki arah dan tujuan yang sama. Karena perwakilan politik perempuan tidak selalu muncul dari
perempuan itu sendiri. Perwakilan politik terjadi dapat saja karena dorongan dari orang lain, dan juga atas kehendak dan motivasi yang jelas dari perempuan itu
sendiri. Dalam keadaan inilah, kemudian perwakilan politik perempuan dapat memiliki bentuk yang berbeda.
Lovenduski menjawab adanya bentuk yang berbeda dari perwakilan politik perempuan, dengan mengatakan bahwa dalam perwakilan politik perempuan terdapat
dua bentuk. Bentuk yang pertama adalah perwakilan deskriptif. Dijelaskan bahwa dalam bentuk ini kaum perempuan seharusnya berada dalam pembuatan keputusan
sebanding dengan keanggotaan mereka. Dalam perwakilan deskriptif, para wakil ini ada atas nama pribadi dan hidup mereka sendiri, dalam arti tertentu yang khas dan
lebi besar dari orang-orang yang mereka wakili. Bentuk yang kedua adalah perwakilan substantif. Dalam bentuk yang kedua ini diarahkan pada ide mengenai
kepentingan. Perwakilan substantif menyarikan isi dari dari keputusan-keputusan para
wakil.
91
Kedua bentuk perwakilan ini dapat ditelusuri dari motivasi caleg perempuan di Kelurahan Tewah. Apakah perwakilan mereka adalah untuk kepentingan pribadi
mereka, atau apakah perwakilan mereka adalah untuk kelompok mereka? Jika keberadaan mereka sebagai caleg adalah untuk memperjuangkan harapan politiknya
dan memperjuangkan kepentingan orang banyak, maka mereka dapat dikatakan sebagai reprentatif dari kelompok yang memperjuangkan mereka. Sebaliknya jika
perwakilan politik mereka adalah untuk kepentingan orang lain, maka perwakilan politik mereka tidak dapat dikatakan sebagai representatif dari kelompok yang
memperjuangkan mereka. Perwakilan politik perempuan yang terjadi di Pemilu Legislatif 2009 adalah
merujuk kembali kepada tiga macam argumen yang disampaikan oleh Lovenduski, untuk mendukung tuntutan atas perwakilan perempuan yaitu: Argumen keadilan,
yang menyatakan bahwa sangatlah tidak adil jika kaum laki-laki memonopoli perwakilan. Perempuan secara formal mempunyai kewargaan yang sama dengan
laki-laki dalam sistem demokratis; Argumen Pragmatis, yang menyatakan bahwa perempuan memiliki kepentingan-kepentingan khusus yang hanya dapat dimengerti
dan diwakili oleh perempuan sendiri; argumen perbedaan, yang berpendapat bahwa interaksi hubungan gender dan perbedaan sosial mempunyai pengaruh yang sangat
penting pada kekuasaan politik dari macam-macam kelompok perempuan maupun laki-laki.
92
Ketiga argumen yang diajukan ini, ketika diperhadapkan kepada situasi politik perwakilan perempuan di Pemilu Legislatif 2009 merupakan argumen yang
91
Bdk. Lovenduski, Perempuan Berparas Politik..., 39-42.
92
Bdk. Ibid., 48-52.
dituangkan dalam affirmatif actions, sehingga perempuan di Kelurahan Tewah mengalami perubahan politik yang signifikan.
Pemilu Legislatif 2009 berbeda dari sebelumnya, dengan hadirnya caleg perempuan
yang “seharusnya” diharapkan benar-benar merepresentasikan perwakilan politik perempuan dengan didasari ketiga argumen yang diajukan Lovenduski.
Persoalan yang kemudian muncul adalah karena kehadiran caleg perempuan ini adalah karena keberadaan partai yang membutuhkan caleg perempuan untuk
melengkapi ketentuan UU, sehingga proses rekruitmen dan tujuan implementasi politik itu sendiri tidak dipahami secara holistik oleh kebanyakan caleg perempuan di
Kelurahan Tewah. Karenanya kemudian terjadi kegagalan politik. Kegagalan politik yang dialami oleh caleg perempuan dari kelurahan Tewah adalah karena mereka
kebanyakan direkrut secara mendadak oleh pihak partai tanpa mereka memiliki pengetahuan yang cukup dalam proses rekruitmen tersebut.
93
Caleg perempuan di Tewah secara umum, juga
tidak memiliki “modal politik” yang memadai. Baik dalam minimnya pengalaman di dunia politik, berorganisasi di masyarakat, maupun
motivasi politik yang masih belum terarah, sebagaimana yang telah dipaparkan dalam bab sebelumnya.
Rekruitmen politik dan proses menjadi caleg dilakukan oleh pihak partai kepada perempuan di Kelurahan Tewah. Pemilu Legislatif Tahun 2009 di Kabupaten
Gunung Mas, memberikan ruang untuk perempuan di Kelurahan Tewah memunculkan kesadaran politik aktif. Gerakan transformasi terbuka untuk perempuan
di tempat ini, untuk membuktikan kepercayaan diri dalam aktualisasi politik dengan
93
Wawancara, muderson Ketua PPK Tewah Tahun 2009, Tewah:25 desember 2011.
menunjukkan potensi aktif. Dengan menempatkan perempuan dalam posisi politik, maka perwakilan politik perempuan dapat terealisasi. Karena itu, caleg perempuan di
Tewah pada Pemilu Legislatif Tahun 2009 di Kabupaten Gunung Mas adalah rekruitmen politik yang membuka kesempatan perwakilan politik perempuan. Mereka
difasilitasi oleh partai untuk terlibat aktif dalam politik praktis yang sebenarnya dapat mereka gunakan sebagai media yang dapat membawa mereka mencapai tujuan
politik. Tetapi karena rekruitmen mendadak yang dilakukan kepada mereka dalam kondisi politik yang singkat, maka sangatlah tidak mudah bagi mereka untuk
merepresentasikan diri sebagai perwakilan politik perempuan, yang kolektif dapat mengambil keputusan politik dan lolos ke kursi DPRD Kabupaten Gunung Mas.
B. PELUANG POLITIK PADA PEMILU LEGISLATIF TAHUN 2009