ANALISIS TINGKAT CHEMICAL OXYGEN DEMAND (COD), BIOCHEMICAL OXYGEN DEMAND (BOD), DAN TOTAL DISSOLVE SOLID (TDS) AIR LAUT DI PERAIRAN TELUK LAMPUNG

(1)

ABSTRACT

ANALYSIS OF CHEMICAL OXYGEN DEMAND (COD), BIOCHEMICAL OXYGEN DEMAND (BOD), AND TOTAL DISSOLVE SOLID (TDS)

LEVEL OF SALINE IN THE LAMPUNG BAY

By Kristi Arina

This research aimed to analyze the level of COD, BOD, and TDS in Lampung Bay. This analysis was conducted by using titrimetri method for COD, winkler method for BOD, and DHL meter to TDS. The result of the research showed COD concentration ranged from 1323.2 mg/L to 4631.2 mg/L. The result of COD testing showed that there was influence of water depth so the water in the surface has different COD concentration with the water in the depth. And the result of BOD testing showed the concentration was about 36 mg/L to 340 mg/L. All samples had BOD concentration above the threshold of sea water quality standard. BOD value based on State Environment Minister’s decision No. 51 of 2004 about marine water quality standards for marine biota was 20 mg/L. Meanwhile the result of TDS testing showed the concentration was about mg/L to 9200 mg/L. The high of TDS did not always show the high of muddiness. This matter was appropriate with the experiment that was conducted by comparing TDS concentration through the color of samples. The color of water at Way Kuripan/ Pulau Pasaran (F) was green sludge, whereas the color of water at Pulau Pasaran was limpid but TDS concentration level at Pulau Pahawang was higher than concentration of Way Kuripan/ Pulau Pasaran.


(2)

ABSTRAK

ANALISIS TINGKAT CHEMICAL OXYGEN DEMAND (COD), BIOCHEMICAL OXYGEN DEMAND (BOD), DAN TOTAL DISSOLVE

SOLID (TDS) AIR LAUT DI PERAIRAN TELUK LAMPUNG

Oleh Kristi Arina

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tingkat COD, BOD dan TDS air laut di perairan Teluk Lampung. Analisis ini dilakukan dengan menggunakan metode titrimetri untuk uji COD, metode winkler untuk uji BOD, dan pengukuran DHL meter untuk uji TDS. Hasil penelitian menunjukkan konsentrasi COD berkisar antara 1323,2 mg/L sampai 4631,2 mg/L. Hasil uji COD menunjukkan adanya pengaruh kedalaman air sehingga air yg terdapat di permukaan memiliki konsentrasi COD yang berbeda dengan air yang terdapat di kedalaman. Pada uji BOD hasil penelitian menunjukkan konsentrasi berkisar antara 36-340 mg/L. Semua sampel memiliki kadar BOD diatas ambang batas baku mutu air laut. Menurut Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 51 Tahun 2004 Baku Mutu Air Laut untuk biota laut nilai BOD yaitu 20 mg/L. Sedangkan hasil penelitian uji TDS konsentrasi rerata berkisar antara 8760 mg/L sampai 9200 mg/L. Tingginya padatan terlarut tidak selalu diikuti dengan tingginya kekeruhan. Hal ini sesuai dengan pengamatan yang dilakukan dengan membandingkan konsentrasi TDS terhadap warna sampel. Pada Kawasan Way Kuripan/Pulau Pasaran (F) warna air pada sampel hijau keruh, sedangkan pada Kawasan Pulau Pahawang warna air lebih bening tetapi tingktat konsentrasi TDS di Kawasan Pulau Pahawang lebih tinggi dibandingkan di Way Kuripan/Pulau Pasaran.


(3)

ANALISIS TINGKAT CHEMICAL OXYGEN DEMAND (COD), BIOCHEMICAL OXYGEN DEMAND (BOD), DAN TOTAL DISSOLVE

SOLID (TDS) AIR LAUT DI PERAIRAN TELUK LAMPUNG

Oleh KRISTI ARINA

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA SAINS

pada Jurusan Kimia

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas lampung

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2015


(4)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Titik pengambilan sampel ... 23

2. Kondisi temperatur sampel ... 26

3. pH di berbagai lokasi pengambilan sampel ... 27

4. Hasil analisis COD (Chemical Oxygen Demand) ... 30

5. Hasil analisis BOD (Biochemical Oxygen Demand) ... 34


(5)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... iv

DAFTAR LAMPIRAN ... v

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan Penelitian ... 3

1.3 Manfaat Penelitian ... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teluk Lampung... 4

2.2 Pencemaran Air ... 5

2.3 Parameter Kualitas Air ... 7

2.3.1 Parameter Fisik... 7

2.3.2 Parameter Kimia... 9

2.4 Biochemical Oxygen Demand (BOD) ... 10

2.5 Chemical Oxygen Demand (COD) ... 13

2.6 Total Dissolve Solid (TDS) ... 14

III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat ... 16

3.2 Alat dan Bahan ... 16

3.3 Prosedur Penelitian ... 17

3.3.1 Persiapan Sampling ... 17

3.3.2 Pengambilan Sampel Air ... 17


(6)

ii

3.3.4 Prosedur Analisis Kadar TDS... 18

3.3.5 Prosedur Analisis Kadar COD ... 19

3.3.6 Prosedur Analisis Kadar BOD ... 20

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Teluk Lampung ... 22

4.2 Pengambilan Sampel ... 23

4.3 Kondisi Sampel ... 24

4.4 Hasil Analisis COD ... 27

4.5 Hasil Analisis BOD ... 31

4.6 Hasil Analisis TDS ... 35

4.7 Validasi Metode ... 38

V. SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan ... 41

5.2 Saran ... 42 DAFTAR PUSTAKA


(7)

iii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Data analisis dan perhitungan COD (Chemical Oxygen Demand) ... 46 2. Data analisis dan perhitungan BOD (Biochemical Oxygen Demand) .... 52 3. Data analisis TDS (Total Dissolve Solid) ... 55 4. Hasil Validasi Metode Presisi untuk Uji TDS (Total Dissolve Solid) .... 56 5. Foto Kegiatan Penelitian ... 57


(8)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Data parameter fisik dan kimia kualitas air ... 25

2. Hasil analisis COD (Chemical Oxygen Demand) ... 28

3. Hasil analisis BOD (Biochemical Oxygen Demand) ... 32

4. Hasil Analisis TDS (Total Dissolve Solid) ... 36


(9)

(10)

(11)

MOTTO

Wahai orang-orang yang beriman jika kamu menolong

(agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan

meneguhkan kedudukanmu” (QS. Muhammad: 7)

...niscaya Allah akan mengangkat (derajat) orang-orang

yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu

beberapa derajat. Dan Allah Mahateliti apa yang kamu


(12)

PERSEMBAHAN

Dengan mengharapkan ridho Allah dan rahmat-Nya, skripsi ini

penulis sembahkan kepada:

Kedua orangtua, Bapak dan Ibu

Terimakasih untuk semua kasih sayang, doa dan pengorbanan yang

diberikan

Kakak, Kakek, Nenek, Tante, Om, dan Kelurga Besar

Terimakasih untuk semua dukungan dan semangatnya


(13)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Rejomulyo Lampung Timur, pada tanggal 20 Januari 1992. Penulis merupakan anak kedua dari dua bersaudara dan merupakan buah hati dari pasangan Bapak Sunarso dan Ibu Sumiyem yang diberi nama Kristi Arina.

Penulis menyelesaikan studi di Sekolah Dasar (SD) Negeri 1 Rejomulyo pada tahun 2004, Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 1 Pasir Sakti pada tahun 2007 dan Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 1 Pasir Sakti pada tahun 2010. Penulis kemudian terdaftar sebagai mahasiswa Jurusan Kimia Fakultas

Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung melalui jalur PKAB (Penelusuran Kemampuan Akademik dan Bakat) pada tahun 2010.

Selama menjadi mahasiawa, penulis pernah mendapatkan beasiswa Bidikmisi pada tahun 2010-2014. Penulis dalam penyelesaian studi, telah mengikuti Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Bekri, Lampung Tengah selama 40 hari pada bulan

Januari-Februari tahun 2014. Penulis pernah menjadi asisten praktikum kimia analitik mahasiswa Kimia angkatan 2013 pada tahun ajaran 2014/2015. Selain itu, penulis pernah mengikuti beberapa organisasi mahasiswa. Berikut beberapa organisasi dan amanah yang dipercayakan kepada penulis :


(14)

2. Kader Muda HIMAKI (KAMI) FMIPA pada tahun 2010-2011.

3. Rohani Islam (ROIS) FMIPA sebagai sekretaris biro Akademik pada tahun 2011-2012.

4. Himpunan Mahasiswa Kimia (HIMAKI) sebagai anggota bidang Sains dan Penalaran Ilmu Kimia pada tahun 2012-2013.

5. Rohani Islam (ROIS) FMIPA sebagai sekretaris bidang Kaderisasi pada tahun 2012-2013.

6. Bina Rohani Islam Mahasiswa (BIROHMAH) sebagai sekretaris bidang Kaderisasi pada tahun 2013-2014.

Penulis berharap masih dapat meneruskan tulisan-tulisan berikutnya dan dapat memberikan manfaat bagi agama, keluarga, nusa dan bangsa.


(15)

PERSEMBAHAN

Dengan mengharapkan ridho Allah dan rahmat-Nya, skripsi ini

penulis sembahkan kepada:

Kedua orangtua, Bapak dan Ibu

Terimakasih untuk semua kasih sayang, doa dan pengorbanan yang

diberikan

Kakak, Kakek, Nenek, Tante, Om, dan Kelurga Besar

Terimakasih untuk semua dukungan dan semangatnya


(16)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Rejomulyo Lampung Timur, pada tanggal 20 Januari 1992. Penulis merupakan anak kedua dari dua bersaudara dan merupakan buah hati dari pasangan Bapak Sunarso dan Ibu Sumiyem yang diberi nama Kristi Arina.

Penulis menyelesaikan studi di Sekolah Dasar (SD) Negeri 1 Rejomulyo pada tahun 2004, Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 1 Pasir Sakti pada tahun 2007 dan Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 1 Pasir Sakti pada tahun 2010. Penulis kemudian terdaftar sebagai mahasiswa Jurusan Kimia Fakultas

Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung melalui jalur PKAB (Penelusuran Kemampuan Akademik dan Bakat) pada tahun 2010.

Selama menjadi mahasiawa, penulis pernah mendapatkan beasiswa Bidikmisi pada tahun 2010-2014. Penulis dalam penyelesaian studi, telah mengikuti Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Bekri, Lampung Tengah selama 40 hari pada bulan

Januari-Februari tahun 2014. Penulis pernah menjadi asisten praktikum kimia analitik mahasiswa Kimia angkatan 2013 pada tahun ajaran 2014/2015. Selain itu, penulis pernah mengikuti beberapa organisasi mahasiswa. Berikut beberapa organisasi dan amanah yang dipercayakan kepada penulis :


(17)

2. Kader Muda HIMAKI (KAMI) FMIPA pada tahun 2010-2011.

3. Rohani Islam (ROIS) FMIPA sebagai sekretaris biro Akademik pada tahun 2011-2012.

4. Himpunan Mahasiswa Kimia (HIMAKI) sebagai anggota bidang Sains dan Penalaran Ilmu Kimia pada tahun 2012-2013.

5. Rohani Islam (ROIS) FMIPA sebagai sekretaris bidang Kaderisasi pada tahun 2012-2013.

6. Bina Rohani Islam Mahasiswa (BIROHMAH) sebagai sekretaris bidang Kaderisasi pada tahun 2013-2014.

Penulis berharap masih dapat meneruskan tulisan-tulisan berikutnya dan dapat memberikan manfaat bagi agama, keluarga, nusa dan bangsa.


(18)

SANWACANA

Assalamualaikum Wr. Wb.

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas nikmat, rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam senantiasa penulis haturkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah menyampaikan risalah dan menasihati umat semoga senantiasa menjadi suri tauladan bagi penulis.

Skripsi dengan judul “Analisis Tingkat Chemical Oxygen Demand (COD),

Biochemical Oxygen Demand (BOD), dan Total Dissolve Solid (TDS) Air Laut di Perairan Teluk Lampung” adalah salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk memperoleh gelar Sarjana Sains Universitas Lampung.

Penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari jasa baik segenap pihak baik moral maupun spiritual, baik berupa bimbingan, motivasi dan doa yang senantiasa berguna bagi penulis hingga saat ini dan di masa yang akan datang.

Ucapan terima kasih penulis haturkan kepada:

1. Ibu Rinawati, Ph.D. selaku dosen pembimbing yang telah senantiasa bersedia meluangkan waktu untuk memberikan saran, bimbingan, nasihat, serta kritik kepada penulis dalam menyelesaikan dan pembuatan skripsi ini.


(19)

2. Bapak Diky Hidayat, M.Sc. selaku pembimbing kedua yang telah meluangkan waktu untuk memberikan saran, bimbingan, nasihat, serta kritik kepada

penulis dalam menyelesaikan dan pembuatan skripsi ini.

3. Bapak Drs. R. Supriyanto, M.S. selaku pembahas yang telah memberikan masukan, baik saran maupun kritik kepada penulis untuk kesempurnaan tulisan dan penelitian penulis.

4. Bapak Dr. Eng. Suripto Dwi Yuwono, M.T. selaku Ketua Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.

5. Ibu Noviany, S.Si., M.Si., Ph.D. selaku Pembimbing Akademik dalam menyelesaikan masa studi penulis di Jurusan Kimia.

6. Bapak Prof. Suharso, Ph.D., selaku Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.

7. Seluruh dosen dan karyawan Jurusan Matematika yang telah memberikan ilmu dan pembelajaran selama masa studi penulis.

8. Kedua orangtua, Bapak Sunarso dan Ibu Sumiyem tercinta yang senantiasa memberikan kasing sayang, cinta, doa, nasihat, air mata serta dorongan semangat yang tulus kepada penulis.

9. Saudara kandung tercinta Mas Eko Wahyudi, A.Md. dan Kakak Ipar tersayang Teh Anggi Riyanti, A.Md. yang senantiasa mendukung dan memberikan doa serta dorongan semangat kepada penulis.

10.Sahabat-sahabat, Ariyanti, Surtini Karlina Sari, Fajria Faiza, Lolita Napatilova Albert Kahar, Sifa Kusuma Wardani, Hapin Afriyani, Silvana Maya Pratiwi atas persaudaraan, kebersamaan, kehangatan dalam suka maupun duka yang telah dilewati bersama penulis.


(20)

11.Teman-teman penelitian di Laboratorium Kimia Analitik dan Instrumentasi Universitas Lampung, Putri Sari Dewi, Juni Zulhijjah, M. Prasetyo Ersa, dan kak Suparno atas kebersamaan, perjuangan, pengalaman dan pembelajaran yang telah penulis dapatkan selama ini.

12.Keluarga besar kimia (HIMAKI), adik-adik, kakak-kakak serta teman-teman kimia 2010 Chemistry Imut (Chemut), Ely setiawati, Indah Aprianti, Funda Elisya, Leni Astuti, Nur Robiah, Wynda Dwi Anggraini, Faradilla Syani, Purniawati, Chintia Yolanda, Sevina Silvi, Chyntia Gustianda, Putri Heriyani, Rani Anggraini, Adetia Fatmawati, Martha Silvina, Rini Handayani, Rina Rachmawati Sutisna, Desi Meriyanti, Fauziyah Mu’Min Shiddiq, Lailatul Hasanah, Widya Afriliani, Rahmat Kurniawan, M. Nurul Fajri, Agung

Supriyanto, Ruli Prayetno, serta teman kimia 2010 yang telah pindah jurusan, Yussi Fitria, Putri Rahmatika, Aditya Putra P., Ucep Saifulloh, Maria

Anggraini dan Sunarmo atas kebersamaan, kekeluargaan dan perjuangan hingga menyelesaikan studi sarjana.

13.Teman-teman asrama Edelweis 1, Rumah Madani D2, Saudari-saudari Lingkaran Cinta dan teman-teman Kuliah Kerja Nyata atas kekeluargaan dan kebersamaan selama ini.

Semoga Allah SWT membalas atas kebaikan yang telah diberikan kepada penulis. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, akan tetapi penulis berharap semoga skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua. Aamiin.


(21)

Wassalamualaikum Wr. Wb.

Bandar Lampung, September 2015


(22)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Teluk Lampung merupakan kawasan perairan yang memiliki luas sekitar 1.888 km2 (Wiryawan et al., 1999). Di sekitar Teluk Lampung terdapat aktivitas manusia yang cukup tinggi yang dapat mempengaruhi beban masukan sungai ke laut sehingga kondisinya dapat berubah. Aktivitas yang tinggi tersebut meliputi bidang industri, jasa, niaga, pariwisata, dan sebagainya. Aktivitas yang meningkat ini akan cenderung memberikan dampak yang besar terhadap perubahan kualitas lingkungan, khususnya lingkungan perairan. Kualitas lingkungan perairan semakin menurun akibat adanya pencemaran air yang disebabkan oleh limbah industri, rumah sakit, rumah tangga, dan lainnya.

Pencemaran air adalah penyimpangan sifat-sifat air dari keadaan normal, bukan dari kemurniannya (Michael, 1990). Peraturan tentang pencemaran lingkungan terdapat dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 32 Tahun 2009.

Pencemaran lingkungan hidup adalah masuk atau dimasukannya makhluk hidup, zat, energi, dan/ atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga melampaui baku mutu lingkungan hidup yang telah ditetapkan. Jika kadar makhluk hidup, zat, energi dan/ atau komponen lain yang masuk ke


(23)

2

dalam air laut telah melampaui batas baku mutu air laut maka air tersebut telah tercemar. Air yang telah tercemar memiliki kualitas air yang turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan air tidak berfungsi lagi sesuai dengan

peruntukannya. Pencemaran air dapat menyebabkan kerugian ekonomi dan sosial, karena adanya gangguan oleh adanya zat-zat beracun atau muatan bahan organik yang berlebih. Keadaan ini akan menyebabkan oksigen terlarut dalam air pada kondisi yang kritis, atau merusak kadar kimia air. Rusaknya kadar kimia air tersebut akan berpengaruh terhadap fungsi dari air. Besarnya beban pencemaran yang ditampung oleh suatu perairan, dapat diperhitungkan berdasarkan jumlah polutan yang berasal dari berbagai sumber aktivitas air buangan dari proses-proses industri dan buangan domestik yang berasal dari penduduk.

Analisis penentuan kualitas air sangat penting bagi pengguna air sebagai informasi tentang keberadaan senyawa kimia yang terkandung di dalam air (Situmorang, 2007). Berdasarkan dengan hal pencemaran air dan kualitas air, maka pemerintah telah menetapkan baku mutu air laut dalam Keputusan Menteri Negara Lingkungan No. 51 Tahun 2004 yang meliputi baku mutu air laut untuk pelabuhan, wisata bahari, dan biota laut. Baku mutu air laut adalah ukuran batas atau kadar makhluk hidup, zat, energi, atau komponen yang ada atau harus ada dan atau unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya di dalam air laut. Parameter pencemaran air dapat dikelompokkan menjadi tiga parameter yaitu parameter fisika, biologi, dan kimia. Parameter fisika biasanya meliputi suhu, warna, bau, kekeruhan, dan rasa. Parameter biologi biasanya meliputi

mikroorganisme yang patogen maupun yang tidak patogen. Sedangkan parameter kimia antara lain meliputi pH, Biological Oxygen Demand (BOD), Chemical


(24)

3

Oxygen Demand (COD), Total Dissolve Solid (TDS), nitrat, nitrit, fosfat, sulfat, dan logam-logam terlarut.

Pada penelitian ini dilakukan analisis tingkat Chemical Oxygen Demand (COD), Biochemical Oxygen Demand (BOD), dan Total Dissolve Solid (TDS) untuk mengetahui tingkat pencemaran air di Teluk Lampung.

1.2 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah

1. Mengetahui kadar Chemical Oxygen Demand (COD) dalam air yang telah diteliti

2. Mengetahui kadar Biochemical Oxygen Demand (BOD) dalam air yang telah diteliti

3. Mengetahui kadar Total Dissolve Solid (TDS) dalam air yang telah diteliti.

1.3 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui tingkat pencemaran di Teluk Lampung berdasarkan baku mutu kualitas air yang telah ditetapkan oleh menteri lingkungan hidup dan memberikan informasi kepada masyarakat terutama bagi pembudidaya biota laut yang ada di sekitar Teluk Lampung.


(25)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Teluk Lampung

Propinsi Lampung memiliki wilayah yang hampir seluruhnya berbatasan dengan pesisir laut. Batas-batas wilayah tersebut yakni Laut Jawa di sebelah timur, selat sunda di sebelah selatan, dan samudra Hindia di sebelah barat. Teluk Lampung termasuk wilayah Lampung bagian selatan (Wiryawan et al., 1999). Perairan Teluk Lampung merupakan daerah estuarin yang berhadapan dengan Selat Sunda dan terletak di pantai Selatan Propinsi Lampung. Garis pantai pulau Lampung sangat panjang lebih kurang 1.105 km (termasuk beberapa pulau), memiliki sekitar 69 buah pulau dan beragam jenis habitat. Teluk Lampung mempunyai kedalaman rata-rata sekitar 25 m di mulut teluk, kedalaman rata-rata berkisar pada 35 m, dengan kedalaman maksimum sedalam 75 m yang ditemui di Selat Legundi (terletak di sebelah barat laut mulut Teluk Lampung). Menuju ke kepala teluk, kedalaman perairan mendangkal mencapai sekitar 20 m pada jarak yang relatif dekat dari garis pantai (P2O-LIPI, 2000).

Berbagai ekosistem lahan basah juga banyak dijumpai di kawasan Teluk Lampung seperti hutan mangrove, padang lamun, dan terumbu karang. Selain itu Teluk


(26)

5

Lampung merupakan lingkungan perairan semi tertutup yang menghadap ke Selat Sunda. Letaknya yang jauh ke arah daratan dan cukup terlindung, menyebabkan perairan tersebut memiliki kekhususan tersendiri terkait dengan sifat-sifat fisika, kimia dan biota yang terdapat di dalam ekosistem tersebut. Di sekitar Teluk Lampung terdapat aktivitas manusia yang cukup tinggi yang dapat mempengaruhi beban masukkan sungai ke laut sehingga kondisinya dapat berubah. Aktivitas yang tinggi tersebut meliputi bidang industri, jasa, niaga, pariwisata, dan sebagainya. Aktivitas yang meningkat ini akan cenderung memberikan dampak yang besar terhadap perubahan kualitas lingkungan, khususnya lingkungan perairan. Kualitas lingkungan perairan semakin menurun akibat adanya pencemaran air yang

disebabkan oleh limbah industri, rumah sakit, rumah tangga, dan lainnya.

2.2 Pencemaran Air

Pencemaran air adalah penyimpangan sifat-sifat air dari keadaan normal, bukan dari kemurniannya (Michael, 1990). Ada beberapa penyebab terjadinya pencemaran air antara lain: apabila air terkontaminasi dengan bahan pencemar air, seperti sampah rumah tangga, limbah industri, sisa-sisa pupuk atau pestisida dari daerah pertanian, limbah rumah sakit, limbah kotoran ternak, partikulat-partikulat padat, hasil

kebakaran hutan dan gunung berapi yang meletus atau endapan hasil erosi tempat-tempat yang dilaluinya.


(27)

6

Pada dasarnya bahan pencemar air dapat dikelompokkan menjadi:

a. Sampah yang dalam proses penguraiannya memerlukan oksigen, yaitu sampah yang mengandung senyawa organik, misalnya sampah industri makanan, sampah industri gula tebu, sampah rumah tangga (sisa-sisa makanan), kotoran manusia, dan kotoran hewan, tumbuh-tumbuhan, dan hewan yang mati. Untuk proses penguraian sampah-sampah tersebut memerlukan banyak oksigen, sehingga apabila sampah-sampah tersebut terdapat dalam air, maka perairan (sumber air) tersebut akan kekurangan oksigen, ikan-ikan dan organisme dalam air akan mati kekurangan oksigen.

b. Bahan pencemar senyawa anorganik/mineral misalnya logam-logam berat seperti merkuri (Hg), kadmium (Cd), timah hitam (Pb), tembaga (Cu), garam-garam anorganik. Bahan pencemar berupa logam-logam berat yang masuk ke dalam tubuh, biasanya melalui makanan dan dapat tertimbun dalam organ-organ tubuh. Seperti: ginjal, hati, limpa, saluran pencernaan lainnya sehingga mengganggu fungsi organ tubuh tersebut.

c. Bahan pencemar organik yang tidak dapat diuraikan oleh mikroorganisme yaitu senyawa organik berasal dari pestisida, herbisida, polimer, seperti plastik, deterjen, serat sintetis, limbah industri, dan limbah minyak. Bahan pencemar ini tidak dapat dimusnahkan oleh mikroorganisme, sehingga akan menumpuk

dimana-mana dan dapat menggangu kehidupan dan kesejahteraan makhuk hidup. d. Bahan pencemar berupa makanan tumbuh-tumbuhan seperti senyawa nitrat,

senyawa fosfat dapat menyebabkan tumbuhnya alga (ganggang) dengan pesat sehingga menutupi permukaan air. Selain itu, akan menggangu ekosistem air,


(28)

7

mematikan ikan, dan organisme dalam air, karena kadar oksigen dan sinar matahari berkurang, hal ini disebabkan karena oksigen dan sinar matahari yang diperlukan mikroorganisme dalam air (kehidupan akuatik) terhalangi dan tidak dapat masuk ke dalam air.

e. Bahan pencemar berupa kondisi (misalnya panas), berasal dari limbah

pembangkit tenaga listrik atau limbah industri yang menggunakan air sebagai pendingin. Bahan pencemar panas ini menyebabkan suhu air meningkat tidak sesuai untuk kehidupan akuatik (organisme, ikan dan tanaman dalam air). Tanaman, ikan, dan organisme yang mati ini akan terurai menjadi senyawa-senyawa organik. Untuk proses penguraian senyawa-senyawa organik ini memerlukan oksigen, sehingga terjadi penurunan kadar oksigen dalam air.

2.3 Parameter Kualitas Air

Parameter yang digunakan untuk menganalisis kualitas air yaitu parameter fisik dan kimia. Parameter-parameter fisik yang dapat digunakan untuk menganalisis kualitas air antara lain: bau, warna kekeruhan, suhu, dan rasa. Sedangkan parameter kimia yang dapat digunakan untuk menganalisis kualitas air antara lain: pH, logam terlarut, anion, BOD, COD, dan TDS.

2.3.1 Parameter Fisik

Bau adalah sebuah sifat yang menempel pada sebuah benda yang diakibatkan adanya zat organik ataupun anorganik yang tercampur di dalam air, umumnya dengan konsentrasi yang sangat rendah, yang manusia terima dengan indera penciuman.


(29)

8

Kualitas air bersih yang baik adalah tidak berbau, karena bau ini dapat ditimbulkan oleh pembusukan zat organik seperti bakteri serta kemungkinan akibat tidak langsung dari pencemaran lingkungan, terutama sistem sanitasi (Purwaningsih, 2008).

Warna merupakan akibat suatu bahan terlarut atau tersuspensi dalam air, disamping adanya bahan pewarna tertentu yang kemungkinan mengandung logam berat. Warna air limbah menunjukan kualitasnya, air limbah yang baru akan berwarna abu-abu, dan air limbah yang sudah basi atau busuk akan berwarna gelap. Warna tertentu dapat menunjukkan adanya logam berat yang terkandung dalam air buangan (Purwaningsih, 2008).

Kekeruhan air disebabkan oleh zat padat yang tersuspensi, baik yang bersifat anorganik maupun yang organik. Zat anorganik, biasanya berasal dari lapukan batuan dan logam, sedangkan yang organik dapat berasal dari lapukan tanaman atau hewan. Buangan industri dapat juga merupakan sumber kekeruhan.

Suhu suatu perairan dipengaruhi oleh musim, lintang (latitude), ketinggian dari permukaan laut (altitude), waktu dalam hari, sirkulasi udara, penutupan awan, aliran sungai, dan kedalaman perairan. Suhu juga dipengaruhi oleh cahaya matahari, reaksi kimia serta bahan-bahan yang terlarut dan tersuspensi di dalam perairan. Peningkatan suhu mengakibatkan penurunan viskositas, peningkatan reaksi kimia, peningkatan evaporasi, penurunan gas dalam air (O2), peningkatan kecepatan metabolisme dan respirasi organisme air (Effendi, 2003). Air yang bersih biasanya tidak memberi rasa/ tawar. Air yang tidak tawar dapat menunjukkan kehadiran berbagai zat yang dapat membahayakan kesehatan.


(30)

9

2.3.2 Parameter Kimia a. pH

Nilai pH air digunakan untuk mengekpresikan kondisi keasaman (konsentrasi ion hidrogen) air limbah. Skala pH berkisar antara 1-14; kisaran nilai pH 1-7 termasuk kondisi asam, pH 7-14 termasuk kondisi basa, dan pH 7 adalah kondisi netral (Kaswinarni, 2007).

b. Anion

Klorida adalah senyawa halogen klor (Cl). Dalam jumlah banyak, klor (Cl) akan menimbulkan rasa asin, korosi pada pipa sistem penyediaan air panas. Sebagai desinfektan, residu klor (Cl) di dalam penyediaan air sengaja dipelihara, tetapi klor (Cl) ini dapat terikat pada senyawa organik dan membentuk halogen-hidrokarbon (Cl-HC) banyak diantaranya dikenal sebagai senyawa-senyawa karsinogenik. Natrium adalah salah satu unsur alkali utama yang ditemukan di perairan dan

merupakan kation penting yang mempengaruhi kesetimbangan keseluruhan kation di perairan. Hampir semua senyawa natrium mudah larut dalam air dan bersifat sangat reaktif. Kadar natrium pada perairan laut dapat mencapai 10.500 mg/liter atau lebih. Satu liter air laut mengandung sekitar 30 g NaCl yang terdiri atas ± 11 g natrium. Kadar natrium pada perairan tawar alami kurang dari 50 mg/liter, sedangkan pada air tanah dalam dapat lebih dari 50 mg/liter (McNeely et al., 1979).


(31)

10

c. Salinitas

Salinitas merupakan ciri khas perairan pantai atau laut yang membedakannya dengan air tawar. Berdasarkan perbedaan salinitas, dikenal biota yang bersifat stenohaline

dan euryhaline. Biota yang mampu hidup pada kisaran yang sempit disebut sebagai biota bersifat stenohaline dan sebaliknya biota yang mampu hidup pada kisaran luas disebut sebagai biota euryhaline (Supriharyono, 2000). Keadaan salinitas akan mempengaruhi penyebaran organisme, baik secara vertikal maupun horizontal. Menurut Barnes (1980), pengaruh salinitas secara tidak langsung mengakibatkan adanya perubahan komposisi dalam suatu ekosistem.

d. Oksigen Terlarut

Oksigen terlarut merupakan variabel kimia yang mempunyai peranan yang sangat penting bagi kehidupan biota air sekaligus menjadi faktor pembatas bagi kehidupan biota. Daya larut oksigen dapat berkurang disebabkan naiknya suhu air dan

meningkatnya salinitas. Konsentrasi oksigen terlarut dipengaruhi oleh proses respirasi biota air dan proses dekomposisi bahan organik oleh mikroba. Pengaruh ekologi lain yang menyebabkan konsentrasi oksigen terlarut menurun adalah penambahan zat organik (buangan organik) (Connel dan Miller, 1995).

2.4 BOD(Biochemical Oxygen Demand)

BOD didefinisikan sebagai banyaknya oksigen yang diperlukan oleh organisme pada saat pemecahan bahan organik, pada kondisi aerobik. Pemecahan bahan organik


(32)

11

diartikan bahwa bahan organik ini digunakan oleh organisme sebagai bahan makanan dan energinya diperoleh dari proses oksidasi (Pescod,1973).

Pemeriksaan BOD diperlukan untuk menentukan beban pencemaran akibat air buangan dan untuk mendesain sistem pengolahan secara biologis. Dengan uji BOD kita akan mengetahui kebutuhan oksigen biokima yang menunjukkan jumlah oksigen yang digunakan dalam reaksi oksidasi oleh bakteri. Sehingga makin banyak bahan organik dalam air, makin besar BOD nya sedangkan DO akan makin rendah (Solihin, 2003).

Faktor- faktor yang mempengaruhiBOD yaitu kandungan serta jenis bahan organik, suhu, densitas plankton, oksigen terlarut, nilai pH, dan keberadaan mikroba. Apabila kandungan BOD tinggi, maka akan mengakibatkan penyusutan oksigen terlarut melalui proses penguraian bahan organik pada kondisi aerobik dan penurunan nilai pH dalam suatu perairan (Barus, 2004).

Selama pemeriksaan BOD, contoh yang diperiksa harus bebas dari udara luar untuk rnencegah kontaminasi dari oksigen yang ada di udara bebas. Konsentrasi air buangan/ sampel tersebut juga harus berada pada suatu tingkat pencemaran tertentu, hal ini untuk menjaga supaya oksigen terlarut selalu ada selama pemeriksaan. Hal ini penting diperhatikan mengingat kelarutan oksigen dalam air terbatas dan hanya berkisar ± 9 ppm pada suhu 20 °C (Sawyer & Mc Carty, 1978).


(33)

12

Penguraian bahan organik secara biologis di alam, melibatkan bermacam-macam organisme dan menyangkut reaksi oksidasi dengan hasil akhir karbon dioksida (CO2) dan air (H2O). Pemeriksaan BOD tersebut dianggap sebagai suatu prosedur oksidasi dimana organisme hidup bertindak sebagai medium untuk menguraikan bahan organik menjadi CO2 dan H2O. Reaksi oksidasi selama pemeriksaan BOD

merupakan hasil dari aktivitas biologis dengan kecepatan reaksi yang berlangsung sangat dipengaruhi oleh jumlah populasi dan suhu. Oleh sebab itu, selama

pemeriksaan BOD, suhu harus diusahakan konstan pada 20°C yang merupakan suhu yang umum di alam. Secara teoritis, waktu yang diperlukan untuk proses oksidasi yang sempurna sehingga bahan organik terurai menjadi CO2 dan H2O adalah tidak terbatas. Dalam prakteknya di laboratorium, biasanya berlangsung selama 5 hari dengan anggapan bahwa selama waktu itu persentase reaksi cukup besar dari total BOD. Nilai BOD 5 hari merupakan bagian dari total BOD dan nilai BOD 5 hari merupakan 70 - 80% dari nilai BOD total (Sawyer & Mc Carty,1978). Penentuan waktu inkubasi adalah 5 hari, dapat mengurangi kemungkinan hasil oksidasi

ammonia (NH3) yang cukup tinggi. Sebagaimana diketahui bahwa, ammonia sebagai hasil sampingan ini dapat dioksidasi menjadi nitrit dan nitrat, sehingga dapat

mempengaruhi hasil penentuan BOD.

Kelemahan uji BOD jika dibandingkan dengan uji COD yaitu waktu dalam pengujian BOD cukup lama yakni 5 hari, sedangkan uji COD memerlukan waktu 3 jam. Uji BOD memperlihatkan 68 % dari total pencemar, sedangkan COD mencapai 96 %. Sehingga diperlukan uji COD untuk analisis lebih lanjut. Kristianto (2002)


(34)

13

menyatakan bahwa uji BOD mempunyai beberapa kelemahan diantaranya: (1) dalam uji BOD ikut terhitung oksigen yang dikonsumsi oleh bahan-bahan organik atau bahan-bahan tereduksi lainnya, yang disebut juga Intermediate Oxygen Demand, (2) uji BOD membutuhkan waktu yang cukup lama, yaitu lima hari (3) uji BOD yang dilakukan selama lima hari masih belum dapat menunjukkan nilai total BOD, melainkan ± 68 % dari total BOD, (4) uji BOD tergantung dari adanya senyawa penghambat di dalam air tersebut, misalnya germisida seperti klorin yang dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme yang dibutuhkan untuk merombak bahan organik, sehingga hasil uji BOD kurang teliti.

2.5 COD (Chemical Oxygen Demand)

COD adalah jumlah oksigen (mg O2) yang dibutuhkan untuk mengoksidasi zat-zat organik yang ada dalam 1 liter sampel air, dimana pengoksidasi K2Cr2O7 digunakan sebagai sumber oksigen. Dengan mengukur nilai COD diperoleh nilai yang

menyatakan jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk proses oksidasi terhadap total senyawa organik baik yang mudah diuraikan secara biologis maupun terhadap senyawa yang sukar/ tidak bisa diuraikan secara biologis (Barus, 2004).

Faktor- faktor yang mempengaruhiCOD yaitu oksigen terlarut, zat organik dan sumber pencemar lainnya. Kelarutan oksigen di dalam air, tergantung pada suhu, tekanan oksigen dalam atmosfer, serta kandungan garam dalam air. Kadar COD dalam air limbah akan berkurang seiring dengan berkurangnya konsentrasi bahan organik yang terdapat dalam air limbah (Boyd, 1990). Pengujian COD digunakan


(35)

14

untuk mengukur padanan oksigen dari bahan organik dalam air limbah yang dapat dioksidasi secara kimiawi dengan penggunaan dikromat pada larutan asam. Meskipun diharapkan bahwa nilai BOD tertinggi mendekati COD, namun hal ini jarang sekali terjadi dalam praktek (Linsley, 1991).

Analisis COD dilakukan dengan metode titrasi. Pada prinsipnya pengukuran COD adalah penambahan sejumlah tertentu kalium dikromat (K2Cr2O7) sebagai oksidator pada sampel (dengan volume diketahui) yang telah ditambahkan asam pekat dan katalis perak sulfat, kemudian dipanaskan selama beberapa waktu. Selanjutnya, kelebihan kalium dikromat ditera dengan cara titrasi. Dengan demikian kalium dikromat yang terpakai untuk oksidasi bahan organik dalam sampel dapat dihitung dan nilai COD dapat ditentukan. Kelemahannya, senyawa kompleks anorganik yang ada di perairan yang dapat teroksidasi juga ikut dalam reaksi (De Santo, 1978), sehingga dalam kasus-kasus tertentu nilai COD mungkin sedikit over estimate untuk gambaran kandungan bahan organik (Haryadi, 2004).

Pengujian COD pada air limbah memiliki beberapa keunggulan dibandingkan pengujian BOD yaitu: sanggup menguji air limbah industri yang beracun yang tidak dapat diuji dengan BOD karena bakteri akan mati dan waktu pengujian yang lebih singkat, kurang lebih hanya 3 jam (Solihin, 2003).

2.6 TDS (Total Dissolve Solid)

TDS (Total Dissolve Solid) adalah ukuran zat terlarut (baik itu zat organik maupun anorganik, misalnya garam dan sebagainya) yang terdapat pada sebuah larutan.


(36)

15

Sugiharto (1987) mendefinisikan sebagai jumlah berat dalam air limbah setelah mengalami penyaringan dengan membran berukuran 0,45 mikro. TDS meter menggambarkan jumlah zat terlarut dalam part per million (ppm) atau sama dengan milligram per Liter (mg/L). Berdasarkan definisi di atas seharusnya zat yang terlarut dalam air (larutan) harus dapat melewati saringan yang berdiameter 2 mikrometer (2×10-6 meter) (Insan, 2008).

Tingginya padatan terlarut tidak selalu diikuti dengan tingginya kekeruhan (Effendi, 2003). Misalnya, air laut memiliki nilai padatan terlarut tinggi, tetapi belum tentu memiliki kekeruhan yang tinggi. Tingginya kadar zat padat terlarut dapat

menghambat laju fotosintesis di perairan karena penetrasi cahaya matahari yang masuk keperairan akan tidak efektif (Tarigan, 2003). TDS yang tinggi juga mengganggu biota perairan seperti ikan karena tersaring oleh insang.

Jumlah zat padat terlarut (TDS) biasanya terdiri atas zat organik, garam anorganik, dan gas terlarut. Bila TDS bertambah maka kesadahan akan naik pula. Efek TDS ataupun kesadahan terhadap kesehatan tergantung pada spesies kimia penyebab masalah tersebut.


(37)

III. METODELOGI PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian dilakukan pada bulan Desember sampai dengan Mei tahun 2014/2015. Lokasi penelitian adalah di Laboratorium Kimia Analitik dan Instrumentasi

Universitas Lampung. Lokasi pengambilan sampel air dilakukan di perairan Teluk Lampung yaitu di kawasan pemukiman penduduk, Muara Way Lunik, Pelabuhan Panjang, Pulau Pasaran/muara Way Kuripan, Tempat Pelelangan Ikan/ Lempasing, Pantai Mutun dan Pulau Pahawang.

3.2 Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan meliputi botol kaca gelap, botol plastik, botol winkler, pH meter portable, termometer elektronik, DO meter portable, eickman grab,

vandorn/ water sampler, neraca analitik, oven, labu ukur, gelas ukur, gelas beaker, erlenmeyer, tabung COD, pipet ukur, pipet tetes, corong, gegep, buret dan statif. Bahan-bahan yang dipergunakan dalam penelitian ini meliputi sampel (air laut), aquades, kalium dikromat (K2Cr2O7), asam sulfat (H2SO4), perak sulfat (Ag2SO4), merkuri sulfat (HgSO4), indikator feroin, feroamoniumsulfat (FAS).


(38)

17

3.3 Prosedur Penelitian 3.3.1 Persiapan Sampling

Persiapan sampling dilakukan dengan menyiapkan beberapa alat dan bahan yang digunakan untuk pengukuran kualitas air secara in situ dan pengambilan sampel air.

3.3.2 Pengambilan Sampel Air

Pengambilan sampel air dilakukan dengan menggunakan alat yang disebut vandorn/ water sampler.

3.3.3 Pengukuran Beberapa Parameter Kualitas Air a. Temperatur

Pada pengukuran sampel menggunakan pH meter dilakukan dengan cara sampel air diambil sebanyak 100 mL dimasukkan dalam wadah gelas, kemudian termometer elektronik dimasukkan dalam contoh air dan dicatat hasil yang terbaca pada alat.

b. Oksigen Terlarut (DO)

Pada pengukuran sampel menggunakan DO meter dilakukan dengan cara sampel air diambil sebanyak 100 mL dimasukkan dalam wadah gelas, kemudian DO meter portable dimasukkan dalam contoh air dan dicatat hasil yang terbaca pada alat.


(39)

18

c. pH (Keasaman)

Pada pengukuran sampel menggunakan pH meter dilakukan dengan cara sampel air diambil sebanyak 100 mL dimasukkan dalam wadah gelas, kemudian pH meter portable dimasukkan dalam contoh air dan dicatat hasil yang terbaca pada alat.

3.3.4 Prosedur Analisis Kadar TDS a. Penyiapan Sampel

Sampel diambil 5 ml lalu ditempatkan dalam labu ukur 100 mL. Kemudian ditambahkan aquades sampai batas tera dan dihomogenkan. Sampel dengan pengenceran 20x ini yang akan digunakan untuk analisis.

b. Pengukuran Kadar TDS

Pengukuran kadar TDS dilakukan dengan mengkalibrasi DHL meter terlebih dahulu. Lalu sampel yang sudah diencerkan hingga 20x diletakkan dalam gelas beaker 100 mL. Kemudian DHL meter dihubungkan dengan sumber arus listrik. Kemudian dihidupkan dengan cara menekan tombol power. Lalu tombol ditekan hingga muncul opsi TDS. Selanjutnya probe elektroda dicelupkan kedalam sampel sambil diaduk pelan. Selanjutnya dicatat hasil pengukuran yang diperoleh.


(40)

19

3.3.5 Prosedur Analisa kadar COD a. Penyiapan Sampel

Sampel diambil 1 mL lalu ditempatkan dalam labu ukur 100 mL. Kemudian ditambahkan aquades sampai batas tera dan dihomogenkan. Sampel dengan pengenceran 100x ini yang akan digunakan untuk analisis.

b. Pembuatan Larutan FAS 0,1 N

Sebanyak 9,8 gram FAS ditambahkan 5 mL H2SO4, kemudian ditempatkan dalam labu ukur 250 mL. Kemudian ditambahkan aquades sampai batas tera dan

dihomogenkan.

c. Pembuatan Larutan Kalium Dikromat (K2Cr2O7) 0,25 N

Sebanyak 1,2259 gram K2Cr2O7 ditempatkan dalam labu ukur 100 mL. Kemudian ditambahkan aquades sampai batas tera dan dihomogenkan.

d. Pembuatan Larutan Asam Sulfat (H2SO4)-Perak Sulfat (Ag2SO4)

Sebanyak 1,012 gram Ag2SO4 dilarutkan dalam labu ukur 100 mL. Kemudian ditambahkan H2SO4 sampai batas tera dan dihomogenkan.

e. Pembuatan Blanko

Pembuatan blanko dilakukan dengan menimbang 0,1 gram HgSO4 lalu dimasukkan dalam tabung COD. Kemudian ditambahkan 5 mL aquades (blanko). Selanjutnya ditambahkan 7,5 mL larutan H2SO4-Ag2SO4, batu didih dan 2,5 mL K2Cr2O7 0,25 N. Kemudian tabung COD ditutup rapat dan dioven selama 2 jam dengan suhu 150 °C


(41)

20

lalu didinginkan. Setelah dingin campuran ditempatkan pada erlenmeyer. Kemudian ditambahkan 3 tetes indikator feroin. Selanjutnya dititrasi dengan larutan FAS 0,1 N hingga larutan berubah warna dari hijau kebiruan menjadi kecoklatan dan dicatat volume larutan FAS yang digunakan.

f. Analisis Sampel

Analisis sampel dilakukan dengan cara menimbang 0,1 gram HgSO4 lalu dimasukkan dalam tabung COD. Kemudian ditambahkan 5 mL sampel dengan pengenceran 100x. Selanjutnya ditambahkan 7,5 mL larutan H2SO4-Ag2SO4, batu didih dan 2,5 mL K2Cr2O7 0,25 N. Kemudian tabung COD ditutup rapat dan dioven selama 2 jam dengan suhu 150 °C lalu didinginkan. Setelah dingin campuran ditempatkan pada erlenmeyer. Kemudian ditambahkan 3 tetes indikator feroin. Selanjutnya dititrasi dengan larutan FAS 0,1 N hingga larutan berubah warna dari hijau kebiruan menjadi kecoklatan dan dicatat volume larutan FAS yang digunakan.

3.3.6 Prosedur Analisis Kadar BOD a. Penyiapan Sampel

Sampel diambil 5 mL lalu ditempatkan dalam labu ukur 500 mL. Kemudian ditambahkan aquades sampai batas tera dan dihomogenkan. Sampel dengan pengenceran 100x ini yang akan digunakan untuk analisis.

b. Pengukuran Kadar BOD0

Pengukuran kadar BOD0 dilakukan dengan menggunakan DO meter. Sampel dengan pengenceran 100x dimasukan kedalam botol Winkler 300 mL hingga meluap dan


(42)

21

ditutup. Lalu botol Winkler dibuka dan sampel dimasukkan kedalam gelas beaker. Setelah itu kabel DO meter dihubungkan ke arus listrik. Kemudian ditekan tombol power. Setelah itu elektrode probe dicelupkan ke dalam gelas beaker. Selanjutnya diamati hingga angka yang ditunjukkan konstan dan dicatat hasilnya

c. Pengukuran Kadar BOD5

Pengukuran kadar BOD5 dilakukan dengan menggunakan DO meter. Sampel dengan pengenceran 100x dimasukan kedalam botol Winkler 300 mL hingga meluap dan ditutup. Kemudian botol winkler dilapisi kertas karbon dan disimpan selama 5 hari dalam keadaan gelap dengan suhu 20 ˚C. Setelah 5 hari botol Winkler dibuka dan sampel dimasukkan kedalam gelas beaker. Setelah itu kabel DO meter dihubungkan ke arus listrik. Kemudian ditekan tombol power. Lalu elektrode probe dicelupkan ke dalam gelas beaker. Selanjutnya diamati hingga angka yang ditunjukkan konstan dan dicatat hasilnya.


(43)

V. SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa:

1. Konsentrasi Chemical Oxygen Demand (COD) terendah yaitu 1323,2 mg/L berada pada kawasan pemukiman penduduk (B Kedalaman) dan pulau Pahawang (I), sedangkan konsentrasi tertinggi yaitu 4631,2 mg/L berada pada kawasan Pelabuhan (D).

2. Konsentrasi Biochemical Oxygen Demand (BOD) terendah yaitu berada pada kawasan Way Lunik (C) dengan konsentrasi 36 mg/L, sedangkan konsentrasi BOD tertinggi yaitu sampel yang berada pada kawasan pulau Pahawang (I) dengan konsentrasi 340 mg/L.

3. Semua sampel memiliki kadar BOD diatas ambang batas baku mutu air laut, menurut Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 51 Tahun 2004 Baku Mutu Air Laut untuk biota laut nilai BOD yaitu 20 mg/L. 4. Konsentrasi Total Dissolve Solid (TDS) terendah yaitu 8760 mg/L berada

pada kawasan Way Kuripan/pulau Pasaran (F), sedangkan konsentrasi TDS tertinggi berada pada kawasan pemukiman penduduk (A Kedalaman) sebesar 9200 mg/L.


(44)

42

5. Pada kawasan Way Kuripan/pulau Pasaran (F) warna air pada sampel hijau keruh dan konsentrasi TDS lebih rendah yaitu 8760 mg/L. Sedangkan warna air pada sampel di kawasan pulau Pahawang yang memiliki warna lebih bening memiliki konsentrasi TDS yang lebih tinggi yaitu 9113,33 mg/L.

5.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian, penelitian selanjutnya disarankan untuk melakukan uji Chemical Oxygen Demand (COD), Biochemical Oxygen Demand (BOD), dan

Total Dissolve Solid (TDS) secara berkala setiap 6 bulan sekali atau setiap

pergantian musim hujan dan kemarau untuk mengetahui konsentrasi COD, BOD, dan TDS agar tidak melebihi ambang batas baku mutu air laut.


(45)

42

DAFTAR PUSTAKA

Barus, T.A. 2004. Faktor-Faktor Lingkungan Abiotik dan Keanekaragaman Plankton sebagai Indikator Kualitas Perairan Danau Toba. Jurnal Manusia dan

Lingkungan. Vol. XI, No.2.

Barnes, R.S.K. 1980. Invertebrate Zoology. Fourth Edition. W.B. Saunders College. Boyd, C.E. 1990. Water Quality in Ponds For Aquaculture, Alabama Agricultural

Experiment Station. Auburn University. Alabama. 482 p.

Connel, D.W, and Miller, G.J. 1995. Kimia dan Ekotoksikologi Pencemaran. Koestoer Y, Sehati. Penerjemah. UI Press. Jakarta.

De Santo, R.S. 1978. Concepts of Applied Ecology. Heidelberg Science Library.Springer – Verlag, New York. 310 p.

Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan. Kanisius. Yogyakarta.

Ginting, P. (2007). Sistem Pengelolaan Lingkungan dan Limbah Industri. Yrama Widya. Bandung.

Hadi, A. 2005. Prinsip Pengelolaan Pengambilan Sampel Lingkungan. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Harmita. 2004. Petunjuk Pelaksanaan Validasi Metode dan Cara Perhitungannya.

Majalah Ilmu Kefarmasian. Vol. 1, No.3, pp. 117 – 135. Departemen Farmasi FMIPA-UI.

Haryadi, S. 2004. BOD dan COD sebagai Parameter Pencemaran Air dan Baku Mutu Air Limbah. IPB. Bogor.

Insan. 2008. Mineral Water VS Pure Water. Online http://www.forumsains.com/ kesehatan/mineralwater-vs-pure water/5/?wap2. Diakses pada tanggal 02 Agustus 2014.


(46)

43

Kaswinarni, F. 2007. Kajian Teknis Pengolahan Limbah Padat dan Cair Industri Tahu. http://eprints.undip.ac.id/17407/1/Fibria_Kaswinarni.Pdf. Diakses tanggal 6 Oktober 2014.

Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 51. 2004. Tentang Baku Mutu Air Laut. Menteri Negara Lingkungan Hidup. Jakarta.

Kristianto, P. 2002. Ekologi Industri. Andi. Yogyakarta.

Linsley, K., Joseph, B., dan Franzini. 1991. Teknik Sumber Daya Air. Erlangga. Jakarta.

McNeely, R.N., V.P. Neimanis, and L. Dwyer. 1979. Thallium. In: Water Quality Sourcebook. A guide to Water Quality Parameters. Environment Canada, Inland Waters Directorate, Water Quality Branch. Ottawa.

Michael, P. 1990. Metode Ekologi untuk Penyelidikan Ladang dan Laboratorium. UI. Jakarta.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 82. 2001. Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. Kementrian Lingkungan Hidup. Jakarta.

Pescod, M. D. 1973. Investigation of Rational Effluen and Stream Standards for Tropical Countries. A.I.T. Bangkok, 59 pp.

Purwaningsih, Indah. 2008. Pengolahan Limbah Cair Industri Batik CV. Batik Indah Raradjonggrang Yogyakarta dengan Metode Elektrokoagulasi Ditinjau dari Parameter Chemical Oxygen Demand (COD) dan Warna. Universitas Islam Indonesia. Yogyakarta.

Pusat Penelitian Oseanografi Lipi (P2O-Lipi). 2000. Laporan Akhir Proyek Inventarisasi dan Evaluasi Potensi Laut dan Pesisir. Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Jakarta. 135 hal.

Salmin. 2005. Oksigen Terlarut (DO) dan Kebutuhan Oksigen Biologi (BOD) sebagai Salah Satu Indikator untuk Menentukan Kualitas Perairan. Oseana. Vol XXX. No.3. Hal 21-26.

Sawyer, C.N and P.L., MC Carty, 1978. Chemistry for Environmental Engineering. 3rd ed. Mc Graw Hill Kogakusha Ltd.:405 - 486 pp.


(47)

44

Solihin dan Darsati, S. 1993. Air. IKIP. Bandung.

Supriharyono. 2000. Pelestarian dan Pengelolaan Sumber Daya Alam di Wilayah Pesisir Tropis. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Sugiharto.1987. Dasar-Dasar Pengelolaan Air Limbah. Universitas Indonesia. Jakarta.

Wiryawan, B., B. Marsjen, H. Adi Susanto, A. K. Mahi, M. Ahmad, dan H. Poepitasari. 1999. Atlas Sumberdaya Wilayah Pesisir Lampung. Pemda Tk I Lampung- CRMP Lampung. Bandar Lampung


(1)

21

ditutup. Lalu botol Winkler dibuka dan sampel dimasukkan kedalam gelas beaker. Setelah itu kabel DO meter dihubungkan ke arus listrik. Kemudian ditekan tombol power. Setelah itu elektrode probe dicelupkan ke dalam gelas beaker. Selanjutnya diamati hingga angka yang ditunjukkan konstan dan dicatat hasilnya

c. Pengukuran Kadar BOD5

Pengukuran kadar BOD5 dilakukan dengan menggunakan DO meter. Sampel dengan pengenceran 100x dimasukan kedalam botol Winkler 300 mL hingga meluap dan ditutup. Kemudian botol winkler dilapisi kertas karbon dan disimpan selama 5 hari dalam keadaan gelap dengan suhu 20 ˚C. Setelah 5 hari botol Winkler dibuka dan sampel dimasukkan kedalam gelas beaker. Setelah itu kabel DO meter dihubungkan ke arus listrik. Kemudian ditekan tombol power. Lalu elektrode probe dicelupkan ke dalam gelas beaker. Selanjutnya diamati hingga angka yang ditunjukkan konstan dan dicatat hasilnya.


(2)

V. SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa:

1. Konsentrasi Chemical Oxygen Demand (COD) terendah yaitu 1323,2 mg/L berada pada kawasan pemukiman penduduk (B Kedalaman) dan pulau Pahawang (I), sedangkan konsentrasi tertinggi yaitu 4631,2 mg/L berada pada kawasan Pelabuhan (D).

2. Konsentrasi Biochemical Oxygen Demand (BOD) terendah yaitu berada pada kawasan Way Lunik (C) dengan konsentrasi 36 mg/L, sedangkan konsentrasi BOD tertinggi yaitu sampel yang berada pada kawasan pulau Pahawang (I) dengan konsentrasi 340 mg/L.

3. Semua sampel memiliki kadar BOD diatas ambang batas baku mutu air laut, menurut Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 51 Tahun 2004 Baku Mutu Air Laut untuk biota laut nilai BOD yaitu 20 mg/L. 4. Konsentrasi Total Dissolve Solid (TDS) terendah yaitu 8760 mg/L berada

pada kawasan Way Kuripan/pulau Pasaran (F), sedangkan konsentrasi TDS tertinggi berada pada kawasan pemukiman penduduk (A Kedalaman) sebesar 9200 mg/L.


(3)

42

5. Pada kawasan Way Kuripan/pulau Pasaran (F) warna air pada sampel hijau keruh dan konsentrasi TDS lebih rendah yaitu 8760 mg/L. Sedangkan warna air pada sampel di kawasan pulau Pahawang yang memiliki warna lebih bening memiliki konsentrasi TDS yang lebih tinggi yaitu 9113,33 mg/L.

5.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian, penelitian selanjutnya disarankan untuk melakukan uji Chemical Oxygen Demand (COD), Biochemical Oxygen Demand (BOD), dan Total Dissolve Solid (TDS) secara berkala setiap 6 bulan sekali atau setiap

pergantian musim hujan dan kemarau untuk mengetahui konsentrasi COD, BOD, dan TDS agar tidak melebihi ambang batas baku mutu air laut.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Barus, T.A. 2004. Faktor-Faktor Lingkungan Abiotik dan Keanekaragaman Plankton sebagai Indikator Kualitas Perairan Danau Toba. Jurnal Manusia dan

Lingkungan. Vol. XI, No.2.

Barnes, R.S.K. 1980. Invertebrate Zoology. Fourth Edition. W.B. Saunders College. Boyd, C.E. 1990. Water Quality in Ponds For Aquaculture, Alabama Agricultural

Experiment Station. Auburn University. Alabama. 482 p.

Connel, D.W, and Miller, G.J. 1995. Kimia dan Ekotoksikologi Pencemaran. Koestoer Y, Sehati. Penerjemah. UI Press. Jakarta.

De Santo, R.S. 1978. Concepts of Applied Ecology. Heidelberg Science Library.Springer – Verlag, New York. 310 p.

Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan. Kanisius. Yogyakarta.

Ginting, P. (2007). Sistem Pengelolaan Lingkungan dan Limbah Industri. Yrama Widya. Bandung.

Hadi, A. 2005. Prinsip Pengelolaan Pengambilan Sampel Lingkungan. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Harmita. 2004. Petunjuk Pelaksanaan Validasi Metode dan Cara Perhitungannya. Majalah Ilmu Kefarmasian. Vol. 1, No.3, pp. 117 – 135. Departemen Farmasi FMIPA-UI.

Haryadi, S. 2004. BOD dan COD sebagai Parameter Pencemaran Air dan Baku Mutu Air Limbah. IPB. Bogor.

Insan. 2008. Mineral Water VS Pure Water. Online http://www.forumsains.com/ kesehatan/mineralwater-vs-pure water/5/?wap2. Diakses pada tanggal 02 Agustus 2014.


(5)

43

Kaswinarni, F. 2007. Kajian Teknis Pengolahan Limbah Padat dan Cair Industri Tahu. http://eprints.undip.ac.id/17407/1/Fibria_Kaswinarni.Pdf. Diakses tanggal 6 Oktober 2014.

Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 51. 2004. Tentang Baku Mutu Air Laut. Menteri Negara Lingkungan Hidup. Jakarta.

Kristianto, P. 2002. Ekologi Industri. Andi. Yogyakarta.

Linsley, K., Joseph, B., dan Franzini. 1991. Teknik Sumber Daya Air. Erlangga. Jakarta.

McNeely, R.N., V.P. Neimanis, and L. Dwyer. 1979. Thallium. In: Water Quality Sourcebook. A guide to Water Quality Parameters. Environment Canada, Inland Waters Directorate, Water Quality Branch. Ottawa.

Michael, P. 1990. Metode Ekologi untuk Penyelidikan Ladang dan Laboratorium. UI. Jakarta.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 82. 2001. Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. Kementrian Lingkungan Hidup. Jakarta.

Pescod, M. D. 1973. Investigation of Rational Effluen and Stream Standards for Tropical Countries. A.I.T. Bangkok, 59 pp.

Purwaningsih, Indah. 2008. Pengolahan Limbah Cair Industri Batik CV. Batik Indah Raradjonggrang Yogyakarta dengan Metode Elektrokoagulasi Ditinjau dari Parameter Chemical Oxygen Demand (COD) dan Warna. Universitas Islam Indonesia. Yogyakarta.

Pusat Penelitian Oseanografi Lipi (P2O-Lipi). 2000. Laporan Akhir Proyek Inventarisasi dan Evaluasi Potensi Laut dan Pesisir. Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Jakarta. 135 hal.

Salmin. 2005. Oksigen Terlarut (DO) dan Kebutuhan Oksigen Biologi (BOD) sebagai Salah Satu Indikator untuk Menentukan Kualitas Perairan. Oseana. Vol XXX. No.3. Hal 21-26.

Sawyer, C.N and P.L., MC Carty, 1978. Chemistry for Environmental Engineering. 3rd ed. Mc Graw Hill Kogakusha Ltd.:405 - 486 pp.


(6)

Solihin dan Darsati, S. 1993. Air. IKIP. Bandung.

Supriharyono. 2000. Pelestarian dan Pengelolaan Sumber Daya Alam di Wilayah Pesisir Tropis. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Sugiharto.1987. Dasar-Dasar Pengelolaan Air Limbah. Universitas Indonesia. Jakarta.

Wiryawan, B., B. Marsjen, H. Adi Susanto, A. K. Mahi, M. Ahmad, dan H. Poepitasari. 1999. Atlas Sumberdaya Wilayah Pesisir Lampung. Pemda Tk I Lampung- CRMP Lampung. Bandar Lampung