ANALISIS EFEKTIVITAS KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP SUBSIDI PUPUK (Studi Kasus pada Petani di Kabupaten Pringsewu Lampung)

(1)

ABSTRACT

EFFECTIVENESS ANALYSIS OF GOVERNMENT POLICY FOR FERTILIZER SUBSIDY

(Case Study on Farmers in Pringsewu Regency Lampung Province )

By

VERINA ELISA

The agricultural sector is a sector that has a strategic role in national development, the government policy to subsidize fertilizer to boost agriculture sector. Pringsewu as one of regency in Lampung province where the agricultural sector is the main sector for GDP caused the need for fertilizer subsidy is also high to effort in optimizing revenue in this district.

This study aims to determine the effectiveness of fertilizer subsidies to farmers based on the timeliness, quantity, type, right (target), quality, and price in Pringsewu Regency.

The data used in this study is primary data to obtain data on the effectiveness of fertilizer distribution is based on indicators of timeliness, amount, type, right (target), quality, and price. Population and samples of this study were 5908 farmers registered as members of farmer groups of Pringsewu Regency. Data analysis is using descriptive analysis through single table for knowing distribution and the proportion of each variable.

The results showed that the fertilizer subsidy policy on punctuality indicators have been effective (76.0%). Indicators of accuracy the amount classified as effective (80.3%), classified as an effective indicator of the type of fertilizer (78.9%), relatively effective indicator targeting accuracy (75.1%), quality indicators classified as effective (73.9%) and price indicators also quite effective (69.3%). Overall government policy on fertilizer subsidy in Pringsewu Regency terms of six indicators included in the effective category with an average percentage of 75.2% achievement


(2)

ABSTRAK

ANALISIS EFEKTIVITAS KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP

SUBSIDI PUPUK

(Studi Kasus pada Petani di Kabupaten Pringsewu Lampung)

Oleh VERINA ELISA

Sektor pertanian merupakan sektor yang memiliki peran strategis dalam pembangunan Nasional untuk itu pemerintah mengeluarkan kebijakan pupuk bersubsidi untuk meningkatkan sektor pertanian. Kabupaten Pringsewu sebagai salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung dimana sektor pertanian menjadi sektor utama PDRB membuat kebutuhan pupuk subsidi juga tinggi sebagai salah satu upaya untuk mengoptimalisasikan pendapatan daerah di Kabupaten ini.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektifitas penyaluran subsidi pupuk kepada petani berdasarkan ketepatan waktu, jumlah, jenis, tepat (sasaran), mutu, dan harga di Kabupaten Pringsewu.

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer untuk menggali data tentang efektifitas penyaluran pupuk berdasarkan indikator ketepatan waktu, jumlah, jenis, tepat (sasaran), mutu, dan harga.Populasi dan sampel penelitian ini adalah 5908 petani yang tercatat sebagai anggota kelompok tani Kabupaten Pringsewu. Analisis data menggunakan analisis deskriptif melalui tabel tunggal untuk mengetahi distribusi dan proporsi dari masing-masing variabel.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kebijakan subsidi pupuk pada indikator ketepatan waktu sudah efektif (76.0%). Indikator ketepatan jumlah tergolong efektif (80,3%), indikator jenis pupuk tergolong efektif (78,9%), Indikator ketepatan sasaran tergolong efektif (75,1%), indikator mutu tergolong efektif (73,9%) dan indikator harga juga tergolong efektif (69,3%). Secara menyeluruh kebijakan pemerintah terhadap subsidi pupuk di Kabupaten Pringsewu ditinjau dari enam indikator termasuk dalam kategori efektif dengan rata-rata persentase pencapaian sebesar 75,2%


(3)

I. PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Pangan merupakan hal yang sangat penting karena merupakan kebutuhan dasar manusia, sehingga kecukupan pangan bagi tiap orang setiap keputusan tentang subsidi pupuk merupakan hak asasi yang layak dipenuhi. Permintaan akan pangan yang merupakan kebutuhan dasar akan terus meningkat seiring dengan perkembangan jumlah penduduk dan peningkatan kualitas hidup. Berdasarkan hal tersebut, masalah kebutuhan pangan bagi seluruh setiap saat di suatu wilayah menjadi sasaran utama kebijakan pangan bagi pemerintah suatu negara.

Di Indonesia definisi dan konsep ketahanan pangan terdapat pada Undang-Undang Pangan No 7 Tahun 1996, yang menyatakan bahwa ketahanan pangan merupakan kondisi terpenuhinya kebutuhan pangan bagi rumah tangga yang tercemin dan tersedianya pangan secara cukup, bagi jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau.

Sebagai negara dengan jumlah penduduk besar dan wilayah yang sangat luas, ketahanan pangan merupakan agenda penting di dalam pembangunan ekonomi Indonesia. Namum, kemiskinan yang merupakan masalah pokok Nasional mengakibatkan rendahnya daya beli masyarakat, terutama untuk pemenuhan kebutuhan pangan, sehingga kejadian rawan pangan menjadi masalah yang sangat sensitif di Indonesia.


(4)

2

Sektor pertanian merupakan sektor yang memiliki peran strategis dalam pembangunan Nasional. Pembangunan Nasional pada dasarnya merupakan suatu proses perubahan struktural dalam bidang sosial dan ekonomi. Proses perubahan tersebut haruslah merupakan suatu proses yang dinamis dan menuju yang lebih baik dari suatu tahap ke tahap yang berikutnya yang berorientasi kepada bagaimana memenuhi kebutuhan pokok (basic good).

Amartya Sen dalam Lassa (2008) mengungkapkan bahwa ketidaktahanan pangan seringkali terjadi karena ketiadaan akses atas pangan, bahkan ketika produksi pangan berlimpah. Kasus seperti itu terjadi juga di Indonesia, yaitu di Nusa Tenggara Barat yang merupakan lumbung pangan namun terjadi kerawanan pangan. Soetrisno (1998) menyatakan bahwa terdapat 3 (tiga) tantangan utama ketahanan pangan yang dihadapi Indonesia dalam jangka pendek, yaitu pertama memastikan ketersediaan makanan yang cukup, melalui perdagangan dan produksi domestik untuk memenuhi kebutuhan Nasional, kedua, melindungi konsumsi pangan penduduk miskin, dan ketiga mengurangi ketidakstabilan ketersediaan pangan di tingkat rumah tangga dan Nasional. Ketiga hal tersebut saling berhubungan dan membutuhkan strategi pada tingkat mikro maupun makro Menurut Dewan Ketahanan Pangan tahun 2006, inti persoalan dalam mewujudkan ketahanan pangan di tingkat Nasional beberapa tahun belakangan ini adalah pertumbuhan permintaan yang melebihi pertumbuhan penyediaan permintaan pangan meningkat seiring dengan laju pertumbuhan penduduk, pertumbuhan ekonomi dan daya beli masyarakat serta perubahan selera.


(5)

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 68 Tahun 2002 tentang Ketahanan pangan dalam Bab VI pasal 13 ayat 1 tertulis menyatakan bahwa Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota atau Pemerintah Desa melaksanakan kebijakan dan bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan ketahanan pangan di wilayah masing-masing dengan memperhatikan pedoman, norma, standar dan kreteria yang di tetapkan Pemerintah Pusat.

Subsidi adalah salah satu bentuk bantuan pemerintah untuk mengurangi beban masyarakat dengan membayar sebagian harga yang seharusnya dibayar oleh masyarakat atau kelompok masyarakat tertentu untuk memberi suatu barang atau jasa menyangkut kepentingan hidup orang banyak. Menurut Suparmoko (1994:38-40 dikutip oleh Emidayenti) pemberian subsidi digolongkan menjadi dua, yakni :

a. Subsidi dalam bentuk uang

Dalam hal ini pemerintah dapat memberikan subsidi dalam bentuk uang sebagai tambahan penghasilan kepada konsumen atau dapat pula pemerintah memberikan subsidi dalam bentuk penurunan harga barang. Artinya dalam mengkonsumsi suatu barang konsumen hanya diwajibkan untuk membayar kurang dari harga barang yang sebenarnya dan selisihnya akan ditanggung pemerintah.

b. Subsidi barang

Apabila pemerintah menyediakan suatu barang tertentu dengan jumlah yang tertentu pula kepada konsumen tanpa dipungut bayaran atau mungkin dengan pembayaran tetap dibawah harga pasar.


(6)

4

Salah satu bentuk subsidi pemerintah dalam mewujudkan ketahanan pangan (meningkatkan produktivitas) adalah dengan memberikan subsidi pupuk, subsidi pupuk tersebut merupakan upaya pemerintah untuk menjamin ketersediaan pupuk bagi petani dengan harga yang telah ditetapkan pemerintah yaitu Harga Eceran Tertinggi (HET).

Sesuai dengan Peraturan Menteri Pertanian No. 69/Permentan/SR.130/11/2012 tentang kebutuhan dan harga eceran tertinggi (HET) pupuk bersubsidi untuk sektor pertanian tahun anggaran 2013, pupuk bersubsidi adalah pupuk yang pengadaan dan penyalurannya ditataniagakan dengan Harga Eceran Tertinggi (HET) yang ditetapkan di penyalur resmi di lini IV. Adapun menurut Peraturan Menteri Perdagangan Nomor17/M-DAG/PER/2011 pupuk bersubsidi adalah pupuk yang pengadaan dan penyalurannya mendapat subsidi dari pemerintah untuk kebutuhan petani yang dilaksanakan atas dasar program pemerintah di sektor pertanian.

Banyak pertimbangan yang mendasari pengambilan keputusan pemerintah dalam mengatur pengeluaran. Pemerintah tidak cukup hanya meraih hasil akhir dari setiap kebijakan pengeluarannya, tetapi juga harus memperhitungkan sasaran antara yang akan menikmati atau terkena kebijaksanaan. Memperbesar pengeluaran dengan tujuan semata-mata untuk meningkatkan pendapatan Nasional atau memperluas kesempatan kerja adalah tidak memadai, melainkan harus pula diperhitungkan siapa yang akan terpekerjaan atau mengingkatan pendapatan.


(7)

Saat ini dunia pertanian Indonesia menghadapi tantangan besar. Sebagai penunjang kehidupan berjuta-juta masyarakat Indonesia, sektor pertanian memerlukan pertumbuhan ekonomi yang kukuh dan pesat. Sektor ini juga perlu menjadi salah satu komponen utama dalam program dan strategi pemerintah untuk mengentaskan kemiskinan. Di masa lampau, pertanian Indonesia telah mencapai hasil yang baik dan memberikan kontribusi penting dalam pertumbuhan ekonomi Indonesia, termasuk menciptakan lapangan pekerjaan dan pengurangan kemiskinan secara drastis.

Hal ini dapat dicapai dengan memusatkan perhatian pada bahan-bahan pokok seperti beras, jagung, gula dan kacang kedelai. Akan tetapi, dengan adanya penurunan tajam dalam hasil produktivitas panen dari hampir seluruh jenis bahan pokok, ditambah mayoritas petani yang bekerja disawah kurang dari setengah hektar, aktifitas pertanian kehilangan potensi untuk menciptakan tambahan lapangan pekerjaan dan peningkatan penghasilan.

Pupuk mempunyai peranan penting dalam peningkatan produktivitas pertanian, penggunaan pupuk yang berimbang sesuai kebutuhan tanaman telah membuktikan mampu memberikan produktivitas dan pendapatan yang lebih baik bagi petani. Kondisi inilah yang menjadikan pupuk sebagai sarana produksi yang sangat strategis bagi petani (Direktorat Pupuk dan Pestisida : 2004 ).

Untuk itu perlu adanya penyediaan pupuk yang memadai ditingkat petani, agar petani dapat menggunakan pupuk sesuai teknologi pemupukan yang dianjurkan di masing-masing wilayah termasuk di Provinsi Lampung. Gambaran tentang distribusi pupuk di Provinsi Lampung adalah sebagai berikut:


(8)

6

Tabel 1 Alokasi Pupuk Bersubsidi Tahun 2012 Provinsi Lampung (Ton)

No Jenis Pupuk 2008 2009 2010 2011 2012

1 Urea 289.127 335.564 331.640 319.135 361.500

2 Za 9.337 10.605 10.797 21.543 17.500

3. Sp-36 37.304 41.485 41.274 41.218 56.697

4 Npk 44.520 76.715 105.192 124.134 160.998

5 Organik 855 7.545 14.962 16.781 37.596

JUMLAH 381.143 407.914 503.865 522.811 634.219 Sumber data PT Pusri dan PT Petrokimia

Berdasarkan data dari Dinas Pertanian Provinsi, alokasi pupuk bersubsidi oleh pemerintah Lampung terus meningkat tiap tahun nya. Tahun 2008 total subsidi pupuk di Lampung sejumlah 381.143 ton. Kemudian pada tahun 2009 sejumlah 407.914 ton. Tahun 2010, 2011, 2012 pun mengalami peningkatan masing-masing sebesar 503.865 ton, 522.811 ton, 634.219 ton. Berdasarkan data pada tabel di atas, alokasi pupuk bersubsidi terus meningkat dari tahun ke tahun, namun di sisi lain harga pupuk pasar ternyata juga terus meningkat. Peningkatan kebutuhan pupuk di Kabupaten Pringsewu juga mengalami peningkatan sebagaimana terdistribusi pada tabel di bawah ini:

Tabel 2 Alokasi Pupuk Bersubsidi di Kabupaten Pringsewu 2008-2012 (dalam ton)

No Tahun Urea Za Sp 36 NPK Organik Jumlah Peruba-han 1 2010 9.838 411 1.788 4.027 1.439 17.503 - 2 2011 10.251 487 1.820 4.330 1.592 18.480 5.5% 3 2012 12.128 577 1.903 4.946 1.636 21.170 14.5%

JUMLAH 10.739 491.67 1.837 4.434 1.556 19.051 10,1% Sumber PT Pusri dan PT Petrokimia

Berdasarkan data dari Dinas Pertanian Provinsi, alokasi pupuk bersubsidi oleh pemerintah Pringsewu terus meningkat tiap tahun nya dari tahun 2010, 2011, 2012 terus meningkat 17.503 ton meningkat menjadi 18.480 ton dan kembali


(9)

meningkat menjadi 21.170 ton, dengan rata-rata persentase perubahan sebesar 10,1%, namun di samping peningkatan kebutuhan pupuk terjadi juga peningkatan harga pupuk.

Tabel 3 Pupuk Bersubsidi dan Non subsidi Untuk Sektor Pertanian Tahun 2013 Menurut Jenis, Jumlah Dan Harga

Pupuk Jenis Pupuk Jumlah (Ton) HET (Rp/Kg)

Subsidi Urea 248.000 1.800

SP-36 45.000 2.000

ZA 23.300 1.400

NPK 152.000 2.300

Organik 36.000 500

Non Subsidi Urea 441.000 2.800

SP-36 76.000 7.600

ZA 60.300 2.400

NPK 177.000 3.500

Organik 41.000 1.500

Sumber : Pedoman Pelaksanaan Subsidi Pupuk Tahun 2012

Pemerintah kembali menyediakan anggaran subsidi pupuk untuk pengadaan dan penyaluran pupuk Urea, SP-36, ZA, NPK, dan pupuk oraganik dengan harga eceran tertinggi (HET), adapun pelaksana pengadaan dan penyaluran pupuk bersubsidi adalah produsen pupuk yang ditunjuk oleh pemerintah yaitu PT Pupuk Sriwidjaja, PT Pupuk Kujang, PT Pupuk Kalimantan Timur, PT Petrokimia Gresik, PT Pupuk Iskandar Muda.

Pupuk merupakan komoditi yang memiliki peran srategis dalam mendukung sektor pertanian. Penggunaan pupuk yang tepat dapat meningkatkan produktivitas komoditas pertanian. Setiap provinsi di wilayah Indonesia mendapatkan alokasi pupuk bersubsidi, kebijakan ini sampai saat ini pelaksanaannya masih terus berjalan dan diharapkan dapat memberikan andil yang besar terhadap usaha pemerintah untuk membantu mengurangi beban biaya pupuk petani.


(10)

8

Selain itu diharapkan subsidi pupuk berpengaruh positif terhadap sektor pertanian di dalam peningkatan produktivitas dan produksi komoditas pertanian untuk mewujudkan program ketahanan pangan Nasional, namun dalam pelaksanaannya masih banyak mengalami hambatan dan kekurangan yang menyalurkan kepada petani dan kelompok tani.

Kebijakan ini dapat dikatakan berhasil apabila masyarakat yang menerima manfaat dari subsidi tersebut dapat meringankan beban dalam penyediaan dan penggunaan pupuk untuk kegiatan usaha taninya. Oleh sebab itu dalam pelaksanaannya haru sesuai dengan prinsip kerja yang berdasarkan tepat harga, tepat jumlah, tepat jenis dan tepat waktu. Keberhasilan kebijakan ini adalah kecocokan bila metode pelaksanaan kebijakan dilakukan secara sistematis dalam artian sesuai dengan kebijakan subsidi pupuk, sebaliknya bila pelayanan dan partisipasi masyarakat terhadap kebijakan ini statis, maka perlu adanya perbaikan metode yang lebih baik lagi atau bila perlu kebijakan tersebut dihentikan.

Efektivitas pada umumnya digunakan untuk mengukur tingkat keberhasilan dalam melakukan suatu aktivitas atau kegiatan yang dilakukan. Dengan demikian efektivitas merupakan suatu pendekatan yang digunakan untuk melihat tercapai atau tidak tujuan atau program yang ditentukan. Lampung merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang perekonomiannya memiliki basis yang cukup kuat pada sektor pertanian. Sektor pertanian memiliki kontribusi yang tidak kalah dengan sektor lain dalam pembangunan ekonomi Lampung. Kontribusi sektor pertanian terhadap perekonomian Lampung dapat di lihat dari sumbangannya bagi pembentukan PDRB Lampung pada tahun 2009 sektor perikanan, perkebunan,


(11)

kehutanan dan perikanan sebesar Rp. 14.759.602.000 sedangkan pada tahun 2008 Rp.14.693.881.000, yang berarti adanya penaikan konstribusi yang dilakukan dari tahun sebelumnya.

Dominasi kontribusi sektor pertanian terhadap PDRB Provinsi Lampung juga disumbangkan dari dominasi serupa terhadap PDRB di Kabupaten Pringsewu. Perekonomian Kabupaten Pringsewu juga didominasi oleh sektor pertanian peternakan, kehutanan dan perikanan dimana sektor ini memberikan kontribusi sebesar 45,51% pada tahun 2008 dan tahun 2009 sebesar 45,18. Gambaran struktur ekonomi di Kabupaten Pringsewu terlihat pada grafik di bawah ini: Gambar 1. PDRB Kabupaten Pringsewu Menurut Sektor Usaha Tahun 2008-2009

Sumber BPS Kabupaten Pringsewu

Menurut grafik di atas perekonomian Kabupaten Pringsewu masih di dominasi atas 3 sektor yaitu : pertanian, perkebunan, kehutanan dan perikanan, kemudian sektor perdagangan hotel dan restoran serta sektor jasa-jasa. Karena dominasi tersebut maka kebutuhan pupuk bersubsidi untuk menopang sumber


(12)

10

perekonomian menjadi sangat penting dan krusial. Perkembangan kebutuhan pupuk di Kabupaten Pringsewu juga terus mengalami peningkatan.

Kabupaten Pringsewu memiliki potensi besar di bidang pertanian, perkebunan dan kehutanan. Untuk tanaman pangan dan holtikultura memiliki lahan seluas 36.849 Ha yang bagi menjadi lahan tanaman padi seluas 20.616 Ha, tanaman jagung seluas 7.993 Ha, sayuran 1.634 Ha, kedelai 66 Ha dan buah-buahan 6.540 Ha. Untuk lahan perkebunan lahan yang ada di Kabupaten Pringsewu seluas 23.529,75 Ha dan kehutanan seluas 13.287,24 Ha. Besarnya potensi dari luasnya lahan pertanian memberikan konsekuensi kebutuhan pupuk yang juga meningkat. Akan tetapi distribusi pupuk terkadang tidak sampai kepada petani yang berhak. Hal-hal yang membuat pupuk bersubsidi menjadi tidak optimal karena ada perbedaan data rekapitulasi penyaluran pupuk dengan data rekapitulasi Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK) yaitu sebesar 18.571.000 kg sedangkan rekapitulasi yang terdistribusi sebanyak 17.491.000 kg. Masalah ini memang sederhana tetapi sangat berpengaruh terhadap ketepatan distribusi pupuk bersubsidi. Mengingat potensi besar yang masih mendominasi struktur ekonomi Kabupaten Pringsewu maka perlu diketahui bagaimana implementasi dalam pendistribusian pupuk bersubsidi.

Sebagai kabupaten baru perkembangan perekonomian di Kabupaten Pringsewu menunjukkan arah yang cukup baik. Salah satu indikatornya dapat ditunjukkan dari nilai PDRB atas dasar harga berlaku dimana selama 3 tahun terakhir, dari tahun 2007 sampai dengan 2009 perkembangan perekonomian Kabupaten Pringsewu selalu meningkat.


(13)

Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Pringsewu pada tahun 2009 sedikit melambat dari pada pertumbuhan ekonomi di tahun sebelumnya. Petumbuhan ekonomi di tahun 2009 sebesar 5.90%. Apabila dibandingkan dengan tahun 2008 yang mengalami pertumbuhan sebesar 6.20%. Walaupun pertumbuhan tahun 2009 sedikit melambat tetap sebanyak 6 sektor yaitu industri pengolahan, listrik, gas dan air bersih, konstruksi, perdagangan, hotel, dan restoran, transportasi dan komunikasi serta sektor jasa-jasa mengalami pertumbuhan yang lebih tinggi dibanding tahun 2009. Sedangkan 3 sektor lainnya yaitu pertanian, pertambangan dan sektor keuangan mengalami pertumbuhan yang sedikit melambat.

Sektor pertanian yang mendominasi PDRB Kabupaten Pringsewu menjadi alasan utama pemilihan lokasi penelitian di Kabupaten ini. Potensi utama Kabupaten Pringsewu di sektor pertanian akan menimbulkan konsekwensi peningkatan kebutuhan pupuk sebagai salah satu upaya untuk mengoptimalisasikan pendapatan daerah di Kabupaten ini. Oleh karena itu juka kebijakan pupuk ini tidak berjalan dengan efektif dapat mengancam sumber pendapatan utama di Kabupaten Pringsewu.

Efektivitas kebijakan subsidi pupuk di ukur berdasarkan enam indikator antara lain ketepatan waktu, jumlah, jenis, tepat (sasaran), mutu, dan harga sehingga petani dapat menggunakan pupuk sesuai kebutuhan. Peran pupuk dalam sekor pertanian sangatlah penting sehingga pupuk harus diprioritaskan oleh pemerintah terkait dengan kebutuhan petani. Pupuk menjadi input yang perlu disubsidi pemerintah terkait dengan perannya yang penting dalam menentukan produksi


(14)

12

pertanian. Oleh karna itu penulis membahas tentang efektifitas kebijakan subsidi pupuk pada kabupaten Pringsewu.

B.Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, permasalahan yang akan di teliti adalah: bagaimana efektifitas penyaluran subsidi pupuk kepada petani berdasarkan ketepatan waktu, jumlah, jenis, tepat (sasaran), mutu, dan harga pada petani di Kabupaten Pringsewu ?

C.Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: Mengetahui efektifitas penyaluran subsidi pupuk kepada petani berdasarkan kriteria ketepatan waktu, jumlah, jenis, tepat (sasaran), mutu, dan harga di Kabupaten Pringsewu.

D.Kerangka Pemikiran

Di Indonesia, definisi dan konsep ketahan pangan terdapat pada Undang-Undang Pangan No. 7 Tahun 1996, yang menyatakan bahwa ketahanan pangan merupakan kondisi terpenuhinya kebutuhan pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan secara cukup, baik dari jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau. Dari pengertian tersebut, perwujudan ketahanan pangan dapat dipahami sebagai berikut :

a. Terpenuhinya pangan dengan kondisi ketersediaan yang cukup, diartikan pangan dalam arti luas, mencakup pangan yang berasal dari tanaman, ternak, dan ikan untuk memenuhi kebutuhan atas karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral serta turunannya


(15)

b. Terpenuhinya pangan dalam kondisi yang aman, diartikan bebas dari cemaran biologis, kimia, dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan dan membahayakan kesehatan manusia, serta aman dari kaidah agama.

c. Terpenuhinya pangan dengan kondisi yang merata, diartikan pangan yang harus tersedia setiap saat dan merata di seluruh tanah air.

d. Terpenuhinya pangan dengan kondisi yang terjangkau, diartikan pangan mudah diperoleh rumah tanggadengan harga yang terjangkau

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 68 Tahun 2002 tentang Ketahanan pangan dalam bab VI pasal 13 ayat 1 tertulis menyatakan bahwa pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota dan atau pemerintah desa melaksanakan kebijakan dan bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan ketahanan pangan di wilayah masing-masing dengan memperhatikan pedoman, norma, standar dan kreteria yang di tetapkan Pemerintah Pusat.

Lampung merupakan salah satu Provinsi di Indonesia yang perekonomiannya memiliki basis yang cukup pada sektor pertanian. Sektor pertanian memiliki konstribusi yang tidak kalah dengan sektor lain dalam pembangunan ekonomi Lampung, kondisi ini juga terjadi di Kabupaten Pringsewu dimana sektor ini menjadi penyumbang utama pendapatan daerah. Adapun subsidi pupuk yang diberikan oleh pemerintah kepada para petani dilakukan oleh pemerintah yang bersumber dari APBN. Subsidi pupuk diberikan oleh pemerintah melalui penyedia pupuk, kemudian disalurkan oleh para distributor kepada pengecer dan dari pengecer disalurkan dan diterima para petani, oleh karena itu bagaimana cara


(16)

14

penyaluran subsidi pupuk pemerintah kepada petani harus diperhatikan. Untuk jelasnya struktur distribusi pupuk bersubsidi tersebut dapat dilihat pada gambar 5

Gambar 5

Struktur Distribusi dan Tataniaga Pupuk Bersubsidi

E.Ruang Lingkup Penulisan

Ruang lingkup penelitian ini adalah bahwa jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif. Objek penelitian adalah kebijakan pemerintah terhadap subsidi pupuk yang kriterianya berdasarkan ketepatan waktu, jumlah, jenis, sasaran mutu dan harga. Subjek penelitian adalah petani di Kabupaten Pringsewu. Lokasi penelitian Kabupaten Pringsewu.

F. Sistem Penulisan

1. Bab I Pendahuluan, berisikan latar belakang, permasalahan, tujuan penulis, kerangka pemikiran, dan sistem penulisan

2. Bab II Tinjauan pustaka, yang berisikan tentang terori yang berkaitan dengan penulisan ini

3. Bab III Metode penelitian, yang meliputi jenis data dan sumber PEMERINTAH

PERUSAHAAN PENYEDIA PUPUK

DISTRIBUTOR

PENGECER


(17)

data serta analisis yang digunakan

4. Bab IV Hasil perhitungan dan pembahasan terhadap penelitian dengan menggunakan analisis yang telah ditetapkan


(18)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Subsidi

Subsidi adalah sebuah pembayaran oleh pemerintah untuk produsen , distributor dan konsumen bahkan masyarakat dalam bidang tertentu. Misalnya untuk mencegah penurunan dari industri (misalnya, sebagai hasil dari operasi yang tidak menguntungkan terus menerus) atau kenaikan harga produknya atau hanya untuk mendorong untuk mempekerjakan tenaga kerja yang lebih (seperti dalam kasus subsidi upah). Secara umum pengertian subsidi merupakan suatau pemberian uang dari pemerintah yang dimaksudkan untuk membantu dan mempergiat pekembangan usaha kelompok tani yang dianggap penting sekali bagi kepentingan umum dan yang tidak sanggup berjalan tanpa bantuan pemerintah.

Subsidi dapat diartikan sebagai dana bantuan sosial yang merupakan transfer uang atau barang yang diberikan kepada masyarakat gunamenjaga ketahanan pangan. Subsidi dapat berbentuk kebijakan proteksionisme atau hambatan perdagangan (trade barrier) dengan cara menjadikan barang dan jasa domestik bersifat kompetitif terhadap barang dan jasa impor. Subsidi dapat dikategorikan dengan berbagai macam cara, tergantung alasan di balik subsidi, pihak penerima, dan sumber pembiayaan subsidi (bisa dari pemerintah, konsumen, penerimaan pajak, dan lain-lain).


(19)

Berikut beberapa pengertian subsidi menurut beberapa ahli yang penulis kutip :

Menurut Habib Nazir (2004) subsidi adalah cadangan keuangan dan sumber-sumber daya lainnya untuk mendukung suatu kegiatan usaha atau kegiatan perorangan oleh pemerintah .

Menurut Muhammad Hassanudin (2004) “Subsidi dapat mendorong peningkatakan output produk-produk yang dibantu akan tetapi mengganggu proses alokasi sumber daya domestik secara umum dan memberi dampak yang merugikan terhadap perdagangan internasional “.

Dari beberapa defenisi para ahli yang dikemukakan diatas maka penulis dapat menyimpulkan bahwa subsidi :

a. Cadangan dari pemerintah untuk mendukung suatu kegiatan usaha perorangan. b. Bantuan keuangan untuk menjaga ketahanan pangan masyarakat.

c. Merupakan bantuan dari non-pemerintah yang sering disebut sebagai sumbangan.

Kebijakan pupuk bersubsidi ini bertujuan untuk meringankan beban petani dalam penyedian dan pengunaan pupuk untuk kegiatan usuha taninya. Sehingga dapat meningkatkan produktifitas dan produksi komoditas pertanian guna mendukung ketahanan pangan nasional. Pupuk bersubsidi diperuntukkan untuk sektor pertanian yang berkaitan dengan budidaya tanaman pangan, sasarannya adalah petani, pekebun dan peternak.

Pada Periode 1970-1993, sistem subsidi yang diberlakukan adalah subsidi harga, sumber pembiayaan berasal dari APBN, pupuk yang disubsidi adalah harga pupuk


(20)

18

yang berasal impor dan produksi dalam negeri. Periode 1999-2001; sejak 1998 subsidi harga pupuk dicabut karena dipicu oleh terjadinya krisis ekonomi saat itu, sistem subsidi pada kurun ini adalah subsidi harga bahan baku untuk pembuatan pupuk yakni subsidi gas. Pada Periode 2003-2005, sistem subsidi berlaku merupakan kombinasi subsidi gas dan subsidi harga, subsidi gas untuk pupuk Urea, sementara subsidi harga untuk pupuk non urea. Periode 2006-sekarang, subsidi yang berlaku adalah subsidi harga, yang dihitung dengan formula, selisih antara HET dengan HPP dan biaya produksi dikalikan volume produksi yang merupakan angka subsidi yang ditanggung oleh pemerintah, sember subsidi adalah APBN.

Pupuk bersubsidi adalah pupuk yang pengadaan dan penyalurannya ditataniagakan dengan Harga Eceran Tertinggi (HET) yang ditetapkan di penyalur resmi di Lini IV (Pengecer Resmi sesuai ketentuan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 07/MDAG/ PER/2/2009 tentang Pengadaan dan Penyaluran Pupuk Berubsidi untuk sektor Pertanian). Jenis- jenis pupuk yang disubsidi pemerintah terdiri dari pupuk Urea, ZA, SP-36, NPK dan pupuk organik yang diadakan produsen Pupuk yang ditunjuk, yaitu: PT Pupuk Sriwidjaja, PT Pupuk Kujang, PT Pupuk Kalimantan Timur, PT Pupuk Iskandar Muda dan PT Pupuk Petrokimia Gresik.

Kasus kelangkaan pupuk terutama jenis Urea merupakan fenomena yang sering kali terulang hampir setiap tahun. Fenomena ini dapat kita lihat melonjaknya harga pupuk di tingkat petani yang jauh di atas Harga Eceran Tertinggi (HET) yang ditetapkan oleh pemerintah. Padahal produksi pupuk urea berdasarkan hitungan diatas kertas berdasarkan produksi pupuk urea berdasarkan 5 pabrik


(21)

BUMN selalu diatas kebutuhan domestik. Artinya adalah tanpa mengurangi pasokan untuk pasar bersubsidi domestik, masih ada kelebihan pasokan pupuk sekitar 1,3 juta ton baik untuk memenuhi pasar pupuk non subsidi domestik yang diperkirakan relatif kecil maupun untuk ekspor. Namun fakta atau realitas di lapangan jauh berbeda sekali, bahwa masih sering terjadi fenomena langka pasok dan lonjak harga diatas HET (Suhaila Marisa, 2011)

B.Tujuan Subsidi Pemerintah

Tujuan Subsidi Menurut Habib Nazir (2004) dan Muhammad Hassanudin (2004) ada bebarapa hal tujuan subsidi yaitu sebagai berikut :

1. Subsidi Produksi

Pemberian subsidi pada para pemasok oleh pemerintah untuk mendorong mereka meningkatkan output dari produk tertentu yang tujuannya untuk memperluas produksi beberapa poduk dengan harga rendah yang dianggap sangat penting.

2. Subsidi Ekspor

Pemberian subsidi oleh pemerintah untuk produk tertentu yang di ekspor atau ekspor secara umum, sebagai suatu alat untuk membantu neraca pembayaan negara selain itu, subsidi ekspor diberikan sebagai upaya peningkatan perdagangan.

3. Subsidi Pekerjaan

Pemberian subsidi pada upah oleh pemerintah sebagai suatu insentif pada perusahaan-perusahaan untuk dapat member lebih banyak kesempatan kerja, sehingga dapat menurunkan tingkat pengangguran dalam perekonomian.


(22)

20

4. Subsidi Pendapatan

Pemberian subsidi pada masyarakat melalui system pembayaran transfer pemerintah dalam usaha untuk memungkinkan mereka menikmati suatu standart hidup minimum.

Subsidi pendapatan diberikan oleh pemerintah aga kesejahteraan masyarakat semakin terjamin, sehingga perekonomian diahrapkan dapat lebih lanjut.

Dampak Negatif Subsidi Pupuk

Setelah berjalan lebih dari empat dasawarsa, subsidi pupuk ternyata menimbulkan dampak negatif baik yang bersifat langsung maupun tidak langsung. Dampak negatif yang cukup menonjol adalah :

1. Dualisme pasar,

2. Penggunaan pupuk berlebihan,

3. Industri pupuk tidak berkembang secara optimal, dan 4. Biaya lebih besar dari manfaat.

Dampak negatif yang pertama adalah subsidi pupuk menimbulkan dua jenis dualism pasar, yaitu:

1. Dualisme antara pasar pupuk bersubsidi dengan HET dan pasar pupuk nonsubsidi yang mengikuti mekanisme pasar, dan

2. Dualisme antara pasar domestik dan pasar internasional.

Dualisme pasar antara pupuk bersubsididan nonsubsidi menimbulkan disparitas harga yang cukup besar antara HET dan harga pasar. Pada tahun 2006, harga HET pupuk urea adalah Rp1.200/kg, padahal harga pupuk nonsubsidi mencapai


(23)

Rp5.500/kg. Hal ini mendorong terjadinya penyimpangan, yaitu pupuk bersubsidi dijual ke pasar nonsubsidi yang meliputi perusahaan perkebunan atau petani nonpangan (Herman et al. 2005).

Kebijakan subsidi pupuk juga menimbulkan dualisme pasar antara pasar domestik dan pasar internasional. Disparitas harga yang tinggi antara harga di pasar domestik dan di pasar internasional mendorong terjadinya penyelundupan atau ekspor secara ilegal. Pada tahun 2008, disparitas harga antara harga domestik dan pasar internasional bahkan di atas 300%, sehingga mendorong terjadinya kelangkaan pupuk di dalam negeri (PSEKP 2006; Garsoni 2009). Kebijakan subsidi pupuk adalah penggunaan pupuk yang berlebihan. Untuk urea, sebagian petani menggunakan pupuk dengan takaran 400−600 kg/ha, padahal takaran anjuran berkisar antara 200−250 kg/ha. Hal ini menyebabkan munculnya gejala pelandaian produktivitas, di samping menurunkan kualitas fisik, kimia, dan biologi tanah (Herman et al. 2005; PSE-KP 2009).

Subsidi pupuk adalah subsidi yang diterapkan kurang kondusif untuk pengembangan industri pupuk nasional. Karena harga yang dipatok lebih rendah, beberapa produsen pupuk kesulitan memperoleh kontrak pasokan gas, baik untuk perpanjangan kontrak maupun kontrak baru. Produsen gas bumi lebih mengutamakan konsumen yang mampu membeli gas dengan harga yang lebih tinggi. Akibatnya, kapasitas terpakai pabrik pupuk nasional menjadi tidak optimal, yaitu hanya 71−83% dari kapasitas terpasang. HET menyebabkan opportunity loss bagi produsen pupuk, yang diprakirakan mencapai Rp4 triliun selama 5 tahun. Pasar pupuk dalam negeri yang terdistorsi menyebabkan industri pupuk kurang menarik bagi investor. Sebagai contoh, produsen harus menjual pupuk Rp2.200/


(24)

22

kg, padahal harga pupuk nonsubsidi mencapai Rp5.500/kg sehingga perusahaan pupuk kehilangan penerimaan Rp3.300/kg (PSE-KP 2007). Opportunity loss menyebabkan pabrik pupuk memiliki kemampuan yang rendah dalam menghimpun dana bagi peremajaan maupun pengembangan pabrik. Pemberian subsidi melalui harga gas kurang merangsang pabrik pupuk urea untuk meningkatkan efisiensi produksi melalui penghematan pemakaian gas.

Hasil analisis manfaat dan biaya menunjukkan bahwa biaya yang dikeluarkan pemerintah lebih besar daripada manfaat yang diterima petani (Syafa’at et al. 2006; Sjari 2007). Biaya subsidi umumnya tidak setimpal dengan manfaat yang diperoleh, bahkan sering menjadi tekanan politik sehingga subsidi menjadi permanen (World Bank 2009a). Hasil analisis Susila dan Sinaga (2005) juga menyebutkan bahwa kebijakan yang berkaitan dengan harga output lebih efektif dibanding kebijakan subsidi input (pupuk) dalam mendorong peningkatan produksi dan produktivitas.

Di samping menimbulkan dampak negatif, kebijakan subsidi pupuk juga berdampak positif terhadap pembangunan pertanian dan kesejahteraan petani. Menggabungkan argumen yang dikemukakan oleh Hutagaol et al. (2009), PSE KP (2009), dan World Bank (2009b), secara umum subsidi pupuk berdampak positif terhadap:

1. Peningkatan modal petani,

2. Pengembangan pasar pupuk yang sebelumnya belum berfungsi sehingga menekan biaya distribusi,

3. Adopsi teknologi dengan mengurangi risiko dalam pembelajaran teknologi baru, meningkatkan efektivitas penyuluhan, dan organisasi petani,


(25)

4. Peningkatan produktivitas petani, dan 5. Perbaikan pendapatan usaha tani.

Dampak positif pertama yang bersifat langsung dari subsidi pupuk adalah meningkatnya ketersediaan modal bagi petani (World Bank 2009). Dengan harga pupuk yang disubsidi, sebagian modal petani yang seharusnya digunakan untuk membeli pupuk dapat dialokasikan untuk membeli input yang lain. Kontribusi biaya untuk pupuk berkisar antara 9−22% dari total biaya, bergantung pada takaran dan teknologi yang ditetapkan. Jika pada awalnya petani menggunakan pupuk dengan takaran lebih rendah, subsidi pupuk mendorong mereka meningkatkan takaran pupuk menjadi optimal.

Dampak positif kedua adalah subsidi pupuk dapat mengatasi pasar pupuk yang belum bekerja secara efisien atau terjadi kegagalan pasar (market failure). Struktur pasar yang kurang kompetitif, asimetri kekuatan informasi antara penjual dan pembeli sehingga margin keuntungan serta biaya distribusi yang tinggi, dapat ditekan dengan kebijakan subsidi pupuk. Argumen ini valid jika subsidi pupuk dapat menyediakan pupuk sesuai dengan azas enam tepat, yaitu tepat jumlah, kualitas, waktu, harga, jenis, dan tempat.

Dampak positif ketiga dari subsidi pupuk adalah mendorong adopsi teknologi. Hal ini valid untuk petani yang belum mengenal secara baik manfaat pupuk, termasuk takaran pupuk yang berimbang optimal. Dengan adanya subsidi pupuk, petani tidak khawatir menggunakan teknologi baru (jenis dan takaran pupuk) karena harga pupuk disubsidi (World Bank 2009b). Hal ini didukung oleh Hutagaol et


(26)

24

al. (2009) yang menyebutkan bahwa subsidi pupuk meningkatkan efektivitas kegiatan penyuluhan dan organisasi petani.

C. Teori Subsidi Pupuk

Fungsi produksi menurut Walter Nicholson (1991) adalah suatu fungsi yang memperlihatkan sebuah barang yang dapat diproduksi dengan menggunakan kombinasi alternatif antara modal (K) dan tenaga kerja (L) atau Q= f (K,L).

Dalam suatu proses produksi juga terdapat adanya perubahan keluaran yang dihasilkan oleh perubahan dalam satu masukan produksi. Teori ini sering disebut dengan Marginal Physical Product (Produk Fisik Marginal) yang pengertiannya adalah keluaran tambahan yang dapat diproduksi dengan menggunakan satu unit tambahan dari masukan tersebut dengan mempertahankan semua masukan lain tetap konstan. Secara matematis dirumuskan sebagai berikut :

Produk fisik marginal dari modal :

MPK = = f K

Produk fisik marginal dari tenaga kerja :

MPL = = f L

Produk fisik marginal dari sebuah masukan bergantung pada jumlah masukan tersebut yang dipergunakan. Sebagai contoh pupuk tidak dapat ditambahkan secara tidak terbatas untuk sebidang tanah tertentu (dengan mempertahakan jumlah peralatan, tenaga kerja, dan sebagainya) yang pada akhirnya akan menunjukkan penurunan produktivitas. Hal ini akan dijelaskan pada Gambar 2.1.


(27)

Jumlah (Q)

X (pupuk)

(a)produksi total kurva pupuk Mpp, App

Mppx

P*** P*

P** P*** X (pupuk)

Appx

Tppx

Kurva pada Gambar 2.1 memperlihatkan produktivitas rata-rata dan produktivitas marginal untuk pupuk dapat diturunkan dari kurva produk total. Kurva TPP dalam (a) mewakili hubungan antara masukan pupuk dan keluaran, dengan asumsi bahwa semua masukan lain dipertahankan konstan. Pada (b) diperlihatkan bahwa kurva TPP merupakan produk marginal pupuk (MPP), dan kemiringan kurva yang menggabungkan titik asal dengan satu titik di kurva TPP menghasilkan produk rata-rata pupuk (APP).

Kurva ini menjelaskan hubungan antara jumlah masukan tertentu (pupuk) dan keluaran atau output total (TPP). Untuk jumlah pupuk yang kecil, keluaran meningkat dengan cepat kemudian pupuk ditambahkan tetapi karena semua masukan lain tetap konstan, pada akhirnya kemampuan pupuk tambahan untuk menghasilkan keluaran tambahan mulai menurun. Pada akhirnya, keluaran mencapai tingkat maksimum dimana pada setiap pupuk yang ditambahkan akan mengurangi keluaran.


(28)

26

s

s1

D

Q Q1 Q

(a)Pengaruh Subsidi Terhadap Kurva Penawaran Pupuk

Output Q

Input (pupuk) b. Pengaruh Subsidi Terhadap Produksi

Harga pupuk

Jumlah Pupuk

Sumber: Nicholson, 1991

Gambar 2.1 Kurva Produktivitas Rata-Rata dan Marginal

Dari Gambar 2.2 dapat terlihat pengaruh adanya subsidi terhadap kurva penawaran dan produksi. Subsidi merupakan bantuan yang diberikan pemerintah kepada produsen terhadap produk yang dihasilkan atau dipasarkan, sehingga harga lebih rendah sesuai dengan keinginan pemerintah dan daya beli masyarakat

meningkat. Subsidi pupuk merupakan bantuan yang diberikan pemerintah kepada petani agar dapat memproduksi dengan biaya lebih rendah. Adanya subsidi menyebabkan penawaran pupuk bertambah dari S ke S’. Pupuk yang ditawarkan di pasar menjadi bertambah dari Q ke Q’, sedangkan harga keseimbangan pasar dengan adanya subsidi akan turun dari P ke P’ seperti terlihat pada kurva (a). Dampak dari adanya subsidi adalah biaya produksi menjadi lebih rendah yang menyebabkan kemampuan produsen untuk membeli input produksi lebih tinggi


(29)

sehingga jumlah input produksi meningkat. Adanya peningkatan input produksi akan menyebabkan jumlah barang yang diproduksi menjadi naik (dari Q ke Q’) seperti terlihat pada kurva (b). Jadi, adanya subsidi dapat meningkat kemampuan produksi suatu barang.

D. Tataniaga Subsidi Pupuk

Tataniaga Pupuk didasarkan pada Keputusan Pemerintah Nomor : 56/KP/II/1979 tanggal 15 Februari 1979, PT Pusri ditunjuk sebagai Distributor Nasional untuk seluruh jenis pupuk bersubsidi (Urea, TSP, & DAP). Fungsinya mendistribusikan dan menyalurkan pupuk bersubsidi baik produksi dalam negeri maupun impor untuk kebutuhan sektor pertanian sampai Lini IV. Dalam perjalanan waktu, jenis pupuk ditambah dengan pupuk ZA, KCl, ZK, KS, KNO3 dan SP-36.

Pelaksanaan atas SK Menteri Perdagangan dan Koperasi Nomor: 56/KP/II/1979 diatur lebih rinci dalam Surat Keputusan No. 004/Dagri/Kp/II/1979. Surat Keputusan Menteri Perdagangan dan Koperasi No.91/KP/III/83 mengatur tentang Ketentuan Pengadaan dan Penyaluran Pupuk serta Pestisida untuk Sektor BIMAS dan non BIMAS. Penyaluran pupuk Urea, TSP, DAP, KCl, ZA yang berasal dari produsen dalam negeri maupun impor untuk kebutuhan BIMAS/INMAS dan non BIMAS merupakan tanggung jawab PT Pusri, sedangkan KUD/PUSKUD ditunjuk sebagai penyalur dari Lini III ke Lini IV mulai MT 1983.

SK Menteri Perdagangan No.1075/KP/VIII/84 tentang Pengadaan dan Penyaluran Pupuk dan Pestisida Bersubsidi. PT Pusri masih bertanggung jawab dalam pengadaan dan penyaluran pupuk bersubsidi. Prioritas penyalur yang ditunjuk oleh PT Pusri adalah Koperasi, Persero Niaga, dan Swasta. Jika penyalur tersebut


(30)

28

tidak dapat memenuhi tanggung jawabnya, PT Pusri berkewajiban melaksanakan penyaluran sampai ke Lini IV.

SK Menteri Perdagangan No. 61/KP/2/1988 tentang Pengadaan dan Penyaluran Pupuk dan Pestisida Bersubsidi. Penyaluran pupuk bersubsidi dari Lini III ke Lini IV dilakukan oleh KUD Penyalur yang ditunjuk oleh PT Pusri. Keputusan Bersama Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri dan Direktur Jenderal Bina Usaha Koperasi No. 03/DAGRI/KP/II/1988 dan No. 60/BUK/SKB/II/1988 tanggal 29 Februari 1988 tentang Pelaksanaan Keputusan Menteri Perdagangan No. 61/KP/II/1988 mengenai Pengadaan dan Penyaluran Pupuk dan Pestisida Bersubsidi. KUD penyalur untuk pupuk dan pestisida bersubsidi adalah KUD yang telah mendapat rekomendasi dari Direktur Jenderal Bina Usaha Koperasi/Pejabat yang ditunjuk.

SK Menteri Perdagangan No. 60/KP/IV/1989 tanggal 01 April 1989 tentang Pengadaan dan Penyaluran Pupuk Bersubsidi. Pupuk bersubsidi digunakan untuk keperluan Intensifikasi dan Non Intensifikasi. Pengadaan dan penyaluran pupuk bersubsidi dari dalam negeri dari Lini I maupun impor dari Lini II sampai dengan Lini IV, menjadi tanggung jawab PT Pusri. Dalam hal penyaluran pupuk dari Lini III ke Lini IV, dilakukan oleh KUD penyalur. Pelaksanaan dari SK No. 60/KP/IV/1989 diatur dalam Surat Keputusan Bersama Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri dan Direktur Jenderal Bina Usaha Koperasi Nomor : 02/DAGRI/KP/IV/1989 dan No 117/SKB/BUK/IV/1989.

Melalui Keputusan Pemerintah No. 831/KMK.016/1993 tanggal 16 Oktober 1993 jenis pupuk KCl, KS, ZK dan KNO3 tidak disubsidi lagi oleh Pemerintah. Melalui


(31)

Keputusan No. 495/KMK.016/1994 tanggal 08 Oktober 1994, dinyatakan bahwa jenis pupuk ZA dan TSP/SP-36 tidak disubsidi lagi oleh Pemerintah. SK Menteri Perdagangan No. 182/KP/VIII/95 tentang Pengadaan dan Penyaluran Pupuk untuk Tanaman Pangan. SK ini mencabut Keputusan Menteri Perdagangan No. 60/KP/IV/1989 tentang Pengadaan dan Penyaluran Pupuk Bersubsidi. Pupuk yang diatur adalah Urea, TSP/SP-36 dan ZA. PT Pusri bertanggung jawab terhadap pengadaan dan penyaluran pupuk urea, sedangkan PT Petrokimia Gresik bertanggung jawab atas pengadaan dan penyaluran pupuk TSP/SP-36 dan ZA, mulai dari Lini I sampai Lini IV. PT Pusri dan PT Petrokimia Gresik bekerjasama dengan produsen/importir pupuk dalam pengadaan dan penyaluran pupuk tersebut.

SK Menteri Perindustrian dan Perdagangan No. 38/MPP/Kep/3/96 tentang Pengadaan dan Penyaluran Pupuk untuk Sektor Pertanian. Tanggung jawab atas pengadaan dan penyaluran pupuk Urea, SP-36/TSP dan ZA dari Lini I sampai dengan IV untuk Sub Sektor Tanaman Pangan dilaksanakan oleh PT Pusri. KUD penyalur ditunjuk oleh PT Pusri, sedangkan KUD pengecer dan pengecer ditunjuk oleh KUD penyalur dengan persetujuan PT Pusri.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 28/1997 tanggal 07 Agustus 1997 dibentuk holding BUMN pupuk yang terdiri dari PT Pusri, PT Pupuk Iskandar Muda (PT PIM), PT Pupuk Kujang, PT Petrokimia Gresik dan PT Pupuk Kaltim. Kegiatan distribusi dan pemasaran pupuk tetap dilaksanakan oleh PT Pusri. Melalui Keputusan Pemerintah No. 207/KMK.016/1998 tanggal 09 April 1998, disebutkan bahwa jenis pupuk ZA dan SP-36 untuk sektor pertanian disubsidi lagi


(32)

30

oleh pemerintah. SK Menteri Perindustrian dan Perdagangan No. 378/MPP/Kep/8/1998 tentang Pengadaan dan Penyaluran Pupuk untuk Sektor Pertanian. Pupuk bersubsidi (urea, SP-36, ZA dan KCl) untuk tanaman pangan, perikanan, peternakan dan perkebunan rakyat merupakan barang dalam pengawasan. PT Pusri sebagai pelaksana dan penanggung jawab atas pengadaan dan penyaluran pupuk bersubsidi dari Lini I sampai IV. Produsen pupuk wajib mencantumkan tulisan "Bersubsidi" pada sisi depan kantong pupuk.

Melalui media elektronik pada tanggal 01 Desember 1998, Menteri Pertanian RI mengumumkan bahwa tata niaga pupuk tidak diatur lagi dan subsidi pupuk dihapuskan. Namun melalui Keputusan Pemerintah No. 26/MPP/Kep/1999 tanggal 14 Januari 1999, PT Pusri masih ditunjuk sebagai penanggung jawab pengadaan dan penyaluran serta ketersediaan stok pupuk urea, SP-36/TSP, ZA dan KCl bagi petani tanaman pangan di daerah-daerah yang sulit dijangkau sesuai Ketetapan Menteri Pertanian. Tambahan biaya distribusi dimintakan kepada Menteri Keuangan. PT Pusri (holding) masih mengambil posisi berkepihakan pada kepentingan petani. Untuk membantu pabrik pupuk urea agar dapat berproduksi secara berkesinambungan, pemerintah memberikan fasilitas IGD (Insentif Gas Domestik) kepada PT Pusri, PT Pupuk Kaltim, dan PT Pupuk Kujang melalui Surat Menteri Keuangan nomor : S-588/MK.017/2000 tanggal 24 November 2000 dan Surat No. S-650/MK.017/2000 tanggal 26 Desember 2000.

Harga gas yang menjadi beban PT Pusri (Pusri IB, II, III, dan IV), PT Pupuk Kaltim atas konsumsi gas tambahan (volume melebihi kontrak) pada Kaltim I, II dan III serta PT Pupuk Kujang adalah sebesar US$ 1,3 per MMBTU. Pemerintah


(33)

mengatur kembali tata niaga pupuk urea melalui keputusan Menperindag Nomor : 93/MPP/Kep/3/2001 tanggal 14 Maret 2001 tentang pengadaan dan penyaluran pupuk urea untuk sektor pertanian. Penyaluran pupuk urea untuk tanaman pangan, perikanan, peternakan dan perkebunan rakyat dilaksanakan oleh unit niaga PT Pusri, produsen, distributor dan pengecer. SK ini juga memuat tentang persyaratan sebagai distributor. Surat Keputusan (SK) Menperindag No 70/MPP/Kep/2/2003 tanggal 11 Februari 2003 telah mengatur kembali pola Pengadaan dan Penyaluran Pupuk Bersubsidi untuk Sektor Pertanian, yaitu dengan pola rayonisasi distribusi pupuk bagi produsen pupuk.

Dalam hal ini, Menperindag menetapkan PT Pupuk Iskandar Muda (PIM) bertanggung jawab terhadap distribusi pupuk urea ke Propinsi Nangroe Aceh Darussalam (NAD) dan Sumatera Utara. PT Pupuk Sriwidjaja (Pusri) bertanggung jawab atas distribusi pupuk ke Propinsi Sumatera Barat, Jambi, Riau, Bengkulu, Sumatera Selatan, Bangka Belitung, Lampung, Banten, DKI Jakarta, Jawa Tengah, DIY, dan Kalimantan Barat. Sedangkan PT Pupuk Kujang mendistribusikan ke Propinsi Jawa Barat dan PT Petrokimia Gresik (Petrogres) ke Propinsi Jawa Timur. Sementara PT Pupuk Kaltim (PKT) mendistribusikannya ke Propinsi Bali, NTB, NTT, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Gorontalo, Sulawesi Selatan, Maluku, Maluku Utara dan Papua. Kemudian menyusul Surat Keputusan No. 306/MPP/Kep/4/2003 yang mengatur tentang perubahan atas Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No 70/MPP/Kep/2/2003 tentang Pengadaan dan Penyaluran Pupuk Bersubsidi untuk Sektor Pertanian. SK ini


(34)

32

mengatur tentang syarat-syarat bagi importir serta tatacara pengadaan pupuk bersubsidi dan non subsidi melalui impor.

Dalam rangka lebih meningkatkan kelancaran pengadaan dan pendistribusian pupuk bersubsidi, maka Pemerintah menerbitkan Surat Keputusan nomor : 356/MPP/Kep/5/2004 tanggal 27 Mei 2004 yang menegaskan kembali tanggung jawab masing-masing Produsen, Distributor, Pengecer serta pengawasan terhadap pelaksanaannya di lapangan. Pelaksanaan Pasal 3 Peraturan Presiden RI No.77 Tahun 2005 tentang Penetapan Pupuk Bersubsidi sebagai Barang Dalam Pengawasan, serta untuk menjamin terciptanya kelancaran pengadaan dan penyaluran pupuk bersubsidi kepada petani, maka Pemerintah menerbitkan Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor.03/M-DAG/PER/2/2006 tanggal 16 Februari 2006 mengenai Pengadaan dan Penyaluran Pupuk Bersubsidi untuk Sektor Pertanian yang menegaskan tanggung jawab Produsen, Distributor, Pengecer dan pengawasan terhadap pelaksanaan di lapangan dan revisi wilayah kerja rayonisasi produsen yaitu wilayah Prov. Sumut menjadi tanggung jawab PT. Pusri dan sebagian Jateng menjadi tanggung jawab PT. Pupuk Kaltim (disarikan dari http://www.pusri.co.id)

Peraturan Menteri Pertanian No 69 Tahun 2012 tentang kebutuhan dan harga eceran tertinggi pupuk bersubsidi untuk sector pertanian telah mengatur peruntukan pupuk bersusidi, kebutuhan pupuk bersubsidi, penyaluran, pengawasan dan pelaporannya secar jelas. Artinya pelaksanaan subsidi pupuk di Kabupaten Pringsewu harus dilandaskan pada peraturan ini.


(35)

Peraturan Menteri Pertanian No 69 tahun 2012 tentang alokasi pupuk bersubsidi tahun 2013, Rp 15,8 triliun akan digunakan untuk mensubsidi kebutuhan sebesar 9,25 juta ton pupuk. Dengan masing-masing Urea sebesar 4,1 juta ton dengan Harga Eceran Tertinggi (HET) Rp 1800 per kg, SP-36 sebesar 0,85 juta ton dengan HET Rp 2000 per kg, ZA sebesar 1 juta ton dengan HET Rp 1400 per kg, NPK sebesar 2,4 juta ton dengan HET Rp 2300 per kg dan pupuk organik sebesar 0,9 juta ton dengan HET Rp 500 per kg. HET ini berlaku untuk pembelian oleh petani, pekebun, peternak dan pembudidaya ikan atau udang di kios pengecer resmi secara tunai.

E.Teori Efektifitas

Menurut Husein Umar ( 1998 : 10) efektifitas merupakan ukuran yang memberi gambaran seberapa jauh target dapat dicapai :

Sedangkan menurut chester I Bernard, “efektifitas adalah pencapaian sasaran yang telah disepakati atas usaha bersama” (Gibsen Donely, 1994:16). Tingkat Pencapaian menunjukkan tingkat efektifitas. Selanjutnya, H. Emerson (Soewarno handoyoningrat, 1992:16) menyatakan bahwa arti dari efektifitas adalah pengukuran dalam arti tercapainya atas sasaran yang telah ditentukan sebelumnya.

Efektifitas merupakan salah satu ukuran dalam menentukan keberhasilan suatu program atau rencana. Tujuan merupakan hal yang menjadi indikator dalam menentukan efektifitas, oleh karena itu tujuan dari suatu program harus jelas agar pada akhirnya dapat diketahui apakah rencana dari program tersebut telah dilakasanakan. Pengukuran efektifitas program hanya mungkin dilakukan jika dokumen program tersebut menunjukkan :


(36)

34

1. Tujuan-tujuan program dirumuskan dengan jelas dan dalam bentuk pernyataan-pernyataan yang terukur

2. Pesoalan serius sering kali muncul karena hasil program merupakan proses negosiasi dan perumusan dari tujuan tersebut merupakan hasil dari kompromi, solusi dilakukan dengan perumusan tujuan secara kabur atau dalam bentuk pernyataan ambisius

3. Evaluator menghadapi masalah karena atasannya memiliki penafsiran yang berbeda mengenai tujuan program

Efektifitas program dapat diukur sebagai berikut :

efektifitas = hasil/tujuan

Berdasarkan pengertian diatas, dapat diartikan bahwa efektifitas pada umumnya digunakan untuk mengukur tingkat keberhasilan dalam melakukan sesuatu aktifitas atau kegiatan (Solichin Abdul Wahab : 1997 : 33)

Dean J C dalam Basic Statistic For Statistical Reseacrh, seperti dikutip oleh Fara Dian Meylani (2002 : 11) menyebutkan bahwa klasifikasi efektifitas adalah sebagai berikut :

0% - 24% berarti tidak efektif 25% - 50% berarti sedikit efektif 56% - 75% berarti cukup efektif 75% - 100% berarti sangat efektif


(37)

F. Penelitian-Penelitian Terdahulu

No Penulis Judul Variabel dan alat analisi

Hasil penelitian 1 Muhammad

Arsyad,et al.

Analisi Dampak Kebijakan Pajak Ekspor dan Subsidi Harga Pupuk Terhadap produksi dan Ekspor Kakao Indonesia

Pajak ,ekspor , Subsidi pupuk . Metode estimasi yang di gunakan adalah 2SLS (two Stage Least)

Faktor yang

mempengaruhi ekspor kakao adalah harga ekspor, pertumbuhan produksi, nilai tukar rupiah dan trend waktu. pajak ekspor berdampak negatip menurunkan valume produksi dan eksopr kakao di Indonesia. 2. Zulkipli

Mantau dan Faisal

Studi Komprehensif Kebijakan Subsidi Pupuk Di Indonesia

Biaya pengadaan pupuk , Volume pupuk, Harga pasar, Harga eceran pupuk.

Faktor yang

mempengaruhi subsidi pupuk adalah HET , harga gas, kurs dan volume yang mempengaruh 3. Suhaila Marisa Analisis Efektifitas

Kebijakan subsidi pupuk dan

Pengaruhnya terhadap Produksi padi

Metode yang di gunakan adalah regresi linier berganda. variabel yang di gunakan adalah harga urea, harga TSP, harga padi , dan luas lahan.

Variabel harga TSP , harga padi, dan luas kahan berpengaruh positif dan signifikan terhadap permintaan pupuk area.

Variabel luas lahan, tenaga kerja, benih, pupuk, dummy benih dan dummy efektivitas harga yang mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan terhadap produksi padi.


(38)

III. METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Sumber Data

1. Data Primer

Pengumpulan data dilakukan dengan cara melakukan penyebaran kuisioner kepada kelompok petani yang menerima subsidi pupuk. Tujuan penyebaran kuisioner adalah untuk mengetahui ketepatan waktu, jumlah, jenis, tepat (sasaran), mutu, dan harga yang layak dalam pelaksanaan subsidi pupuk di Kabupaten Pringsewu

2. Data Sukunder

Data sekunder diperoleh dari instansi yang berhubungan dengan penelitian yaitu Dinas Pertanian Kabupaten Pringsewu. Adapun jenis data yang diperlukan yaitu :

a. Data rekapuitulasi kelempok tani yang menerima subsidi pupuk di Kabupaten Pringsewu

b. Data jumlah petani dalam kelompok tani yang menerima subsidi pupuk di Kabupaten Pringsewu

B. Teknik Pengumpulan Data

Data diperoleh dari hasil penelitian yang dikumpulkan dengan menggunakan beberapa cara yaitu :


(39)

1. Studi Dokumentasi

Yaitu penelitan secara langsung pada Dinas Pertanian Kabupaten Pringsewu guna memperoleh data dan informasi yang berkaitan dengan penulisan skripsi ini. Kemudian ditambah dengan mempelajari berbagai literatur

2. Observasi

Penelitian dilakukan dengan cara mengadakan pengamatan secara langsung ke Kabupaten Pringsewu. Adapun pengambilan wilayah Pringsewu karena peneliti ingin mengetahui dampak dari kebijakan pemerintah terhadapa subsidi pupuk di wilayah Pringsewu

3. Daftar Pertanyaan

Metode ini dilakukan melalui penyebaran kuisioner kepada responden yang alternative jawabannya telah disediakan dan responden diminta untuk memilih alternative jawaban yang menurutnya paling tepat. Dalam hal ini responden yang dimaksud adalah beberapa kelompok tani yang ada di daerah Pringsewu sesuai dengan sampel yang telah ditentukan

C. Teknik Penarikan Sampel

Dalam penelitian ini, penentuan sampel dilakukan dengan Purposive Random Sampling yaitu sampling didasarkan atas informasi yang didahuluinya (previous knowledge) tentang keadaan populasi, dan informasi ini tidak lagi diragukan (Sayuti, Husain, 1987:79)


(40)

38

1. Sampel penelitian asalah petani yang mendapatkan subsidi pupuk di Kabupaten Pringsewu. Berdasarkan data diketahui dari 209 kelopok tani terdapat 119 keompok tani yang mendapatkan subsidi pupuk dimana dari seluruh kelompok tani yang mendapatkan subsidi pupuk tersebut terdapat sebanyak 5980 anggota. Penarikan sampel diambil melalui simple random sampling dengan rumus :

(Soepranto, 2007) Dimana

D =

Keterangan n = Sampel

N = Jumlah populasi/ penerima subsidi pupuk p = Proporsi

D = Estimasi terhadap rata-rata B = Bound of error

Karena p tidak diketahui maka p dianggap 0,5 dengan B=0,10

D = 0,0025

4 1 , 0 4 2 B

Maka perhitungan jumlah sampel adalah sebagai berikut:

98 19 , 15 1495 ) 5 , 0 1 ( 5 , 0 0025 . 0 ) 1 5980 ( ) 1 5 , 0 ( 5 , 0 . 5980 n

D.Alat Analisis

Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah Analisis Deskriptif kualitatif dan kuantitatif, yaitu menjelaskan, menggambarkan atau memaparkan


(41)

fakta yang diperoleh dari penelitian. Dimana data yang diperoleh dalam penelitian ini diolah dengan rumus atau ketentuan matematik/statistik, dengan merubah kedalam bentuk simbol atau angka. Jawaban responden pada kuisioner perlu dirubah dalam bentuk angka-angka untuk mengkuantitatifkan data yang diperoleh. Efektifitas pelaksanaan Subsidi pupuk pada penelitian ini dilhat dari segi tepat sasaran, tepat jumlah, tepat waktu, tepat jenis dan mutu, tapat harga, program subsidi pupuk di kabupaten Pringsewu

E. Analisis Hasil Jawaban Responden

Dalam analisis hasil jawaban responden, dilakukan pengukuran variable penelitian tentang pelaksaan Program subsidi pupuk di Kabupaten Pringsewu. Pengukuran setiap item pertanyaan menggunakan skala ordinal dan setiap item pertanyaan pada kuisioner dibuat alternative. Dimana alternative jawaban berjenjang dimulai jenjang tertinggi dengan skor 3 dan jenjang terendah dengan skor 1. Jawaban responden pada kuisioner perlu dirubah dalam bentuk angka-angkat unuk mengkualitatifkan data yang diperoleh, dimana jawaban yang tersedia diberi skor secara berjenjang dari yang tertinggi hingga yang terendah.

Alternatif jawaban yang diberikan menggunakan simbol a, b, dan c yang masing-masing akan diberikan nilai :

a. Nilai 3 untuk alternatif jawaban (a) yang memiliki kategori tinggi b. Nilai 2 untuk alternatif jawaban (b) yang memiliki kategori sedang c. Nilai 1 untuk alternatif jawaban (c) yang memiliki kategori rendah Presentase Percapaian = x 100


(42)

40

Keterangan i = Variable ke i

j = Responden ke j Sij = skor total variable i Kaidah keputusan :

81-100 = Sangat Efektif 61-80 = Efektif

41-60 = Cukup Efektif 21-40 = Kurang Efektif 0-20 = Tidak Efektif (Suharsimi Arikunto, 2002:196)

Dengan menggunakan kaidah keputusan tersebut diatas akan diketahui efektifitas kebijakan pemerintah terhadap subsidi pupuk. Suharsimi Arikunto ( 2002 : 216) menyatakan bahwa setiap alternative jawaban yang bergradasi atau menggunakan peringkat dalam setiap kolom dan tabelnya menunjukkan letak, nilai, maka sebagai konsekuensinya setiap centangan dalam setiap kolom jawaban menunjukkan nilai tertentu. Dengan demikian, maka analisis data dilakukan dengan mencermati banyaknya centangan dalams setiap kolom yang berbeda nilainya tersebut, lalu mengalihkan frekuensi pada masing-masing kolom dengan nilai kolom yang bersangkutan.

F. Uji Persyaratan Instrumen 1. Uji Validitas

Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan atau ketepatan suatu instrumen. Untuk mengukur tingkat validitas dalam penelitian ini digunakan rumus korelasi pearson product moment dan perhitungannya dilakukan dengan bantuan program SPSS 16.0. Adapun rumus untuk uji validitas adalah sebagai berikut:


(43)

2 2 2 2 hitung r Keterangan : hitung

r = Koefesien korelasi skor item soal N = Jumlah responden

X = jumlah skor item Y = jumlah skor total (Sudjana, 2002: 369)

Kriteria uji, apabila rhitung>rtabel maka pengukuran tersebut valid, tetapi apabila

rhitung<rtabel maka pengukuran angket tersebut tidak valid.

2. Uji Reliabilitas

Reliabilitas yaitu untuk mengukur sejauh mana alat ukur yang digunakan dapat dipercaya dalam penelitian ini, artinya bila alat ukur tersebut diujikan berkali-kali hasilnya tetap. Uji reliabilitas menggunakan rumus Alpha Chronbach yang dilakukan dengan menggunakan bantuan program SPSS 17.0. Adapun rumus chroncabh alpha adalah sebagai berikut:

2 2 11 1 1 t i k k r Keterangan : 11

r = nilai realibilitas instrumen i = jumlah varians skor tiap item k = banyaknya butir soal

2

t = varians total

Kriteria uji, apabila alpha chronbach>0.60 maka pengukuran tersebut reliabel, tetapi apabila alpha chronbach<0.60 maka pengukuran angket tersebut tidak reliabel (Muhidin, 2007:25). Jika suda memperoleh angka reliabilitasnya,


(44)

42

langkah selanjutnya adalah mengkonsultasikan harga tersebut dengan tabel r product moment.

Tabel 4 Interpretasi nilai r

Besarnya Nilai r11 Kriteria

0.00-0.199 Sangat Rendah

0.20-0.399 Rendah

0.40-0.599 Sedang

0.60-0.799 Kuat

0.80-1.000 Sangat Kuat

(Sumber: Umar, 2005)

G. Teknik Analisis Data

Dalam penelitian ini peneliti akan menggunakan analisis deskriptif yakni mendeskripsikan tentang penyaluran dan harga eceran tertinggi (HET) serta menguraikan data dan fakta yang ada dilapangan berdasarkan jawaban dari responden yang ditulis dalam bentuk tabel presentasi hasil kuisioner dari para kelompok tani penerima subsidi pupuk di Kabupaten Pringsewu.

H. Gambaran Umum Kabupaten Pringsewu

Secara geografis wilayah Kabupaten Prinsewu terletak pada posisi 104042’– 10508’ dan antara 508’-608’ Lintang Selatan. Batas-batas wilayah administratif Kebupaten Pringsewu adalah sebagai berikut :

1. Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Lampung Tengah 2. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Tangamus 3. Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Pesawaran

Kabupaten Pringsewu mempunyai luas wilayah daratan 625 km2 , yang hampir seluruhnya berupa wilayah daratan. Potensi sumber daya alam yang dimilik Kabupaten Pringsewu sebagian besar dimanfaatkan untuk kegiatan pertanian.


(45)

Pringsewu merupakan salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung merupakan hasil pemekaran dari kabupaten Tanggamus dan dibentuk berdasarkan Undang-undang No 48 Tahun 2008 tanggal 26 November 2008 dan diresmikan pada tanggal 3 April 2009 oleh Menteri Dalam Negeri. Secara Administratif berdasarkan UU Pembentukan Kabupaten Pringsewu, Kabupaten Pringsewu terdiri dari 8 (delapan) wilayah kecamatan yaitu : Kecamatan Pardasuka, Ambarawa, Pagelaran, Pringsewu, Gadingrejo, Sukoharjo, Banyumas dan Adi Luwih.

Berdasarkan UU Pembetukan Kabupaten Pringsewu jumlah penduduk Pringsewu pada tahun 2008 berjumlah 351.093 jiwa. Banyaknya Penduduk Kabupaten Pringsewu terus mengalami peningkatan dan pada tahun 2009 tercatat sebanyak 375.554 jiwa yang terdiri dari laki-laki 181.489 jiwa dan perempuan 176.065 jiwa. Sex ratio penduduk atau perbandingan jumlah penduduk laki-laki dengan perempuan sebesar 103.08 yang berarti bahwa pada setiap 100 jiwa penduduk perempuan sekitar 103 penduduk laki-laki. Kepadatan penduduk rata-rata sebanyak 572 jiwa per kilometer persegi, secara rinci persebaran penduduk perkecamatan adalah sebagai berikut :

Tabel 5. Sebaran Penduduk di Kabupaten Pringsewu Tahun 2012

No Kecamatan Jumlah

Penduduk

Luas (Km2)

Kepadatan (jiwa/km2)

1 Pardasuka 30.992 94,74 327,13

2 Ambarawa 29.564 30,99 953,99

3 Pagelaran 63.018 172,75 364,99

4 Pringsewu 76.937 53,29 1,443,74

5 Gadingrejo 66.647 85,71 777,59

6 Sukoharjo 41.059 72,95 562,84

7 Banyumas 17.523 39,85 439,72


(46)

44

Pringsewu 357.554 625,10 571,99

BPS Kabupaten Pringsewu, Tahun 2012

Dari data tersebut, Kecamatan Pringsewu merupakan wilayah terpadat dengan kepadatan 1.443 jiwa/km2, dan yang paling jarang adalah Kecamatan Pardasuka yaitu hanya 327 jiwa/km2

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Kabupaten Pringsewu Lampung Tahun 2011 Kabupaten Pringsewu Lampung memiliki luas wilayah 628,05 km dengan jumlah desa dan kelurahan sebanyak 101 dan jumlah penduduk 366.131 jiwa. Ditahun 2011 terdapat penambahan jumlah penduduk sebanyak 2.274 jiwa disbanding dengan tahun 2010.

Kabupaten Pringsewu terdiri dari 96 pekon (desa) dan 5 kelurahan, yang tersebar di 9 kecamatan, yaitu Kecamatan Pringsewu, Pagelaran, Pardasuka, Gadingrejo, Sukoharjo, Ambarawa, Adiluwih, Kecamatan Banyumas dan Pagelaran Utara. Dari segi luas wilayah, Kabupaten Pringsewu saat ini merupakan kabupaten terkecil, sekaligus terpadat di Provinsi Lampung. Tingkat kepadatan penduduk 583 jiwa per km di tahun 2011. Tingkat kepadatan penduduk masih belum merata, karena masih banyaknya masyarakat yang lebih memilih di kecamatan pringsewu dimana fasilitas infrastruktur yang lebih banyak dibandingkan dengan kecamatan lainnya. Kecamatan terpadat adalah pringsewu yaitu: 1.434 jiwa/ km dan yang terendah adalah kecamatan pagelaran dan pradasuka yaitu: 342 jiwa/ km .

Topografi wilayah Pringsewu bervariasi antara dataran rendah dan dataran tinggi yang sebagian besar merupakan bentangan datar yakni sekitar 40% dari seluruh wilayah dengan ketinggian dari permukaan laut antara 800 m sampai dengan


(47)

1.115 m dari permukaan laut. Bentang alamnya terdiri dari daratan 64% yang dimanfaatkan untuk perumahan, pekarangan dan 36% dimanfaatkan untuk perkantoran, perkebunan, pertanian serta fasilitas lainnya.

Potensi pertanian di Kabupaten Pringsewu adalah untuk tanaman pangan dan holtikultura memiliki lahan seluas 36.849 Ha yang bagi menjadi lahan tanaman padi seluas 20.616 Ha, tanaman jagung seluas 7.993 Ha, sayuran 1.634 Ha, kedelai 66 Ha dan buah-buahan 6.540 Ha. Untuk lahan perkebunan lahan yang ada di Kabupaten Pringsewu seluas 23.529,75 Ha dan kehutanan seluas 13.287,24 Ha. Total luas areal pertanian untuk padi organik di Kabupaten Pringsewu adalah 193 Ha dengan produksi rata-rata sekitar 770 ton/tahun. Sentra padi organik terdapat di Kecamatan Pagelaran dan Gadingrejo.


(48)

46


(49)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian maka kesimpulan dalam penelitian ini adalah bahwa kebijakan subsidi pupuk pada indikator ketepatan waktu sudah efektif (76.0%). Indikator ketepatan jumlah tergolong efektif (80,3%), indikator jenis pupuk tergolong efektif (78,9%), Indikator ketepatan sasaran tergolong efektif (75,1%), indikator mutu tergolong efektif (73,9%) dan indikator harga juga tergolong efektif (69,3%) dari perolehan data tersebut efektifitas enam indikator tetap harus ditingkatkan atau dipertahankan. Secara menyeluruh kebijakan pemerintah terhadap subsidi pupuk di Kabupaten Pringsewu ditinjau dari enam indikator termasuk dalam kategori efektif dengan rata-rata

persentase pencapaian sebesar 75,2%.

B. Saran

1. Subsidi pupuk hendaknya diberikan kepada petani dan bukan kepada badan usaha yang memproduksinya melalui daftar atau list penerima subsidi yang sudah terdaftar melalui kelompok tani masing-masing. Hal ini dimaksudkan agar distribusi tersebut tepat waktu, tepat jumlah, tepat jenisnya, tepat sasaran, tepat mutu atau kualitasnya serta tepat harganya. 2. Pemberian subsidi pupuk kepada petani telah disesuaikan dengan


(50)

86

atas keputusan bersama antara petani dengan petugas pemerintah dan keterlambatan pasokan pupuk kepada kios-kios pengecer menjadi salah satu penyebab terhambatnya distribusi pupuk bersubsidi oleh karenanya perlu dilakukan upaya antisipasi dengan menerapkan pengawasan yang lebih terarah dan terstruktur sehingga keenam indikator yang sudah berjalan efektif tersebut dapat dipertahankan bahkan ditingkatkan. 3. Pemerintah Kabupaten Pringsewu dituntut menerapkan ketegasan dalam

pelaksanaan pendistribusian pupuk bersubsidi. Dengan otoritas otonomi daerah maka pendistribusian pupuk dapat dilakukan pemerintah

Kabupaten Pringsewu melalui kebijakan sendiri. Merekomendasikan agar penyaluran subsidi pupuk kembali ke sistem RDKK (Rencana Definit Kebutuhan Kelompok) atau memotong jalur distribusi dari distributor langsung ke petani agar penyimpangan dapat diminamilisir.

4. Pemerintah Kabupaten Pringsewu hendaknya mengimplementasikan kebijakan pupuk bersubsidi melalui upaya penyuluhan kepada petani melalui kelompok-kelompok tani di Kabupaten Pringsew. Hal itu dimaksudkan agar petani tahu bahwa harga pupuk yang dibeli

mengandung subsidi. Hendaknya dibedakan kios resmi penjual pupuk bersubsidi dengan kios penjual pupuk non-subsidi. Hal ini dimaksudkan agar petani mudah mengontrol apabila kios-kios pengecer resmi tersebut menjual pupuk bersubsidi di atas Harga Eceran Tertinggi.


(51)

Amartya Sen, 2008, Perkembangan dan prospek kemandirian pangan, PT Citra Praya, bandung

Bain, 1954, Duc, 2002, “Dampak Kebijakan Tataniaga Pupuk terhadap Peran Koperasi Unit Desa sebagai Distributor Pupuk” [Badan Penelitian dan Pengembangan

Pertanian]

http://ejournal.ac.id/abstrak%285%-29%-20soca-ilham-dampak.pdf [23 Januari 2011]

Badan Pusat Statistik Kabupaten Pringsewu, lampung dalam angka, BPS Lampung Dian Meylani, 2001: 11, Ensiklopedia Ekonomi, kaki Langit, Jakarta

Derektorat Pupuk dan Pestisida, 2004

Garsoni, 2009, http://www.litbang.deptan.go.id.

Gibsen Donely, 1994 : 16, Organisasi, Prilaku, dan Struktur pada pasar, Erlangga, Jakrta

Habib Nazir, 2004, Ensklopedia Ekonomi, Kaki langit, jakarta Herman at al, 2005,

Hutagaol et al, 2009, Kapita Selekta Perpajakan, Eirlangga, Jakarta Muhamaad Hasanudin, 2004, http://www.wikipedia.com

Muhidin, 2007, Analisi Kebijakan Pemerintah Terhadap subsidi Pupuk pada Tanaman Padi di lampung (skripsi), Fakultas Ekonomi, Universitas Lampung, lampung

Nicholson, W. 1991. Teori Mikroekonomi. Edisi ke-5. Daniel Wirajaya [penerjemah]. Binarupa Aksara, Jakarta.

Peraturan pemerintah Perdagangan no 3 tahun 2006 tentangangProdusen/ Pabrik, Distributor Pengecer, dan kelompok tani

Peraturan Pemerintah no 68 tahun 2002 Tentangan Ketahanan Pangan Peraturan Pemerintah Pangan no 7 tahun 1996 tentang ketahanan pangan Peraturan Pemerintah no 17 tahun 2011 tentang pupuk bersubsidi


(52)

Susila dan Sinaga, 2004, Swasembada Beras dari Masa ke Masa (Telaah efektivitas Kebijakan dan Perumusan Strategi Nasional). IPB Press, Bogor.

Suparmoko, 1994 : 38 : 40, Ekonomi Sumber Daya Alam dan Lingkungan, BPFE, Yogyakarta Soetrisno, 1998, Proposal Harbinson, Analisis Kebijakan Pertanian

Soewarno Handoyo Diningrat, 1996, Pengahantar Studi Ilmu Administrasi dan Manajemen, Cv Haji Masagung

Suharsimi Arikuntoro, 2001 : 96, Metode Penelitian, PT Renika Cipta, Jakarta

Sudjana, 2002 : 369, Pengaruh Upah Dan Insentif Terhadap Produktivitas Kerja (Kasus Buruh , PT. Tegar Utama Bersatu

Syafa’at, et al. (2007). Kaji Ulang Sistem Subsidi dan Distribusi Pupuk [Makalah Seminar]. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Badan

Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian, Jakarta.

Umar, 2005, Analisis Efektifitas dan Efisiensi distribusi Raskin (skripsi), Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan


(1)

1.115 m dari permukaan laut. Bentang alamnya terdiri dari daratan 64% yang dimanfaatkan untuk perumahan, pekarangan dan 36% dimanfaatkan untuk perkantoran, perkebunan, pertanian serta fasilitas lainnya.

Potensi pertanian di Kabupaten Pringsewu adalah untuk tanaman pangan dan holtikultura memiliki lahan seluas 36.849 Ha yang bagi menjadi lahan tanaman padi seluas 20.616 Ha, tanaman jagung seluas 7.993 Ha, sayuran 1.634 Ha, kedelai 66 Ha dan buah-buahan 6.540 Ha. Untuk lahan perkebunan lahan yang ada di Kabupaten Pringsewu seluas 23.529,75 Ha dan kehutanan seluas 13.287,24 Ha. Total luas areal pertanian untuk padi organik di Kabupaten Pringsewu adalah 193 Ha dengan produksi rata-rata sekitar 770 ton/tahun. Sentra padi organik terdapat di Kecamatan Pagelaran dan Gadingrejo.


(2)

46


(3)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian maka kesimpulan dalam penelitian ini adalah bahwa kebijakan subsidi pupuk pada indikator ketepatan waktu sudah efektif (76.0%). Indikator ketepatan jumlah tergolong efektif (80,3%), indikator jenis pupuk tergolong efektif (78,9%), Indikator ketepatan sasaran tergolong efektif (75,1%), indikator mutu tergolong efektif (73,9%) dan indikator harga juga tergolong efektif (69,3%) dari perolehan data tersebut efektifitas enam indikator tetap harus ditingkatkan atau dipertahankan. Secara menyeluruh kebijakan pemerintah terhadap subsidi pupuk di Kabupaten Pringsewu ditinjau dari enam indikator termasuk dalam kategori efektif dengan rata-rata

persentase pencapaian sebesar 75,2%.

B. Saran

1. Subsidi pupuk hendaknya diberikan kepada petani dan bukan kepada badan usaha yang memproduksinya melalui daftar atau list penerima subsidi yang sudah terdaftar melalui kelompok tani masing-masing. Hal ini dimaksudkan agar distribusi tersebut tepat waktu, tepat jumlah, tepat jenisnya, tepat sasaran, tepat mutu atau kualitasnya serta tepat harganya. 2. Pemberian subsidi pupuk kepada petani telah disesuaikan dengan


(4)

86

atas keputusan bersama antara petani dengan petugas pemerintah dan keterlambatan pasokan pupuk kepada kios-kios pengecer menjadi salah satu penyebab terhambatnya distribusi pupuk bersubsidi oleh karenanya perlu dilakukan upaya antisipasi dengan menerapkan pengawasan yang lebih terarah dan terstruktur sehingga keenam indikator yang sudah berjalan efektif tersebut dapat dipertahankan bahkan ditingkatkan. 3. Pemerintah Kabupaten Pringsewu dituntut menerapkan ketegasan dalam

pelaksanaan pendistribusian pupuk bersubsidi. Dengan otoritas otonomi daerah maka pendistribusian pupuk dapat dilakukan pemerintah

Kabupaten Pringsewu melalui kebijakan sendiri. Merekomendasikan agar penyaluran subsidi pupuk kembali ke sistem RDKK (Rencana Definit Kebutuhan Kelompok) atau memotong jalur distribusi dari distributor langsung ke petani agar penyimpangan dapat diminamilisir.

4. Pemerintah Kabupaten Pringsewu hendaknya mengimplementasikan kebijakan pupuk bersubsidi melalui upaya penyuluhan kepada petani melalui kelompok-kelompok tani di Kabupaten Pringsew. Hal itu dimaksudkan agar petani tahu bahwa harga pupuk yang dibeli

mengandung subsidi. Hendaknya dibedakan kios resmi penjual pupuk bersubsidi dengan kios penjual pupuk non-subsidi. Hal ini dimaksudkan agar petani mudah mengontrol apabila kios-kios pengecer resmi tersebut menjual pupuk bersubsidi di atas Harga Eceran Tertinggi.


(5)

Amartya Sen, 2008, Perkembangan dan prospek kemandirian pangan, PT Citra Praya, bandung

Bain, 1954, Duc, 2002, “Dampak Kebijakan Tataniaga Pupuk terhadap Peran Koperasi Unit Desa sebagai Distributor Pupuk” [Badan Penelitian dan Pengembangan

Pertanian] http://ejournal.ac.id/abstrak%285%-29%-20soca-ilham- dampak.pdf [23 Januari 2011]

Badan Pusat Statistik Kabupaten Pringsewu, lampung dalam angka, BPS Lampung Dian Meylani, 2001: 11, Ensiklopedia Ekonomi, kaki Langit, Jakarta

Derektorat Pupuk dan Pestisida, 2004

Garsoni, 2009, http://www.litbang.deptan.go.id.

Gibsen Donely, 1994 : 16, Organisasi, Prilaku, dan Struktur pada pasar, Erlangga, Jakrta Habib Nazir, 2004, Ensklopedia Ekonomi, Kaki langit, jakarta

Herman at al, 2005,

Hutagaol et al, 2009, Kapita Selekta Perpajakan, Eirlangga, Jakarta Muhamaad Hasanudin, 2004, http://www.wikipedia.com

Muhidin, 2007, Analisi Kebijakan Pemerintah Terhadap subsidi Pupuk pada Tanaman Padi di lampung (skripsi), Fakultas Ekonomi, Universitas Lampung, lampung

Nicholson, W. 1991. Teori Mikroekonomi. Edisi ke-5. Daniel Wirajaya [penerjemah]. Binarupa Aksara, Jakarta.

Peraturan pemerintah Perdagangan no 3 tahun 2006 tentangangProdusen/ Pabrik, Distributor Pengecer, dan kelompok tani

Peraturan Pemerintah no 68 tahun 2002 Tentangan Ketahanan Pangan Peraturan Pemerintah Pangan no 7 tahun 1996 tentang ketahanan pangan Peraturan Pemerintah no 17 tahun 2011 tentang pupuk bersubsidi


(6)

Susila dan Sinaga, 2004, Swasembada Beras dari Masa ke Masa (Telaah efektivitas Kebijakan dan Perumusan Strategi Nasional). IPB Press, Bogor.

Suparmoko, 1994 : 38 : 40, Ekonomi Sumber Daya Alam dan Lingkungan, BPFE, Yogyakarta Soetrisno, 1998, Proposal Harbinson, Analisis Kebijakan Pertanian

Soewarno Handoyo Diningrat, 1996, Pengahantar Studi Ilmu Administrasi dan Manajemen, Cv Haji Masagung

Suharsimi Arikuntoro, 2001 : 96, Metode Penelitian, PT Renika Cipta, Jakarta

Sudjana, 2002 : 369, Pengaruh Upah Dan Insentif Terhadap Produktivitas Kerja (Kasus Buruh , PT. Tegar Utama Bersatu

Syafa’at, et al. (2007). Kaji Ulang Sistem Subsidi dan Distribusi Pupuk [Makalah

Seminar]. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian, Jakarta.

Umar, 2005, Analisis Efektifitas dan Efisiensi distribusi Raskin (skripsi), Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan