Identifikasi Keragaman Gen Hormon Pertumbuhan (GH|MspI) Pada Sapi Friesian Holstein Di Bib Lembang, BBIB Singosari, Dan BET Cipelang

IDENTIFIKASI KERAGAMAN GEN HORMON PERTUMBUHAN
(GH|MspI) PADA SAPI FRIESIAN HOLSTEIN DI BIB LEMBANG,
BBIB SINGOSARI, DAN BET CIPELANG

SKRIPSI
DINY WIDYANINGRUM

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011 

RINGKASAN
DINY WIDYANINGRUM. D14070111. 2011. Identifikasi Keragaman Gen
Hormon Pertumbuhan (GH|MspI) pada Sapi Friesian Holstein di BIB
Lembang, BBIB Singosari, dan BET Cipelang. Skripsi. Departemen Ilmu
Produksi dan Teknologi Peternakan. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor.
Pembimbing Utama : Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr.Sc.
Pembimbing Anggota : Ir. Anneke Anggraeni, M.Si, Ph.D.
Upaya dalam meningkatkan produktivitas ternak dapat dilakukan melalui
seleksi pada level DNA. Teknik PCR-RFLP dapat digunakan untuk mendeteksi

adanya keragaman gen yang berhubungan dengan sifat ekonomis seperti sifat
pertumbuhan dan produksi. Gen hormon pertumbuhan (GH) merupakan penyandi
hormon pertumbuhan yang dihasilkan oleh somatotropes dalam kelenjar hipofisa
bagian depan dan berperan dalam pertumbuhan jaringan, reproduksi, laktasi, serta
metabolisme. Adanya keragaman gen hormon pertumbuhan diharapkan dapat
menjadi informasi dasar seleksi berdasarkan penciri DNA.
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi keragaman gen GH|MspI pada
sapi Friesian Holstein (FH) dan sapi pedaging sebagai pembanding. Sampel darah
yang digunakan berasal dari 89 ekor sapi FH dari BIB Lembang (17 ekor), BBIB
Singosari (32 ekor), dan BET Cipelang (40 ekor); serta 37 ekor sapi pedaging
(Simental, Limousin, Angus, dan Brahman) dari BET Cipelang. Amplifikasi gen GH
dilakukan dengan teknik PCR, sedangkan untuk menentukan genotipe dilakukan
dengan teknik PCR-RFLP menggunakan enzim restriksi MspI yang mengenali situs
potong C|CGG. Analisis data yang digunakan adalah frekuensi genotipe, frekuensi
alel, keseimbangan Hardy-Weinberg, dan heterozigositas.
Amplifikasi gen GH menghasilkan fragmen dengan panjang 327 pb, yang
terletak pada intron 3 dan ekson 4. Ada tiga genotipe yang teridentifikasi, yaitu
GH|MspI (+/+), (+/-), dan (-/-); dengan dua tipe alel, yaitu GH|MspI (+) dan (-).
Bangsa sapi FH di tiga lokasi memiliki frekuensi genotipe GH|MspI (+/+) lebih
tinggi (0,697) dibandingkan dengan frekuensi genotipe GH|MspI (+/-) (0,258) dan

GH|MspI (-/-) (0,045). Frekuensi genotipe GH|MspI (+/+) pada sapi Simental dan
Angus sangat tinggi (1,000), sedangkan pada sapi Limousin dan Brahman sangat
rendah (0,144 dan 0,000).
Gen GH|MspI pada sapi FH di tiga lokasi bersifat polimorfik dengan alel
GH|MspI (+) tertinggi (0,826). Pada sapi Limousin dan Brahman di BET Cipelang
bersifat polimorfik dengan alel GH|MspI (-) tertinggi (0,643 dan 0,600), sebaliknya
pada sapi Simental dan Angus bersifat monomorfik yang seluruhnya memiliki alel
GH|MspI (+) (1,000). Seluruh bangsa sapi FH berada dalam keseimbangan HardyWeinberg (χ2 < χ2(0,05)), namun sebaliknya pada seluruh sapi pedaging di BET
Cipelang (χ2 > χ2(0,05)). Analisis heterozigositas menunjukkan tingkat keragaman gen
GH|MspI pada seluruh sapi FH adalah rendah, demikian pula pada sapi pedaging,
kecuali pada sapi Brahman. Adanya keragaman gen GH|MspI dapat dijadikan
pertimbangan sebagai informasi dasar seleksi ternak unggul terhadap sifat
pertumbuhan pada sapi FH dan sapi pedaging.
Kata-kata kunci : sapi FH, gen GH|MspI, keragaman genetik, sapi pedaging,
PCR-RFLP

ABSTRACT
Identification of The Growth Hormone (GH|MspI) Gene Polymorphism in
Holstein Friesian Cattle in BIB Lembang, BBIB Singosari, and
BET Cipelang

Widyaningrum, D., C. Sumantri, and A. Anggraeni
Growth hormone (GH) is an anabolic hormone synthesized and secreted by
somatotroph cells from the anterior lobe of the pituitary. The GH plays an important
role in postnatal growth and development, tissue growth, lactation, reproduction, and
metabolism. This study was aimed to identify polymorphism of the growth hormone
gene (GH) in dairy cattle and beef cattle as a comparison. Holstein Friesian (HF)
cattle for a total number of 89 heads from BIB Lembang (17), BBIB Singosari (32)
and BET Cipelang (40); and four breeds of beef cattle for a total number of 37 heads
from BET Cipelang were genotyped at intron 3 of the GH gene using PCR-RFLP
method by MspI restriction enzyme. Genotyping the GH gene resulted in three
genotypes, namely GH|MspI (+/+), (+/-), and (-/-), with two alleles, namely GH|MspI
(+) and (-). Genetic polymorphism was detected in HF cattle and beef cattle, the
exception was for Simental and Angus. The frequency of the GH|MspI (+) allele
contrast to the GH|MspI (-) allele for HF cattle were 0.826 vs 0.174. GH|MspI (+/+)
genotype had the highest frequency for HF (0,826), Simental, and Angus (1,000); but
very limited for Limousin and Brahman (0,144 and 0,000). Chi-Square analysis
showed that HF from the three locations were in Hardy-Weinberg equilibrium (χ2 <
χ2(0,05)), but contrast on beef cattle (χ2 > χ2(0,05)). The value of heterozigosity
expectation (He) for HF and beef cattles were estimated between 0.000-0.800. The
genetic variation of the GH|MspI gene was low in most of these cattles, the exception

was for Brahman.
Keywords : Holstein Friesian, GH|MspI gene, Genetic Polymorphism, Beef Cattle,
PCR-RFLP
 

 

IDENTIFIKASI KERAGAMAN GEN HORMON PERTUMBUHAN
(GH|MspI) PADA SAPI FRIESIAN HOLSTEIN DI BIB LEMBANG,
BBIB SINGOSARI, DAN BET CIPELANG

DINY WIDYANINGRUM
D14070111

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada
Fakultas Peternakan
Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN

FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011

Judul

: Identifikasi Keragaman Gen Hormon Pertumbuhan (GH|MspI)
pada Sapi Friesian Holstein di BIB Lembang, BBIB Singosari, dan
BET Cipelang

Nama

: Diny Widyaningrum

NIM

: D14070111

Menyetujui,


Pembimbing Utama,

Pembimbing Anggota,

(Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, M. Agr.Sc.) (Ir. Anneke Anggraeni, M.Si., Ph.D.)
NIP. 19591212 198603 1 004
NIP. 19630924 199803 2 001

Mengetahui :
Ketua Departemen,
Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan

(Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, M. Agr.Sc.)
NIP. 19591212 198603 1 004

Tanggal Ujian : 11 April 2011

Tanggal Lulus :

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 29 Mei 1989 di Bogor, Jawa Barat. Penulis
merupakan anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Eman Sulaeman,
S.Pd, M.M. dan Ibu Nia Kania MS., SE, M.MPd. Pendidikan dasar diselesaikan pada
tahun 2001 di SD Negeri Pengadilan 3, Bogor. Pendidikan lanjutan menengah
pertama diselesaikan pada tahun 2004 di SLTP Negeri 2, Bogor, dan pendidikan
lanjutan menengah atas diselesaikan pada tahun 2007 di SMA Negeri 6, Bogor, Jawa
Barat.
Penulis diterima sebagai mahasiswa pada Departemen Ilmu Produksi dan
Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor melalui jalur
Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 2007. Selama mengikuti
pendidikan, penulis aktif di Himpunan Mahasiswa Ilmu Produksi dan Teknologi
Peternakan (HIMAPROTER), Fakultas Peternakan IPB periode 2008-2009 sebagai
staf club Ruminansia dan periode 2009-2010 sebagai Badan Pengawas Himpro; serta
menjadi anggota Animal Breeding and Genetic Student Community (ABGSCi)
periode 2010-2011. Penulis berkesempatan mendapatkan beasiswa BBM tahun 2009
dan PPA (Peningkatan Prestasi Akademik) tahun 2010 dan 2011. Selain itu, penulis
juga berperan aktif dalam kepanitiaan di Institut Pertanian Bogor.
 

KATA PENGANTAR

 

Puji dan syukur senantiasa penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala

rahmat dan karunia-Nya sehingga penelitian dan penulisan skripsi ini dapat
diselesaikan. Shalawat dan salam senantiasa dicurahkan kepada Nabi Muhammad
SAW. Skripsi yang berjudul Identifikasi Keragaman Gen Hormon Pertumbuhan
(GH|MspI) pada Sapi Friesian Holstein di BIB Lembang, BBIB Singosari, dan
BET Cipelang ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Ternak sapi perah merupakan salah satu komoditas yang memiliki berbagai
manfaat. Namun, perkembangan populasi dan produktivitas sapi perah di Indonesia
dalam pemenuhan konsumsi masyarakat belum optimal. Upaya dalam meningkatkan
produktivitas ternak dapat dilakukan melalui seleksi pada level DNA. Salah satunya
yaitu dengan teknik PCR-RFLP yang digunakan untuk mendeteksi adanya
keragaman gen yang berhubungan dengan sifat ekonomis seperti sifat pertumbuhan
dan produksi.
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi keragaman gen hormon
pertumbuhan dengan PCR-RFLP pada sapi FH serta sapi pedaging sebagai
pembanding agar dapat diketahui informasi dasar genetik untuk seleksi ternak-ternak

unggul. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam upaya
meningkatkan produktivitas ternak sapi di Indonesia. Penulis menyadari sepenuhnya
bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna, namun penulis
berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan memberikan sumbangan terhadap
kemajuan dunia peternakan di Indonesia. Amin.
 

Bogor, 11 April 2011

Penulis 
 

 

DAFTAR ISI
Halaman
RINGKASAN ..............................................................................................

i


ABSTRACT.................................................................................................

ii

LEMBAR PERNYATAAN ........................................................................

iii

LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................

iv

RIWAYAT HIDUP .....................................................................................

v

KATA PENGANTAR .................................................................................

vi


DAFTAR ISI................................................................................................

vii

DAFTAR TABEL........................................................................................

ix

DAFTAR GAMBAR ...................................................................................

x

PENDAHULUAN .......................................................................................

1

Latar Belakang .................................................................................
Tujuan ..............................................................................................

1
2

TINJAUAN PUSTAKA ..............................................................................

3

Sapi ..................................................................................................
Sapi Perah.............................................................................
Sapi Pedaging .......................................................................
Hormon Pertumbuhan ......................................................................
Gen Hormon Pertumbuhan ..............................................................
Polymerase Chain Reaction – Restriction Fragment Length
Polymorphism (PCR-RFLP) ............................................................
Keragaman Genetik..........................................................................
Keragaman Gen Hormon Pertumbuhan ...........................................

3
3
4
5
5

MATERI DAN METODE ...........................................................................

10

Lokasi dan Waktu ............................................................................
Materi ...............................................................................................
Prosedur ...........................................................................................
Pengambilan Sampel ............................................................
Ekstraksi DNA .....................................................................
Amplifikasi Gen GH|MspI ...................................................
Elektroforesis, Genotyping (Penentuan Genotipe), dan
Penentuan Alel .....................................................................
Analisis Data ....................................................................................
Frekuensi Genotipe dan Frekuensi Alel ...............................
Keseimbangan Hardy-Weinberg .........................................
Heterozigositas ....................................................................

10
10
12
12
12
12

7
8
8

13
13
13
14
14

HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................................

16

Amplifikasi Gen Hormon Pertumbuhan (GH) .................................
Keragaman Gen GH|MspI ................................................................
Frekuensi Genotipe dan Frekuensi Alel ...........................................
Keseimbangan Hardy-Weinberg ......................................................
Heterozigositas .................................................................................

16
17
19
23
24

KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................................

26

Kesimpulan .....................................................................................
Saran ...............................................................................................

26
26

UCAPAN TERIMA KASIH .......................................................................

27

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................

28

LAMPIRAN.................................................................................................

33

 

viii

DAFTAR TABEL
Nomor

Halaman

1. Sampel Darah Sapi Perah dan Sapi Pedaging yang Digunakan .......

10

2. Frekuensi Genotipe dan Frekuensi Alel dari Gen GH|MspI pada
Sapi FH dan Sapi Pedaging ..............................................................

20

3. Keseimbangan Hardy-Weinberg (HW) Berdasarkan Uji χ2 ............

23

4. Nilai Heterozigositas Pengamatan (Ho) dan Nilai Heterozigositas
Harapan (He) Gen GH|MspI pada Sapi FH dan Sapi Pedaging .......

24

DAFTAR GAMBAR
Nomor

Halaman

1. Rekonstruksi Struktur Gen GH .........................................................

6

2. Visualisasi Amplifikasi PCR Fragmen Gen GH ...............................

16

3. Posisi Penempelan Primer, Perbedaan Fragmen Gen GH dan Situs
Pemotongan Enzim Restriksi MspI Berdasarkan Sekuen Gen GH
Sapi pada GenBank (Kode Akses : M57764) ....................................

17

4. Visualisasi PCR-RFLP Fragmen Gen GH|MspI ..............................

18

5. Keragaman Gen GH|MspI pada Sapi FH dan Sapi Pedaging ...........

19

 

 

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sapi perah merupakan salah satu sumber plasma nutfah yang berperan dalam
memenuhi ketersediaan pangan. Perkembangan populasi sapi perah di Indonesia
hingga saat ini belum mencapai angka optimal dalam pemenuhan pangan
masyarakat. Berdasarkan data statistik peternakan, populasi sapi perah di Indonesia
pada tahun 2008 sebesar 407,8 ribu ekor dan pada tahun 2009 hanya meningkat
hingga mencapai 423,8 ribu ekor, dengan tingkat konsumsi susu sebesar 9,53 kg per
kapita per tahun. Rataan produksi sapi perah di Indonesia masih di bawah angka 10
liter per ekor per hari. Terbatasnya populasi dan produktivitas sapi perah
mengakibatkan produksi susu dari dalam negeri hanya mampu mensuplai sekitar 23
persen dari kebutuhan susu nasional, sedangkan kekurangannya masih harus impor
(Direktorat Jenderal Peternakan, 2009).
Hingga saat ini, usaha pengembangan populasi dan produktivitas ternak telah
dilakukan oleh berbagai institusi unit pelaksana teknis dari Direktorat Jenderal
Peternakan, seperti BBIB, BIB, dan BET. Balai Inseminasi Buatan (BIB) Lembang
dan Balai Besar Inseminasi Buatan (BBIB) Singosari merupakan unit pelaksana
teknis yang melaksanakan replacement pejantan dan produksi bibit unggul secara
berkesinambungan melalui penyediaan semen beku. Balai Embrio Ternak (BET)
Cipelang merupakan unit pelaksana teknis yang melakukan produksi, penyimpanan,
dan pendistribusian embrio ternak serta aplikasi transfer embrio ternak. Berbagai unit
tersebut memiliki peran dan fungsi penting untuk meningkatkan kualitas bibit
unggul.
Upaya dalam meningkatkan produktivitas ternak dapat dilakukan dengan
perbaikan manajemen pemeliharaan, pakan, dan perbaikan genetik. Perbaikan
genetik dapat dilakukan melalui seleksi dan persilangan. Seleksi ternak dapat
dilakukan pada level DNA dengan menilai keragaman gen tertentu. Seiring dengan
berkembangnya teknologi dalam bidang genetika molekuler, keragaman DNA pada
lokus gen dapat dideteksi secara lebih cepat dan akurat. Salah satu teknik genetika
molekuler yang digunakan untuk mengidentifikasi keragaman suatu fragmen gen
adalah teknik PCR-RFLP (Polimerase Chain Reaction-Restriction Fragment Length
Polymorphism) dengan enzim restriksi MspI. Analisis PCR-RFLP sering digunakan

untuk mendeteksi lokasi genetik dalam kromosom yang menyandikan atau
mendeteksi adanya keragaman gen yang berhubungan dengan sifat ekonomis seperti
sifat pertumbuhan dan produksi.
Sifat

pertumbuhan

ternak

dikendalikan

oleh

gen-gen

pengontrol

pertumbuhan. Salah satu gen yang dapat mempengaruhi pertumbuhan adalah gen
hormon pertumbuhan (Growth Hormone Gene). Gen hormon pertumbuhan (GH)
merupakan penyandi hormon pertumbuhan yang dihasilkan oleh somatotropes,
dalam kelenjar hipofisa bagian depan dan memiliki beberapa aktivitas fisiologi. Gen
GH berperan penting dalam mengatur sifat-sifat pertumbuhan, reproduksi,
metabolisme, laktasi, dan perkembangan kelenjar susu. Gen tersebut dapat dijadikan
sebagai kandidat gen dalam program Marker Asissted Selection (MAS). Penerapan
MAS memerlukan marker molekuler yang dapat diperoleh melalui teknik PCRRFLP, PCR-SSCP, DGGE, maupun analisis sekuen (sequencing). Oleh karena itu,
adanya keragaman gen hormon pertumbuhan diharapkan dapat menjadi informasi
dasar seleksi berdasarkan penciri DNA untuk meningkatkan sifat pertumbuhan,
produksi, serta kualitas susu sapi perah di Indonesia. Selain itu, pada sapi pedaging
juga dapat menjadi informasi dasar seleksi dengan melihat tingkat keragaman gen
GH yang memiliki peran berbeda, yaitu untuk pertumbuhan dan produksi karkas.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi keragaman gen hormon
pertumbuhan menggunakan enzim restriksi MspI (GH|MspI) dengan metode PCRRFLP pada sapi Friesian Holstein dari BIB Lembang, BBIB Singosari, dan BET
Cipelang serta digunakan sapi pedaging dari BET Cipelang sebagai pembanding
untuk mengetahui informasi keragaman gen hormon pertumbuhannya.
 
 
 

 

2

TINJAUAN PUSTAKA
Sapi
Ternak sapi secara zoologi termasuk ke dalam kingdom Animalia, filum
Chordata, sub filum Vertebrata, kelas Mamalia, ordo Artiodactyla, famili Bovidae,
genus Bos, dan spesies Bos taurus (sapi Eropa), Bos indicus (sapi bergumba), dan
Bos sondaicus (Blakely dan Bade, 1998). Spesies Bos taurus memiliki keunggulan
pada tingkat pertumbuhan dan produksi yang tinggi, sedangkan spesies Bos indicus
lebih unggul dalam hal adaptasinya (resisten pada kondisi lingkungan yang kurang
baik) (Gorbani et al., 2009), namun Bos indicus memiliki kelemahan yaitu
membutuhkan waktu yang lebih lama untuk mencapai dewasa kelamin dengan
periode kebuntingan yang lebih panjang (Parakkasi, 1999). Pengelompokan sapi juga
dapat didasarkan pada tujuan produksinya, yaitu tipe sapi perah, tipe sapi pedaging,
dan tipe campuran.
Sapi Perah
Bangsa sapi perah yang terdapat di dunia pada dasarnya dapat dikelompokkan
menjadi dua, yaitu kelompok sapi perah sub-tropis dan kelompok sapi perah tropis.
Menurut Ensminger dan Tyler (2006), bangsa-bangsa sapi perah subtropis, yaitu
Friesian Holstein, Yersey, Guernsey, Ayrshire, dan Brown Swiss. Bangsa-bangsa sapi
perah tropis, yaitu Red Sindi, Sahiwal, dan PFH (Peranakan Fries Holland). Sapi
Friesian Holstein (FH) menduduki populasi terbesar hampir di seluruh dunia, baik
negara subtropis maupun tropis.
Sapi FH berasal dari nenek moyang sapi liar Bos taurus, Typicus primigenius
yang tidak berpunuk dan ditemukan di provinsi North Holland dan West Friesland,
Belanda (Schmidt dan Vleck, 1974). Sapi FH memiliki ciri-ciri berwarna belang
hitam putih, pada dahi umumnya terdapat warna putih berbentuk persegi, warna bulu
pada bagian bawah kaki dan ekor berwarna putih, memiliki sifat jinak, tenang,
mudah dikendalikan, tidak tahan panas dan dapat menyesuaikan diri dengan
lingkungan (French, 1996). Sapi FH merupakan bangsa sapi perah yang memiliki
tingkat produksi susu tertinggi dengan kadar lemak terendah dibandingkan sapi perah
lainnya (Blakely dan Bade, 1998). Produksi susu sapi FH di daerah tropis dapat

mencapai 4500-5500 liter per laktasi. Berat badan sapi FH jantan dapat mencapai
1000 kg dan sapi FH betina 650 kg (Chandra et al., 2009).
Peternakan sapi perah dapat dijadikan sumber penghasil susu yang efisien dan
secara komersial umum ditemukan di negara-negara seperti Australia, Inggris dan
Amerika. Menurut Buckle et al. (2007), seekor sapi perah yang baik akan
menghasilkan sekitar 5000 liter susu per tahun (kira-kira sepuluh kali berat badannya
sendiri). Di Indonesia, rataan produksi susu sapi perah mencapai 3000
kg/ekor/laktasi (Direktorat Jenderal Peternakan, 2008). Sifat produksi susu pada sapi
perah adalah sifat kuantitatif yang dapat dikendalikan oleh banyak gen dan
diwariskan serta dipengaruhi oleh faktor lingkungan (Noor, 2000).
Pertumbuhan, reproduksi, dan produktivitas sapi perah dapat dipengaruhi
oleh pakan dan manajemen pemeliharaan. Suhu lingkungan yang optimum untuk
pemeliharaan sapi perah berkisar antara 5-21 oC, dengan kisaran kelembaban 50-75%
(Ensminger dan Tyler, 2006). Pada tingkat pakan tinggi, sapi Holstein dapat
mencapai pubertas pada umur 262 hari, sedangkan pada tingkat pakan rendah,
pubertas terjadi pada umur 504 hari atau lebih (Tomaszewska et al., 1991). Sifat
reproduksi pada peternakan sapi perah rakyat di Indonesia, seperti pada sapi FH
menunjukkan umur pertama beranak adalah 3,5 tahun (3-4 tahun), masa kering 45-60
hari, masa kosong 60 hari, calving interval 15-16 bulan, dan service per conception
(S/C) = 2 (Dudi et al., 2006).
Sapi Pedaging
Sapi pedaging memiliki keunggulan dalam menghasilkan karkas berkualitas
dan tingkat pertumbuhan yang tinggi. Beberapa bangsa sapi pedaging dari spesies
Bos taurus yaitu sapi Limousin dan Simental. Sapi Limousin memiliki perdagingan
yang bagus dengan laju pertumbuhan yang tinggi (Phillips, 2001), dengan bobot
badan sapi betina normalnya adalah 600 kg dan bobot sapi jantan mencapai 1000 kg.
Bangsa sapi Simmental memiliki karakter berat sapih dan pertambahan berat badan
pasca sapih yang tinggi (Williamson dan Payne, 1993). Sapi yang termasuk dalam
spesies Bos indicus, seperti sapi Brahman, memiliki ciri khas yaitu berpunuk di
bagian punggungnya, berambut pendek dan halus, serta sebagian besar berwarna
putih. Spesies Bos indicus memiliki kemampuan beradaptasi dengan lingkungan
panas dan tahan terhadap penyakit caplak (Phillips, 2001).
4

Pemeliharaan sapi potong untuk mempercepat kenaikan bobot badan dapat
dilakukan dengan metode penggemukkan yang terdiri atas sistem penggemukkan
ekstensif (pasture fattening) dan sistem penggemukkan intensif (dry lot fattening).
Sapi yang digemukkan secara intensif memiliki laju pertumbuhan yang lebih tinggi
daripada sapi dipelihara pada sistem ekstensif, sehingga waktu yang diperlukan
untuk mencapai bobot tertentu menjadi lebih singkat. Sistem pemeliharaan yang
bervariasi menyebabkan tingginya keragaman pada respon pertumbuhan sapi
(Parakkasi, 1999).
Hormon Pertumbuhan
Menurut Lawrence dan Fowler (2002), pertumbuhan merupakan suatu proses
deposisi, pemindahan substansi sel-sel, serta peningkatan ukuran dan jumlah sel pada
tingkat dan titik yang berbeda dalam suatu waktu tertentu. Pertumbuhan
dikarakterisasikan oleh peningkatan jumlah sel pada jaringan (hyperplasia) dan
peningkatan ukuran sel (hypertrophy). Pertumbuhan ternak dapat dipengaruhi oleh
faktor lingkungan dan faktor genetik, ataupun interaksi keduanya. Salah satu faktor
genetik yang berperan dalam pertumbuhan suatu individu adalah gen GH (growth
hormone) atau lebih dikenal dengan gen hormon pertumbuhan.
Hormon pertumbuhan (growth hormone) merupakan hormon peptida yang
secara alami dihasilkan oleh somatotropes, subclass dari sel hipofisa acidophilic
yang terletak dalam kelenjar hipofisa bagian depan (Reis et al., 2001). Hormon
pertumbuhan adalah salah satu faktor yang paling penting dalam pertumbuhan dan
perkembangan sel hewan (Pierzchala et al., 2004). Hormon pertumbuhan pada
ruminansia diketahui bertanggung jawab untuk galactopoiesis dan persistensi laktasi
(Svennersten-Sjaunja dan Olsson, 2005), sehingga sapi perah yang dipilih untuk
produksi susu tinggi diharapkan dapat melepaskan sejumlah besar GH endogen dari
rata-ratanya.
Gen Hormon Pertumbuhan
Gen merupakan bagian segmen DNA termasuk semua nukleotida yang
ditranskripsi ke dalam mRNA yang akan ditranslasi menjadi protein (Brown, 1999;
Muladno, 2002). Bagian gen yang mengkode asam amino dan menghasilkan protein
disebut daerah penyandi atau coding sequence (CDS) dan terdapat pula bagian

5

segmen depan (leader segment) dan segmen belakang (trailer segment) yang
mengapit daerah CDS. Beberapa gen pada eukaryot bersifat tidak kontinyu karena
adanya ekson (pengkode protein) dan intron (space internal antara pengkode protein).
Pada saat transkripsi, bagian intron hilang (splicing), sehingga proses translasi
berjalan baik (Brown, 1999).
Bovine Growth Hormone (bGH) merupakan sebuah peptida tunggal dengan
berat molekul 22 KDa dan disusun oleh 191 asam amino (Wallis, 1973) dengan
panjang sekuen nukleotida 2856 pb (Gordon et al., 1983). Gen hormon pertumbuhan
sapi Bos taurus (bovine growth hormone gene) terdiri dari lima ekson dan dipisahkan
oleh empat intron (Gordon et al., 1983) dan terletak pada kromosom 19 (Hediger et
al., 1990). Rekonstruksi struktur gen GH dapat digambarkan berdasarkan sekuens
gen GH di GenBank (nomor akses : M57764) (Gambar 1).

Kodon awal ATG

Kodon akhir TAG

Coding Sequence (CDS)

5’

3’
Ekson 1

Ekson 2
Intron 1

Flanking
Region 5’

Ekson 3
Intron 2

Ekson 4
Intron 3

Ekson 5
Intron 4

Flanking
Region 3’

Keterangan :
Lokus
Panjang
Gen
Sekuen depan
Ekson 1
Ekson 2
Ekson 3
Ekson 4
Ekson 5

= BOVGH
= 2856 pb
= 649-723, 971-1131, 1359-1475, 1703-1864, 2138-2439
= 648
= 648 pb
= 649-723
= 75 pb
Intron 1
= 724-970
= 971-1131
= 161 pb
Intron 2
= 1132-1358
= 1359-1475
= 117 pb
Intron 3
= 1476-1702
= 1703-1864
= 162 pb
Intron 4
= 1865-2137
= 2138-2439
= 302 pb
Sekuen ujung
= 2440-2856

= 247 pb
= 227 pb
= 227 pb
= 273 pb
= 417 pb

Gambar 1. Rekonstruksi Struktur Gen GH
Sumber : Gordon et al. (1983)

Gen GH merupakan kandidat gen dalam pengaturan produksi susu, karkas,
dan respon imun (Ge et al., 2003). Gen GH menjadi hal penting dalam mengatur
sifat-sifat pada ternak yang bernilai ekonomi tinggi, sehingga Beauchemin et al.
(2006) menyatakan bahwa gen GH dapat dijadikan kandidat gen dalam program

6

Marker Asissted Selection pada sapi. Gen GH juga berperan sebagai pengatur utama
pada pertumbuhan pasca kelahiran, perkembangan jaringan, otot, tulang, dan
jaringan adiposa, pertumbuhan kelenjar mamary, laktasi, reproduksi, serta
metabolisme karbohidrat, protein, dan lemak dalam tubuh (Akers, 2006). Gen GH
membutuhkan receptor dalam mekanisme ekspresinya ke target jaringan. Menurut
Zhou dan Jiang (2005), pada tingkatan jaringan, aksi biologis dari gen GH dimediasi
oleh gen GHR.
Polymerase Chain Reaction – Restriction Fragment Length Polymorphism
(PCR-RFLP)
Polymerase Chain Reaction (PCR) merupakan suatu reaksi in vitro untuk
menggandakan molekul DNA pada target tertentu dengan cara mensintesis molekul
DNA baru yang berkomplemen dengan molekul DNA tersebut dengan bantuan
enzim polymerase dan oligonukleotida pendek sebagai primer dalam mesin
thermocycler (Muladno, 2002). RFLP adalah profil DNA berupa fragmen-fragmen
DNA hasil pemotongan enzim endonuklease untuk berbagai individu. Enzim
endonuklease atau enzim restruksi (RE) yang mengenali situs pemotongan empat dan
enam basa umum dipakai untuk analisis keragaman genetik menggunakan
pendekatan analisis RFLP (Green, 1998). Penciri molekuler DNA restriction
fragment length polymorphism (RFLP) memiliki tingkat polimorfisme yang tinggi
dan secara luas telah digunakan untuk mendapatkan gambaran populasi genetik dan
juga untuk mengidentifikasi gen-gen yang mengkode sifat-sifat penting (Montaldo &
Herrera, 1998). Analisis RFLP dapat digunakan untuk mendeteksi adanya keragaman
gen yang berhubungan dengan sifat ekonomis, seperti produksi dan kualitas susu
(Sumantri et al., 2004) dan kualitas karkas (Beauchemin et al., 2006)
Menurut Vasconcellos et al. (2003), teknik PCR-RFLP telah digunakan
secara luas untuk mendapatkan variasi pada setiap daerah atau lokasi DNA, baik
pada daerah yang bersifat penyandi (coding region) maupun pada daerah yang tidak
penyandi atau daerah non-coding pada genom. Tingkat polimorfisme dan mutasi
yang tinggi di daerah non-coding diduga dapat mempengaruhi ekspresi gen secara
tidak langsung (Funk, 2001).

7

Keragaman Genetik
Keragaman genetik dalam suatu populasi digunakan untuk mengetahui dan
melestarikan bangsa-bangsa dalam populasi terkait dengan penciri suatu sifat khusus,
serta menentukan hubungan antar subpopulasi yang terfragmentasi dalam suatu
spesies (Hartl dan Clark, 1997). Keragaman genetik antara subpopulasi dapat
diketahui dengan melihat persamaan dan perbedaan frekuensi alel dan genotipe di
antara subpopulasi (Li et al., 2000). Suatu alel dikatakan polimorfik jika memiliki
frekuensi alel sama dengan atau kurang dari 0,99 (Nei, 1987). Hukum HardyWeinberg menyatakan frekuensi genotipe suatu populasi yang cukup besar akan
selalu dalam keadaan seimbang bila tidak ada seleksi, migrasi, mutasi, dan genetic
drift; selain itu silang dalam dan silang luar juga dapat mempengaruhi frekuensi
genotipe (Noor, 2008). Estimasi perhitungan keragaman genetik dalam populasi
secara kuantitatif dapat diperoleh melalui dua ukuran keragaman variasi populasi,
yaitu proporsi lokus polimorfisme dalam populasi dan rata-rata proporsi individu
heterozigot dalam setiap lokus (Nei dan Kumar, 2000).
Pendugaan nilai heterosigositas diperoleh untuk mendapatkan keragaman
genetik dalam populasi yang dapat digunakan untuk membantu program seleksi pada
ternak yang akan digunakan sebagai sumber genetik pada generasi berikutnya
(Marson et al., 2005). Menurut Javanmard et al. (2005), nilai heterozigositas di
bawah 0,5 (50%) mengindikasikan rendahnya variasi suatu gen dalam populasi dan
jika nilai Ho lebih rendah dari He maka dapat mengindikasikan adanya proses seleksi
yang intensif (Machado et al., 2003; Tambasco et al., 2003). Avise (1994)
menyatakan bahwa semakin tinggi derajat heterozigositas suatu populasi maka daya
hidup populasi tersebut akan semakin tinggi. Seiring dengan menurunnya derajat
heterozigositas akibat dari silang dalam dan fragmentasi populasi, sebagian besar alel
resesif yang bersifat lethal semakin meningkat frekuensinya. 
Keragaman Gen Hormon Pertumbuhan
Variasi DNA pada lokus gen hormon pertumbuhan banyak dipelajari akhirakhir ini, dengan kemajuan teknik molekuler, sehingga variasi gen hormon
pertumbuhan dapat dideteksi secara lebih cepat dan akurat. Polimorfisme gen GH
ekson IV dan intron 3 dengan situs restriksi menggunakan enzim AluI dan MspI telah

8

dilaporkan sebelumnya pada sapi Nadji (Rastegari et al., 2010); serta sapi South
Anatolian dan East Anatolian Red (Yardibi et al., 2009).
Identifikasi mutasi pada hormon pertumbuhan dapat diseleksi pada tingkat
DNA (Khatami et al., 2005). Cowan et al. (1989) mendeteksi keragaman lokus gen
menggunakan enzim restriksi MspI dan berdasarkan data PCR-RFLP telah diketahui
bahwa gen GH memiliki keragaman yang tinggi akibat adanya mutasi. Mutasi dapat
terjadi pada level DNA akibat adanya perubahan basa-basa DNA (A = Adenin, T =
Timin, G = Guanin, S = Sitosin) dalam bentuk (tipe) substitusi (transisi atau
transversi), delesi, insersi dan inversi (Nei, 1987). Situs pemotongan enzim restriksi
MspI berubah akibat adanya mutasi transisi dari basa C menjadi basa T (Yao et al.,
1996). Mutasi transisi dapat terjadi akibat adanya substitusi antara basa Adenin
dengan Guanin (Purin) atau antara basa Sitosin dengan Timin (Pirimidin) (Paolella,
1997).
Keragaman gen GH|MspI terletak pada intron 3 dari gen hormon
pertumbuhan pada posisi sekuen 1547 (Zhang et al., 1993) dan panjang fragmen gen
GH|MspI berdasarkan hasil yang diperoleh Zhou et al. (2005), yaitu 329 pb.
Keragaman gen GH|MspI telah dilaporkan pada berbagai ternak seperti sapi Holstein
Beijing yang menunjukkan adanya tiga genotipe, yaitu GH|MspI (+/+) (224 pb, 105
pb), GH|MspI (+/-) (329 pb, 224 pb, 105 pb), dan GH|MspI (-/-) (329 pb).
Keragaman gen GH pada sifat produksi susu menunjukkan bahwa sapi bergenotipe
GH|MspI (+/+) memiliki tingkat produksi susu dan protein susu yang lebih tinggi
serta persentase lemak lebih sedikit dibandingkan sapi bergenotipe GH|MspI (+/-),
dengan frekuensi alel rata-rata sebesar 0,875 untuk alel GH|MspI (+) (Zhou et al.,
2005). Menurut Thomas et al. (2006), fragmen GH|MspI pada sapi Brangus
bergenotipe GH|MspI (+/-) (heterozigot) memiliki pengaruh positif terhadap
pertambahan bobot badan harian dan karkas; selain itu, genotip GH|MspI (+/+) dan
GH|MspI (+/-) fragmen GH|MspI berpengaruh positif pada sifat bobot badan dan
kualitas daging (Unanian et al., 2000).
 

 

9

MATERI DAN METODE
Lokasi dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Genetika Molekuler Ternak,
Bagian Pemuliaan dan Genetika, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Penelitian ini berlangsung dari bulan Agustus sampai dengan Nopember 2010.
Materi
Sampel
Sampel yang digunakan sebanyak 126 ekor sapi meliputi 89 ekor sapi
Friesian Holstein dari BIB Lembang, BBIB Singosari, dan BET Cipelang; serta 37
ekor sapi pedaging (Simental, Limousin, Angus, dan Brahman) dari BET Cipelang
sebagai pembanding (Tabel 1). Sampel-sampel tersebut berupa sampel darah yang
merupakan koleksi Laboratorium Genetika Molekuler Ternak, Bagian Pemuliaan dan
Genetika, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Tabel 1. Sampel Darah Sapi Perah dan Sapi Pedaging yang Digunakan
No.

Bangsa Sapi

Jenis
Kelamin

Tipe Sapi

Lokasi

1

FH



Sapi Perah

BIB Lembang

Jumlah
(Ekor)
17

2

FH



Sapi Perah

BBIB Singosari

32

3

FH



Sapi Perah

BET Cipelang

40

Subtotal

89

4

Simental



Sapi Pedaging

BET Cipelang 

13

5

Limousin



Sapi Pedaging

BET Cipelang 

14

6

Angus



Sapi Pedaging

BET Cipelang 

5

7

Brahman



Sapi Pedaging

BET Cipelang 

5

Subtotal

37

Total Keseluruhan Sampel

126

Keterangan : ♂= jantan dan ♀ = betina

Penanganan dan Pengambilan Sampel
Bahan-bahan yang digunakan adalah ethanol absolute. Alat-alat yang
digunakan, yaitu jarum vennoject dan tabung vaccutainer tanpa heparin.

Ekstraksi DNA
Bahan-bahan yang digunakan dalam ekstraksi DNA adalah sampel darah
200µl, EDTA (Ethylinediamine tetraacetic), destilation water, 40 µl SDS 10%
(Sodium Dodecyl Sulfat), 10 µl enzim Proteinase K 5 mg/ml, 400 µl phenol, 400 µl
CIAA, 800 µl etanol absolute, etanol 70%, 40 µl NaCl 5M, 1 x STE (5 M NaCl. 2 M
Tris HCL, 0,2 M EDTA), Elution Buffer, dan 100 µl TE 80% (Tris EDTA).
Peralatan yang digunakan adalah tabung eppendorf 1,5 ml, satu set mikro pipet, tip,
vortexmixer, autoclave, mikrosentrifuge, rotary mixer, inkubator, refrigerator, dan
freezer.
Primer
Primer yang digunakan dalam penelitian fragmen gen GH|MspI berdasarkan
sumber Mitra et al. (1995), adalah forward : 5’ CCC ACG GGC AAG AAT GAG
GC, dan reverse 5’ TGA GGA ACT GCA GGG GCC CA.
Amplifikasi Gen GH|MspI
Bahan yang digunakan dalam analisa PCR-RFLP (Polymerase Chain
Reaction-Restriction Fragment Length Polymorphism) adalah sampel DNA,
destilated water, 10x buffer PCR, MgCl2, pasangan primer fragmen gen GH|MspI,
enzim Taq DNA polymerase, dNTP (deoxy Nukleotida Triposfat), dan enzim
restriksi MspI serta buffernya. Alat yang digunakan adalah satu set pipet mikro,
sentrifuge, mesin thermocycler, rak dan tabung eppendorf, tip pipet, dan vortex.
Elektoforesis dan Genotyping (Penentuan Genotipe)
Bahan yang digunakan adalah produk PCR, agarose, loading dye, marker
100 pb, TBE 1x (1 M Tris; 0,9 M Asam Borat; 0,01 M EDTA pH 8,0), dan ethidium
bromide. Alat yang digunakan adalah tip pipet, mikropipet 10 P Gilson, gelas kimia,
gelas ukur, stirrer, cetakan, power supply electrophoresis, alat foto UV trans
iluminator, dan sarung tangan.

11

Prosedur
Pengambilan Sampel
Sampel darah diambil melalui vena jugularis menggunakan jarum vennoject
dan tabung vaccutainer tanpa heparin. Sampel darah tersebut ditambahkan etanol
absolute dengan perbandingan 1 : 2 dan disimpan pada suhu ruang.
Ekstraksi DNA
Ekstraksi DNA dilakukan dari sampel darah dengan menggunakan metode
Sambrook et al. (1989), yang meliputi tahapan :
Preparasi Sampel. Sampel darah 200 µl dimasukkan ke dalam tabung 1,5 ml,
kemudian ditambahkan air destilasi 1000 µl. Sampel disentrifugasi pada kecepatan
8000 rpm selama 5 menit, supernatan dibuang.
Degradasi Protein. Sampel yang telah bersih dari alkohol ditambahkan 1xSTE
sebanyak 350 µl, 40 µl SDS 10% dan 10 µl proteinase K 5 mg/ml, kemudian
dikocok perlahan dalam inkubasi pada suhu 55 ˚C selama dua jam.
Degradasi Bahan Organik. Larutan yang telah diinkubasi ditambahkan 400 µl
phenol, 400 µl chloroform isoamyl alcohol (24:1) dan 40 µl NaCl, kemudian dikocok
perlahan pada suhu ruang selama 1 jam.
Presipitasi DNA. Larutan disentrifugasi pada kecepatan 12000 rpm selama 5 menit
hingga supernatan yang mengandung DNA terpisah dari larutan fenol. Supernatan
sebanyak 400 µl dipindahkan ke tabung baru, ditambahkan 40 µl NaCl 5 M dan 800
µl etanol absolute, dihomogenkan, kemudian larutan di-freezing over night. Tahapan
selanjutnya, disentrifugasi pada kecepatan 12000 rpm selama 5 menit, kemudian
bagian supernatan dipisahkan dan ditambahkan 800 µl EtOH 70%, dan tahap ini
diulang kembali, kemudian didiamkan dalam keadaan terbuka. Tahap selanjutnya
ditambahkan 100 µl TE 80% dan disimpan dalam freezer sampai akan digunakan.
Amplifikasi Gen GH|MspI
Amplifikasi gen GH menggunakan metode PCR. Pereaksi amplifikasi DNA
yang digunakan terdiri dari sampel DNA 1µl, destilated water 9,7 µl, primer 0,1 μl,
Taq polymerase 0,05 µl dan buffer 1,25 µl, dNTP 0,1 µl, dan MgCl2 0,25 µl.
Amplifikasi invitro berlangsung sebanyak 35 siklus menggunakan mesin

12

thermocycler dengan kondisi suhu pradenaturasi 94 °C selama 5 menit, denaturasi
94 °C selama 45 detik, annealing 62 °C selama 45 detik dan extensi 72 °C selama 1
menit, dan extensi akhir 72 °C selama 5 menit. Produk PCR dielektroforesis
menggunakan agarose 1,5% untuk mengetahui panjang amplifikasi gen GH.
Elektroforesis, Genotyping (Penentuan Genotipe), dan Penentuan Alel
Penentuan genotipe menggunakan pendekatan RFLP dengan menggunakan
produk PCR 5 µl yang ditambahkan 1 µl destilation water, buffer 0,7 µl, dan enzim
MspI 0,3 µl, kemudian diinkubasi pada suhu 37 oC selama 16 jam. Produk
pemotongan DNA tersebut divisualisasikan pada gel agarose 2% dengan buffer 0,5 x
TBE (Tris Borat EDTA) yang diwarnai dengan ethidium bromide, dan dijalankan
menggunakan power supply electrophoresis pada tegangan 100 Volt. Hasil
elektroforesis diamati dengan bantuan sinar UV trans iluminator.
Pita-pita DNA yang muncul dibandingkan dengan marker untuk diketahui
panjang fragmennya dan jumlah pita DNA dari setiap sampel dibandingkan untuk
menentukan genotipe pita DNA. Penentuan alel GH|MspI (+) dan GH|MspI (-)
ditunjukan dengan jumlah dan ukuran besarnya fragmen yang terpotong berdasarkan
sekuen gen GH (Gordon et al., 1983). Alel GH|MspI (+) memiliki titik potong MspI
(C|CGG) dan menunjukan adanya dua fragmen yang masing-masing panjangnya 103
pb dan 223 pb, sedangkan alel GH|MspI (-) tidak memiliki titik potong dan hanya
menunjukan satu fragmen yang panjangnya 327 pb.
Analisis Data
Frekuensi Genotipe dan Frekuensi Alel
Keragaman genotipe masing-masing sampel dapat dilihat dari pita-pita yang
ditemukan. Frekuensi genotipe dan frekuensi alel dapat dihitung dengan rumus Nei
dan Kumar (2000). Frekuensi genotipe

) dapat diketahui dengan menghitung

perbandingan jumlah genotipe tertentu pada sampel setiap lokasi pengamatan,
dengan rumus sebagai berikut :

13

Frekuensi alel

) merupakan rasio relatif suatu alel terhadap keseluruhan

alel pada suatu lokus dalam populasi, dengan rumus sebagai berikut :

Keterangan :
nii
nij
N

= frekuensi genotipe ke-ii
= frekuensi alel ke-i
= jumlah individu bergenotipe ii
= jumlah individu bergenotipe ij
= jumlah individu sampel

Keseimbangan Hardy-Weinberg
Keseimbangan Hardy-Weinberg diuji dengan menggunakan perhitungan ChiKuadrat (Hartl dan Clark, 1997) :

Keterangan :
O
E

= uji Chi-kuadrat
= jumlah pengamatan genotipe ke-i
= jumlah harapan genotipe ke-i

Heterozigositas
Keragaman genetik dapat diketahui melalui estimasi frekuensi heterozigositas
pengamatan yang diperoleh dari masing-masing lokasi, dengan menggunakan rumus
Weir (1996) sebagai berikut :

Keterangan :
Ho = heterozigositas pengamatan
nij = jumlah individu heterozigot
N = jumlah individu yang diamati

Heterozigositas

harapan

(He)

berdasarkan

frekuensi

alel

dihitung

menggunakan rumus Nei dan Kumar (2000) sebagai berikut :

14

Keterangan :
He = nilai heterozigositas harapan
= frekuensi alel
q = jumlah alel

15

HASIL DAN PEMBAHASAN
Amplifikasi Gen Hormon Pertumbuhan (GH)
Amplifikasi gen hormon pertumbuhan pada sapi FH yang berasal dari BIB
Lembang, BBIB Singosari, dan BET Cipelang; serta sapi pedaging (sebagai
pembanding) dari BET Cipelang, berhasil dilakukan dengan metode PCR
menggunakan primer berdasarkan Mitra et al. (1995). Hasil amplifikasi fragmen gen
GH sapi di seluruh lokasi divisualisasikan pada gel agarose 1,5% (Gambar 2).
M

1

500 pb
400 pb
300 pb

2

3

4

327 pb

200 pb
100 pb
Keterangan : M = Marker; 1-4 = No. Sampel

Gambar 2. Visualisasi Amplifikasi PCR Fragmen Gen GH
Gen GH merupakan peptida tunggal dengan panjang sekuen nukleotida 2856
pb, yang terdiri dari lima ekson dan dipisahkan oleh empat intron (Gordon et al.,
1983). Berdasarkan pasangan primer yang digunakan, panjang produk hasil
amplifikasi fragmen gen GH adalah 327 pb, yang terletak pada intron 3 dan ekson 4.
Panjang fragmen ini mendekati hasil amplifikasi Zhou et al. (2005), yaitu 329 pb.
Persentase keberhasilan amplifikasi gen GH ini sangat baik mencapai 100%
(126/126). Keberhasilan amplifikasi gen sangat ditentukan oleh kondisi penempelan
primer pada gen target dan kondisi thermocycler (suhu denaturasi, annealing, dan
extensi). Selain itu, juga bergantung pada interaksi komponen pereaksi PCR dalam
konsentrasi yang tepat (Viljoen et al., 2005). Suhu annealing yang digunakan pada
penelitian ini adalah 62 oC selama 45 detik. Berbeda dengan yang disarankan oleh
Mitra et al. (1995) bahwa penempelan primer (annealing) terjadi pada suhu 60 oC
selama 40 detik. Suhu annealing tersebut tidak dapat digunakan pada penelitian ini.

Jika suhu tersebut digunakan, maka tingkat keberhasilan amplifikasi pada gen
hormon pertumbuhan pada sapi ini kurang menunjukkan hasil yang optimum.
Keragaman Gen GH|MspI
Keragaman gen hormon pertumbuhan diketahui dengan menentukan alel dan
genotipe pada setiap individu melalui pendekatan PCR-RFLP menggunakan enzim
restriksi MspI. Enzim tersebut hanya mengenali situs pemotongan empat basa, yaitu
C│CGG. Penentuan alel GH|MspI (+) dan GH|MspI (-) ditunjukkan dengan jumlah
dan ukuran besarnya fragmen yang terpotong. Alel GH|MspI (+) memiliki dua
fragmen dengan panjang masing-masing 104 pb dan 223 pb, sedangkan alel
GH|MspI (-) hanya memiliki satu fragmen dengan panjang 327 pb. Perbedaan
fragmen antara alel GH|MspI (+) dan GH|MspI (-) dapat diakibatkan oleh adanya
mutasi yang menyebabkan enzim MspI mengenali situs pemotongan basa baru.
Perbedaan fragmen gen GH dapat dilihat berdasarkan sekuen gen GH (dalam
GenBank, kode akses : M57764) yang terdapat pada Gambar 3 berikut,
Forward
1441 cccccacggg caagaatgag gcccagcaga aatcagtgag tggcaacctc ggaccgagga
1501 gcaggggacc tccttcatcc taagtaggct gccccagctc ccgcac|cggc ctggggcggc
1561 cttctccccg aggtggcgga ggttgttgga tggcagtgga ggatgatggt gggcggtggt
1621 ggcaggaggt cctcgggcag aggccgacct tgcagggctg ccccagaccc gcggcaccca
1681 ccgaccaccc acctgccagc aggacttgga gctgcttcgc atctcactgc tcctcatcca
1741 gtcgtggctt gggcccctgc agttcctcag cagagtcttc accaacagct tggtgtttgg
Reverse

Alel GH|MspI (+) :

5’---gccccagctcccgcac|cggc---3’

Alel GH|MspI (-) :

5’---gccccagctcccgcactggc---3’

Keterangan : Alel GH|MspI (+) Mempunyai Basa C pada Posisi Basa ke-1547
Alel GH|MspI (-) Mempunyai Basa T pada Posisi Basa ke-1547

Gambar 3. Posisi Penempelan Primer, Perbedaan Fragmen Gen GH dan Situs
Pemotongan Enzim Restriksi MspI Berdasarkan Sekuen Gen GH
Sapi pada GenBank (Kode Akses : M57764)
Sumber : Gordon et al. (1983)

Hal ini sebanding dengan pendapat Cowan et al. (1989) yang menyatakan
bahwa gen GH memiliki keragaman tinggi akibat adanya mutasi. Mutasi dapat

17

terjadi pada level DNA akibat adanya perubahan basa-basa DNA (A = Adenin, T =
Timin, G = Guanin, C = Citosin) dalam bentuk substitusi (transisi atau transversi),
delesi (hilang), atau insersi dan inversi (Nei, 1987). Dilihat berdasarkan perbedaan
situs pemotongan basa pada masing-masing alel (Gambar 3), diduga bahwa terjadi
mutasi substitusi transisi. Substitusi transisi antara basa pirimidin, yaitu C (Cytosine)
menjadi T (Tymine) merubah situs pemotongan enzim restriksi MspI (Yao et al.,
1996).
Keragaman gen GH|MspI sapi diketahui terletak pada intron 3 pada posisi
sekuen 1547 (Zhang et al., 1993). Daerah intron yang merupakan space internal
antara pengkode protein pada sekuen gen, akan hilang (splicing) saat proses
transkripsi, sehingga diduga pengaruh mutasi yang terjadi pada gen GH|MspI, yaitu
silent mutation. Silent mutation atau synonimous tidak terjadi pada situs aktif protein
dan tidak menyebabkan perubahan asam amino karena beberapa asam amino yang
sama dikodekan oleh kodon yang berbeda (Nei, 1987 ; Paolella, 1997).
Hasil PCR-RFLP fragmen gen GH|MspI pada gel agarose 2% menunjukkan
adanya pola pita beragam dengan tiga macam genotipe (Gambar 4), yaitu genotipe
GH|MspI (+/+) yang terdiri dari dua pita (104 pb, 223 pb), genotipe GH|MspI (+/-)
yang terdiri dari 3 pita (104 pb, 223 pb, 327 pb), dan genotipe GH|MspI (-/-) yang
terdiri dari satu pita tidak terpotong (327 pb). Individu bergenotipe GH|MspI (+/+)
dan GH|MspI (-/-) dikenal sebagai individu yang homozigot, sedangkan individu
bergenotipe GH|MspI (+/-) dikenal sebagai individu yang heterozigot.
M

+/-

+/+

+/+

+/+

+/+

+/+

+/+

+/+

-/-

500 bp
400 bp
300 bp

327 bp

200 bp

223 bp

100 bp

104 bp

Keterangan : M = Marker 100 pb ; (+/+, +/-, -/-) = Genotipe

Gambar 4. Visualisasi PCR-RFLP Fragmen Gen GH|MspI

18

Berdasarkan hasil penelitian, ditemukan tiga macam genotipe, yaitu GH|MspI
(+/+), GH|MspI (+/-), dan GH|MspI (-/-) pada sapi FH di BBIB Singosari dan BET
Cipelang, sedangkan pada sapi FH di BBIB ditemukan dua macam genotipe, yaitu
GH|MspI (+/+) dan GH|MspI (+/-). Hasil ini sebanding dengan penelitian Zhou et al.
(2005) yang menunjukkan bahwa amplifikasi PCR-RFLP gen GH|MspI pada sapi
Beijing Holstein menghasilkan tiga genotipe. Hasil penelitian untuk gen GH|MspI
pada sapi pedaging di BET Cipelang, yaitu sapi Limousin juga ditemukan tiga
genotipe. Pada sapi Brahman hanya ditemukan dua genotipe, yaitu GH|MspI (+/-)
dan GH|MspI (-/-), sedangkan pada sapi Simental serta sapi Angus hanya ditemukan
satu genotipe GH|MspI (+/+). Keragaman gen GH|MspI dapat terlihat jelas
berdasarkan jumlah genotipe sapi yang diamati (Gambar 5).
GH|Msp (‐/‐)

28

Jumlah Sapi (ekor)

30

GH|Msp (+/‐)

23

GH|Msp (+/+)

25
20

11

13

15

10
6

10

7
6

5
0

2

0

6

0

2

5

2

4

0

FH BIB

FH BBIB

0

FH BET

Simental

0

0

Limousin

Angus

1

Brahman

Bangsa Sapi

Keterangan : Sapi FH = BIB Lembang (♂), BBIB Singosari (♂), dan BET Cipelang (♀); Sapi
Pedaging BET Cipelang (♀) = Simental, Limousin, Angus, dan Brahman

Gambar 5. Keragaman Gen GH|MspI pada Sapi FH dan Sapi Pedaging
Frekuensi Genotipe dan Frekuensi Alel
Frekuensi genotipe dan frekuensi alel gen GH|MspI tertera pada Tabel 2.
Persamaan dan perbedaan frekuensi genotipe maupun alel ditemukan antara sapi FH
jantan maupun betina; dan sapi pedaging sebagai pembanding.

19

Tabel 2. Frekuensi Genotipe dan Frekuensi Alel dari Gen GH|MspI pada Sapi FH
dan Sapi Pedaging
Bangsa
(ekor)*

Lokasi

Frekuensi Genotipe

Alel

+/+

+/-

-/-

+

-

0,647
(11)
0,718
(23)
0,700
(28)
0,697
(62)

0,353
(6)
0,219
(7)
0,250
(10)
0,258
(23)

0,000
(0)
0,063
(2)
0,050
(2)
0,045
(4)

0,824 0,176

1,000
(13)
0,144
(2)
1,000
(5)
0,000
(0)
0,541
(20)

0,000
(0)
0,428
(6)
0,000
(0)
0,800
(4)
0,270
(10)

0,000
(0)
0,428
(6)
0,000
(0)
0,200
(1)
0,189
(7)

1,000 0,000

Sapi Perah
FH ♂ (17)

BIB Lembang

FH ♂ (32)

BBIB
Singosari

FH ♀ (40)

BET Cipelang

Sub Total (89)

0,828 0,172
0,825 0,175
0,826 0,174

Sapi Pedaging
Simental ♀ (13)

BET Cipelang

Limousin ♀ (14)

BET Cipelang

Angus ♀ (5)

BET Cipelang

Brahman ♀ (5)

BET Cipelang

Sub Total (37)

0,357 0,643
1,000 0,000
0,400 0,600
0,676 0,324

Keterangan : (...)* adalah jumlah sampel sapi

Hasil analisis dalam Tabel 2 menunjukkan bahwa pada sapi FH dari BIB
Lembang, BBIB Singosari, dan BET Cipelang memiliki genotipe GH|MspI (+/+)
paling tinggi dengan frekuensi genotipe masing-masing sebesar 0,647, 0,718 dan
0,700; sedangkan genotipe GH|MspI (-/-) ditemukan paling rendah pada seluruh
bangsa sapi FH di tiga lokasi dengan nilai frekuensi genotipe masing-masing sebesar
0,000, 0,063 dan 0,050. Secara keseluruhan, bangsa sapi FH di tiga lokasi memiliki
frekuensi genotipe GH|MspI (+/+) yang jauh lebih tinggi (0,697) dibandingkan
dengan frekuensi genotipe GH|MspI (+/-) (0,258) dan GH|MspI (-/-) (0,045). Sapi FH
yang berasal dari BIB Lembang dan BBIB Singosari merupakan sapi pejantan; dan
kemungkinan