Identifikasi Keragaman Gen Growth Hormone Releasing Hormone (GHRH|HaeIII) Pada Sapi Friesian Holstein Di BIB Lembang, BBIB Singosari, Dan BETCipelang

IDENTIFIKASI KERAGAMAN GEN GROWTH HORMONE
RELEASING HORMONE (GHRH|HaeIII) PADA SAPI
FRIESIAN HOLSTEIN DI BIB LEMBANG,
BBIB SINGOSARI, DAN BET CIPELANG

SKRIPSI
ANNISA OKTAVIA RINI

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011

RINGKASAN
ANNISA OKTAVIA RINI. D14070118. 2011. Identifikasi Keragaman Gen
Growth Hormone Releasing Hormone (GHRH|HaeIII) Pada Sapi Friesian
Holstein di BIB Lembang, BBIB Singosari, dan BET Cipelang. Skripsi. Mayor
Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan. Institut Pertanian Bogor
Pembimbing Utama : Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr.Sc.
Pembimbing Anggota : Ir. Anneke Anggraeni, M.Si, Ph.D.
 


Salah satu usaha yang dapat dilakukan untuk mendapatkan ternak yang
memiliki produktivitas tinggi adalah dengan perbaikan genetik melalui seleksi.
Seleksi perlu mengetahui karakteristik genetik ternak yang berpengaruh terhadap
sifat kuantitatif, meliputi sifat pertumbuhan. Sifat pertumbuhan dikontrol oleh
banyak gen dan sebagian besar aksinya bersifat aditif. Gen GHRH merupakan
hormon yang menstimulasi sintesis dan sekresi Growth Hormone. Gen GHRH dapat
mempengaruhi produktivitas dan meningkatkan pertumbuhan ternak. Penelitian ini
bertujuan untuk mengidentifikasi keragaman gen GHRH pada sapi perah Friesian
Holstein (FH) di BIB Lembang, BBIB Singosari, dan BET Cipelang; serta sapi
pedaging di BET Cipelang sebagai pembanding.
Sampel darah sapi yang digunakan berjumlah 126 sampel, yakni 49 ekor sapi
FH jantan berasal dari BIB Lembang (17 ekor), BBIB Singosari (32 ekor), dan sapi
FH betina berasal dari BET Cipelang (40 ekor); serta sejumlah 37 ekor sapi pedaging
betina terdiri dari Simmental (13 ekor), Limousin (14 ekor), Brahman (5 ekor), dan
Angus (5 ekor) dari BET Cipelang. Penelitian ini menggunakan metode PCR-RFLP
dengan menggunakan enzim restriksi HaeIII. Analisis keragaman menggunakan
frekuensi genotipe dan alel, keseimbangan Hardy-Weinberg, dan heterozigositas.
Enzim HaeIII memotong sekuen gen GHRH pada posisi GG | CC di posisi 118, 312,
dan 406 pb dan menghasilkan empat fragmen masing-masing dengan panjang 118,

194, 94, dan 45 pb.
Genotyping gen GHRH menghasilkan dua jenis alel yaitu alel A dan B.
Kedua alel tersebut menghasilkan tiga jenis genotipe, yaitu genotipe AA (312, 94,
dan 45 pb), AB (312, 194, 118, 94, dan 45 pb), dan BB (194, 118, 94, dan 45 pb).
Frekuensi alel B adalah lebih tinggi dibanding alel A. Frekuensi alel A dan B di BIB
Lembang adalah 0,235 dan 0,765, BBIB Singosari 0,234 dan 0,766, dan BET
Cipelang 0,225 dan 0,775. Analisis Chi-Kuadrat menunjukkan bahwa sapi perah FH
dan sapi pedaging yang diamati dalam keseimbangan Hardy-Weinberg (χ2 < χ2(0,05)),
kecuali pada sapi FH di BIB Lembang, sapi Brahman dan Angus di BET Cipelang.
Nilai heterozigositas tertinggi sapi FH ditemukan di BIB Lembang sebesar 0,471,
sebaliknya terendah pada FH di BBIB Singosari yaitu 0,344. Nilai heterozigositas
pengamatan pada sapi FH tidak jauh berbeda dengan nilai heterozigositas harapan.
Nilai heterozigositas sapi FH lebih rendah daripada sapi Simmental dan sapi
Limousin. Adanya keragaman gen GHRH|HaeIII dapat dijadikan pertimbangan
untuk informasi dasar kegiatan seleksi pada sifat pertumbuhan dari sapi FH dan sapi
pedaging.
Kata-kata kunci: Friesian Holstein, sapi pedaging, gen GHRH|HaeIII, PCR-RFLP,
keragaman genetik

ABSTRACT

Identification of The Polymorphism of The Growth Hormone Releasing
Hormone (GHRH|HaeIII) Gene in Holstein-Friesian Cattle in
BIB Lembang, BBIB Singosari, and BET Cipelang
Rini, A.O., C. Sumantri, and A. Anggraeni
This study was aimed to identify polymorphism of the GHRH gene in Holstein
Friesian (FH) cattle from BIB Lembang, BBIB Singosari, and BET Cipelang; and
beef cattle from BET Cipelang for a comparison. Blood samples used were 126
samples, consisting of 49 HF bulls from BIB Lembang (17 hds), BBIB Singosari (32
hds), and HF cows from BET Cipelang (40 hds); and a number of 37 hds of beef
cattle consisting of Simmental (13 hds), Limousin (14 hds), Brahman (5 hds), and
Angus (5 hds) from BET Cipelang. This study used PCR-RFLP method using
restriction enzyme HaeIII. This enzyme restricted the GHRH gene sequences at the
bases GG | CC at the positions of 118, 312, and 406 bp resulting four fragments with
the lengths of 118, 194, 94, and 45 bp respectively. Genotyping GHRH gene
produced two alleles, namely A and B alleles. These alleles produced three
genotypes, namely the genotypes of AA (312, 94, and 45 bp), AB (312, 194, 118,
94, and 45 bp), and BB (194, 118, 94, and 45 bp). Frequency of the B allele was
higher than the A allele. Frequencies of the A and B alleles in HF were in BIB
Lembang 0,235 and 0,765, BBIB Singosari 0,234 and 0,766, and BET Cipelang
0,225 and 0,775. Chi-square analysis showed that all of HF and beef cattles were in

Hardy-Weinberg equilibrium (χ2 < χ2(0.05)), the exception in HF cattles in BIB
Lembang, Brahman and Angus cattles in BET Cipelang. The highest heterozigosity
values in HF was found in BIB Lembang (0,471), while the lowest was in BBIB
Singosari (0,344). Heterozygosity values in the HF were lower than those of
Simmental and Limousin beef cattle. GHRH gene in HF and beef cattle were
polimorfic, the exception in Brahman cattle as possesing only the B allele.
Keywords: Beef cattle, Holstein Friesian, GHRH|HaeIII, PCR-RFLP, genetic
polymorphism

IDENTIFIKASI KERAGAMAN GEN GROWTH HORMONE
RELEASING HORMONE (GHRH|HaeIII) PADA SAPI
FRIESIAN HOLSTEIN DI BIB LEMBANG,
BBIB SINGOSARI, DAN BET CIPELANG

ANNISA OKTAVIA RINI
D14070118

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada
Fakultas Peternakan

Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011

Judul

: Identifikasi Keragaman Gen Growth Hormone Releasing Hormone
(GHRH|HaeIII) Pada Sapi Friesian Holstein di BIB Lembang,
BBIB Singosari, dan BET Cipelang

Nama

: Annisa Oktavia Rini

NIM

: D14070118


Menyetujui,

Pembimbing Utama,

(Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr.Sc.)
NIP. 19591212 198603 1 004

Pembimbing Anggota,

(Ir. Anneke Anggraeni, M.Si, Ph.D.)
NIP. 19630924 199803 2 001

Mengetahui,
Ketua Departemen
Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan

(Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr.Sc.)
NIP. 19591212 198603 1 004


Tanggal Ujian : 11 April 2011

Tanggal Lulus :

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 14 Oktober 1989 di Jakarta. Penulis adalah
anak kedua dari dua bersaudara dari pasangan bapak H. Adi Suwardi (alm.) dan Hj.
Sulfanah Ma’ani. Kakak kandung penulis bernama Andhika Fandrian Apriyandi,
S.T.
Pendidikan Taman Kanak-kanak diselesaikan pada tahun 1994 di TK
Gembira, Bekasi. Pendidikan dasar diselesaikan pada tahun 2001 di SDN Cipinang
Melayu 03 Pagi Jakarta Timur. Pendidikan lanjutan menengah pertama diselesaikan
pada tahun 2004 di SLTP N 109 Jakarta Timur, dan pendidikan lanjutan menengah
atas diselesaikan pada tahun 2007 di SMA N 71 Jakarta Timur.
Penulis diterima sebagai mahasiswa pada Departemen Ilmu Produksi dan
Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor melalui jalur
Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 2007. Selama mengikuti
pendidikan, penulis aktif di organisasi Himpunan Mahasiswa Ilmu Produksi
Peternakan (HIMAPROTER), pada periode 2008-2009 menjabat sebagai staf club
Ruminansia dan pada periode 2009-2010 menjabat sebagai ketua divisi Keprofesian.

Selain itu penulis juga pernah menjadi anggota Animal Breeding and Genetic Student
Community (ABGSCi) periode 2010-2011
Penulis pernah mengikuti Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) di bidang
Kewirausahaan dengan judul “Abon Daging Kelinci dengan Penambahan Tulang
Rawan Sebagai Sumber Tambahan Kalsium”. Selain itu, penulis pernah megikuti
kegiatan magang di PT. Elders Indonesia pada tahun 2009 serta menjadi asisten
praktikum mata kuliah Teknologi Pengolahan Telur dan Daging Unggas (TPTDU)
dan Pengelolaan Kesehatan Ternak Tropis (PKTT) tahun ajaran 2010-2011. Penulis
berkesempatan menjadi penerima beasiswa PPA (Peningkatan Prestasi Akademik)
pada tahun 2009-2010.

KATA PENGANTAR
Puji dan sukur senantiasa saya panjatkan kepada Allah SWT, karena atas
segala rahmat dan karunia-Nya, penelitian dan penulisan skripsi ini dapat
terselesaikan. Skripsi yang berjudul Identifikasi Keragaman Gen Growth
Hormone Releasing Hormone (GHRH|HaeIII) Pada Sapi Friesian Holstein di
BIB Lembang, BBIB Singosari, dan BET Cipelang merupakan salah satu syarat
untuk memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor.
Beberapa upaya dapat dilakukan untuk meningkatkan produktivitas sapi
diantaranya dengan perbaikan pakan, manajemen pemeliharaan, dan perbaikan

genetik. Perbaikan genetik dapat dilakukan dengan cara seleksi. Seleksi secara
konvensional dilakukan berdasarkan performa ternak. Dengan adanya kemajuan
dibidang teknologi molekuler, memungkinkan seleksi dilakukan pada level DNA.
Seleksi pada level DNA dilakukan utamanya pada gen-gen yang berkaitan dengan
sifat ekonomis. Gen GHRH adalah gen yang berhubungan dengan ekspresi hormon
pertumbuhan yang akan mempengaruhi sifat pertumbuhan dan bobot karkas pada
ternak pedaging. Gen GHRH juga berhubungan dengan produksi susu dan lemak
susu pada ternak perah.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi keragaman gen
GHRH menggunakan enzim restriksi HaeIII (GHRH|HaeIII) dengan metode PCRRFLP pada sapi Friesian Holstein (FH) di beberapa UPT Ditjen Peternakan dan sapi
pedaging sebagai pembanding. Penulis berharap semoga skripsi ini memiliki manfaat
dan memberikan sumbangan bagi kemajuan peternakan Indonesia. Amin.

Bogor, 11 April 2011

Penulis

DAFTAR ISI
 


   Halaman 

RINGKASAN ................................................................................................

i

ABSTRAK .....................................................................................................

ii

LEMBAR PERNYATAAN ...........................................................................

iii

LEMBAR PENGESAHAN ...........................................................................

iv

RIWAYAT HIDUP .......................................................................................


v

KATA PENGANTAR ...................................................................................

vi

DAFTAR ISI ..................................................................................................

vii

DAFTAR TABEL ..........................................................................................

viii

DAFTAR GAMBAR .....................................................................................

ix

PENDAHULUAN .........................................................................................

1

Latar Belakang ...................................................................................
Tujuan ................................................................................................

1
2

TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................

3

Sapi Friesian Holstein ........................................................................
Sapi Pedaging .....................................................................................
Hormon Pertumbuhan ........................................................................
Metode PCR-RFLP ............................................................................
Keragaman Genetik ............................................................................
Keragaman Gen Growth Hormone Releasing Hormone (GHRH) ....

3
4
4
5
6
7

MATERI DAN METODE .............................................................................

10

Lokasi dan Waktu ..............................................................................
Materi .................................................................................................
Penanganan dan Pengambilan Sampel .....................................
Ekstraksi DNA ..........................................................................
Polymerase Chain Reaction (PCR) ..........................................
PCR-RFLP ................................................................................
Elektroforesis ............................................................................
Prosedur .............................................................................................
Pengambilan Sampel Darah ......................................................
Ekstraksi DNA ..........................................................................
Amplifikasi Ruas Gen GHRH ..................................................
Analisis PCR-RFLP ..................................................................
Elektroforesis DNA ..................................................................
Pendeteksian Keragaman DNA ................................................
Analisis Data ......................................................................................
Frekuensi Genotipe dan Alel ....................................................
Keseimbangan Hardy-Weinberg (HW) .....................................
Heterozigositas .........................................................................

10
10
10
11
11
11
11
12
12
12
13
13
13
13
14
14
14
15

HASIL DAN PEMBAHASAN .....................................................................

16

Amplifikasi Gen GHRH .....................................................................
Pendeteksian Keragaman Gen GHRH dengan Metode PCR-RFLP ..
Frekuensi Genotipe dan Alel Gen GHRH ..........................................
Keseimbangan Hardy-Weinberg ........................................................
Heterozigositas ...................................................................................

16
17
19
22
24

KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................................

26

Kesimpulan ........................................................................................
Saran ...................................................................................................

26
26

UCAPAN TERIMA KASIH .........................................................................

27

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................

28

LAMPIRAN ...................................................................................................

32

 


 

DAFTAR TABEL
Nomor

Halaman

1. Keragaman Gen GHRH Menurut Beberapa Penelitian pada
Beberapa Jenis Ternak .......................................................................

9

2. Sampel Darah Sapi Perah dan Sapi Pedaging yang Digunakan ........

10

3. Frekuensi Genotipe dan Alel dari Gen GHRH ..................................

20

4. Keseimbangan Hardy-Weinberg Gen GHRH ....................................

23

5. Nilai Heterozigositas Pengamatan (Ho) dan Harapan (He)
Gen GHRH ........................................................................................

24

DAFTAR GAMBAR
Nomor

Halaman

1. Sapi Friesian Holstein, Jenis Sapi Perah yang Banyak
Dibudidayakan Peternak di Indonesia ...............................................

4

2. Rekonstruksi Sruktur Gen GHRH Berdasarkan Sekuen Gen GHRH di
GenBank, Nomor Akses AF242855 ..................................................

8

3. Visualisasi Hasil Amplifikasi Ruas Gen GHRH pada Gel
Agarosa 1,5% .....................................................................................

16

4. Posisi Primer, Produk PCR dan Perbedaan Sekuen Gen GHRH
(Nomor Akses GenBank AF242855) dan Pemotongan Enzim Restriksi
HaeIII .................................................................................................

17

5. Hasil Pemotongan Fragmen Gen GHRH Menggunakan Metode
PCR-RFLP dengan Enzim Pemotong HaeIII pada Gel Agarosa 2% ..

18

6. Keragaman Gen GHRH|HaeIII pada Sapi Friesian Holstein
dan Sapi Pedaging ...............................................................................

19


 

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Usaha peternakan sapi perah di Indonesia umumnya berupa peternakan rakyat
dengan skala usaha kecil atau sebagai usaha sampingan. Masalah yang dihadapi
berupa rendahnya produksi susu dibandingkan terhadap jumlah permintaan.
Konsumsi susu tahun 2008 sebesar 6,92 kg per kapita per tahun (Badan Pusat
Statistik, 2009). Produksi susu dalam negeri hanya mampu memenuhi 30%
kebutuhan (Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, 2009). Usaha yang
dapat dilakukan untuk meningkatkan produksi susu dalam negeri antara lain melalui
peningkatan populasi dan produktivitas ternak.
Upaya meningkatkan produktivitas sapi perah diantaranya ditempuh dengan
perbaikan pakan, manajemen pemeliharaan, perbaikan genetik. Seleksi secara
konvensional dilakukan berdasarkan performa ternak. Kemajuan dibidang teknologi
molekuler memungkinkan seleksi dilakukan pada level DNA. Seleksi pada level
DNA dilakukan pada gen-gen yang berkaitan dengan sifat ekonomis, seperti
produksi susu dan lemak susu, maupun pertumbuhan dan bobot karkas.
Dalam menerapkan program seleksi, berbagai penciri DNA telah banyak
tersedia untuk digunakan. Penggunaan penciri DNA dalam program seleksi sering
disebut sebagai Marker Assisted Selection (MAS) yang diharapkan mampu
meningkatkan respons seleksi yang jauh lebih baik daripada tanpa menggunakan
penciri DNA. Penggunakan penciri DNA memudahkan identifikasi keragaman
genetik dalam populasi ternak sehingga akan memberikan hasil seleksi yang efektif.
Growth Hormone Releasing Hormone (GHRH) merupakan hormon yang
menstimulasi sintesis dan sekresi Growth Hormone. Hormon GHRH mempengaruhi
pertumbuhan, meningkatkan produktivitas pada ternak perah, seperti meningkatkan
produksi susu dan lemak susu; serta pada ternak pedaging, seperti meningkatkan
pertumbuhan dan bobot karkas. Gen GHRH merupakan penciri genetik sekaligus gen
major yang dapat dipertimbangkan untuk dipakai sebagai gen potensial (marker)
dalam melakukan seleksi sifat pertumbuhan dan produksi susu ternak sapi perah.
Balai Inseminasi Buatan (BIB) Lembang, Balai Besar Inseminasi Buatan
(BBIB) Singosari, dan Balai Embrio Ternak (BET) Cipelang merupakan Unit
Pelaksana Teknis (UPT) Pusat diharapkan dapat menyediakan bibit ternak unggul.

Balai BIB Lembang dan BBIB Singosari sebagai salah satu unit yang melaksanakan
replacement pejantan unggul dan produsen bibit unggul secara berkesinambungan
melalui penyediaan semen beku, BET Cipelang sebagai unit yang mampu melakukan
produksi, penyimpanan dan pendistribusian embrio ternak serta aplikasi transfer
embrio ternak.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi keragaman gen GHRH
menggunakan enzim restriksi HaeIII (GHRH|HaeIII) dengan metode PCR-RFLP
pada sapi Friesian Holstein (FH) di BIB Lembang, BBIB Singosari, dan BET
Cipelang dan sapi pedaging di BET Cipelang sebagai pembanding.


 

TINJAUAN PUSTAKA
Sapi Friesian Holstein
Sapi memiliki peran utama dalam evolusi kebudayaan manusia dan penting
dalam segi ekonomi. Semua ternak sapi saat ini diperkirakan telah di domestikasi
dari Bos primigenius yang sekarang sudah punah. Domestikasi sapi pertama kali
ditemukan di Turki (Perkins, 1969) dengan dua spesies utama ternak sapi di dunia,
yaitu tipe berpunuk (Zebu) dan tidak berpunuk (Taurin). Tipe berpunuk termasuk
dalam spesies Bos indicus yang tersebar di wilayah Asia dan Afrika Selatan,
sedangkan tipe tidak berpunuk (Taurine) termasuk dalam spesies Bos taurus yang
tersebar di wilayah Eropa dan Afrika Barat. Kedua spesies ini kemungkinan besar
didomestikasi secara bebas (Loftus et al., 1994) sekitar 10.000 tahun sebelum
sekarang.
Pada umumnya sapi perah yang dipelihara di Indonesia adalah jenis sapi
Friesian Holstein (FH) yang termasuk keturunan dari sapi B. taurus. Bangsa sapi
Friesian Holstein murni memiliki warna bulu hitam dan putih (black Holstein) atau
merah dan putih (red Holstein) dengan batas-batas warna yang jelas, seperti pada
dahi umumnya terdapat warna putih berbentuk segitiga dan bulu kipas ekor, bagian
perut serta kaki dari teracak sampai lutut (knee) atau (hock) berwarna putih, memiliki
tanduk yang pendek dan mengarah ke depan (Gambar 1). Sifat-sifatnya adalah jinak,
mudah menyesuaikan diri dengan keadaan lingkungan, produksi susu tinggi dengan
kadar lemak susu rendah, memiliki ukuran tubuh dan kecepatan pertumbuhan yang
bagus, dan mempunyai kemampuan yang tinggi dalam mengubah pakan menjadi
susu (Blakely dan Bade, 1998). Daerah penyebaran FH di Indonesia terutama di
dataran tinggi Pulau Jawa. Jawa Timur memiliki populasi sapi perah terbesar, yaitu
139 ribu ekor, diikuti Jawa Tengah 115,4 ribu ekor, Jawa Barat 102,7 ribu ekor, dan
DI Yogyakarta 7,3 ribu ekor (Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, 2009).
Diwyanto et al. (2000) menyatakan bahwa produksi susu sapi perah di
Indonesia untuk daerah dataran tinggi berkisar antara 3000-3900 liter perlaktasi. Hal
ini sudah menyamai performans sapi perah B. taurus yang dipelihara di daerah panas
seperti di sejumlah negara Amerika latin yang berkisar antara 3500-4500 liter
perlaktasi, sementara produksi susu sapi perah FH di daerah iklim sedang mencapai
lebih 6000 liter perlaktasi.

Gambar 1. Sapi Friesian Holstein, Jenis Sapi Perah yang Banyak Dibudidayakan
Peternak di Indonesia (Sumber: Pusat Penelitian dan Pengembangan
Peternakan, 2009)
Sapi Pedaging
Tipe sapi pedaging atau sapi potong memiliki keunggulan dalam
menghasilkan karkas berkualitas dan tingkat pertumbuhan yang tinggi. Beberapa
bangsa sapi dari spesies B. taurus yaitu sapi Limousin dan Simmental. Sapi
Limousin memiliki perdagingan yang bagus dengan laju pertumbuhan yang tinggi
(Phillips, 2001), dengan bobot badan sapi betina normalnya adalah 600 kg dan bobot
sapi jantan mencapai 1000 kg. Bangsa sapi Simmental memiliki karakter berat sapih
dan pertambahan berat badan pasca sapih yang tinggi (Williamson dan Payne, 1993).
Sapi yang termasuk dalam spesies B. indicus, seperti sapi Brahman, memiliki ciri
khas yaitu berpunuk di bagian punggungnya, berambut pendek dan halus, serta
sebagian besar berwarna putih. Spesies B. indicus memiliki kemampuan beradaptasi
dengan lingkungan panas dan tahan terhadap penyakit caplak (Phillips, 2001).
Penghambat perkembangan industri sapi potong antara lain terbatasnya sapi lokal
sehingga belum siap mengisi kebutuhan bakalan industri peternakan (feedlotter) dan
beroperasinya rumah pemotongan hewan (RPH) tradisional dan ilegal di hampir
seluruh wilayah Indonesia (Williamson dan Payne, 1993).
Hormon Pertumbuhan
Lawrence dan Fowler (2002) menyatakan bahwa pertumbuhan merupakan
suatu proses deposisi, pemindahan substansi sel-sel, serta peningkatan ukuran dan
jumlah sel pada tingkat dan titik berbeda dalam suatu waktu tertentu. Pertumbuhan
secara efektif dikontrol oleh hormon dan salah satu hormon yang penting dalam
mengatur proses pertumbuhan adalah hormon pertumbuhan (growth hormone).
Chung et al. (2000) menyatakan bahwa hormon pertumbuhan (GH) bersama-sama

 

dengan hormon Insulin-Like Growth Factor-1 (IGF-1) berperan sangat penting
dalam mengatur pertumbuhan kelenjar susu dan produksi susu, metabolisme, laktasi,
dan komposisi tubuh.
Proses sintesis dan pelepasan hormon pertumbuhan atau somatotropin
dikontrol oleh dua macam hormon yang terdapat di hipotalamus, yaitu Growth
Hormone Releasing Hormone (GHRH) yang berfungsi sebagai penggertak
(stimulator) dan Somatotropin Releasing-Inhibitory Factor (SRIF) atau somatostatin
sebagai penghambat (inhibitor) (Anderson et al., 2004). Kedua hormon tersebut
disekresikan oleh neuron sekretoris dalam hipotalamus dan masuk ke dalam
pembuluh darah pituitari (Hartman, 2000). Neurotransmiter dan neuropeptida
mengontrol sekresi somatotropin secara langsung pada bagian somatotrop atau secara
tidak langsung melalui jalur hipotalamus (Franklin dan Ferry, 2006).
Metode PCR-RFLP (Polymerase Chain Reaction-Restriction
Fragment Lenght Polymorphism)
PCR merupakan suatu teknik untuk menggandakan jumlah molekul DNA
pada ruas-ruas tertentu dan monomer-monomer nukleotida yang dilakukan secara in
vitro. Proses ini berjalan dengan bantuan primer dan enzim polymerase. Primer
merupakan oligonukleotida spesifik yang menempel pada bagian sampel DNA yang
akan diperbanyak. Enzim polymerase merupakan enzim yang dapat mencetak urutan
DNA baru. Hasil dari proses PCR dapat divisualisasikan dengan elektroforesis
(Williams, 2005). Muladno (2002) menyatakan bahwa Polymerase Chain Reaction
(PCR) merupakan suatu reaksi in vitro untuk menggandakan jumlah molekul DNA
pada target tertentu dengan cara mensintesis molekul DNA baru yang berkomplemen
dengan molekul DNA target tersebut dengan bantuan enzim polimerase dan
oligonukleotida pendek sebagai primer dalam suatu mesin thermocycler. Secara
umum, reaksi yang terjadi dalam mesin PCR dapat dibagi menjadi tiga tahap, yaitu
tahap denaturasi (pemisahan untai ganda DNA), tahap annealing (penempelan
primer), dan tahap extension (pemanjangan primer).
Metode PCR-RFLP adalah teknik pertama yang dikembangkan untuk
memvisualisasikan perbedaan pada level DNA yang didasarkan pada penggunaan
enzim pemotong (restriction enzim) yang dapat memotong DNA pada tempat
sekuens nukleotida spesifik (Montaldo dan Herrera, 1998). Li dan Graur (1991)

 

menyatakan bahwa enzim pemotong yang dapat mengenal sekuens DNA spesifik
disebut recognition sequences dan biasanya memiliki panjang empat sekuens basa
atau lebih dan bersifat palindrome.
PCR-RFLP merupakan suatu metode yang sederhana dan biasa digunakan
untuk mencari keragaman genotipe (Yahyaoi et al., 2001). Penyisipan (insersi),
penghilangan (delesi), maupun subtitusi nukleotida yang terjadi pada daerah
rekognisi suatu enzim restriksi menyebabkannya tidak lagi dikenalinya situs
pemotongan enzim restriksi dan terjadinya menyebabkannya perbedaan pola
pemotongan DNA (Lewin, 1994). Teknik RFLP yang dikombinasikan dengan teknik
PCR telah secara luas digunakan untuk mendapatkan variasi pada setiap daerah atau
lokasi DNA, baik pada daerah yang bersifat penyandi (coding region) pada genom
maupun pada daerah yang tidak penyandi atau daerah non-coding (Vasconcellos et
al., 2003).
Meghen et al. (1995) menyatakan bahwa jumlah dan ukuran fragmen DNA
yang dihasilkan oleh enzim pemotong memiliki pola pita ada atau tidaknya tempat
restriksi. Apabila tidak terpotong ada indikasi terjadi mutasi pada situs tersebut
sehingga tidak ada variasi hasil pemotongan dan ekspresinya bersifat kodominan.
Nei dan Kumar (2000) menyatakan bahwa atas dasar terpotong atau tidaknya
fragmen DNA dengan enzim pemotong, hasil fragmen potongan DNA tersebut dapat
divisualisasi melalui teknik elektroforesis yang hasilnya menunjukkan ada tidaknya
polimorfisme pada suatu individu dalam populasi.
Keragaman Genetik
Identifikasi keragaman genetik dalam suatu populasi digunakan untuk
mengetahui dan melestarikan bangsa-bangsa dalam populasi terkait dengan penciri
suatu sifat khusus. Informasi keragaman genetik suatu bangsa akan sangat
bermanfaat bagi keamanan dan ketersediaan bahan pangan yang berkesinambungan
(Blott et al., 1998). Nei dan Kumar (2000) menyatakan bahwa populasi dinilai
beragam jika memiliki dua atau lebih alel dalam satu lokus dengan frekuensi yang
cukup (biasanya lebih dari 1%). Hukum Hardy-Weinberg menyatakan bahwa
frekuensi genotipe suatu populasi yang cukup besar tidak akan berubah dari satu
generasi ke generasi lainnya jika tidak ada seleksi, migrasi, mutasi, dan genetic drift.
Keadaan populasi yang demikian disebut dalam keadaan equilibrium (seimbang)

 

(Noor, 2008). Selain itu silang dalam dan silang luar juga dapat mempengaruhi
frekuensi genotipe. Keragaman genetik dapat digunakan sebagai parameter dalam
mempelajari genetika populasi dan genetika evolusi. Tingkat keragaman dalam
populasi dapat digambarkan dari frekuensi alel. Frekuensi alel merupakan rasio
relatif suatu alel terhadap keseluruhan alel yang ditemukan dalam satu populasi (Nei
dan Kumar, 2000).
Derajat heterozigositas, menurut Nei (1987), merupakan rataan persentase
lokus heterozigositas tiap individu atau rataan persentase individu heterozigot dalam
populasi. Suatu alel dikatakan polimorfik jika memiliki frekuensi alel sama dengan
atau kurang dari 0,99. Hartl dan Clark (1997) menyatakan bahwa polimorfisme
genetik dalam suatu populasi dapat digunakan dalam menentukan hubungan antar
subpopulasi yang terfragmentasi dalam suatu spesies. Perhitungan keragaman
genetik dalam populasi secara kuantitatif dapat diperoleh melalui dua ukuran
keragaman variasi populasi yaitu proporsi lokus polimorfisme dalam populasi dan
rata-rata proporsi individu heterozigot dalam setiap lokus (Nei dan Kumar, 2000).
Keragaman genetik antara subpopulasi dapat diketahui dengan melihat persamaan
dan perbedaan frekuensi alel di antara subpopulasi (Li et al., 2000).
Javanmard et al. (2005) menyatakan bahwa nilai heterozigositas di bawah 0,5
(50%) mengindikasikan rendahnya variasi suatu gen dalam populasi dan jika nilai Ho
(heterozigositas pengamatan) lebih rendah dari He (heterozigositas harapan) maka
dapat mengindikasikan adanya proses seleksi yang intensif (Tambasco et al., 2003).
Avise (1994) juga menyatakan bahwa semakin tinggi derajat heterozigositas suatu
populasi maka daya tahan hidup populasi tersebut akan semakin tinggi. Seiring
dengan menurunnya derajat heterozigositas akibat dari silang dalam dan fragmentasi
populasi, sebagian besar alel resesif yang bersifat lethal semakin meningkat
frekuensinya.
Keragaman Gen Growth Hormone Releasing Hormone (GHRH)
Growth Hormone Releasing Hormone (GHRH) dikenal juga dengan nama
Growth Hormone Realising Factor (GHRF) atau somatocrinin terdiri dari 44 peptida
asam amino dengan berat molekul 12447 Da dan panjang 107 aa (Connor et al.,
2002). Baker et al. (2000) menyatakan bahwa GHRH dikenal pula dengan
somatoliberin pertama kali diisolasi pada tahun 1982 dari sel pituitary dan sel

 

hipotalamus. Berdasarkan fungsi protein, somatoliberin sama seperti glukagon,
sekretin, dan VIP (Vasoactive Intestinal Peptide).
Beberapa penelitian telah dilakukan pada ternak sapi dan diketahui bahwa
somatotropin, somatoliberin dan sejenis sintesisnya meningkatkan produksi baik
pada ternak perah yaitu meningkatkan produksi dan lemak susu (Bonneau dan
Laarveld, 1999) maupun ternak pedaging (Achtung et al., 2001) yang dapat
meningkatkan laju pertumbuhan, sehingga mempersingkat waktu yang dibutuhkan
untuk mencapai bobot potong. Cheong et al. (2006) menambahkan berdasarkan hasil
penelitiannya bahwa gen GHRH merupakan salah satu penanda genetik untuk
produksi daging.
Gen adalah bagian segmen DNA termasuk semua nukleotida yang
ditranskripsi ke dalam mRNA yang akan ditranslasi menjadi protein (Nicholas, 1996;
Brown, 1999; Muladno, 2002). Gen GHRH pada sapi terletak pada kromosom nomor
13 (Barendse et al., 1994) terdiri dari lima ekson dan empat intron (Gambar 2).
Bagian gen yang mengkode asam amino dan menghasilkan protein disebut daerah
penyandi (coding sequence) (CDS). Selain itu terdapat pula bagian segmen depan
(leader segment) dan segmen belakang (trailer segment) yang mengapit daerah CDS.
Beberapa gen pada eukaryot bersifat tidak kontinyu karena adanya ekson (pengkode
protein) dan intron (space internal antara pengkode protein). Pada saat transkripsi,
bagian intron hilang (splicing), sehingga proses translasi berjalan baik (Brown,
1999).
5’ Kodon awal ATG

Coding Sequence (CDS)

Kodon akhir TGA 3’

5’

3’
Ekson 1

Ekson 2
Intron 1

Ekson 3
Intron 2

Ekson 4
Intron 3

Ekson 5
Intron 4

Flangking
region 5’

Keterangan :
Ekson 1
Ekson 2
Ekson 3
Ekson 4
Ekson 5

Flangking
region 3’

= 65 – 128
= 4340 – 4440
= 4707 – 4811
= 7048 – 7167
= 9337 – 9356

= 64 bp
= 101 bp
= 105 bp
= 120 bp
= 20 bp

Intron 1
Intron 2
Intron 3
Intron 4

= 129 – 4339
= 4441 – 4706
= 4812 – 7047
= 7168 – 9336

= 4211 bp
= 266 bp
= 2236 bp
= 2168 bp

Gambar 2. Rekonstruksi Struktur Gen GHRH Berdasarkan Sekuens Gen GHRH di
GenBank, Nomor Akses AF242855

 

Panjang gen GHRH pada sapi adalah 9356 pb (pasang basa). Moody et al.
(1995) melaporkan adanya keragaman gen GHRH pada sapi pedaging dengan
metode

PCR-RFLP

menggunakan

primer

GTAAGGATGC(C/T)(A/G)CTCTGGGT-3’
5’TGCCTGCTCATGATGTCCTGGA-3’;

GHRH

dan
serta

forward

GHRH

enzim restriksi

5’reverse

HaeIII

yang

menghasilkan dua buah alel yaitu 317, 83, 55 pb (alel A) dan 196, 121, 83, 55 pb
(alel B). Keragaman ditemukan pada exon ketiga gen GHRH pada sapi (no. Akses
GenBank U29611). Ruas fragmen untuk gen GHRH|HaeIII pada sapi Polish Black
and White menurut Dybus dan Grzesiak (2006) terletak menutupi bagian ekson 2,
seluruh intron 2, dan sebagian dari ekson 3; analisis keragaman terletak di intron 2
(no. Akses GenBank AF242855), menghasilkan tiga genotipe, yaitu AA (242 dan 55
pb), genotipe AB (242, 194, 55, dan 48 pb), dan genotipe BB (194, 55, dan 48 pb).
Kmiéc et al. (2007) melakukan penelitian terhadap keragaman gen GHRH|HaeIII
dan hubungannya dengan sifat produksi susu pada sapi Polish Red-and-White (salah
satu varietas bangsa Friesian Holstein). Produk PCR teramplifikasi sepanjang 297
pb, menghasilkan tiga genotipe, yaitu BB (194, 55, dan 48 pb), AB (242, 194, 55,
dan 48 pb) dan AA (242, 55, dan 48 pb). Menghasilkan frekuensi genotipe AA
sebesar 9,6%, genotipe AB sebesar 37% dan genotipe BB sebesar 53,4%. Frekuensi
alel A sebesar 28,1% dan frekuensi alel B sebesar 71,9%.
Tabel 1. Keragaman Gen GHRH Menurut Beberapa Penelitian pada Beberapa Jenis
Ternak
Ternak
Sapi Perah dan
Pedaging
Sapi Pedaging
Sapi Perah
Sapi Pedaging
Sapi Perah
Babi
Babi

Jumlah Alel
2

Posisi Marker
Intron 1

Metode
RFLP

Sumber
Moody et al. (1995)

2
2

Intron 2
Intron 2

RFLP
RFLP

12 tipe

5’UTR dan
intron
Intron 2
Ekson 3
Ekson 3

Analisis sekuen

Dybus et al. (2003)
Dybus dan Grzesiak
(2006)
Cheong et al. (2006)

RFLP
RFLP
RFLP

Kmiec et al. (2007)
Pierzchala et al. (2003)
Franco et al. (2005)

2
2
2


 

MATERI DAN METODE
Lokasi dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Genetika Molekuler Ternak
(LGMT), Bagian Pemuliaan dan Genetika, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian
Bogor. Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus hingga Nopember 2010.
Materi
Sampel darah yang digunakan sebanyak 126 ekor sapi yang terdiri atas 89
ekor sapi FH dan 37 ekor sapi pedaging dengan bangsa yang berbeda sebagai
pembanding (Tabel 2). Sampel darah yang digunakan merupakan koleksi sampel
Laboratorium Genetika Molekuler Ternak, Bagian Pemuliaan dan Genetika Ternak,
Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Tabel 2. Sampel Darah Sapi Perah dan Sapi Pedaging yang Digunakan
Bangsa Ternak

Tipe Ternak

Jumlah

Asal Lokasi

Sapi FH ♂

Perah

BIB Lembang

17

Sapi FH ♂

Perah

BBIB Singosari

32

Sapi FH ♀

Perah

BET Cipelang

40

Sapi Perah

Sub Total

89

Sapi Pedaging
Sapi Simmental ♀

Pedaging

BET Cipelang 

13

Sapi Limousin ♀

Pedaging

BET Cipelang 

14

Sapi Brahman ♀

Pedaging

BET Cipelang 

5



Pedaging

BET Cipelang 

5

Sapi Angus

Sub Total

37

Total

126

Keterangan : ♂ = Jantan dan ♀ = Betina

Penanganan dan Pengambilan Sampel
Bahan yang digunakan adalah alkohol absolut, es, dan kapas. Alat yang
digunakan antara lain jarum vennoject, tabung vaccutainer tanpa heparin 10 ml dan
termos.

Ekstraksi DNA
Bahan yang digunakan yaitu sampel darah 200 µl, Destilata Water 1000 µl,
40 µl SDS 10% (Sodium Docecyl Sulfat), 10 µl Proteinase K 5 mg/ml, 350 µl 1 x
STE (Sodium Tris EDTA), 400 µl larutan phenol, 400 µl CIAA (Chloroform Isoamil
Alkohol), 40 µl NaCl 5M, 800 µl etanol absolut dan etanol 70%, dan 100 µl TE 80%
atau Elution buffer. Alat yang digunakan antara lain kotak penyimpan sampel, rak
tabung ependorf, tabung ependorf 1,5 ml, mikro pipet (200-1000 µl, 20-100 µl, 2-20
µl) beserta tip (warna biru dan kuning), alat mikrosentrifugasi berpendingin, vortex
mixer, sarung tangan, autoclave, inkubator, freezer, rotary mixer, gunting dan pinset
steril, dan alat tulis.
Polymerase Chain Reaction (PCR)
Reaksi PCR dilakukan pada mesin thermocycler menggunakan enzim taq
polymerase dan buffernya. Primer gen GHRH yang digunakan dalam penelitian ini
adalah mengikuti Moody et al. (1995) yang telah dimodifikasi dengan runutan
primer GHRH forward 5’-TGA AGG ATG CTG CTC TGG GT-3’ dan GHRH
reverse 5’TGC CTG TTC ATG ATA TCC TGG A-3’ (Nomor akses GenBank
AF242855). Panjang daerah target yang akan diamplifikasi adalah 451 pb dan berada
di daerah sebagian ekson 2, intron 2, dan sebagian ekson 3.
Polymerase Chain Reaction-Restriction Fragment Lenght Polymorphism
Bahan-bahan yang digunakan untuk Polymerase Chain Reaction-Restriction
Fragment Lenght Polymorphism (PCR-RFLP) adalah produk PCR fragmen gen
GHRH, destilated water, enzim pemotong HaeIII serta buffer R. Peralatan yang
digunakan dalam analisis PCR-RFLP antara lain microtube PCR, mikropipet 10 P,
20 P, dan 200 P Gilson beserta tip nya, dan inkubator 37 ˚C.
Elektroforesis
Bahan-bahan yang digunakan untuk elektroforesis adalah agarose, loading
dye, ladder 100 bp, 0,5 x TBE (1 M Tris, 0.9 M Asam Borat, 0,01 M EDTA pH 8.0),
produk PCR, dan ethidium bromide. Peralatan yang digunakan untuk elektroforesis
antara lain gelas ukur, gelas kimia, stirrer, mikro pipet 10 µl dengan tip nya dan
power supply electroforesis dan alat foto UV transiluminator.
11 
 

Prosedur
Pengambilan Sampel Darah
Sampel darah diambil melalui vena jugularis di leher sapi menggunakan jarum
vennoject dan tabung vaccutainer tanpa heparin. Sampel darah ditambahkan etanol
absolute (1:2) dan disimpan pada suhu ruang. Sampel yang digunakan merupakan
koleksi Laboratorium Genetika Molekuler Ternak, Bagian Pemuliaan dan Genetika,
Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Ekstraksi DNA
Ekstraksi DNA dilakukan dari darah sapi. Prosedur ekstraksi mengikuti metode
phenol-chloroform (Sambrook et al., 1989):
Preparasi Sampel. Sampel dari darah dalam alkohol sebanyak 200 µl dimasukkan
ke dalam tabung 1,5 ml. Alkohol dihilangkan dari sampel dengan menambahkan air
destilasi sampai 1000 µl, dan dibiarkan selama 20 menit. Sampel kemudian
diendapkan dengan sentrifugasi pada kecepatan 8000 rpm selama lima menit,
supernatan dibuang.
Degradasi Protein. Sampel yang telah bersih dari alkohol ditambahkan 1xSTE
(sodium tris EDTA) sampai volume 350 µl, 40 µl SDS 10% dan 10 µl proteinase K 5
mg/ml. Campuran diinkubasi pada suhu 55 ˚C selama dua jam digoyang pelan.
Degradasi Bahan Organik.

Ditambahkan 400 µl larutan phenol, 400 µl

chloroform:isoamyl alcohol (24:1) dan 40 µl NaCl 5M. Campuran digoyang pada
suhu ruang selama satu jam.
Presipitasi DNA. Sampel disentrifugasi pada kecepatan 12000 rpm selama lima
menit hingga fase air terpisah dengan fase phenol. Fase air dipindahkan ke tabung
baru sebanyak 400 µl. Molekul DNA diendapkan dengan menambahkan 800 µl
alkohol absolut dan 40 µl NaCl 5M. Campuran diinkubasi pada suhu -20 ˚C
semalaman. Pengendapan DNA dilakukan dengan sentrifugasi pada kecepatan 12000
rpm selama lima menit. Endapan yang diperoleh dicuci dengan 800 µl alkohol 70%,
kemudian diendapkan lagi dan dikeringkan dalam keadaan terbuka sampai alkohol
hilang. Endapan DNA yang telah bersih dari alkohol dipulihkan kembali dengan
menambahkan 100 µl TE 80% (Elution Buffer). Sampel DNA disimpan pada suhu 20 ˚C dan siap untuk digunakan.
12 
 

Amplifikasi Ruas Gen GHRH
Amplifikasi ruas gen GHRH dilakukan dengan metode PCR (Polymerase Chain
Reaction). Pereaksi yang digunakan untuk amplifikasi gen GHRH merupakan
campuran yang terdiri atas sampel DNA 1 µl, destilated water 9,7 µl, primer
(forward 5’-TGA AGG ATG CTG CTC TGG GT-3’ dan GHRH reverse 5’TGC
CTG TTC ATG ATA TCC TGG A-3’) 0,1 μl, Taq polymerase 0,05 µl, buffer 1,25
µl, dNTP 0,1 µl, dan MgCl2 0,25 µl. Campuran tersebut kemudian diinkubasi dalam
mesin thermocycler dengan kodisi suhu pradenaturasi 94 °C selama lima menit,
denaturasi 94 °C selama 45 detik, anneling 62 °C selama 45 detik, ekstensi 72 °C
selama satu menit, dan ekstensi akhir 72 °C selama lima menit. Siklus PCR yang
digunakan sebanyak 35 siklus.
Analisis PCR-RFLP
Enzim pemotong yang digunakan untuk ruas gen target adalah HaeIII. Produk
PCR lima µl dipindahkan ke tabung 0,5 ml, ditambahkan destilated water 1 µl,
enzim HaeIII 0,3 µl serta buffer R 0,7 µl, dan diinkubasi pada suhu 37 °C selama 16
jam.
Elektroforesis DNA
Penentuan genotipe masing-masing individu dilakukan dengan pendekatan
Restriction Fragment Lenght Polymorphism (RFLP) yang divisualisasikan pada gel
agarosa 2% dengan TBE 0,5 x (Tris Borat EDTA) pada 100 v selama 40 menit. Gel
diwarnai dengan 2,5 µl bromida yang divisualisasikan pada UV transiluminator.
Pendeteksian Keragaman DNA
Setelah elektroforesis dengan gel agarose, akan muncul pita-pita DNA.
Setiap pita DNA yang muncul dibandingkan dengan marker untuk diketahui panjang
fragmennya. Setiap pita DNA dari setiap sampel dibandingkan untuk menentukan
genotip pita DNA. Satu posisi migrasi yang sama dianggap sebagai satu tipe atau
alel. Keragaman gen GHRH pada sapi dengan metode PCR-RFLP menggunakan
primer GHRH serta enzim restriksi HaeIII yang menghasilkan dua buah alel yaitu
alel A dan alel B. Alel A dengan fragmen 312, 94, dan 45 pb, sedangkan alel B
dengan fragmen 194, 118, 94, dan 45 pb. Genotipe AA ditunjukkan dengan
terdapatnya tiga fragmen yaitu 312, 94, dan 45 pb. Genotipe BB ditunjukkan dengan
13 
 

terdapatnya empat fragmen yaitu 194, 118, 94, dan 45 pb. Genotipe AB ditunjukkan
dengan lima fragmen dengan panjang 312, 194, 118, 94, dan 45 pb. Genotipe AA
dan BB merupakan homozigot, sedangkan genotipe AB heterozigot (kombinasi).
Analisis Data
Frekuensi Genotipe dan Alel
Frekuensi genotipe merupakan rasio dari jumlah suatu genotipe terhadap
jumlah populasi. Keragaman genotipe pada masing-masing individu ternak dapat
ditentukan melalui pita-pita DNA yang ditemukan. Frekuensi genotipe dapat
diketahui dengan menghitung perbandingan jumlah genotipe tertentu pada setiap
populasi, dengan rumus Nei dan Kumar (2000) sebagai berikut :

Frekuensi alel merupakan rasio suatu alel terhadap keseluruhan alel pada
suatu lokus dalam populasi. Frekuensi alel ( ) gen GHRH|HaeIII dapat dihitung
berdasarkan rumus Nei dan Kumar (2000), sebagai berikut :

Keterangan :
= frekuensi genotipe ke-ii
= frekuensi alel ke-i
nii
= jumlah individu bergenotipe ii
nij
= jumlah individu bergenotipe ij
N
= jumlah individu sampel

Keseimbangan Hardy-Weinberg (HW)
Keseimbangan Hardy-Weinberg diuji dengan menggunakan perhitungan ChiKuadrat (Hartl dan Clark, 1997) :

Keterangan:
= chi-kuadrat
χ2
O
= jumlah pengamatan genotipe ke-i
E
= jumlah harapan genotipe ke-i

14 
 

Heterozigositas
Keragaman genetik dapat diketahui melalui estimasi frekuensi heterozigositas
pengamatan yang diperoleh dari masing-masing lokasi, dengan menggunakan rumus
Weir (1996) sebagai berikut :

Keterangan :
Ho
= heterozigositas pengamatan
= jumlah individu heterozigot
nij
N
= jumlah individu yang diamati

Heterozigositas harapan (He) berdasarkan frekuensi alel dihitung menggunakan
rumus Nei dan Kumar (2000) sebagai berikut :

Keterangan :
He
= nilai heterozigositas harapan
= frekuensi alel
q
= jumlah alel

15 
 

HASIL DAN PEMBAHASAN
Amplifikasi Gen GHRH
Ruas gen GHRH pada sapi FH dari lokasi BIB Lembang, BBIB Singosari,
dan BET Cipelang diamplifikasi menggunakan metode PCR (Polymerase Chain
Reaction). Pasangan primer yang digunakan mengikuti Moody et al. (1995) yang
telah dimodifikasi. Amplifikasi ruas gen GHRH dilakukan pada mesin thermocycler
dengan suhu annealing 62 ˚C. Suhu annealing adalah suhu yang memungkinkan
terjadinya penempelan primer pada DNA cetakan selama proses PCR. Primer
merupakan bahan yang sangat menentukan pada proses spesifikasi PCR. Pada usaha
untuk mengamplifikasi DNA sekuen spesifik, sekuen dari situs penempelan primer
pada DNA target harus diketahui (Verkuil et al., 2008). Suhu annealing sangat
menentukan keberhasilan amplifikasi karena proses perpanjangan DNA dimulai dari
primer. Persentase keberhasilan amplifikasi gen GHRH dalam penelitian ini adalah
100%.  Hasil amplifikasi ruas gen yang divisualisasikan pada gel agarosa 1,5%
ditampilkan pada Gambar 3.
     M

1

2

3

4

5

6

7

8

400 pb

9

10 11

12 13

14

451 pb

100 pb

Keterangan: M= Marker; Nomor 1-14= Ruas gen GHRH

Gambar 3. Visualisasi Hasil Amplifikasi Ruas Gen GHRH pada Gel Agarosa
1,5% 
Panjang produk hasil PCR dari ruas gen GHRH sapi berukuran 451 pb
(pasang basa), yang terletak di sebagian ekson 2, intron 2, dan sebagian ekson 3.
Moody et al. (1995) yang melakukan penelitian menggunakan sapi Hereford dan
Angus, menemukan adanya keragaman gen GHRH pada intron 2. Selanjutnya Dybus

dan Grzesiak (2006) menyatakan adanya pengaruh nyata dari keragaman tersebut
terhadap protein susu dan kadar lemak pada sapi perah Polandia. Posisi penempelan
pasangan primer pada sekuen gen GHRH ditampilkan pada Gambar 4.
Forward
tgaagg atgctgctct gggtgttctt
4381 cctcgtgacc ctcaccctca gcagcggctc ccacggttcc ctgccttccc agcctctcag
4441 gtaagcagtt ctgagaagag aagcaagaga gg|ccctttga ggatgcgact cgagctggtc
4501 cccagctggg tcctcaggca gcctcccttg ctcatctctg ggagggtggc agactgagcc
4561 ccagagaggt caccacccag ccctggttcc agccctctct ggggacgagc agggcaagag
4621 gcgacagaaa gacctcacag agaccaagtg agcacagtcc cctggg|cctc ccaccccacc
4681 ctttgacctc tgactccttc tactaggatt ccacggtacg cagatgccat cttcactaac
4741 agctaccgga aggttctggg|ccagctgtct gcccgcaagc tactccagga tatcatgaac
4801 aggca

Alel A
Alel B

Reverse

5’-GCAAGAGAGGCACTTTGA-3’
5’-GCAAGAGAGGCCCTTTGA-3’

Keterangan: Garis bawah menunjukkan primer; Cetak tebal menunjukkan situs pemotongan; Cetak
tebal bergaris bawah menunjukkan situs mutasi; Alel A Mempunyai Basa A pada Posisi
Basa ke- 4474; Alel B Mempunyai Basa C pada Posisi Basa ke- 4474

Gambar 4. Posisi Primer, Produk PCR dan Perbedaan Sekuen Gen GHRH (Nomor
Akses GenBank AF242855) dan Pemotongan Enzim Restriksi HaeIII
Pendeteksian Keragaman Gen GHRH dengan Metode PCR-RFLP
Pendeteksian keragaman pada ruas gen GHRH dilakukan melalui metode
RFLP menggunakan enzim pemotong HaeIII (GHRH|HaeIII). Enzim HaeIII
mengenali situs pemotongan GG|CC. Berdasarkan sekuen DNA ruas gen GHRH
yang diamplifikasi ditemukan tiga titik potong enzim restriksi HaeIII, yaitu pada
nukleotida ke-4472, 4666, dan 4760 atau pada posisi basa ke 118, 312, dan 406 dari
produk PCR. Pemotongan tersebut menghasilkan empat fragmen yang panjangnya
adalah 118, 194, 94, dan 45 pb. Keempat pita tersebut menunjukkan alel B. Apabila
terdapat perubahan basa pada posisi ke-4474, yaitu dari basa C (Citosin) menjadi A
(Adenin) menyebabkan perubahan fragmen (pita) hasil potongan HaeIII yang dikenal
dengan alel A (Gambar 4).
Keragaman ditemukan pada daerah intron 2. Intron merupakan space internal
antara pengkode protein dan saat proses transkripasi akan hilang (splicing) (Brown,
17 
 

1999). Berdasarkan tipe mutasi yang terdapat pada penciri, mutasi tersebut termasuk
dalam tipe mutasi subtitusi, yaitu tipe mutasi transversi pada penciri PCR-RFLP
fragmen gen GHRH|HaeIII. Sebagaimana dinyatakan Li dan Graur (1991), mutasi
tipe transversi yaitu pertukaran atau subtitusi antara basa purin (A = Adenin, G =
Guanin) dengan basa pirimidin (C = Citosin, T = Timin).
Berdasarkan hasil analisis menggunakan PCR-RFLP terhadap ruas gen
GHRH|HaeIII bersifat polimorfik. Terdapat tiga genotipe, yaitu genotipe AA, AB,
dan BB yang berasal dari dua alel, yaitu alel A dan alel B. Nei (1987) menyatakan
bahwa suatu alel dikatakan polimorfik jika memiliki frekuensi alel sama dengan atau
kurang dari 0,99.
         M

1

2

3

4

5

6

7

400 pb
300 pb

312 pb

200 pb

194 pb
118 pb
94 pb

100 pb

45 pb
AA

BB

AB

AB

AB

AB

AB

Keterangan: M= Marker; 1-7= Sampel; AA, AB, BB= Genotipe

Gambar 5. Hasil Pemotongan Fragmen Gen GHRH Menggunakan Metode PCRRFLP dengan Enzim Pemotong HaeIII pada Gel Agarosa 2%
Tiga varian genotipe ditemukan pada sapi FH jantan dan betina serta sapi
pedaging betina dari penelitian ini yaitu AA, BB, dan AB (Gambar 5). Ternak sapi
dikatakan memiliki genotipe AA apabila mempunyai tiga pita DNA dengan panjang
312, 94, dan 45 pb. Genotipe BB memiliki empat pita dengan panjang 194, 118, 94,
dan 45 pb. Oleh karena itu, genotipe AB memiliki lima pita dengan panjang 312,
194, 118, 94, dan 45 pb. Ternak sapi dengan genotipe homozigot yaitu AA dan BB
menunjukkan bahwa kedua tetua menyumbangkan gen (alel) yang sama, sedangkan
18 
 

sapi dengan genotipe heterozigot AB menunjukkan ternak tersebut memiliki
kombinasi gen yang berbeda dari kedua tetuanya. Identifikasi keragaman gen GHRH
pada sapi telah dilakukan dengan metode PCR-RFLP menggunakan enzim restriksi
HaeIII oleh Moody et al. (1995) yang melaporkan adanya dua jenis alel, yaitu alel A
dan alel B dengan tiga jenis genotipe, yaitu AA, AB dan BB. Keragaman gen
GHRH|HaeIII pada sapi FH serta sapi pedaging Simmental, Limousin, Brahman, dan
Angus ditunjukkan dengan jumlah genotipe yang muncul dari masing-masing bangsa
(Gambar 6).
24

25

Jumlah Sapi (ekor)

AA

19

20

AB
BB

14

15
11
9

10

9

8
7
5

5
4

5

3
2

2

2
1

1

0

0 0

0

0
FH BIB

FH BBIB

FH BET

Simmental Limousin

Brahman

Angus

Bangsa Sapi
Keterangan : Sapi FH = BIB Lembang (♂), BBIB Singosari (♂), dan BET Cipelang (♀); Sapi
Pedaging BET Cipelang (♀) = Simental, Limousin, Angus, dan Brahman

Gambar 6. Keragaman Gen GHRH|HaeIII pada Sapi Friesian Holstein dan Sapi
Pedaging.
Frekuensi Genotipe dan Alel Gen GHRH
Frekuensi genotipe merupakan rasio dari jumlah suatu genotipe terhadap
jumlah populasi. Frekuensi alel merupakan rasio suatu alel terhadap keseluruhan alel
pada suatu lokus dalam populasi dan merupakan parameter dasar dalam mempelajari
proses terjadinya evolusi, karena perubahan genetik pada sebuah populasi biasanya
19 
 

digambarkan dengan adanya perubahan pada frekuensi alel (Nei and Kumar, 2000).
Frekuensi genotipe dan alel gen GHRH sapi FH