Produksi Bakteriosin Kasar Lactobacillus plantarum 2C12, 1A5, 1B1 dan 2B2 Asal Daging Sapi serta Aktivitas Antimikrobanya terhadap Bakteri Patogen

ABSTRACT
Production of Crude Bacteriocin Lactobacillus plantarum 2C12, 1A5, 1B1, 2B2
from Beef and Their Antimicrobial Activity Against Patogenic Bacteria
Jati, A. U. P., I. I. Arief, and Jakaria
Bacteriocin is an antimicrobial peptides produced by lactic acid bacteria which can
be a safe biopreservatif agent. The production of bacteriocin have to be done to
replace the existence of synthetic preservatives which cause diseases and have been
used to decrease the contamination of spoilage and pathogenic bacteria that can be
found in many food material. The lactic acid bacteria which used in this research
were the isolates of Lactobacillus plantarum 2C12, 1A5, 1B1 and 2B2, that have
been isolated from local beef and deposited at Animal Science Faculty of Bogor
Agriculture University. This research has been done from February to August 2011.
The aims were to learn about the growth curves of L. plantarum 2C12, 1A5, 1B1 and
2B2, to identify the antimicrobial activity of crude bacteriocin from some different
isolates lactic acid bacteria and their effects of to some indicator bacteria by diffusion
well method agar. The observed variable in this research was the inhibitation zone
around the well which refer to the antimicrobial activity from bacteriocin to indicator
bacteria and it has been explained by Completely Randomized Design (CRD) with
factorial arrangement 5x4. The results of this research showed that all isolates of L.
plantarum (2C12, 1A5, 1B1 and 2B2) had some antimicrobial compounds which
could decrase the indicator bacteria’s growth, such as Salmonella entritidis ser.

Thypimurium ATCC 14028, Escherichia coli ATCC 25922, Pseudomonas
aeruginosa ATCC 27853, Bacillus cereus, dan Staphylococcus aureus ATCC 25923.
Keywords : crude bacteriocin, L. plantarum, antimicrobial activity.

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Bahan pangan asal ternak khususnya daging merupakan bahan pangan yang
perishable atau bersifat mudah rusak sehingga tidak tahan lama ketika bahan pangan
tersebut disimpan. Saat ini telah banyak cara yang dilakukan untuk mempertahankan
umur simpan bahan pangan tersebut, salah satunya dengan menggunakan bahan
pengawet. Sebagian besar bahan pengawet yang digunakan adalah bahan pengawet
sintetis atau buatan yang dapat menyebabkan penyakit bahkan kematian. Bahan
pengawet makanan yang sering digunakan seperti nitrit, sodium benzoat dan sodium
metabisulfit masih memiliki kekurangan, yakni dapat menimbulkan alergi pada
individu yang sensitif, selain itu bahan-bahan tersebut memiliki efek samping yang
berpotensi sebagai zat karsinogenik atau zat penyebab kanker seperti nitrosamine
yang berasal dari nitrit. Tantangan selanjutnya adalah mengembangkan sistem
pengawetan baru yang dapat memperbaiki kualitas dan memperpanjang masa simpan
bahan pangan dengan aman.
Potensi senyawa antimikroba alami dalam menggantikan bahan pengawet

sintetis telah banyak dieksplorasi. Hal tersebut ditunjukkan dengan adanya hasil-hasil
penelitian yang telah memperlihatkan aktivitas senyawa antimikroba alami dalam
melawan organisme patogen dan pembusuk. Bakteri asam laktat (BAL) yang banyak
digunakan

dalam

pembuatan

produk

pangan

fermentasi

dapat

mencegah

pertumbuhan mikroorganisme patogen bahkan membunuhnya dengan asam laktat

yang dihasilkan dari proses fermentasi tersebut. Bakteri ini dapat hidup pada bahan
pangan hasil ternak seperti susu, daging, juga dapat tumbuh pada tumbuh-tumbuhan
meskipun dalam jumlah yang terbatas.
BAL dapat menghasilkan zat antimikroba lain seperti bakteriosin, hidrogen
peroksida, dan diasetil. Bakteriosin adalah substrat antimikroba yang dihasilkan oleh
bakteri asam laktat dan berpotensi sebagai bahan pengawet makanan yang alami.
Salah satu BAL yang dapat menghasilkan senyawa antimikroba tersebut adalah
Lactobacillus plantarum yang pada penelitian sebelumnya telah diketahui memiliki
bermacam-macam strain, dan yang digunakan pada penelitian ini antara lain L.
plantarum 2C12, 1A5, 1B1 dan 2B2. L. plantarum merupakan mikroorganisme

saprofit yang sering digunakan secara bersamaan dengan bahan fermentasi lainnya
sebagai kultur starter.
Produksi bakteriosin yang optimal dapat diketahui dengan menentukan
terlebih dahulu waktu yang tepat untuk BAL (L. plantarum 2C12, 1A5, 1B1 dan
2B2) terkait aktivitas atau kemampuan BAL tersebut dalam menghasilkan senyawa
antimikroba, yakni melalui analisis pertumbuhan. Untuk itu, karakterisasi BAL pada
strain yang berbeda melalui pewarnaan Gram, analisis pertumbuhan serta aktivitas
antimikrobanya terhadap bakteri pembusuk dan perusak makanan perlu diteliti lebih
lanjut.


Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan karakteristik dan pertumbuhan
isolat L. plantarum 2C12, 1A5, 1B1 dan 2B2. Selain itu, penelitian ini juga memilki
tujuan untuk memproduksi senyawa antimikroba yang dihasilkan oleh isolat tersebut
berupa bakteriosin kasar serta mengetahui aktivitas antimikroba dan pengaruhnya
terhadap bakteri patogen (Salmonella entritidis ser. Thypimurium ATCC 14028,
Escherichia coli ATCC 25922, Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853, Bacillus
cereus, dan Staphylococcus aureus ATCC 25923).

2

TINJAUAN PUSTAKA
Bakteri Asam Laktat
Kelompok yang telah diketahui sebagai bakteri asam laktat saat ini adalah
termasuk kedalam genus Lactococcus, Streptococcus (hanya satu spesies saja),
Enterococcus, Pediococcus, Tetragenococcus, Aerococcus, dan lainnya (Axelson,
1998). Awalnya istilah “bakteri asam laktat” dibawa oleh seseorang yang bekerja di
perusahaan susu fermentasi untuk menunjukkan bahwa terdapat suatu spesies atau
strain yang dapat menghasilkan asam laktat dari proses metabolisme laktosa dalam

jumlah yang banyak. Bakteri ini lebih dikenal secara umum dengan istilah “kultur
starter” yang biasa digunakan untuk memulai suatu proses fermentasi.
Kemudian dari waktu ke waktu, kedua istilah tersebut digunakan dalam
proses fermentasi bahan pangan hasil ternak yakni susu dan daging, serta digunakan
untuk sayuran dan untuk produk fermentasi lainnya (Ray dan Miller, 2003). Sejak
manusia mengkonsumsi hasil metabolisme dari baketri tersebut selama beberapa
lama tanpa efek yang merugikan yang ditimbulkan, bakteri kultur starter kini
dipertimbangkan sebagai bahan pangan yang aman, bermutu baik, dan bahkan
memilki beberapa keuntungan bagi yang mengkonsumsinya. Saat ini, yang dikenal
dalam pangan fermentasi hanyalah beberapa spesies dari Lactococcus, Leuconostoc,
dan Pediococcus saja, serta beberapa spesies dari Lactobacillus dan Bifidobacterium
yang memiliki manfaat pada saluran pencernaan manusia (Ray, 2000).
Salah satu karakteristik yang terpenting dari BAL yakni kemampuannya
dalam menghasilkan sifat antimikroba. Beberapa dari mereka telah diketahui
karakterisasinya, tetapi juga masih banyak yang diidentifikasi dari spesies atau strain
dan kandungan nutrisi, sifat fisik, dan suasana kimia dari tempat tumbuh. Bakteri
asam laktat berperan sebagai senyawa antimikroba melalui hasil metabolitnya seperti
asam organik, bakteriosin, H2O2, CO2, serta diasetil (Vuyst dan Vandamme, 1994).
Antimikroba ini dapat mencegah atau membunuh mikroorganisme yang menjadi
target seperti jamur, kapang, bakteri vegetatif, spora, dan bahkan virus. Aktivitas

antimikroba bervariasi tergantung dari hasil metabolismenya masing-masing.

Lactobacillus plantarum
L. plantarum termasuk bakteri dalam filum Firmicutes, kelas Bacilli, ordo
Lactobacillales, famili Lactobacillaceae dan genus Lactobacillus. L. plantarum
merupakan salah satu jenis BAL homofermentatif dengan pertumbuhan yang optimal
pada suhu 30-37 oC serta pada pH 5-7 (Emanuel et al., 2005). L. plantarum
mempunyai kemampuan untuk menghambat mikroorganisme patogen pada bahan
pangan dengan daerah penghambatan terbesar dibandingkan dengan bakteri asam
laktat lainnya (Jenie dan Rini, 1995). Salah satu isolat BAL yang berpotensi
memproduksi bakteriosin yakni L. plantarum (Elegado et al., 2003).
L. plantarum 2C12 merupakan isolat indigenus yang diisolasi dari daging
sapi lokal Indonesia. Arief et al. (2004) melaporkan bahwa suatu senyawa
antimikroba diproduksi oleh bakteri asam laktat L. plantarum 2C12 yang diisolasi
dari daging sapi lokal. Senyawa antimikroba tersebut dapat menghambat
pertumbuhan bakteri patogen E. coli ATCC 25922, S. Thypimurium ATCC 14028,
dan S. aureus ATCC 25923 (Arief, 2011). Senyawa antimikroba yang diproduksi
oleh L. plantarum 2C12 mengandung bakteriosin. Bakteriosin hasil klasifikasi
diketahui bahwa isolat tersebut merupakan L. plantarum 2C12 dan bakteriosin yang
diproduksinya disebut plantaricin.

Kurva Pertumbuhan Bakteri
Kurva pertumbuhan menunjukkan perkembangbiakan ataupun siklus hidup
bakteri. Pertumbuhan bakteri adalah suatu peningkatan massa atau jumlah sel total
dan bukan dalam hal ukuran. Pertumbuhan sel dan pembentukan produk
mencerminkan kemampuan sel yang dapat dipengaruhi oleh lingkungan. Pelczar dan
Chan (2007) menyatakan bahwa istilah pertumbuhan umum digunakan untuk bakteri
dan mikroorganisme lain dan biasanya mengacu pada perubahan di dalam hasil
panen (pertambahan total masa sel) dan bukan perubahan individu organisme.
Ketika bakteri yang tumbuh dalam sistem tertutup, seperti tabung reaksi,
populasi sel hampir selalu menunjukkan dinamika pertumbuhan sebagai berikut:
awalnya sel menyesuaikan diri dengan media baru (fase lag) sampai mereka mulai
membelah

diri

secara

terus

menerus


melalui

proses

pembelahan

biner

(fase eksponensial). Ketika pertumbuhan mereka menjadi terbatas, sel-sel berhenti
membelah (fase stasioner), sampai akhirnya sel-sel bakteri tersebut menunjukkan
4

hilangnya viabilitas (fase kematian). Parameter X dan sumbu Y dalam kurva
pertumbuhan dapat dinyatakan sebagai perubahan dalam jumlah sel berbanding
dengan waktu (Todar, 2009).

Populasi sel hidup
(8 log10 cfu/ml)


10
8

Tetap

Logaritmik

Kematian

6
4
Lambat

2
0
0

10

20


30

40

50

Waktu (jam)

Gambar 1. Kurva pertumbuhan bakteri.
Sumber: Todar (2009)

Pertumbuhan adalah peningkatan secara teratur dalam kuantitas konstituen
seluler. Hal ini tergantung pada kemampuan sel untuk membentuk protoplasma baru
dari nutrisi yang tersedia di lingkungan. Sebagian besar bakteri, pertumbuhan
melibatkan peningkatan massa sel dan jumlah ribosom, duplikasi kromosom bakteri,
sintesis dinding sel baru dan membran plasma, partisi dari dua kromosom,
pembentukan septum, dan pembelahan sel. Proses reproduksi aseksual ini disebut
pembelahan biner.
Empat fase siklus pertumbuhan bakteri menurut Todar (2009) adalah (1) Fase

Adaptasi, yakni fase dimana setelah inokulasi sel ke dalam media tumbuh, bakteri di
dalamnya relatif tetap atau tidak berubah untuk sementara waktu. Sel-sel tetap dapat
tumbuh dalam hal volume atau massa, sintesis enzim, protein, RNA, serta
meningkatkan aktivitas metabolik meskipun tidak terjadi pembelahan sel. Lamanya
fase adaptasi atau fase lag akan tergantung pada berbagai faktor termasuk ukuran
inokulum, waktu yang diperlukan untuk pulih dari kerusakan fisik atau stres pada
saat inokulasi, waktu yang diperlukan untuk sintesis koenzim penting, dan waktu
yang dibutuhkan untuk mensintesis enzim baru yang diperlukan untuk membantu
metabolisme substrat yang terdapat di dalam media tumbuh; (2) Fase Eksponensial
(logaritmik), adalah pola pertumbuhan yang seimbang dimana semua sel-sel
membelah diri secara teratur melalui pembelahan biner, dan tumbuh dengan deret
5

ukur. Sel-sel membelah dengan laju yang konstan tergantung pada komposisi media
pertumbuhan dan kondisi inkubasi. Laju pertumbuhan eksponensial dari kultur
bakteri dinyatakan sebagai waktu generasi, juga waktu penggandaan populasi
bakteri.
Pertumbuhan secara eksponensial tidak dapat dilanjutkan lagi pada fase
ini. Pertumbuhan populasi dibatasi oleh salah satu dari tiga faktor yakni yang
pertama dapat diakibatkan oleh berkurangnya nutrisi yang tersedia di dalam suatu
media tumbuh bakteri tersebut, akumulasi penghambatan hasil metabolit sel atau
produk akhir, atau dapat juga terjadi akibat berkurangnya ruang, dalam hal ini
disebut kurangnya "ruang biologis"; (3) Fase Stasioner, selama fase stasioner, apabila
dilakukan perhitungan pada sel-sel, tidak dapat ditentukan apakah beberapa sel telah
mati dan sejumlah sel-sel lainnya sedang membelah diri, atau bahkan populasi sel
tersebut telah berhenti tumbuh dan membelah diri. Bakteri yang menghasilkan
metabolit sekunder, seperti antibiotik, melakukannya selama fase stasioner dalam
siklus pertumbuhan (metabolit sekunder didefinisikan sebagai metabolit yang
dihasilkan setelah tahap pertumbuhan aktif); dan (4) Fase Kematian, yakni apabila
inkubasi berlanjut setelah populasi mencapai fase stasioner, berikut dengan fase
kematian, dimana terjadi penurunan terhadap populasi sel hidup. Selama fase
kematian, jumlah sel yang hidup menurun secara geometris (eksponensial) atau
berkebalikan dari pertumbuhan selama fase logaritmik.
Antimikroba
Antimikroba adalah suatu antibodi yang dapat bereaksi dengan toksin dan
menetralkan toksin (Fardiaz, 1992). Makanan mungkin mengandung komponen yang
dapat menghambat pertumbuhan jasad renik. Komponen antimikroba tersebut
terdapat di dalam makanan melalui salah satu dari beberapa cara yaitu (1) terdapat
secara alamiah di dalam bahan pangan, (2) ditambahkan dengan sengaja ke dalam
makanan dan (3) terbentuk selama pengolahan atau oleh jasad renik yang tumbuh
selama fermentasi makanan.
Fardiaz (1992) menyatakan bahwa zat antimikroba bersifat bakterisidial
(membunuh bakteri), bakteristatik (menghambat pertumbuhan bakteri), fungisidal
(membunuh kapang), fungistatik (menghambat pertumbuhan kapang), dan germisidal
(mengahmabat germinasi spora bakteri). Kemampuan suatu zat antimikroba dalam
6

menghambat pertumbuhan bakteri dipengaruhi oleh beberapa faktor yakni (1)
konsentrasi bahan pengawet, (2) waktu penyimpanan, (3) suhu lingkungan, (4) sifatsifat mikroba (jenis, umur, dan konsentrasi).
Suatu preservatif untuk memperpanjang masa simpan produk pangan,
terutama daging, harus memenuhi kriteria antara lain tidak mengubah flavor, bau dan
tekstur bahan pangan; aman bagi konsumen dan efektif sebagai preservatif atau aman
untuk dikonsumsi selama masa simpan tertentu; preservatif harus mudah dikenali
dan kadarnya dapat dipastikan secara pasti serta harus memenuhi kebutuhan yang
diizinkan; kualitas bahan pangan tidak merugikan konsumen; ekonomis (Soeparno,
2005); dan tidak menyebabkan timbulnya galur resisten dan diutamakan bersifat
membunuh daripada hanya menghambat pertumbuhan mikroba (Frazier dan
Westhoff, 1998). Beberapa senyawa antimikroba yang dapat dihasilkan oleh BAL
antara lain asam organik, bakteriosin, H2O2, CO2, serta diasetil (Vuyst dan
Vandamme, 1994).
Asam Organik
Asam organik merupakan substansi alami dari berbagai jenis makanan. Aksi
antimikroba dari asam organik berdasarkan pada kemampuannya untuk menurunkan
pH dalam pangan yang berfase air. Asam organik dalam pangan dapat berfungsi
sebagai asidulan atau pengawet, sementara garamnya atau ester dapat menjadi
antimikroba yang efektif pada pH mendekati netral. Asam laktat adalah produk
utama pada pangan hasil fermentasi. Asam asetat, propionat, malat dan asam-asam
lainnya dengan konsentrasi yang beragam juga dihasilkan tergantung jenis produk
dan mikroorganisme yang digunakan (Samelis dan Sofos, 2003).
Penghambatan pertumbuhan pada mikroba yang disebabkan oleh asam
organik diakibatkan adanya pelepasan proton ke dalam sitoplasma sehingga pH pada
membran sel menjadi sangat asam secara mendadak. Akan tetapi hipotesis tersebut
dibantah oleh peneliti lain yang menyatakan bahwa penyebab dari penghambatan
pertumbuhan oleh asam organik bukanlah karena adanya translasi proton tetapi
karena adanya akumulasi anion. Anion menyebabkan berkurangnya kecepatan dari
sintesis makromolekul dan mempengaruhi transportasi antar membran sel. Bakteri
asam laktat dan juga bakteri lain meniadakan efek dari akumulasi anion dengan cara
mengurangi pH pada sitoplasma (Quwehand dan Vesterlund, 2004). Perubahan
7

permeabilitas membran akan menghasilkan efek ganda, yaitu mengganggu
transportasi nutrisi ke dalam sel dan menyebabkan metabolit internal keluar dari sel.
Hidrogen Peroksida
Bakteri asam laktat memproduksi hidrogen peroksida dibawah kondisi
pertumbuhan aerob, dan karena berkurangnya katalase selular, pseudokatalase atau
peroksidase. Bakteri asam laktat mengekskresikan H2O2 tersebut sebagai alat
pelindung diri yang mampu bersifat bakteriostatik maupun bakterisidal. Hidrogen
peroksida merupakan salah satu agen pengoksidasi yang kuat dan dapat dijadikan
sebagai zat antimikroba melawan bakteri, fungi dan bahkan virus (Ray, 2004).
Kemampuan bakterisidal dari H2O2 beragam tergantung pH, konsentrasi, suhu,
waktu dan tipe serta jumlah mikoorganisme. Pada kondisi tertentu, spora bakteri
ditemukan paling resisten terhadap H2O2, diikuti dengan bakteri Gram positif.
Bakteri yang paling sensitif terhadap H2O2 adalah bakteri Gram negatif, terutama
koliform (Quwehand dan Vesterlund, 2004).
Branen (1993) berpendapat bahwa hidrogen peroksida (H2O2) merupakan
oksidator, bleaching agent dan anti bakteri. Hidrogen peroksida murni tidak
berwarna, berbentuk cairan seperti sirup dan memiliki bau yang menusuk.
Kemampuan H2O2 untuk mengoksidasi menyebabkan perubahan tetap pada sistem
enzim sel mikroba sehingga digunakan sebagai antimikroba. Selain itu, senyawa ini
juga dapat terdekomposisi menjadi air dan oksigen. Perubahan kondisi lingkungan
seperti pH dan suhu mempengaruhi kecepatan dekomposisi. Peningkatan suhu dapat
meningkatkan keefisienan dalam menghancurkan bakteri, selain itu kecepatan proses
terdekomposisinya senyawa tersebut juga semakin cepat.
Bakteriosin
Bakteri asam laktat (BAL) digunakan dalam fermentasi pangan karena BAL
dapat mengurai gula menjadi asam organik, dan juga dapat menghambat kerusakan
pangan yang disebabkan oleh aktivitas mikroorganisme pembusuk. Diantara
bermacam-macam bahan pengawet yang dihasilkan oleh BAL, bakteriosin adalah
salah satu antimikroba alami yang digunakan sebagai pengawet bahan pangan.
Bakteriosin adalah protein bakterisidial atau peptida yang mempunyai daya tarik
yakni dapat melawan spesies-spesies yang dapat menyebabkan kerusakan pangan
8

dan penyakit (Gonzales et al., 1994). Bakteriosin merupakan substrat protein
antimikroba yang dapat mencegah strain-strain yang sensitif yakni bakteri Gram
negatif dan Gram positif (Savadogo, 2004).
Bakteriosin adalah komponen protein antibakterial yang merupakan peptidapeptida antimikrobial hasil sistesis oleh ribosom (Vuyst dan Vandamme, 1994).
Savadogo et al. (2006) juga menyatakan bahwa umumnya bakteriosin tersebut adalah
peptida-peptida kationik yang terdapat dalam bentuk substansi bersifat hidrofobik
atau amphifilik dan membran bakteri merupakan target atau sasaran utama dari
aktivitas yang dilakukan oleh bakteriosin tersebut, yakni aktivitas penghambatan
terhadap pertumbuhan bakteri perusak dan pembusuk. Jack et al. (1995) menyatakan
bahwa senyawa antimikroba khususnya bakteriosin merupakan substansi protein
yang diproduksi oleh banyak strain bakteri dan dapat menghasilkan aktivitas
penghambatan secara bakterisidal terhadap organisme yang berkerabat dekat.
Banyak bakteriosin dapat secara bakterisidal melawan spesies-spesies dan
strain yang berkerabat dekat dengan bakteriosin tersebut, namun ada beberapa dapat
secara efektif melawan banyak bakteri dari spesies dan genus yang berbeda (Ray dan
Bhunia, 2008). Satu strain bakteri dapat menghasilkan lebih dari satu macam
bakteriosin, dan banyak strain dari spesies yang berbeda dapat memproduksi
bakteriosin yang sama atau dapat juga berbeda (Ray dan Bhunia, 2008).
Bakteri Patogen
Bahan pangan dapat berperan sebagai agen dari penularan atau pemindahan
mikroorganisme ke manusia yang mengakibatkan pembusukan atau menimbulkan
penyakit. Dari kelompok mikroorganisme seperti bakteri, kapang dan virus
merupakan patogen yang menular dalam bahan pangan. Bahan pangan dapat
bertindak

sebagai

substrat

pertumbuhan

dan

perkembangbiakan

spesies

mikroorganisme patogenik, dimana jika berkembang dalam jumlah banyak dapat
menyebabkan penyakit bagi manusia yang memakannya (Buckle et al., 2007).
Bakteri patogen dapat dibedakan menjadi bakteri Gram negatif dan bakteri
Gram positif. Perbedaan kedua kelompok bakteri tersebut didasarkan pada struktur
dan komposisi dinding sel bakteri. Bakteri Gram negatif mengandung lipid, lemak
atau substansi seperti lemak dalam presentase lebih tinggi daripada yang dimiliki
oleh bakteri Gram positif. Selain itu dinding sel bakteri Gram negatif lebih tipis jika
9

dibandingkan dengan dinding sel baketri Gram positif. Hal tersebut menyebabkan
terekstraksinya lipid selama proses pewarnaan pada perlakuan dengan etanol
(alkohol) sehingga memperbesar daya permeabilitas dinding sel Gram negatif.
Larutan pewarna ungu kristal-yodium yang telah memasuki dinding sel selama
proses pewarnaan awal dapat diekstraksi dan menyebabkan organisme Gram negatif
kehilangan warna tersebut. Dinding sel bakteri Gram positif mengandung
peptidoglikan yang lebih banyak dibandingkan dengan bakteri Gram negatif, namun
mengandung lebih sedikit lipid. Hal tersebut menyebabkan dinding sel Gram positif
terdehidrasi selama perlakuan dengan menggunakan etanol, sehingga pori-pori
dinding sel mengecil, permeabilitasnya berkurang dan warna ungu kristal-yodium
tidak dapat terekstraksi (Pelczar dan Chan, 2007).
Beberapa organisme penyebab penyakit yang termasuk dalam bakteri patogen
dan pembusuk makanan antara lain adalah S. Typhimurium, E. coli, P. aeruginosa,
B. cereus, dan S. aureus. Apabila dibedakan berdasarkan kelompok Gram negatif dan
Gram positif, S. Typhimurium, E. coli, dan P. aeruginosa termasuk bakteri Gram
negatif, sedangkan yang termasuk dalam bakteri Gram positif adalah B. cereus dan S.
aureus.
Salmonella entritidis ser. Thypimurium
S. Thypimurium adalah jenis bakteri Gram negatif, berbentuk batang dengan
panjang 1-1,5 µm, bergerak (motil) serta mempunyai tipe metabolisme yang bersifat
fakultatif anaerob dan termasuk kelompok bakteri Enterobacteriaceae. S.
Thypimurium hanya salah satu dari beberapa jenis mikroorganisme penyebab
keracunan bahan pangan tipe gastroenteritis (Buckle et al., 2007). Salmonella
berbentuk gas apabila tumbuh di dalam media yang mengandung glukosa. Umumnya
mereka memfermentasikan dulcitol namun bukan laktosa, menggunakan asam sitrat
sebagai sumber karbon untuk menghasilkan hidrogen sulfida. S. Thypimurium dapat
menginfeksi seluruh vertebrata berdarah panas termasuk manusia melalui makanan
dan minuman yang telah terkontaminasi, khususnya pada bahan pangan hasil ternak
seperti telur, daging dan susu, juga pada kerang-kerangan. Infeksi terjadi dari
memakan makanan yang terkontaminasi dengan feses yang mengandung bakteri S.
Thypimurium dari organisme pembawa (hosts).

10

Gambar 2. Salmonella typhi.
Sumber: Black (2005)

Salmonella termasuk tipe bakteri mesofilik, yakni bakteri yang dapat tumbuh
secara optimum pada suhu sekitar 35-37 oC, namun umumnya berkisar antara 5-46
o

C. Salmonella akan mati pada suhu pateurisasi dan sensitif terhadap pH rendah

yakni pH kurang dari 4,5 dan tidak dapat berkembang biak pada aw 0,94, khususnya
dengan kombinasi pH kurang dari 5,5 (Ray dan Bhunia, 2008). Bahan pangan rentan
terhadap kontaminasi Salmonella, khususnya bahan pangan asal ternak yang
memiliki angka tertinggi terjangkit oleh Salmonella. Bahan pangan ini diantaranya
daging sapi, daging ayam, daging kalkun, daging babi, telur, susu, dan produk olahan
bahan pangan tersebut (Ray, 2000).
Escherichia coli
E. coli terdapat secara normal dalam alat-alat pencernaan manusia dan
hewan. Bakteri ini adalah gram negatif, bergerak, berbentuk batang, bersifat
fakultatif anaerob dan termasuk golongan Enterobacteriaceae. Suatu serotip tertentu
bersifat enterophatogenik dan dikenal sebagai penyebab diare pada bayi. Beberapa
galur linnya juga sebagai penyebab diare pada orang dewasa. Organisme ini berada
di dapur dan di tempat-tempat persiapan bahan pangan melalui bahan baku dan
selanjutnya masuk ke makanan yang telah dimasak melalui tangan, permukaan alatalat, tempat-tempat masakan dan peralatan lainnya. Masa inkubasi adalah 1-3 hari
dan gejalanya menyerupai gejala-gejala keracunan bahan pangan yang tercemar oleh
Salmonella atau disentri (Buckle at al., 2007).

11

Gambar 3. Escherichia coli.
Sumber: Black (2005)

Strain ini dapat tumbuh secara efektif dalam media yang sederhana maupun
yang kompleks dan kebanyakan di dalam makanan. Pertumbuhannya antara suhu1050 oC, dengan suhu yang optimum adalah 30-37 oC. Beberapa strain dapat tumbuh
pada suhu di bawah 10 oC. Pertumbuhan cepat terjadi pada keadaan di bawah suhu
optimum. Pertumbuhan dapat terhambat apabila dalam keadaan media yang memiliki
pH rendah (di bawah 5,0) dan aw yang juga rendah (di bawah 0,93). E. coli sensitif
terhadap suhu rendah, seperti suhu pasteurisasi (Ray dan Bhunia, 2008). Bakteri ini
dapat tumbuh optimum pada pH 7,0-7,5 dengan pH minimum 4,0 dan pada pH
maksimum 8,5 (Frazier dan Westhoff, 1998).
Pseudomonas aeruginosa
P. aeruginosa merupakan jenis bakteri patogen Gram negatif yang termasuk
dalam genus Pseudomonas (Buckle et al., 2007). P. aeruginosa berflagel polar,
bersifat aerobik, tetapi dalam hal tertentu nitrit dan digunakan sebagai elektron
alternatif yang baik sehingga spesies ini dapat hidup dalam kondisi anaerobik. Selain
itu P. aeruginosa dapat tumbuh pada suhu 41 oC bahkan beberapa strain tumbuh
pada suhu 44 oC (Palleroni, 2008).
Bakteri ini merupakan penyebab berbagai jenis kerusakan bahan pangan yang
sebagian besar berhubungan dengan kemampuan spesies ini dalam memproduksi
enzim yang dapat memecah baik komponen lemak maupun protein dari bahan
pangan. Banyak organisme Pseudomonas yang dapat berkembang dengan cepat pada

12

suhu lemari es atau refrigerator dan sering mengakibatkan terbentuknya lendir dan
pigmen pada permukaan daging yang didinginkan.

Gambar 4. Pseudomonas aeruginosa.
Sumber: Black (2005)

Bacillus cereus
B. cereus termasuk jenis bakteri Gram positif yang berbentuk batang,
bergerak, dan dapat membentuk spora, bersifat anaerobik fakultatif dan tersebar
secara luas dalam tanah dan air (Buckle et al., 2007). Suhu minimum untuk
pertumbuhan B. cereus adalah 10 oC. Sel bakteri ini sensitif terhadap pasteurisasi,
namun sporanya dapat bertahan terhadap suhu tinggi. Suhu untuk pertumbuhannya
berkisar antara 4-50 oC, dengan suhu optimum pertumbuhannya adalah 35-40 oC.
Parameter pertumbuhan lainnya adalah bakteri ini dapat tumbuh pada pH 4,9 hingga
9,3 dengan aw minimum 0,95 serta konsentrasi NaCl adalah 10%. Spora dan sel B.
cereus terdapat pada tanah serta debu, juga dapat diisolasi dari sebagian kecil
makanan (Ray, 2000).

Gambar 5. Bacillus sp.
Sumber: Cowan dan Talaro (2009)

13

Staphylococcus aureus
Bakteri ini termasuk dalam family Microccaceae, merupakan bakteri Gram
positif yang berbentuk kokus dan berpasangan tetrad atau kelompok menyerupai
buah anggur, bersifat anaerobik fakultatif, tidak bergerak, dan tidak berspora (Holt et
al., 1994). Bakteri ini tumbuh pada pH optimum sekitar 7,0-7,8 (Supardi dan
Sukamto, 1999). Substrat yang baik untuk pertumbuhan dan produksi enterotoksin
ialah substrat atau makanan yang mengandung protein seperti daging, ikan, susu dan
produk olahannya.

Gambar 6. Staphylococcus aureus.
Sumber: Madigan et al. (2009)

Mekanisme Aktivitas Antimikroba
Aktivitas senyawa antimikroba dapat dilihat dengan adanya mekanisme
penghambatan pertumbuhan bakteri patogen dan pembusuk. Mekanisme tersebut
dilakukan oleh senyawa antimikroba dengan cara merusak dinding sel mikroba
sehingga sel yang sedang tumbuh akan terlisis atau terurai, protein sel juga
terdenaturasi dan terjadi perusakan sistem metabolisme di dalam sel dengan cara
menghambat kerja enzim intraseluler (Pelczar dan Rheid, 1986).
Beberapa cara antimikroba dalam aksinya melawan mikroorganisme yaitu
memberikan efek bakteriostatik, bakterisidal ataupun bakterilisis. Sifat bakteriostatik
akan menghambat pertumbuhan dan replikasi mikroorganisme, namun tidak
menyebabkan kematian. Sifat bakterisidal berhubungan dengan kemampuan senyawa
untuk menyebabkan kematian mikroorganisme, sedangkan sifat bakterilisis akan
menyebabkan lisis sel mikroorganisme (Gonzales et al., 1994).
Bakteriosin yang dihasilkan oleh bakteri asam laktat bersifat bakterisidal
terhadap sel sensitif dan dapat mengalami kematian dengan sangat cepat pada
14

konsentrasi rendah. Beberapa bakteriosin mempunyai sifat bakterisidal melawan
beberapa strain dan spesies yang berelasi dekat tetapi beberapa dapat efektif
melawan banyak strain dalam spesies dan genera yang berbeda. Namun, sel
penghasil bakteriosin akan mengalami ketahanan terhadap bakteriosin yang
dihasilkannya sendiri, disebabkan memperoleh ketahanan protein yang spesifik.
Bakteriosin ini pada umumnya sangat efektif melawan sel dari bakteri Gram positif
yang lain (Ray, 2004).
Normalnya, strain bakteri Gram positif sensitif terhadap bakteriosin dengan
spektrum yang sangat bervariasi, sedangkan strain bakteri Gram negatif resisten
terhadap bakteriosin. Namun, bakteri Gram negatif tersebut dapat menjadi sensitif
mengikuti perusakan struktur lipopolisakarida pada permukaan sel secara fisik dan
tekanan kimia. Bakteriosin asal bakteri asam laktat tidak efisien dalam menghambat
bakteri Gram negatif karena membran terluarnya bersifat hidrofilik dan dapat
menghalangi aksi bakteriosin (Ray, 2004). Bakteri Gram negatif memiliki sistem
seleksi terhadap zat-zat asing yaitu pada lapisan lipopolisakarida (Branen, 1993).

15

MATERI DAN METODE
Lokasi dan Waktu
Penelitian ini berlangsung selama tujuh bulan, yakni mulai dari bulan
Februari sampai dengan bulan Agustus 2011. Penelitian ini dilaksanakan di
Laboratorium Terpadu Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Departemen Ilmu
Produksi dan Teknologi, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Materi
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain isolat bakteri asam
laktat yaitu L. plantarum 2C12, 1A5, 1B1 dan 2B2 yang berasal dari daging sapi
Peranakan Ongole koleksi Laboratorium Teknologi Hasil Ternak, Departemen Ilmu
Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan IPB (Arief, 2011) dan
bakteri patogen yakni S. Thypimurium ATCC 14028, E. coli ATCC 25922, P.
aeruginosa ATCC 27853, B. cereus, dan S. aureus ATCC 25923. Media yang
digunakan adalah deMan Rogosa and Sharpe broth (MRS broth), deMan Rogosa
and Sharpe Agar (MRS agar), Nutrient broth (NB), Nutrient Agar (NA), Mueller
Hinton Agar (MHA), BPW, yeast extract, aquadest, larutan NaOH 0,1 N dan 1 N,
serbuk ammonium sulfat, dan buffer kalium fosfat (campuran KH2PO4 dan K2HPO4
dengan konsentrasi tertentu).
Alat-alat yang digunakan antara lain tabung reaksi, cawan petri, ose, hot plate
stirrer, gelas ukur, gelas piala, tabung erlenmeyer, timbangan digital, mikropipet, tip,
pemanas bunsen, jangka sorong digital, pH meter, autoklaf, oven, buret, vortex,
inkubator, refrigerator, sentrifuge, membran saring miliphore diameter 0,22 µm,
spektrofotometer UV-Vis, dan membran dialisis diameter 20 µm.
Prosedur
Karakterisasi Isolat L. plantarum dan Bakteri Indikator
L. plantarum yang telah diisolasi dari daging sapi pada penelitian sebelumnya
dikonfirmasi kembali untuk memastikan kemurniannya. Konfirmasi dilakukan
dengan cara menginokulasi isolat L. plantarum dari kultur induk sebanyak 0,25 ml
ke dalam 4,75 ml media tumbuh deMan Rogosa Sharp Broth (MRS broth) lalu
diinkubasi pada suhu 37 °C selama 24 jam, hasil inkubasi didapatkan kultur antara.
Sebanyak 1 ml kultur antara diinokulasikan ke dalam 10 ml media MRS broth.

Kultur kemudian diinkubasi pada suhu 37 oC selama 24 jam dan hasilnya disebut
kultur kerja. Kultur kerja ini yang digunakan untuk mengkonfirmasi kemurnian
bakteri uji dan dilakukan melalui pewarnaan Gram. Inokulasi dilakukan dengan
metode yang sama juga dilakukan pada bakteri indikator (bakteri patogen).
Perbedaannya adalah pada media tumbuh yang digunakan, untuk menumbuhkan
bakteri patogen media yang digunakan adalah media nutrient broth (NB).
Pewarnaan Gram berdasarkan Waluyo (2008) dilakukan dengan cara
membuat preparat ulas dari isolat bakteri baik BAL maupun bakteri patogen yang
akan digunakan yang dihomogenkan terlebih dahulu dengan vortex kemudian
diambil satu ose dan dioleskan pada kaca objek lalu difiksasi panas menggunakan
api. Preparat ulas tersebut kemudian ditetesi dengan kristal violet selama satu menit
lalu dimiringkan dengan tujuan untuk meratakan kristal violet. Selanjutnya preparat
yang telah ditetesi kristal violet dibilas dengan akuades dan dikeringkan. Preparat
ulas yang telah kering tersebut diberi iodium selama dua menit dan dimiringkan
kembali, kemudian dibilas dengan akuades dan dibiarkan mengering. Preparat ulas
dicuci dengan pemucat warna yaitu etanol 95%, tetes demi tetes selama 30 detik atau
hingga zat warna kristal violet tidak terlihat lagi ataupun masih mengalir di atas kaca
obyek, kemudian dicuci dengan akuades dan dikeringkan. Preparat ulas selanjutnya
ditetesi safranin selama 30 detik, dimiringkan, kemudian dibilas dengan akuades dan
didiamkan hingga mengering. Preparat diamati dibawah mikroskop untuk melihat
bentuk dan warna dinding sel dari masing-masing isolat. Preparat yang berwarna
ungu kebiruan menunjukkan bahwa preparat tersebut termasuk dalam kelompok
bakteri Gram positif sedangkan preparat yang berwarna merah menunjukkan bahwa
preparat tersebut termasuk kelompok bakteri Gram negatif.
Analisis Kurva Pertumbuhan Isolat L. plantarum
Analisis kurva pertumbuhan L. plantarum 2C12, 1A5, 1B1 dan 2B2
dilakukan untuk mengetahui waktu yang optimal dari keempat isolat tersebut dalam
menghasilkan bakteriosin. Pembuatan kurva pertumbuhan dilakukan dengan
membuat kurva standar terlebih dahulu. Pembuatan kurva standar adalah sebagai
berikut, media MRS broth yang telah diinokulasi dengan isolat L. plantarum,
sebanyak 1 ml setiap satu jam sekali selama 24 jam diukur optical density (OD) nya
menggunakan spektrofotometer pada λ = 600 nm. Isolat L. plantarum yang sama
17

sebanyak 1 ml diencerkan dengan MRS broth menjadi enam bagian pengenceran
yang berbeda yakni 1, 1/2, 1/4, 1/8, 1/16 dan 1/32. Pengenceran dilakukan
menggunakan mikropipet yakni dari masing-masing bagian pengenceran diambil 1
ml untuk diencerkan lagi ke dalam 9 ml media BPW, masing-masing sebanyak 9 kali
untuk bagian pengenceran 1, 8 kali untuk bagian pengenceran 1/2, 7 kali untuk
bagian pengenceran 1/4, 6 kali untuk bagian pengenceran 1/8, 5 kali untuk bagian
pengenceran 1/16, dan 4 kali untuk bagian pengenceran 1/32. Masing-masing
pengenceran dengan media BPW selanjutnya dihomogenkan, lalu tiga pengenceran
terakhir dari masing-masing bagian pengenceran tersebut diinokulasikan ke dalam
cawan sebanyak 1 ml kemudian dituangkan media MRS agar sekitar 15 ml untuk
mendapatkan jumlah populasi bakteri.
Nilai optical density (OD) dan jumlah populasi bakteri (cfu/ml) dari kultur
yang sama (keenam pengenceran yang berbeda: 1, 1/2, 1/4, 1/8, 1/16 dan 1/32) akan
didapatkan persamaan regresi linier: y = ax + b. Hasil pengukuran OD setiap 1 jam
sekali merupakan nilai x, kemudian dimasukkan ke dalam rumus tersebut untuk
mendapatkan nilai y yang merupakan jumlah populasi yang diinginkan untuk
membuat kurva pertumbuhan dengan satuan cfu/ml.
Aktivitas Antimikroba Supernatan Bebas Sel Isolat L. plantarum terhadap
Bakteri Indikator selama 24 Jam Inkubasi
Aktivitas antimikroba supernatan bebas sel dapat diketahui melalui uji
antagonistik dengan suatu metode yakni metode difusi sumur agar. Metode tersebut
dilakukan dengan mengkonfrontasikan bakteri indikator (patogen dan pembusuk
makanan) dengan supernatan bebas sel dari masing-masing isolat L. plantarum di
dalam sumur agar. Isolat L. plantarum yang berbeda diinokulasikan ke dalam media
tumbuh MRS broth. Media hasil inokulasi isolat dipusingkan dengan sentrifuge
selama 20 menit dengan kecepatan 6000 rpm pada suhu 4 oC. Supernatan yang
dihasilkan dari proses tersebut disebut supernatan bebas sel. Supernatan bebas sel
kemudian diukur nilai pH menggunakan pH meter dan persentase Total Asam
Tertitrasi (%TAT) dengan NaOH 0,1 N setiap 4 jam sekali selama 24 jam.
Perhitungan %TAT menggunakan rumus berikut :
0,1 N × Volume NaOH yang digunakan ml × 90,08
Volume sampel (ml) ×1000
18

Sumur agar dibuat dengan bakteri indikator sebanyak 106 cfu/ml (disesuaikan
dengan standar Mc Farland 0,5) yang berumur 24 jam diinokulasikan ke dalam
cawan kemudian dituangkan media konfrontasi yakni Mueller Hinton Agar (MHA),
ditunggu hingga dingin dan mengeras lalu dibuat lubang-lubang menyerupai sumur
dengan diameter lubang 5 mm. Ke dalam sumur tersebut dimasukkan sebanyak 50 µl
supernatan bebas sel. Cawan yang digunakan untuk uji konfrontasi tersebut
kemudian disimpan ke dalam refrigerator selama kurang lebih 2 jam lalu diinkubasi
pada suhu 37 oC selama 24 jam. Zona bening yang terbentuk di sekitar sumur
menandakan adanya aktivitas penghambatan supernatan bebas sel terhadap bakteri
patogen. Proses sentrifugasi, pengukuran pH dan %TAT hingga uji antagonistik
tersebut dilakukan setiap 4 jam sekali selama 24 jam.
Produksi Bakteriosin Kasar Isolat L. plantarum 2C12, 1A5, 1B1 dan 2B2
Produksi Supernatan Netral Isolat L. plantarum yang Berbeda. Sebanyak 1 liter
media MRS broth ditambah dengan yeast extract 3% dan NaCl 1% diinokulasi
dengan 10% (v/v) kultur L. plantarum 2C12, 1A5, 1B1 dan 2B2, selanjutnya
diinkubasi pada suhu 37 oC selama 20 jam. Media hasil inkubasi disimpan pada
refrigerator dengan suhu 4 oC selama 2 jam, kemudian dilakukan sentrifugasi dengan
kecepatan 10000 rpm selama 20 menit pada suhu 4 oC. Proses sentrifugasi
menghasilkan cairan yang terpisah dengan endapan. Cairan tersebut kemudian
dipisahkan (disebut supernatan bebas sel) dan disaring menggunakan membran
saring miliphore berdiameter 0,22 µm. Supernatan bebas sel diukur pH nya lalu
dinetralkan menjadi 6 menggunakan NaOH 1 N. Supernatan bebas sel yang telah
dinetralkan disebut supernatan netral. Supernatan netral yang terbentuk selanjutnya
diuji aktivitas antimikrobanya melalui uji antagonistik.
Purifikasi Parsial Menggunakan Presipitasi Amonium Sulfat. Purifikasi parsial
bakteriosin dilakukan pada supernatan antimikroba netral yang berasal dari L.
plantarum 2C12, 1A5, 1B1 dan 2B2. Serbuk ammonium sulfat ditambahkan secara
bertahap dengan konsentrasi berbeda sebanyak 40%, 60% dan 80% (Lampiran 18) ke
dalam supernatan antimikroba netral untuk mendapatkan endapan protein, kemudian
dihomogenkan secara perlahan menggunakan stirrer pada suhu 4 oC selama 2 jam.
Supernatan dipisahkan dengan endapan protein yang melayang di atas supernatan
19

dan juga menempel pada dinding erlenmeyer. Endapan protein yang melayang dan
menempel pada dinding erlenmeyer disebut prespitat bakteriosin kasar. Prespitat
bakteriosin kasar tersebut kemudian dikoleksi ke dalam wadah kaca yang lain dan
diukur konsentrasi protein serta aktivitas antimikrobanya melalui uji antagonistik.
Dialisis. Dialisis dilakukan dengan tujuan untuk desalting atau menghilangkan
garam amonium sulfat yang masih bercampur dengan prespitat bakteriosin kasar.
Proses tersebut dilakukan dengan menggunakan buffer kalium fosfat. Buffer kalium
fosfat dibuat dengan campuran KH2PO4 dan K2HPO4 dengan konsentrasi tertentu
dan memiliki pH 6. Dialisis dilakukan dengan cara memasukkan membran dialisis
berdiameter 20 µm yang telah diisi dengan presipitat bakteriosin kasar ke dalam
buffer kalium fosfat dengan perbandingan 1:1000 (1 bagian prespitat dan 1000
bagian buffer). Proses tersebut dilakukan di atas stirrer selama kurang lebih 12 jam
pada suhu 4 oC, dan selama 12 jam tersebut dilakukan penggantian buffer sebanyak 2
kali (jam ke 2 dan jam ke 4). Hasil dari proses tersebut kemudian didapatkan ekstrak
kasar bakeriosin. Ekstrak kasar bakteriosin isolat L. plantarum tersebut selanjutnya
disebut dengan bakteriosin kasar. Bakteriosin kasar selanjutnya diukur konsentrasi
proteinnya dan dilakukan uji antagonistik.
Pengukuran konsentrasi protein dilakukan menggunakan Spektrofotometer
UV-Vis pada λ = 280 nm. Pengukuran dilakukan berdasarkan penggunaan manual
pada alat tersebut yakni dengan mengkalibrasi alat menggunakan blanko yakni buffer
kalium fosfat. Apabila hasil yang tertera pada layar alat menunjukkan bahwa
konsentransi protein lebih dari 2,5 µg/ml, artinya sampel terlalu pekat dan perlu
dilakukan pengenceran dengan buffer kalium fosfat. Pembacaan nilai konsentrasi
protein dilakukan sebanyak tiga kali. Hasil akhir yang merupakan konsentrasi protein
sampel diperoleh dari hasil pembacaan dikalikan dengan faktor pengencer kemudian
dihitung rata-ratanya.
Aktivitas Senyawa Antimikroba terhadap Bakteri Indikator (Uji Antagonistik)
Ketiga senyawa antimikroba yakni supernatan netral, presipitat bakteriosin
kasar dan bakteriosin kasar yang dihasilkan dari tiap tahap produksi bakteriosin kasar
disiapkan. Bakteri indikator (patogen dan pembusuk bahan pangan) sebanyak 106
cfu/ml (disesuaikan dengan standar Mc Farland 0,5) yang berumur 24 jam
20

diinokulasikan ke dalam cawan, selanjutnya dituangkan media konfrontasi MHA.
Setelah agar mengeras dan dingin, dibuat sumur pada cawan dengan diameter 5 mm.
Sebanyak 50 µl senyawa antimikroba hasil dari masing-masing proses produksi
dimasukkan kedalam sumur dengan mikropipet. Cawan disimpan dalam refrigerator
selama 2 jam untuk memberikan kesempatan bakteriosin berdifusi ke dalam agar.
Setelah itu cawan diinkubasi pada suhu 37 oC selama 24 jam. Zona bening yang
terbentuk di sekitar area sumur menandakan bahwa senyawa antimikroba yang
dihasilkan dari masing-masing tahap produksi mampu menghambat bakteri indikator.
Selanjutnya dilakukan pengukuran diameter zona bening (mm) menggunakan jangka
sorong digital.
Rancangan Percobaan dan Analisis Data
Rancangan percobaan dan analisis data terdiri dari perlakuan dan model
rancangan penelitian. Rancangan percobaan dan analisis data yang digunakan pada
penelitian ini meliputi analisis kurva pertumbuhan isolat L. plantarum (2C12, 1A5,
1B1 dan 2B2), aktivitas antimikroba supernatan bebas sel isolat L. plantarum selama
24 jam inkubasi, serta produksi bakteriosin kasar yang terdiri dari tiga tahap yakni
tahap produksi supernatan antimikroba netral isolat L. plantarum, purifikasi parsial
menggunakan presipitasi amonium sulfat, dan dialisis.
Analisis Kurva Pertumbuhan Isolat L. plantarum
Analisis kurva pertumbuhan dilakukan untuk mengamati pertumbuhan isolat
L. plantarum yang berbeda (L. plantarum 2C12, 1A5, 1B1 dan 2B2) yang dilakukan
sebanyak tiga kali ulangan. Peubah yang diamati adalah jumlah populasi keempat
isolat L. plantarum yang berbeda. Data yang diperoleh kemudian diinterpretasikan
secara deskriptif.
Aktivitas Antimikroba Supernatan Bebas Sel Isolat L. plantarum terhadap
Bakteri Indikator selama 24 Jam Inkubasi
Aktivitas antimikroba dilakukan pada isolat L. plantarum yang berbeda (L.
plantarum 2C12, 1A5, 1B1 dan 2B2) terhadap jenis bakteri indikator (S.
Thypimurium ATCC 14028, E. coli ATCC 25922, P. aeruginosa ATCC 27853, B.
cereus, S. aureus ATCC 25923) sebanyak tiga kali ulangan. Peubah yang diamati
adalah diameter zona hambat, nilai pH dan %TAT supernatan bebas sel keempat
21

isolat L. plantarum yang berbeda. Data yang diperoleh diinterpretasikan secara
deskriptif.
Produksi Bakteriosin Kasar Isolat L. plantarum 2C12, 1A5, 1B1 dan 2B2
Produksi bakteriosin kasar terdiri dari beberapa tahapan yakni produksi
supernatan netral isolat L. plantarum, purifikasi parsial menggunakan presipitasi
amonium sulfat dan dialisis. Ketiga tahapan tersebut menggunakan rancangan
percobaan rancangan acak lengkap (RAL) pola Faktorial (5x4) dengan perlakuan
isolat L. plantarum yang berbeda (L. plantarum 2C12, 1A5, 1B1 dan 2B2) terhadap
jenis bakteri indikator (S. Thypimurium ATCC 14028, Escherichia coli ATCC
25922, P. aeruginosa ATCC 27853, B. cereus, S. aureus ATCC 25923) dengan tiga
kali ulangan.
Peubah yang diamati adalah diameter zona hambat dan konsentrasi protein
senyawa antimikroba yang dihasilkan oleh keempat isolat L. plantarum yang berbeda
dari ketiga tahap produksi. Analisis data yang digunakan untuk diameter zona
hambat senyawa antimikroba adalah analisis ragam, sedangkan analisis data yang
digunakan untuk konsentrasi protein senyawa antimikroba adalah diinterpetasikan
secara deskriptif. Model statistika yang digunakan menurut Steel and Torrie (1995)
adalah sebagai berikut:
Yijk = µ + Ai + Bj + (AB)ij + εijk
Keterangan:
Yijk

= diameter zona hambat isolat L. plantarum ke-i dan bakteri indikator ke-j
pada ulangan ke-k (k = 1, 2, 3)

µ

= rataan diameter zona hambat L. plantarum

Ai

= pengaruh isolat L. plantarum ke-i (i = 2C12, 1A5, 1B1 dan 2B2)

Bj

= pengaruh bakteri indikator ke-j (j = S. Thypimurium ATCC 14028, E. coli
ATCC 25922, P. aeruginosa ATCC 27853, B. cereus, S. aureus ATCC
25923)

(AB)ij = pengaruh interaksi isolat Lactobacillus plantarum ke-i dengan patogen ke-j
εijk

= pengaruh galat percobaan dari isolat L. plantarum ke-i dan bakteri
indikator ke-j pada ulangan ke-k

22

Data terlebih dahulu diuji asumsi, apabila data tersebut memenuhi uji asumsi
maka selanjutnya data dianalisis dengan analisis ragam secara parametrik, dan
apabila hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa perlakuan berpengaruh nyata (P ≤
0,05) maka dilanjutkan dengan uji banding Tukey. Analisis data diameter zona
hambat pada setiap tahap proses produksi dibedakan berdasarkan isolat L. plantarum
dan jenis bakteri indikator.

23

HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakterisasi Isolat L. plantarum dan Bakteri Indikator
Karakterisasi isolat L. plantarum dan bakteri indikator dilakukan untuk
mengetahui karakteristik baik sifat maupun morfologi atau bentuk dari isolat bakteri
asam laktat (BAL) dan bakteri indikator yang akan digunakan dalam penelitian ini.
Isolat L. plantarum yang digunakan terdiri dari L. plantarum 2C12, 1A5, 1B1 dan
2B2. Keempat BAL tersebut merupakan isolat yang sama yakni L. plantarum namun
yang membedakan adalah strainnya yang dibedakan melalui penamaannya. Menurut
Arief et al. (2007), L. plantarum 2C12, 1A5, 1B1 dan 2B2 merupakan isolat
indigenus yang berasal dari daging sapi lokal dengan umur postmortem dan tempat
pengambilan daging yang berbeda. Bakteri indikator yang digunakan dalam
penelitian ini merupakan bakteri patogen dan pembusuk yang terdiri dari S.
Thypimurium ATCC 14028, E. coli ATCC 25922, P. aeruginosa ATCC 27853, B.
cereus, dan S. aureus ATCC 25923.
Karakterisasi BAL dan bakteri indikator dilakukan melalui pewarnaan Gram
dan pengamatan morfologi sel secara mikroskopis. Pewarnaan Gram merupakan
metode yang sering digunakan untuk mencirikan suatu bakteri termasuk ke dalam
kelompok bakteri Gram positif atau Gram negatif. Pelczar dan Chan (2007)
menyatakan bahwa perbedaan kedua kelompok bakteri tersebut didasarkan pada
struktur dan komposisi dinding sel bakteri. Bakteri Gram negatif mengandung lipid,
lemak atau substansi seperti lemak dalam presentase lebih tinggi daripada yang
dimiliki oleh bakteri Gram positif. Selain itu dinding sel bakteri Gram negatif lebih
tipis jika dibandingkan dengan dinding sel bakteri Gram positif. Hal tersebut
menyebabkan terekstraksinya lipid selama proses pewarnaan pada perlakuan dengan
etanol (alkohol) sehingga memperbesar daya permeabilitas dinding sel Gram negatif.
Larutan pewarna ungu kristal-yodium yang telah memasuki dinding sel selama
proses pewarnaan awal dapat diekstraksi dan menyebabkan organisme Gram negatif
kehilangan warna tersebut. Hasil pengamatan keempat isolat BAL dapat dilihat pada
Tabel 1.

Tabel 1. Karakteristik Isolat Bakteri Asam Laktat
Isolat BAL

Pewarnaan Gram

Morfologi

L. plantarum

Gram positif

Berbentuk batang
tunggal atau
koloni, susunan
rantai pendek

L. plantarum
1A5

Gram positif

Berbentuk batang
tunggal atau
koloni, susunan
rantai pendek

L. plantarum
1B1

Gram positif

Berbentuk batang
tunggal atau
koloni, susunan
rantai pendek

L. plantarum
2B2

Gram positif

Berbentuk batang
tunggal atau
koloni, susunan
rantai pendek

2C12

Gambar Morfologi

Pelczar dan Chan (2007) juga menyebutkan bahwa dinding sel bakteri Gram
positif mengandung peptidoglikan yang lebih banyak dibandingkan dengan bakteri
Gram negatif, namun mengandung lebih sedikit lipid. Hal tersebut menyebabkan
dinding sel Gram positif terdehidrasi selama perlakuan dengan menggunakan etanol,
sehingga pori-pori dinding sel mengecil, permeabilitasnya berkurang dan warna ungu
kristal-yodium tidak dapat terekstraksi.
25

Berdasarkan Tabel 1 dapat dilihat bahwa kelima isolat L. plantarum baik L.
plantarum 2C12, 1A5, 1B1 maupun 2B2 termasuk bakteri Gram positif yang
berbentuk batang dengan susunan tunggal maupun koloni dan membentuk rantai
pendek. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Firmansyah (2009) bahwa L.
plantarum 1A5, 1B1 dan 2B2 merupakan bakteri Gram positif berdasarkan
pengujiannya melalui pewarnaan Gram. Pelczar dan Chan (2007) juga mendukung
pernyataan tersebut bahwa Lactobacillus sp. merupakan bakteri Gram positif
morfologi selnya berbentuk batang, terdapat tunggal atau dalam rantai, non motil,
bersifat anaerobik atau anaerobik fakultatif, serta dapat ditemui pada produk-produk
daging dan susu juga pada air.
L. plantarum termasuk bakteri dalam filum Firmicutes, kelas Bacilli, ordo
Lactobacillales, famili Lactobacillaceae dan genus Lactobacillus. L. plantarum
merupakan salah satu jenis BAL homofermentatif dengan pertumbuhan yang optimal
pada suhu 30-37 oC serta pada pH 5-7 (Emanuel et al., 2005). L. plantarum
mempunyai kemampuan untuk menghambat mikroorganisme patogen pada bahan
pangan dengan daerah penghambatan terbesar dibandingkan dengan bakteri asam
laktat lainnya (Jenie dan Rini, 1995). Menurut Wijayanto (2009), L. plantarum 2C12,
1A5, 1B1 dan 2B2 mampu bertahan hidup dengan baik pada pH 2. L. plantarum 1A5
dan 1B1 memiliki toleransi yang tinggi terhadap garam empedu dan berpotensi
sebagai kandidat probiotik. Firmansyah (2009) menambahkan bahwa L. plantarum
1A5, 1B1 dan 2B2 dapat tumbuh pada suhu 15 oC, dengan suhu pertumbuhan
optimum pada 37-45 oC (mesofilik) dan juga dapat bertahan hidup