BMP dan menggunakan notebook type HP ProBook 4420s dengan spesifikasi processor M430 2,27GHz memori 4 GB DDR3. Data sidik jari diambil dari 7
orang dengan 8 sampel sidik jari 56 citra sidik jari. Dari 8 sampel sidik jari, 1 sampel sidik jari dijadikan sebagai template dan 7 sampel sidik jari lagi dijadikan
sebagai sampel penelitian dimana kondisi sidik jari tersebut dikondisikan berminyak dengan mengolesi minyak baby oil pada jari sebelum diambil sampelnya. Sedangkan
untuk 1 satu sampel lagi dikondisikan sebagai sidik jari normal.
3.3. Pengolahan Citra Sidik Jari
Pada pengolahan citra sidik jari ini akan menghasilkan citra sidik jari yang nantinya akan digunakan untuk proses selanjutnya yaitu dari proses input data dengan melakukan normalisasi
pada citra sidik jari dan melakukan langkah dasar dengan menentukan daerah orientasi untuk menentukan titik tunggal dari citra sidik jari serta melakukan proses untuk mendapatkan nilai
frekuensi dari citra sidik jari. Selanjutnya citra sidik jari tersebut akan mengalami proses binerisasi untuk akan mendapatkan citra sidik jari dengan ridge yang berwarna hitam dan valley berwarna
putih. Pada proses selanjutnya, citra sidik jari tersebut akan melewati proses thinning dimana citra sidik jari akan ditipiskan sehingga akan terlihat feature yang dimiliki dari sidik jari tersebut.
Selanjutnya citra sidik jari masuk ke proses minutiae dimana proses tersebut dilakukan untuk menentukan vektor ridge ending dan ridge bifurcation pada sebuah citra sidik jari. Setelah proses
ini dilakukan semua, maka citra sidik jari dan identitas pemilik disimpan kedalam database. Sebelum citra sidik jari serta data kepemilikan sidik jari tersebut dilakukan penyimpanan, maka
nama kepemilikan citra sidik jari tersebut harus dicek terlebih dahulu ke dalam sistem untuk mengantisipasi terjadinya duplikat data yang sama.
3.3.1. Open image Pada tahap ini citra sidik jari masukan masih dalam bentuk Red, Green, Blue
dan belum dalam format grey scale dengan nilai maksimum 255, sedangkan untuk proses perhitungan setiap piksel harus memiliki nilai intensitas tunggal. Oleh karena
itu, diperlukan format citra sidik jari berupa gray scale, dimana setiap piksel pada citra sidik jari gray scale diperoleh dengan membuat rataan pada setiap piksel RGB
yang bersangkutan. Pada Gambar 3.2 menunjukkan citra sidik jari yang telah mengalami proses
sehingga telah dikonversi menjadi format gray scale.
a b
Gambar 3.2. Gambar citra sidik jari; a citra sidik jari asli; b citra sidik jari setelah diformat menjadi Gray scale [17]
3.3.2. Normalisasi Proses normalisasi dilakukan untuk menstandarisasi atau menyeragamkan nilai
intensitas citra sidik jari berminyak dengan menyesuaikan cakupan derajat keabuan sehingga berada pada cakupan nilai yang diharapkan. Gambar 3.3 merupakan hasil dari normalisasi
suatu citra sidik jari yang mempunyai nilai mean 0 dan variance 1.
a b Gambar 3.3. Hasil normalisasi citra, a citra asli; b citra ternormalisasi [17]
3.3.3. Binerisasi Pada umumnya algoritma ekstraksi minutiae beroperasi pada citra biner yang
hanya ada dua tingkat dominan yaitu: piksel hitam yang mewakili ridge dan piksel putih yang mewakili valley seperti yang terlihat pada Gambar 3.4. Binerisasi
merupakan proses mengubah grey level citra menjadi citra biner. Hal ini dilakukan
untuk meningkatkan kontras antara ridge dan valley dalam citra sidik jari sehingga dapat memfasilitasi dalam melakukan ekstraksi minutiae.
a Citra asli b Binerisasi image Gambar 3.4. Hasil binerisasi [17]
Salah satu properti yang berguna dari filter Gabor adalah ia memiliki komponen DC nol, yang berarti filtering citra menghasilkan nilai piksel rata-rata nol.
Oleh karena itu, binerisasi langsung dari citra sidik jari dapat dilakukan dengan menggunakan global ambang nol. Proses binerisasi melibatkan pemeriksaan tingkat
grey level nilai pada setiap piksel dalam citra sidik jari yang disempurnakan dan jika nilainya lebih besar daripada ambang global, maka nilai piksel disetel ke nilai biner
satu, selain itu diatur ke nol. Hasilnya adalah citra biner berisi dua tingkat informasi, latar depan ridge dan latar belakang valley.
3.3.4. Thinning Setelah melalui beberapa tahapan segmentasi yaitu normalisasi dan binerisasi
maka selanjutnya citra sidik jari di thinning. Penerapan algoritma thinning pada citra sidik jari yang mempertahankan konektivitas sementara struktur ridge akan
membentuk bagian penulangan skeleton dari citra
Proses thinning dapat diterapkan dalam beberapa hal, terutama untuk skeleton ization. Dalam hal ini, thinning dipakai untuk merapikan hasil dari deteksi sisi dengan
menipiskan semua garis sampai lebarnya hanya satu piksel. Seperti halnya operasi morfologis lainnya, maka thinning biasanya diterapkan pada citra biner dan
menghasilkan citra biner yang lain sebagai hasil. biner. Skeleton citra ini kemudian
digunakan dalam proses gabor filter sebelum masuk ke proses ekstraksi minutiae.
3.3.5. Minutiae Minutiae untuk menentukan vektor ridge ending dan ridge bifurcation pada
sebuah citra sidik jari. Pada penelitian ini, minutiae dilakukan terhadap citra asli dan citra hasil enhancement. Pada minutiae mempunyai 2 jenis vektor yaitu vektor ridge
ending dan vektor ridge bifurcation. Vektor ridge ending adalah titik koordinat x, y dan sudut
θ dari ujung garis jari. Sedangkan Vektor ridge bifurcation adalah titik koordinat x, y dan sudut
θdari garis jari yang berbentuk cabang. Pada penelitian ini setelah melakukan proses enhancement maka minutiae diperlukan untuk mengetahui
jumlah minutiae citra sidik jari asli sebelum di enhancement dengan jumlah minutiae citra sidik jari setelah gabor filter.
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN