Analisis nilai tambah dan daya saing agribisnis lele sangkuriang (Clarias sp) di Kabupaten Bogor

ANALISIS NILAI TAMBAH DAN DAYA SAING AGRIBISNIS
LELE SANGKURIANG (Clarias sp) DI KABUPATEN BOGOR

BRIAN GUNTUR

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIANBOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis Nilai Tambah dan
Daya Saing Agribisnis Lele Sangkuriang (Clarias sp) di Kabupaten Bogor adalah
benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal
atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain
telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2013
Brian Guntur
NIM H451110291

RINGKASAN
BRIAN GUNTUR. Analisis Nilai Tambah dan Daya Saing Agribisnis Lele
Sangkuriang (Clarias sp) di Kabupaten Bogor. Dibimbing oleh Rachmat Pambudy
dan Wahyu Budi Priatna
Indonesia merupakan negara kepulauan dengan kepemilikan wilayah
perairan seluas 5.800.000 km2 yang terbagi atas perairan yang teritorial seluas
300.000 km², perairan nusantara seluas 2.800.000 km² dan Zona Ekonomi
Ekslusif Indonesia (ZEEI) seluas 2.700.000 km² (Direktorat Jenderal Perikanan
1994). Luas perairan yang begitu luas tersebut merupakan keunggulan komparatif
yang dimiliki Indonesia untuk mengembangkan sektor perikanan sebagai salah
satu upaya untuk meningkatkan keberhasilan produksi perikanan baik dari hasil
budidaya maupun hasil penangkapan. Dukungan daerah perairan Indonesia yang
sangat besar luasnya, mampu memberikan potensi produksi perikanan mencapai
65 juta ton per tahun yang berasal dari potensi perikanan budidaya yang mencapai
57,7 juta ton per tahun dan potensi perikanan tangkap (laut dan perairan umum)
yang mencapai 1,2 juta ton per tahunnya. Saat ini potensi tersebut baru

dimanfaatkan hanya sebesar 6 juta ton atau 9,2 persen dari total potensi yang ada 1.
Ditinjau dari sisi potensi nilai ekonomi, nilai produksi diperkirakan mencapai
US$ 78,1 miliar per tahun, yang terdiri dari US$16,2 miliar perikanan tangkap
dan US$ 61,9 miliar dari perikanan budidaya (Sukandar, 2008). Berdasarkan data
sebelumnya diketahui bahwa perikanan budidaya memberikan potensi terbesar
dalam pengembangan sektor perikanan di Indonesia. Hal ini dikarenakan
perikanan budidaya memiliki banyak komoditas perikanan yang dapat
dikembangkan dan di usahakan dalam kegiatan bisnis. Saat ini ada 10 jenis
komoditas perikanan budidaya yang banyak dikembangkan selain karena
permintaanya meningkat, namun juga karena teknologi dan informasi budidaya
yang semakin maju sehingga mendukung keberhasilan budidaya.
Pada penelitian tujuan yang akan dicapai adalah menganalisis nilai tambah dan
daya saing yang meliputi keunggulan komparatif dan kompetitif lele sangkuriang di
Kabupaten Bogor. Adapun metode yang digunakan meliputi purposive sampling
dalam penentuan responden, metode analisis data menggunakan metode hayami
untuk analisis nilai tambah dan daya saing menggunakan Policy Anilysis Matrix
(PAM). Hasil penelitian ini menunjukan bahwa agribisnis lele sangkuriang di
Kabupaten Bogor mempunyai nilai tambah, Hal ini dapat diketahui dari besarnya
nilai tambah industri lele olahan pada pengolahan nugget yaitu Rp 1.316 per kg bahan
baku, dengan nilai R/C 1,300 dan nilai BEP sebesar Rp 642.073,52. Sedangkan untuk

pengolahan abon memiliki nilai tambah yaitu sebesar Rp 830 per kg bahan baku,
dengan nilai R/C 1,128 dan nilai BEP sebesar Rp 1.294.091,45. Sedangkan dilihat
dari daya saing Kabupaten Bogor mempunyai daya saing lele sangkuriang baik
komparatif dengan adanya 3 sentra budidaya lele sangkuriang yaitu Kecaamatan
Ciomas, Gadog dan Parung, dan kompetitif terlihat dari nilai DRC untuk ketiga
wilayah yang kurang dari satu (Kec. Ciomas sebesar 0.63, Kec. Gadog sebesar 0.75,
dan Kec. Parung sebesar 0.58.
Kata Kunci : Nilai Tambah, Daya saing, Agribisnis, Lele Sangkuriang, PAM,
Hayami

SUMMARY
BRIAN GUNTUR. Added Value and Competitivness Analysis Agribusiness
Sangkuriang (Clarias sp) in Bogor Regency. Supervised by RACHMAT PAMBUDY
and WAHYU BUDI PRIATNA.
Indonesia is an archipelago with ownership of an area of 5,800,000 km2 of
territorial waters is divided into territorial waters covering an area of 300,000 km ²,
the waters of the archipelago area of 2,800,000 km ² and the Indonesian Exclusive
Economic Zone (ZEEI) covering an area of 2,700,000 km ² (Directorate General
of Fisheries 1994). Water area is so vast that a comparative advantage of
Indonesia to develop the fisheries sector as part of efforts to enhance the success

of both the production of farmed fish and fish catch. Indonesian territorial waters
support a very large extent, is able to provide the potential for fisheries production
reached 65 million tons per year which comes from aquaculture potential reach of
57.7 million tons per year and the potential for capture fisheries (marine and
public waters) which reached 1.2 million tons per year. Currently this potential
new used only 6 million tons or 9.2 percent of the total potential ada1. Viewed
from the side of potential economic value, the value of production is estimated to
reach U.S. $ 78.1 billion per year, consisting of U.S. $ 16.2 billion fishery and
$ 61.9 billion of U.S. aquaculture (Sukandar, 2008). Based on previous data
known that aquaculture provides the greatest potential in the development of the
fisheries sector in Indonesia. This is because many of its products aquaculture
fisheries can be developed and in try in the business activities. Currently there are
10 types of aquaculture commodities that has been developed in addition to
increasing his request, but also because of technology and culture is more
advanced information that supports the successful cultivation.
In the research objectives to be achieved is to analyze value added and
competitiveness which includes comparative and competitive advantages in Bogor
Regency sangkuriang catfish. The methods used include purposive sampling in the
determination of the respondent, the method of data analysis using Hayami method
for the analysis of value added and competitiveness using Analysis Policy Matrix

(PAM). These results indicate that agribusiness catfish sangkuriang in Bogor
Regency has added value, as can been seen from the value-added industry in the
processing of processed catfish nuggets of Rp 1,316 per kilogram of raw material, the
value of R / C 1,300 and BEP value of Rp 642 073, 52. Whereas for the shredded
meat processing value-added of Rp 830 per kg of raw material, the value of R / C
1.128 and BEP value of Rp 1,294,091.45. While the views of the competitiveness of
the Bogor Regency has good competitiveness sangkuriang comparative catfish with
catfish farming sangkuriang 3 centers namely district Ciomas, Gadog and Parung,
competitive and visible from the DRC value for the three areas that are less than one
(Kec. Ciomas of 0.63, the district . Gadog of 0.75, and the district. Parung of 0.58.
Keywords : Value Added, Competitiveness, Sustainability, catfish Sangkuriang,
PAM, Hayami

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis

ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

ANALISIS NILAI TAMBAH DAN DAYA SAING AGRIBISNIS
LELE SANGKURIANG (Clarias sp) DI KABUPATEN BOGOR

BRIAN GUNTUR

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Agribisnis

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Suharno, M.Adev


Penguji Program Studi: Dr. Ir. Andriyono Kilat Adhi

JuduI Tesis

Analisis NiIai Tambah dan Daya Saing Agribisnis LeIe
Sangkuriang (Clarias Sp) di Kabupaten Bogor
Brian Guntur
H451110291

Nama
NIM

Disetujui oIeh  
Komisi Pembimbing  

Dr Ir Wahyu Budi Priatna, MSi
Anggota

Ketua


Diketahui oIeh

Ketua Program Studi
Magister Sains Agribisnis

」Z]|セ

..----  

Prof Dr Ir Rita Nurmalina, MS

TanggaI Ujian:

'2 1 AUG 2013

Tanggal Lulus:

0 7 0CT 2013

Judul Tesis

Nama
NIM

: Analisis Nilai Tambah dan Daya Saing Agribisnis Lele
Sangkuriang (Clarias Sp) di Kabupaten Bogor
: Brian Guntur
: H451110291

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr Ir Rachmat Pambudy, MS
Ketua

Dr Ir Wahyu Budi Priatna, MSi
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi

Magister Sains Agribisnis

Dekan,
Sekolah Pasca Sarjana

Prof Dr Ir Rita Nurmalina, MS

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian :

Tanggal Lulus :

PRAKATA
Puji dan Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena rahmat
dan hidayah-Nya, tesis yang berjudul “Analisis Nilai Tambah Dan Daya Saing
Agribisnis Lele Sangkuriang (Clarias Sp) Di Kabupaten Bogor” dapat
diselesaikan. Tesis ini dapat diselesaikan dengan baik atas dukungan dan bantuan
dari banyak pihak. Untuk itu, dalam kesempatan ini, penulis menyampaikan
penghargaan dan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu,

khususnya kepada:
1. Dr Ir Rachmat Pambudy, MS, selaku Ketua Komisi Pembimbing, dan Dr
Ir Wahyu Budi Priatna, MSi selaku Anggota Komisi Pembimbing atas
segala bimbingan, arahan, motivasi dan bantuan yang telah diberikan
kepada penulis.
2. Dr. Ir. Suharno, M. Adev selaku penguji luar komisi dan Dr. Ir. Andriyono
Kilat Adhi Selaku penguji Program studi yang telah memberikan masukan
dan arahan akan penyempurnaan hasil penelitian ini.
3. Dr Ir Ratna Winandi, MS selaku Dosen Evaluator pada pelaksanaan
kolokium proposal penelitian yang telah memberikan banyak arahan dan
masukan sehingga penelitian ini dapat dilaksanakan dengan baik.
4. Prof Dr Ir Rita Nurmalina, MS selaku Ketua Program Studi Agribisnis dan
Dr Ir Suharno, M.ADev selaku Sekretaris Program Studi Agribisnis,
sertaruh staf Program Studi Agribisnis atas bantuan dan kemudahan yang
diberikan selama penulis menjalani pendidikan.
5. Ketua Koperasi KABITA atas kesempatan yang diberikan kepada penulis
untuk mendapatkan informasi yang diperlukan dalam penyusunan tesis.
6. Kepala Balai Perikanan Air Tawar Kabupaten Bogor atas bantuan dan
kerjasamanya dalam memberikan data dan informasi yang diperlukan.
7. Balai Perikananan dan Peternakan Kabupaten Bogor atas bantuan dan
kerjasamanya dalam memberikan informasi yang diperlukan.
8. Teman-teman seperjuangan pada Program Studi Agribisnis atas diskusi,
masukan dan bantuan selama mengikuti pendidikan.
9. Penghormatan yang tinggi dan terima kasih yang tak terhingga penulis
sampaikan kepada kedua orang tua tercinta PELTU Supandi (Alm) dan
Ety Suhaety, atas doa yang selalu mengiringiku sampai selesai kuliah.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Agustus 2013
Brian Guntur

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA
Sejarah Umum Ikan lele
Pengertian Sistem Agribisnis
Subsistem Sarana Produksi(Hulu)
Subsistem Budidaya (onfarm)
Subsistem Pemasaran
Studi Empiris Mengenai Ikan lele
Studi Mengenai Analisis Nilai Tambah
Konsep Daya saing
Studi Mengenai Analisis Keunggulan Komparatif dan Kompetitif
Keterkaitan dengan Penelitian Terdahulu
KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Pemikiran Teoritis
Konsep Daya Saing
Konsep Keunggulan Komparatif
Konsep Keunggulan Kompetitif
Policy Analysis Matrix
Analisis Keunggulan Kompetitif (PCR) dan Keunggulan
Komparatif (DRC)
Konsep Nilai Tambah
Kerangka Pemikiran Operasional
Hipotesis
METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Metode Penentuan Responden
Metode Pengumpulan Data
Metode Analisis Data
Policy Analysis Matrix
Analisis Sensitivitas
Analisis Nilai Tambah
GAMBARAN UMUM DAN LOKASI PENELITIAN
Letak Geografis dan Administrasi Kabupaten Bogor
Karakteristik Responden
Status Usaha Lele Sangkuriang
Umur Responden Pembudidaya

i
ii
iii
1
4
7
7
7
7
8
9
9
11
12
13
14
17
20
21
21
21
24
25
26
29
29
30
32
32
32
33
33
35
36
37
38
38
39

Tingkat Pendidikan Responden
Pengalaman Berbudidaya
Jenis dan Jumlah Kepemilikan lele
Pemeliharaan Lele
Pakan
Cara Penjualan Hasil Budidaya Lele
Tenaga Kerja
Kelembagaan Agribisnis Lele
Sejarah Pendirian Koperasi KABITA
Produksi Lele Sangkuriang
Pemasaran Lele
Kondisi Pembudidaya Lele di Bogor
HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis Nilai Tambah Lele Sangkuriang
Nugget Ikan lele
Abon Ikan lele
Biaya Produksi
Biaya Tetap
Biaya Penyusutan Alat
Biaya Tenaga Kerja
Biaya Tidak Tetap
Bahan Baku
Sumbangan Input Lain
Biaya Total
Penerimaan dan Keuntungan
Revenue Cost Ratio(R/C)dan Analisis Titik Impas (BEP)
Revenue Cost Ratio (R/C)
Analisis Titik Impas (BEP)
Distribusi Olahan Lele
Analisis Daya Saing Lele Sangkuriang
Efisiensi dan Daya Saing Lele Sangkuriang
Keunggulan Kompetitif
Keunggulan Komparatif
Dampak Kebijakan Pemerintah
Dampak Kebijakan Pemerintah Terhadap Input
Dampak Kebijakan Pemerintah Terhadap Output
Dampak Kebijakan Pemerintah Terhadap Input-Output
Perubahan Keuntungan dan Daya Saing Pengusahaan Lele
Sangkuriang
Perubahan Keuntungan Pengusahaan Lele Sangkuriang Akibat
Perubahan Harga Output dan Input di Kabupaten Bogor
Perubahan Daya Saing Pengusahaan Lele Sangkuriang
Akibat Perubahan Harga Output dan Input di Kabupaten Bogor
Kebijakan Alternatif terhadap Peningkatan Daya Saing
Pengusahaan Lele Sangkuriang
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

39
40
40
41
41
41
41
42
45
46
48
49
51
51
52
57
57
58
59
59
59
60
60
61
61
61
62
62
63
63
64
66
69
71
73
74
75
75
78
79
84
84
85

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

85
90
111

DAFTAR TABEL
1. Produksi perikanan budidaya menurut komoditas
utama, 2007-2011
2. Perkembangan produksi perikanan air tawar
Kabupaten Bogor tahun 2007-2010 (dalam ton)
3. Perkembangan produksi ikan lele konsumsi di Kabupaten
Bogor 2009-2010
4. Data ikan lele yang keluar dan masuk Kabupaten
Bogor(2009-2011)
5. Keterkaitan dengan penelitian terdahulu
6. Produksi (output) per unit tenaga kerja per periode waktu
7. Jenis dan sumber data penelitian
8. Kerangka analisis nilai tambah
9. Pengurus koperasi budidaya ikan air tawar Bogor
10. Produksi dan permintaan lele di Kabupaten
Bogor 2010-2012
11. Perkembangan harga lele di tingkat pembudidaya
di daerah sentra produksi, tahun 2012
12. Analisis nilai tambah lele sangkuriang di kabita
13. Rincian biaya tenaga kerja
14. Perhitungan total sumbangan input lain pada pengolahan
nugget dan pengolahan abon
15. Biaya tetap pengolahan lele per proses produksi
16. Biaya penyusutan untuk peralatan
17. Biaya tidak tetap pengolahan lele per proses produksi
18. Biaya sumbangan input lain pengolahan lele
19. Biaya total dalam proses produksi lele
20. Penerimaan dan keuntunga per proses produksi olahan lele
21. Nilai RC ratio pada pengolahan nugget dan abon
22. Nilai BEP pada pengolahan nugget dan abon
23. Matriks analisis kebijakan pengusahaan lele di Kecamatan
Ciomas, Kecamatan Gadog, Kecamatan Parung
24. Keuntungan dan rasio biaya privat pengusahaan lele
sangkuriang di Kabupaten Bogor
25. Keuntungan sosial dan ratio biaya sumberdaya domestik
pengusahaan lele sangkuriang di Kabupaten Bogor
26. Nilai transfer input, koefisien proteksi input nominal dan
transfer factor dan transfer factor pengusahaan lele
sangkuriang di kecamatan sentra kabupaten Bogor
27. Nilai transfer output dan koefisien proteksi output
nominal pengusahaan lele sangkuriang di kecamatan
sentra Kabupaten Bogor
28. Nilai koefisien proteksi efketif, transfer
bersih, dan koefisienkeuntungan, dan rasio subsidi
bagi produsen pada pengusahaan lele sangkuriang
di Kabupaten Bogor

1
3
4
5
20
22
32
36
45
46
49
54
55
56
58
58
59
60
60
61
62
62
64
65
67

70

71

73

29.
30.

Nilai Keuntungan Pengusahaan Lele Sangkuriang
Berdasarkan Analisis Sensitivitas di Kabupaten Bogor
Indikator Daya Saing Pengusahaan Lele Sangkuriang
Berdasarkan Analisis Sensitivitas di Kecamatan
Ciomas, Gadog, Parung.

76

79

DAFTAR GAMBAR
1
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Kerangka pemikiran operasional
Jalur pemasaran lele sangkuriang di Kabupaten Bogor
Pola agribisnis lele sangkuriang di Kabupaten Bogor
Nugget lele KABITA
Alur proses pembuatan nugget
Abon lele
Alur proses pembuatan abon

31
48
50
51
52
53
59

DAFTAR LAMPIRAN
1
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Kuisioner penelitian
Perhitungan standar convertion factor dan shadow price
exchange rate, Tahun 2012
Perhitungan harga bayangan/sosial komoditas lele
Alokasi biaya input dan output dalam komponen domestik
dan asing
Proporsi komponen biaya usaha lele di tiga lokasi penelitian
Rincian penerimaan dan biaya pengusahaan lele
Sangkuriang di Kabupaten Bogor
Nilai PAM pengusahaan lele sangkuriang di Kabupaten Bogor

90
107
107
107
108
109
110

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia merupakan negara kepulauan dengan kepemilikan wilayah
perairan seluas 5.800.000 km2 yang terbagi atas perairan yang teritorial seluas
300.000 km², perairan nusantara seluas 2.800.000 km² dan Zona Ekonomi
Ekslusif Indonesia (ZEEI) seluas 2.700.000 km² (Direktorat Jenderal Perikanan
1994). Luas perairan yang begitu luas tersebut merupakan keunggulan komparatif
yang dimiliki Indonesia untuk mengembangkan sektor perikanan sebagai salah
satu upaya untuk meningkatkan keberhasilan produksi perikanan baik dari hasil
budidaya maupun hasil penangkapan.
Dukungan daerah perairan Indonesia yang sangat besar luasnya, mampu
memberikan potensi produksi perikanan mencapai 65 juta ton per tahun yang
berasal dari potensi perikanan budidaya yang mencapai 57,7 juta ton per tahun
dan potensi perikanan tangkap (laut dan perairan umum) yang mencapai 1,2 juta
ton per tahunnya. Saat ini potensi tersebut baru dimanfaatkan hanya sebesar 6 juta
ton atau 9,2 persen dari total potensi yang ada. Ditinjau dari sisi potensi nilai
ekonomi, nilai produksi diperkirakan mencapai US$ 78,1 miliar per tahun, yang
terdiri dari US$16,2 miliar perikanan tangkap dan US$ 61,9 miliar dari perikanan
budidaya(Sukandar, 2008).
Berdasarkan data sebelumnya diketahui bahwa perikanan budidaya
memberikan potensi terbesar dalam pengembangan sektor perikanan di Indonesia.
Hal ini dikarenakan perikanan budidaya memiliki banyak komoditas perikanan
yang dapat dikembangkan dan di usahakan dalam kegiatan bisnis. Saat ini ada 10
jenis komoditas perikanan budidaya yang banyak dikembangkan selain karena
permintaanya meningkat, namun juga karena teknologi dan informasi budidaya
yang semakin maju sehingga mendukung keberhasilan budidaya. Jenis-jenis
komoditi tersebut dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Produksi perikanan budidaya menurut komoditas utama, 2007-2011
Jenis Ikan
Patin

Tahun (Ton)

2007

2008

2009

2010

2011*

Kenaikan
2005-2009
(%)

32 575

31 490

36 755

102 021

132 600

55.23

Rumput laut

910 636

1 374 462

1 728 475

2 145 06 0

2 574 000

30.20

Nila

148 249

169 390

206 904

291 037

378 300

29.98

Gurame

25 442

28 710

35 708

36 636

38 500

11.23

Bandeng

254 067

212 883

263 139

277 471

291 300

4.46

69 386

77 272

91 375

114 371

200 000

32.41

6 493

4 021

8 035

5 005

5 300

7.42

Ikan mas

216 920

247 633

264 349

242 322

254 400

4.39

Udang

280 629

327 610

358 925

409 590

348 100

6.35

Lele
Kerapu

Kakap
Lainnya
Total

2 935

2 183

4 418

4 371

4 600

20.23

216 342

206 942

195 122

227 317

553 000

37.43

2 163 674

2 682 596

3 193 565

3 855 200

4 780 100

21.93

Sumber : BPS Perikanan dan Kelautan 2011, (diolah)

2
Berdasarkan data pada Tabel 1, produksi perikanan budidaya di Indonesia
mengalami peningkatan selama tahun 2007-2011. Adapun pengelompokan media
atau tempat budidaya terbagi menjadi tiga yaitu budidaya laut, payau, dan air
tawar. Pada budidaya air laut yang paling tinggi jumlah produksi setiap tahunya
adalah komoditas rumput laut dengan persentase pertumbuhan sebesar 30,20
persen dari tahun 2007 sampai tahun 2011. Pada budidaya air payau yang
mengalami kenaikan pertumbuhan tertinggi yaitu komoditas udang yang
mengalami kenaikan pertumbuhan dari tahun 2007 sampai 2011 sebesar 6,35
persen, sedangkan untuk budidaya air tawar komoditas tertinggi yang mengalami
pertumbuhan dari tahun 2007 sampai 2011 adalah ikan patin yaitu sebesar 55,23
persen kemudian komoditas ikan lele persentase terbesar ketiga yaitu 32,41 persen.
Persentase peningkatan produksi untuk komoditas ikan lele diprediksi akan terus
mengalami peningkatan bahkan diperkirakan dapat melebihi produksi ikan patin,
hal ini dikarenakan beberapa alasan, yaitu : 1) ikan lele merupakan komoditas
ikan air tawar yang budidayanya mudah di lakukan oleh semua lapisan
masyarakat dengan modal yang tidak terlalu besar dalam pengusahaan awalnya,
2) semakin menjamurnya usaha makanan seperti warung pecel lele dan warung
tenda dengan menu ikan lele yang hampir dapat ditemui di sepanjang jalan kotakota diseluruh Indonesia, 3) budidayanya dapat dilakukan pada lahan dan sumber
air yang terbatas serta dengan padat tebar yang tinggi, 4) teknologi budidaya yang
relatif mudah di mengerti masyarakat, 5) relatif tahan terhadap penyakit
dengan pertumbuhan yang cepat dan bernilai ekonomi tinggi.
Ikan lele banyak digemari karena rasa daging yang khas dan lezat. Selain itu,
kandungan gizi pada setiap ekornya cukup tinggi, yaitu protein (17-37%); lemak
(4,8%); mineral (1,2%) yang terdiri dari garam fosfat, kalsium, besi, tembaga dan
yodium; vitamin (1,2%) yaitu vitamin B kompleks yang larut dalam air dan
vitamin A, D dan E yang larut dalam lemak (Khairuman dan Amri, 2006).
Di Indonesia terdapat beberapa spesies ikan lele, seperti ikan lele Afrika
(Clarias gariepinus), ikan lele Dumbo (Clarias sp.), ikan lele Lokal (Clarias
batrachus), ikan Limbek (Clarias nieuhofii), dan strain baru yaitu ikan lele
Sangkuriang. Ikan lele Sangkuriang memiliki karakteristik reproduksi dan
pertumbuhan yang lebih baik dibandingkan dengan ikan lele Dumbo yang saat ini
beredar di masyarakat. Ikan lele Sangkuriang memiliki fekunditas 33,33% lebih
tinggi dibandingkan ikan lele Dumbo dan umur pertama matang gonad yang lebih
tua. Pertumbuhan benih Ikan lele Sangkuriang pada pemeliharaan umur 5-26 hari
menghasilkan laju pertumbuhan harian 43,57% lebih tinggi dibandingkan Ikan
lele Dumbo sedangkan pada pemeliharaan umur 26-40 hari 14,61% lebih tinggi.
Pada pembesaran calon induk tingkat pertama dan kedua, ikan lele Sangkuriang
menghasilkan laju pertumbuhan yang lebih tinggi dibandingkan ikan lele
Dumbo yaitu 11,36% dan 16,44%. Sedangkan pada pembesaran kelas konsumsi,
konversi pakan pada Ikan lele Sangkuriang hanya mencapai 0,8 dibandingkan
Ikan lele Dumbo yang mencapai > 1.
Konsumsi ikan pada masa mendatang diperkirakan akan terus meningkat
seiring dengan peningkatan kesejahteraan dan kesadaran masyarakat akan arti
penting nilai gizi produk perikanan bagi kesehatan dan kecerdasan otak.
Menurut Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP 2011) tingkat konsumsi
ikan nasional pada periode 2009-2010 mengalami peningkatan sebesar 4,78
persen yaitu sebesar 29,08 kg/kapita/tahun menjadi 30,47 k/kapita/tahun.

3
Pemerintah dalam memenuhi kebutuhan tersebut mencanangkan program
pengembangan sebagai negara penghasil produk perikanan terbesar pada 2015.
Pemerintah dalam mendukung program tersebut, akan memfokuskan pada sektor
perikanan budidaya terutama budidaya ikan air tawar seperti usaha peningkatan
produksi ikan lele dengan penggunaan sistem agribisnis.
Pengertian agribisnis adalah suatu usaha tani yang berorientasi komersial atau
usaha bisnis pertanian maupun perikanan dengan orientasi keuntungan. Salah satu
upaya yang dapat ditempuh agar dapat meningkatkan nilai tambah dan daya saing
ádalah dengan penerapan konsep pengembangan sistem agribisnis, yaitu apabila
sistem agribisnis yang terdiri dari subsistem sarana produksi (hulu), subsistem
budidaya(onfarm), subsistem pengolahan dan pemasaran (hilir) dikembangkan secara
tepat dan selaras.
Kabupaten Bogor merupakan wilayah yang mempunyai potensi besar
untuk pengembangan usaha budidaya Ikan lele. Perkembangan produksi Ikan
lele di Kabupaten Bogor dari tahun 2007 sampai tahun 2010 terus mengalami
peningkatan.dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Perkembangan produksi perikanan air tawar Kabupaten Bogor Tahun
2007-2010 (dalam Ton)
Jenis
Ikan
Lele
Patin

2007
1 470.56

Tahun
2008
2009
3 684.91
5.572,13

Jumlah

Rata-rata

2010
7.035,06

17.762,66

4.440,67

258.81

762.65

57,56

92,03

1.171,05

292,76

Mas

2.305.39

4 766.11

7.068,77

2.305,39

8.923,31

23.063,58

Nila

998.89

2 621.09

3.430,78

4.310,67

11.361,43

2.840,36

1.063.51

2 035.69

3.453,80

4.357,14

10.910,14

2.727,54

Gurame

Sumber : Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor 2011 (diolah)

Tabel 1 dapat diketahui bahwa produksi ikan lele untuk konsumsi terus
meningkat setiap tahunnya. Produksi ikan lele pada Tahun 2007 yaitu sebesar
1.470,56 ton dan meningkat pada tahun 2008 menjadi sebesar 3.684,91 ton.
Selanjutnya pada tahun 2009 terjadi peningkatan jumlah produksi menjadi
5.572,13 ton, dan total produksi pada tahun 2010 yaitu sebanyak 7.035,06 ton
dengan kenaikan rata-rata 4.440,67 (Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten
Bogor 2011).Selain itu, ikan lele juga merupakan komoditas yang mendominasi
sektor pembesaran budidaya perikanan di Kabupaten Bogor pada tahun 2010,
berdasarkan Tabel 3 jumlah produksi ikan lele konsumsi paling tinggi
dibandingkan dengan komoditas lainnya serta mengalami pertumbuhan positif,
yaitu sebesar 87,95 persen dari tahun 2009-2010.

4

Tabel 3 Perkembangan produksi ikan lele konsumsi di Kabupaten Bogor tahun
2009-2010
No

Jenis Ikan

Produksi (Ton)
2010
18 315.02

Kenaikan Ratarata(persen)

1

Lele

2009
9 744.80

2

Mas

8 124.35

3 859.62

-52.49

3

Gurame

1 854.82

1 946.43

4.94

4

Nila

3 494.96

1 842.17

-47,29

87.95

Sumber :Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor 2010 (diolah)

Semakin tingginya jumlah produksi ikan lele konsumsi maka akan di
barengi dengan meningkatnya jumlah permintaan benih ikan lele. Permintaan
benih ikan lele di Kabupaten Bogor semakin meningkat karena daerah ini
merupakan salah satu sumber benih untuk kebutuhan pembesaran daerah lainnya.
Besarnya perkembangan produksi perikananan air tawar di Kabupaten
Bogor tidak di imbangi dengan kemampuan petani dalam mengelola usaha
budidaya Lele Sangkuriang secara maksimal, sehingga berdampak pada
kontinyuitas produksi dalam menanggulangi permintaan baik dari sisi input benih
Ikan lele Sangkuriang maupun dari sisi konsumsi menyebabkan nilai tambah dan
daya saingnya kalah dengan komoditas lainnya. Oleh karena itu, studi mengenai
keunggulan kompetitif dan komparatif pada agribisnis lele Sangkuriang perlu
dilakukan. Seberapa besar nilai tambah yang dapat diciptakan dari aktifitas
produksi sampai ke pengolahan.
Perumusan Masalah
Jawa Barat adalah propinsi yang perkembangan budidaya air tawarnya
sangat baik. Sentra perikanan budidaya air tawar di provinsi ini tersebar di
Beberapa kabupaten. Komoditas unggulan yang dibudidayakan adalah ikan mas,
nila, lele, patin dan gurame. Salah satu daerah sentra perikanan di Jawa Barat
adalah Kabupaten Bogor.
Kabupaten Bogor telah ditetapkan sebagai daerah kawasan minapolitan
perikanan budidaya. Komoditas unggulan perikanan budidayanya adalah ikan lele.
Sentra perikanan budidaya dengan komoditas lele antara lain Kecamatan Ciomas,
Gadog, dan Parung. Daerah-daerah tersebut di Kabupaten Bogor adalah sentrasentra budidaya lele. Ketiga daerah tersebut merupakan tempat keluar masuknya
ikan lele baik ikan lele Konsumsi maupun benih. Adapun data ikan lele yang
keluar dan masuk Kabupaten Bogor 2009-2011 menurut Dinas Peternakan dan
Perikanan Kabupaten Bogor 2012 dapat dilihat pada Tabel 4.

5

Tabel 4 Data ikan lele yang keluar dan masuk Kabupaten Bogor (2009-2011)
No

Uraian

2009

2010

2011

Konsumsi
(ton)

Benih
(ekor)

Konsumsi
(ton)

Benih
(ekor)

Konsumsi
(ton)

Benih (ekor)

1

Keluar

10.129,1

101.291.000

17.315,02

171.002.453

21.456.1

18.121.00

2

Masuk

5.210

10.000.223

7.125

15.234.000

10.210

19.675.000

Sumber: Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor 2012(diolah)

Pada Tabel 4 diatas menunjukan bahwa Kabupaten Bogor dengan potensi
daerah untuk membudidayakan ikan lele ini sebagai salah satu sentra budidaya
ikan lele di Jawa barat, juga terdapat peningkatan setiap tahunnya untuk konsumsi
dan benih yang keluar dan masuk di Kabupaten Bogor. Peningkatan ikan lele
yang keluar masuk dari tahun 2009 sampai dengan 2011 berturut-turut yaitu,
untuk ikan konsumsi yang keluar atau didistribusikan keluar Bogor seperti
Jakarta, Tanggerang dan bekasi 10.129,1 ton per tahun 2009, 17.315,02 ton per
tahun 2010, dan pada tahun 2011 sebesar 21.456,1 ton, sedangkan ikan lele yang
masuk merupakan ikan lele dari Kabupaten lain di Jawa Barat seperti Indramayu,
Karawang, Subang, Garut, Tasik dengan jumlah ikan yang masuk adalah 5.210
ton per tahun 2009, 7125 ton per tahun 2010, dan 10.210 ton per tahun 2011.
Adapun untuk benih yang keluar atau didistribusikan keluar Kabupaten Bogor
adalah 101.291.000 ekor per tahun 2009, 171.315.020 ekor per tahun 2010,
18.121.000 per tahun 2011 benih hasil produksi dari Kabupaten Bogor tersebut
hampir didistribusikan ke seluruh wilayah di Jawa Barat seperti Bandung, Bekasi,
Tanggerang, Serang Banten, Garut dan Tasik. Benih yang masuk ke Kabupaten
Bogor adalah benih dari Indramayu, Karawang, Sukamandi yaitu 10.000.223 ekor
per tahun 2009, 15.234.000 ekor per tahun 2010, 19.675.000 ekor per tahun 2011.
Kondisi tersebut menunjukan bahwa potensi pasar dari ikan lele di Kabupaten
Bogor sangat tinggi.
Potensi pasar yang dihadapi dalam pengusahaan Lele Sangkuriang masih
tinggi. Hal ini ditunjukkan dari banyaknya pedagang pengumpul dan semakin
banyaknya peminat akan konsumsi ikan lele yang menjadi langganan dari Lele
sebagai salah satu sumber protein hewani. Kebutuhan permintaan terhadap Lele
konsumsi mengalami peningkatan seiring dengan semakin meningkatnya
pertambahan penduduk. Namun ketersediaan akan ikan lele konsumsi tidak
seiring dengan peningkatan produksi sehingga belum mampu memenuhi
kebutuhan pasar. Pada tahun 2011, ikan konsumsi Jabodetabek khususnya Lele
diperkirakan akan meningkat sekitar 67 persen dari 75 ton, sehingga kebutuhan
Lele menjadi ± 105 ton per hari. Dimana peningkatan ini terjadi dilihat dari
kebutuhan Lele konsumsi pada tahun 2009 mencapai ± 75 ton per hari hingga
pada tahun 2010 mencapai ± 75 ton per hari.Kebutuhan untuk wilayah Bogor
sendiri mencapai sekitar ± 17 persen atau± 17,85 ton per hari dari 105 ton per hari
kebutuhan untuk Jabodetabek.
Peningkatan kebutuhan konsumsi ikan khususnya lele terkait dengan adanya
program sosialisasi Gemar Ikan. Program sosialisasi Gemar Ikan yang merupakan
singkatan dari Gerakan Memasyarakatkan Makan Ikan. Gerakan ini telah berjalan

6
sejak tahun 2005 dan dilakukan di titik-titik yang memiliki potensi besar dalam
memasyarakatkan ikan. Hal tersebut juga salah satu pendorong para petani
perikanan khususnya petani lele, dalam hal meningkatkan produksi ikan agar
mampu memenuhi kebutuhan akan ikan lele konsumsi (Kementerian Kelautan
dan Perikanan 2010).
Dari uraian diatas dapat terlihat besarnya kebutuhan dan permintaan lele
untuk menjadi ikan konsumsi. Situasi ini merupakan suatu indikasi bahwa
permintaan akan lele konsumsi mengalami peningkatan.Meningkatnya permintaan
lele konsumsi merupakan peluang bagi pembudidaya,sehingga upaya untuk
memenuhi peluang pasar tersebut pembudidaya berencana akan mengembangkan
usaha dengan menambah kapasitas produksi dengan penerapan sistem agribisnis
lele Sangkuriang di Kabupaten Bogor.
Agribisnis Lele Sangkuriang pada tingkat petani di Kabupaten Bogor
belum diterapkan, hanya sebatas usaha budidaya atau hanya berkutat di on farm,
sehingga pendapatan atau kesejahteraan petani hanya diperoleh dari penjualan
ikan baik benih maupun konsumsi tanpa ada tambahan lainnya. Pihak yang
banyak meraup untung adalah pedagang-pedagang eceran. Oleh karena itu,
penerapan agribisnis lele Sangkuriang perlu di intensifkan.
Penerapan agribisnis tersebut di harapkan petani mendapatkan untung mulai
dari sistem hulu sampai dengan hilir yang berdampak pada meningkatnya
kesejahteraan petani dan berkembangnya komoditas lele Sangkuriang menjadi
komoditas unggulan di Kabupaten Bogor. Selain itu berbagai tantangan yang
dihadapi oleh usaha ini cukup berat baik dari segi makro maupun mikro. Pada segi
makro ekonomi tantangan yang dihadapi adalah isu peningkatan ketahanan
pangan, dalam hal ini pangan protein hewani khususnya ikan lele. Sedangkan
tantangan pada segi mikro adalah meningkatkan pendekatan kesejahteraan petani
lele melalui peningkatan efisiensi usaha yang terkait dengan upaya peningkatan
produktivitas dan skala usaha. Adanya tantangan-tantangan dan perkembangan
tersebut, maka pembangunan perikanan, khususnya pengembangan usaha
agribisnis lele sangkuriang ditujukan kepada satu visi yaitu terwujudnya
masyarakat yang sehat dan produktif melalui pembangunan perikanan tangguh
berbasis sumberdaya lokal. Visi tersebut mengandung arti bahwa usaha perikanan
tangguh yang diidamkan harus memihak kepada rakyat, memanfaatkan potensi
sumberdaya lokal dan memfasilitasi usaha perikanan rakyat. Salah satu yang
menjadi program utama adalah meningkatkan konsumsi ikan khususnya ikan lele
pada masyarakat, sehingga upaya yang dilakukan diantaranya adalah
meningkatkan supply di dalam negeri dan secara bertahap mengurangi
ketergantungan petani lele terhadap industri pengolahan ikan lele dan tengkulak
dalam kaitannya dengan distribusi dan produksi. Sehingga upaya untuk
meningkatkan daya saing Lele lokal dapat dipenuhi.
Permasalahan utama yang di alami oleh petani lele Sangkuriang di
Kabupaten Bogor dalam mengembangkan usaha taninya tidak memperhatikan
kualitas maupun kontinuitas yang diharapkan konsumen maupun pasar. Kondisi
ini terjadi karena lemahnya sumber daya manusia dalam mengakses sistem
agribisnis secara terpadu.Kondisi di atas menyebabkan posisi petani lele terutama
petani rakyat yang berada pada kegiatan budidaya lele yang memberikan nilai
tambah yang rendah.Hal ini diperparah pula oleh posisi petani rakyat kecil yang

7
terjepit karena harus menghadapi kekuatan monopoli di pasar input dan kekuatan
monopsoni di pasar output usaha perikanan.
Berdasarkan uraian di atas, permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian
ini adalah:
1) Bagaimana nilai tambah yang mampu dihasilkan pada agribisnis Lele
Sangkuriang di Kabupaten Bogor?
2) Apakah agribisnis Lele Sangkuriang di Kabupaten Bogor memiliki daya
saing baik keunggulan komparatif dan kompetitif dalam penggunaan
sumberdaya domestiknya?
Tujuan Penelitian
Berdasarkan pemaparan dari latar belakang dan perumusan masalah, maka
tujuan yang akan dicapai oleh penelitian ini antara lain adalah :
1) Menganalisis nilai tambah yang mampu dihasilkan pada agribisnis lele
Sangkuriang di Kabupaten Bogor.
2) Menganalisis keunggulan komparatif dan kompetitif agribisnis lele
Sangkuriang di Kabupaten Bogor.
Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dilakukannya penelitian adalah :
1) Bagi pelaku pasar : Sebagai bahan masukan dan pembelajaran bagi
perkembangan agribisnis lele Sangkuriang tepatnya di
Kabupaten Bogor.
2) Bagi pemerintah : Sebagai bahan tinjauan untuk penerapan kebijakan atas
petani skala kecil demi keberlanjutan dan kesejahteraan
perekonomian pedesaan.
3) Bagi peneliti
: Sebagai bahan pembelajaran dan pembuktian dalam
mengidentifikasi permasalahan melalui konsep nilai
tambah dan daya saing.
4) Bagi pembaca
: Sebagai bahan rujukan dan penelitian selanjutnya
terutama yang terkait dengan tambah dan daya saing.
Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini hanya membahas nilai tambah dan daya saing agribisnis ikan
lele Sangkuriang(Clarias sp). Objek penelitian adalah petani Lele Sangkruiang
yang berusahatani dan tergabung dalam Koperasi KABITA (Koperasi Budidaya
Air Tawar) di Bogor dan Petani non anggota Koperasi di tiga kecamatan yaitu
Kecamatan Ciomas, Kecamatan Gadog, Kecamatan Parung.

8

TINJAUAN PUSTAKA
Sejarah Umum Ikan lele
Lele (Clarias sp.) merupakan salah satu komoditas unggulan perikanan
budidaya yang sangat potensial untuk dikembangkan. Ikan lele merupakan ikan
yang sangat gampang dibudidayakan di tambak. Jika dilihat secara ilmiah dengan
taksonomi hewan atau sistematika hewan, klasifikasi ikan lele menurut
Hasanuddin Saanin dalam Djatmika et al (1986)adalah:
Kingdom
: Animalia
Sub-kingdom
: Metazoa
Phyllum
: Chordata
Sub-phyllum
: Vertebrata
Klas
: Pisces
Sub-klas
: Teleostei
Ordo
: Ostariophysi
Sub-ordo
: Siluroidea
Familia
: Clariidae
Genus
: Clarias
Nama latin dari ikan lele adalah Clarias sp. Dalam bahasa Inggris disebut
pula catfish, siluroid, mudfish dan walking catfish. Ikan lele tidak pernah
ditemukan di air payau atau air asin. Habitatnya di sungai dengan arus air yang
perlahan, rawa, telaga, waduk, sawah yang tergenang air. Ikan lele bersifat
noctural, yaitu aktif bergerak mencari makanan pada malam hari. Pada siang
hari,ikan lele berdiam diri dan berlindung di tempat-tempat gelap. Di alam ikan
lele memijah pada musim penghujan.Ikan lele banyak ditemukan di benua Afrika
dan Asia. Ikan lele juga banyak dibudidayakan di Thailand, India,Philipina dan
Indonesia. Di Thailand produksi ikan lele ± 970 kg/100m2/tahun. Di India (daerah
Asam) produksinya rata-rata tiap 7 bulan mencapai 1200 kg/Ha.
Pengertian Sistem Agribisnis
Agribisnis merupakan cara baru melihat pertanian dalam arti cara pandang
yang dahulu dilaksanakan secara sektoral sekarang secara inter sektoral atau
apabila dulu dilaksanakan secara sub sistem sekarang secara sistem (Saragih,
2001). Dengan demikian agribisnis mempunyai keterkaitan vertikal dan antar
subsistem serta keterkaitan horisontal dengan sistem atau sub sistem lain diluar
seperti jasa-jasa (Finansial dan perbankan, transpotasi, perdagangan, pendidikan
dan lain-lain).
Sistem Agribisnis mencakup 4 (empat) hal, Pertama, industri pertanian
hulu yang disebut juga agribisnis hulu atau up stream agribinis, yakni industriindustri yang menghasilkan sarana produksi (input) pertanian seperti industri
agro-kimia (pupuk, pestisida dan obat- obatan hewan), industri agro-otomotif (alat
dan mesin pertanian, alat dan mesin pengolahan hasil pertanian) dan industri
pembibitan/perbenihantanaman/hewan.
Kedua, pertanian dalam arti luas yang disebut juga on farm agribisnis yaitu
usaha tani yang meliputi budidaya pertaniaan tanaman pangan, hortikultura,

9
perkebunan, peternakan dan kehutanan. Ketiga, industri hilir pertanian yang
disebut juga agribisnis hilir atau down stream agribusness, yakni kegiatan industri
yang mengolah hasil pertanian hasil pertanian menjadi produk olahan baik produk
antara maupun produk akhir. Keempat, jasa penunjang agribisnis yakni
perdagangan, perbankan, pendidikan, pendampingan dari petugas ataupun tenaga
ahli serta adanya regulasi pemerintah yang mendukung petani. dan lain
sebagainya.
Empat unsur tadi mempunyai keterkaitan satu dan lainnya sangat erat dan
terpadu dalam sistem. (Saragih, 2007). Dengan demikian pembangunan agribisnis
merupakan pembangunan industri dan pertanian serta jasa sekaligus. Sampai
dengan sekarang berdasarkan realita di lapangan pembangunan pertanian hanya
sepotong-potong dan tidak dilaksanakan secara terpadu, koordinatif dan selaras.
Indonesia sebagai negara agraris dan dalam pembangunan pertaniaannya
tidak mempunyai daya saing yang kompetetif dalam era globalisasi saat ini
karena belum memiliki industri perbenihan yang mampu mendukung
perkembangan agribisnis secara keseluruhan.
Menurut Saragih (2001) dalam membangun sistem agribisnis pada
umumnya benih yang digunakan petani adalah benih memiliki kualitas rendah
sehingga produksi dan kualitas yang dihasilkan rendah dan benih impor yang
digunakan belum tentu dapat dan sesuai iklim indonesia. Petani Indonesia
dalam mengembangkan usahatani agar menghasilkan produk yang memiliki daya
saing yang tinggi, maka usahanya disesuaikan kondisi iklim dan topografi yang
memiliki kekhasan sebagai daerah tropis, kekhasan ini perlu ditingkatkan
mutu dan produktivitasnya. Kendala yang timbul pada pengembangan agribisnis
pada umumnyan antara lain sumber daya manusia dan teknologi, karena itu perlu
adanya fasilitasi pemerintah dalam bentuk pendampingan.
Subsistem Sarana Produksi (Hulu)
Dalam pengembangan agribisnis lele sarana produksi merupakan salah
satu faktor yang dapat meningkatkan pendapatan petani. Menurut Said et al. (2001)
Untuk mencapai eficienci input-input sarana produksi harus ada pengorganisasian
dalam penerapan sub sistem ini yaitu penerapan jumlah, waktu, tempat dan tepat
biaya serta mutu sehingga ada optimasi dari penggunaan input-input produksi.
Meningkatnya produksi dan pendapatan petani bila didukung adanya industriindustri agribisnis hulu yakni indutri-industri yang menghasil-kan sarana produksi
(input) pertaniaan (the manufacture and distribution of farm supplies) seperti
industri agro-kimia ( industri pupuk, industri pestisida, obat-abatan hewan) industri
alat pertaniaan dan industri pembibitan/ pembenihan (Saragih,2001).
Agribisnis modern yang orientasi pasar, haruslah mampu menghasilkan
produk-produk benih yang unggul dan sesuai agroklimat di suatu kawasan dan
produktivitas komoditas, karena dalam mata rantai produk-produk agribisnis
merupakan mata rantai yang sangat penting, berarti pembangunan industri
merupakan salah satu faktor yang dapat meningkatkan pendapatan petani. Produk
impor benih yang marak beredar di Indonesia terutama benih sayuran yang belum
tentu cocok di Indonesia. Misalnya atribut mangga arumanis yakni aroma, cita
rasa, warna, kandungan vitamin, serat, dan ukuran ditentukan oleh bibit
(Saragih,2001).

10
Subsistem Budidaya(onfarm)
Kegiatan budidaya ikan lele dapat dilakukan pada kolam tanah dan kolam
terpal. Akan tetapi, wadah yang paling aman untuk budidaya ikan lele adalah
kolam terpal. Menurut Khairuman dan Amri, 2006 teknik pembesaran ikan lele di
kolam tanah meliputi beberapa hal berikut:
Persiapan lahan
Tahapan ini dilakukan sebelum pemasukan air. Kegiatan yang dilakukan
selama persiapan lahan adalah pencangkulan dan pembalikan tanah. Tujuan
pembalikan tanah adalah membebaskan senyawa dan gas beracun sisa
pemeliharaan sebelumnya, serta hasil dekomposisi bahan organik baik dari
kotoran maupun sisa pakan. Selain itu, karena tanah menjadi gembur, aerasi akan
berjalan dengan baik sehingga kesuburan lahan akan meningkat.
Pengapuran
Selama pemeliharaan ikan memerlukan kondisi keasaman yang stabil, yaitu
pada pH 7-8. Untuk mengembalikan keasaman tanah pada kondisi tersebut, perlu
dilakukan pengapuran. Tujuan pengapuran adalah menghilangkan penimbunan
dan pembusukan bahan organik selama pemeliharaan awal maupun mencegah
kemungkinan penurunan pH tanah. Pengapuran menyebabkan bakteri dan jamur
pembawa penyakit mati karena bakteri dan jamur pembawa penyakit mati karena
bakteri atau jamur sulit dapat hidup pada pH tersebut. Pengapuran dengan
menggunakan kapur tohor, dolomit, atau zeolit dengan dosis 1 ton/ha atau
10kg/100m2.Memberikan kapur ke dalam kolam yang bertujuan untuk
memberantas hama, penyakit dan memperbaiki kualitas tanah. Dosis yang
dianjurkan adalah 20-200 gram/m2, tergantung pada keasaman kolam. Untuk
kolam dengan pH rendah dapat diberikan kapur lebih banyak, juga sebaliknya
apabila tanah sudah cukup baik, pemberian kapur dapat dilakukan sekedar untuk
memberantas hama penyakit yang kemungkinan terdapat di kolam.
Pemupukan
Fungsi utama pemupukan tambak adalah memberikan unsur hara yang
diperlukan bagi pertumbuhan pakan alami. Memperbaiki struktur tanah dan
menghambat peresapan air pada tanah yang tidak kedap air. Penggunaan pupuk
untuk pemupukan tanah dasar tambak sangat tepat karena pupuk mengandung
unsur-unsur mineral penting, dan asam–asam organik utama memberikan bahanbahan yang diperlukan untuk peningkatan kesuburan lahan dan pertumbuhan
plankton.
Pemupukan dengan kotoran ternak ayam, berkisar antara 500-700 gram/m2;
urea 15 gram/m2; SP3 10 gram/m2; NH4N03 15 gram/m2.Pada pintu pemasukan
dan pengeluaran air dipasang penyaring.
Pengelolaan air
Setelah dilakukan pemupukan sesuai aturannya, air dimasukkan hingga
setinggi 10–20 cm, kemudian air dalam tambak dibiarkan beberapa hari, untuk
menumbuhkan plankton, baik itu phytoplankton maupun zooplankton air
dimasukkan hingga mencapai kedalaman 1 meter. Di dalam tambak, antar pintu

11
pemasukan air dan pintu pengeluaran air dibuat kamalir atau saluran tengah yang
lebarnya sekitar 50cm dan kedalaman antara 20 sampai 30cm. Apabila perlu,
disepanjang tebing pematang dibuat saluran keliling yang memudahkan proses
pemanenan. Kemudian dilakukan pengisian air kolam.Kolam dibiarkan selama ±
7 (tujuh) hari, guna memberi kesempatan tumbuhnya makanan alami.
Penebaran Benih
Sebelum benih ditebarkan sebaiknya benih disuci hamakan dulu dengan
merendamnya didalam larutan KM5N04 (Kalium permanganat) atau PK dengan
dosis 35 gram/m2 selama 24 jam atau formalin dengan dosis 25 mg/l selama 5-10
menit. Penebaran benih sebaiknya dilakukan pada pagi atau sore hari atau pada
saat udara tidak panas. Sebelum ditebarkan ke kolam, benih diaklimatisasi dulu
(perlakuan penyesuaian suhu) dengan cara memasukan air kolam sedikit demi
sedikit ke dalam wadah pengangkut benih. Benih yang sudah teraklimatisasi akan
dengan sendirinya keluar dari kantong (wadah) angkut benih menuju lingkungan
yang baru yaitu kolam. Hal ini berarti bahwa perlakuan tersebut dilaksanakan
diatas permukaan air kolam dimana wadah (kantong) benih mengapung diatas air.
Jumlah benih yang ditebar 35-50 ekor/m2 yang berukuran 5-8 cm.
Pemberian Pakan
Selain makanan alami, untuk mempercepat pertumbuhan ikan lele perlu
pemberian makanan tambahan berupa pellet. Jumlah makanan yang diberikan
sebanyak 2-5% perhari dari berat total ikan yang ditebarkan di kolam. Pemberian
pakan frekuensinya 3-4 kali setiap hari. Sedangkan komposisi makanan buatan
dapat dibuat dari campuran dedak halus dengan ikan rucah dengan perbandingan
1:9 atau campuran dedak halus, bekatul, jagung, cincangan bekicot dengan
perbandingan 2:1:1:1 campuran tersebut dapat dibuat bentuk pellet.
Pemanenan
Ikan lele akan mencapai ukuran konsumsi setelah dibesarkan selama 60
hari, dengan bobot antara 500 - 700 gram per ekor. Pemanenan dilakukan dengan
cara menyurutkan air kolam. Ikan lele akan berkumpul di kamalir dan kubangan,
sehingga mudah ditangkap dengan menggunakan waring atau lambit. Cara lain
penangkapan yaitu dengan menggunakan pipa ruas bambu atau pipa
paralon/bambu diletakkan didasar kolam, pada waktu air kolam disurutkan, ikan
lele akan masuk kedalam ruas bambu/paralon, maka dengan mudah ikan dapat
ditangkap atau diangkat. Ikan lele hasil tangkapan dikumpulkan pada wadah
berupa happa yang dipasang di kolam yang airnya terus mengalir untuk
diistirahatkan sebelum ikan-ikan tersebut diangkut untuk dipasarkan.
Pengangkutan ikan lele dapat dilakukan dengan menggunakan karamba, pikulan
ikan atau jerigen plastik yang diperluas lubang permukaannya dan dengan jumlah
air yang sedikit. Kegiatan budidaya lele Sangkuriang di tingkat pembudidaya
sering dihadapkan pada permasalahan timbulnya penyakit atau kematian ikan.
Pada kegiatan pembesaran, penyakit banyak ditimbulkan akibat buruknya
penanganan kondisi lingkungan. Organisme predator yang biasanya menyerang
antara lain ular dan belut. Sedangkan organisme pathogen yang sering menyerang
adalah Ichthiophthirius sp., Trichodina sp., Monogenea sp. dan Dactylogyrus sp.

12
Subsistem Pemasaran
Kunci keberhasilan usaha tani agribisnis Lele Sangkuriang salah satunya
adalah bagaimana mengembangkan peluang dan strategi serta mencari solusi
adanya kendala dan masalah pemasaran komoditas Lele. Kelancaran distribusi
komoditasLele ini sangat perlu mengingat hal ini akan berpengaruh terhadap
tersedianya pasokan dan terciharga yang wajar. Disamping itu keamanan distribusi
di era globalisasi menuntut terciptanya suatu sistem distribusi yang lebih
efektif dan efisien serta harus mengutamakan selera kepuasan pasar atau
konsumen domestik maupun global dengan demikian sayuran tersebut mempunyai
nilai daya saing yang tinggi.
Menurut Antara (2004) menyatakan bahwa Indonesia adalah negara agraris,
tetapi daya saing Hortikultura/sayuran di Indonesia masih rendah. Daya saing
rendah karena pembinaan pada petani hanya difokuskan pada bercocok
tanam, masalah mutu yang diharapkan pasar baik pasar domestik maupun
ekspor terabaikan, sehingga daya saing rendah apalagi pada era globalisasi ini.
Untuk itu peningkatan SDM dan fasilitasi pemerintah dalam teknologi
budidaya, pasca panen, dan peningkatan nilai tambah serta pengembangan
kegiatan
pendampingan.
pasar,
sangat
diperlukan terutamanya
Pengembangan hortikultura khususnya sayuran haruslah secara profesional,
artinya adanya pembangunanyang seimbang antara aspek pertanian, bisnis dan
jasa penunjang.
Studi Empiris Mengenai Ikan lele
Puspitasari (2010) melakukan penelitian mengenai analisis efisiensi
tataniaga Lele Sangkuriang di Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
Saluran pemasaran Lele Sangkuriang berjumlah empat saluran. Saluran
pemasaran ini melibatkan beberapa lembaga pemasaran yang meliputi pedagang
pengumpul, pedagang grosir, pedagang pengecer dan pedagang pecel lele. Setiap
lembaga pemasaran umumnya melaksanakan fungsi-fungsi pemasaran seperti
fungsi pertukaran berupa pembelian dan penjualan, fungsi fisik berupa
pengemasan dan pengangkutan dan fungsi fasilitas berupa sortasi, pembiayaan,
penanggungan resiko dan informasi pasar. Struktur pasar yang dihadapi oleh
petani dan pedagang pengumpul mendekati oligopsopni, sedangkan pedagang
pengecer dan pedagang pecel lele menghadapi struktur pasar yang mengarah ke
bentuk pasar oligopoli. Farmer’s share, rasio keuntungan dan biaya total saluran
yang paling efisien adalah saluran 1 dengan nilai masing-masing 58,84%,
383,35% dan Rp 7.000,00 per Kg. R/C dan tota