Aplikasi effective microorganism 10 (em10) untuk pertumbuhan ikan lele sangkuriang (clarias gariepinus var. sangkuriang) di kolam budidaya lele Jombang, Tangerang

(1)

PERTUMBUHAN IKAN LELE SANGKURIANG (Clarias gariepinus var.

sangkuriang) DI KOLAM BUDIDAYA LELE JOMBANG, TANGERANG

DIANNA ROSSYTA PRATIWI

JURUSAN BIOLOGI

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(2)

JOMBANG TANGERANG

Oleh :

DIANNA ROSSYTA PRATIWI

109095000025

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains Biologi

Fakultas Sains dan Teknologi

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

JURUSAN BIOLOGI

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(3)

ii

gariepinus var. sangkuriang) DI KOLAM BUDIDAYA LELE

JOMBANG TANGERANG

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains Biologi Fakultas Sains dan Teknologi

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Oleh :

DIANNA ROSSYTA PRATIWI 109095000025

Menyetujui

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Ir. Elpawati, MP Dra. Nani Radiastuti, M.Si

NIP. 19641204 199203 2 001 NIP.19650902200112000

Mengetahui, Ketua Jurusan Biologi

Dr. Dasumiati, M.Si NIP. 197309231999032002


(4)

(5)

iv

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN

Jakarta, November 2014

Dianna Rossyta Pratiwi


(6)

Kolam Budidaya Lele Jombang, Tangerang. Di bawah bimbingan Elpawati dan Nani Radiastuti

Ikan lele merupakan ikan yang banyak dibudidayakan dan dikonsumsi di Indonesia. Pertumbuhan lele sangat dipengaruhi oleh ketersediaan pakan dan kualitas air. EM4

dan EM10 merupakan salah satu contoh pupuk hayati cair. Penambahan EM4 dalam

media bisa membantu pertumbuhan ikan dan menjaga kualitas air, sementara EM10

belum pernah dilakukan uji coba dalam bidang perikanan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh EM10 terhadap pertumbuhan ikan lele sangkuriang

(Clarias gariepinus Var. Sangkuriang) dan kualitas air. Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari-Maret 2014. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan 7 perlakuan dan 3 ulangan. Perlakuan yang diuji adalah Kontrol (A), EM4 10

ml (B), EM4 20 ml (C), EM4 30 ml (D), EM10 10 ml (E), EM10 20 ml (F), dan EM10

30 ml (G). Analisis data menggunakan ANOVA dilanjutkan dengan Uji Duncan jika terdapat pengaruh yang nyata (α = 0,05). Pupuk EM10 konsentrasi 20 ml dapat

mempengaruhi pertumbuhan harian spesifik ikan lele pada 7 hari pemeliharaan, konsentrasi 10 ml pada 14 hari pemeliharaan dan konsentrasi 30 ml pada 28 hari pemeliharaan. Pupuk EM10 dapat mempengaruhi pertumbuhan biomassa mutlak ikan

lele .Pupuk EM10 dapat mempertahankan suhu air.

Kata Kunci : EM10, Lele sangkuriang Pertumbuhan bobot mutlak, Pertambahan


(7)

vi DIANNA ROSSYTA PRATIWI. Effective Microorganism 10 (EM10) Application

for Sangkuriang catfish (Clarias gariepinus var. sangkuriang) Growth in Catfish Farming Pool Jombang, Tangerang. Advised by ELPAWATI and NANI RADIASTUTI

Catfish is a fish that is widely cultivated and consumed in Indonesia. Catfish growth is affects by the availability of food and water quality. EM4 and EM10 are an example

of liquid biofertilizer.The addition of EM4 in the media can help the growth of the

fish and maintain water quality, while the test has not been done for EM10 on fishery

fields . The purpose of this study was to determine the effect of EM10 fertilizers on of

sangkuriang catfish (Clarias gariepinus Var) growth and water quality. This research was conducted in February-March 2014. Research using completely randomized design with 7 treatments and 3 replications. The treatments tested were control (A), EM4 10 ml (B), EM4 20 ml (C), EM4 30 ml (D), EM10 10 ml (E), EM10 20 ml (F), and EM10 30 ml (G ). Analysis of data were using ANOVA followed by Duncan test if there is a real effect (α = 0,05). EM10 fertilizers at concentration of 20 ml can affect the specific growth rate on catfish in 7 days maintenance, the concentration of 10 ml at 14 days of maintenance and the concentration of 30 ml at 28 days of maintenance. EM10 fertilizers can affect the weight growth of catfish. Fertilizer EM10 can maintain the temperature of the water.

Keywords: Absolute weight growth, Daily length growth, EM10, Sangkuriang


(8)

Assalammu’alaikum Wr. Wb.

Segala puji serta syukur kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan taufik

dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi yang berjudul

“Aplikasi Effective Microorganism 10 (Em10) untuk Pertumbuhan Ikan Lele

Sangkuriang (Clarias gariepinus var. sangkuriang) di Kolam Budidaya Lele

Jombang Tangerang”. Shalawat serta salam senantiasa tercurah limpahkan pada

baginda kita Muhammad SAW, Uswatun Hasanah yang tak kenal lelah berjuang

menghijrahkan kita dari zaman kegelapan menuju zaman yang terang benderang

penuh dengan teknologi dan ilmiah.

Tujuan dari pembuatan skripsi ini adalah memenuhi salah satu syarat untuk

mendapatkan gelar sarjana (S1) di bidang Biologi dan sebagai pembelajaran bagi

penulis untuk menambah ilmu yang berguna di masa depan. Mulai perencanaan

sampai dengan penyelesaian skripsi ini, penulis memperoleh bimbingan dan arahan

dari berbagai pihak sehingga penulis dapat mengatasi semua halangan dan rintangan.

Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang

sebasar-besarnya kepada :

1. Bapak,ibu, dan kakak tercinta yang selalu mendoakan dan memberikan restu,


(9)

2. Dr. Agus Salim, M.Si, selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Dr. Dasumiati,M.Si. selaku Ketua Jurusan Biologi Fakultas Sains dan

Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Dr.Ir.Elpawati MP selaku pembimbing I yang tak henti-hentinya memberikan

nasihat dan arahan-arahan dalam menyusun skripsi ini.

5. Dra.Nani Radiastuti M.Si selaku pembimbing II, juga sebagai tempat

mengadu semua masalah penulis, yang selalu mengingatkan dan memotivasi

penulis dalam meyelesaikan skripsi ini.

6. Bapak dan Ibu dosen yang telah memberikan ilmu yang berguna dalam

penyusunan skripsi.

7. Bapak Dahlan yang telah membagikan pengalamannya dan bersedia

meminjamkan kolam budidayanya kepada penulis sebagai tempat penelitian.

8. Amatullah Zakwan yang telah banyak membantu dan menjadi rekan kerja

yang baik selama penyusunan skripsi dan teman seperjuangan Astina

Yulianingsih dan Stephani Dwi Dara.

9. Sahabatku Alia Amru, Isye Maya, dan teman-teman biologi angkatan 2009

yang selalu memberikan semangat dan dukungan dalam proses penyelesaian

laporan penelitian ini.

10.Semua pihak yang telah banyak memberikan doa dan motivasi kepada penulis


(10)

Semoga Allah SWT senantiasa memberikan Rahmat dan Karunia-Nya kepada

semua pihak yang telah memberikan bantuan. Pada kesempatan ini penulis memohon

maaf apabila terdapat kesalahan dalam penulisan skripsi ini. Penulisan skripsi ini

masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu, dengan hati terbuka penulis mengharapkan

saran dan kritiknya yang membangun untuk kemajuan dalam penyusunan laporan

berikutnya. Terakhir penulis berharap semoga skripsi ini bisa berguna dan bermanfaat

bagi siapapun yang membacanya.

Wasaalammu’alaikum Wr. Wb

Jakarta, November 2014


(11)

x

Halaman Judul ... i

Lembar Persetujuan Pembimbing ... ii

Lembar Pengesahan ujian ... iii

Lembar Pernyataan ... iv

Abstrak ... v

Kata Pengantar ... vii

Daftar Isi ... x

Daftar Gambar... xii

Daftar Tabel ... xiii

Daftar Lampiran ... xiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1.Latar Belakang ... 1

1.2.Rumusan Masalah ... 3

1.3.Hipotesis ... 3

1.4.Tujuan ... 4

1.5.Manfaaat ... 4

1.6. Kerangka Berpikir ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1. Ikan Lele ... 6

2.1.1. Morfologi Ikan Lele ... 6

2.1.2. Klasifikasi ikan lele ... 7

2.1.3. Habitat dan perilaku ikan lele ... 7

2.1.4. Lele Sangkuriang ... 8

2.2. Pupuk ... 10

2.2.1. Pupuk Hayati1 ... 10

2.2.2. Effective Microorganism 4 ... 11

2.2.3. Effective Microorganism 10 (EM10) ... 12

2.2.3.1. Trichoderma spp ... 14

2.2.3.2. Penicillium sp ... 14

2.2.3.3. Saccharomyces sp. (Yeast) ... 15

2.3. Kualitas Air ... 15

2.3.1. Temperatur ... 16

2.3.2. Ph ... 17


(12)

BAB III METODE PENELITIAN ... 20

3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian ... 20

3.2. Alat dan Bahan ... 20

3.3. Cara Kerja ... 21

3.3.1. Uji Viabilitas Bakteri ... 21

3.3.2. Persiapan Kolam ... 21

3.3.3. Penebaran Benih ... 22

3.3.4. Perlakuan ... 22

3.3.5. Pengamatan... 23

3.3.5.1. Pengukuran Parameter Pertumbuhan ... 23

3.3.5.2. Pengukuran suhu dan pH ... 24

3.3.5.3. Pengukuran amoniak ... 25

3.4. Analisis data ... 25

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 26

4.1. Pertumbuhan Lele ... 26

4.1.1. Pertambahan Panjang Harian ... 26

4.1.2. Pertumbuhan Bobot Mutlak ... 29

4.1.3. Pertumbuhan Harian Spesifik ... 32

4.2. Parameter Kualitas Air ... 36

4.2.1. Suhu ... 36

4.2.2. pH ... 38

4.2.3. Amoniak ... 40

BAB V PENUTUP ... 44

5.1. Kesimpulan ... 43

5.2. Saran ... 43

DAFTAR PUSTAKA ... 44


(13)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Lele Sangkuriang ... 8

Gambar 2. Effective Microorganism 4 ... 11

Gambar 3. Effective Microorganism 10 ... 13

Gambar 4. Grafik Pertumbuhan Panjang Harian ... 27

Gambar 5. Grafik pertambahan Biomassa ... 30

Gambar 6. Grafik Pertumbuhan Harian Spesifik ... 33

Gambar 7. Grafik Rata-rata Suhu ... 37

Gambar 8. Grafik Rata-rata pH ... 39


(14)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Karakter Pertumbuhan Lele Sangkuriang Dibandingkan Dengan Lele


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Alur Penelitian ... 50

Lampiran 2. Denah Penelitian ... 51

Lampiran 3. Hasil Total Plate Count ... 52

Lampiran 4. Hasil Rata-rata ... 54

Lampiran 5. Hasil Anova ... 58


(16)

1.1. Latar Belakang

Peningkatan jumlah populasi penduduk di Indonesia menyebabkan tingkat

kebutuhan konsumsi pangan meningkat, salah satunya kebutuhan akan protein.

Protein dapat didapatkan dari berbagai sumber salah satunya ikan. Usaha budidaya

ikan banyak berkembang di Indonesia belakangan ini salah satunya adalah usaha

pembudidayaan ikan lele.

Ikan lele sangkuriang (Clarias gariepinus var. sangkuriang) adalah salah satu

ikan air tawar yang banyak dibudidayakan dan dikonsumsi di Indonesia. Ikan ini

banyak dikonsumsi karena mudah diolah, banyak disukai, dan memiliki kandungan

protein yang tinggi. Selain itu, ikan ini juga dibudidayakan karena memiliki waktu

pertumbuhan yang relatif cepat. Tingginya permintaan konsumen membuat petani

lele melakukan usaha yang intensif. Perkembangan usaha budidaya lele

membutuhkan penambahan area budidaya dan biaya untuk pakan serta peningkatan

kebutuhan air (Sitompul, 2012).

Lele merupakan salah satu ikan yang mampu bertahan pada lingkungan perairan

yang buruk. Air merupakan pelarut yang dibutuhkan oleh seluruh makhluk hidup. Air

dibutuhkan oleh makhluk hidup baik secara internal ataupun eksternal. Secara

internal, air dimanfaatkan sebagai tempat terjadinya reaksi kimia, transportasi hasil


(17)

memenuhi kebutuhan sehari-hari baik untuk makan, minum, mencuci dan menjadi

habitat bagi organisme air. Air juga memiliki peranan penting dalam pertumbuhan

ikan yang dibudidayakan oleh masyarakat. Kualitas air yang buruk dapat

menghambat pertumbuhan ikan lele karena energi yang diperoleh dari pakan

digunakan oleh ikan lele untuk mempertahankan hidupnya, sehingga waktu

pemanenan bisa menjadi lebih lama.

Berbagai macam cara telah dilakukan untuk melakukan efisiensi biaya pakan

dan efisiensi kebutuhan air. Salah satunya dengan penggunaan Effective

Microorganism 4 (EM4) yang dimasukan ke dalam kolam pemeliharan. EM4

merupakan kultur campuran yang memiliki kandungan bakteri fotosintetik

(Rhodopseudomonas sp.), bakteri asam laktat (Lactobacillus sp.), jamur fermentasi

(Saccharomyces sp.) dan Actinomycetes sp. yang dikembangkan oleh Prof. Dr. Teruo

Higa (Jepang) yang diharapkan dapat membantu pertumbuhan tanaman

(Indriani,1999 dalam Fitria, 2008). Selain itu, EM4 dapat dimanfaatkan dalam bidang

perikanan untuk meningkatkan kualitas air pada tambak ikan, sehingga dapat

membantu mengoptimalkan pertumbuhan ikan (www.em4indonesia.com).

Beberapa bulan terakhir ini mulai diproduksi pupuk hayati lokal baru yang

dikembangkan oleh peneliti Indonesia yang diberi nama EM10. EM10 merupakan

kultur campuran dari 11 genus mikroorganisme yang diinokulasi dari beberapa titik

di daerah Tangerang Selatan yang diharapkan dapat membantu mengoptimalkan


(18)

mendegradasikan sampah organik dibandingkan dengan EM4 berdasarkan hasil uji

yang telah dilakukan sebelumnya. Penambahan pupuk hayati EM4 sebagai probiotik

dalam bidang perikanan dapat membantu memperbaiki kualitas air kolam dengan

mendegradasi limbah organik berupa sisa pakan ikan dan mengendapkannya serta

memperkaya mikroflora dalam air sehingga dapat dimanfaatkan oleh ikan sebagai

sumber pakannya, namun belum pernah dilakukan uji efektifitas EM10 terhadap

pertumbuhan ikan. Oleh karena itu dilakukan penelitian Aplikasi Pemberian EM10

untuk Pertumbuhan Ikan Lele Sangkuriang di Kolam Budidaya Jombang Tangerang

untuk mengetahui apakah EM10 bisa dimanfaatkan dalam bidang perikanan seperti

EM4 atau bahkan lebih efektif dibandingkan dengan penggunaan EM4.

1.2.Rumusan Masalah

1) Bagaimanakah pengaruh pemberian EM10 terhadap pertumbuhan ikan lele

sangkuriang?

2) Bagaimanakah pengaruh penambahan EM10 terhadap kualitas air kolam?

1.3.Hipotesis

1) EM10 dapat membantu mengoptimalkan pertumbuhan ikan lele sangkuriang

2) EM10 dapat mempertahankan kualitas air kolam yang optimum sesuai dengan


(19)

1.4.Tujuan

1) Untuk mengetahui pengaruh EM10 terhadap pertumbuhan ikan lele

sangkuriang

2) Mengetahui pengaruh EM10 terhadap kondisi air kolam.

1.5.Manfaat

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan masukan kepada

peternak ikan lele sangkuriang mengenai alternative sederhana untuk meningkatkan

produksi ikan dengan efisiensi kebutuhan air. Selain itu, data yang diperoleh juga


(20)

1.6.Kerangka Berpikir

pertambahan penduduk meningkatkan kebutuhan protein

protein nabati Protein hewani

Ikan merupakan salah satu sumber protein

Ikan lele banyak dibudidayakan karena pertumbuhan cepat, enak, mudah diolah, protein tinggi.

Lele Sangkuriang

Pertumbuhan lebih cepat, kualitas daging lebih bagus, lebih tahan banting

ketersediaan pakan dan kualitas air mempengaruhi pertumbuhan

Penambahan probiotik dapat membantu mengoptimalkan pertumbuhan, contoh probiotik EM10

EM10 membantu mengendapkan plankton mikroskopis, endapan plankton menjadi pakan bagi lele, kualitas air terjaga

Pertumbuhan lele lebih cepat


(21)

6

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Ikan Lele

Lele merupakan jenis ikan konsumsi air tawar dengan tubuh memanjang dan

kulit licin. Ikan lele banyak ditemukan di benua Afrika dan Asia. Ikan ini banyak

dibudidayakan di Thailand, India, Philipina dan Indonesia. Ikan lele banyak diminati

dan dibudidayakan karena memiliki banyak manfaat. Ikan lele bisa dimanfaatkan

sebagai bahan makanan, ikan hias (jenis Clarias batrachus), pemeliharaan di sawah

dapat bermanfaat untuk memberantas hama padi berupa serangga air, juga dapat

diramu dengan berbagai bahan obat lain untuk mengobati penyakit asma, menstruasi

tidak teratur, hidung berdarah, kencing darah, dan lain lain (Menegristek, 2000)

2.1.1. Morfologi Ikan Lele

Ikan lele umumnya berwarna kehitaman atau keabuan dengan bentuk badan

yang memanjang pipih ke bawah (depressed), berkepala pipih, tidak bersisik,

memiliki empat pasang kumis yang memanjang sebagai alat peraba, dan memiliki

alat pernafasan tambahan (arborecent organ). Insangnya berukuran kecil dan terletak

pada bagian kepala belakang. Ikan lele mempunyai jumlah sirip punggung 68-79,

sirip dada 9-10, sirip perut 5-6, sirip dubur 50-60 dan jumlah sungut 4 pasang. Sirip


(22)

mencapai 400 mm. ukuran matanya sekitar 1/8 panjang kepalanya. Giginya berbentuk

villiform dan menempel pada rahang. (Suyanto, 2006).

2.1.2. Klasifikasi ikan lele

Menurut Hendriana (2010), tata nama pada ikan dan jenis hewan lainnya

didasarkan pada bentuk tubuh dan sifat-sufat lainnya. Bentuk tubuh lele yang bulat

dan memanjang membuatnya dikelompokkan dalam golongan sebagai berikut :

Kingdom : Animalia; Class : Actinopterygii; Ordo : Ostariophysi; Subordo:

Siluroidae; Family : Clariidae; Genus : Clarias; Species : Clarias gariepinus

var.sangkuriang (Widodo, 2009).

2.1.3. Habitat dan perilaku ikan lele

Habitat ikan lele adalah semua perairan air tawar. Lele tidak pernah

ditemukan hidup di air payau atau air asin. Ikan lele mempunyai organ insang

tambahan yang memungkinkan pengambilan oksigen dari udara di luar air. Oleh

karena itu, ikan lele tahan hidup di perairan yang airnya mengandung sedikit oksigen.

Ikan lele juga relatif tahan terhadap pencemaran bahan-bahan organik sehingga ikan

ini mampu hidup di selokan yang airnya kotor (Suyanto, 2007).

Ikan lele bersifat nokturnal, artinya ikan ini aktif pada malam hari atau lebih

menyukai tempat gelap. Ikan lele digolongkan ke dalam kelompok omnivore

(Pemakan segala). Pakan ikan lele berupa pakan alami dan tambahan. Pakan alami


(23)

cacing larva (jentik-jentik serangga), dan siput kecil. Pakan tambahan bagi lele adalah

pakan buatan berupa pellet. Salah satu kelebihan pakan buatan adalah kandungan

gizinya terutama protein, sudah disesuaikan dengan kebutuhan ikan lele (Suyanto,

2007).

2.1.4. Lele Sangkuriang

Lele sangkuriang merupakan hasil perbaikan genetik melalui cara silang balik

antara induk betina generasi kedua (F2) dengan induk jantan generasi keenam (F6).

Induk betina merupakan koleksi yang ada di Balai Budidaya Air Tawar Sukabumi

yang berasal dari keturunan kedua lele dumbo yang diintroduksi ke Indonesia tahun

1985. Sementara induk jantan merupakan sediaan induk yang ada di Balai Budidaya

Air Tawar Sukabumi. Induk dasar yang didiseminasikan dihasilkan dari silang balik

tahap kedua antara induk betina generasi kedua dengan induk jantan hasil silang balik

tahap pertama (F2 6). Dari hasil persilangan tersebut muncul sosok unggul lele

sangkuriang yang kemudian diluncurkan oleh menteri kelautan dan perikanan pada

tahun 2004 dengan nomor Kepmen KP 26/Men/2004 (Hendriana, 2010).


(24)

Secara fisik penampilan lele sangkuriang hampir mirip dengan lele dumbo.

Namun, kepala lele sangkuriang sedikit lebih panjang dibandingkan dengan lele

dumbo. Selain itu, bintik-bintik yang menghiasi kulitnya tidak sebanyak lele dumbo

biasa (Nasrudin, 2010). Pertumbuhan lele sangkuriang terbilang cepat. Pertumbuhan

hariannya mencapai 3,53% (lele dumbo hanya 2,73%). Dalam hal kemampuan

mengubah pakan menjadi daging, lele sangkuriang terbilang efisien karena angka

konversi pakannya berkisar 0,8-1 (Hendriana, 2010). Selain itu, apabila dibandingkan

dengan lele dumbo, tingkat mortalitasnya lebih rendah, tingkat agresifnya juga lebih

rendah dan lebih tidak kanibal (Widodo, 2009)

Tabel 1. Tabel karakter pertumbuhan Lele sangkuriang dibandingkan lele dumbo

Deskripsi Lele sangkuriang Lele dumbo

Pendederan 1 (benih umur 5-26 hari)

Pertumbuhan harian (%) 29,26 20,38

Panjang standar (cm) 3-5 2-3

Kelangsungan Hidup (%) >80 >80

Pendederan 2 (benih umur 26-40 hari)

Pertumbuhan harian (%) 13,96 12,18

Panjang standar (cm) 5-8 3-5

Kelangsungan Hidup (%) >90 >90

Pembesaran

Pertumbuhan harian (%) 3,53 2,73

Pertumbuhan harian calon induk 0,85 0,62

Konversi pakan 0,8-1 >1


(25)

Keunggulan lele sangkuriang dibandingkan dengan lele dumbo diantaranya

adalah dalam sekali pemijahan lele sangkuriang mampu bertelur hingga

30.000-60.000 butir, sementara lele dumbo dalam sekali pemiijahan dapat menghasilkan telur

sekitar 20.000-30.000 butir. Daya tetas telur ikan lele sangkuriang juga tinggi

mencapai lebih dari 90% dibandingkan dengan daya tetas telur lele dumbo yang

mencapai lebih dari 80%. Selain itu, ketahanan lele sangkuriang terhadap penyakit

juga lebih tinggi dibandingkan lele dumbo. Tekstur daging lele sangkuriang lebih

padat, minim kandungan lemak, lebih renyah, lebih gurih dan tidak berbau lumpur

dibandingkan dengan lele dumbo biasa (Nasrudin, 2010).

2.2. Pupuk

Pupuk dapat diartikan sebagai bahan-bahan yang diberikan pada tanah agar

dapat menambah unsur hara atau zat makanan yang diperlukan tanah, baik secara

langsung maupun tidak langsung (Fitria, 2008).

2.2.1. Pupuk Hayati

Istilah pupuk hayati digunakan sebagai nama kolektif untuk semua kelompok

fungsional mikroba tanah yang dapat berfungsi sebagai media penyedia hara dalam

tanah, sehingga dapat tersedia bagi tanaman. Pupuk hayati dapat didefinisikan

sebagai inokulan organisme hidup yang berfungsi untuk menambat hara tertentu atau


(26)

2.2.2. Effective Microorganism 4

Teknologi EM4 (Effective Microorganisme 4) adalah teknologi fermentasi

yang dikembangkan pertama kali oleh Prof Dr Teruo Higa dari University of

Ryukyus, Okinawa Jepang sejak tahun 1980. EM4 merupakan kultur campuran dari

beberapa mikroorganisme yang menguntungkan bagi pertumbuhan tanaman.

Mikroorganisme alami yang terdapat dalam EM4 bersifat fermentasi (peragian) yang

terdiri dari empat kelompok mikroorganisme yaitu bakteri fotosintetik

(Rhodopseudomonas sp.), jamur fermentasi (Saccharomyces sp.), bakteri asam laktat

(Lactobacillus sp.), dan Actinomycetes (Winedar dkk, 2006) EM4 merupakan

biofertilizer yang diaplikasi sebagai inokulan untuk meningkatkan keragaman dan

populasi mikroorganisme di dalam tanah. Selain itu, EM4 juga dapat digunakan untuk

membersihkan air limbah, serta meningkatkan kualitas air pada tambak ikan dan

udang (Indriani, 1999).


(27)

Bakteri fotosintetik merupakan bakteri yang dapat mensintesis senyawa

nitrogen, dan gula. Jamur fermentatif berfungsi untuk memfermentasi bahan organik

menjadi senyawa-senyawa organik (dalam bentuk alkohol, gula, dan asam amino)

yang siap diserap oleh perakaran tanaman. Bakteri asam laktat terutama golongan

Lactobacillus sp. berfungsi untuk memfermentasi bahan organik menjadi

senyawa-senyawa asam laktat yang dapat diserap oleh tanaman. Actinomycetes merupakan

bakteri yang tumbuh dalam bentuk miselium (filamen berbentuk jalinan benang).

Actinomycetes berfungsi mengambil asam amino dan zat yang dihasilkan oleh jamur

fermentatif dan mengubahnya menjadi antibiotik yang bersifat toksik pada patogen

atau penyakit serta dapat melarutkan ion-ion fosfat dan ion-ion mikro lainnya.

Streptomyces sp. menghasilkan enzim streptomisin yang berguna bagi tanaman

(Wididana dkk, 1996, dalam Nengsih, 2002).

2.2.3. Effective Microorganism 10 (EM10)

EM10 merupakan kependekan dari Efective microorganism 10. EM10 dapat

dimanfaatkan sebagai aktivator sampah organik yang dapat mempercepat

dekomposisi sampah organik, meningkatkan pertumbuhan tanaman dan

menyebabkan sampah organik tidak bau. Aktivator berupa kultur cair dapat

disebarkan di lingkungan, dan masyarakat dapat memperbanyak sendiri sesuai

dengan kebutuhan masing-masing dalam bentuk kultur cair, kemudian dengan

teknologi sederhana masyarakat dapat memperbanyak EM10 tersebut, dari 1 liter


(28)

(29)

ditambah 3 isolat berupa yeast (Saccharomyces cerevisiae) dan dua jenis kapang

(Trichoderma dan Penicillium) (Elpawati, 2013).

Trichoderma spp.

Trichoderma spp. adalah jamur saprofit tanah yang secara alami merupakan

parasit yang menyerang banyak jenis jamur penyebab penyakit tanaman (Spektrum

pengendalian luas). Jamur Trichoderma spp. dapat menjadi hiperparasit pada

beberapa jenis jamur penyebab penyakit tanaman, pertumbuhannya sangat cepat dan

tidak menjadi penyakit untuk tanaman tingkat tinggi (Purwantisari, 2009).

Trichoderma spp. memiliki beberapa cara untuk berperan sebagai agen

biokontrol. Pertumbuhannya yang cepat mampu membuat Trichoderma spp. menjadi

kompetitif yang unggul. Selain itu, Trichoderma juga berperan sebagai mikoparasit

terhadap beberapa jenis fungi patogen tertentu. Trichoderma spp. juga bisa

menambah resistensi tanaman terhadap serangan penyakit dan menghasilkan zat

untuk menghambat kerja dari enzim yang dihasilkan oleh patogen (Mahato, 2005).

Penicillium sp.

Penicilium sp. dikenal sebagai kapang hijau biru. Miseliumnya tumbuh pada

permukaan atau menembus substrat. Hifanya bercabang dengan bebas dan berdinding

tipis, serta mempunyai dua nucleus atau lebih (Pelczar dan Chan, 2006). Dalam

metabolismenya Penicillium sp. mengasilkan asam organik seperti oksalat, fumarat,

glukonat dan asam sitrat. Selain itu Penicillium juga dapat berperan sebagai agen


(30)

untuk kesehatan manusia. Griseofulvin yang dihasilkan oleh Penicillium

griseofulvum merupakan salah satu antibiotik yang dimanfaatkan untuk menghambat

pertumbuhan patogen pada hewan dan tumbuhan (Vashishta, 2008).

Saccharomyces sp. (yeast)

Yeast merupakan mikroorganisme uniseluler, tidak memiliki miselium,

bersifat sapofit, banyak ditemukan di alam pada bahan cair organik pada tanah,

kotoran hewan, permukaan buah yang matang, dan di dalam madu pda bunga. Yeast

memiliki kemampuan untuk memfermentasikan karbohidrat. Selama proses respirasi,

sel yeast mengoksidasi gula membentuk asam organik yang sederhana, ketika asupan

oksigen bebas terbatas, asam organik pecah menjadi alkohol dan karbondioksida. Sel

yeast segar merupakan sumber utama dari vitamin b dan g. Yeast yang dikompres

juga bisa dimanfaatkan sebagai sumber vitamin dan enzin. Sel yeast yang kecil

mengandung protein yang tinggi dan pada beberapa jenis lainnya juga mengandung

sedikit lemak (Vashista, 2008).

2.3.Kualitas Air

Kualitas air merupakan faktor pembatas dalam pertumbuhan ikan budidaya,

termasuk lele. Sekalipun lele dapat hidup pada kualitas air yang buruk, pertumbuhan

lele akan terhambat karena energinya digunakan untuk bertahan pada lingkungan

perairan yang buruk sehingga pertumbuhannya pun melambat. Kualitas air yang

buruk juga dapat menjadi sumber penyakit sehingga dapat menginfeksi ikan


(31)

berkisar antara 25-30oC, kandungan oksigen terlarut 3-6 ppm, pH 6,5-8,5 dan NH3

sebesar < 0,1 ppm. Kualitas air harus dipertahankan pada kisaran optimal sehingga

pertumbuhan lele budidaya dapat dipacu (Ghufran dan Kordi, 2010).

2.3.1. Temperatur

Suhu merupakan indikasi jumlah energi (panas) yang terdapat dalam satu

sistem atau massa (Wiratmaja, 2011). Suhu air sangat dipengaruhi oleh jumlah sinar

matahari yang jatuh ke permukaan air yang sebagian dipantulkan kembali ke

atmosfer dan sebagian lagi diserap dalam bentuk energi panas (Welch, 1952 dalam

Suherman, 2002). Kenaikan suhu air menyebabkan penurunan kadar oksigen terlarut

(Suriawiria, 2008).

Suhu berpengaruh langsung terhadap tumbuhan dan hewan, yakni pada laju

fotosintesis tumbuh-tumbuhan dan proses fisiologis hewan, khususnya derajat

metabolisme dan siklus reproduksinya. Selain itu suhu juga berpengaruh tidak

langsung terhadap kelarutan CO2 yang digunakan untuk fotosintesis dan kelarutan O2

yang digunakan untuk respirasi hewan-hewan aquatik. Menurut hokum Vant Hoffs,

kenaikan temperatur sebesar 10oC (hanya pada kisaran temperature yang masih ditolerir) akan meningkatkan laju metabolism dari organisme sebesar 2-3 kali lipat.

Akibat meningkatnya laju metabolisme akan menyebabkan konsumsi oksigen


(32)

kelarutan oksigen dalam air menjadi berkurang. Hal ini menyebabkan organisme air

akan mengalami kesulitan untuk melakukan respirasi (Silalahi, 2009).

2.3.2. pH

Derajat keasaman merupakan gambaran jumlah atau aktivitas ion Hidrogen

dalam perairan. Secara umum nilai pH menggambarkan seberapa besar tingkat

keasaman atau kebasaan suatu perairan. Perairan dengan pH = 7 adalah netral, pH < 7

dikatakan kondisi perairan bersifat asam, sedangkan pH > 7 dikatakan kondisi

perairan bersifat basa (Effendi, 2003). Nilai pH menyatakan nilai konsentrasi ion

Hidrogen dalam suatu larutan. Dalam air yang bersih jumlah konsentrasi ion H+ dan OH- berada dalam keseimbangan sehingga air yang bersih akan bereaksi netral (Silalahi, 2009).

Organisme akuatik dapat hidup dalam suatu perairan yang mempunyai nilai

pH netral dengan kisaran toleransi antara asam lemah dan basa lemah (Silalahi,2009).

Menurut Suherman (2002), perairan yang ideal bagi kegiatan budidaya perikanan

adalah 6,8 sampai dengan 8,5. Pembatasan pH penting dilakukan karena akan

mempengaruhi korosifitas air dan efisiensi khlorinasi. Logam-logam berat dalam


(33)

2.3.1.4. Amoniak (NH4)

Menurut Limbong (2005), istilah amoniak ditujukan untuk 2 senyawa kimia

yaitu NH3 (bentuk tidak terionisasi) dan NH4+ (bentuk terionisasi). Di dalam air,

kedua senyawa ini berada dalam kesetimbangan :

NH3(g) + H2O(l)↔ NH4+(aq) + OH-(aq)

Amoniak merupakan gas yang higroskopis, mudah meyerap air dan

mempunyai kelarutan terhadap air pada semua komposisi. Adanya ion OH -menjadikan pH larutan menjadi basa dan ini tergantung dari besarnya OH- dimana semakin pekat amoniak dalam air, semakin tinggi OH- juga semakin tinggi pula NH3

bebasnya. NH3 merupakan senyawa yang beracun dengan LD50 adalah 1µg/L.

sebagai gas, amoniak dapat menyebabkan iritasi pada saluran pernafasan, iritasi pada

mata dan kulit, dapat menyebabkan mata dan hidung berair, batuk, bahkan kematian.

Sebagai larutan pekat, amoniak dapat menyebabkan kulit dan mata terbakar

(Limbong, 2005).

NH3 mulai meracuni organisme air tawar pada kisaran konsentrasi 0,53 hingga

22,8 mg/L. Kadar amoniak yang berlebih dalam air menyebabkan gangguan pada

ikan. Salah satu efek yang paling signifikan adalah kerusakan insang, sehingga

konsekuensinya respirasi ikan akan terganggu. Insang juga penting untuk

keseimbangan asam-basa dalam mengatur pH darah ikan serta untuk pertukaran ion


(34)

karena itu, kerusakan insang akan mengganggu terjadinya sejumlah proses penting

dalam metabolisme di tubuh ikan. Amoniak juga menyebabkan kerusakan kulit, sirip

dan usus. Paparan amoniak yang lebih kronis menyebabkan terhambatnya

pertumbuhan, mematikan sistem kekebalan serta merusak sistem syaraf (Limbong,

2005).

Dalam sistem pemeliharaan ikan, amoniak berasal dari ekskresi sisa

metabolisme ikan, hasil degradasi feses ikan maupun sisa pakan. Oleh karena itu,

semakin besar ukuran ikan atau semakin lama waktu pemeliharaan akan

menyebabkan kenaikan kadar amoniak dalam air. Tingginya kadar amoniak pada air


(35)

20

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan Maret 2014 di

Kolam budidaya ikan lele Jombang, Tangerang. Uji viabilitas mikroorganisme

dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi dan Uji Amoniak dilakukan di

Laboratorium Kimia Lingkungan Pusat Laboratorium Terpadu UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

3.2. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Termometer, pH meter,

timbangan, penggaris, spektrofotometer UV-Vis, botol sampel air, kertas saring,

beaker glass, mikropipet, gelas ukur, erlenmeyer, cawan petri, spreader, bunsen,

tabung reaksi, microtube, kamera, dan alat tulis. Sementara bahan yang digunakan

dalam percobaan ini adalah benih ikan lele sangkuriang ukuran 7-8 cm sebanyak

3150 ekor yang diperoleh dari kolam pembenihan lele jombang, pakan pellet FF-999

yang diproduksi oleh PT Central Proteinaprima , EM4, EM10, medium PDA dan NA,


(36)

3.3. Cara Kerja

3.3.1. Uji Viabilitas Mikroorganisme

EM4 dan EM10 masing-masing diambil sebanyak 1 ml dan disuspensikan ke

dalam 9 ml larutan garam fisiologis (NaCl 0,85%) steril. Selanjutnya dilakukan seri

pengenceran dengan menginokulasikan 1 ml suspensi ke dalam 9 ml larutan garam

fisiologis hingga tingkat pengenceran 10-5. Kemudian, suspensi diambil sebanyak 100 µl dan diinokulasikan ke dalam media Potato Dextrose Agar (PDA) dan Nutrient

Agar (NA). Selanjutnya, diinkubasi pada suhu ruang selama 1-3 hari dan perhitungan

jumlah sel bakteri dilakukan dengan metode Total Plate Count

Jumlah bakteri/ml =

3.3.2. Persiapan Kolam

Wadah yang digunakan pada penelitian ini berupa kolam terpal dengan

ukuran 4 m x 1,5 m x 50 cm yang diisi dengan air tanah sampai kedalaman 20 cm

(volume air ± 1200 L) . EM4 dan EM10 masing-masing ditambahkan ke dalam kolam

sesuai dengan perlakuan setiap kolam. Penambahan EM4 dan EM10 ke dalam kolam


(37)

3.3.3. Penebaran Benih

Benih ikan lele yang digunakan mempunyai panjang rata-rata sekitar 7-8

cm/ekor. Kepadatan yang diterapkan adalah 150 ekor per kolam. Pemberian pakan

sebanyak 3% dari bobot biomassa ikan diberikan sesaat setelah penyebaran. Pakan

yang digunakan berupa pellet dengan frekuensi pemberian pakan 3 kali sehari.

Total pemberian pakan mengikuti pertumbuhan ikan. Pengukuran Biomassa

dilakukan dengan menimbang berat keseluruhan ikan dalam setiap kolam perlakuan

untuk penentuan pemberian pakan Biomassa ikan akan diukur setiap 7 hari sekali

sehingga jumlah pakan yang akan diberikan diganti setiap 7 hari sekali.

3.3.4. Perlakuan

Perlakuan pada penelitian ini adalah penambahan pupuk hayati sebagai

suplemen pakan ikan lele dan penunjang kualitas air kolam. Percobaan dirancang

mengikuti Rancangan Acak Lengkap dengan tujuh perlakuan dan tiga ulangan.

Rancangan perlakuan yang akan diterapkan adalah sebagai berikut:

Perlakuan A: Pemberian pakan tanpa pupuk hayati (Kontrol)

Perlakuan B : Pemberian pakan dengan penambahan EM4 10 ml

Perlakuan C : Pemberian pakan dengan penambahan EM4 20 ml

Perlakuan D : Pemberian pakan dengan penambahan EM4 30 ml

Perlakuan E : Pemberian pakan dengan penambahan EM10 10 ml


(38)

Perlakuan G : Pemberian pakan dengan penambahan EM10 30 ml

3.3.5. Pengamatan

3.3.5.1. Pengukuran Parameter Pertumbuhan

Pengukuran pertumbuhan ikan dilakukan setiap 7 hari sekali dengan

mengambil 50 ekor sebagai perwakilan tiap perlakuan secara acak. Parameter

pertumbuhan yang diukur antara lain panjang badan dan biomassa. Pengukuran

panjang badan diukur dari ujung kepala sampai dengan ujung ekor. Rumus yang

digunakan untuk menentukan laju pertumbuhan panjang badan harian benih ikan lele

dihitung berdasarkan rumus Satyani (2010), adalah :

Laju Pertumbuhan Panjang Harian = x 100%

Ket :

Lt = Panjang badan rata-rata biota uji pada akhir penelitian Lo = Panjang badan rata-rata biota uji pada awal penelitian T = Lama pemeliharaan

Sementara pertumbuhan biomassa mutlak di akhir penelitian ditetapkan

berdasarkan hasil pertambahan biomassa lele uji untuk masing-masing bak penelitian.

Perhitungan biomassa mutlak selama 28 hari sesuai dengan rumus dari Effendi


(39)

W = Wt – Wo

Ket :

W = Pertambahan Biomassa

Wt = Biomassa lele uji pada akhir penelitian Wo = Biomassa lele uji pada awal penelitian.

Selain itu, pertumbuhan harian spesifik dihitung menggunakan 50 sampel dari

keseluruhan populasi dalam kolam yang diambil secara acak dan dihitung

berdasarkan formula De Silva & Anderson (1995), dalam Muchlisin,(2003), yaitu:

SGR =

x 100%

Ket :

SGR = Laju pertumbuhan harian spesifik

W2 = Bobot rata-rata ikan pada akhir percobaan W1 = Bobot rata-rata ikan pada awal percobaan t2 = Waktu akhir percobaan

t1 = Waktu awal percobaan

3.3.5.2. Pengukuran Suhu dan pH

Pengukuran suhu dan pH dilakukan secara langsung setiap tiga hari sekali

dengan menggunakan pH meter dan termometer selama 30 hari pemeliharaan.


(40)

3.3.4.3. Pengukuran Amoniak

Pengukuran amoniak dilakukan empat kali, yakni pada hari ke 7 (h7), hari ke

14 (h14), hari ke-21 (h21) dan hari ke-28 (h28). Pengukuran amoniak dilakukan sebagai

berikut : sampel air diambil dari tiap kolam sebelum pemberian pakan. Sampel air

disaring dengan kertas saring. Sebanyak 5 ml sampel dimasukan ke tabung reaksi lalu

ditambahkan 0,2 ml larutan nitroprussida dan 0,5 ml larutan oksidan. Warna

dibiarkan terbentuk pada suhu ruang 22-27 oC, kocok dan didiamkan selama satu jam. Campuran tersebut dianalisis dengan spektrofotometer pada panjang gelombang (λ) 640 nm.

3.6. Analisis data

Nilai pengukuran parameter pada akhir penelitian diuji dengan analisis sidik

ragam untuk melihat perbedaan antar perlakuan. Hasil pengukuran setiap parameter

diuji dengan analisis of varians (ANOVA) satu arah untuk melihat perbedaan antar

perlakuan kontrol, penambahan EM4, dan penambahan EM10 terhadap pertumbuhan

ikan lele. Apabila dalam ANOVA ternyata F hitung > F tabel dengan signifikansi 5%

maupun 1% maka dilakukan uji lanjut dengan uji Duncan 5% sehingga dapat


(41)

26

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Pertumbuhan Lele

4.1.1. Pertumbuhan Panjang Harian

Pertumbuhan panjang harian ikan lele sangkuriang pada usia 7 hari

pemeliharaan memiliki rata-rata berkisar 0,52-1,48 % (Gambar 4). Hasil tertinggi

terdapat pada perlakuan B yang diberi EM4 10 ml yaitu 1,48%. Berdasarkan hasil uji

statistik belum terlihat adanya perbedaan terhadap pertumbuhan panjang harian ikan

lele sangkuriang usia 7 hari pemeliharaan (P>0,05) (lampiran 5.1), dengan demikian

perlakuan berbagai konsentrasi EM10 dan EM4 tidak berpengaruh pada pertumbuhan

panjang harian ikan lele sangkuriang usia 7 hari pemeliharaan. Hal ini disebabkan

pertumbuhan panjang ikan belum optimum karena masih berada dalam fase awal

pembesaran.

Pertambahan panjang harian ikan lele sangkuriang pada usia 14 hari

pemeliharaan memiliki rata-rata berkisar 1,10-1,90 % (Gambar 4). Hasil tertinggi

terdapat pada perlakuan E yang diberi EM10 10 ml yaitu 1,90 %. Berdasarkan hasil uji

statistik belum terlihat adanya perbedaan terhadap pertumbuhan panjang harian ikan


(42)

Gambar 4. Grafik Rata-rata Pertumbuhan Panjang Harian. A : kontrol, B : EM4 10 ml, C : EM4 20 ml, D : EM4 30 ml, E : EM10 10 ml, F : EM10 20 ml, G : EM10 30 ml

Pertumbuhan panjang harian ikan lele sangkuriang usia 21 hari pemeliharaan

memiliki rata-rata berkisar 0,48-1,43 % (Gambar 4). Hasil tertinggi terdapat pada

perlakuan A yang tidak diberikan penambahan EM10 atau EM4 yaitu 1,43 %.

Berdasarkan hasil uji statistik belum terlihat adanya perbedaan terhadap pertumbuhan

panjang harian usia 21 hari pemeliharaan (lampiran 5.3).

Pertumbuhan panjang harian ikan lele usia 28 hari pemeliharaan memiliki

rata-rata berkisar 1,29-1,86 % (Gambar 4). Hasil tertinggi terdapat pada perlakuan G

yang diberikan EM10 30 ml yaitu 1,86 %. Berdasarkan hasil uji statistik belum terlihat

adanya perbedaan terhadap pertumbuhan panjang harian ikan lele sangkuriang usia

28 hari pemeliharaan (lampiran 5.4), dengan demikian perlakuan berbagai

0.00 0.20 0.40 0.60 0.80 1.00 1.20 1.40 1.60 1.80 2.00

7 14 21 28

Per tu m b u h an p an jan g h ar ian ( % ) Hari ke- A B C E F G D


(43)

konsentrasi EM10 dan EM4 tidak berpengaruh pada pertumbuhan panjang harian ikan

lele usia 14, 21, dan 28 hari pemeliharaan.

Penambahan EM4 ataupun EM10 yang tidak memberikan pengaruh terhadap

pertumbuhan panjang harian ikan kemungkinan disebabkan karena kondisi

lingkungan perairan yang kurang mendukung pertumbuhan lele sangkuriang secara

optimum. Pada awal pertumbuhan ikan memiliki panjang rata-rata berkisar antara

7,62-8.33 cm, dan setelah akhir pengamatan panjang rata-rata ikan berkisar antara

9,71-10,29 cm. Laju pertumbuhan ikan akan semakin menurun seiring dengan

pertambahan usia karena pengaruhnya dalam kebutuhan energi. Pada hari ke-21

terjadi penurunan laju pertumbuhan panjang harian pada semua perlakuan kecuali

perlakuan A yang tak diberikan penambahan apapun. Hal ini kemungkinan

disebabkan pada hari ke 21 terjadi persaingan antara mikroorganisme dalam air

sehingga kurang membantu mengoptimalkan pemanfaatan protein untuk

pertumbuhan ikan .

Pada hari ke -28 terjadi kenaikan laju pertumbuhan panjang harian pada setiap

perlakuan. Kenaikan tertinggi ada pada perlakuan G yang diberikan penambahan

EM10 30 ml. Hal ini kemungkinan disebabkan pada hari ke-28 ikan sudah bisa

memanfaatkan protein yang terkandung dalam pakan untuk pertumbuhannya. Oleh

karena itu penambahan EM4 dan EM10 dengan konsentrasi yang dilakukan saat ini


(44)

Menurut Effendi (2003), ukuran tubuh ikan dipengaruhi oleh nilai konstanta

yang bisa dipengaruhi oleh ketersediaan makanan, tingkat kematangan gonad, dan

variasi ukuran tubuh ikan-ikan sampel. Pertumbuhan panjang badan ikan dipengaruhi

oleh genetika msing-masing individu dan juga asupan protein untuk mendukung

pertumbuhan yang diperoleh dari pakan (Estriyani, 2013). Untuk membantu

pemanfaatan protein yang terkandung dalam pakan dibutuhkan bantuan

mikroorganisme proteolitik yang dapat memecah protein menjadi polipeptida,

oligopeptida dan asam amino yang bisa langsung dimanfaatkan oleh tubuh ikan untuk

membantu pertumbuhannya (Yusuf, 2012).

Selain itu, menurut penelitian yang dilakukan oleh Maishela (2013), fotoperiode

sangat berpengaruh terhadap pertambahan panjang ikan lele, semakin lama waktu

gelap, maka pertumbuhan ikan lele semakin baik. Hal ini disebabkan karena ikan lele

termasuk hewan yang aktif malam hari, sehingga ikan lele akan lebih aktif untuk

mencari asupan pakan. Peningkatan asupan pakan akan memicu proses pertumbuhan

panjang ikan.

4.1.2. Pertumbuhan Bobot Mutlak

Pertumbuhan bobot mutlak ikan lele sangkuriang memiliki rata-rata berkisar

4,80-6,37 gram (Gambar 4). Berdasarkan uji statistik pemberian konsentrasi EM10

berpengaruh pada pertumbuhan bobot mutlak ikan lele (P < 0,05), dengan perlakuan


(45)

6,37 gram (Lampiran 5.9b). Hal ini membuktikan bahwa EM10 mengandung mikroba

yang dapat membantu meningkatkan pertumbuhan bobot mutlak ikan lele

sangkuriang.

Gambar 5. Grafik Rata-rata Pertumbuhan Bobot lele sangkuriang 28 hari. A : kontrol, B : EM4 10 ml, C : EM4 20 ml, D : EM4 30 ml, E : EM10 10 ml, F : EM10 20 ml, G : EM10 30 ml

Effective Microorganism 10, memiliki campuran mikroorganisme yang terdiri

dari tiga jenis fungi dan 8 jenis bakteri heterotrof yang dilarutkan dalam media

molases yang dapat membantu pertumbuhan benih ikan lele sangkuriang.

Pertumbuhan bakteri heterotrofik ini dapat membantu menjaga kualitas air dan

menambah jumlah alga sebagai pakan alami ikan lele. Selain itu keberadaan Yeast,

Penicillium sp., dan Trichoderma sp. diharapkan dapat memfermentasi sampah

organik dalam kolam dan juga pakan sehingga tubuh ikan dapat menyerap kandungan

nutrisi dibutuhkan untuk pertumbuhannya dengan lebih mudah.

0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00

A B C D E F G

B o b o t m u tlak (g) Kode Perlakuan


(46)

Menurut Panjaitan (2011), penambahan molases dapat membantu

meningkatkan tingkat C/N dalam air, yang juga dapat menigkatkan pertumbuhan

bakteri heterotrofik. Bakteri heterotrofik memiliki kemampuan untuk memanfaatkan

N organik dan anorganik yang terdapat di dalam air. Sumber N dalam air berasal dari

sisa pakan dan feses yang terdekomposisi oleh bakteri yang diikuti oleh pelepasan

amoniak. Bakteri heterotrofik menguraikan amoniak menjadi nitrit dan nitrat serta

gas nitrogen yang bisa dimanfaatkan fitoplankton. Selain itu bakteri heterotrofik juga

memanfaatkan sampah organik dalam air yang berasal dari sisa pakan dan juga hasil

ekskresi ikan untuk pembentukan biomassa sehingga unsur N dalam air berkurang

(Ekasari, 2009).

Bakteri heteretrof yang tumbuh dengan kepadatan tinggi dapat berfungsi

sebagai pengontrol kualitas air terutama konsentrasi N serta sebagai sumber protein

bagi organisme yang dipelihara untuk membantu pertumbuhannya. Sementara itu,

mikroorganisme yang terkandung dalam EM4 dan EM10 juga dapat berperan sebagai

probiotik. Penambahan probiotik secara tidak langsung dapat meningkatkan nutrisi

pakan dengan menghasilkan enzim untuk pencernaan pakan (Putri, 2012).

Enzim-enzim tersebut yang akan membantu menghidrolisis nutrient pakan menjadi molekul

yang lebih sederhana sehingga bisa langsung diserap dalam saluran pencernaan


(47)

Effective Microorganism 10 selain memiliki kandungan bakteri heterogen

yang efektif dalam mendegradasi sampah juga mengandung mikroorganisme yang

dapat menghasilkan enzim amylase untuk menguraikan selulosa yang terkandung

dalam pakan menjadi lebih mudah diserap oleh tubuh ikan. Menurut Manurung

(2013), selain dapat meningkatkan pencernaan pakan dan protein sehingga

menghasilkan pertumbuhan dan efisiensi pakan yang lebih baik, ragi juga memiliki

kandungan nukleotida yang tinggi sehingga dapat digunakan sebagai pengganti

nukleotida alami. Komponen nukleotida yang terkandung dalam ragi berbentuk basa

purin dan pirimidin sebanyak 0,9 % (Li dan Galtin, 2006). Selain itu, menurut

penelitian Yusuf dkk (2012), Trichoderma viridae merupakan mikroorganisme yang

berperan sebagai penghasil enzim selulase yang dapat memecah serat kasar menjadi

lebih sederhana. Oleh karena itu ikan lele dapat menyerap nutrisi dari pakan buatan

yang diberikan dengan baik.

4.1.3. Pertumbuhan Harian Spesifik

Pertumbuhan Harian spesifik ikan lele sangkuriang pada usia 7 hari

pemeliharaan memiliki rata-rata berkisar antara 3,52-10,10 % (Gambar 6).

Berdasarkan hasil uji statistik pemberian konsentrasi EM10 berpengaruh pada

pertumbuhan harian spesifik ikan lele sangkuriang usia 7 hari pemeliharaan (P <

0,05), dengan perlakuan F yang diberi 20 ml EM10 mendapatkan nilai pertumbuhan

harian spesifik tertinggi yaitu 10,10 % (Lampiran 5.5b). Hal ini membuktikan bahwa


(48)

pertumbuhan harian spesifik ikan lele sangkuriang pada usia 7 hari pemeliharaan dan

kandungan mikroorganisme di dalam kolam yang diberikan penambahan EM10 20 ml

sudah efektif untuk membantu meningkatkan nutrisi dalam pakan untuk membantu

pertumbuhan.

Gambar 6. Grafik Rata-rata Pertumbuhan Harian Spesifik. A : kontrol, B : EM4 10 ml, C : EM4 20 ml, D : EM4 30 ml, E : EM10 10 ml, F : EM10 20 ml, G : EM1030 ml

Pertumbuhan Harian spesifik ikan lele sangkuriang pada usia 14 hari

pemeliharaan memiliki rata-rata berkisar antara 0-5,43 % (Gambar 6). Berdasarkan

hasil uji statistik pemberian konsentrasi EM10 berpengaruh pada pertumbuhan harian

spesifik ikan lele sangkuriang usia 14 hari pemeliharaan (P < 0,05), dengan perlakuan

E yang diberi 10 ml EM10 mendapatkan nilai pertumbuhan harian spesifik tertinggi

yaitu 5,43 % (Lampiran 5.6b). Hal ini membuktikan bahwa EM10 memiliki

kandungan organisme untuk membantu meningkatkan nilai pertumbuhan harian

spesifik ikan lele sangkuriang pada usia 14 hari pemeliharaan.

0.00 2.00 4.00 6.00 8.00 10.00 12.00

7 14 21 28

S GR ( % ) Hari ke- A B C D E F G


(49)

Jumlah mikroorganisme pada kolam yang diberikan penambahan EM10 mulai

meningkat dan cukup efisien untuk menaikan nutrisi pakan. Sementara dalam kolam

yang diberi penambahan konsentrasi 20 ml dan 30 ml jumlah mikrobanya terlalu

banyak sehingga terjadi persaingan antara mikroorganisme. Hal ini menyebabkan

peningkatan nutrisi pakan menjadi kurang efektif. Selain itu pada kolam A yang tak

diberi perlakuan dan juga kolam C yang diberikan EM4 20 ml tidak mengalami

kenaikan bobot sehingga nilai pertumbuhan harian spesifiknya 0 %. Hal ini

kemungkinan disebabkan dengan pH yang berada di luar kisaran optimum

pertumbuhan lele (>8,5), membuat asupan nutrisi yang diperoleh dimanfaatkan untuk

menyesuaikan diri dengan lingkungan.

Pertumbuhan Harian spesifik ikan lele sangkuriang pada usia 21 hari

pemeliharaan memiliki rata-rata berkisar antara 1,48-7,81 % (Gambar 6).

Berdasarkan hasil uji statistik pemberian konsentrasi EM10 berpengaruh pada

pertumbuhan harian spesifik ikan lele sangkuriang usia 21 hari pemeliharaan (P <

0,05), dengan perlakuan A yang diberi tidak diberikan penambahan EM4 dan EM10

mendapatkan nilai pertumbuhan harian spesifik tertinggi yaitu 7,81 % (Lampiran

5.7b). Hal ini kemungkinan disebabkan oleh faktor genetik ikan lele dalam kolam A

lebih baik dari kolam lainnya sehingga tanpa bantuan mikroorganisme tambahan

sekalipun pertumbuhannya sudah sangat baik. Hal ini juga dibuktikan dengan


(50)

Pertumbuhan Harian spesifik ikan lele sangkuriang pada usia 28 hari

pemeliharaan memiliki rata-rata berkisar antara 2,38-5,76 % (Gambar 6).

Berdasarkan hasil uji statistik pemberian konsentrasi EM10 berpengaruh pada

pertumbuhan harian spesifik ikan lele sangkuriang usia 28 hari pemeliharaan (P <

0,05), dengan perlakuan G yang diberi 30 ml EM10 mendapatkan nilai pertumbuhan

harian spesifik tertinggi yaitu 5,76 % (Lampiran 5.8b). Hal ini membuktikan bahwa

EM10 memiliki kandungan organisme untuk membantu meningkatkan nilai

pertumbuhan harian spesifik ikan lele sangkuriang pada usia 28 hari pemeliharaan.

Jumlah mikroorganisme pada kolam G yang diberi penambahan 30ml EM10 cukup

untuk meningkatkan nutrisi pakan dan membantu lele menggunakan nutrisi yang

tersedia untuk pertumbuhannya.

Menurut Aryansyah (2007), pada umumnya ikan kurang mampu

memanfaatkan karbohidrat. Ikan yang bersifat karnivora dapat mamanfaatkan

karbohidrat optimum 10-20 % dan ikan omnivora pada tingkat 30-40 % dalam pakan.

Oleh karena itu dengan adanya penambahan bahan yang dapat membantu

menguraikan karbohidrat dalam pakan. Selain Trichoderma sp., Penicillium sp. juga

bisa menguraikan selulosa dalam serat kasar pakan broiler menjadi glukosa sehingga

bisa langsung diserap oleh tubuh (Nuraini, 2006). Ragi yang dicampurkan dalam

pakan juga dapat membantu menimbulkan aroma yang membuat nafsu makan ikan


(51)

dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu genetik, hormon, kelamin dan lingkungan

(Widiastuti, 2009).

4.2. Parameter Kualitas Air

4.2.1. Suhu

Hasil pengukuran suhu yang diperoleh selama penelitian berlangsung bersifat

fluktuatif dan memiliki rata-rata berkisar antara 25-31,5 oC (Gambar 7). Hasil pengukuran ini menunjukkan bahwa suhu air kolam selama penelitian masih sesuai

dengan kebutuhan hidup ikan lele sangkuriang yakni 24-30 oC (Supriyanto, 2010). Perubahan nilai suhu yang paling stabil terdapat pada perlakuan G yang diberikan

EM10 30 ml dengan rata-rata suhu berkisar 26-28,67 oC. Kenaikan suhu dalam kolam

pemeliharaan diduga akibat adanya pengaruh dari lingkungan dan aktivitas ikan

dalam kolam. Karena kolam perlakuan berada di tempat terbuka, Ikan tersebut sering

bergerak untuk mencari tempat berteduh. Ikan juga aktif bergerak untuk mencari

pakan di dalam kolam.

Suhu merupakan salah satu parameter penting bagi kehidupan, karena suhu

lingkungan akan mempengaruhi aktivitas metabolisme di dalam sel tubuh. Suhu pada

lingkungan akuatik relatif stabil sehingga cukup membantu biota akuatik untuk

menjaga keseimbangan suhu air dan suhu tubuhnya. Ikan menjaga suhu tubuhnya

dengan melepaskan panas melalui insang (Isnaeni, 2006). Panas metabolisme yang


(52)

insang, dan aorta dorsal besar mengirimkan darah secara langsung ke arah dalam dan

mendinginkan bagian dalam tubuh (Campbell dkk, 2004).

Gambar 7 Grafik Rata-rata Suhu. A : kontrol, B : EM4 10 ml, C : EM4 20 ml, D : EM4 30 ml, E : EM10 10 ml, F : EM10 20 ml, G : EM10 30 ml

Suhu pemeliharaan yang melebihi kisaran akan sangat membahayakan

kehidupan lele sangkuriang. Jika suhu lebih rendah, aktivitas dan nafsu makan

lele sangkuriang akan berkurang sehingga akan mengakibatkan pertumbuhan lele

sangkuriang menjadi terhambat (Supriyanto, 2010). Kenaikan suhu dapat

menimbulkan berkurangnya kandungan oksigen sehingga asupan oksigen

berkurang dan dapat menimbulkan stress pada ikan akibat kerusakan insang

karena ikan berusaha menyesuaikan suhu tubuhnya dengan suhu di sekitarnya

(Murugaian, 2008). Suhu yang sesuai akan meningkatkan aktivitas makan ikan

sehingga menjadikan ikan menjadi lebih cepat tumbuh (Madinawati, 2011).

0.00 5.00 10.00 15.00 20.00 25.00 30.00 35.00

0 3 6 9 12 15 18 21 24 27 30

S u h u ( oC) Hari ke- A B C D E F G


(53)

Menurut Bey (2007), kenaikan suhu dapat juga mengakibatkan meningkatnya

daya racun dari suatu polutan terhadap organisme aquatik.

4.2.2. pH

Hasil pengukuran pH yang dihasilkan selama penelitian berlangsung bersifat

fluktuatif dan memiliki rata-rata dengan kisaran 7,2-10,3 (Gambar 8). Hasil

pengukuran ini menunjukan bahwa pH air kolam lebih tinggi dari kondisi air yang

dibutuhkan oleh ikan lele. Menurut Basahudin (2009), ikan lele hidup dalam pH

kisaran 6-9. Walaupun demikian, ikan air tawar tetap dapat mentolerir pH air dengan

kisaran 4-10 (Wahyuningsih, 2004). Dengan demikian, pH air selama penelitian

masih bisa ditoleransi oleh lele sangkuriang.

Peningkatan pH air kolam diduga disebabkan oleh banyaknya kandungan

oksigen dalam air akibat proses fotosintesis yang dilakukan oleh alga yang tumbuh di

dalam kolam. Benih ikan yang suka berada di dasar kolam dan jarang muncul ke

permukaan merupakan salah satu indikasi bahwa kandungan oksigen di dalam kolam

cukup terpenuhi. Selain itu, kenaikan pH kemungkinan juga disebabkan adanya

penambahan kadar amoniak dalam kolam.

Biota akuatik sensitif terhadap pH yang ekstrim, dalam arti air sangat asam

atau basa, hal ini disebabkan oleh efek osmotik (Achmad, 2004). Perubahan pH dapat


(54)

langsung rendahnya pH dapat menyebabkan kerusakan pada kulit sehingga

memudahkan infeksi oleh patogen (Asniatih, 2013).

Gambar 8. Grafik Rata-rata pH. A : kontrol, B : EM4 10 ml, C : EM4 20 ml, D : EM4 30 ml, E : EM10 10 ml, F : EM10 20 ml, G : EM10 30 ml

Air yang sangat alkali atau air yang bersifat basa biasanya mengandung

padatan terlarut yang tinggi. Dalam kebanyakan air alami alkalinitas disebabkan oleh

tingginya kandungan HCO3- dan memiliki konsentrasi karbon organik yang tinggi

(Achmad, 2004). Peningkatan nilai pH terjadi seiring dengan peningkatan nilai

alkalinitas. Ion hidrogen yang dilepaskan ke dalam air (dari proses penguraian

amoniak dan nitrit) bereaksi dengan asam karbonat menjadi asam bikarbonat. Ion

bikarbonat bersifat basa sehinga pH mengalami peningkatan (Effendi, 2006).

Menurut Wetzel (1983) dalam Izzati (2011) menyatakan perubahan pH

ditentukan oleh aktivitas fotosintesis dan respirasi dalam ekosistem. Fotosintesis

memerlukan karbon dioksida yang oleh komponen autotrof akan dirubah menjadi

0.0 2.0 4.0 6.0 8.0 10.0 12.0

0 3 6 9 12 15 18 21 24 27 30

pH

Hari ke-

A

B

C

D

E

F


(55)

monosakarida. Penurunan karbondioksida dalam ekosistem akan meningkatkan pH

perairan. Sebaliknya proses respirasi dalam ekosistem akan meningkatkan jumlah

karbondioksida sehingga pH perairan menurun.

4.2.3. Amoniak

Hasil pengukuran amoniak yang diperoleh selama penelitian berlangsung

memiliki rata-rata berkisar 0,24-0,98 mg/L (Gambar 9). Hasil pengukuran ini

menunjukkan bahwa kadar amoniak dalam kolam selama penelitian berada di atas

batas optimum pertumbuhan ikan lele yakni 0,1 mg/L (Ghufron dan Kordi, 2010).

Pada perlakuan A yang tidak diberikan penambahan EM10 ataupun EM4 terjadi

penurunan kadar amoniak pada setiap minggunya. Hal ini kemungkinan disebabkan

di dalam kolam terdapat bakteri heterotrof yang tumbuh baik secara alami di dalam

kolam, sehingga dapat menguraikan dan mengurangi kadar amoniak.

Kolam yang diberi penambahan EM10 atau EM4 mengalami kenaikan dan

penurunan kadar amoniak setiap minggunya. Kenaikan amoniak pada kolam-kolam

ini diduga karena terjadinya penumpukan hasil ekskresi ikan dan juga sisa-sisa pakan

yang terdapat di dalam kolam. Dalam sistem pemeliharaan ikan, amonia berasal

dari ekskresi sisa metabolisme ikan, hasil degradasi feses ikan maupun sisa

pakan (Hastuti dan Subandiyono, 2010). Laju pembentukan senyawa amonia ini

ditentukan oleh laju proses metabolik hewan-hewan tersebut. Faktor lain yang


(56)

kandungan protein dalam pakan serta faktor lingkungan lain yang berhubungan

dengan laju metabolik ikan. Kenaikan suhu yang terjadi juga merupakan salah satu

faktor yang menyebabkan terjadinya kenaikan kadar amoniak di dalam air. Menurut

Mayunar (1990), kenaikan suhu air dan penurunan salinitas menyebabkan terjadinya

kenaikan kadar amoniak.

Gambar 9. Grafik Rata-rata Amoniak. A : kontrol, B : EM4 10 ml, C : EM4 20 ml, D : EM4 30 ml, E : EM10 10 ml, F : EM10 20 ml, G : EM10 30 ml

Selain itu, dengan adanya penambahan mikroba ke dalam kolam

menyebabkan terjadinya persaingan pemanfaatan sumber karbon yang terbatas antara

mikroorganisme sehingga bakteri heterotrof yang secara alami terbentuk di dalam

kolam tak bisa melakukan aktivitas menguraikan amoniak. Penurunan kadar amoniak

yang terjadi diduga disebabkan karena pertumbuhan mikroba heterotrof yang cukup

baik sehingga ada aktifitas oleh bakteri heterotrof yang menguraikan amoniak dan

0.00 0.20 0.40 0.60 0.80 1.00 1.20

7 14 21 28

A m m o n ia ( m g /L) Hari ke- A B C D E F G


(57)

mengubahnya menjadi biomassa. Biomassa tersebut bisa dimanfaatkan oleh ikan lele

sebagai makanan tambahan sehingga kebutuhan pakannya semakin terpenuhi.

Penurunan kadar amonia dalam air disebabkan oleh adanya aktifitas bakteri

nitrifikasi dan denitrifikasi yang terdapat dalam air yang mengubah amoniak menjadi

nitrit, nitrat dan gas nitrogen. Amoniak dan nitrat juga dapat diasimilasi oleh

fitoplankton yang dapat dimanfaatkan oleh organisme budidaya sebagai pakan alami

(Ebeling dkk, 2006).

Amonia merupakan salah satu bentuk N anorganik yang berbahaya bagi

ikan. Air yang mengandung amonia tinggi bersifat toksik karena akan

menghambat ekskresi ikan (Shafrudin dkk, 2010). Dampak dari penimbunan zat

toksik dalam kolam pemeliharaan dapat menimbulkan gejala stress, menurunkan

nafsu makan, timbulnya berbagai macam penyakit dan pada akhirnya akan


(58)

5.1. Kesimpulan

1) Effective Microorganism 10 (EM10)tidak dapat mempengaruhi pertambahan

panjang harian ikan lele dan dapat mempengaruhi pertumbuhan harian

spesifik ikan lele, yakni volume 20 ml pada 7 hari pemeliharaan, volume 10

ml pada 14 hari pemeliharaan dan volume 30 ml pada 28 hari pemeliharaan

serta dapat mempengaruhi pertumbuhan biomassa mutlak lele sangkuriang

2) Effective Microorganism 10 (EM10) dapat mempertahankan suhu air, namun

kurang bisa mempertahankan pH air dan mengontrol kadar amoniak yang

sesuai dengan kebutuhan lele sangkuriang.

5.2. Saran

Perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai manfaat EM10 dalam mencegah

penyakit pada ikan lele dengan analisis parameter kualitas air yang lebih lengkap,


(59)

44

DAFTAR PUSTAKA

Achmad,R. 2004. Kimia Lingkungan. Yogyakarta: Andi Offset

Ahmadi, H., Iskandar, N. Kurniawati. 2012. Pemberian Probiotik dalam Pakan terhadap Pertumbuhan Lele Sangkuriang (Clarias gariepinus) pada Pendederan II. Jurnal Perikanan dan Kelautan 3(4): 99-107.

Andriyanto, S., N. Listyanto, R. Rahmawati. 2010. Pengaruh Pemberian Probiotik dengan Dosis yang Berbeda terhadap Sintasan dan Pertumbuhan Benih Jambal (Pangisius djambal). Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 117-122.

Anonim.. Budidaya Ikan Lele (Clarias). Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Permasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Gedung II BPP Teknologi.http://www.ristek.go.id diakses 6 Maret 2013 12.23.

Aquarista, F., Iskandar, U. Subhan. 2012. Pemberian Probiotik dengan Carrier Zeolit pada Pembesaran Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus). Jurnal perikanan dan Kelautan 3(4): 133-140.

Aryansyah,H.,I. Mokoginta, D. Jusadi. 2007. Kinerja Pertumbuhan Juvenil Ikan Lele Dumbo (Clarias sp.) yang Diberi Pakan dengan Kandungan Kromium Berbeda. Jurnal Akuakultur Indonesia 6(2) :171-176.

Asniatih, M. Idris, K. Sabilu. 2013. Studi Histopatologi pada Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) yang Terinfeksi Bakteri Aeromonas hydrophilla. Jurnal Mina Laut Indonesia 3(12): 13-21.

Basahudin, M. S. 2009. Panen Lele 2,5 Bulan. Depok: Penebar Swadaya.

Bey, Y., S. Wulandari, Sukatmi. 2007. Dampak Pemberian Pakan Pellet Ikan terhadap Pertumbuhan Kiapu. Riau: Program Studi Pendidikan Biologi Jurusan PMIPA FKIP.

Campbell, N.A., J.B. Reece, L.G. Mitcell. 2004. Biologi edisi kelima-Jilid 3 Terj. dari Biology fifth Edition oleh W.Manalu. Jakarta: Erlangga.

Ebeling, J.M., Timmons, M,B,, Bisogni, J.J., 2006. Engineering Analysis of the Stoichiometry of Photoautotrophic, Autotrophic and Heterotrophic Removal of Ammonia-Nitrogen in Aquaculture Sistems. Aquaculture 257: 346—358.


(60)

Kelangsungan Hidup dan Pertumbuhan Benih Ikan Gurami Osphronemus gouramy Lac. ukuran 2 cm. Jurnal Akuakultur Indonesia 5(2): 127-135.

Effendie, M.I. 2003. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusantara.

Ekasari, J. 2009. Teknologi Bioflok: Teori dan Aplikasi dalam Perikanan Budidaya Sistem Intensif. Jurnal Akuakultur Indonesia 8(2): 117-126.

Elpawati. 2013. Degradasi Sampah Organik dengan Effective Microorganism 10 (EM10). Laporan Tahunan Dosen. Universitas Islam Negeri Jakarta.

Tidak Dipublikasikan.

Estriyani, A. 2013. Pengaruh Penambahan Larutan Kunyit (Curcuma longa) pada Pakan terhadap Pertumbuhan Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus).skripsi.Semarang: IKIP PGRI Semarang.

Fitria, Y. 2008. Pembuatan Pupuk Organik Cair dari Limbah Cair Industri Perikanan Menggunakan Asam Asetat dan EM4 (Effective Microorganism 4).

Skripsi. Bogor: IPB.

Ghufran. M, Kordi K.H. 2010. Budidaya Ikan Lele di Kolam Terpal. Yogyakarta : Lily Publisher.

Hastuti, S., Subandiyono. 2011. Performa Hematologis Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) dan Kualitas Air Media pada Sistem Budidaya Dengan Penerapan Kolam Biofiltrasi. Jurnal Saintek Perikanan, 6(2) : 1-5.

Hendriana. A. 2010. Pembesaran Lele di Kolam Terpal.Jakarta : Penebar Swadaya.

Indriani, Y.H. 1999. Membuat Kompos Secara Kilat. Jakarta: Penebar Swadaya

Isnaeni, W. 2006. Fisiologi Hewan. Yogyakarta : Kanisius.

Izzati, M. 2011. Perubahan Konsentrasi Oksigen Terlarut dan pH perairan Tambak Setelah Penambahan Rumput Laut Sargassum plagyophyllum dan Ekstraknya. Semarang: Laboratorium Biologi Struktur dan Fungsi Tumbuhan Jurusan Biologi Universitas Diponegoro.


(61)

Li,P., D.M. Gatlin III. 2006. Nucleotide Nutrition in Fish: Current Knowledge and Future Applications. Aquaculture 251: 141-152.

Limbong, W. 2005. Pengolahan Limbah Cair Mengandung Amoniak dengan Gelembung CO2. Tesis. Semarang: Universitas Diponegoro.

Madinawati, N. Serdiati, Yoel. 2011. Pemberian Pakan yang Berbeda terhadap Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup Benih Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus). Media Litbang Sulteng IV(2): 83-87.

Mahato, U. 2005. Characterization of Native Isolates of Trichoderma spp. and Cloning of Endochitinase Gene. Tesis. Dharwad: University of Agricultural Science.

Maishela, B., Suparmono, R. Diantari, M. Muhaemin. 2013. Pengaruh Fotoperiode terhadap Pertumbuhan Lele Dumbo (Clarias gariepinus). E-Jurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan 1(2): 145-150.

Manurung, U.N., H. Manoppo, R.A. Tumbol. 2013. Evaluation of baker’s yeast (Saccharomyces cereviceae) in Enchancing Non Specific Immune Response and Growth of Nile Tilapia (Oreochromis niloticus). Budidaya Perairan 1(1): 8-14.

Mayunar. 1990. Pengendalian Senyawa Nitrogen pada Budidaya Ikan dengan Sistem Resirkulasi. Oseana XV(3): 43-55.

Muchlisin, Z.A, A. Damhoeri, R. Fauziah, Muhammadar, M. Musman . 2003. Pengaruh Beberapa Jenis Pakan Alami terhadap Pertumbuhan dan Kelulushidupan Larva Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus). Biologi 3(2):105-113.

Murugaian, P., V. Ramamurthy, N. Karmegam. 2008. Effect of Temperature on the Behavioural and Physiological Responses of Catfish, Mystus gulio (Hamilton). Journal of Applied Sciences Research 4(11); 1454-1457.

Nasrudin. 2010. Jurus Sukses Beternak Lele Sangkuriang. Jakarta: Agromedia Pustaka.

Nengsih. 2002. Penggunaan EM4 dan DT1000-WTA dalam Pembuatan Pupuk

Organik Cair dan Padat dari Isi Rumen Limbah RPH. Skripsi. Bogor: IPB.


(62)

Bungkil Inti Sawit Fermentasi dengan Penicillium sp. Jurnal Agribisnis Peternakan 2(2): 45-48.

Panjaitan,P. 2011. Effect of C:N Ratio Levels on Water Quality and Shrimp Production Parameters in Penaeus monodon Shrimp Culture with Limited Water Exchange Using Molasses as a Carbon Source. ILMU KELAUTAN 16(1): 1-8.

Pelczar. M. J, E. C. S. Chan. 2006. Dasar-dasar Mikrobiologi Jilid 2 Terj. dari Elements of Microbiology oleh R.S. Hadioetomo, T. Imas, S.S. Tjitrosomo . Jakarta: UI-Press.

Putra, A.N. 2010. Kajian Probiotik, Prebiotik dan Sinbiotik untuk meningkatkan Kinerja Pertumbuhan Ikan Nila (Oreochromis niloticus). Thesis. Bogor: IPB.

Putri,F.S. Z. Hasan, K. Haetami. 2012. Pengaruh Pemberian Bakteri Probiotik pada Pelet yang Mengandung Kaliandra (Calliandracalothyrsus) terhadap Pertumbuhan Benih Ikan Nila. Jurnal Perikanan dan Kelautan 3(4): 283-291.

Purwantisari, S., R.B. Hastuti. 2009. Uji Antagonisme Jamur Patogen Phytophthora infestans Penyebab Penyakit Busuk Daun dan Umbi Tanaman Kentang dengan Menggunakan Trichoderma spp. Isolat Lokal. Bioma 11 (1): 24-32.

Satyani,D., N. Meilisza, L. Solichah. 2010. Gambaran Pertumbuhan Panjang Benih Ikan Botia (Chromobotia macrachantus) Hasil Budidaya pada Pemeliharaan dalam Sistem Hapa dengan Padat Penebaran 5 Ekor per liter. Prosiding Forum Inovasi Teknologi Aquakultur. Hlm: 395-402.

Shafrudin, D., Yuniarti, M. Setiawati. 2006. Pengaruh Kepadatan Benih Ikan Lele Dumbo (Clarias sp.) terhadap Produksi pada System Budidaya. Dengan Pengendalian Nitrogen Melalui Penambahan Tepung Terigu. Jurnal Akuakultur Indonesia 5(2): 137-147.

Silalahi, S. 2009. Analisis Kualitas Air dan Hubungannya dengan Keanekaragaman Vegetasi Akuatik di Perairan Balige Danau Toba. Tesis. Medan: Universitas Sumatera Utara.


(63)

Simanungkalit, R.D.M, D.A. Suriadikarta, R. Saraswati, D. Setyorini, W. Hartatik. 2006. Pupuk Organik dan Pupuk Hayati (Organic Fertilizer and Biofertilizer). Bogor: Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Lahan Pertanian.

Sitompul, S.O, E. Harpani, B. Putri. 2012. Pengaruh Kepadatan Azolla sp. yang Berbeda terhadap Kualitas Air dan Pertumbuhan Benih Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) pada Sistem Tanpa Ganti Air: Jurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan 1(1): 17-24.

Songgo Langit Persada. EM4 Perikanan dan Tambak. http://em4-indonesia.com/em4-perikanan-tambak/. diakses 6 Maret 2013 12.20.

Suherman. H., Iskandar, S. Astuty. 2002. Studi Kualitas Air pada Petakan Pendederan Benih Udang Windu (Penaeus monodon Fab.) di Kabupaten Indramayu. Bandung: Universitas Padjajaran.

Supriyanto, 2010. Pengaruh Pemberian Probiotik dalam Pelet terhadap Pertumbuhan Lele Sangkuriang. Jurnal FMIPA Universitas Negeri Semarang 8 (1) : 17-25.

Suriawiria, U. 2008. Mikrobiologi Air.Bandung: P.T. Alumni.

Suwarni. 2009. Hubungan Panjang-Bobot dan Faktor Kondisi Ikan Butana Acanthurus Mata (Cuvier, 1829) yang Tertangkap di Sekitar Perairan

Pantai Desa Mattiro Deceng, Kabupaten Pangkajene

Kepulauan, Provinsi Sulawesi Selatan. Torani (Jurnal Ilmu Kelautan dan Perikanan ) 19 (3): 160 – 165.

Suyanto. S.R. 2007. Budidaya Ikan Lele edisi revisi. Jakarta: Penebar Swadaya.

Vashishta, B.R, A.K. Sinha. 2008. Botany for Degree Students: Fungi. New Delhi : S.Chand&Company Ltd.

Wahyuningsih, H., D. Supriharti. 2004. Kepadatan Populasi Ikan Jurung (Tor sp.) di Sungai Bahorok Kabupaten Langkat. Jurnal Komunikasi Penelitian 16 (5): 22-26.

Widiastuti, I.M. 2006. Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup (Survival Rate) Ikan Mas (Cyprinus carpio) yang Dipelihara dalam Wadah Terkontrol dengan Padat Penebaran yang Berbeda. Media Litbang Sulteng 2(2): 126-130.


(64)

gariepinus Var.Sangkuriang) terhadap Beberapa Jenis Ikan. Tesis. Depok: Universitas Indonesia.

Winedar, H., S. Listyawati, Sutarno. 2006. Daya Cerna Protein Pakan, Daging, dan Pertambahan Berat Badan Ayam Broiler setelah Pemberian Pakan yang Difermentasi dengan Effective Microorganism-4 (EM-4). Bioteknologi 3(1): 14-19.

Wiratmaja,I.G. 2011. Proses Fermentasi Limbah Rumput Laut Eucheuma cottonii sebagai Tahap Awal Pembuatan Etanol Generasi Kedua. Thesis. Universitas Udayana.

Yusuf, M., Agustono, D. K. Meles. 2012. Kandungan Protein Kasar dan Serat Kasar pada Kulit Pisang Raja yang Difermentasi dengan Trichoderma viridae dan Bacillus subtillis Sebagai Bahan Baku Pakan Ikan. Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan 4(1): 53-58.


(65)

50

LAMPIRAN

Lampiran 1. Alur penelitian

Pendahuluan:

Diilakukan uji Viabilitas Mikroba dengan metode Total Plate Count

(TPC)

Persiapan Kolam:

Kolam dikuras, dijemur, diisi air hingga kedalaman ± 20 cm. ditambahkan EM4 atau EM10 sesuai

perlakuan, didiamkan 2-3 hari

Penebaran Benih:

Disiapkan benih ikan lele sangkuriang ukuran 7 cm sebanyak

150 ekor/kolam, ditimbang, dan diukur panjang totalnya

Pengukuran:

Dilakukan pengamatan parameter pertumbuhan setiap seminggu sekali

dan parameter air tiga hari sekali


(66)

Gambar 4. Denah kolam Perlakuan

Katerangan :

A1= Perlakuan A ulangan 1 A2= Perlakuan A ulangan 2 A3= Perlakuan A ulangan 3 B1 = Perlakuan B ulangan 1 B2 = Perlakuan B ulangan 2 B3 = Perlakuan B ulangan 3 C1 = Perlakuan C ulangan 1

C2 = Perlakuan C ulangan 2 C3 = Perlakuan C ulangan 3 D1= Perlakuan D ulangan 1 D2= Perlakuan D ulangan 2 D3= Perlakuan D ulangan 3 E1 = Perlakuan E ulangan 1 E2 = Perlakuan E ulangan 2 E3 = Perlakuan E ulangan 3

F1 = Perlakuan F ulangan 1 F2 = Perlakuan F ulangan 2 F3 = Perlakuan F ulangan 3 G1= Perlakuan G ulangan 1 G2= Perlakuan G ulangan 2 G3= Perlakuan G ulangan 3

G1 B2 D3

A2 E1 B1 F3 A3 C3 C1 B3 E3 A1 D1 G2 F2 C2 D2 E2 F1 G3


(67)

Lampiran 3. Hasil Total Plate Count (TPC)

3.1. Media Nutrient Agar (NA)

EM4 =

=

= 3,8 x 107 sel/ml

EM10 =

=

= 1,09 x 107 sel/ml

3.2. Media Potato Dextrose Agar (PDA)

EM4 =


(68)

=

= 31,1x 106 propagul/ml

EM10 =

=


(69)

Lampiran 4. Rata-rata Hasil Pengukuran Parameter

4.1Rata-rata Panjang Badan Ikan

kode Panjang hari ke- (cm)

0 7 14 21 28

A 7,22 7,77 8,38 9,28 10,27

B 7,25 7,95 8,82 9,28 10,22

C 7,29 7,75 8,55 9 10,08

D 7,43 7,71 8,67 9,04 10,19

E 7,21 7,79 8,92 9,19 10,12

F 7,36 7,87 8,54 9,06 10,05

G 7,42 7,88 8,8 9,29 10,56

4.2.Rata-rata Berat ikan

kode hari ke- (g)

0 7 14 21 28

A 2,85 3,67 3,67 6,30 8,53

B 2,50 4,00 5,10 6,60 7,80

C 2,10 4,00 4,00 6,00 7,40

D 3,00 4,00 4,10 6,00 7,80

E 2,30 3,70 5,40 6,00 7,60

F 2,15 3,70 5,10 5,90 7,40


(70)

4.3.Rata-rata Pertambahan Panjang Harian

kode Hari ke- (%)

7 14 21 28

A 1,04 1,10 1,43 1,48

B 1,48 1,28 0,76 1,47

C 0,95 1,38 0,76 1,57

D 0,52 1,67 0,62 1,67

E 1,05 1,90 0,48 1,29

F 1,00 1,14 0,91 1,43

G 0,81 1,57 0,76 1,86

4.4.Rata-rata Pertambahan Biomassa

kode Ulangan (g) rata-rata

1 2 3

A 5,60 5,75 5,70 5,68

B 5,70 5,00 5,20 5,30

C 5,40 5,30 5,20 5,30

D 5,10 4,75 4,55 4,80

E 5,20 5,50 5,20 5,30

F 5,15 5,30 5,30 5,25


(71)

4.5.Rata-rata Pertumbuhan Harian Spesifik

kode hari ke- (%)

7 14 21 28

A 3,52 0,00 7,81 4,33

B 6,81 3,52 3,67 2,38

C 9,24 0,00 5,76 3,00

D 4,14 5,38 5,38 3,86

E 6,81 5,43 1,48 3,33

F 10,10 4,67 2,00 3,29

G 8,00 3,14 2,05 5,76

4.6.Rata-rata Suhu Air Kolam

kode hari ke- (

o

C)

0 3 6 9 12 15 18 21 24 27 30

A 28,67 26,33 27,00 27,00 29,00 28,50 26,00 28,00 29,00 30,00 28,00 B 30,00 27,00 27,00 27,00 31,50 30,00 27,00 29,00 29,33 31,00 28,00 C 27,00 27,00 28,00 28,00 30,00 30,00 27,00 28,33 29,00 30,00 27,00 D 27,50 25,00 28,00 28,00 30,00 29,00 26,50 28,00 29,00 31,00 28,17 E 29,17 25,50 27,33 27,33 30,33 29,33 26,33 26,33 27,00 28,33 27,33 F 28,67 25,00 28,00 28,00 30,33 29,00 26,33 27,33 27,67 29,33 26,67 G 28,67 26,33 27,33 28,33 28,33 27,67 26,00 26,00 26,83 27,67 26,50


(72)

4.7.Rata-rata pH Air Kolam

kode hari ke

0 3 6 9 12 15 18 21 24 27 30

A

7,6 8,0 7,9 9,7 8,9 9,9 8,0 10,0 9,8 9,8 9,8

B

7,2 8,1 7,9 9,5 10,0 10,0 8,0 9,3 9,8 10,3 10,0

C

7,7 8,0 7,9 9,8 10,0 10,2 8,0 9,9 9,9 10,0 9,3

D

7,8 7,9 8,0 9,9 10,0 10,0 7,8 9,8 9,9 10,1 10,2

E

7,7 7,9 8,0 9,7 10,1 9,9 7,8 9,9 10,0 10,1 10,1

F

7,3 8,0 7,8 9,8 9,9 10,0 8,1 9,9 9,8 10,3 9,9

G

7,7 7,8 8,0 10,0 10,1 9,9 8,1 9,1 9,6 10,3 10,1

4.8.Rata-rata kadar Amoniak air kolam

kode

Hari ke- (mg/L)

1 2 3 4

A 0,65 0,35 0,35 0,28

B 0,29 0,54 0,67 0,35

C 0,65 0,37 0,35 0,56

D 0,35 0,24 0,34 0,88

E 0,48 0,37 0,43 0,98

F 0,44 0,39 0,97 0,89


(1)

1 2

A : Kontrol 3 3,5233

D : EM4 30ml 3 4,1900

B : EM4 10ml 3 6,8100 6,8100

E : EM10 10ml 3 6,8100 6,8100

G : EM10 30ml 3 8,0000

C : EM4 20ml 3 9,2367

F : EM10 20ml 3 10,0967

Probabilitas ,057 ,061

Keterangan : angka dalam kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama tidak

berbeda nyata menurut uji jarak Duncan (P>0,05),

5.6a. Hasil Anova Laju Pertumbuhan Harian Spesifik Hari ke-14

Kode Jumlah Kuadrat

(JK)

Derajat Bebas (DB)

Kuadrat Tengah (KT)

F-tabel Probabilitas

Perlakuan 96,245 6 16,041 49,706 ,000*

Galat 4,518 14 ,323

Total 100,763 20

Keterangan : * : berbeda nyata pada P<0,05

tn : tidak berbeda nyata


(2)

5.6b. Hasil Uji Duncan Laju Pertumbuhan Harian Spesifik Hari ke-14

Kode N Subset for alpha = 0,05

1 2 3

A : Kontrol 3 ,0000

C : EM4 20ml 3 ,0000

D : EM4 30ml 3 ,2900

G : EM10 30ml 3 3,1433

B : EM4 10ml 3 3,5167

F : EM10 20ml 3 4,6667

E : EM10 10ml 3 5,4300

Probabilitas ,563 ,434 ,122

Keterangan : angka dalam kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama tidak

berbeda nyata menurut uji jarak Duncan (P>0,05),

5.7a. Hasil Anova Laju Pertumbuhan Harian Spesifik Hari ke-21

Kode Jumlah Kuadrat

(JK)

Derajat Bebas (DB)

Kuadrat Tengah (KT)

F-tabel Probabilitas

Perlakuan 101,427 6 16,905 16,706 ,000*

Galat 14,166 14 1,012

Total 115,594 20

Keterangan : * : berbeda nyata pada P<0,05

tn : tidak berbeda nyata


(3)

1 2 3 4 5

E : EM10 10ml 3 1,4767

F : EM10 20ml 3 2,0000 2,0000

G : EM10 30ml 3 2,0467 2,0467

B : EM4 10ml 3 3,6667 3,6667

D : EM4 30ml 3 5,3800 5,3800

C : EM4 20ml 3 5,7600

A : Kontrol 3 7,8100

Probabilitas ,521 ,074 ,056 ,651 1,000

Keterangan : angka dalam kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama tidak

berbeda nyata menurut uji jarak Duncan (P>0,05),

5.8a. Hasil Anova Laju Pertumbuhan Harian Spesifik Hari ke-28

Kode Jumlah Kuadrat

(JK)

Derajat Bebas (DB)

Kuadrat Tengah (KT)

F-tabel Probabilitas

Perlakuan 21,611 6 3,602 18,376 ,000*

Galat 2,744 14 ,196

Total 24,356 20

Keterangan : * : berbeda nyata pada P<0,05

tn : tidak berbeda nyata


(4)

5.8b. Hasil Uji Duncan Laju Pertumbuhan Harian Spesifik Hari ke-28

Kode N Subset for alpha = 0,05

1 2 3 4 5

B : EM4 10ml 3 2,3800

C : EM4 20ml 3 3,0000 3,0000

F : EM10 20ml 3 3,2900 3,2900

E : EM10 10ml 3 3,3333 3,3333

D : EM4 30ml 3 3,8567 3,8567

A : Kontrol 3 4,3333

G : EM10 30ml 3 5,7600

Probabilitas ,108 ,396 ,158 ,208 1,000

Keterangan : angka dalam kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama tidak

berbeda

nyata

menurut

uji

jarak

Duncan

(P>0,05),

5.9a. Hasil Anova Pertumbuhan Biomassa

Kode Jumlah Kuadrat

(JK)

Derajat Bebas (DB)

Kuadrat Tengah (KT)

F-tabel Probabilitas

Perlakuan 4,265 6 ,711 17,508 ,000*

Galat ,568 14 ,041

Total 4,833 20

Keterangan : * : berbeda nyata pada P<0,05

tn : tidak berbeda nyata


(5)

Kode N Subset for alpha = 0.05

1 2 3 4

D : EM4 30ml 3 4.8000

F : EM10 20ml 3 5.2500

B : EM4 10ml 3 5.3000

C : EM4 20ml 3 5.3000

E : EM10 10ml 3 5.3000

A : Kontrol 3 5.6833

G : EM10 30ml 3 6.3667

Probabilitas 1.000 .783 1.000 1.000

Keterangan : angka dalam kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama tidak

berbeda nyata menurut uji jarak Duncan (P>0,05


(6)