Shabrina perlu leboh aktif lagi dalam mempromosikan produknya, agar bisa leboh diterima lagi oleh konsumen.
Kendala yang dialami UD. Shabrina tidak hanya ada pada bagaimana mempromosikan inovasi produk mereka, namun ada juga kendala lain yaitu masalah
administratif. Surat Ijin Usaha Perorangan yang dimiliki oleh UD. Shabrina sudah lama kadaluarsa, dan pemilik menyatakan bahwa ia lupa untuk memperpanjang surat
tersebut karena selama ini memenag tidak pernah dibuka. Ibu Mahindar Minggu, 26 Juli 2015, pukul 13.30 WIB mengenai hal tersebut berpendapat seperti berikut,
“Oh gitu ya mas alhamdulillah kalosudah lulus. Iya mas tahun berapa itu? Ooh SIUP nya nggak punya mas kalau yang aktif sekarang. Iya
mas, ya masih proses mau mengurus lagi ini gitu aja mas, karena sempat terlupakan. Karena lupa mas kan nggak pernah dibuka-buka itu. Ya itu
tau-tau sudah expired
. Maaf ya mas”. Pernyataan dari Ibu Mahindar tersebut menunjukkan bahwa, kendala yang ada pada
UD. Shabrina juga ada dari dalam perusahaan sendiri. Pemilik menyadari bahwa ketaatan dalam mengecek berkas-berkas administratif perusahannya sebagai
kekurangannya dan menyadari bahwa hal tersebut bisa berdampak tidak baik bagi citra perusahaannya.
4.3 Produksi
UD. Shabrina selalu ingin menjaga kualitas produknya agar tidak mengecewakan konsumen, salah satu langkah untuk menjaga kualitas produk adalah
proses produksi yang baik dan benar, sejak dari pemilihan bahan baku, pemrosesan bahan baku, hingga bahan jadi, dikemas, dan siap dipasarkan. Bahan baku keripik
pisang Shabrina sendiri adalah pisang agung Lumajang. Pisang agung dipilh sebagai bahan baku daripada pisang jenis lain karena memiliki ketahan yang lebih baik,
sesuai pernyataan Ibu Mahindar Minggu, 5 April 2015, pukul 13.00 WIB sebagai berikut, “Saya pilih pisang agung karena tidak mudah browning, jadi expired nya itu
lebih lama”. Pisang agung yang dipilih oleh UD. Shabrina merupakan pisang agung
yang didatangkan dari Kecamatan Senduro yang memang merupakan daerah
penghasil pisang agung di Lumajang. Pisang agung yang dipilih pun haruslah pisang yang sudah benar-benar tua, karena jika mengggunakan pisang yang masih muda
maka rasa dan tampilannya akan berbeda, seperti yang diungkapkan oleh Ibu Mahindar Senin, 16 Februari 2015, pukul 15.00 WIB
yaitu, “Warnanya putih, jelasnya nggak enak, kurang gurih. Nah ini sengaja ndak pakek pewarna biar tahu,
asli pisangnya ini tua. Kita nggak menipu sama masyarakat”. Pemilik UD. Shabrina
tidak jarang turun langsung untuk memilih bahan baku yang sesuai untuk diolah menjadi keripik pisang, seperti yang diungkapkan oleh Ibu Mahindar Minggu, 5
April 2015, pukul 13.00 WIB sebagai berikut, “Pokoknya tua, iya tua kan kelihatan dari kulitnya, saya lihat bentuknya
saja sudah tahu, beratnya itu. Tangan saya ini sudah dikasih kelebihan sama Allah. Bisa tau oh ini sekian kilo, bisa pas. Ya fluktuasi lah, kira-
kira lah, gak beda j
auh,beda dikit laah, apa lagi?”. Pisang yang sudah dipilih kemudian diangkut langsung ke dapur untuk dicuci
terlebih dahulu untuk menghilangkan getahnya, kemudian dikupas. Proses selanjutnya setelah mengupas adalah pisang dirajang menggunakan alat perajang
sehingga ukurang pisang sesuai dengan ukuran keripik pisang yang diharapkan pemilik UD. Shabrina. Pisang yang sudah dirajang kemudian digoreng, ditiriskan,
baru lah keripik pisang dikemas. Seperti yang diungkapkan Ibu Mahindar Minggu, 5 April 2015, pukul 13.00 WIB yaitu,
“Iya, pisang datang, ada alurnya kan itu ada jalannya dibelakang itu. Terus pisang datang langsung dicuci lalu dikupas, dirajang, setelah
dirajang kan direndam air ya biar ndak browning, karena kapasitas banyak. Kalau kapasitas sedikit nggak perlu direndam nggak apa-apa.
Lalu ditiriskan biar berkurang airnya. Habis itu digoreng, lalu dibumbui dikasih gula, garam, lalu ditiriskan lagi. Setelah itu dikemas, sudah.
Masih hangat-hangat itu dikemas. Setelah dipacking lalu dimasukkan boks-
boks itu”. Pak Aminuddin selaku pemilik UD. Shabrina juga membenarkan hal tersebut, beliau
menambahkan Jumat, 1 Mei 2015, pukul 15.00 WIB yaitu, “iya, ngoncek itu semua, memang punya keahlian ngoncek semua, baru
setelah ada yang siap digiling baru dia mundur salah satu, jadi ngoncek
sreett.. kalau sudah dimasukkan ke bak kan nggiling, mundur itu satu, buat nggiling, yaa masrah itu. Setelah itu, baru setelah yang ini dapat dua
sampai tiga bak besar, baru satu mundur lagi, bagian pencucan airnya tapi sebelumnya sudah disiapkan, dan kompor sudah siap, sudah hidup,
minyak juga sudah siap. Begitu minyak panas, yang bagian nyuci ini dia mundur dia ngeringkan atau niris, begitu komprnya panas, tukang
nggoreng siap. Jadi semuanya dari ngoncek sreet, mundur satu-satu sesuai dengan urutannya. Setelah yang ini nggoreng, yang bagian nyuci tadi itu
geser membantu, dia langsung membantu mensortir hasil gorengan, hasil gorengan disortiri kemudian dimasukkan plastik, baru setelah itu
besoknya penggulaan, tidak langsung penggulaan. Ada yang punya teknik itu langsng penggulaan, kita ndak, kenapa begitu? Kita menghemat
minyak, kalau kita langsung penggulaan maka minyak itu tidak bisa digunakan lagi, sudah tercampur gula, warnanya sudah gosong.
”. Berdasarkan pernyataan pak aminuddin tersebut ditemukan bahwa, UD..
Shabrina tidak menerapkan penggorengan yang biasa di proses pembuatan keripiknya. Pisang tidak langsung dibumbui kemudian digoreng sampai matang,
namun ada dua tahap penggorengan disini. Pada tahap pertama pisang digoreng setengah matang dulu, kemudian didiamkan dalam kantong plastik besar selama satu
malam. Setelah didiamkan selama satu malam barulah keesokan harinya pisang yang masih setengah matang tadi dibumbui, kemudian digoreng lag sampai matang. Cara
seperti ini diklaim oleh pemilik dapat menghemat minyak goreng. Keripik yang sudah jadi kemudian baru dikemas dalam kemasan siap jual untuk dipasarkan. Seperti
yang diungkapkan oleh Pak Aminuddin Jumat, 1 Mei 2015, pukul 15.00 WIB sebagai berikut,
“iya, kayak juga yang penggulaan itu, itu semua meramu, baru setelah meramu sreet itu semua siap goreng. Goreng lagi, jadi digoreng lagi
sebentar, goreng lagi sebentar kira-kira lima sampai sepuluh menit, kering, diangkat, sudah itu dibungkusi, dikemas yang kecil-keci
l”
4.4 Inovasi Produk Berbasis Kemasan